Evaluasi Sistem Cyber Extension Dalam Perkembangan Informasi Agribisnis

EVALUASI SISTEM CYBER EXTENSION DALAM PERKEMBANGAN
INFORMASI AGRIBISNIS

WIDDY DESTYANA RULITA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Sistem Cyber
Extension Dalam PerkembanganInformasi Agribisnis adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Widdy Destyana Rulita
NIM H34114057

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
WIDDY DESTYANA RULITA. Evaluasi Sistem Cyber Extension Dalam Perkembangan
Informasi Agribisnis. Dibimbing oleh BURHANUDDIN
Cyber Extension merupakan salah satu mekanisme pengembangan jaringan
komunikasi inovasi pertanian yang terprogram secara efektif untuk mempertemukan
lembaga penelitian, pengembangan, dan pengkajian dengan penyuluh, pendidik, petani,
dan stakeholders lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan informasi berbeda
sehingga dapat berperan secara sinergis dan saling melengkapi. Tujuan penelitian ini
adalah merumuskan strategi pengembangan sistem agar sistem yang sudah ada dapat
berjalan lebih baik lagi. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Kekuatan Medan

dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan faktor pendorong dan faktor penghambat guna
menentukan strategi dalam memaksimalkan faktor pendorong dan melemahkan faktor
penghambat. Berdasarkan analisis kekuatan medan, ditentukan jumlah faktor pendorong
lebih besar dibandingkan dengan jumlah faktor penghambat untuk melakukan
pengembangan sistem, yaitu sebesar 5,07

Kata kunci: cyber extension, strategi pengembangan, sistem penyuluhan pertanian,
analisis kekuatan medan.
ABSTRACT
WIDDY DESTYANA RULITA. Cyber Extension System Evaluation as Agribusiness
Information Resource Evolution. Supervised by BURHANUDDIN

Cyber Extension is one of agricultural innovation communication network
development mechanism wich is programmed effectively to gather research,
development, and assessment institution with instructors, preceptors, farmers, and other
stakeholders wich every each one has different information requirement resulting
synergistic and complementary act. The aim of this study is to formulate development
system strategy so that it can enhance the existing system. Analysis Method used in this
study was Force Field Analysis, the purpose of using this method was to identify driving
forces and resisting forces factor to determine the strategy that strengthen the driving

forces and weakend the resisting forces. Based on Force Field Analysis, the number of
driving factor is determined to be bigger than resisting factor, wich equal to 5,07.
Keywords: cyber extension, development strategy, agricultural counseling, force field
analysis.

4

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan
sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut
tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk
apapun tanpa izin IPB

RINGKASAN
WIDDY DESTYANA RULITA. Evaluasi Sistem Cyber Extension Dalam Perkembangan
Informasi Agribisnis. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Dibawah bimbingan BURHANUDDIN)
Cyber Extension merupakan salah satu mekanisme pengembangan jaringan
komunikasi inovasi pertanian yang terprogram secara efektif untuk mempertemukan
lembaga penelitian, pengembangan, dan pengkajian dengan penyuluh, pendidik, petani,
dan stakeholders lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan informasi berbeda
sehingga dapat berperan secara sinergis dan saling melengkapi.
Penelitian dilakukan di Badan Pusat Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian
dan Penyuluhan, Kementerian Pertanian, dengan pengumpulan data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh dari waancara dan penyebaran kuesioner kepada 24 orang
responden. Data sekunder berasal dari studi pustaka dan referensi lainnya seperti hasil
penelitian terdahulu maupun buku teks yang menunjang. Ananlisis data menggunakan
analisis deskriptif dan analisis kekuatan medan dengan alat pengolahan data Microsoft
Excel.
Berdasarkan hasil analisis, masalah paling mendasar terdapat pada komponen data yang
merupakan materi-materi penyuluhan. Materi penyuluhan yang ada saat ini masih banyak
yang perlu diterjemahkan dari bahasa ilmiah menjadi bahasa popular agar pengguna lebih
mudah memahami. Kemudian berdasarkan analisis kekuatan medan yang dilakukan,
didapat jumlah TNB faktor pendorong lebih besar dari jumlah TNB penghambat. Hal ini
berarti faktor pendorong lebih menonjol sehingga pengembangan dapat direalisasikan
lebih mudah


6

EVALUASI SISTEM CYBER EXTENSION DALAM PERKEMBANGAN
INFORMASI AGRIBISNIS

WIDDY DESTYANA RULITA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Evaluasi Sistem Cyber Extension Dalam Perkembangan
Informasi Agribisnis
: Widdy Destyana Rulita
: H34114057

Disetujui oleh

Dr Ir Burhanuddin, MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :


8

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Mei 2014 ini ialah strategi
pengembangan, dengan judul Evaluasi Sistem Cyber Extension Dalam Perkembangan
Informasi Agribisnis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Burhanuddin, MM selaku
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Zuroqi
Mubarok, SE selaku kepala sub bidang Informasi dan Materi, penyuluh pertanian, serta
seluruh staf BPPSDMP Kementerian Pertanian yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, ibu, serta
seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Widdy Destyana Rulita


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

iv
v
vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup

1
1

3
3
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Penyuluhan
Cyber Extension
Cyber Extension sebagai metode dan teknik penyuluhan
Persamaaan dan Perbedaan dengan penelitian terdahulu

4
4
5
8
10

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Cyber Extension

Kelemahan Implementasi Cyber Extension
Komponen Sistem Informasi
Kerangka Pemikiran Operasional

10
10
10
10
12
13

METODE PENELITIAN
Lokasi Dan Waktu
Data dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Penentuan Responden
Metode Analisis Data
Analisis Deskripti
Analisis Kualitatif
Teknik Pengolahan dan Analisis Data


14
14
14
14
14
15
15
15
16

GAMBARAN UMUM
Aplikasi Cyber Extension
Sistem Informasi dan SMIPP pada Cyber Extension
Data (dataware)
Manusia (Brainware)
Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat Lunak (Software)
Jaringan (Netware)

18
18
19
19
20
20
20
21

10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komponen Sistem Jaringan Komunikasi Penyuluhan Melalui Cyber Extension
Personel
Prosedur
Data
Perangkat Lunak (softwere)
Perangkat Keras (Hardware)
Strategi Pengembangan dengan Analisis Kekuatan Medan
Identifikasi Faktor Pendorong dan Penghambat
Analisis Kekuatan Medan
Penyusunan Strategi
Penetapan Strategi Terpilih
Penyusunan Rencana Kerja
Ancaman

22
23
22
23
24
25
26
27
28
27
28
30
30
31

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

33
33
33

DAFTAR PUSTAKA

34

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Jumlah penyuluh pertanian tahun 2013 di Indonesia
Tingkat urgensi dan bobot faktor pendorong
Tingkat urgensi dan bobot faktor penghambat
Evaluasi faktor pendorong dan penghambat
Perangkat komputer pendukung Cyber Extension
Personil sistem jaringan komunikasi Cyber Extension
Sasaran dan kinerja Cyber Extension
Perumusan strategi pengembangan Cyber Extension
Penetapan strategi pengembangan terpilih
Penyusunan rencana pengembangan Cyber Extension

2
17
17
18
19
21
28
29
29
32

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.

Sistem jaringan informasi Cyber Extension
Kerangka pemikiran operasional
Perangkat pendukung CyberExtension
Faktor Pendorong dan Penghambat Cyber Extension
Diagram Kekuatan Medan

9
14
19
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Kuesioner penelitian
Tingkat urgensi dan bobot faktor pendorong
Tingkat urgensi dan bobot faktor penghambat
Evaluasi faktor pendorong dan penghambat

35
39
40
41

12

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia.
Hal ini dapat diukur dari pangsa sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB), penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia, pengentasan kemiskinan, perolehan devisa melalui ekspor non
migas, penciptaan ketahanan pangan nasional dan penciptaan kondisi yang kondusif bagi
pembangunan sektor lain. Selain itu, pertanian juga berperan sebagai penyedia bahan
baku dan pasar yang potensial bagi sektor industri.
Pertanian di Indonesia didominasi oleh petani kecil dengan produk pertanian dan
mutu yang bervariasi. Sementara pembangunan pertanian dihadapkan pada stagnasi
dalam informasi dan inovasi pertanian, sehingga berdampak pada menurunnya
optimalisasi sistem penyuluhan sejalan dengan pesatnya perkembangan produk-produk
pertanian di era globalisasi ini. Stagnasi ini menyebabkan kesenjangan antara petani kecil
dan gurem maupun petani perkebunan rakyat dengan pengusaha besar yang bergerak di
sektor pertanian. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki petani, seperti
permodalan, penguasaan lahan, keterlampilan, pengetahuan, aksesibilitas akan informasi
pasar dan teknologi pertanian, serta bergaining position akan berpengaruh terhadap
proses pengambilan keputusan dalam penentuan komoditas yang akan diusahakan dan
teknologi usahatani yang akan diterapkan petani.
Akses informasi para pemilik modal di sektor pertanian memungkinkan perusahaan
yang bergerak di sektor pertanian dapat akses terhadap jaringan informasi dan informasi
secara luas. Berbeda dengan petani kecil yang sangat tergantung pada kapasitas penyuluh
dalam mendampingi petani mengembangkan proses belajar inovasi pertanian. Rendahnya
kemampuan petani untuk membuka diri terhadap suatu pembaharuan dan atau informasi
yang berkaitan dengan unsur pembaharuan juga semakin memperburuk kondisi petani
dalam membuat keputusan untuk menolak atau menerima inovasi. Hal ini akan bermuara
pada rendahnya pendapatan dan keadaan usahatani yang sulit berkembang. Dengan
demikian, dalam bidang pengembangan pertanian, akses terhadap inovasi pertanian
menjadi hal yang sangat penting demi kelangsungan usahatani yang dilaksanakan. Inovasi
pertanian yang memadai dan tepat waktu didukung informasi pertanian terkait lainnya
dapat digunakan sebagai dasar strategi penguasaan pasar dan dasar perencanaan untuk
pengembangan usahatani lebih lanjut.
Begitu banyak hasil penelitian bidang pertanian yang telah dan sedang
dilaksanakan, serta akan terus ada penelitian-penelitian pertanian lain di masa depan, di
dalam maupun di luar negeri. Hasil penelitian bidang pertanian yang berupa informasi
pertanian baik dalam hal teknik produksi dan pemasaran pada hakekatnya adalah untuk
memperbaiki atau memecahkan masalah yang ada dalam bidang pertanian. Informasi
tersebut bukan hanya sekedar konsumsi bagi para peneliti lain untuk dijadikan bahan
acuan, akan tetapi jauh ke depan adalah untuk para petani, terutama untuk meningkatkan
taraf hidup kesejahteraannya, yang pada akhirnya juga untuk memenuhi kebutuhan hidup
seluruh umat manusia. Banyaknya hasil penelitian yang sudah dipublikasikan kepada
masyarakat dengan berbagai media masih belum mencapai sasaran utamanya yaitu para
petani.

2
Menurut Undang-Undang SP3K (2006) terkait tentang penyuluhan pertanian bahwa
penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah
proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas,
efesiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sementara pelaku pengembangan pertanian di
Indonesia masih banyak yang mengeluhkan minimnya informasi pertanian tepat guna
yang tersedia. Penyuluhan pertanian sebagai tonggak penting dalam melakukan
pengembangan sistem informasi pembangunan pertanian, karena saat ini masih
menghadapi banyak permasalahan penting, khususnya dalam mengembangkan informasi
tepat guna yang berkelanjutan. Penyuluh sering dihadapkan pada permasalahan
keterbatasan informasi yang sebenarnya dibutuhkan oleh petani sebagai pelaku utama
pembangunan pertanian.
Tabel 1. Jumlah penyuluh pertanian tahun 2013 di Indonesia
No
Status Penyuluh
1.
PNS
2.
THL-TBPP
3.
Honorer

Jumlah (orang)
27.250
22.216
1.250

Sumber: Badan Pengembangan Penyuluhan dan Sumber Daya Manusia Pertanian, 2013

Jumlah penyuluh yang banyak tidak sebanding dengan penyebaran informasi
pertanian yang belum merata. Penyebaran berbagai informasi penyuluhan pertanian yang
selama ini dilakukan dengan media cetak menjadi media utama dalam proses
penyampaian informasi pertanian yang didistribusikan melalui fasilitas pos udara,
seringkali terlambat sampai di tempat tujuan apalagi di daerah-daerah yang sangat jauh,
terpencil dan sarana transportasinya yang masih belum bagus. Dampak dari belum adanya
mekanisme jaringan informasi pembangunan pertanian yang efektif adalah sulitnya
mengatasi ketertinggalan masyarakat lapisan bawah khususnya petani, meskipun telah
banyak program pembangunan pertanian dengan biaya yang tidak sedikit telah dilakukan
berbagai pihak, khususnya pemerintah. Banyak program pembangunan pertanian yang
dinilai tidak mengena dan kurang efektif dalam mengatasi permasalahan dan kebutuhan
masyarakat desa. Hal ini disebabkan oleh belum adanya jaringan komunikasi yang
terprogram efektif yang mampu menghubungkan antara lembaga penelitian,
pengembangan, dan pengkajian dengan penyuluh, pendidik, petani, dan kelompok
stakeholders lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan dengan jenis dan bentuk
informasi yang berbeda.
Mekanisme pertukaran informasi pertanian juga dapat dilakukan melalui area cyber,
suatu ruang imajiner maya dibalik interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan
komunikasi. Mekanisme yang memanfaatkan kekuatan jaringan, komunikasi komputer
dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi mekanisme berbagi informasi atau
pengetahuan ini dikenal dengan Cyber Extension (Wijekoon 2009).
Dalam implentasinya, Cyber Extension sangat memerlukan Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) sebagai jaringan komunikasi yang sangat penting dan cepat dalam
penyebaran informasi baru, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan dalam
kegiatan usahatani. Perkembangan TIK telah memberikan kontribusi yang nyata dalam
proses berkembangnya sistem pengembangan informasi pertanian, khususnya sebagai
media komunikasi inovasi pertanian.

3
Masa mendatang permasalahan pertanian menjadi semakin kompleks. Seperti yang
terjadi saat ini, tingginya laju penduduk, lahan pertanian semakin sempit dan perubahan
iklim global, sementara persaingan di bidang pangan harus terus dihadapi. Oleh karena itu
sistem penyuluhan dengan Cyber Extension ini perlu dikembangkan agar kompetensi
penyuluh sebagai jembatan penghubung informasi kepada petani dapat ditingkatkan.
Cyber Extension memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung
pembangunan pertanian, namun sampai saat ini petani di dunia, khususnya di Indonesia
masih belum diikutsertakan dalam bisnis TIK. Dalam waktu yang sama, pemanfaatan
TIK dalam pembangunan pertanian membutuhkan proses pendidikan dan peningkatan
kapasitas karena masih terdapat kesenjangan secara teknis maupun keterampilan dalam
bisnis secara elektronis (berwawasan TIK). Membangun sebuah masa depan elektronis
memerlukan strategi dan program untuk menyiapkan petani dengan kompetensi TIK. Hal
ini bermanfaat untuk mendukung perdagangan dan kewirausahaan, sehingga kapasitas
petani meningkat untuk berperan serta dan bermanfaat bagi tiap pertumbuhan ekonomi.
Dengan mengimplementasikan Cyber Extension petani akan berpikir, berkomunikasi, dan
mengerjakan bisnisnya dengan cara berbeda.

Perumusan Masalah
Pengembangan sistem kerja Cyber Extension merupakan salah satu mekanisme
pengembangan jaringan komunikasi informasi pembangunan pertanian yang terprogram
secara efektif. Cyber Extension perlu diimplementasikan untuk mempertemukan lembaga
penelitian, pengembangan, dan pengkajian dengan penyuluh, pendidik, petani, dan
kelompok stakeholders lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan dengan jenis
dan bentuk informasi yang berbeda sehingga dapat berperan secara sinergis dan saling
melengkapi.
Untuk mendukung perdagangan dan kewirausahaan yang baik, para petani harus
disiapkan menjadi petani dengan kompetensi TIK, sehingga pemerintah dapat
meningkatkan kapasitas petani untuk berperan serta dan bermanfaat bagi tiap
pertumbuhan ekonomi. Informasi pertanian menjadi salah satu faktor kunci dalam
pencapaian pembangunan pertanian berkelanjutan. Pencapaian tersebut dapat terwujud
jika sarana dan prasarana memadai seperti sistem jaringan informasi inovasi.
Dengan mengimplementasikan Cyber Extension sebagai sumber informasi
agribisnis, membawa konsekuensi dan tuntutan kepada penyuluh pertanian agar lebih
proaktif mencari informasi untuk dijadikan materi penyuluhan. Selain itu implementasi
Cyber Extension mempunyai tujuan lain yaitu melalui peningkatan kapasitas petani,
maka petani akan berpikir dengan cara yang berbeda. Akan tetapi dalam implementasinya
ada beberapa hambatan seperti ketidaktepatan guna dan sasaran. Hambatan-hambatan ini
dapat terjadi karena adanya tuntutan perubahan lingkungan sosial maupun fisik dunia
pertanian. Seperti halnya keterbatasan sarana dan prasarana yang mempengaruhi kesiapan
petani dalam menggunakan teknologi sebagai media komunikasi. Penyedia informasi juga
dinilai masih memiliki kendala dalam membangun sistem informasi yang efektif dan
efisien. Salah satu penyebabnya adalah belum optimalnya penggunaan modul pada
software yang digunakan dalam membangun sistem.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang
akan dibahas di dalam penelitian, yaitu :
1. Bagaimana peran setiap komponen sistem informasi dalam implementasi
Cyber Extension agar menjadi metode yang tepat guna dan tepat sasaran ?

4
2. Bagaimana mengembangkan sistem Cyber Extension yang efektif agar
menjadi sumber informasi agribisnis ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Menganalisis komponen sistem jaringan komunikasi penyuluhan untuk
mengidentifikasi ketersediaan dan kebutuhan informasi penyuluhan melalui
Cyber Extension.
2. Merumuskan strategi pengembangan sistem Cyber Extension.
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini bagi penulis adalah untuk melatih
kemampuan analisis penulis serta pengaplikasian konsep-konsep ilmu pengetahuan yang
diterima selama kuliah dengan mengamati gejala praktis yang terjadi di lapangan.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pelaku pengembangan pertanian untuk
mengetahui sejauh mana efektifitas dan efisiensi sistem publikasi informasi pertanian
yang telah dan sedang berjalan. Sedangkan untuk perguruan tinggi dan kalangan
akademisi diharapkan penelitian ini dapat dijasikan sebagai referensi akademik dan bahan
kajian atau acuan untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup
Penelitian di bidang strategi pengembangan ini difokuskan pada implementasi
Cyber Extension dalam mendukung pembangunan pertanian yang dilakukan di
Kementerian Pertanian. Pemberi informasi adalah Badan Pengembangan Penyuluhan dan
Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), sebagai operator dan pelaksana kegiatan
penyuluhan.

TINJAUAN PUSTAKA
Penyuluhan
Penyuluhan adalah suatu sistem aktivitas manusia berupa proses pembelajaran
secara non formal dan kolaboratif untuk petani dan keluarganya sehingga mereka
mengalami perubahan pola piker, pola sikap, dan pola tindak/kerja. Mereka menjadi tahu,
mau dan mampu meningkatkan taraf hidup keluarga dan masyarakat sekitarnya (Subejo,
2011).
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluihan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan : “Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi
pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan
sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efiensi usaha,
pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian
fungsi lingkungan hidup”. Berdasarkan pengertian tersebut penyuluhan memegang peran

5
strategis terhadap peningkatan kesejahteraan dan partisipasi pelaku utama dalam
pembangunan daerah dan nasional.
Menurut World Bank dalam Chaidirsyah, Patompo, dan Ladja (2012) menyatakan
bahwa penyuluh pertanian secara substansial telah meningkatkan tingkat adopsi
teknologi, tingkat kesadaran, dan tingkat produktifitas petani. Kontribusi penyuluhan
tidak hanya untuk diseminasi teknologi pedesaan, namun tercakup didalamnya inovasi
sederhana untuk petani miskin dan telah memberikan dampak yang besar serta
meningkatkan produktifitas. Penyuluhan pertanian hadir untuk membantu petani dalam
mengembangkan atau menata ulang perilakunya agar menjadi petani yang modern,
tangguh, dan efisien.
Cyber Extension
Teknologi informasi mulai dipergunakan secara luas di pertengahan tahun 1980-an.
Seperti penjelasan Indrajit dalam penelitian Safitri (2012), teknologi ini merupakan
pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan dengan teknologi komunikasi.
Definisi kata informasi sendiri secara internasional telah disepakati sebagai hasil dari
pengolah data yang secara prinsip memiliki nialai yang lebih dibandingkan dengan data
mentah. Komputer merupakan merupakan bentuk teknologi informasi pertama yang
dapat melakukan proses pengolahan data menjadi informasi. Dalam kurun waktu yang
sama, kemajuan teknologi komunikasi terlihat sedemikian pesatnya, sehingga telah
mampu membuat dunia menjadi terasa lebih kecil (mereduksi ruang dan waktu).
Terkait dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), maka Sharma Director
Information Technology, Documentation & Publications National Institute of
Agricultural Extension Management India memberikan istilah tentang pemanfaatan
teknologi informasi komunikasi untuk penyuluhan pertanian dengan sebutan Cyber
Extension (Subejo, 2011). Cyber Extension adalah mekanisme pertukaran informasi
pertanian melalui area cyber, suatu ruang imajiner maya dibalik interkoneksi jaringan
komputer melalui peralatan komunikasi. Cyber Extension ini memanfaatkan kekuatan
jaringan, komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi mekanisme
berbagi informasi atau pengetahuan (Wijekoon et al., 2009). Kelemahan keterkaitan
antara penyuluhan, penelitian, jaringan pemasaran dan keterbatasan efektivitas penelitian
dan penyuluhan bagi petani memberikan kontribusi negatif pada pembangunan pertanian.
Cyber Extension sudah mulai diterapkan di banyak negara sebagai suatu mekanisme
penyaluran informasi melalui aplikasi teknologi informasi untuk mencukupi keterbatasan
akses petani di pedesaan terhadap informasi yang dibutuhkannya.
Sistem Cyber Extension memberikan dukungan pada keseluruhan proses produksi,
manajemen, pemasaran, dan kegiatan pembangunan pedesaan lainnya. Model komunikasi
Cyber Extension mengumpulkan atau memusatkan informasi yang diterima oleh petani
dari berbagai sumber yang berbeda maupun yang sama dan disederhanakan dalam bahasa
lokal disertai dengan teks dan ilustrasi audio visual yang dapat disajikan atau
diperlihatkan kepada seluruh masyarakat desa khususnya petani semacam papan
pengumuman pada kios atau pusat informasi pertanian. Dalam model komunikasi ini,
transmisi informasi dari sumber ke pusat informasi komunitas adalah milik umum.
Sedangkan dari pusat informasi komunitas ke petani, informasi tersedia di wilayah
pribadi. Menurut Retno (2010), keuntungan yang potensial dari komunikasi Cyber
Extension adalah ketersediaan yang secara terus menerus, kekayaan informasi, jangkauan
wilayah internasional secara instan, pendekatan yang berorientasi kepada penerima,
bersifat pribadi, serta menghemat biaya, waktu, dan tenaga.

6
Cyber Extension merupakan sistem informasi penyuluhan pertanian melalui
media internet, untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi pertanian
bagi penyuluh dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis bagi pelaku utama dan
pelaku usaha. Cyber Extension adalah program yang dikembangkan Badan Penyuluhan
dan Pengembangan SDM Pertanian, merupakan metode penyuluhan masa depan yang
dirancang dengan tujuan, sebagai berikut: (1) meningkatkan arus informasi dari pusat
sampai tingkat petani; (2) meningkatkan penyediaan materi penyuluhan pertanian bagi
penyuluh; (3) meningkatkan akses petani dalam mendapatkan informasi; dan (4)
menyediakan peralatan komputer yang dapat mengakses informasi Cyber Extension
(Purnomo, 2012).
Sesuai dengan grand design yang telah dirancang oleh BPPSDMP bahwa secara
umum ruang lingkup program Cyber Extension adalah: (1) pembangunan dan
pengembangan piranti lunak sistem informasi di tingkat pusat; (2) penyediaan koneksi
jaringan (internet) berlangganan; (4) penyediaan materi penyuluhan; (5) pengadaan
peralatan server, komputer kontrol, komputer kios/unit, ruang server di tingkat pusat; (6)
pengadaan komputer untuk Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K), Badan Pelaksanan
Penyuluhan, dan Badan Koordinasi Penyuluhan; (7) pelatihan dan apresiasi bagi
adminstrator di tingkat pusat, provinsi dan tingkat kabupaten.
Cyber Extension merupakan salah satu mekanisme pengembangan jaringan
komunikasi informasi inovasi pertanian yang terprogram secara efektif. Dengan
mengimplementasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam sistem komunikasi
penyuluhan pertanian diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan petani melalui
penyiapan informasi pertanian yang tepat waktu dan relevan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan berusahatani untuk meningkatkan produktivitasnya.
Dalam penelitiannya, Retno (2010) menyatakan bahwa Cyber Extension
merupakan salah satu media baru dalam komunikasi inovasi pertanian yang dapat
difungsikan untuk mempertemukan lembaga penelitian, pengembangan, dan pengkajian
dengan diseminator inovasi (penyuluh), pendidik, petani, dan kelompok stakeholders
lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan dengan jenis dan bentuk informasi yang
berbeda sehingga dapat berperan secara sinergis dan saling melengkapi.
Dijelaskan pula bahwa pemantapan mekanisme kerja pemanfaatan Cyber
Extension sebagai media komunikasi untuk pemberdayaan petani diimplementasikan
sesuai dengan kondisi dan situasi di lapangan. Pemanfaatan pertama adalah pemanfaatan
Cyber Extension oleh petani maju dan disebarkan kepada petani lain melalui berbagai
media komunikasi yang ada di tingkat lokal. Petani maju yang memiliki akses terhadap
teknologi informasi baik memiliki sendiri maupun memanfaatkan sarana akses informasi
berbasis teknologi informasi yang ada di lingkungannya. Petani maju ini merupakan
petani yang memiliki tingkat kekosmopolitan tinggi, memiliki persepsi terhadap
karakteristik Cyber Extension yang positif, tingkat keterlibatan dalam kelompok tinggi,
dan memiliki kemampuan yang baik untuk berbagi informasi atau pengetahuan dengan
pihak lain khususnya kepada sesama petani.
Informasi yang diperoleh melalui Cyber Extension baik yang diakses dengan
internet maupun telepon genggam dengan fasilitas layanan content informasi pertanian
dibagikan langsung secara interaktif ke petani lain baik melalui mekanisme komunikasi
face to face maupun penerusan informasi ke petani lain dengan media komunikasi lain
(telepon misalnya). Petani maju juga dapat menulis informasi yang diperolehnya pada
papan informasi sehingga petani lain setiap saat dapat mengakses dengan mudah.
Pemanfaatan kedua yaitu Cyber Extension oleh fasilitator telecenter dan
disebarkan ke petani lain. Mekanisme pemanfaatan Cyber Extension tipe kedua dapat
dioptimalkan di lokasi yang tersedia access point semacam Telecenter Kartini Mandiri di

7
Batu yang dikembangkan oleh World Bank. Selain informasi yang dapat diakses secara
online, telecenter diharapkan juga menyediakan informasi elektronis dalam bentuk
compact disk atau pangkalan data yang dapat diakses secara offline. Informasi yang
diakses oleh fasilitator disederhanakan dan diteruskan ke petani baik dalam bentuk
tercetak dalam bentuk selebaran dan penulisan/penempelan dalam papan pengumuman
maupun elektronis dalam bentuk compact disk dan dalam pangkalan data. Fasilitator juga
dapat menjembatani komunikasi secara interaktif dengan sumber informasi yang
diperlukan petani melalui mekanisme pemanfaatan teknologi informasi yang ada di
telecenter. Misalnya promosi usaha tani melalui internet dan konsultasi usahatani dengan
para pakar. Petani yang dapat berhubungan langsung dengan telecenter dapat
membagikan informasi yang diperolehnya kepada petani lain melalui berbagai media
komunikasi yang ada di lingkungan misalnya melalui pengembangan kapasitas
kelembagaan komunikasi lokal sebagai forum media.
Selanjutnya pemanfaatan yang ketiga yaitu pemanfaatan Cyber Extension oleh
komunitas (lembaga komunikasi lokal) dan disebarkan ke petani lain. Informasi yang
diperoleh petani dari berbagai sumber termasuk melalui pemanfaatan Cyber Extension
disederhanakan (didampingi fasilitator atau penyuluh) dan dikemas dalam bahasa lokal
sehingga mudah dipahami petani. Informasi yang sudah disederhanakan dapat dijadikan
sebagai bahan siaran radio. Petani secara interaktif juga dapat menyampaikan umpan
baliknya melalui komunitas ini. Radio komunitas juga dapat berfungsi untuk
menjembatani petani dalam akses informasi secara interaktif maupun dalam promosi hasil
usahataninya sekaligus dapat difungsikan sebagai forum media.
Terakhir adalah pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh disebarkan secara
interaktif ke petani maju dan secara konvensional disampaikan langsung maupun tidak
langsung ke petani pada umumnya. Mekanisme pemanfaatan ini dapat dioptimalkan
apabila penyuluh atau pendamping petani telah memiliki kapasitas yang memadai untuk
pengelolaan dan akses informasi dengan pemanfaatan teknologi informasi. Informasi
yang diakses melalui Cyber Extension oleh penyuluh disederhanakan dan dikemas
kembali sebagai bahan atau materi penyuluhan dan selanjutnya disebarkan melalui
jejaring sosial atau sebagai bahan untuk pertemuan kelompok. Dengan memanfaatkan
teknologi informasi, penyuluh juga dapat berinteraksi secara interaktif dengan petani
dalam pelaksanaan kegiatan konsultasi dan fasilitasi kegiatan usahatani. Penyuluh juga
dapat memanfaatkan komunitas yang telah memiliki media komunikasi lokal yang dapat
digunakan untuk mengkomunikasikan inovasi yang telah diolahnya kepada petani di
lingkungannya.
Peningkatan kapasitas penyuluh dalam aplikasi teknologi informasi untuk
pemanfaatan dan pengelolaan informasi perlu dilakukan agar mampu menjadi jembatan
untuk mempercepat arus sistem informasi berbasis teknologi informasi ke tingkat
pengguna akhir (petani) dan membangun komunikasi secara interaktif melalui Cyber
Extension. Pengembangan komunikasi secara interaktif dengan melibatkan petani,
penyuluh, dan tim pakar perlu dilakukan dengan mengaktifkan dan merevitalisasi forum
online yang telah tersedia di situs-situs Lembaga di lingkup Kementerian Pertanian.
Road map pembangunan sistem dan jaringan informasi Cyber Extension dimulai
dengan tahap pembangunan (persiapan) pada tahun 2009. Pada tahap ini meliputi
kegiatan membangun desain system software informasi penyuluhan pertanian,
pembangunan sistem intranet di pusat, dan apresiasi bagi administrator level pusat.
Kebutuhanan hardware, software dan pembangunan jaringan online struktur organisasi
adalah bagian dari tahap pengembangan (pelaksanaan) yang dilakukan di tahun 2010.
Pengadaan komputer 1.000 unit untuk daerah-daerah dan apresiasi adminstrator level
provinsi dan kabupaten juga dilakukan pada tahap ini. Cyber Extension sudah mulai terisi

8
pada tahap ini. Penetapan hosting server, pengembangan materi oleh masing-masing
administrator, pengembangan software dan hardware dilakukan di tahap pemantapan
tahun 2011. Apresiasi administrator level provinsi dan level kabupaten juga terus
dilakukan, dan diharapkan Cyber Extension sudah dapat diakses oleh semua penyuluh.
Pengembangan Cyber Extension dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penyuluhan
di lapangan. Kemampuan administrator level provinsi dan level kabupaten ditambah
apresiasi multimedia bagi adminstrator tersebut. Tahap ini dilakukan pada tahun 2012.
Saran-saran dari penyuluh lapangan diperlukan guna pengembangan lanjutan. Selain
apresiasi bagi adminstrator level provinsi dan level kabupaten, maka apresiasi di tingkat
petani juga dilakukan.
Tahap pemantapan (pengembangan lanjutan dan kebebasan informasi dilakukan di
tahun 2013) dan diharapkan sudah dapat berjalan dan mengakomodir sesuai kebutuhan
penyuluh dan petani. Diharapkan semua lapisan masyarakat dapat mengenal, mengakses
dan menggunakan Cyber Extension.

Cyber Extension sebagai Metode dan Teknik Penyuluhan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 52/ Permentan/OT.140/ 12/2009
tentang Metode Penyuluhan Pertanian, yang dimaksud dengan metode penyuluhan
pertanian merupakan: “cara/teknik penyampaian materi penyuluhan oleh penyuluh
pertanian kepada pelaku utama dan pelaku usaha, agar mereka tahu, mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, sumberdaya lainnya sebagai upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi
usaha,pendapatan, kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Sedangkan teknik penyuluhan pertanian dapat didefinisikan
sebagai keputusan – keputusan yang dibuat oleh sumber atau penyuluh dalam memilih
serta menata simbol dan isi pesan (materi penyuluhan), menentukan pilihan cara, dan
frekuensi penyampaian pesan, serta menentukan bentuk penyajian.

Gambar 1. Sistem jaringan informasi Cyber Extension

Dasar dalam pemilihan metode penyuluhan pertanian dapat digolongkan menjadi
lima, yaitu tahapan dan kemampuan adopsi, sasaran, sumberdaya,keadaan daerah, dan
kebijakan pemerintah (Kementerian Pertanian, 2009). Apabila ditinjau dari teknik
komunikasi, maka sebagai suatu metode penyuluhan maka Cyber Extension merupakan
metode penyuluhan pertanian tidak langsung (indirect communication) dilakukan melalui
media komunikasi. Leeuwis (2004) mendefinisikan mediakomunikasi sebagai alat untuk
membantu menggabungkan saluran komunikasi yang berbeda dalam “transportasi” sinyal
teks, visual, audio,sentuhan dan/atau ciuman. Media komunikasi digolongkan dalam tiga

9
kelas utama yaitu media massa konvensional (koran, jurnal pertanian, leaflet, radio dan
televisi), “media” interpersonal (telepon), dan media hybrid (teknologi internet dan CDROM). Cyber Extension termasuk dalam media hybrid karena termasuk dalam teknologi
internet. Keuntungan Cyber Extension, juga seperti media hybrid teknologi internet yang
lain adalah: (1) audiens yang bisa dicapai di seluruh dunia (apabila ada akses); (2) audiens
dapat merespon terhadap pesan-pesan melalui e-mail; (3) berita dan aktualitas sering ada
di internet sebelum disiarkan oleh radio dan televisi; (4) internet dapat dirundingkan
kapan saja bila cocok dengan penggunanya (waktu lebih fleksibel); (5) semua pesan yang
diterima dapat disimpan dalam komputer atau tercetak, dan diakses lagi bila diperlukan.
Kelemahannya antara lain (1) sulit membangun hubungan kepercayaan, karena adanya
keterbatasan dalam kehadiran sosial; (2) tergantung kepada stasiun siaran dan pengurus
editorialnya; (3) biaya memperoleh pengalaman dari praktik yang baru, dengan
kemungkinan mendapatkan umpan balik dari orang lain tentang kinerja mereka,
pengembangan dan pemeliharaan dapat tinggi; (4) membutuhkan keterampilan komputer.
Metode penyuluhan melalui media hybrid menuntut perubahan perilaku, misal
dalam pencarian informasi dan fasilitasi akses tertulis termasuk buku pedoman dan leaflet
pertanian tentang topik pertanian yaitu dengan mengamati halaman rak dimana leaflet
dipamerkan, sedangkan menggunakan fasilitas internet, maka pencarian dan fasilitas
akses sering memasukkan struktur menu dan memilih atau memasukkan kata-kata yang
dicari untuk mengidentifikasi satu seleksi halaman elektronik atau situs yang cocok
dengan kriteria khusus yang dicari. Pekerja komunikasi sendiri dalam membangun
fasilitas pencarian dan akses yang berguna, maka yang perlu diperhatikan adalah
mendapatkan wacana “kebutuhan-informasi” klien mereka (Leeuwis dalam Purnomo).
Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai Cyber Extension, maka
terdapat persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah tujuan penelitian, yaitu merumuskan
upaya-upaya perbaikan dan pengembangan penyuluhan melalui Cyber Extension.
Perbedaan analisis penelitian ini dengan penelitian terdahulu salah satunya terletak
pada alat analisis. Penelitian ini akan menggunakan analisis medan kekuatan sebagai alat
analisis. Sementara alat analisis pada penelitian terdahulu adalah analisis korelasi.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Cyber Extension
Cyber Extension yang dimaksud dalam Sistem Manajemen Informasi Penyuluhan
Pertanian (SMIPP) adalah sistem informasi penyuluhan pertanian melalui media internet,
untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi pertanian bagi penyuluh
dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis bagi pelaku utama dan pelaku usaha.
Sumardjo, Baga LM, dan Mulyandari (2010) menyatakan bahwa Cyber Extension
tidak lagi hanya sebagai nama sebuah website, tapi lebih dimaknai sebagai suatu program
terobosan dalam penyediaan informasi pertanian melalui media on-line. Pengembangan

10
Cyber Extension secara umum bertujuan untuk mengembangkan sistem informasi
pertanian berbasis web terpadu, terintegrasi, tepat guna dan bermanfaat bagi penyuluh,
kelembagaan penyuluhan serta para pelaku agribisnis ataupun masyarakat pada
umumnya.
Cyber Extension dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan data dan informasi
penyuluhan yang memadai sehingga dapat memfasilitasi proses pembelajaran penyuluh.
Selain itu, melalui Cyber Extension penyuluh dapat berinteraksi dengan penyuluh lain,
pelaku utama, dan pelaku usaha lainnya sehingga komunikasi lebih praktis. Cyber
Extension juga dapat dimanfaatkan oleh petani untuk memperoleh informasi pertanian
yang antara lain meliputi teknologi budidaya, pola tanam, jadwal tanam varietas baru dan
produksi tinggi, komoditas yang sedang dibutuhkan konsumen, harga pasar dan lain-lain.
Hal ini dapat mendukung petani untuk mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan teknologi. Pemanfaatan Cyber Extension diharapkan dapat mengatasi
kesenjangan informasi antara petani pemasok dengan petani pemasar serta dengan pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangan pertanian.
Kelemahan implementasi Cyber Extension
Sumardjo, Baga, dan Mulyandari (2010) dalam penelitiannya tentang kajian Cyber
Extension menjelaskan kelemahan dari implementasi Cyber Extension di Indonesia.
Permasalahan dan hambatan yang ada dikaji di Kabupaten Bogor dan Cianjur yang
diduga berlaku pula di daerah lain. Permasalahan dan hambatan tersebut dikategorikan ke
dalam empat utama kelompok kelemahan, yaitu : manajemen, infrastruktur dan sarana
prasarana lainnya, sumberdaya manusia, serta budaya.
Kelemahan dalam manajemen seperti belum adanya komitmen dari manajemen di
level stakeholders managerial yang ditunjukkan dengan seiring adanya kebijakan yang
belum konsisten. Salah satu contohnya adalah dikeluarkannya kebijakan pengembangan
perpustakaan digital di daerah, namun belum diikuti dengan penyediaan infrastruktur dan
ketersediaan sumberdaya manusia yang memadai untuk implementasinya di lapangan,
terutama karena terbatasnya anggaran dan akses terhadap training atau pelatihan yang
terkait dengan aplikasi TIK untuk pengelolaan dan pemanfaatan informasi.
Kemampuan tingkat manajerial pimpinan di level stakeholders (khususnya di
lingkup Pemda dan Dinas Kabupaten) sebagian besar masih belum memiliki kapasitas di
bidang teknologi informasi, sehingga banyak sekali proses pengolahan input yang
seharusnya dapat difasilitasi dengan aplikasi teknologi informasi tidak diperhatikan dan
bahkan cenderung dihindari penerapannya. Dengan adanya fakta terbatasnya kapasitas
aplikasi teknologi informasi di level ini akan mempengaruhi prosews pemberian arahan
bagi anggota organisasi di level yang lebih rendah untuk mengoptimalkan aplikasi
teknologi informasi dalam pengelolaan input sehingga menghasilkan output yang lebih
efisien dan dapat diakses oleh stakeholders lain secara cepat, akurat, dan memadai.
Dalam kasus di beberapa institusi pemerintahan, kalaupun institusinya ditekan
untuk memanfaatkan teknologi informasi, sebagian besar level manajerial belum
mengetahui secara persis konsep aplikasi teknologi informasi, sehingga belum
mengetahui secara persis apa yang harus dilakukan. Denagn demikian, sebagai jalan
keluarnya bisaanya kepala atau pimpinan atau pejabat yang berwenang akhirnya mencari
konsultan yang berbasis vendor tertentu sehingga seluruh proyeknya dikuasai oleh
pelaksana yang berorientasi pada keuntungan semata, bukan menomorsatukan nilai
kemanfaatannya. Di samping itu, karena mengandalkan konsultan tanpa disertai dengan
peningkatan kapasitas sumberdaya internal cenderung bersifat by project dan tidak
berlanjut.

11
Infrastruktur dan sarana prasarana lainnya juga dinilai masih banyak memiliki
kelemahan seperti tidak mendukung operasi pengelolaan dan penyebaran informasi
pertanian yang berbasis teknologi informasi, seperti misalnya pasokan listrik yang masih
kurang memadai, perlengkapan hardware tidak tersedia secara mencukupi baik kualitas
maupun kuantitasnya, gedung atau ruangan yang tidak memadai, serta jaringan koneksi
internet yang masih sangat terbatas.
Wilayah jangkauan Cyber Extension yang luas menyebabkan penerapannya tidak
dapat merata, baik karena terbatasnya anggaran maupun lambatnya proses penyebarannya
karena perluasannya tidak dapat berjalan secara bersamaan. Sementara biaya untuk
operasional aplikasi teknologi informasi dalam implementasi Cyber Extension yang
disediakan oleh pemerintah daerah khususnya sangat tidak memadai terutama untuk biaya
langganan ISP untuk pengelolaan informasi yang berbasis internet.
Disamping infrastruktur telekomunikasi Indonesiayang memang masih belum
tersebar secara merata, tempat akses informasi melalui aplikasi teknologi informasi
sangat terbatas. Di beberapa tempat di luar negeri, pemerintah dan masyarakat bergotong
royong untuk menciptakan access point yang terjangkau. Pengembangan access point di
Indonesia seharusnya dapat dialkukan di kantor pos, kantor pemerintahan, dan tempat
umum lainnya seperti pasar dan pusat kegiatan pertanian.
Hambatan yang ada di sumberdaya manusia sedikit banyaknya berpengaruh dalam
implementasi Cyber Extension di Indonesia. Sebagian usia produktif dan yang bekerja di
lembaga subsistem jaringan informasi inovasi pertanian tidak berbasis teknologi
informasi, sehingga semua pekerjaan dilaksanakan seperti bisaanya dan tidak pernah
memikirkan efisiensi atau pemanfaatan teknologi informasi yang konsisten. Dunia
teknologi informasi terlalu cepat berubah dan berkembang, sementara sebagian besar
sumberdaya manusia yang ada di lembaga subsistem jaringan informasi inovasi pertanian
cenderung kurang memiliki motivasi untuk terus belajar mengejar kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi, sehingga seringkali kapasitas sumberdaya manusia yang ada
tidak dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan cenderung
menjadi lambat dalam menyelesaikan tugas. Hambatan terbesar pada sumbderdaya
manusia adalah keterbatasan kemampuan dan pengetahuan petani atau pengguna akhir
dalam pemanfaatan teknologi informasi dalam akses informasi inovasi pertanian dan
mempromosikan produknya ke pasar yang lebih luas.
Permasalahan terakhir yang menghambat implementasi Cyber Extension adalah
kategori budaya atau kultur. Kultur berbagi masih belum membudaya kultur berbagi
informasi dan pengetahuan untuk mempermudah akses dan pengelolaan informasi belum
banyak diterapkan oleh anggota lembaga stakeholders. Banyak di antara anggota lembaga
subsistem informasi inovasi pertanian merasa akan terancam posisi dan kedudukannya
apabila membagikan ilmu atau informasi yang dimilikinya kepada orang lain, khususnya
terkait dengan pengetahuan dan keterampilan dalam aplikasi teknologi informasi.
Kemudian kultur untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam akses informasi,
pengemasan kembali informasi atau pengelolaan informasi bagi para penyuluh pertanian
belum bisa dilakukan. Sebagian besar masih mengandalkan materi tercetak atau
konvensional. Selanjutnya kultur mendokumentasi informasi/data belum lazim,
khususnya untuk kelembagaan yang berada di daerah. Salah satu kesulitan besar yang
dihadapi adalah kurangnya kebisaaan mendokumentasikan segala sesuatu yang terkait
dengan kegiatan .
Komponen Sistem Informasi
Sistem informasi adalah kombinasi dari teknologi informasi dan aktivitas orang
yang menggunakan teknologi itu untuk mendukung operasi dan manajemen. Dalam arti
yang sangat luas, istilah sistem informasi yang sering digunakan merujuk kepada interaksi

12
antara orang, proses algoritmik, data, dan teknologi. Dalam pengertian ini, istilah ini
digunakan untuk merujuk tidak hanya pada penggunaan organisasi teknologi informasi
dan komunikasi (TIK), tetapi juga untuk cara di mana orang berinteraksi dengan
teknologi ini dalam mendukung proses bisnis.
Sistem informasi mempunyai sejumlah komponen yaitu:
1. Perangkat keras (CPU, disk, terminal, printer, tape dll).
2. Perangkat lunak (sistem operasi, sistem database, program pengontrol komunikasi,
program aplikasi, dll).
3. Personil (yang mengoperasikan sistem, menyediakan masukan, mengkonsumsi
keluaran dan melakukan aktivitas manual yang mendukung sistem)
4. Data (yang harus tersimpan dalam sistem dalam jangka waktu tertentu).
5. Prosedur (intruksi dan kebijakan untuk mengoprasikan sistem).
Kerangka Pemikiran Operasional
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berpotensi menjadi peluang
yang besar bagi para pelaku pertanian untuk akses informasi yang dibutuhkannya.
Informasi pertanian dapat digunakan untuk mengkondisikan terciptanya peluang untuk
meningkatkan usaha produktif. Dalam era globalisasi, perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi seperti komputer dan teknologi komunikasi, dapat diguakan untuk
menjembatani informasi dan pengetahuan yang tersebar diantara yang menguasai
informasi dan tidak. Melalui TIK pula dapat diperbaiki stagnasi inovasi dan informasi
pertanian yang selama ini terjadi.
Dalam penelitian ini media komunikasi dalam membangun pengetahuan melalui
sistem penyuluhan berbasis TIK yaitu dengan mengimplementasi Cyber Extension
sebagai media komunikasi inovasi pertanian. Namun dalam implementasi yang sudah ada
masih belum tepat guna dan tepat sasaran. Oleh karena itu, faktor lingkungan, khususnya
peranan infrastruktur dan ketersediaan sarana teknologi informasi yang efektif dan efisien
dalam mendukung pemanfaatan Cyber Extension sebagai sumber informasi agribisnis
akan dilakukan evaluasi.
Permasalahan yang dijawab dalam penelitian ini yaitu strategi pengembangan
sistem sepeti apa yang akan diterapkan dalam implementasi Cyber Extension. Pengukuran
secara empiric dilakukan terhadap responden yang merupakan penyuluh pertanian pusat,
admin, serta operator sistem. Selanjutnya dilakukan analisis data secara deskriptif.
Sebagai pelengkap hasil analisis data deskriptif, digunakan pula data kualitatif yang
dihimpun melalui mekanisme dokumentasi, observasi, dan wawancara. Analisis data hasil
penelitian selanjutnya dimanfaatkan untuk menyusun strategi pengembangan Cyber
Extension sebagai sumber informasi Agribisnis. Secara sistematik, kerangka pemikiran
operasional mengenai hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

13

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Kementerian Pertanian. Lokasi ini dipilih atas pertimbangan mahasiswa dapat
melakukan observasi secara langsung. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari
2014 sampai dengan Mei 2014.
Data dan Sumber Data
Penggunaan data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder,
baik data yang bersifat kuantitatif maupun data yang bersifat kualitatif. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian dengan cara
melakukan wawancara langsung dan pengamatan langsung selama penelitian. Wawancara
dilakukan dengan penyuluh