Fraksionasi miristisin dari minyak atsiri pala (Myristica fragrans Houtt) sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo

i

 

FRAKSIONASI MIRISTISIN DARI MINYAK ATSIRI PALA
(Myristica fragrans Houtt) SEBAGAI PELANGSING
AROMATERAPI SECARA IN VIVO

MELY YANTI SILALAHI SINABARIBA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fraksionasi Miristisin
dari Minyak Atsiri Pala (Myristica fragrans Houtt) sebagai Pelangsing
Aromaterapi secara In Vivo adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
 
Bogor, Januari 2013
 
 
Mely Yanti Silalahi Sinabariba
NIM G44104013

i

 

ABSTRAK
MELY YANTI SILALAHI SINABARIBA. Fraksionasi Miristisin dari Minyak
Atsiri Pala (Myristica fragrans Houtt) sebagai Pelangsing Aromaterapi.

Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Pala merupakan tanaman rempah-rempah asli Indonesia yang mengandung
minyak atsiri dengan miristisin sebagai senyawa psikoaktif utama. Penelitian ini
bertujuan memisahkan miristisin dari minyak atsiri pala dan menganalisis
potensinya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo. Minyak atsiri pala
difraksionasi menggunakan kromatografi kolom dan diperoleh fraksi 5 (F5) yang
pola kromatogramnya mirip dengan standar miristisin. Minyak atsiri pala, F5, dan
α-pinena kemudian dianalisis menggunakan kromatograf gas-spektrometer massa
dan diuji potensinya sebagai pelangsing aromaterapi menggunakan hewan uji
tikus putih jantan dewasa galur Sprague-Dawley. Inhalasi minyak atsiri pala, F5,
dan α-pinena selama 30 hari menunjukkan persentase peningkatan bobot badan
tikus yang lebih rendah dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol positif
(pakan tinggi lemak dan kolesterol) meskipun tidak berbeda signifikan. Kelompok
tikus dengan inhalasi minyak atsiri pala dan F5 memperlihatkan respons
peningkatan bobot badan terendah, berturut-turut 9.18 dan 9.45% (b/b). Namun,
minyak atsiri pala dan F5 belum berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.
 

Kata kunci: fraksionasi, minyak pala, miristisin, pelangsing aromaterapi


ABSTRACT
MELY YANTI SILALAHI SINABARIBA. Fractionation of Myristicin from
Nutmeg Oil (Myristica fragrans Houtt) as Slimming Aromatherapy. Supervised
by IRMANIDA BATUBARA and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Nutmeg is a spice plant native of Indonesia that contains essential oils,
including myristicin as the main psychoactive compound. In this study, myristicin
was fractionated from nutmeg essential oil and analyzed for its potency as
slimming aromatherapy with in vivo assay. Nutmeg essential oil was fractionated
by using column chromatography resulting fraction 5 (F5) having similar
chromatogram pattern to myristicin standard. Nutmeg essential oil, F5, and αpinene were then analyzed by gas chromatograph-mass spectrometer, and the
slimming aromatherapy potencies were studied on white adult male SpragueDawley rats. Inhalation of nutmeg essential oil, F5, and α-pinene for 30 days
showed lower percentage of body weight gain compared with positive control
group (high fat and cholesterol feed) although the differences were not significant.
Rats treated with nutmeg essential oil and F5 inhalation showed the lowest body
weight gain responses, 9.18 and 9.45% (w/w), respectively. However, nutmeg
essential oil and F5 were not potential as slimming aromatherapy yet.
Key words: fractionation, myristicin, nutmeg oil, slimming aromatherapy

FRAKSIONASI MIRISTISIN DARI MINYAK ATSIRI PALA
(Myristica fragrans Houtt) SEBAGAI PELANGSING

AROMATERAPI SECARA IN VIVO

MELY YANTI SILALAHI SINABARIBA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iii

 


Judul Skripsi :

Nama
NIM

:
:

Fraksionasi Miristisin dari Minyak Atsiri Pala (Myristica
fragrans Houtt) sebagai Pelangsing Aromaterapi secara In
Vivo
Mely Yanti Silalahi Sinabariba
G44104013

Disetujui
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr Irmanida Batubara, MSi

NIP 19750807 200501 2 001

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS
NIP 19581123 198603 2 002

Diketahui
Ketua Departemen Kimia

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus:

iv

 

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Fraksionasi

Miristisin dari Minyak Atsiri Pala (Myristica fragrans Houtt) sebagai Pelangsing
Aromaterapi secara In Vivo.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara, MSi
selaku pembimbing pertama dan Dr dr Irma Suparto, MS selaku pembimbing
kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, dan dorongan selama
pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga tidak lupa
berterima kasih kepada Bapak, Mama, Kakakku Bertrand, dan Adikku Richardo,
Irving, dan Andi atas kasih sayang, semangat, dan dukungannya selama ini baik
moral maupun materi. Terima kasih juga kepada seluruh staf Laboratorium Kimia
Analitik, drh Aulia Andi, Bapak Mulyadi, dan para pegawai di Pusat Studi
Biofarmaka atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Yoseph, Marina, Mbak Irma, Erna, Mbak
Diah, keluarga Pondok Raflesia, dan keluarga besar Alih Jenis Kimia Angkatan 4
yang turut membantu serta memberikan semangat dan dukungannya dalam
penyusunan karya ilmiah.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Januari 2013


Mely Yanti Silalahi Sinabariba

v

 

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 22 Mei 1989 sebagai anak
kedua dari lima bersaudara dari pasangan A Martinus Silalahi Sinabariba dan
Tiominar Panjaitan. Tahun 2010, penulis lulus dari Program Diploma 3 Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui
jalur seleksi Alih Jenis pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Elektroanalitik tahun ajaran 2010/2011−2011/2012, Kromatografi II
(2010/2011−2011/2012), Kimia Analitik Dasar (2010/2011), Kimia Fisik
(2011/2012), Kepustakaan Kimia (2011/2012), Kimia Bahan Alam (2012/2013),
dan Statistika Untuk Kimia Analitik (2012/2013) di Program Diploma 3 IPB.
Pada bulan Maret−Mei 2010, penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di PT
Rohto Laboratories Indonesia dengan laporan berjudul Penentuan Kadar Zink

Pirition dalam Sampo Antiketombe dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

vi

 

DAFTAR ISI
 

Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vii
vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
METODE ................................................................................................................ 2
Alat dan Bahan ............................................................................................ 2
Lingkup Penelitian ...................................................................................... 2
Pemilihan Eluen Terbaik ............................................................................. 2

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom ................................................... 2
Penentuan Senyawa dengan GC-MS........................................................... 3
Tahap Adaptasi Hewan Uji ......................................................................... 3
Inhalasi Sampel ke Hewan Uji .................................................................... 3
Penentuan Bobot Deposit Lemak Hewan Uji ............................................. 3
Uji Statistik .................................................................................................. 3
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................3
Eluen Terbaik .............................................................................................. 3
Fraksi-fraksi Minyak Atsiri Pala ................................................................. 4
Kandungan Senyawa Minyak Atsiri Kasar Pala dan Fraksi 5 .................... 5
Hasil Uji Aromaterapi secara In Vivo ......................................................... 5
SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................................7
Simpulan...................................................................................................... 7
Saran ............................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................8
LAMPIRAN ...........................................................................................................10

vii

 


DAFTAR TABEL
 

Halaman
1 Fraksi-fraksi minyak atsiri pala........................................................................... 4
2 Konsentrasi senyawa dominan dalam minyak atsiri kasar dan F5 ..................... 5
3 Rerata bobot badan tikus pada awal dan akhir perlakuan dan persentase
peningkatannya .................................................................................................. 6
4 Rerata bobot pakan tikus setiap 3 hari (g/ekor) selama masa perlakuan ........... 6
5 Rerata bobot feses dan urin setiap 3 hari (g/ekor) selama masa perlakuan ........ 7
6 Rerata bobot deposit lemak dan persentase lemak tikus ..................................... 7

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Biji Pala ............................................................................................................... 1
2 Struktur miristisin ............................................................................................... 1
3 Minyak atsiri pala................................................................................................ 3
4 Kromatogram lapis tipis minyak atsiri pala pada silika gel dengan 7 eluen
tunggal (kiri ke kanan: metanol, diklorometana, etil asetat, kloroform, dietil
eter, asetonitril, dan n-heksana), diamati di bawah lampu UV 254 nm .............. 4
5 Kromatogram lapis tipis minyak atsiri pala pada silika gel dengan eluen
diklorometana: n-heksana), diamati di bawah lampu UV 254 nm ..................... 4
6 Kromatogram minyak atsiri pala (K), fraksi-fraksinya (antara lain F5), dan
standar miristisin ................................................................................................. 4
7 Senyawa dominan selain miristisin yang terkandung dalam minyak atsiri pala. 5
8 Perubahan rerata bobot badan tikus setiap kelompok selama masa perlakuan .. 6

 
 

viii

 

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian...................................................................................... 11
2 Pengelompokan dan perlakuan secara in vivo terhadap hewan uji (tikus putih
galur Sprague Dawley) ..................................................................................... 12
3 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji ............................................ 13
4 Rangkaian alat inhalator.................................................................................... 13
5 Kromatogram ion total hasil GC-MS minyak atsiri kasar pala (a) dan fraksi 5
(b) ...................................................................................................................... 14
6 Konsentrasi senyawa dalam minyak atsiri kasar pala dan fraksi 5 ................... 15

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

1

 

PENDAHULUAN
Lemak yang dikonsumsi secara berlebihan
akan
menumpuk
dalam
tubuh
dan
mengakibatkan kelebihan bobot badan atau
obesitas. Obesitas merupakan penyakit
multifaktorial sebagai akibat energi yang
diserap tubuh melebihi energi yang
dikeluarkan (Rahardjo et al. 2005). Obesitas
dapat menyebabkan penyakit berbahaya
seperti diabetes dan penyakit jantung koroner
serta meningkatkan risiko kanker, tekanan
darah
tinggi,
hiperkolestrolemia,
dan
aterosklemia (Giannessi et al. 2008). Selain
itu, obesitas dapat mengganggu penampilan
dan menurunkan produktivitas kerja.
Kondisi obesitas dapat diatasi dengan
olahraga dan pola makan yang teratur. Obat
pelangsing juga dapat membantu meluruhkan
timbunan lemak tubuh. Obat pelangsing yang
berasal dari tumbuhan lebih disukai oleh
masyarakat
karena
efek
sampingnya
diharapkan lebih kecil daripada obat sintetis
sehingga relatif aman untuk dikonsumsi.
Mekanisme obat pelangsing yang beredar di
pasaran adalah mengurangi nafsu makan,
merangsang
pembakaran
lemak,
dan
menghambat penyerapan lemak pada batas
tertentu dalam usus (Bustanji et al. 2010,
Chandrawinata 2010).
Obat pelangsing biasanya berbentuk pil,
kapsul, atau dijadikan minuman jamu
tradisional. Selain itu, sedang dikembangkan
obat pelangsing aromaterapi yang masuk ke
dalam tubuh melalui sistem pernapasan.
Minyak
atsiri
tumbuhan
berpotensi
dikembangkan
sebagai
pelangsing
aromaterapi. Minyak atsiri diperoleh dengan
cara distilasi dari akar, bunga, atau buah
(Sihite 2009). Potensi minyak atsiri sebagai
pelangsing aromaterapi pernah diteliti oleh
Anggraeni (2010) yang menyatakan bahwa
senyawa -elemenon dalam minyak atsiri
temulawak dapat menurunkan bobot deposit
lemak. Senyawa terpinen-4-ol dalam minyak
bangle juga dapat menurunkan bobot deposit
lemak
tikus
putih
Sprague-Dawley
(Wulandari
2011).
Demikian
pula
monoterpena dan seskuiterpena pada minyak
atsiri daun sirih merah (Utami 2011), dan
senyawa sitral dari minyak atsiri serai dapur
(Astuti 2012) berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi.
Pala (Myristica fragrans Houtt) (Gambar
1) merupakan rempah-rempah asli Indonesia.
Kandungan minyak atsirinya memberikan
aroma yang khas. Biji pala mengandung
minyak atsiri 7–14%, sedangkan bagian fuli

mengandung minyak atsiri lebih banyak.
Minyak pala dapat digunakan sebagai
campuran parfum dan sabun. Pala juga
memiliki beberapa khasiat di antaranya
sebagai
perangsang
atau
stimulan,
mengeluarkan angin (karminatif), menciutkan
selaput lendir atau pori-pori (astringen) (Hang
& Yang 2007), sebagai sedatif (Grover et al.
2002), antimikrob (Firouzi et al. 2007), dan
antidepresi (Dhingra & Sharma 2006).

Gambar 1 Biji pala (koleksi pribadi).
Minyak pala dibedakan menjadi 2, yaitu
minyak lemak dan minyak atsiri. Minyak
lemak berwarna jingga seperti mentega,
diperoleh dari biji pala yang dipanaskan dan
diberi tekanan hidraulik. Minyak ini banyak
mengandung trimiristin yang tidak digunakan
dalam makanan. Sementara minyak atsiri
diperoleh dari distilasi uap, berupa cairan
berwana kuning pucat dengan aroma khas
rempah-rempah.
Miristisin (Gambar 2) merupakan senyawa
psikoaktif utama pala, komponen utama
dalam fraksi eter aromatik minyak atsiri fuli.
Toksisitas akutnya relatif rendah. Miristisin
dapat bertindak sebagai reseptor agonis
serotonin
dan
senyawa
halusinogen
(Barceloux 2008). Penelitian pada hewan
pengerat menunjukkan bahwa miristisin dan
elemisin dapat merusak koordinasi dan
menurunkan
aktivitas
motorik,
tetapi
pengaruhnya pada sistem saraf pusat manusia
belum diteliti (Hallstrom & Thuvander 1997).
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh
Nguyen et al. (2010) menyatakan bahwa total
ekstrak biji pala dapat mengaktivasi protein
kinase teraktivasi-AMP (AMPK) yang
merupakan target terapi potensial untuk
pengobatan obesitas dan diabetes tipe-2.
O

O

OCH3

Gambar 2 Struktur miristisin
(Yun et al. 2003).

 

2

 
Kajian mengenai potensi pala sebagai
pelangsing terutama pelangsing aromaterapi
belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan memisahkan senyawa
miristisin dalam minyak atsiri pala dan
menganalisis potensinya sebagai pelangsing
aromaterapi secara in vivo pada tikus Sprague
Dawley dewasa. Kandungan miristisin dalam
minyak atsiri pala diharapkan berkhasiat
sebagai pelangsing aromaterapi. 
 

METODE
 
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain
peralatan kaca, neraca analitik, kromatograf
gas-spektrometer massa (GC-MS) (Agilent
Technologies 5973 Mass Selective Detector),
dan kandang hewan uji berukuran 20 × 20 ×
30 cm3 yang dilengkapi tabung inhalator
berisi minyak atsiri dan akuades.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
minyak atsiri pala dari Badan Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik dan tikus putih
jantan galur Sprague Dawley sebagai hewan
uji dari Laboratorium Uji Pusat Studi
Biofarmaka (PSB) IPB. Selain itu, digunakan
pula pakan standar tikus, pakan tinggi lemak
dan kolesterol, standar miristisin (Sigma
Aldrich), dan standar α-pinena (TCI),
akuades, n-heksana, dietil eter, asetonitril,
kloroform, etil asetat, diklorometana, metanol,
silika gel, pelat aluminium silika gel G60F254
(Merck), dan propiltio urasil (PTU, Phapros).
Lingkup Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan
(Lampiran 1) meliputi penentuan eluen terbaik
dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan
fraksionasi minyak atsiri pala dengan eluen
terbaik menggunakan kromatografi kolom.
Fraksi-fraksi dipantau menggunakan KLT
hingga diperoleh fraksi dengan pola noda dan
nilai Rf yang mirip dengan standar miristisin.
Selanjutnya, kandungan senyawa dalam
minyak atsiri kasar dan fraksi miristisin
dianalisis dengan GC‐MS.
Hewan uji yang telah mengalami adaptasi
selama 1 minggu diinhalasi dengan minyak
atsiri pala, senyawa lain dengan kadar tinggi
pada minyak atsiri pala (α-pinena), dan fraksi
miristisin masing-masing selama 30 hari.
Setiap kelompok hewan uji ditimbang bobot
sisa pakan setiap hari serta bobot feses dan
urin setiap 3 hari, sedangkan bobot badan

hewan uji ditimbang setiap 6 hari. Lemak
hewan uji dikeluarkan pada hari ke-30 setelah
masa perlakuan untuk ditentukan bobot
deposit lemak dan persentase lemaknya.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni
sampai November 2012 di Laboratorium
Analitik, Departemen Kimia, Fakultas MIPA,
IPB dan di PSB LPPM IPB.
Pemilihan Eluen Terbaik
Pelat silika gel dengan ukuran lebar 1 cm
dan panjang 10 cm ditotolkan dengan minyak
atsiri pala hasil distilasi sebanyak 15 kali
totolan. Setelah kering, pelat dielusi dalam
bejana kromatografi yang telah dijenuhkan
oleh uap eluen pengembang. Sebagai fase
gerak awal digunakan 7 pelarut tunggal, yaitu
n-heksana, asetonitril, dietil eter, kloroform,
etil asetat, diklorometana, dan metanol.
Sebanyak 10 mL pelarut dimasukkan masingmasing ke dalam bejana dan dijenuhkan
selama 20 menit. Pelat KLT yang telah berisi
sampel dielusi hingga fase gerak berjarak
kurang lebih 0.5 cm dari tepi atas pelat. Pelat
dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan
dideteksi dengan lampu ultraviolet (UV) pada
panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluen
yang menghasilkan noda terbanyak dan
terpisah baik dipilih sebagai eluen terbaik.
Jika terdapat lebih dari 1 eluen tersebut, maka
dibuat campuran dengan nisbah 9:1, 6:1, 3:1,
2:1, dan 1:1 hingga diperoleh campuran eluen
terbaik yang menghasilkan noda terbanyak
dan terpisah pada pelat KLT (Houghton &
Raman 1998).
Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom
(Rouessac & Rouessac 2007)
Kolom dengan diameter 2 cm dan tinggi
50 cm dikemas dengan silika gel sebanyak 50
g untuk pemisahan 2.5 g minyak pala.
Digunakan jumlah silika gel 15−20 kali
jumlah ekstrak serta nisbah tinggi adsorben
dan diameter kolom 8:1. Minyak atsiri kasar
pala dipisahkan komponennya dengan sistem
elusi gradien (peningkatan kepolaran)
menggunakan
eluen
campuran
nheksana:kloroform. Eluat ditampung setiap 3
mL dalam vial yang telah diberi nomor
kemudian diuji dengan KLT. Noda pemisahan
dideteksi di bawah lampu UV 254 dan 366
nm. Eluat dengan pola KLT dan nilai Rf yang
sama digabungkan menjadi 1 fraksi. Fraksi
yang memiliki nilai Rf mirip dengan standar
miristisin, serta senyawa α-pinena dan minyak
kasar pala digunakan sebagai sampel untuk
analisis selanjutnya.

3

 

Penentuan Senyawa dengan GC-MS
  Sampel diinjeksikan ke dalam injektor
GC-MS (Agilent Technologies 5973 Mass
Selective Detector) dengan menggunakan
kolom kapiler HP-5 (dimensi 0.25 mm × 30 m
× 0.20 μm) dan gas pembawa helium dengan
laju alir 101.8 mL/menit. Suhu injektor dan
detektor sama, yaitu 250 °C, sedangkan suhu
kolom terprogram, diawali dengan 100 °C
kemudian dinaikkan perlahan-lahan dengan
laju 3 °C/menit hingga mencapai 220 °C dan
ditahan
selama
10
menit.
Kondisi
spektrometer massanya adalah energi ionisasi
70 eV, mode ionisasi tumbukan elektron, split
ratio: 25.0, dan area deteksi 40–500 m/z.
Setiap
puncak
dalam
kromatogram
diidentifikasi dengan menganalisis spektum
massa berdasarkan library index MS.
Tahap Adaptasi Hewan Uji
Tikus putih jantan galur Sprague Dawley
yang sehat, berumur ±2.5 bulan dengan bobot
badan 150−260 g digunakan sebanyak 20 ekor
sebagai hewan uji. Setiap 2 ekor tikus
ditempatkan dalam 1 kandang yang berukuran
20 × 20 × 30 cm3. Tahap adaptasi dilakukan
selama 1 minggu, meliputi adaptasi kondisi
fisiologis dan lingkungan. Semua kelompok
tikus diberi pakan standar dengan dosis 20
g/per ekor tikus/hari dan diberi minum
akuades secara ad libitum.
Inhalasi Sampel ke Hewan Uji (modifikasi
Anggraeni 2010)
Tikus dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu 1)
kelompok kontrol negatif, diberi pakan
standar; 2) kontrol positif, diberi pakan tinggi
lemak + kolesterol (TL = tinggi lemak); 3)
inhalasi minyak atsiri kasar pala dan pakan
TL; 4) inhalasi miristisin dan pakan TL; serta
5) inhalasi fraksi senyawa α-pinena dan pakan
TL (Lampiran 2 dan 3). Seluruh hewan diberi
pakan 20 g/ekor/hari dan minum ad libitum,
serta khusus pada kelompok 2–5, air
minumnya
ditambahkan
PTU
0.01%
(Hardiningsih & Nurhidayat 2006). Proses
inhalasi dilakukan dengan bantuan aerator
(Lampiran 4). Selama perlakuan, bobot badan
tikus dari semua kelompok ditimbang setiap 6
hari, sedangkan bobot sisa pakan yang
dikonsumsi ditimbang setiap hari. Bobot feses
dan urin ditimbang setiap 3 hari. Persentase
perubahan bobot badan sejak awal perlakuan
merupakan nisbah selisih bobot badan akhir
dan awal dengan bobot awal dikalikan 100
persen.

Penentuan Bobot Deposit Lemak Hewan
Uji
Pada hari ke-30 masa perlakuan, tikus dari
setiap kelompok dipuasakan selama 12 jam.
Tikus disedasi dengan cara menyuntikkan
ketamin (100 mg/kg bobot badan) dan
xilaksin (10 mg/kg bobot badan). Lemak pada
bagian perut kanan dan kiri serta bagian testis
kanan dan kiri dikeluarkan. Lemak tersebut
ditimbang
bobotnya
dan
ditentukan
persentasenya terhadap bobot badan setiap
tikus.
Uji Statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan
metode rancangan acak lengkap (RAL) dan
analisis varians (Anova) pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05) dilanjutkan
dengan uji rentang berganda Duncan
menggunakan SPSS 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN
 
Eluen Terbaik
Minyak atsiri pala komersial yang
digunakan merupakan hasil penyulingan
dengan air, suatu metode penyulingan
sederhana yang pemisahannya dilakukan
berdasarkan bobot jenis minyak dan air.
Minyak atsiri pala (Gambar 3) berwarna
kuning pucat serta memiliki bau dan rasa khas
minyak pala (Ketaren 1985).

 
Gambar 3 Minyak atsiri pala.
Eluen terbaik untuk memisahkan minyak
pala ditentukan dengan KLT. Silika gel
G60F254 digunakan sebagai fase diam dan 7
jenis pelarut sebagai fase gerak. Eluen tunggal
yang menghasilkan noda terbanyak dan
terpisah baik di bawah lampu UV 254 nm
ialah diklorometana (5 noda) dan n-heksana (6
noda, tetapi noda 1 dan 2 belum terpisah baik)
(Gambar 4).

4

 

heksana
dengan
kloroform
9:1–1:9,
kloroform,
campuran
kloroform
diklorometana 9:1–1:9, diklorometana, dan
campuran diklorometana dengan metanol 9:1–
2:8. Secara keseluruhan diperoleh 12 fraksi
seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Fraksi-fraksi minyak atsiri pala

Gambar 4 Kromatogram lapis tipis minyak
atsiri pala pada silika gel dengan
7 jenis eluen tunggal (kiri ke
kanan: metanol, diklorometana,
etil asetat, kloroform, dietil eter,
asetonitril,
dan
n-heksana),
diamati di bawah lampu UV 254
nm.
Kedua eluen tersebut lalu dicampurkan
dengan nisbah 9:1, 6:1, 3:1, 2:1, dan 1:1.
Semua
nisbah
diklorometana-n-heksana
menghasilkan noda yang cukup terpisah,
tetapi jumlah nodanya berbeda. Noda
terbanyak, yaitu 5 noda dihasilkan oleh
campuran 1:1. Eluen ini selanjutnya
digunakan untuk penentuan fraksi-fraksi hasil
fraksionasi minyak atsiri pala menggunakan
teknik kromatografi kolom.

1:1
2:1
3:1
6:1
9:1
Gambar 5 Kromatogram lapis tipis minyak
atsiri pala pada silika gel dengan
eluen diklorometana: n-heksana,
diamati di bawah lampu UV 254
nm.
Fraksi-fraksi Minyak Atsiri Pala
Komponen-komponen pada minyak atsiri
pala dipisahkan dengan kromatografi kolom
menggunakan
sistem
elusi
gradien
(peningkatan
kepolaran).
Eluen
yang
digunakan ialah n-heksana, campuran n-

Fraksi
ke-

Jumlah
noda

Bobot
(g)

Rendemen
(%)*

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

1
1
3
1
2
2
3
4
4
5
4
1

0.1272
0.1197
0.0172
0.0264
0.2182
0.1293
0.2079
0.2018
0.0765
0.1408
0.1551
0.5693

5.08
4.78
0.69
1.05
8.71
5.16
8.3
8.06
3.05
5.62
6.19
22.73

*Bobot minyak atsiri kasar pala yang dielusi 2.5 g

Berdasarkan Tabel 1, jumlah noda
terbanyak, yaitu 5 noda dihasilkan oleh fraksi
10, sedangkan jumlah noda yang paling
sedikit (1 noda) dihasilkan oleh fraksi 1, 2, 4,
dan 12. Akan tetapi, fraksi yang akan
dianalisis lebih lanjut bukan fraksi-fraksi
tersebut, melainkan fraksi 5 (F5) yang
menghasilkan 2 noda, dengan pola KLT dan
nilai Rf mirip standar miristisin (Gambar 6).

K
Gambar 6

F5 Std
K
Kromatogram minyak atsiri
kasar pala (K), fraksi-fraksinya
(antara lain F5), dan standar
miristisin.

F5 memiliki rendemen terbesar kedua,
yaitu 8.71%, yang menyatakan bahwa
miristisin merupakan salah satu senyawa
dominan pada minyak atsiri kasar pala. Fraksi
tersebut bersama minyak atsiri kasar pala
kemudian dianalisis lebih lanjut dengan GC-

5

 
MS untuk diidentifikasi komponen kimianya
dan diuji aktivitasnya secara in vivo.
Kandungan Senyawa Minyak Atsiri Kasar
Pala dan Fraksi 5
Hasil analisis GC-MS ditunjukkan dalam
bentuk kromatogram ion total yang
merupakan hubungan waktu retensi dengan
intensitas (Lampiran 5). Puncak-puncak yang
dihasilkan
diidentifikasi
berdasarkan
pembandingan dengan massa yang terdapat
dalam library (Tabel 2). Komposisi senyawa
selengkapnya diberikan pada Lampiran 6.
Tabel 2 Konsentrasi senyawa dominan dalam
minyak atsiri kasar dan F5
Minyak atsiri
F5
Senyawa
kasar (%)
(%)
α-Pinena
9.86
-Pinena
9.49
Terpinen-4ol
9.74
1.73
α-Terpinena
4.44
2.49
-Terpinena
6.31
3.63
Sabinena
13.48
Safrol
2.31
4.69
Miristisin
9.01
79.47
Terpenoid merupakan senyawa dominan
dalam minyak atsiri. Senyawa α-pinena, pinena, α-terpinena, -terpinena, dan sabinena
merupakan monoterpena, terpinen-4-ol adalah
monoterpena alkohol, sedangkan miristisin,
dan safrol termasuk golongan fenil propanoid
(Gambar 7). Lima senyawa dengan
konsentrasi terbesar ialah sabinena, α-pinena,
terpinen-4-ol, -pinena, dan miristisin. Hasil
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh
Muchtaridi et al. (2010) yang menyatakan
bahwa minyak atsiri pala mengandung
sabinena (21.38%), α-pinena (10.23%),
terpinen-4-ol (13.92%), dan miristisin
(13.57%).

α-Pinena

 

   

 

   

 

 

 

  

-Pinena

     

-Terpinena  

     
Terpinen-4-ol 

   

α-Terpinena

Safrol

Gambar 7 Senyawa
dominan
selain
miristisin yang terkandung dalam
minyak atsiri pala.

Prinsip pemisahan dengan GC ialah
komponen dalam campuran akan dipisahkan
berdasarkan titik didihnya. α-Pinena muncul
lebih awal pada kromatogram minyak atsiri
kasar pala karena titik didihnya 156 ºC, diikuti
berturut-turut senyawa -pinena, α-terpinena,
-terpinena, terpinen-4-ol,
safrol, dan
miristisin dengan titik didih 165, 175, 182,
232, dan 329 ºC.
Perbedaan waktu retensi selain disebabkan
oleh perbedaan titik didih, juga diakibatkan
perbedaan interaksi senyawa dengan fase
diam dalam kolom pada sistem kromatografi
gas. Kolom yang digunakan bersifat nonpolar,
maka senyawa polar akan keluar terlebih
dahulu dan senyawa nonpolar akan tertahan
lebih lama di kolom. Miristisin selain
memiliki titik didih yang tinggi, juga lebih
bersifat nonpolar dibandingkan dengan
senyawa yang lain, maka tertahan lebih lama
di kolom.
Kromatogram F5 tidak menunjukkan lagi
senyawa α-pinena dan -pinena yang awalnya
teridentifikasi pada minyak atsiri kasar pala.
Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut
telah terpisahkan pada proses fraksionasi. αTerpinena, -terpinena, terpinen-4-ol, safrol,
dan miristisin masih ditemukan dan
meningkat konsentrasinya. Miristisin menjadi
senyawa dengan konsentrasi terbesar, yaitu
79.47%. Peningkatan ini disebabkan jumlah
komponen kimia dalam F5 lebih sedikit
dibandingkan dengan minyak atsiri kasar
pala. Konsentrasi miristisin yang lebih besar
pada F5 menunjukkan bahwa miristisin dapat
dipisahkan dari minyak pala meskipun belum
murni.
Hasil Uji Aromaterapi secara In Vivo
Minyak atsiri kasar pala, α-pinena, dan F5
dengan konsentrasi masing-masing 0.1% diuji
in vivo terhadap tikus putih jantan galur
Sprague Dawley selama 5 minggu masa
perlakuan. Bobot badan tikus diukur
seminggu sekali dan dipantau perubahannya
akibat perlakuan. Hasilnya ditunjukkan pada
Tabel 3.

6

 

Tabel 3 Rerata bobot badan tikus pada awal dan akhir perlakuan, dan persentase peningkatannya
Bobot awal
Bobot akhir
Persentase peningkatan
Kelompok
(g)
(g)
bobot (%)
(I) Pakan Standar
(II) Pakan TL
(III)TL + Pala
(IV)TL + Miristisin
(V) TL + α-pinena

189±42a

250±88a

32.28

185±27

a

218±53

a

17.84

207±42

a

226±56

a

9.18

220±38

a

9.45

241±37

a

14.22

a

201±24
211±37

a

Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P>0.05) (uji rentang berganda
Duncan); TL = Tinggi lemak dan kolesterol

Bobot badan tikus sebelum diberi
perlakuan berbeda antarkelompok, tetapi tidak
signifikan. Setelah perlakuan aromaterapi
selama 5 minggu, kelompok I yang diberi
pakan standar tanpa perlakuan memiliki rerata
peningkatan bobot badan tertinggi (32.28%).
Ketiga kelompok tikus yang diberi inhalasi
minyak atsiri pala, miristisin, dan α-pinena
menunjukkan persentase peningkatan bobot
yang lebih rendah (9.18%, 9.45%, dan
14.22%) dibandingkan dengan kelompok
pakan TL tanpa perlakuan aromaterapi
(17.84%). Hal ini menunjukkan bahwa
inhalasi miristisin, minyak pala, dan α-pinena
berpengaruh terhadap pertumbuhan tikus,
tetapi tidak signifikan. Oleh sebab itu,
ketiganya belum dapat dikatakan berpotensi
menurunkan bobot badan hewan uji.
Peningkatan bobot badan per minggu
selama masa perlakuan ditunjukkan pada
Gambar 8. Kelompok III, IV, dan V
mengalami peningkatan bobot badan pada
minggu awal sampai minggu kedua masa
perlakuan. Setelah itu, bobot badan cenderung
menurun walaupun tidak berbeda nyata.
Kelompok I dan II terus meningkat bobot
badannya selama masa perlakuan.

dikonsumsi serta jumlah feses dan urin yang
dihasilkan. Tingkat konsumsi pakan oleh
hewan berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor
intrinsik hewan itu sendiri, makanan yang
diberikan, dan lingkungan di sekitarnya
(Parakkasi 1999).
Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah
konsumsi pakan selama masa adaptasi untuk
setiap kelompok tikus cenderung sama. Hal
ini menunjukkan bahwa selama adaptasi,
hewan uji memiliki respons yang baik
terhadap pakan yang diberikan. Setelah masa
perlakuan, jumlah konsumsi pakan pada
kelompok TL dan perlakuan inhalasi semakin
berkurang.
Tabel 4 Rerata bobot pakan tikus setiap 3 hari
(g/ekor) selama masa perlakuan
Jumlah
Jumlah
Kelompok
awal (g)
akhir (g)
(I) Pakan
standar
57±4
54±5b
(II) Pakan tinggi
lemak+koles
terol (TL)
59±1
33±16a
(III)TL + pala
(IV)TL +
miristisin
(V) TL+ αpinena

59±1

37±11a

57±1

35±12a

59±2

37±16a

Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang
sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji
(P>0.05) (uji rentang berganda Duncan)

Gambar 8 Perubahan rerata bobot badan tikus
tiap kelompok selama masa
perlakuan.
Besarnya persentase peningkatan bobot
badan dipengaruhi oleh bobot pakan yang

Semua kelompok yang diberi pakan TL
mengalami penurunan jumlah konsumsi pakan
walaupun tidak berbeda signifikan. Perbedaan
komposisi dapat memengaruhi tingkat
palatabilitas pakan standar dan pakan TL
(pakan standar yang telah ditambahkan
dengan kuning telur dan minyak kelapa). Hal
ini diduga dapat memengaruhi pola makan
hewan uji.
Penurunan konsumsi pakan juga dapat
disebabkan oleh pengaruh inhalasi yang

7

 
mengurangi nafsu makan atau pengaruh
pemberian PTU pada air minum tikus.
Pemberian PTU berfungsi meningkatkan
kadar kolesterol darah dengan cara
menghambat
sintesis
hormon
tiroid.
Peningkatan hormon tiroid dapat menurunkan
kadar kolesterol dengan cara meningkatkan
sekresi kolesterol menuju empedu dan
selanjutnya dibuang bersama feses (Hartoyo et
al. 2008). Pemberian PTU dengan dosis
0.01% menyebabkan minuman terasa pahit
sehingga dapat memengaruhi konsumsi
minum tikus, dan pada akhirnya mengurangi
tingkat konsumsi pakan. Berdasarkan
pengamatan selama masa perlakuan, tikus
yang diberi PTU ke dalam air minumnya
cenderung minum lebih sedikit dibandingkan
dengan kelompok normal. Tikus yang minum
dalam jumlah sedikit cenderung makan lebih
sedikit pula.
Jumlah feses dan urin yang dikeluarkan
bergantung pada jumlah pakan yang
dikonsumsi. Selama masa adaptasi, jumlah
feses dan urin yang dihasilkan oleh tiap
kelompok sebanding dengan rerata bobot
badannya (Tabel 5). Selama masa perlakuan,
feses dan urin yang dihasilkan oleh setiap
kelompok berbeda-beda, terbanyak pada
kelompok I (57 g/3 hari/ekor), dan tersedikit
pada kelompok II (26 g/3 hari/ekor). Jumlah
feses dan urin pada kelompok II, III, IV, dan
V lebih rendah karena pengaruh PTU yang
menurunkan jumlah konsumsi.

Tabel 6 Rerata bobot deposit
persentase lemak tikus
Deposit
Kelompok
lemak (g)
(I) Pakan
Standar
3.92±2.23a
(II) Pakan tinggi
lemak+koles
terol (TL)
4.95±2.08a
(III)TL + Pala
(IV)TL +
miristisin
(V) TL + αpinena

lemak dan

Persentase
1.49±0.38a
2.40±1.47a

4.91±1.85a

2.36±1.30a

6.06±1.14a

2.88±1.02a

4.72±1.65a

2.04±0.92a

Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang
sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji
(P>0.05) (Duncan multiple range test)

47±5

27±10a

Bobot deposit lemak terbesar terdapat
pada kelompok IV, yaitu 6.06 g, walaupun
bobot badan kelompok ini bukan yang paling
besar pada akhir perlakuan. Menurut
Muchtaridi et al. (2010), miristisin yang
terdapat
dalam
minyak
pala
dapat
menghambat aktivitas lokomotor mencit
karena potensinya sebagai sedatif. Oleh
karena itu, kelompok tikus yang diberi
inhalasi miristisin akan memiliki aktivitas
lokomotor yang lebih rendah sehingga energi
yang masuk tidak seimbang dengan energi
yang keluar walaupun belum sampai terjadi
obesitas. Deposit lemak yang besar terbentuk
karena pengaruh sedatif miristisin yang
menurunkan aktivitas atau lokomotor
menyebabkan pembakaran lemak lebih kecil
dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, inhalasi
miristisin, minyak pala, dan α-pinena tidak
berpotensi menurunkan bobot badan hewan
uji.

46±3

27±8a

SIMPULAN DAN SARAN

46±1

32±11a

Tabel 5 Rerata bobot feses dan urin tikus
setiap tiga hari (g/ekor) selama masa
perlakuan
Bobot
Bobot
Kelompok
awal (g)
akhir (g)
(I) Pakan
Standar
48±2
57±14b
(II) Pakan tinggi
lemak+koles
terol (TL)
49±1
26±9a
(III)TL + Pala
(IV)TL +
miristisin
(V) TL + αpinena

memiliki bobot deposit lemak paling kecil.
Hal ini menunjukkan bahwa walaupun energi
yang masuk ke dalam tubuh tikus kelompok I
besar, energi ini langsung dikeluarkan tubuh
melalui pergerakan yang seimbang.

Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang
sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji
(P>0.05) (uji rentang berganda Duncan)

Bobot deposit lemak tikus ditimbang pada
minggu ke-5 masa perlakuan, dan nilai
reratanya diperoleh tidak berbeda signifikan
antarkelompok (Tabel 6). Kelompok I yang
bobot badan akhirnya paling besar ternyata

Simpulan
Fraksionasi miristisin dari minyak atsiri
pala dengan fase gerak eluen terbaik
diklorometana:heksana (1:1) menghasilkan
rendemen fraksi dominan miristisin sebesar
8.71%. Minyak atsiri pala, fraksi miristisin
dengan kadar 0.1%, dan α-pinena yang diuji
aktivitasnya terhadap tikus Sprague Dawley

8

 
tidak menunjukkan potensi sebagai pelangsing
aromaterapi.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
untuk mendapatkan senyawa miristisin
dengan kemurnian yang lebih tinggi. Selain
itu, perlu peningkatan dosis aromaterapi yang
diinhalasikan pada hewan uji. Bobot awal
hewan uji yang digunakan untuk uji in vivo
sebaiknya seragam.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni A. 2010. Fraksionasi senyawa aktif
minyak atsiri temu lawak sebagai
pelangsing aromaterapi secara in vivo
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Astuti EP. 2012. Pemisahan sitral dari minyak
atsiri serai dapur (Cymbopogon citrates)
sebagai pelangsing aromaterapi [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Barceloux DG. 2008. Medical Toxicology of
Natural Substances: Foods, Fungi,
Medicinal Herbs, Toxic Plants, and
Venomous Animals. New York: J Wiley.
Bustanji Y et al. 2010. Inhibition of hormone
sensitive lipase and pancreatic lipase by
Rosmarinus officinalis extract and selected
phenolic constituents. J Med Plant
4(21):2235-2242.
Chandrawinata J. 2010. Kapan perlu obat
pelangsing? Kompas 2 Desember. [6 Mar
2012].
Dhingra D, Sharma A. 2006. Antidepressantlike activity of n-hexane extract of nutmeg
(Myristica fragrans) seeds in mice. J Med
Food 9:84-90.
Firouzi R, Shekarforoush SS, Nazer AH,
Borumand Z, Jooyandeh AR. 2007.
Effects of essential oils of oregano and
nutmeg on growth and survival of Yersinia
enterocolitica and Listeria monocytogenes
in barbecued chicken. J Food Prot
70:2626-30.
Giannessi J, Alviar B, Agusta A. 2008.
Variously substituted derivatives of
guanidine, and their use as medicines with
anti-diabetes and/or anti-obesity activity.
US patent 7368605.
Grover JK, Khandkar S, Vats V, Dhunnoo Y,
Das D. 2002. Pharmacological studies on
Myristica fragrans antidiarrheal, hypnotic,
analgesic and hemodynamic (blood

pressure) parameters. Exp Clin Pharmacol
24(10):675-80.
Hallstrom
H,
Thuvander
A.
1997.
Toxicological evaluation of myristicin.
Nat Toxins 5:186-192.
Hang X, Yang XW. 2007. GC-MS analysis of
essential oil from nutmeg processed by
different traditional methods. Zhongguo
Zhong Yao Za Zhi 32:1669-1675.
Hardiningsih R, Nurhidayat N. 2006.
Pengaruh
pemberian
pakan
hiperkolesteromia terhadap bobot badan
tikus putih Wistar yang diberi asam laktat.
Biodiversitas 7:127-130.
Hartoyo A, Dahrulsyah, Nurheni S, Purwono
N. 2008. Pengaruh fraksi karbohidrat
kacang komak (Lablab purpureus (L)
sweet)
terhadap
kolesterol
dan
malonaldehid serum tikus percobaan yang
diberi ransum tinggi kolesterol. Jurnal
Teknol Ind Pangan 19:25-31.
Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory
Handbook for The Fractionation of
Natural Extract. London: Chapman &
Hall.
Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak
Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.
Muchtaridi, Apriyantono A, Subarnas A,
Mustrarichie R. 2010. Identification of
compounds in the essential oil of nutmeg
seeds (Myristica fragrans Houtt.) that
inhibit locomotor activity in mice. Int J
Mol Sci 11:4771-4781.
Nguyen PH et al. 2010. AMP-activated
protein kinase (AMPK) activators from
Myristica fragrans (nutmeg) and their
anti-obesity effect. Bioorg Med Chem Lett
20:4128-4131.
Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak Ruminan. Jakarta: UI Pr.
Rahardjo S, Pramono S, Ngatijan. 2005.
Influence of etanol extract of jati belanda
leaves (Guazuma ulmifolia Lamk.) on
lipase enzym activity of Rattus norvegicus
serum [terhubung berkala]. http://io.ppijepang.org [6 Mar 2012].
Rouessac F, Rouessac A. 2007. Chemical
Analysis.
Modern
Analytical
Instrumentation Methods and Techniques.
New York: J Wiley.
Sihite DT. 2009. Karakteristik minyak atsiri
jeragau [skripsi]. Medan: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara.
Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 2004.
Principles of Instrumental Analysis. Ed ke5. Philadelphia: Hartcaurt Brace.

 
Utami MR. 2011. Fraksionasi senyawa aktif
minyak atsiri sirih merah (Piper cf.
Fragile) sebagai pelangsing aromaterapi
[tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Wulandari R. 2011. Fraksionasi senyawa aktif
minyak atsiri bangle (Zingiber purpureum)

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

9

sebagai pelangsing aromaterapi [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Insititut Pertanian
Bogor.
Yun CH, et al. 2003. Roles of human liver
cytochrome P450 3A4 and 1A2 enzymes
in the oxidation of myristicin. Toxicol Lett
137:143-150.

10

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

LAMPIRAN

11

 

Lampiran 1 Diagram alir penelitian 

Minyak atsiri kasar pala

Penentuan eluen terbaik
Identifikasi
senyawa
(GC-MS)
Fraksionasi kolom dengan eluen terbaik

F1

F2

F…

F12

Pemantauan dengan KLT
menggunakan eluen campuran
diklorometana: n-heksana (1:1)
Fraksi 5 dan α-Pinena

Uji in vivo
(Lampiran 2)

12

 

Lampiran 2 Pengelompokan dan perlakuan secara in vivo hewan uji (tikus putih
galur Sprague-dawley)
Hewan Uji (20 ekor)
Pembagian kelompok

I (n=6)

II (n=6)

III (n=6)

IV (n=6)

V (n=6)

Masa adaptasi 2 minggu
Kelompok I
Pakan
Standar

Kelompok II
Pakan
Standar

Kelompok III
Pakan
Standar

Kelompok IV
Pakan
Standar

Kelompok V
Pakan
Standar

Masa Perlakuan
5 minggu
Tahapselama
Analisis
Kelompok I
Pakan standar
tanpa perlakuan
inhalasi

Kelompok II
Pakan tinggi
lemak tanpa
perlakuan
inhalasi

Kelompok III
Pakan tinggi
lemak +
inhalasi minyak
pala

Kelompok IV
Pakan tinggi
lemak +
inhalasi
miristisin

Kelompok V
Pakan tinggi
lemak +
inhalasi αpinena

Tahap Analisis

Bobot pakan
ditimbang
setiap hari

Bobot feses dan
urin ditimbang
setiap 3 hari

Bobot badan
ditimbang setiap
minggu

Bobot deposit
lemak ditentukan
setelah minggu
ke-7

Keterangan:
- Pakan Standar atau tinggi lemak diberikan sebanyak 20 g/hari/ekor.
- Semua kelompok diberi minum akuades secara ad libitum

13

 

Lampiran 3 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji
Pakan standar di Pusat Studi Biofarmaka (dari PT Indofeed)
Komposisi
Kadar (%)
Protein

18

Lemak

4

Serat

4

Abu

11

Metabolisme Energi

2000 kkal

Pakan tinggi lemak dan kolesterol
Komposisi

Kadar (%)

Kolesterol kuning telur

12.5

Minyak kelapa Barco

5

Pakan standar

82.5

Lampiran 4 Rangkaian alat inhalator

14

 

Lampiran 5 Kromatogram ion total GC-MS minyak atsiri pala kasar (a) dan fraksi 5 (b)

 
(a)

(b)

15

 

Lampiran 6 Konsentrasi senyawa dalam minyak atsiri kasar pala dan fraksi 5
Area (%)
Minyak Pala
Fraksi 5
Monoterpena
α-Tujena
α-Pinena
Kamfena
Sabinena
-Pinena
α-Felandrena
3-Karena
α-Terpinena
o-Simena
p-Simena
R (+)-Limonena
-Felandrena
-Terpinena
α-Terpinolena
Monoterpena alkohol
trans-1-Terpineol
1-Terpineol
Terpinen-4-ol
p-Simen-8-ol
α-Terpineol
Piperitol
cis-Piperitol
Fenil propanoid
Safrol
Eugenol
Metil eugenol
Isoeugenol
Isoeugenol metil eter
Miristisin
Elemisin
L-Bornil asetat
cis-Sabinena hidrat
Seskuiterpena
Azulena
Alkohol patchouli
trans-Kariofilena
-Kubebena
Hidrokarbon
Kopaena
Tetrakosana
Total

 

3.69
9.86
0.41
13.48
9.49
1.83
2.98
4.44
1.57
5.25
3.22
6.31
3.64

0.79
0.54
2.49
0.38
0.97
3.63
1.23

0.3
0.19
9.74
0.09
1
0.11
0.1

0.39
0.25
1.73
-

2.31
0.22
6.13
0.15
0.57
9.01
1.16
0.13
1.15

4.69
1
79.47
-

0.09
0.12
0.22
0.33

-

0.45
0.33
100

100