Fraksinasi senyawa aktif minyak atsiri kencur (Kaempferia galanga L) sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo

FRAKSINASI SENYAWA AKTIF MINYAK ATSIRI KENCUR
(Kaempferia galanga L) SEBAGAI PELANGSING
AROMATERAPI SECARA IN VIVO

LUSIANI DEWI ASSAAT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Fraksinasi Senyawa Aktif
Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia galanga L) Sebagai Pelangsing Aromaterapi
Secara In Vivo adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Juni 2011
Lusiani Dewi Assaat
NRP G451090291

ABSTRACT
LUSIANI DEWI ASSAAT. Fractionation of Active Components from
Kaempferia galanga L Essential oil as Aromatherapy for Antiobesity using In
Vivo Analysis. Under direction of TUN TEDJA IRAWADI and IRMANIDA
BATUBARA
The purposes of this research were to separate constituents of kencur (Kaempferia
galanga L) essential oil and to evaluate their active components as aromatherapy
for antiobesity using in vivo analysis to the male Sprague-dawley rats. Volatile oil
of dried rhizome of K. galanga L obtained by water distillation. Its chemical
components determined using gas chromatography and mass spectrometry (GCMS). The main components of volatile oil isolated were α-pinene, camphene, δ-3carene, α-phellandrene, limonene, p-cymene 4-isopropyltoluene, 7,8epoxytricyclo dodecana, 5-methyltricyclo undec-2-en-4-one, 2-propenoic acid,3(4-methoxyphenyl)-, ethyl ester. Pure compound (2-propenoic acid,3-(4methoxyphenyl)-, ethyl ester) was determined the structure by GC-MS and NMR
analysis. A total of forty male Sprague-dawley rats were used for this study. They
were divided into five groups i.e. (1) a normal control group, without treatment of
both high cholesterol diet and inhalation, (2) a negative control group was treated
by high cholesterol diet only, without inhalation treatment, (3) treated with high
cholesterol diet followed by treatment with inhalation of crude oils, (4) Treated
with high cholesterol diet followed by inhalation one of essential oils fraction, and

(5) Treated with high cholesterol diet followed inhalation of 2-propenoic acid,3(4-methoxyphenyl)-, ethyl ester. Treatment condition was achieved by five
months. Rat’s weight and stool were weighed every day during the treatment
period. Blood cholesterol total (LDL, HDL and Triglyceride) level was
determined in the end of treatment period. Duncan test analysis showed that
percentage increase in body weight and liver weight has significant difference but
fat weight wasn’t significant difference. For blood test analysis HDL, Cholesterol,
and Triglyceride level has significant difference. The conclusion were kencur
essential oil has ethyl-para-methoxycinnamate as pure compound, based on in
vivo test analysis fraction has potentially as antiobesity and crude oils and pure
compound has potentially decreased cholesterol and triglyceride using
aromatherapy method.

Keywords : Kaempferia galanga L, aromatherapy, antiobesity, Ethyl-paramethoxycinnamate

RINGKASAN
LUSIANI DEWI ASSAAT. Fraksinasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Kencur
(Kaempferia galanga L) Sebagai Pelangsing Aromaterapi Secara In Vivo.
Dibimbing oleh TUN TEDJA IRAWADI dan IRMANIDA BATUBARA.

Lemak merupakan salah satu komponen makanan yang dibutuhkan oleh

tubuh. Tetapi jika seseorang mengkonsumsi lemak secara berlebihan akan
mengakibatkan terjadi penumpukan lemak tubuh yang disebut dengan kelebihan
berat badan atau identik dengan obesitas. Obesitas dapat mengganggu penampilan
dan memiliki resiko terhadap berbagai penyakit diantaranya hiperkolesterol,
penyempitan pembuluh darah, diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit
jantung koroner (Giannessi et al, 2008). Oleh karena itu, penanganan atau
pencegahan terjadinya obesitas sangat diperlukan sehingga dapat mencegah
penyakit yang ditimbulkan oleh obesitas seperti tingginya kadar kolesterol darah.
Terdapat pengobatan alternatif seperti aromaterapi yang dapat menjadi suatu
pilihan. Aromaterapi merupakan pengobatan herba yang menggunakan bau-bauan
dari minyak atsiri dari suatu tanaman.
Kencur (Kaempferia galanga L) memiliki kandungan minyak atsiri
sebesar 2-7% dari bobotnya (Rostiana dan Djazuli, 2007). Kencur merupakan
tanaman tradisional yang lazim digunakan sebagai jamu, bumbu, mengobati
bengkak, batuk, menghangatkan badan, dsb. Minyak atsiri dari kencur memiliki
aktivitas biologis sebagai antimikroba Tewtrakul (2005). Namun kajian mengenai
potensi minyak atsiri kencur sebagai pelangsing aromaterapi belum diamati secara
luas. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa
aktif minyak atsiri kencur sebagai pelangsing atau penurun kolesterol aromaterapi
secara in vivo.

Pada penelitian ini, Sampel kencur segar yang berusia sekitar 1.0-1.5 tahun
diperoleh dari pasar induk Kramat Djati. Sampel yang digunakan memiliki kadar
air 85.3% dan kadar abu 1,35 % berdasarkan bobot basah. Kencur kemudian
didestilasi sehingga diperoleh destilat dan residu. Destilat adalah minyak atsiri
kencur (rendemen 0.3% berdasarkan bobot basah). Minyak atsiri kencur memiliki
parameter sebagai berikut: berwarna kuning agak keruh pada kondisi panas,
indeks bias 1,4958 pada suhu 20ºC diukur menggunakan refraktometer AbbeAtago NAR-3T. Densitas 0,9433 g/mL yang dibandingkan dengan densitas air
1,043 g/mL. Minyak atsiri kencur setelah dibiarkan lama pada suhu ruang atau
semalam pada lemari es, terbentuk padatan berwarna putih seperti kristal yang
berada di dasar botol penampung minyak atsiri. Demikian pula pada residu,
setelah dibiarkan selama 1 x 24 jam terbentuk padatan berwarna putih seperti
kristal yang berada di atas permukaan air. Kedua padatan ini kemudian dipisahkan
dari destilat minyak atsiri dan residu kemudian ditampung dalam wadah yang
berbeda untuk kemudian diidentifikasi lebih lanjut. Untuk selanjutnya kedua
padatan ini diberi nama kristal fase air dan kristal fase minyak.
Minyak atsiri kencur dipisahkan menggunakan kromatografi kolom untuk
mengidentifikasi komponen-komponen yang terkandung di dalam minyak atsiri
kencur. Fase diam yang digunakan adalah silika gel dan proses elusinya dilakukan
secara gradien atau peningkatan kepolaran (n-heksana-kloroform sebagai fasa


gerak). Fraksinasi minyak atsiri kencur menghasilkan 11 fraksi. Fraksi 2 memiliki
rendemen terbesar yaitu 28.42%. Oleh karena itu fraksi 2 ini dilanjutkan dengan
analisis GC-MS untuk mengidentifikasi komponen yang terkandung di dalamnya,
dan diuji aktivitasnya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo.
Hasil kromatogram GC-MS dari sampel minyak atsiri kencur memiliki 3
komponen utama yaitu δ-3-carene, 5-metiltrisiklo undek-2-en-4-one, dan 2-asam
propenoat,3-(4-metoksifenil)-,etilester. Begitu pula dengan fraksi 2 hasil
pemisahan menggunakan teknik kromatografi kolom, ternyata masih terdapat
beberapa komponen di dalamnya dengan δ-3-carene sebagai komponen utamanya.
Untuk kedua kristal yang diperoleh dari destilasi, baik kristal di fasa air ataupun
kristal di fasa minyak memiliki komponen yang sama, yaitu senyawa 2-asam
propenoat,3-(4-metoksifenil)-,etilester atau etil-p-metoksisinamat (nama trivial).
Berdasarkan analisis 1H-NMR, COSY, HMQC, dan HMBC menunjukkan bahwa
kedua kristal tersebut merupakan senyawa yang sama. Oleh karena itu minyak
atsiri kencur, fraksi 2, dan Kristal etil-p-etoksisinamat dilanjutkan dengan uji In
Vivo dengan pemberian dengan cara inhalasi kepada hewan uji berupa tikus putih
jantan galur Sprague-dawley. Tikus yang digunakan sebanyak 40 ekor yang dibagi
menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol normal merupakan kelompok yang
diberi pakan standar dan tidak diinhalasi. Kelompok kontrol negatif merupakan
kelompok yang diberi pakan kolesterol tinggi dan tidak diinhalasi. Kelompok

atsiri kasar diberi pakan kolesterol tinggi dan diinhalasi minyak atsiri kasar hasil
destilasi uap dari rimpang kencur. Kelompok Fraksi 2 diberi pakan kolesterol
tinggi dan diinhalasi menggunakan Fraksi 2 yang merupakan Fraksi dengan
randemen terbanyak. Kelompok kristal diberi pakan kolesterol tinggi dan
diinhalasi menggunakan Fraksi senyawa murni. Masa adaptasi dilakukan selama 2
minggu sebelum masa perlakuan. Hewan uji ditempatkan pada suatu kandang
plastik bertutup kawat dengan 4 ekor tikus untuk setiap kandang. Selama masa
adaptasi semua kelompok diberi pakan standar yang sama. Adapun pakan yang
diberikan pada tikus adalah 20g/ekor/hari, karena konsumsi pakan tikus hanya 1020 g/ekor/hari. Selama masa adaptasi dan perlakuan hewan uji diberi minum
menggunakan air minum dalam kemasan (AMDK) tanpa dibatasi (ad libitum).
Minyak atsiri kasar, fraksi 2, dan kristal diinhalasikan terhadap hewan uji selama
masa perlakuan dengan konsentrasi masing-masing 1% dalam aquades. Perlakuan
ini dilakukan selama 5 minggu. Pemberian pakan dilakukan setiap hari, sehingga
bobot pakan ditimbang setiap hari. Bobot badan tikus ditimbang setiap 1 minggu
sekali. Pada akhir masa perlakuan, darah di ambil di bagian ekor tikus sebelum
tikus dibius (anastesi) menggunakan eter teknis. Kemudian dibedah dan seluruh
organ yang diperlukan ditimbang lalu disimpan di dalam formalin.
Berdasarkan analisis secara fisik, perlakuan selama 5 minggu yang
diberikan kepada tiap kelompok Fraksi 2 menunjukkan perbedaan yang signifikan
untuk parameter persentase kenaikan bobot badan, bobot hati, dan pakan yang

dikonsumsinya. Hanya parameter bobot lemak dan bobot pengeluaran feses dan
urin yang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara Fraksi 2 dengan
kelompok lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perlakuan
terhadap perubahan fisik hewan uji. Oleh karena itu, uji in vivo menunjukkan
bahwa Fraksi 2 berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.
Analisis uji darah dimaksudkan untuk mengetahui profil lipid yang
terdapat di darah. Darah diambil di bagian ekor hewan uji sesaat sebelum

dianastesi. Darah ditampung pada vial sebanyak 2 mL dan diberi label. Kemudian
darah disentrifuga untuk memperoleh serum yang akan di uji HDL, kolesterol, dan
trigliseridanya. Kadar kolesterol darah berbeda secara signifikan dengan
pemberian perlakuan. Kelompok kontrol normal memiliki kolesterol darah yang
terendah, dan kelompok kontrol negatif memiliki kolesterol darah yang tertinggi.
Untuk kelompok perlakuan, dengan pemberian pakan lemak tinggi selama 5
minggu, perlakuan inhalasi mampu menurunkan kadar kolesterol darah yang
berbeda signifikan dengan kelompok kontrol negatif. Dibandingkan dengan ketiga
kelompok perlakuan (Fraksi2, atsiri kasar, dan kristal), perlakuan inhalasi
menggunakan kristal kencur (etil-p-metoksisinamat) mampu menurunkan kadar
kolesterol paling maksimal sehingga tergolong ke dalam kategori normal. Kadar
kolesterol normal untuk hewan uji tikus adalah 47-88 mg/dL (Suckow et al

,2006). Untuk 2 kelompok perlakuan lainnya yaitu kelompok fraksi 2 dan atsiri
kasar, walaupun kadar kolesterolnya berbeda nyata dengan kadar kolesterol
normal, namun perlakuan tersebut berhasil menurunkan kadar kolesterol
dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Kadar trigliserida normal untuk
hewan uji tikus berada pada batas 25-145 mg/dL (Suckow et al ,2006). Data
menunjukkan bahwa kadar trigliserida untuk kelima kelompok masih termasuk ke
dalam kadar trigliserida normal. Meskipun normal, kelompok kontrol negatif
memiliki kadar trigliserida yang berbeda signifikan dengan keempat kelompok
lainnya. Kelompok yang diberi perlakuan (fraksi2, atsiri kasar, kristal), mampu
menurunkan kadar trigliserida hingga sama dengan kelompok normal dan berbeda
secara signifikan dengan kelompok kontrol negatif.
Etil-p-metoksisinamat merupakan senyawa utama (penciri kencur) yang
diperoleh dari minyak atsiri kencur. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa, Fraksi
2 berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi, sedangkan minyak atsiri kencur dan
etil-p-metoksisinamat berpotensi menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida
darah menggunakan metode aromaterapi.

Kata kunci: Kaempferia galanga L, aromaterapi, etil-p-metoksisinamat

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB

FRAKSINASI SENYAWA AKTIF MINYAK ATSIRI KENCUR
(Kaempferia galanga L) SEBAGAI PELANGSING
AROMATERAPI SECARA IN VIVO

LUSIANI DEWI ASSAAT

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kimia


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Tesis
Nama
NIM

: Fraksinasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia
galanga L) sebagai Pelangsing Aromaterapi secara In Vivo
: Lusiani Dewi Assaat
: G451090291

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua


Dr. Irmanida Batubara, MSi
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Kimia

An. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Sekretaris Program Magister

Prof. Dr. Purwantiningsih S, M.Si

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian: 27 Juni 2011

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala karuniaNya sehingga proposal penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini
adalah Fraksinasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia galanga L)
Sebagai Pelangsing Aromaterapi Secara In Vivo.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi,
MS dan Dr. Irmanida Batubara, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran, arahan dan bimbingan selama penyusunan tesis ini. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. dr. Irma H. Suparto, MS selaku
penguji luar komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan arahan, serta
Ibu Prof. Dr. Purwantiningsih S, M.Si selaku ketua program studi Kimia.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada suami
penulis Soleh atas kesabaran, dukungan moril dan materil serta doanya. Kepada
anak-anak ku Khanza dan Rafi, serta kakak, dan adik-adik ku terima kasih atas
segala doa dan kasih sayangnya. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya selama penelitian,
semoga jasa dan semua amal kebaikannya mendapat imbalan yang berlipat ganda
dari Alloh SWT.
Karya ilmiah ini juga didedikasikan untuk Alm. Ayahanda H. Dudung
Djoendulloh dan Alm. Ibunda Hj. Ai Sholihat, semoga Alloh memberikan tempat
terindah di sana.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2011

Lusiani Dewi Assaat

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 10 Oktober 1980 dari ayah
Dudung Djoendulloh dan ibu Ai Solihat. Penulis merupakan anak kedua dari tujuh
bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Tasikmalaya Jawa Barat dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Pendidikan Indonesia
melalui jalur Penelusuran Minat, Bakat, dan Kemampuan (PMDK). Penulis
memilih mayor Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Pada tahun 2009, penulis diterima di Program Studi Kimia
pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh
dari Pendidikan Perguruan Tinggi (DIKTI).
Penulis bekerja di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sejak tahun 2005.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..…

ix

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..…

xi

PENDAHULUAN ……………………………………………......................
Latar Belakang ……………………………………………………….
Tujuan Penelitian ……………………………………………………..
Hipotesis ………..……………………………………………………

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….....

3

Obesitas ………………………………………………………………
Pelangsing ……………………………………………………………
Aromaterapi ………………………………………………………….
Kencur ……………………………………………………………….
Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis ………………..
GC-MS ………………………………………………………………
Spektroskopi NMR ………………………………………………….
Pengujian In Vivo …………………………………………………..
BAHAN DAN METODE …………………………………………………..
Alat dan Bahan ………………………………………………………
Metode ……………………………………………………………….
Metode Analisis Darah ………………………………………………
Metode Analisis Bobot Hati dan Bobot Deposit Lemak pada
Hewan Uji ..………………………………………………………….
Metode Analisis Data ……………………………………………….
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………….
Kadar Air dan Kadar Abu …………………………………………..
Isolasi Minyak Atsiri Kencur Menggunakan Distilasi Uap …………
Penentuan Eluen Terbaik ……………………………………………
Fraksinasi Minyak Atsiri Kencur ……………………………………
Analisis GC-MS Minyak Atsiri Kencur, Fraksi 2,
Kristal Fase Air, dan Kristal Fase Minyak ………………………….
Uji In Vivo Minyak Atsiri Kencur, Fraksi 2, dan Kristal …………...
Analisis Fisik ………………………………………………………..
Analisis Uji Darah …………………………………………………..
SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………….

3
4
5
6
7
8
9
10
13
13
13
15
17
17
19
19
19
21
22
24
28
29
32
37

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………

39

LAMPIRAN ………………………………………………………………..

41

vii

DAFTAR TABEL
1 Penggolongan bobot badan berdasarkan IMT ……………………………. 4
2 Perbandingan komponen-komponen kencur perolehan
Tewtrakul 2005 dan Sudibyo 2000 ………………………………….…… 7
3 Hasil fraksinasi minyak atsiri kencur dengan
kromatografi kolom (elusi gradien) ………………………………………. 23
4 Komponen yang terkandung dalam sampel berdasarkan
analisis GC-MS …………………………………………………………… 26
5 Hasil analisis spektrum 1H-NMR ………………………………………….. 27

ix

DAFTAR GAMBAR
1 Alur penelitian ……………………………………………………………. 13
2 Metode analisis minyak atsiri yang berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi pada hewan uji ………………………………………………

14

3 Minyak dan kristal yang diperoleh dari hasil distilasi ……………………

20

4 Profil kromatogram minyak atsiri kencur dengan berbagai
eluen tunggal dan eluen campuran ……………………………………….

21

5 Profil kromatogram hasil fraksinasi minyak atsiri kencur ……………….

23

6 Kromatogram GC-MS dari sampel minyak atsiri kencur, fraksi 2,
kristal fase air, dan kristal fase minyak …………………………………..

25

7 Spektrum 1H-NMR kristal fase air dan kristal fase minyak ……………...

26

8 Hasil analisis NMR lengkap senyawa etil-p-metoksisinamat …….……… 27
9 Struktur senyawa etil-p-metoksisinamat …………………………………

28

10 Rangkaian alat inhalator, pengumpulan darah dan organ ………………..

29

11 Persentase kenaikan bobot badan hewan uji tiap minggu
bobot pakan yang dikonsumsi, bobot feses dan urin hewan uji …………

30

12 Bobot lemak dan hati hewan uji …………………………………………

31

13 Kadar HDL dan kolesterol darah hewan uji …………………………….

33

14 Kadar trigliserida darah hewan uji …………………………...………….

34

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil determinasi sampel ………………………….………………………. 43
2 Penentuan kadar air dan kadar abu rimpang kencur ………………………. 44
3 Perhitungan randemen, indeks bias, dan densitas …………………………. 45
4 Spektrum MS δ-3-carene, etil sinamat, etil-p-metoksisinamat ……………. 46
5 Spektrum COSY, HMQC, HMBC dari kristal fase air
dan kristal fase minyak ……………………………………………………. 48
6 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji ………………………… 50
7 Statistik deskriptif, homogenitas, ANOVA, dan uji Duncan
data persentase kenaikan bobot badan, bobot pakan yang dikonsumsi,
dan bobot feses dan urin ………………………………………………….. 51
8 Statistik deskriptif, homogenitas, ANOVA, dan uji Duncan
data bobot hati, lemak, HDL, kolesterol, dan trigliserida…………………. 60

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Lemak merupakan salah satu komponen makanan yang dibutuhkan oleh
tubuh. Tetapi jika seseorang mengkonsumsi lemak secara berlebihan akan
mengakibatkan terjadi penumpukan lemak tubuh yang disebut dengan kelebihan
berat badan atau identik dengan obesitas. Obesitas merupakan keadaan
berlebihnya lemak tubuh (Lebenthal & Damayanti 2007). Obesitas dapat
mengganggu penampilan dan memiliki resiko terhadap berbagai penyakit
diantaranya hiperkolesterol, penyempitan pembuluh darah, diabetes, tekanan
darah tinggi, dan penyakit jantung koroner (Giannessi et al. 2008). Selain itu
obesitas juga dapat mengganggu penampilan. WHO menyatakan bahwa obesitas
adalah salah satu dari 10 faktor paling beresiko di seluruh dunia. Bahkan hal ini
mulai mengancam negara-negara di benua Asia. Salah satunya di Indonesia pada
tahun 2000, jumlah penduduk yang mengalami overweight mencapai 17,5 %, dan
pasien obesitas 4,7 %.
Oleh karena itu, penanganan atau pencegahan terjadinya obesitas sangat
diperlukan sehingga dapat mencegah penyakit yang ditimbulkan oleh obesitas.
Terapi non farmakologis seperti diet dan gerak badan lebih diutamakan untuk
pencegahan obesitas, tetapi terapi nonfarmakologis seperti penggunaan obat
sintetik ataupun obat herbal juga dilakukan untuk penanganan obesitas. Obat
antiobesitas atau pelangsing memiliki fungsi mengurangi nafsu makan,
merangsang pembakaran lemak, dan menghambat penyerapan lemak dalam batas
tertentu (Birari & Bhutani 2007). Obat pelangsing yang ada di pasaran terdiri atas
obat pelangsing sintetik dan obat pelangsing alami yang dibuat secara tradisional.
Kedua jenis obat ini biasanya dikonsumsi secara oral. Namun jenis obat
pelangsing yang sedang dikembangkan adalah obat pelangsing aromaterapi dari
tanaman herbal. Kandungan tanaman herbal yang berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi adalah minyak atsirinya (Maniapoto 2002).
Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan salah satu jenis rimpang yang
lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Kencur memiliki kandungan minyak
atsiri yang beragam kadarnya tergantung pada tipenya. Kandungan minyak atsiri

2

kencur sebesar 2-7 % dari bobotnya (Rostiana dan Djazuli 2007). Khasiat dari
kencur telah banyak dilaporkan dalam berbagai penelitian. Serbuk kencur
memiliki efek tonik terhadap mencit jantan (Nurhayati 2008) dan minyak atsiri
kencur memiliki aktivitas biologis sebagai antimikroba (Tewtrakul 2005). Namun
kajian mengenai potensi minyak atsiri kencur sebagai pelangsing aromaterapi
belum diamati secara luas. Sebelumnya telah dilakukan kajian mengenai potensi
minyak atsiri temulawak sebagai pelangsing aromaterapi (Anggraeni 2010).
Hasilnya bahwa senyawa

-elemenona yang terkandung dalam minyak atsiri

temulawak berpotensi sebagai pelangsing. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kencur dan
menganalisis potensi senyawa aktifnya sebagai pelangsing aromaterapi secara in
vivo.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa aktif minyak
atsiri kencur sebagai pelangsing dan penurun kolesterol aromaterapi secara in
vivo.

Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah minyak atsiri kencur memiliki senyawa aktif
yang memiliki potensi sebagai pelangsing dan penurun kolesterol aromaterapi.

TINJAUAN PUSTAKA

Obesitas
Asupan makanan yang mengandung lemak tinggi memiliki kandungan
trigliserida yang tinggi. Trigliserida di dalam tubuh akan dipecah oleh enzim
lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dinamakan hidrolisis lemak
yang terjadi di usus. Lemak kemudian diabsorbsi melalui sel-sel mukosa pada
dinding usus dan diubah kembali menjadi lemak dan trigliserida. Lemak ini
memiliki ukuran partikel yang kecil (kilomikron) dan dibawa ke dalam darah
melalui cairan limfa. Dari darah lemak kemudian diangkut ke hati yang kemudian
diangkut ke jaringan organ lainnya dan dimanfaatkan sebagai sumber energi,
pertumbuhan, bahan baku hormon, dan sebagainya. Sisa asam lemak yang tidak
dimanfaatkan oleh tubuh disimpan sebagai deposit lemak yang berfungsi sebagai
cadangan makanan dalam tubuh. Jika deposit lemak di dalam tubuh terlalu
berlebih maka akan menyebabkan obesitas atau identik dengan kegemukan.
Penyebab kegemukan terjadi karena kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji
dengan kandungan lemak dan kalori yang tinggi atau mengkonsumsi makanan
yang kurang berserat, stres yang dilarikan pada makanan, dan faktor keturunan
(Lebenthal & Damayanti 2007).
Terdapat beberapa metode untuk menilai kelebihan berat badan.
Diantaranya adalah metode densitometri, yaitu penentuan berat jenis tubuh
dengan cara menimbang di bawah air, CT-scan dan MRI, yaitu penentuan lemak
tubuh total dan pembagian lemak dalam tubuh, dan yang lebih praktis adalah
Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dapat menentukan besarnya massa lemak tetapi
tidak menerangkan pembagian lemak dalam tubuh. Nilai Indeks Massa Tubuh
(IMT), atau Body Mass Index (BMI), atau Quatelet Index (QI) dapat dihitung
dengan cara membagi bobot badan (kg) terhadap kuadrat tinggi badan (m2).

Berdasarkan harga IMT ini tingkat kegemukan digolongkan ke dalam 6
kategori seperti terlihat pada tabel 1.

4

Tabel 1. Penggolongan bobot badan berdasarkan IMT
Kategori bobot badan

IMT

Kurang

< 18.5

Normal

18.5 – 24.5

Gemuk, overweight

25 – 29.9

Gemuk, obesitas I

30 – 34.9

Gemuk, obesitas II

35 – 39.9

Obesitas hebat

> 39.9
(Tjay dan Rahardja 2003)

Selain menimbulkan permasalahan pada penampilan, obesitas juga sering
menjadi penyebab berbagai penyakit antara lain hiperkolesterol, penyempitan
pembuluh darah, diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung koroner
(Giannessi et al. 2008). Oleh karena itu pencegahan dan penanganan kegemukan
perlu dilakukan agar penyakit-penyakit yang ditimbulkan karena kegemukan
dapat dihindari.

Pelangsing
Obat antiobesitas atau pelangsing memiliki fungsi mengurangi nafsu makan,
merangsang pembakaran lemak, dan menghambat penyerapan lemak dalam batas
tertentu (Birari & Bhutani 2007). Obat obatan yang biasa digunakan sebagai
pelangsing adalah anoreksansia, yaitu zat-zat yang berdaya menekan nafsu makan
dan digunakan untuk menunjang diet pada penanganan kegemukan. Selain itu
obat-obatan lainnya adalah orlistat, dan hidroksisitrat (HCA). Kedua obat ini
merupakan obat baru yang penggunaannya dimulai tahun 1998. Obat yang
tergolong sintetis ini selain memberikan manfaat dalam penggunaannya juga
memberikan efek samping. Diantaranya memberikan efek samping berupa
gangguan lambung, usus, sakit perut, diare, dan kejang lambung. (Tjay dan
Rahardja 2003).
Selain obat-obatan sintetis juga banyak dikembangkan obat-obatan herba.
Yamamoto et al (2000) melaporkan bahwa ekstrak etanol dari tanaman suku

5

polong-polongan Nomame herba dapat dijadikan sebagai antiobesitas karena
menghambat aktivitas kerja enzim lipase.

Aromaterapi
Aromaterapi adalah istilah untuk suatu pengobatan alternatif yang
menggunakan bau-bauan atau wangi-wangian yang berasal dari senyawa-senyawa
aromatik. Hasil penelitian Maniapoto (2002) melaporkan bahwa manfaat dari
aromaterapi umumnya berkaitan dengan kondisi fisik, mental, emosional, dan
spiritual. Sedangkan Hongratanaworakit (2004) melaporkan bahwa aroma
memberikan efek fisiologis dan psikologis bagi manusia. Denyut jantung, tekanan
darah, aktivitas elektrodermal, electroencephalogram, gelombang otak, dan
kedipan mata dapat digunakan sebagai indikasi untuk mengukur pengaruh aroma
terhadap fisiologis manusia.
Bahan yang digunakan untuk aromaterapi biasanya dari cairan tanaman
yang mudah menguap atau disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri
merupakan zat yang memberikan aroma pada tanaman dan memiliki komponen
yang mudah menguap (volatil) pada beberapa tanaman dengan karakteristik
tertentu. Setiap senyawa penyusun minyak atsiri memiliki efek tersendiri, dan
campurannya dapat menghasilkan rasa yang berbeda. Secara kimiawi, minyak
atsiri tersusun dari berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya
bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Buchbauer (1993) melaporkan
bahwa minyak atsiri telah digunakan sebagai minyak wangi, kosmetik, bahan
tambahan makanan, dan obat. Penelitian Maniapoto (2002) menyatakan bahwa
minyak atsiri memiliki potensi sebagai obat yang penggunaannya berkaitan
dengan aromaterapi contohnya pelangsing aromaterapi.
Perolehan minyak atsiri temulawak dari rimpang temulawak (berdasarkan
bobot basah) menggunakan destilasi uap sebesar 0,2003%. Kandungan minyak
atsiri temulawak yang dianalisis menggunakan GC-MS adalah xantorizol, kamfor,
borneol, zingiberena, -elemena, germakrena-B,
cedrena,

-seskuifelandrena,

-farnesena, α-kurkumena, α-

-elemenona. Hasil penelitian

menunjukkan

melaporkan bahwa senyawa -elemenona yang terkandung dalam minyak atsiri
temulawak berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi (Anggraeni 2010).

6

Kencur
Kencur diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta,
subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales, family
Zingiberaceae, genus Kaempferia, dan spesies K. galanga Linn. Sehingga kencur
ini dikenal dengan nama Kaempferia galanga Linn. Kencur merupakan bahan
baku berbagai industri sebagai obat tradisional, obat herbal terstandar, kosmetik,
bumbu, bahan makanan, dan minuman penyegar. Di masyarakat kencur telah
banyak dimanfaatkan untuk mengobati bengkak, reumatik, batuk, sakit perut,
ekspektoran

(memperlancar

pengeluaran

dahak),

infeksi

bakteri,

dan

menghangatkan badan.
Tanaman kencur banyak ditemukan di daerah Jawa, selain itu mulai
dikembangkan pula pembukaan areal tanam di luar Jawa, antara lain di
Kalimantan Selatan. Secara botanis, kencur dapat dikelompokkan ke dalam dua
tipe, yaitu berdaun lebar dan berdaun sempit. Kencur berdaun lebar biasanya
memiliki rimpang yang besar, sedangkan kencur berdaun sempit berimpang kecil.
Kencur berdaun lebar banyak dibudidayakan di Jawa Barat terutama di daerah
Bogor, sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, petani umumnya menanam
kencur berdaun sempit. Kencur berimpang kecil memiliki kandungan minyak
atsiri lebih tinggi daripada kencur berimpang besar (Rostiana dan Djazuli 2007).
Tewtrakul et al (2005) melaporkan bahwa komponen utama kencur adalah
etil-p-metoksisinamat, metil sinamat, karvona, eukaliptol, dan pentadekana.
Sedangkan sumber lain menyebutkan bahwa komponen utama kencur adalah pelandrena, α-terpineol, etilsinamat, dan dihidro- -seskuipelandrena (Sudibyo
2000).
Di bawah ini adalah tabel perbandingan komponen-komponen kencur
perolehan Tewtrakul (2005) dan Sudibyo (2000).

7

Tabel 2. Perbandingan komponen-komponen kencur perolehan Tewtrakul 2005
dan Sudibyo 2000

Dari tabel tersebut terlihat bahwa komponen yang terkandung dalam kencur
berbeda, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan iklim dan kondisi geografis
dari area pengambilan sampel yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap
produksi dari komponen minyak atsirinya (Tewtrakul et al. 2005).

Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan komponen yang
didasarkan pada distribusi diferensial dari komponen sampel diantara 2 fase, yaitu
fase diam dan fase gerak. Dengan adanya fase diam maka campuran pelarut akan
terpisah sepanjang kolom berdasarkan pada perbedaan laju migrasi dari berbagai
macam pelarut. Metode pemisahan yang paling umum digunakan adalah
kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Kromatografi kolom merupakan
teknik analisis yang digunakan dalam penentuan jumlah komponen yang terdapat
pada suatu campuran senyawa, pemisahan, dan pemurnian komponen senyawa
tertentu dari campurannya. Pada pemisahan kromatografi kolom, suatu pelarut

8

pengelusi dialirkan secara kontinu melewati kolom, kemudian komponenkomponen dari campuran senyawa yang dipisahkan keluar dari kolom,
dikumpulkan, dan difraksinasi. Umumnya, silika gel digunakan sebagai fase diam
kromatografi kolom, karena memiliki luas relatif yang besar. Proses elusinya
dapat berupa elusi isokratik ataupun elusi gradien (Harvey 2000).
Hasil pemisahan dengan kromatografi kolom dapat dianalisis lebih lanjut
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
merupakan jenis kromatografi partisi yang menggunakan sebuah lapis tipis silika
atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam yang keras
sebagai fase diam. Fase diam KLT tersebut seringkali mengandung substansi yang
dapat berpendar dalam sinar ultraviolet. Kemudian fase gerak pada KLT
merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Pergerakan zat relative
terhadap garis depan pelarut dalam sistem kromatografi lapis tipis dapat
didefinisikan sebagai nilai Rf, yaitu perbandingan jarak tempuh zat dengan jarak
tempuh garis depan pelarut.
Teknik pemisahan kromatografi kolom dan KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri. Identifikasi senyawa
yang terkandung dalam minyak atsiri tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan metode GC-MS.

GC-MS
GC-MS (Gas chromatographic mass spectroscopy) atau kromatografi gas
merupakan instrumen untuk identifikasi senyawa organik yaitu penentuan bobot
molekul dan penentuan rumus molekul. Alat ini merupakan gabungan antara
kromatografi gas dengan spektrometer massa. Komponen dasar dari instrumen
GC-MS berupa gas kromatografi inlet, kamar ionisasi, penganalisa massa,
detektor, dan rekorder. Kromatografi gas (GC) merupakan kromatografi partisi
dari salah satu jenis kromatografi kolom modern yang digunakan untuk
memisahkan senyawa yang mudah menguap (volatil) dan tidak mengalami
dekomposisi akibat pemanasan. Sistem pemisahan pada GC umumnya didasarkan
pada perbedaan tekanan uap dari masing-masing komponen yang akan

9

dipisahkan. Fase diam GC dapat berupa padatan atau cairan. Sedangkan fase
geraknya berupa gas pembawa yang bersifat inert seperti He, N2, dan H2 (Skoog
et al. 2004).
Instrumentasi GC yang menggunakan spektrometer massa (MS) sebagai
detektor dapat digunakan untuk memisahkan campuran komponen dalam suatu
sampel (GC komponen) sekaligus mengidentifikasi komponen-komponen tersebut
pada tingkat molekuler (MS komponen). Oleh karena itu, prinsip kerja GC-MS
lebih baik daripada prinsip kerja dan analisis dari GC.
Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC akan keluar dari kolom
dan mengalir ke dalam MS. MS kemudian mengidentifikasi senyawa-senyawa
tersebut berdasarkan bobot molekul senyawanya. Molekul-molekul analat yang
bersifat netral diubah menjdi ion-ion dalam fase gas. Ion-ion yang dihasilkan
kemudian dipisahkan menurut rasio massanya untuk menghitung rasio (m/e) yang
didasarkan pada suatu proses yang analog dengan disperse cahaya oleh prisma
pada panjang gelombang tertentu. Spektrum massa dari analat yang muncul
dibandingkan dengan spectrum pada “library” MS sehingga akan diketahui bobot
molekul dari analat tersebut. Hal ini disebabkan spektrum massa adalah gambaran
antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/e atau m/z) (Skoog
et al. 2004).

Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance)
Spektroskopi nuclear magnetic resonance atau resonansi magnet inti (RMI)
termasuk ke dalam spektroskopi absorpsi seperti halnya dengan spektroskopi
inframerah atau spektroskopi ultraviolet. Dasar dari spektroskopi nmr adalah
absorpsi radiasi elektromagnetik dengan frekuensi radio oleh inti atom. Frekuensi
radio berkisar 0.1 sampai 100 MHz atau sama dengan panjang gelombang antara
3000m dan 3m.
Inti atom hidrogen atau proton mempunyai sifat-sifat magnet. Bila suatu
senyawa mengandung hidrogen diletakkan dalam bidang magnet yang sangat kuat
dan diradiasi dengan radiasi elektromagnetik maka inti atom hidrogen dari
senyawa tersebut akan menyerap energi melalui suatu proses absorpsi yang

10

dikenal dengan resonansi magnet. Absorpsi radiasi terjadi bila kekuatan medan
magnet sesuai dengan frekuensi radiasi elektromagnetik.
Spektrometer resolusi tinggi memiliki komponen pokok magnet, tempat
sampel, generator FR, osilator FR, detektor FR, dan rekorder. Adapun prinsip
kerja NMR adalah sampel diletakkan diantara 2 kutub magnet dan disinari denga
gelombang radio. Bila proton-proton membalik dari keadaan paralel ke keadaan
anti paralel, penyerapan energi akan dideteksi oleh suatu indikator daya atau
power. Pada spektrometer nmr frekuensi radionya dibuat tetap pada 60 MHz,
sedangkan medan magnet luar diubah-ubah dalam suatu jangka kecil dan
frekuensi absorpsi energinya direkam. Jadi spektrum nmr ialah grafik dari
benyaknya energi yang diserap dengan kuat medan magnet. Spektrum nmr
merupakan nilai pergeseran kimia dari berbagai tipe proton yang relatif terhadap
kedudukan pembanding tetrametilsilan (TMS). TMS digunakan sebagai
pembanding eksternal karena memiliki beberapa keuntungan tidak mudah ereaksi,
mudah menguap, larut dalam kebanyakan pelarut organik dan memberikan
puncak absorpsi tunggal yang tajam pada pergeseran kimia 0 ppm.

Pengujian In Vivo
Pengujian secara in vivo merupakan model pengujian potensi sampel dalam
tubuh mahluk hidup seperti tikus, mencit, kelinci, dan kera. Yamamoto et al.
(2000) menyatakan bahwa ekstrak herba Nomame dapat menghambat enzim
lipase CT II sehingga efektif untuk mengatasi kegemukan pada tikus Sprague
dawley. Pramono et al. (2000) melakukan pengujian antiobesitas secara in vivo
terhadap Rattus norvegicus (tikus putih) dan menyatakan bahwa lendir daun jati
belanda dapat menghambat aktivitas enzim lipase pankreas. Selain secara oral,
pengujian secara in vivo juga umum digunakan untuk analisis sampel di bidang
aromaterapi.
Pengggunaan hewan model dalam pengujian in vivo harus disesuaikan
dengan tujuan penggunaannya. Hewan model juga harus memiliki karakteristik
mudah diperoleh dan dipelihara, mudah ditangani, mudah direproduksi dalam
kondisi laboratorium, dan memiliki karakteristik genetik yang terdefinisi dengan

11

baik. Tikus merupakan hewan uji kedua terbesar yang digunakan sebagai hewan
model setelah mencit. Tikus yang biasa dijadikan sebagai hewan model berasal
dari jenis Sprague dawley, Wistar, dan Long evans. Jenis Sprague dawley dan
Wistar merupakan jenis yang lazim digunakan di Indonesia. Jenis kelamin dari
hewan model juga perlu dijadikan pertimbangan. Umumnya, pengujian in vivo
menggunakan hewan uji jantan untuk menghindari adanya pengaruh hormonal
seperti hormon estrogen terhadap kondisi tubuhnya. Karena hormon estrogen
dapat mempengaruhi konsentrasi kolesterol darah dalam tubuh hewan uji yang
selanjutnya berpengaruh terhadap kegemukan hewan uji tersebut.

BAHAN DAN METODE

Alat-alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, neraca analitik, pembakar
Bunsen, rangkaian alat distilasi uap, kolom kromatografi, pipa kapiler, GC-MS,
alat bedah, rangkaian alat inhalasi. Bahan-bahan yang digunakan adalah rimpang
kencur, akuades, n-heksana, metanol, aseton, kloroform, dietil eter, etil asetat,
silika gel, batu didih, pakan standar tikus, pakan kolesterol tinggi tikus, larutan
pereaksi kolesterol, larutan pereaksi trigliserida.

Metode
Metode penelitian yang dilakukan mengikuti Gambar 1:

Gambar 1. Alur penelitian

14

Pada tahap preparasi sampel, sampel kencur segar yang berusia sekitar 1.01.5 tahun diperoleh dari pasar induk Kramat Djati. Sampel dideterminasi di
Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor
(Lampiran 1), diuji kadar air, dan kadar abu. Isolasi minyak atsiri kencur
dilakukan dengan menggunakan destilasi. Minyak atsiri yang diperoleh disimpan
dalam botol tertutup. Untuk memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung
dalam destilat minyak atsiri kencur, terlebih dahulu dilakukan penentuan eluen
terbaik menggunakan KLT. Selanjutnya fraksinasi dilakukan menggunakan
kromatografi kolom. Fraksi-fraksi yang telah diperoleh dianalisis jumlah nodanya.
Fraksi dengan rendemen terbanyak, fraksi murni, dan distilat minyak atsiri kencur
dianalisis menggunakan GC-MS untuk menentukan kandungan senyawanya.
Ketiga sampel ini disimpan di dalam botol untuk kemudian diujikan pada hewan
uji untuk mengetahui potensinya sebagai pelangsing atau penurun kolesterol
aromaterapi.
Metode analisis minyak atsiri yang berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi pada hewan uji digambarkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Metode analisis minyak atsiri yang berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi pada hewan uji

15

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague-dawley
(Yamamoto et al. 2000). Tikus yang digunakan sebanyak 40 ekor berusia 8
minggu dengan bobot badan 140-160 gram. Tikus dikelompokkan menjadi 5
kelompok. Setiap kelompok berjumlah 8 ekor yang ditempatkan di dalam kotak
plastik bertutup kawat yang berisi 4 ekor tikus untuk setiap kotak. Jadi setiap
kelompok ditempatkan dalam 2 kotak. Adapun penggolongan kelompoknya yaitu
kelompok kontrol normal, kontrol negatif, atsiri kasar, Fraksi 2, dan kristal.
Kelompok kontrol normal merupakan kelompok yang diberi pakan standar dan
tidak diinhalasi. Kelompok kontrol negatif merupakan kelompok yang diberi
pakan kolesterol tinggi dan tidak diinhalasi. Kelompok atsiri kasar diberi pakan
kolesterol tinggi dan diinhalasi minyak atsiri kasar hasil destilasi uap dari rimpang
kencur. Kelompok Fraksi 2 diberi pakan kolesterol tinggi dan diinhalasi
menggunakan Fraksi 2 yang merupakan Fraksi dengan rendemen terbanyak.
Kelompok kristal diberi pakan kolesterol tinggi dan diinhalasi menggunakan
Fraksi senyawa murni.. Masa perlakuan dilakukan selama 5 minggu. Pemberian
pakan dilakukan setiap hari, sehingga bobot pakan ditimbang setiap hari. Bobot
badan tikus ditimbang setiap 1 minggu sekali. Pada minggu ke-5, setelah
perlakuan selesai, dilakukan analisis secara fisik meliputi parameter persentase
kenaikan bobot badan, bobot lemak dan hati. Adapun analisis uji darah meliputi
kadar kolesterol, trigliserida dan HDL darah hewan uji.

Metode analisis darah
Metode analisis darah diawali dengan pengumpulan darah pada minggu ke5 setelah masa perlakuan. Darah diambil di bagian ekor hewan uji. Darah
disentrifuga kemudian dipisahkan serum darahnya (bagian cairan jernih) dan
disimpan dengan baik di lemari pendingin. Uji analisis darah yang dilakukan
adalah analisis profil lipid meliputi pengukuran kadar kolesterol, kadar
trigliserida, kadar high density lipoprotein (HDL). Berikut adalah cara kerja
analisis profil lipid yang dilakukan di Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB:

16

1. Pengukuran kadar kolesterol total
Serum darah sebanyak 0,01 mL dipipet ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan larutan pereaksi kolesterol sebanyak 1 mL. Serapannya diukur
pada panjang gelombang 500 nm terhadap blanko. Sebagai blanko digunakan
pereaksi kolesterol 1 mL dan akuades 0,01 mL.
Pengukuran serapan standar sama dengan pengukuran serapan sampel,
tetapi serum darah diganti dengan standar kolesterol.
Kadar kolesterol total dihitung menggunakan rumus:

Keterangan :

C = kadar kolesterol (mg/dL)
A = serapan
C Standar = kadar kolesterol standar

Larutan pereaksi kolesterol dari PT. Rajawali Nusindo terdiri dari buffer
pH 6.5, fenol, 4-aminofenazon, kolesterol esterase, kolesterol oksidase,
peroksidase, sodium azida, standar kolesterol.
2. Pengukuran Kadar Trigliserida
Serum darah sebanyak 0,01 mL dipipet ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan larutan pereaksi trigliserida sebanyak 1 mL. Serapannya diukur
pada panjang gelombang 500 nm terhadap blanko. Sebagai blanko digunakan
pereaksi trigliserida 1 mL dan akuades 0,01 mL.
Pengukuran serapan standar sama dengan pengukuran serapan sampel,
tetapi serum darah diganti dengan standar trigliserida.
Kadar trigliserida total dihitung menggunakan rumus:

Keterangan :

C = kadar trigliserida (mg/dL)
A = serapan
C Standar = kadar trigliserida standar

Larutan pereaksi trigliserida dari PT. Rajawali Nusindo terdiri dari buffer
pH

7.5,

4-klorofenol,

gliserolkinase,

peroksidase,

lipase,

ATP,

4-

aminoantipirin, ion magnesium, gliserol-3-fosfat oksidase, standar trigliserida.

17

3. Pengukuran kadar HDL
Serum darah sebanyak 0,02 mL dipipet ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 0,5 mL larutan pengendap kemudian disentrifuga. Pisahkan
supernatannya sebanyak 0,01 mL, kemudian ditambahkan larutan pereaksi
kolesterol sebanyak 1 mL ke dalam supernatan. Serapannya diukur pada
panjang gelombang 500 nm terhadap blanko. Sebagai blanko digunakan
pereaksi kolesterol 1 mL dan akuades 0,01 mL.
Kadar HDL dihitung menggunakan rumus:

Keterangan :

C = kadar HDL (mg/dL)
A = serapan
C Standar = kadar kolesterol standar

Metode analisis bobot hati dan bobot deposit lemak pada hewan uji
Metode analisis bobot hati dan bobot deposit lemak dilakukan pada minggu
ke-5 setelah masa perlakuan. Masing-masing tikus dari setiap kelompok perlakuan
dikeluarkan hati dan deposit lemaknya. Kemudian ditimbang bobot hati dan
deposit lemaknya. Adapun lemak yang diambil adalah lemak pada perut bagian
bawah, dan lemak yang membungkus organ di bagian perut.

Metode analisis data
Data yang diperoleh dari percobaan akan dianalisis dengan metode
rancangan acak lengkap (RAL) dan ANOVA (analysis of variance) pada tingkat
kepercayaan 95% (taraf α 0.05). Nilai P