Potensi Senyawa Β-Kariofilena Dan Isoeugenol Dari Minyak Atsiri Cengkih (Syzygium Aromaticum) Sebagai Pelangsing Aromaterapi Secara In Vivo.

POTENSI SENYAWA β-KARIOFILENA DAN ISOEUGENOL
DARI MINYAK ATSIRI CENGKIH (Syzygium aromaticum)
SEBAGAI PELANGSING AROMATERAPI SECARA IN VIVO

FAHMI HASIM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Senyawa βKariofilena dan Isoeugenol dari Minyak Atsiri Cengkih (Syzygium aromaticum)
sebagai Pelangsing Aromaterapi secara In Vivo adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015
Fahmi Hasim
NIM G451140346

RINGKASAN
FAHMI HASIM. Potensi Senyawa β-Kariofilena dan Isoeugenol dari Minyak
Atsiri Cengkih (Syzygium aromaticum) sebagai Pelangsing Aromaterapi secara In
Vivo. Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan IRMA HERAWATI
SUPARTO.
Aromaterapi didefinisikan sebagai suatu metode terapi alternatif
menggunakan bahan mudah menguap yang berasal dari tanaman, seperti minyak
atsiri dan senyawa aromatik lainnya. Aromaterapi dapat menjadi solusi untuk
menggantikan obat sintetik dalam mengatasi masalah obesitas. Kondisi obesitas
perlu ditangani karena dapat menyebabkan beberapa penyakit degeneratif, seperti
hiperkolesterol, aterosklerosis, diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung
koroner. Salah satu tanaman herbal Indonesia yang mengandung minyak atsiri ialah
cengkih (Syzygium aromaticum). Cengkih mengandung minyak atsiri yang terdiri
atas eugenol dan β-kariofilena, serta senyawa lain yang biasa digunakan sebagai
bahan baku parfum. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi β-kariofilena dan
mendapatkan isoeugenol melalui reaksi isomerisasi eugenol dari minyak atsiri daun

cengkih, serta menganalisis potensinya sebagai pelangsing aromaterapi secara in
vivo.
Minyak cengkih diekstraksi menggunakan larutan alkalin hingga diperoleh
eugenol dan ekstrak nonpolar. Persen perolehan kembali eugenol dan rendemen
ekstrak nonpolar yang diperoleh sebesar 83% dan 15%. Hasil analisis kromatografi
gas-spektrometri massa menunjukkan bahwa isolat eugenol mengandung eugenol
dengan kadar 85%. Sementara itu, senyawa dominan pada ekstrak nonpolar adalah
β-kariofilena sebesar 35%. Isolasi β-kariofilena menggunakan kromatografi lapis
tipis preparatif (KLTP) menghasilkan 6 spot terpisah. Spot dengan nilai Rf 0.95
dikoleksi karena memiliki nilai Rf yang sama dengan Rf standar β-kariofilena, yakni
0.95. Persen perolehan kembali yang diperoleh sebesar 96% dengan kadar 83%.
Sementara itu, produk isomerisasi yang diperoleh masih berupa campuran antara
eugenol, cis-isoeugenol, dan trans-isoeugenol dengan waktu retensi 10.62 menit
dengan persen area sebesar 96%.
Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa inhalasi isoeugenol dengan kadar 1%
selama 5 minggu berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi dengan cara
menurunkan bobot deposit lemak tikus. Uji profil lipid menunjukkan terjadinya
penurunan kadar trigliserida pada kelompok minyak cengkih dan berbeda nyata (p
< 0.05) dibandingkan dengan kontrol negatif. Selain itu, kelompok yang
diinhalasikan minyak cengkih juga memperlihatkan kecenderungan penurunan

bobot badan yang didukung oleh peningkatan termogenesis pada jaringan adiposa
cokelat melalui aktivitas saraf simpatetik.
Kata kunci: isoeugenol, minyak atsiri, minyak cengkih, pelangsing aromaterapi,
Syzygium aromaticum

SUMMARY
FAHMI HASIM. The Potency of β-Caryophyllene and Isoeugenol of Essential Oil
of Clove (Syzygium aromaticum) as Slimming Aromatheraphy by In Vivo Assay.
Supervised by IRMANIDA BATUBARA and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Aromatherapy can be defined as an alternative therapy method using volatile
materials derived from plants, such as essential oil and other aromatic compounds.
Aromatherapy can be one solutions replacing the synthetic drugs to overcome the
obesity. Efforts to overcome obesity is necessary because it can cause many
degenerative diseases, such as hypercholesterolemia, atherosclerosis, diabetes, high
blood pressure and coronary heart disease. One of Indonesian herbal plants
containing essential oil is clove (Syzygium aromaticum). Clove contain essential oil
which consists of eugenol and β-caryophyllene and other compounds which used
make perfume. The objectives of this research are to isolate β-caryophyllene, to
obtain isoeugenol through isomerization reaction of eugenol of essential oil of
clove’s leaves, and to analyze its potency as slimming aromatheraphy by in vivo

assay.
Clove oil was extracted using alkaline solution until eugenol and nonpolar
extract were gained. Percent recovery of eugenol and the yield of nonpolar extract
were 83% and 15%, respectively. Analysis of gas chromatography-mass
spectrometry showed that eugenol isolate contained eugenol with the concentration
of 85%, while the nonpolar extract contained 35% of β-caryophyllene. Isolation of
β-caryophyllene using thin layer chromatography (PTLC) resulted in 6 separatedspot. The spot that has similar Rf value with β-caryophyllene standard was collected
and it was at 0.95. Percent recovery obtained was 96% and containing concentration
compound as 83%. Meanwhile, the isomerization products was obtained as mixture
of eugenol, cis-isoeugenol and trans-isoeugenol with a retention time of 10.62
minutes and percent of area of 96%.
The results of in vivo assays showed that inhalation of isoeugenol with
concentration of 1% for five weeks had a potential for slimming aromatherapy by
decreasing body fat tissues of rats. Blood lipid profile showed a decrease of
triglyceride concentration in the clove oil group and significantly different (p <
0.05) compared to our negative control. In addition, there was a trend of decreasing
body weight for clove oil that was supported by the increase in thermogenesis of
their brown adipose tissues through the activity of sympathetic nerve.
Keywords: clove oil, essential oil, isoeugenol, slimming aromatherapy, Syzygium
aromaticum


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POTENSI SENYAWA β-KARIOFILENA DAN ISOEUGENOL
DARI MINYAK ATSIRI CENGKIH (Syzygium aromaticum)
SEBAGAI PELANGSING AROMATERAPI SECARA IN VIVO

FAHMI HASIM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Zainal Alim Mas’ud, DEA

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah pelangsing aromaterapi, dengan judul Potensi
Senyawa β-Kariofilena dan Isoeugenol dari Minyak Atsiri Cengkih (Syzygium
aromaticum) sebagai Pelangsing Aromaterapi secara In Vivo.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara, MSi
selaku pembimbing pertama dan Dr dr Irma H Suparto, MS selaku pembimbing
kedua yang senantiasa memberikan arahan, dorongan semangat, dan doa kepada
penulis selama melaksanakan penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Ucapan

terima kasih juga penulis ucapkan kepada Baiq Amelia Riyandari dan Rizki
Damayanti yang turut membantu selama penelitian berlangsung. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada staf Kependidikan Laboratorium Kimia Analitik,
yaitu Bapak Eman, Ibu Nunung, Bapak Dede, dan Bapak Kosasih, serta pihak di
Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Institut Pertanian Bogor khususnya di unit kandang hewan percobaan (UKHP),
yaitu drh Aidell dan Bapak Mulyadi. Penelitian ini merupakan bagian dari
Penelitian Kerja Sama Luar Negeri dan Publikasi Internasional yang didanai oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan nomor kontrak 083/SP2H/PL/Dit.Lit
abmas/II/2015 dan 489/IT3.11/LT/2015.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2015
Fahmi Hasim

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Waktu dan Lokasi Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2

3

2 METODE
Alat dan Bahan
Isolasi Eugenol
Penentuan Eluen Terbaik
Isolasi β-Kariofilena dengan KLTP
Reaksi Isomerisasi Eugenol menjadi Isoeugenol
Identifikasi Senyawa dengan GC-MS
Uji In Vivo pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley
Penentuan Bobot Deposit Lemak pada Hewan Uji
Uji Aktivitas Saraf Simpatetik
Analisis Profil Lipid
Uji Statistik

3
3
4
4
4

5
5
5
6
6
7
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Eugenol dan Ekstrak Nonpolar
Penentuan Eluen Terbaik dengan Kromatografi Lapis Tipis
Isolasi β-Kariofilena dengan KLTP
Reaksi Isomerisasi Eugenol menjadi Isoeugenol
Bobot Badan, Pakan, Feses dan Urin, serta Lemak Tubuh Terhadap Efek
Inhalasi
Analisis Profil Lipid

8
8
10

11
13
14
18

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20
21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1 Komposisi senyawa di dalam minyak cengkih, eugenol, ekstrak
nonpolar, dan β-kariofilena
2 Posisi sinyal-sinyal 1H-NMR isoeugenol dalam pelarut CD3OD
3 Rerata bobot badan tikus pada akhir masa adaptasi dan masa perlakuan
4 Rerata konsumsi pakan dan ekskresi feses dan urin pada akhir masa
adaptasi dan masa perlakuan
5 Rerata kadar kolesterol total pada akhir masa adaptasi dan perlakuan
6 Rerata kadar HDL-c pada akhir masa perlakuan
7 Rerata kadar trigliserida pada akhir masa adaptasi dan perlakuan

10
14
15
16
19
19
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Diagram alir penelitian
Beberapa senyawa yang terkandung di dalam minyak daun cengkih
Mekanisme reaksi isolasi eugenol
Sampel, (i) minyak atsiri daun cengkih, (ii) isolat eugenol, dan (iii)
ekstrak nonpolar
Kromatogram lapis tipis ekstrak nonpolar dengan eluen campuran nheksana dan etil asetat
Hasil pemisahan β-kariofilena dengan KLTP pada ʎ = 254 nm
Kromatogram GC-MS isolat β-kariofilena
Mekanisme reaksi isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol
Persen rerata perubahan bobot badan tikus setiap minggu selama masa
perlakuan
Persentase deposit lemak/bobot badan pada akhir perlakuan
Efek aroma minyak cengkih terhadap aktivitas saraf simpatetik

3
9
9
10
11
12
12
13
15
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Komposisi pakan yang diberikan kepada hewan uji
Kelompok perlakuan pada hewan uji
Penentuan bobot jenis minyak cengkih
Persen perolehan kembali isolat eugenol
Kromatogram GC-MS, (a) minyak atsiri daun cengkih, (b) isolat
eugenol, dan (c) ekstrak nonpolar
6 Rendemen pemisahan ekastrak nonpolar
7 Persen perolehan kembali isolat β-kariofilena
8 Kromatogram GC (a) dan spektrum 1H-NMR (b) produk isomerisasi

25
26
27
27
28
29
29
30

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu masalah kesehatan global yang paling serius dan telah mencapai
status epidemik ialah obesitas. Pada tahun 2008, WHO (2014) melaporkan bahwa
lebih dari 200 miliar pria dan 300 miliar wanita menderita obesitas. Kegemukan
dan obesitas akan meningkatkan risiko kematian dan terkena berbagai penyakit.
Sekitar 3.4 juta orang dewasa meninggal setiap tahun akibat menderita obesitas,
sedangkan sisanya mengalami berbagai penyakit, di antaranya 44% menderita
diabetes, 23% mengalami penyakit jantung iskemik, dan 7-41% mengalami kanker
(WHO 2014). Giannessi et al. (2008) menyatakan bahwa penyakit degeneratif yang
dapat ditimbulkan oleh obesitas, antara lain hiperkolesterol, penyempitan pembuluh
darah, diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung koroner.
Berbagai cara telah dikembangkan untuk mengatasi masalah obesitas, salah
satunya dengan menggunakan obat pelangsing, seperti sibutarmin dan orlistat.
Sibutarmin merupakan obat antiobesitas yang bekerja dengan cara menekan nafsu
makan dan meningkatkan aktivitas termogenesis. Hal ini dilakukan dengan cara
menghambat penggunaan kembali norepinefrina dan serotonin di dalam sistem
saraf pusat (Li dan Cheung 2009). Sementara itu, orlistat juga merupakan obat
antiobesitas yang bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim lipase dalam
menghidrolisis lemak (Lewis dan Liu 2012). Kedua jenis obat tersebut tergolong
dalam obat sintetik dengan beberapa efek samping. Li dan Cheung (2011)
melaporkan bahwa sibutarmin dapat meningkatkan risiko terkena penyakit
kardiovaskular. Sementara itu, orlistat juga diketahui dapat menyebabkan diare,
dispepsia, flatulens, dan perut kembung (Snow et al. 2005). Oleh karena itu,
pengembangan metode terapi antiobesitas yang tidak menggunakan obat sintetik
menjadi ranah penelitian yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, seperti metode
aromaterapi.
Aromaterapi didefinisikan sebagai suatu metode terapi alternatif
menggunakan bahan mudah menguap yang berasal dari tanaman, seperti minyak
atsiri dan senyawa aromatik lainnya (Shah et al. 2011). Mekanisme aromaterapi
dalam menurunkan bobot badan telah dilaporkan berkaitan dalam memengaruhi
sistem saraf simpatetik yang berada di hipotalamus (Shimazu 1981; Diego et al.
1998). Sebelumnya, kajian mengenai minyak atsiri dalam memengaruhi bobot
badan telah beberapa kali dilakukan. Minyak atsiri jeruk dilaporkan dapat
menstimulasi saraf simpatetik dan mengendalikan jaringan adiposa putih dan
cokelat (Niijima dan Nagai 2003; Shen et al. 2005a). Selain itu, minyak jeruk juga
teramati dapat menghambat saraf parasimpatetik lambung, meningkatkan lipolisis,
dan suhu tubuh, serta menekan nafsu makan hewan uji sehingga berdampak pada
menurunnya bobot badan (Shen et al. 2005a; Farouk et al. 2012). Hasil sebaliknya
diperoleh dari minyak lavender (Shen et al. 2005b) dan minyak lempuyang gajah
(Batubara et al. 2013) yang dapat menaikkan bobot badan hewan uji dengan cara
menekan aktivitas saraf simpatetik dan menekan aktivitas lipolisis.
Salah satu tanaman herbal Indonesia yang mengandung minyak atsiri ialah
cengkih (Syzygium aromaticum). Cengkih telah dilaporkan memiliki beberapa
aktivitas hayati, di antaranya sebagai antifungal (Pinto et al. 2009), antikanker

2
(Aisha et al. 2012), antibakteri (Saeed et al. 2013), dan antioksidan (Ivanovica et
al. 2013). Minyak cengkih mengandung komponen utama berupa eugenol dan βkariofilena (Jirovetz et al. 2006). Eugenol merupakan bahan utama yang biasa
digunakan untuk memeroleh isoeugenol. Isoeugeol diketahui berpotensi sebagai
antiinflamasi (Li et al. 2006), antioksidan (Kadoma et al. 2007; Bortolomeazzi et
al. 2010; Findik et al. 2011), dan antiarthritis (Kaur dan Sultana 2012). Selain itu,
isoeugenol juga merupakan senyawa alami yang biasa digunakan sebagai bahan
baku parfum. Akunna et al. (2011) melaporkan bahwa aroma dari parfum dapat
menurunkan bobot badan. Sementara itu, β-kariofilena memiliki potensi sebagai
antiinflamasi (Fernandes et al. 2007) dan antibakteri (Huang et al. 2011).
Hasim (2014) melaporkan bahwa hasil uji aktivitas pelangsing aromaterapi
secara in vivo dari minyak cengkih dan ekstrak nonpolarnya menunjukkan
kecenderungan respons penurunan bobot badan yang lebih rendah dibandingkan
dengan kontrol negatif, sedangkan inhalasi eugenol memperlihatkan hasil yang
sebaliknya. Hasil ini mengindikasikan bahwa senyawa β-kariofilena yang terdapat
di dalam minyak cengkih dan ekstrak nonpolarlah yang berpotensi sebagai
pelangsing aromaterapi atau bisa juga campuran dari beberapa senyawa, yakni
eugenol, β-kariofilena, α-humulena, dan kariofilena oksida pada minyak cengkih
yang memiliki aktivitas sinergis dalam menurunkan bobot badan. Potensi βkariofilena dan isoeugenol sebagai pelangsing aromaterapi belum pernah
dilaporkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan
memisahkan β-kariofilena yang terkandung dalam minyak atsiri daun cengkih,
mengubah eugenol menjadi isoeugenol, serta menganalisis potensi dari minyak
cengkih, β-kariofilena, dan isoeugenol sebagai pelangsing aromaterapi secara in
vivo.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan mengisolasi β-kariofilena dan mendapatkan isoeugenol
melalui reaksi isomerisasi eugenol dari minyak atsiri daun cengkih, serta
menganalisis potensi dari minyak cengkih, β-kariofilena, dan isoeugenol sebagai
pelangsing aromaterapi secara in vivo.

Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah β-kariofilena dari minyak atsiri daun cengkih
dan senyawa turunan eugenol, yakni isoeugenol memiliki aktivitas sebagai
pelangsing aromaterapi.

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014Juli 2015 di Laboratorium
Kimia Analitik Departemen Kimia, Kampus IPB Dramaga dan Pusat Studi
Biofarmaka, Bogor.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan mengikuti diagram alir pada Gambar 1
yang meliputi pemisahan eugenol dan ekstrak nonpolar dari minyak atsiri daun
cengkih, isolasi β-kariofilena menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif
(KLTP), reaksi isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol, dan analisis komponen
yang diperoleh menggunakan gas chromatograph-mass spectrometer (GC-MS).
Selanjutnya, sampel minyak atsiri kasar, β-kariofilena, dan isoeugenol diuji
aktivitas pelangsing aromaterapinya secara in vivo selama 5 minggu terhadap
hewan uji yang telah melewati masa adaptasi selama 2 minggu. Bobot pakan tiap
kelompok hewan uji ditimbang setiap hari. Sementara itu, bobot badan dan bobot
feses-urin setiap kelompok ditimbang setiap minggu. Pada minggu ke-5 setelah
masa perlakuan, lemak hewan uji dikeluarkan dan ditimbang bobotnya. Selain itu,
serum darah dari setiap hewan uji dikoleksi dan dianalisis profil lipidnya. Semua
perlakuan terhadap hewan uji pada penelitian ini dilakukan dengan memerhatikan
aspek kesejahteraan hewan dan mengikuti pedoman etik dalam penggunaan hewan
laboratorium, serta telah disetujui oleh Komisi Etik Hewan IPB (No.04.2013 IPB).

Minyak atsiri daun cengkeh
Ekstraksi cair-cair

Eugenol

Ekstrak nonpolar

Reaksi isomerisasi

Fraksionasi
β-Kariofilena

Isoeugenol

Uji in vivo

Penentuan komposisi
senyawa dengan GC-MS

Gambar 1 Diagram alir penelitian

2 METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, neraca analitik, labu leher
dua, kondensor refluks, termometer, pengaduk magnet, instrument GC-MS
(Shimadzu-QP-5050A), instrument NMR (JEOL ECA-500), dan kandang hewan
uji yang dilengkapi tabung inhalator. Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak
atsiri cengkih yang berasal dari CV M & H Farm, standar β-kariofilena (TCI, Tokyo,

4
Jepang), standar isoeugenol (NT, Kyoto, Jepang), pelat aluminium jenis silika gel
G60F254 dari Merck, KLTP, propiltiourasil (PTU), dan pereaksi profil lipid dari
Biolabo Reagent. Hewan uji berupa tikus putih jantan galur Sprague Dawley
diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka IPB yang diberi pakan standar atau pakan
tinggi kolesterol (Lampiran 1).

Isolasi Eugenol (Fitri dan Kawira 2006)
Sebelumnya, minyak cengkih yang diperoleh dianalisis sifat fisiknya berupa
penentuan bobot jenis. Selanjutnya, minyak cengkih ditambahkan larutan NaOH
4% dengan nisbah 1:5 dan dikocok dengan kecepatan 100 rpm selama 3 jam
kemudian didiamkan selama 19 jam. Selanjutnya, campuran dipisahkan dengan
corong pisah sehingga diperoleh lapisan eugenol yang larut dalam NaOH dan
ekstrak nonpolar. Kemudian, lapisan eugenol dipindahkan ke dalam corong pisah
dan diekstraksi dengan n-heksana teknis 3 kali dengan nisbah volume fase air dan
n-heksana sebesar 1:1, 1:1/2, dan 1:1/2. Lapisan eugenol yang tidak larut dalam nheksana dipisahkan, kemudian ditambahkan HCl 3% dengan nisbah 1:2, lalu
didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya, lapisan eugenol dipisahkan dengan corong
pisah dan dicuci dengan akuades, lalu ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring.

Penentuan Eluen Terbaik (Sanchez-Munoz et al. 2012)
Pelat kromatografi lapis tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium
jenis silika gel G60F254 dari Merck dengan ukuran lebar 1 cm dan panjang 10 cm.
Ekstrak nonpolar yang diperoleh dari hasil pemisahan ditotolkan pada pelat KLT
sebanyak 20 kali totolan. Setelah kering, langsung dielusi dalam bejana
kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Proses elusi
dilakukan menggunakan eluen campuran n-heksana dan etil asetat dengan variasi
konsentrasi. Konsentrasi n-heksana dan etil asetat awal yang digunakan ialah 9:1
yang mengacu pada penelitian yang telah dilaporkan oleh Fernandes et al. (2007)
dan Sanchez-Munoz et al. (2012) mengenai pemisahan β-kariofilena. Selanjutnya,
variasi konsentrasi sebesar 6:1, 3:1, 19:1, dan 39:1 digunakan sebagai pembanding.
Spot yang dihasilkan dari proses elusi masing-masing eluen diamati di bawah
lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Selain itu, spot yang
dihasilkan juga direaksikan dengan pereaksi semprot anisaldehida-H2SO4. Eluen
yang menghasilkan spot terpisah dan terbanyak dipilih sebagai eluen terbaik.
Isolasi β-Kariofilena dengan KLTP
Setelah diperoleh eluen terbaik, β-kariofilena yang diduga terdapat di dalam
ekstrak nonpolar dipisahkan dengan KLTP. Eluen yang digunakan berupa eluen
terbaik, yakni n-heksana dan etil asetat (19:1). Spot dengan nilai Rf yang sama
dengan Rf standar β-kariofilena dikeruk dan dilarutkan dengan n-heksana.
Campuran ini kemudian disentrifugasi. Pelarut yang di dalamnya sudah terdapat
senyawa β-kariofilena kemudian dipekatkan.

5
Reaksi Isomerisasi Eugenol menjadi Isoeugenol (Salmoria et al. 1997)
Reaksi isomerisasi dilakukan dengan menggunakan labu leher dua yang
dilengkapi dengan kondensor refluks, termometer, dan pengaduk magnet. Sebanyak
30 mL larutan KOH 4 M dalam n-butanol ditambahkan 4 g eugenol hasil pemisahan,
kemudian campuran tersebut diaduk dan dipanaskan pada suhu 143 oC selama 2
jam. Setelah waktu reaksi tercapai, larutan didiamkan hingga suhunya turun, lalu
dipekatkan dan disimpan di dalam refrigerator. Produk isomerisasi diuji kualitatif
menggunakan KLT dan profil kromatografinya dibandingkan dengan standar
isoeugenol. Setelah diperoleh profil kromatografi yang sesuai dengan profil
kromatografi dari standar isoeugenol, kemudian produk isoeugenol dikarakterisasi
lebih lanjut menggunakan instrumen GC-MS dan 1H-NMR (JEOL ECA-500,
pelarut CD3OD).

Identifikasi Senyawa dengan GC-MS
β-Kariofilena hasil isolasi dan isoeugenol hasil reaksi isomerisasi dianalisis
menggunakan GC-MS (Shimadzu-QP-5050A). Kolom: HP-5 MS, 60 m x 250 µm
diameter internal x 0.25 μm ketebalan film. Suhu terprogram: dari 70 °C sampai
290 °C (selama 40 menit) dengan kenaikan suhu sebesar 15 °C/menit. Suhu injektor
dan lubang injektor sama, yaitu 290 °C. Suhu detektor: 250 °C. Mode injeksi: split
(50:1). Tekanan inlet: 18.03 psi. Gas pembawa berupa helium dengan laju alir 1
mL/menit. Spektrometer massa (SM) yang digunakan ialah energi ionisasi 70 eV,
dengan mode ionisasinya adalah ionisasi tumbukan elektron. Suhu SM: 250 °C,
suhu kuadrupol SM: 150 °C, dan suhu antarmuka: 290 °C. Area deteksinya ialah
40800 m/z. Setiap puncak yang muncul dalam kromatogram ion total
diidentifikasi dengan menganalisis hasil spektrum massa yang terdapat pada library
index MS.

Uji In Vivo pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley (Modifikasi
Batubara et al. 2013)
a. Masa Adaptasi
Penelitian menggunakan tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang sehat,
berumur ±2 bulan dengan bobot badan 250260 g dan berjumlah 24 ekor. Setiap 3
ekor tikus ditempatkan dalam satu kandang dengan ukuran 20 × 20 × 30 cm3. Proses
adaptasi kondisi fisiologis, nutrisi, dan lingkungan tikus tersebut dilakukan selama
2 minggu. Minggu pertama masa adaptasi, semua kelompok tikus diberi pakan
standar dengan dosis 25 g/ekor/hari (Hau dan Hoosier 2003) dan diberi air mineral
secara ad libitum. Pada minggu ke-2 masa adaptasi, semua kelompok tikus
diberikan pakan tinggi kolesterol (TK). Pemberian PTU pada pakan kolesterol
merupakan bentuk modifikasi dari metode Batubara et al. (2013). Masa adaptasi
dilakukan dengan tujuan mengenalkan lingkungan baru bagi tikus yang digunakan
sebagai hewan uji.

6
b. Masa Perlakuan Aromaterapi
Uji inhalasi minyak cengkih, β-kariofilena, dan isoeugenol secara in vivo
yang dilakukan pada penelitian ini didasarkan pada metode Batubara et al. (2013).
Standar β-kariofilena (TCI, Tokyo, Jepang) dan standar isoeugenol (NT, Kyoto,
Jepang) digunakan pada uji inhalasi ini untuk memastikan bahwa hewan uji hanya
menerima efek dari aroma molekul tersebut dan meminimalisir adanya efek dari
senyawa lain. Tikus-tikus tersebut dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu
kelompok I, II, III, dan IV (Lampiran 2). Masing-masing kelompok tersebut terdiri
atas 6 ekor tikus. Selama masa perlakuan, semua kelompok tikus tetap diberikan
pakan tinggi kolesterol dengan dosis 25 g/ekor/hari dan diberi air mineral secara ad
libitum, akan tetapi pada tiap kelompok diberikan perlakuan yang berbeda.
Kelompok I dijadikan kontrol negatif tanpa perlakuan inhalasi, kelompok II
diinhalasi minyak cengkih, kelompok III diinhalasi standar β-kariofilena, dan
kelompok IV diinhalasi standar isoeugenol. Perlakuan yang berbeda ini dilakukan
selama 5 minggu. Bobot badan setiap tikus dari semua kelompok ditimbang setiap
satu minggu sekali. Sisa bobot pakan yang dikonsumsi ditimbang setiap hari. Bobot
feses dan urin ditimbang setiap minggu.

Penentuan Bobot Deposit Lemak pada Hewan Uji (Batubara et al. 2013)
Pada minggu ke-5 setelah masa perlakuan, setiap tikus dari setiap kelompok
perlakuan, yaitu kelompok I-IV dipuasakan selama 12 jam. Tikus disedasi
(pembiusan) dengan cara menyuntikkan ketamin (80 mg/kg bobot badan) dan
xilazin (10 mg/kg bobot badan). Setelah tikus tidak sadarkan diri kemudian darah
diambil sebanyak-banyaknya dari jantung (exsanguinous). Lemak pada bagian
perut kanan dan kiri, serta sekitar testis kanan dan kiri dikumpulkan. Selanjutnya,
bobot deposit lemak tersebut ditimbang.

Uji Aktivitas Saraf Simpatetik (Batubara et al. 2013)
Tikus putih jantan galur Wistar, berumur ±12 minggu dengan bobot badan
260−280 g digunakan setelah diadaptasi terhadap lingkungan selama 1 minggu.
Sebelum dibedah, tikus dibius terlebih dahulu dengan uretan (1 g uretan/1 kg bobot
badan). Irisan kecil dibuat di atas tulang belikat untuk memisahkan jaringan adiposa
cokelat dari otot. Salah satu cabang saraf itu dibedah dan diisolasi. Saraf terisolasi
ditempatkan pada sepasang elektroda kawat perak. Sinyal asli yang dihasilkan oleh
elektroda, diperkuat dan disaring menggunakan Bioelectric Amplified ER-1. Sinyal
yang telah diperkuat kemudian dikonversi menjadi sinyal digital oleh Power Lab
(AD Instruments, Colorado, USA). Garis dasar aktivitas saraf simpatetik jaringan
adiposa cokelat dijaga konstan selama 30 menit sebelum dilakukan stimulasi
penciuman dengan minyak cengkih. Minyak cengkih yang digunakan diencerkan
100 kali dengan akuades lalu diratakan di atas kertas saring. Hidung tikus
ditempatkan di dalam gelas kertas yang berisi sampel selama 60 menit. Kertas
saring yang berisi sampel diganti dengan yang baru setiap 10 menit. Terakhir, sinyal
yang terukur dikonversi menjadi spike histogram.

7
Analisis Profil Lipid (Biolabo 2011)
Profil lipid dari serum darah setiap tikus pada penelitian ini dianalisis sesuai
dengan protokol kerja dari perusahaan Biolabo SA dengan mengunakan 1/5 dari
resep. Pengujian ini dilakukan pada plat dengan 96 sumur. Analisis profil lipid
dilakukan pada masa adaptasi sebagai baseline diambil dari vena ekor dan akhir
masa perlakuan melalui jantung. Profil lipid yang diukur antara lain kadar
kolesterol total, HDL-c, dan trigliserida. Selanjutnya, sampel darah tersebut
disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit kemudian bagian cairan
jernih yang merupakan serum darah diambil dan disimpan pada suhu 4 oC untuk
dianalisis pada tahap selanjutnya.

a. Pengukuran Kadar Kolesterol Total
Serum darah dipipet sebanyak 2 μL dan dimasukkan ke dalam sumur. Setelah
itu, sebanyak 200 μL larutan pereaksi kolesterol dipipet ke dalam sumur yang sama.
Campuran tersebut didiamkan selama 10 menit pada suhu ruang, kemudian
serapannya diukur pada panjang gelombang 505 nm terhadap blangko. Pada
blangko digunakan air bebas ion sebagai pengganti serum darah. Sementara itu
pada pengukuran serapan standar, serum darah diganti dengan standar kolesterol.
Kadar kolesterol total dihitung dengan persamaan berikut:

Keterangan
C
A
Cstandar

�=

� � �
�
� � �





:
: Kadar kolesterol (mg/dL)
: Serapan
: Kadar kolesterol standar (200 mg/dL)

b. Pengukuran Kadar HDL-c
Sebanyak 500 μL serum darah dipipet ke dalam tabung sentrifuga, lalu
ditambahkan 50 μL larutan pengendap dan didiamkan selama 10 menit pada suhu
ruang. Setelah itu, campuran disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 15
menit. Larutan supernatan yang terbentuk, diambil sebanyak 5 μL dan dimasukkan
ke dalam sumur. Setelah itu, sebanyak 200 μL larutan pereaksi kolesterol dipipet
ke dalam sumur yang sama. Campuran tersebut didiamkan selama 10 menit pada
suhu ruang, kemudian serapannya diukur pada panjang gelombang 505 nm terhadap
blangko. Pada blangko digunakan air bebas ion sebagai pengganti cairan supernatan.
Sementara itu pada pengukuran serapan standar, cairan supernatan diganti dengan
standar kolesterol. Kadar HDL-c dihitung dengan persamaan berikut:

Keterangan
C
A

�=

� � �
�
� � �

:
: Kadar HDL-c (mg/dL)
: Serapan





8
Cstandar : Kadar kolesterol standar (175 mg/dL)

c. Pengukuran Kadar Trigliserida
Serum darah dipipet sebanyak 2 μL dan dimasukkan ke dalam sumur.
Setelah itu, sebanyak 200 μL larutan pereaksi trigliserida dipipet ke dalam sumur
yang sama. Campuran tersebut didiamkan selama 10 menit pada suhu ruang,
kemudian serapannya diukur pada panjang gelombang 505 nm terhadap blangko.
Pada blangko digunakan air bebas ion sebagai pengganti serum darah. Sementara
itu pada pengukuran serapan standar, serum darah diganti dengan standar
trigliserida. Kadar trigliserida dihitung dengan persamaan berikut:

Keterangan
C
A
Cstandar

�=

� � �
�
� � �





:
: Kadar trigliserida (mg/dL)
: Serapan
: Kadar trigliserida standar (200 mg/dL)

Uji Statistik (Batubara et al. 2013)
Data bobot badan, bobot deposit lemak, dan profil lipid hewan uji yang
diperoleh dianalisis dengan metode rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dan
ANOVA (Analysis of Variance) pada taraf kepercayaan 95% (taraf α 0.05)
dilanjutkan dengan Duncan’s multiple range test menggunakan SPSS 20.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Eugenol dan Ekstrak Nonpolar
Minyak atsiri cengkih komersial yang digunakan pada penelitian ini berwarna
kuning dengan bobot jenis pada suhu 20 °C sebesar 1.0312 g/mL (Lampiran 3).
Hasil ini sesuai dengan persyaratan mutu BSN (2006) mengenai minyak daun
cengkih, yakni berwarna kuning-cokelat tua dan memiliki bobot jenis pada suhu
20 °C sebesar 1.02501.0490 g/mL. Eugenol merupakan komponen terbesar yang
terdapat di dalam minyak daun cengkih (Jirovetz et al. 2006; Jayanudin 2011; Arifin
et al. 2015). Hal ini terbukti berdasarkan hasil analisis GC-MS yang
memperlihatkan bahwa kadar eugenol yang terdapat di dalam minyak daun cengkih
sebesar 58.56%. Sementara itu, senyawa dominan kedua yang terdapat di minyak
ini ialah β-kariofilena sebesar 21.37%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Jirovetz et al. (2006) yang melaporkan bahwa minyak atsiri daun
cengkih mengandung eugenol (76.80%), β-kariofilena (17.40%), α-humulena
(2.10%), dan eugenil asetat (1.20%). Arifin et al. (2015) juga mengidentifikasi
bahwa minyak cengkih mengandung eugenol (61.23%), β-kariofilena (18.75%),

9
dan α-humulena (3.63%). Beberapa struktur senyawa yang terdapat di dalam
minyak daun cengkih disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Beberapa senyawa yang terkandung di dalam minyak daun cengkih
Metode ekstraksi dengan basa NaOH 4% digunakan untuk mengisolasi
eugenol yang terdapat di dalam minyak cengkih. Metode ini memanfaatkan sifat
asam lemah yang dimiliki oleh gugus fenol (pKa = 10.3) yang terdapat pada eugenol
sehingga gugus OH pada fenol ini akan bereaksi dengan basa membentuk Naeugenolat yang larut dalam NaOH 4%. Sementara itu lapisan non-fenol, yakni
berupa komponen yang bersifat nonpolar tidak akan larut dalam NaOH 4%
sehingga dapat dipisahkan menggunakan corong pisah. Reaksi ini bersifat eksoterm.
Pengadukan dengan kecepatan 100 rpm bertujuan mempercepat laju reaksi yang
terjadi akibat peningkatan energi kinetik molekul dan jumah tumbukan
antarmolekul. Selanjutnya, lapisan fenol yang di dalamnya terdapat Na-eugenolat
diekstraksi cair-cair dengan n-heksana dengan tujuan menghilangkan komponenkomponen lain yang bersifat nonpolar yang mungkin terbawa saat pemisahan
berlangsung. Lapisan fenol tersebut kemudian direaksikan dengan HCl 3% dengan
maksud untuk menetralkan garam berupa Na-eugenolat ke bentuk awalnya. Dua
lapisan yang terbentuk, yakni lapisan fenol dan lapisan NaCl kemudian dipisahkan
menggunakan corong pisah. Lapisan fenol yang di dalamnya terdapat eugenol
dicuci dengan akuades untuk menghilangkan sisa asam yang ada dan ditambahkan
Na2SO4 anhidrat untuk menjerap sisa air yang terdapat di lapisan tersebut.
Mekanisme reaksi isolasi eugenol ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Mekanisme reaksi isolasi eugenol

10
Isolasi eugenol ini menghasilkan persen perolehan kembali sebesar 82.62%
(b/b) (Lampiran 4), dengan kadar 84.82%. Hasil ini menunjukkan bahwa telah
terjadi peningkatan kadar eugenol sebesar 44.84%. Kadar eugenol yang diperoleh
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Arifin et al. (2015),
yakni sebesar 83.23%. Pada kromatogram isolat eugenol (Lampiran 5) juga tidak
menunjukkan lagi adanya senyawa β-kariofilena, α-humulena, dan kariofilena
oksida yang awalnya teridentifikasi pada minyak atsiri daun cengkih. Hasil isolasi
eugenol ini dapat dilihat pada Gambar 4. Selanjutnya, isolat eugenol ini akan
digunakan sebagai bahan baku untuk memperoleh isoeugenol.

i

ii

iii

Gambar 4 Sampel, (i) minyak atsiri daun cengkih, (ii) isolat eugenol, dan (iii)
ekstrak nonpolar
Sementara itu, ekstrak nonpolar yang merupakan hasil samping dari reaksi
isolasi eugenol juga dikoleksi dan dianalisis menggunakan instrumen GC-MS.
Rendemen ekstrak nonpolar yang diperoleh sebesar 15.03% (Lampiran 6). Hasil
analisis GC-MS ini menunjukkan telah terjadi peningkatan konsentrasi senyawa
yang bersifat nonpolar, seperti α-kopaena, β-kariofilena, α-humulena, dan
kariofilena oksida (Tabel 1). Pada ekstrak nonpolar ini, eugenol masih dapat
ditemukan akan tetapi konsentrasinya sudah menurun drastis menjadi 12.20%
Tabel 1 Komposisi senyawa di dalam minyak cengkih, isolat eugenol, ekstrak
nonpolar, dan isolat β-kariofilena
Golongan

Nama
senyawa

Fenilpropanoid Eugenol
Seskuiterpena α-Kopaena
β-Kariofilena
α-Humulena
δ-Kadinena
Seskuiterpena Kariofilena
alkohol
oksida

Persentase (%)
Minyak Isolat
Ekstrak
Isolat βcengkih eugenol nonpolar kariofilena
58.56
84.82
12.20
0.98
4.57
0.85
21.37
35.10
82.56
5.57
11.79
12.12
1.05
2.94

-

6.66

0.31

Penentuan Eluen Terbaik dengan Kromatografi Lapis Tipis
Penentuan eluen terbaik dilakukan dengan membuat variasi konsentrasi
menggunakan eluen campuran berupa n-heksana dan etil asetat. Hal tersebut
mengacu pada penelitian yang telah dilaporkan oleh Fernandes et al. (2007) dan

11
Sanchez-Munoz et al. (2012) mengenai pemisahan β-kariofilena yang berhasil
dilakukan dengan menggunakan eluen campuran n-heksana dan etil asetat dengan
perbandingan 9:1. Ketika digunakan eluen campuran dengan perbandingan 9:1,
terbentuk 4 spot dengan spot berwarna ungu yang diduga merupakan senyawa βkariofilena (Stahl 1969) terletak sangat berdekatan dengan spot berwarna biru
(Gambar 5i). Selain itu, profil kromatografi yang terbentuk juga kurang baik karena
adanya spot yang berekor. Oleh karena itu, konsentrasi dari eluen campuran ini
divariasikan hingga diperoleh pola pemisahan yang lebih baik.

i

ii

iii

iv

v

Gambar 5 Kromatogram lapis tipis ekstrak nonpolar dengan eluen campuran nheksana dan etil asetat dengan perbandingan (kiri ke kanan), (i) 9:1, (ii)
6:1, (iii) 3:1, (iv) 19:1, dan (v) 39:1, dideteksi dengan pereaksi semprot
anisaldehida-H2SO4
Berdasarkan profil kromatografi yang terbentuk, ketika konsentrasi etil asetat
ditingkatkan dari 10.00% (Gambar 5i) menjadi 14.29% (Gambar 5ii) dan 25.00%
(Gambar 5iii) terjadi penumpukan spot di bagian atas KLT. Hal ini disebabkan oleh
kemiripan sifat kepolaran senyawa-senyawa yang terdapat di dalam ekstrak
nonpolar dengan kepolaran dari etil asetat. Selanjutnya, penurunan konsentrasi etil
asetat dilakukan, yakni menjadi 5.00% (Gambar 5iv) dan 2.50% (Gambar 5v).
Hasilnya menunjukkan pola pemisahan yang lebih baik dibandingkan dengan eluen
9:1. Eluen dengan perbandingan 19:1 dan 39:1 ini masing-masing menghasilkan 6
dan 5 spot terpisah. Skoog et al. (2004) menyatakan bahwa eluen yang dapat
menghasilkan jumlah spot terbanyak dan terpisah disebut eluen terbaik sehingga
eluen dengan perbandingan 19:1 dipilih sebagai eluen terbaik dan akan digunakan
untuk memisahkan β-kariofilena.
Isolasi β-Kariofilena dengan KLTP
Isolasi β-kariofilena dilakukan dengan menggunakan KLT preparatif. Eluen
yang digunakan merupakan eluen terbaik, yakni campuran n-heksana dan etil asetat
dengan perbandingan 19:1. Isolasi ini menghasilkan 6 spot terpisah. Spot dengan
nilai Rf 0.95 dikoleksi karena memiliki nilai Rf yang sama dengan Rf standar βkariofilena, yakni 0.95. Spot dengan nilai Rf 0.95 yang diduga merupakan β-

12
kariofilena (Gambar 6i) diidentifikasi secara kualitatif menggunakan KLT, serta
dibandingkan dengan pola KLT dari standar β-kariofilena. Hasil identifikasi
menggunakan KLT menunjukkan bahwa isolat β-kariofilena dan standar βkariofilena masing-masing menghasilkan spot tunggal dengan nilai Rf yang sama,
yakni 0.95 (Gambar 6ii dan 6iii). Selain itu, keduanya juga menghasilkan spot
dengan warna yang sama, yakni ungu ketika disemprot dengan pereaksi
anisaldehida-H2SO4. Hal ini mengindikasikan bahwa pemisahan β-kariofilena dari
ekstrak nonpolar telah berhasil dilakukan yang selanjutnya akan dikonfirmasi lebih
lanjut menggunakan instrumen GC-MS. Persen perolehan kembali isolat βkariofilena yang didapatkan sebesar 96.09% (Lampiran 7).
Spot dugaan
β-kariofilena

i

ii

iii

Gambar 6 Hasil pemisahan β-kariofilena dengan KLTP pada ʎ = 254 nm (i), isolat
β-kariofilena (ii), dan standar β-kariofilena (iii) dengan pereaksi
semprot anisaldehida-H2SO4
Berdasarkan kromatogram GC-MS pada Gambar 7, kadar β-kariofilena yang
semula hanya 35.10% telah jauh meningkat menjadi 82.56%, akan tetapi masih
ditemukan senyawa α-humulena (12.12%) pada hasil isolasi ini (Tabel 1). Kedua
Intensitas

β-kariofilena

α-humulena
α-kopaena

δ-kadinena

eugenol

kariofilena oksida

Waktu retensi (menit)

Gambar 7 Kromatogram GC-MS isolat β-kariofilena

13
senyawa ini merupakan senyawa isomer sehingga memiliki sifat kepolaran yang
tidak jauh berbeda. Hal ini menyebabkan β-kariofilena tidak dapat terpisah dengan
baik dari α-humulena pada proses KLTP.
Reaksi Isomerisasi Eugenol menjadi Isoeugenol
Reaksi isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol dilakukan dalam sistem
homogen dengan katalis KOH. KOH merupakan basa Lewis sehingga dapat
mendonorkan pasangan elektron bebasnya (PEB) ke atom H-hidroksi pada molekul
eugenol membentuk ion eugenolat (i). Ion eugenolat cukup stabil karena memiliki
efek resonans antara gugus O− pada gugus fenil eugenol dengan gugus alil (posisi
para). Adanya efek resonans ini menyebabkan terbentuknya struktur (ii). Struktur
(ii) ini akan menginisiasi terjadinya geseran hidrida [1,3] membentuk struktur (iii).
Terbentuknya rantai konjugasi baru menyebabkan timbulnya efek resonans
sehingga ion isoeugenolat (iv) dapat terbentuk (Gambar 8). Terakhir, ion
isoeugenolat akan berubah menjadi bentuk netralnya (isoeugenol) dengan
mengambil proton yang terdapat di dalam sistem reaksi (Kadarohman dan Muchalal
2003). Pemanasan yang dilakukan pada suhu 143 ºC selama 2 jam bertujuan untuk
meningkatkan laju reaksi. Selain itu, pengadukan juga dilakukan dengan tujuan
meningkatkan jumlah tumbukan antarmolekul dengan cara meningkatkan energi
kinetik molekul yang bereaksi sehingga laju reaksi menjadi lebih cepat.

Gambar 8

Mekanisme reaksi isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol
(Kadarohman dan Muchalal 2003)

14
Kromatogram produk isomerisasi memiliki kadar yang cukup tinggi, yakni
96.16% (Lampiran 8), akan tetapi hasil identifikasi berdasarkan library index MS
menunjukkan bahwa puncak tersebut memiliki persen kemiripan yang sama antara
eugenol dan isoeugenol. Berdasarkan analisis waktu retensi (WR), WR produk
isomerisasi (10.62 menit) berada di antara WR standar eugenol (10.43 menit) dan
WR standar isoeugenol (10.96 menit). Oleh karena itu, produk isoeugenol
dikarakterisasi lebih lanjut menggunakan 1H-NMR (Tabel 2). Hasil analisis
menunjukkan 5 sinyal proton menyerupai spektrum isoeugenol seperti yang
dilaporkan oleh Salmoria et al. (1997). Geseran kimia pada 6.68-6.73 ppm
menunjukkan keberadaan gugus benzena. Sinyal benzena tersebut cenderung
berada di medan atas karena adanya pengaruh sumbangan elektron dari gugus
hidroksil dan metoksi. Proton vinilik memberikan sinyal di daerah 6.60 ppm (C1’)
dan 5.91-5.94 ppm (C2’) dengan pola pembelahan doublet dan multiplet yang
merupakan ciri khas dari isoeugenol. Pada daerah 3.80-3.82 ppm terdapat sinyal
dengan integrasi 3 dengan pola pembelahan singlet yang berasal dari 3 proton
ekuivalen pada gugus metoksi, akan tetapi terdapat 2 sinyal pada geseran kimia ini.
Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan baku eugenol masih terdapat di dalam
produk hasil isomerisasi. Selain itu, isoeugenol juga masih berupa campuran antara
bentuk cis-isoeugenol dan trans-isoeugenol. Hasil ini mendukung data sebelumnya,
yakni WR dari produk isomerisasi yang berada di antara WR standar eugenol dan
WR standar isoeugenol.
Tabel 2 Posisi sinyal-sinyal 1H-NMR isoeugenol dalam pelarut CD3OD
1a

1

6
5
2’

2a

2

3

4

1’

Atom H

δH 500 MHz (ppm)
(multiplisitas, ∑ H)

3’
2a
1a
2’
1’
3;5;6

3.80-3.82 (s, 3H)
5.05 (s, 1H)
5.91-5.94 (m, 1H)
6.60 (d, 1H)
6.68-6.73 (m, 2H)

3’

δH 200 MHz (ppm)
(multiplisitas, ∑ H)
(Salmoria et al. 1997)
1.83 (dd, 3H)
3.82 (s, 3H)
5.56 (s, 1H)
6.03-6.15 (m, 1H)
6.40 (d, 1H)
6.76-6.82 (m, 3H)

Bobot Badan, Pakan, Feses dan Urin, serta Lemak Tubuh Terhadap Efek
Inhalasi
Minyak cengkih, β-kariofilena, dan isoeugenol dianalisis sebagai pelangsing
aromaterapi pada tikus jantan dewasa galur Sprague-Dawley dengan mengamati
perubahan bobot badan selama 5 minggu masa perlakuan inhalasi. Perlakuan
inhalasi sampel yang menyebabkan penurunan bobot badan tertinggi akan dianalisis
lebih lanjut dengan uji aktivitas saraf simpatetik. Sebelum diberi perlakuan inhalasi,
hewan uji diadaptasikan selama 2 minggu. Masa adaptasi ini berfungsi untuk

15
menyesuaikan kondisi fisiologis, nutrisi, dan lingkungan dari hewan uji. Pada
minggu pertama masa adaptasi, semua kelompok tikus diberi pakan standar dan
pada minggu ke-2 masa adaptasi, semua kelompok tikus diberi pakan tinggi
kolesterol (TK). Pakan TK yang diberikan mengandung propiltiourasil (PTU).
Tikus merupakan hewan uji yang memiliki kecepatan metabolisme tubuh yang
tinggi sehingga sulit untuk mengalami obesitas. PTU merupakan salah satu
senyawa yang dapat bertindak sebagai zat antitiroid sehingga dengan penambahan
zat ini diharapkan dapat menghambat proses penggabungan yodium pada residu
tirosil dari tiroglobulin dan juga menghambat penggabungan residu dari yodotirosil
untuk membentuk yodotironin. Hal ini akan berdampak pada menurunan
katabolisme kolesterol LDL dengan cara menurunkan sintesis dan ekspresi reseptor
kolesterol LDL di hati sehingga akan menyebabkan terjadinya peningkatan
konsentrasi kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida darah (Noorrafiqi et al. 2013).
Hasil analisis varians (ANOVA) menunjukkan bahwa bobot badan setiap
kelompok tidak berbeda nyata (p > 0.05) pada akhir masa adaptasi (Tabel 3). Tahap
perlakuan sampel dilakukan selama 5 minggu berupa inhalasi minyak cengkih, βkariofilena, dan isoeugenol dengan kadar 1%. Gambar 9 memperihatkan persen
perubahan bobot badan tikus setiap minggu selama 5 minggu perlakuan inhalasi.
Tabel 3 Rerata bobot badan tikus pada akhir masa adaptasi dan masa perlakuan
Kelompok
Masa adaptasi (g) Masa perlakuan (g)
(I) Tinggi kolesterol (TK)
282 ± 14a
252 ± 25a
(II) TK + minyak cengkih
275 ± 18a
238 ± 13a
a
(III) TK + β-kariofilena
283 ± 18
260 ± 36a
(IV) TK + isoeugenol
282 ± 13a
252 ± 29a
Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji (P >
0.05) (Duncan’s multiple range test)
15,00

Perubahan bobot badan (%)

12,23b
10,00

9,08a
7,97a
7,52a

11,40b
7,92ab
7,31ab
4,45a

5,00

4,47b b
3,49
1,94ab

I
II

0,00

1

2

3
-1,67a

-5,00

4

-0,82b
-1,99ab

5

III
IV

-4,47ab
-7,02a
-8,48a

-10,00

a
a
-10,88-11,04

-13,22a

-15,00

Perlakuan minggu keGambar 9 Persen rerata perubahan bobot badan tikus setiap minggu selama
masa perlakuan, kelompok I (pakan TK), kelompok II (TK + minyak
cengkih), kelompok III (TK + β-kariofilena), dan kelompok IV (TK
+ isoeugenol)

16
Pada minggu pertama perlakuan inhalasi, kelompok I yang merupakan kontrol
negatif mengalami peningkatan bobot badan tertinggi (12.23%) dan berbeda nyata
pada tingkat kepercayaan 95% dibandingkan dengan kelompok II-IV yang diberi
peralakuan inhalasi, serta kelompok II yang diinhalasi minyak cengkih
menunjukkan peningkatan bobot badan terendah, yakni 7.52%. Selama 5 minggu
masa perlakuan, inhalasi minyak cengkih dan isoeugenol menghasilkan persentase
perubahan bobot badan yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol negatif.
Persentase perubahan bobot badan kelompok yang diinhalasikan minyak cengkih
berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% dibandingkan dengan kontrol negatif
hanya sampai minggu ke-3 dari 5 minggu masa perlakuan. Sementara itu,
persentase perubahan bobot badan kelompok yang diinhalasi isoeugenol tidak
berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol negatif, walaupun kelompok ini
memiliki persentase perubahan bobot badan yang lebih rendah. Inhalasi βkariofilena memiliki persentase perubahan bobot badan yang lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol negatif hanya sampai minggu ketiga. Hasil yang telah
dipaparkan di atas berdampak pada bobot badan kelompok perlakuan inhalasi di
akhir masa perlakuan (minggu ke-5) yang tidak berbeda nyata pada tingkat
kepercayaan 95% dibandingkan dengan kontrol negatif, walaupun kelompok yang
diinhalasikan minyak cengkih memiliki bobot badan terendah dibandingkan dengan
kelompok lainnya.
Penurunan bobot badan yang ikut dialami oleh kelompok kontrol negatif
diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan bobot badan tidak berbeda
nyata pada akhir masa perlakuan (Tabel 3). Penurunan ini disebabkan oleh tingkat
konsumsi pakan kelompok kontrol negatif yang menurun sejak minggu ke-2 masa
perlakuan. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa tikus galur Wistar
(Hardiningsih dan Nurhidayat 2006) dan tikus galur Sprague-Dawley (Reman
2013) memiliki tingkat konsumsi pakan kolesterol yang lebih rendah dibandingkan
dengan pakan standar. Beberapa faktor yang memengaruhi tingkat konsumsi pakan
pada hewan uji ialah jenis pakan, lingkungan sekitar, dan hewan itu sendiri
(Parakkasi 1999). Walau demikian, kelompok yang diinhalasikan minyak cengkih
memiliki tingkat konsumsi pakan terendah dibandingkan dengan kelompok lainnya
selama masa perlakuan, yakni 14 g/tikus/hari (Tabel 4). Salah satu faktor inilah
yang menyebabkan tikus yang diinhalasikan minyak cengkih memiliki rerata bobot
badan terendah dibandingkan dengan kelompok lainnya. Tingkat konsumsi pakan
yang cukup rendah menyebabkan jumlah feses dan urin yang diekskresikan
kelompok II menjadi yang terendah, yakni 51 g/tikus/minggu.
Tabel 4 Rerata konsumsi pakan dan ekskresi feses dan urin pada akhir masa
adaptasi dan masa perlakuan

Kelompok
(I)
(II)
(III)
(IV)

Tinggi kolesterol (TK)
TK + minyak cengkih
TK + β-kariofilena
TK + isoeugenol

Konsumsi pakan
(g/tikus/hari)
Massa
Massa
adaptasi perlakuan
25 ± 0
16 ± 6
25 ± 0
14 ± 5
25 ± 0
16 ± 5
25 ± 0
16 ± 5

Ekskresi feses dan urin
(g/tikus/minggu)
Massa
Massa
adaptasi
perlakuan
68 ± 11
56 ± 12
63 ± 3
51 ± 13
73 ± 4
69 ± 21
70 ± 39
64 ± 13

17
Potensi pelangsing aromaterapi juga dapat dilihat dari persentase bobot
deposit lemak per bobot badan dari hewan uji setelah masa perlakuan inhalasi.
Gambar 10 menunjukkan bahwa kelompok yang diinhalasikan minyak cengkih
memiliki persentase bobot deposit lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol negatif. Sebaliknya, inhalasi β-kariofilena menghasilkan persentase bobot
deposit lemak yang lebih tinggi. Hasil ini berbanding lurus dengan bobot badan
yang dimiliki oleh ketiga kelompok tersebut, akan tetapi hasil ini tidak berbeda
nyata (p > 0.05). Hasil yang menarik dihasilkan oleh kelompok yang diinhalasikan
isoeugenol. Kelompok ini memiliki persentase bobot deposit lemak terendah, yakni
1.8% dan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol negatif (p < 0.05).

%Deposit lemak/bobot badan

3,5
3

3.46b

3.21b
2.81b

2,5
1.84a

2
1,5
1
0,5
0

β-Kariofilena
Perlakuan

Kontrol negatif Minyak cengkih

Isoeugenol

Gambar 10 Persentase deposit lemak/bobot badan pada akhir perlakuan
Suatu senyawa atau campuran senyawa dapat dikatakan berpotensi sebagai
obat pelangsing jika obat tersebut dapat menstimulasi pembakaran lemak,
menghalangi absorpsi lemak, dan mengurangi nafsu makan (Birari dan Bhutani
2007). Berdasarkan data penelitian yang d