Respon Kualitas Pascapanen Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terolah Minimal Pada Beberapa Suhu Penyimpanan.

RESPON KUALITAS PASCAPANEN BAWANG MERAH
(Allium ascalonicum L.) TEROLAH MINIMAL PADA
BEBERAPA SUHU PENYIMPANAN

RYAN BUDHI NUGRAHA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Kualitas
Pascapanen Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terolah Minimal Pada
Beberapa Suhu Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Ryan Budhi Nugraha
NIM F14110079

ABSTRAK
RYAN BUDHI NUGRAHA. Respon Kualitas Pascapanen Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) Terolah Minimal Pada Beberapa Suhu Penyimpanan.
Dibimbing oleh Y. ARIS PURWANTO.
Bawang merah merupakan produk pertanian yang sangat penting bagi
masyarakat Indonesia. Saat ini permintaan akan produk sayur dan buah siap olah
meningkat. Bawang merah segar yang siap diolah masih belum banyak ditemukan
dipasaran. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perubahan kualitas
bawang merah (Allium ascalonicum L.) terolah minimal yang disimpan pada suhu
rendah dan menentukan lama penyimpanan. Bawang merah yang sudah
dibersihkan kulit terluarnya dan siap diolah kemudian dikemas styrofoam dan
dilapisi plastik film (plastik polimer) food grade. Bawang merah disimpan pada
suhu 0 °C, 5 °C dengan RH 65-75% dan suhu ruang dengan RH lingkungan.
Parameter kualitas yang diamati yaitu kadar air, susut bobot, kekerasan,

kadar VRS dan presentase kerusakan. Hasil analisa bawang merah yang disimpan
pada suhu ruang hanya bertahan selama dua minggu karena berjamur dan busuk.
Bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C mengalami penurunan mutu lebih
rendah dibandingkan bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C. Kadar air
mengalami fluktuasi cenderung meningkat hingga akhir penyimpanan. Bawang
merah mengalami peningkatan susut bobot dan tingkat kerusakan hingga akhir
penyimpanan. Kekerasan dan kadar VRS bawang merah menurun selama
penyimpanan.
Kata kunci: bawang merah, penyimpanan, suhu rendah, terolah minimal

ABSTRACT
RYAN BUDHI NUGRAHA. Response of Postharvest Quality of Minimally
Processed of Shallot (Allium ascalonicum L.) at Different Storage Temperature.
Supervised by Y. ARIS PURWANTO.
Shallots are agricultural products that very important for Indonesian
people. Nowdays, demand for ready to be processed vegetables and fruits are
increased. Fresh and ready to be processed shallots are still not commonly found
in the market. The purpose of this study was to analyze the quality change of the
minimally processed shallots (Allium ascalonicum L.) stored at low temperature
and determine the storaged time. The outer skin of the shallots were peeled and

cleaned and then packed in styrofoam coated with food grade plastic films (plastic
polymer). Shallots were stored at a temperature of 0 °C, 5 °C with RH 65-75 %
and room temperature.
The changes in quality parameters i.e water content, weight loss,
thoughness, VRS levels and the percentage of damage were measured during
storage period. The results showed that shallots stored at room temperature after
two weeks storage due to moldy and rotten. The quality of shallots stored at
temperature 0 °C showed better than quality of shallots at temperature 5 °C. Water
content were fluctuated and tend to rise until the end of storaged time. Weight loss
and damaged of shallots were increased until the end of storaged time. Firmness
and VRS of shallots were decreased during storage.
Keywords: low temperature, minimal processed, shallots, storage

RESPON KUALITAS PASCAPANEN BAWANG MERAH
(Allium ascalonicum L.) TEROLAH MINIMAL PADA
BEBERAPA SUHU PENYIMPANAN

RYAN BUDHI NUGRAHA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam
penelitian ini adalah Respon Kualitas Pascapanen Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.) Terolah Minimal Pada Beberapa Suhu Penyimpanan yang
dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian
serta Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan SEAFAST CENTRE sejak bulan
Februari hingga April 2015.
Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada :
1. Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis.
2. Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr dan Dr Lenny Saulia, S.TP, MSi, sebagai dosen
penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan kepada penulis.
3. Bapak, Ibu, Mbak Ratna, Reza, Rizky, serta seluruh keluarga atas doa,
kasih sayang, dukungan dan semangat positifnya untuk penulis selama
proses studi.
4. Ismayola yang telah memberikan doa dan dukungan semangatnya untuk
penulis.
5. Pak Mudatsir atas bantuannya dalam membantu penyediaan bawang
merah pada penelitian ini.
6. Pak Sulyaden, Mas Abas, Pak Sobirin atas bantuannya selama penelitian
berlangsung.
7. Teman satu bimbingan Davin, Jantami, Bang Reno atas bantuan dan
dukungan bagi penulis.
8. Teman – teman Dramaga Hijau Davin, Faisol, Bayu, Miftah, Eja, Rafli,
Bogar, Ilham, Ipung dan teman – teman REGENBOOG 48 atas bantuan
dan semangatnya bagi penulis.
9. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah

membantu penulis selama penelitian.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan
kontribusi yang nyata terhadap ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015

Ryan Budhi Nugraha

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2


TINJAUAN PUSATAKA

2

METODOLOGI PENELITIAN

5

Waktu dan Tempat

5

Bahan dan Alat

5

Prosedur Penelitian

6


HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Kualitas Bawang Merah Awal Penyimpanan

10

Kadar Air

10

Susut Bobot

12

Kekerasan

13


Volatile Reducing Substance (VRS)

15

Tingkat Kerusakan

16

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

19


DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1. Syarat mutu bawang merah sesuai dengan SNI 01-3159-1992
3
2. Persyaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen pasar 3
3. Hasil analisa mutu awal bawang merah
10

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Diagram alir proses penelitian
Proses sortasi dan pembersihan pada bawang merah
Proses penimbangan dan pengemasan bahan
Penyimpanan bahan yang telah dikemas dan disusun dalam refrigerator
Perubahan kadar air bawang merah selama penyimpanan
Perubahan susut bobot bawang merah selama penyimpanan
Bawang merah mengalami kerusakan dan kebusukan
Perubahan tingkat kekerasan bawang merah selama penyimpanan
Bawang merah yang disimpan pada suhu ruang mengalami kerusakan
akibat jamur
10. Perubahan kadar VRS bawang merah selama penyimpanan
11. Perubahan tingkat kerusakan bawang merah selama penyimpanan
12. Bawang merah yang berjamur dan mengalami kebusukan pada suhu
ruang
13. Tumbuhnya akar dan tunas pada umbi bawang merah

6
7
7
8
11
12
13
14
15
15
16
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel dan grafik serta RH selama penyimpanan
2. Data pengukuran dan perhitungan susut bobot (%) bawang merah
selama penyimpanan
3. Data pengukuran dan perhitungan kadar air (%) bawang merah
selama penyimpanan
4. Data pengukuran dan perhitungan kekerasan (N) bawang merah
selama penyimpanan
5. Data pengukuran dan perhitungan kadar VRS (µ Eq/g) bawang
merah selama penyimpanan
6. Data pengukuran dan perhitungan kerusakan (%) bawang merah
selama penyimpanan

22
23
23
24
25
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah, merupakan komoditas penting bagi kebutuhan aneka
masakan khas Indonesia dan kegunaan lainnya yang luas pemanfaatannya.
Kebutuhan yang terus - menerus ini perlu diimbangi dengan persediaan stok
bahan yang dapat memenuhi target kebutuhan dalam negeri. Penanganan
pascapanen yang penting, adalah tahapan cara penyimpanan bawang merah yang
baik sangat diperlukan dalam pengendalian stok secara kontinyu (Komar 2001).
Konsumsi bawang merah di Indonesia 4.56 kg/kapita pertahun atau 0.38 kg/kapita
perbulan dan mengalami kenaikan sebesar 10-20 % menjelang hari – hari besar
keagamaan. Perkiraan kebutuhan bawang merah tahun 2015 mencapai 1 195 235
ton yang terbagi kebutuhan konsumsi 952 336 ton, kebutuhan benih 102 900 ton,
kebutuhan industri 40 000 ton dan kebutuhan ekspor 100 000 ton (Ciptady 2015).
Perkembangan zaman menyebabkan peningkatan kualitas hidup manusia
dengan bertambahnya rutinitas dan aktifitas yang menyebabkan manusia
(konsumen) memiliki waktu yang terbatas untuk mengolah makanannya sendiri.
Kecenderungan yang terjadi konsumen lebih memilik produk segar yang siap
dimasak, mudah dan cepat untuk diolah. Sampai saat ini buah dan sayuran terolah
minimal yang siap pakai masih terbatas jumlahnya di pasaran.
Produk buah dan sayuran yang diolah minimal masih dapat digolongkan
sebagai suatu produk segar, yang kesegarannya diharapkan harus dapat
dipertahankan hingga saatnya siap dikonsumsi. Ada beberapa hal yang menjadi
pertimbangan penting dalam memproduksi buah dan sayuran olahan minimalis,
yakni mempertahankan mutu khususnya kesegaran serta aspek sensorik lainnya,
mempertahankan nilai gizi, mencegah pembusukan oleh mikrobia serta
penjaminan keamanan bila dikonsumsi (Pardede 2009).
Bawang merah yang diolah minimal mudah mengalami penurunan mutu
berupa kerusakan, kehilangan susut bobot, terserang jamur, penurunan tingkat
kekerasan dan penguapan zat - zat kimia yang memberikan aroma atau bau khas
pada bawang merah. Dengan demikian, diperlukan penanganan yang tepat setelah
bawang diolah minimal. Dalam penyimpanannya makanan buah dan sayur olahan
minimalis biasanya dikemas dalam keadaan tertutup dalam kemasan yang
semipermiabel.
Untuk mempertahankan mutu bawang merah diperlukan penanganan
pascapanen yang tepat. Salah satu cara yang diharapkan dapat mempertahankan
mutu bawang merah adalah dengan cara menyimpan bawang merah pada suhu
rendah. Dengan melakukan penelitian tentang respon kualitas pascapanen
diharapkan dapat mengetahui suhu penyimpanan yang optimum dan lama
penyimpanan yang baik agar mutu bawang terolah minimal dapat dipertahankan
sehingga kerugian akibat penangangan bawang merah terolah minimal yang tidak
tepat dapat tidak dialami produsen.

2

Perumusan Masalah
Penurunan mutu bawang merah terolah minimal diindikasikan dengan
timbulnya kerusakan secara fisik pada bawang merah seperti tumbuhnya tunas,
kebusukan pada umbi dan aroma atau flavor. Kehilangan air juga dapat
mengakibatkan peningkatan susut bobot pada bawang merah. Untuk
mempertahankan mutu bawang merah diperlukan penanganan pascapanen yang
tepat. Penyimpanan bawang merah terolah minimal pada suhu rendah diharapkan
mampu mempertahankan mutu bawang merah terolah minimal selama
penyimpanan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah menganalisis perubahan kualitas bawang
merah (Allium ascalonicum L.) terolah minimal yang disimpan pada suhu rendah
dan menentukan lama penyimpanan.
Ruang Lingkup Penelitian
Bawang merah yang menjadi sampel adalah bawang merah yang sudah
melalui waktu pengeringan selama 14 hari dengan kadar air 80-85 %. Hanya
bagian kulit kering terluar bawang yang dibersihkan. Bawang merah terolah
minimal disimpan pada suhu 0 °C, 5 °C dengan RH 65-75 % dan suhu ruang
dengan RH lingkungan selama enam minggu.

TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Bawang merah adalah produk pertanian yang berbentuk umbi lapis dengan
memiliki sifat yang mudah mengalami kerusakan. Jenis kerusakan yang terjadi
berupa pelunakan umbi, keriput, keropos, busuk, mengalami pertunasan,
pertumbuhan akar, dan tumbuhnya jamur. Kerusakan-kerusakan tersebut pada
proses penyimpanan akan menyebabkan turunnya kualitas umbi bawang merah.
Selain kehilangan bobot yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga bawang
merah di pasaran (Komar et al. 2001).
Berdasarkan SNI bawang merah SNI 01-3159-1992, persyaratan mutu
bawang merah digolongkan dalam 2 jenis mutu yaitu Mutu I dan Mutu II yang
disajikan pada Tabel 1.

3

Tabel 1 Syarat mutu bawang merah sesuai dengan SNI 01-3159-1992
Syarat
Karakteristik
Mutu I
Mutu II
Varietas
Seragam
Seragam
Ketuaan
Tua
Cukup tua
Kekerasan
Keras
Cukup keras
Diameter
Min. 1.7 cm
Min. 1.3 cm
Kerusakan (b/b)
Maks. 5 %
Maks. 8 %
Busuk (b/b)
Maks. 1 %
Maks. 2 %
Kotoran (b/b)
Tidak Ada (%)
Tidak ada
Sumber : Departemen Pertanian (1999)
Selain syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI bawang merah segmen
pasar juga menetapkan persyaratan-persyaratan dan mengelompokan dalam
beberapa kelas mutu yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Persyaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen pasar
Kriteria
Ukuran Diameter Umbi
Warna Umbi
Kesegaran
Kadar Air (%)
Kotoran
Kekeringan/layu
Hama/penyakit

Kelas Mutu
Mutu I
Mutu II
Besar, diameter >2.5 cm
Kecil, diameter 1.5-2.5 cm
Merah ungu sampai putih
Merah ungu sampai putih
Segar
Segar
80-85 %
75-80 %
Bebas, tidak berakar
Maks.0,1 %, tidak berakar
3%
3-5 %
Bebas serangga
Bebas serangga

Sumber : Departemen Pertanian (1999)
Penyimpanan Suhu Rendah
Penyimpanan suhu rendah adalah cara yang umum digunakan untuk
memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas produk.
Penyimpanan pada suhu rendah mampu mempertahankan kualitas dan
memperpanjang masa simpan hasil pertanian, karena dapat menurunkan proses
respirasi, memperkecil transpirasi dan menghambat perkembangan mikrobia
(Purwanto et al. 2012).
Penelitian yang dilakukan Mutia et al. (2014), bawang merah yang
disimpan pada suhu 5 °C presentase kerusakannya lebih rendah dibandingkan
dengan bawang merah yang disimpan pada suhu 10 °C dan suhu ruang. Secara
umum, pendinginan dilakukan pada suhu 2.2-15.5 °C yang akan tergantung pada
sifat bahan-bahan yang disimpannya. Penyimpanan ini memerlukan adanya
pengontrolan suhu meliputi penggunaan suhu, kelembaban, dan kondisi
lingkungan.
Bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C dengan RH lingkungan
70-75 % mengalami kehilangan bobot sebesar 14.2 % selama penyimpanan 20-24
minggu (Pantastico 1986). Untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang
umur simpan bibit bawang – bawangan diperlukan teknik penyimpanan dengan
pengaturan suhu dan kelembaban gudang penyimpanan. Penyimpanan bawang

4

pada suhu rendah (0-7.5 °C) dan suhu tinggi (25-30 °C) dengan RH lingkungan
65-80 % dapat menunda pertunasan bawang merah (Soedomo 2006), sedangkan
Miedema (1994) melaporkan bahwa suhu penyimpanan 5 °C dan 30 °C dapat
menghambat pertumbuhan tunas umbi bawang merah.
VRS (Volatile Reducing Substance)
Volatile Reducing Substance (VRS) merupakan zat-zat yang mudah
menguap dalam suatu bahan atau produk dan mudah direduksi yaitu senyawa
sulfur seperti profilsulfur dan profenilsulfur dan aldehid seperti asetaldehid dan
propanoldehid. Semakin tinggi kadar VRS pada suatu bahan menunjukan mutu
yang semakin baik dan biasanya dengan perlakuan, kadar VRS suatu bahan akan
mengalami penurunan. Tanam-tanaman dari genus Allium memang memiliki
karakteristik rasa dan aroma yang sangat kuat, disebabkan adanya senyawasenyawa sulfur di dalamnya (Fennema 1996). Hasil identifikasi menunjukkan
bahwa seperlima kandungan minyak netralnya merupakan senyawa sulfur.
Senyawa sulfur dari bawang merah (Allium ascalonicum L.) yang
merupakan prekursor flavor disebut juga volatile reducing substance (VRS). VRS
adalah unsur kimia yang mudah menguap dan kandungan sulfur yang tinggi
merupakan ciri yang dimiliki oleh tanaman dari famili bawang - bawangan yang
sekaligus sebagai pemberi flavor yang khas pada bawang.
Minimally process
Minimally process atau pengolahan minimal merupakan serangkaian
perlakuan terhadap buah-buahan/sayuran segar untuk menghilangkan bagianbagian yang tidak dimakan serta melakukan pengecilan ukuran pemotongan atau
pengirisan sehingga mempercepat penyajian. Teknologi pengolahan minimal
didefinisikan sebagai kegiatan pengolahan yang mencakup pencucian, sortasi,
pembersihan, pengupasan, pemotongan dan lain sebagainya yang tidak
mempengaruhi sifat-sifat mutu bahan segar, khususnya kandungan gizinya
(Shewfelt 1987). Bawang merah dapat diolah minimal dengan menghilangkan
atau mengupas bagian kulit kering terluar yang tidak dapat digunakan dan
pengirisan pada umbi bawang merah.
Tahap pertama dalam pengolahan buah atau sayuran minimalis adalah
mengurangi kontaminasi mikroorganisma dengan membuang bagian luar dan
bagian-bagian yang kotor, kemudian dipotong atau diiris. Pada bahan yang terluka
akibat pemotongan atau pengirisan, respirasi dan reaksi biokimia lainnya
berlangsung dengan laju yang lebih tinggi khususnya di area yang terjadi
pemotongan (cut zones). Sel yang menjadi terbuka akibat pemotongan akan
memfasilitasi bercampurnya enzim-enzim dengan substrat yang segera akan
memicu reaksi biokimia dalam sel. Bagian jaringan yang terbuka juga merupakan
jalan masuk bagi infestasi mikroba ke dalam bahan.

5

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanaian Bogor dan Laboratorium Mutu dan
Keamanan Pangan SEAFAST CENTRE, IPB pada bulan Februari hingga April
2015.
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah refrigerator untuk
penyimpanan bawang merah pada suhu 0 °C dan 5 °C, termometer digital untuk
pengukuran RH dan suhu, timbangan digital, timbangan analitik, wrapping sealer,
oven, rheometer untuk pengujian kekerasan bawang dan VRS apparatus.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah varietas
Bima Brebes, kemasan styrofoam, plastik film jenis (PE), dan kapur (CaCO3)
untuk menstabilkan RH.

6

Prosedur Penelitian
Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Mulai
Bawang merah dilakukan proses
curing dan pelayuan
Pengeringan selama 14 hari KA 80-85 %

Sortasi dan pembersihan kulit
terluar bawang (terolah minimal)
Analisis mutu awal bawang merah (bobot awal,
kadar air, tingkat kekerasan dan kadar VRS)
Bawang merah terolah minimal sebanyak 200 gram
untuk tiap kemasan, dikemas pada styrofoam dan
dilapisi plastik film.

Penyimpanan pada suhu
ruang dan RH lingkungan

Penyimpanan pada suhu
0 °C dan RH 65–75 %

Penyimpanan pada suhu
5 °C dan RH 65–75 %

Pengukuran (susut bobot, kadar air, tingkat
kekerasan, kadar VRS dan presentase kerusakan)

Pengukuran setiap 7 hari
sekali dan VRS 14 hari
sekali selama 6 minggu

Y
Analisis
data
Selesai
Gambar 1 Diagram alir proses penelitian

T

7

Persiapan Bahan
Bawang merah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah
varietas Bima Brebes. Bawang merah yang digunakan sebagai sampel terlebih
dahulu melalui proses pengeringan di Petani selama 14 hari dengan kadar air
80-85 %. Bawang merah bawang merah dikirim dari Cirebon melalui jalur darat.
Sortasi dan Pembersihan
Bawang merah disortasi dan dibersihkan dari kotoran, lembar – lembar
daun kering serta umbi bawang merah yang mengalami kerusakan ataupun yang
terserang hama. Bagian kulit kering terluar dari bawang merah dibersihkan atau
dikupas seperti pada Gambar 2 (a) sehingga didapatkan bawang merah siap olah
seperti pada Gambar 2 (b) dan proses inilah yang disebut terolah minimal. Setelah
itu bawang merah dicuci dengan air mengalir sehingga bersih dari sisa – sisa
tanah.

(a) Pengupasan kulit bawang merah

(b) Bawang merah siap olah

Gambar 2 Proses sortasi dan pembersihan pada bawang merah
Penimbangan dan pengemasan bahan
Bawang merah ditimbang sebanyak 200 gram untuk setiap kemasan
(Gambar 2 a) kemudian bawang dikemas pada kemasan styrofoam yang kemudian
dilapisi oleh plastik film yang aman bagi bahan pangan (food grade) seperti pada
Gambar 3 b.

(a) Penimbangan bawang merah

(b) Pengemasan bawang merah

Gambar 3 Proses penimbangan dan pengemasan bahan

8

Penyimpanan bahan yang telah dikemas
Dilakukan analisis mutu awal terlebih dahulu pada bawang merah seperti
bobot awal, kadar air, tingkat kekerasan dan kadar VRS. Bawang merah yang
telah dikemas kemudian disimpan dalam refrigerator yang bersuhu 0 °C dan 5 °C
dengan RH 65-75 % dan suhu ruang dengan RH lingkungan. Bawang merah
disusun agar mempermudah pengeluaran bahan saat akan dianalisa seperti pada
Gambar 4.

Gambar 4 Penyimpanan bahan yang telah dikemas dan disusun dalam refrigerator
Parameter Pengamatan
Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan mengukur bobot awal sebelum
penyimpanan, setelah itu bawang merah disimpan selama enam minggu. Setiap
satu minggu sekali bobot bawang merah diukur. Pengukurannya menggunakan
timbangan digital. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot
adalah sebagai berikut:
�−�
Susut Bobot % =

%

Dimana: W
= bobot bahan sebelum penyimpanan (g)
Wa = bobot bahan setelah penyimpanan (g)
Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven
setiap 7 hari sekali. Bawang merah ditimbang sebanyak 15 gram dalam cawan
yang diberi alumunium foil yang telah diketahui berat kosongnya, kemudian
dikeringkan dalam oven dengan suhu sekitar 100-105 °C selama 1 jam, setelah itu
bawang merah didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.
Bawang merah dipanaskan kembali dalam oven selama 2 jam, setelah itu bawang
merah didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai
diperoleh berat yang konstan, yaitu selama 20 jam. Setelah konstan waktu
pengukuran kadar air dapat ditentukan untuk pengukuran selanjutnya. Pengukuran
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada masing-masing sampel dan kemudian
dirata-ratakan nilainya. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang
diuapkan dari bahan dengan perhitungan berikut (AOAC 1984):
Kadar Air % =





g −�
�� g

ℎ�

g

x

%

9

Kadar VRS (Farber dan Ferro 1956)
Sebanyak 1 g sampel bawang merah ditambah 10 ml air destilata,
kemudian ditambahkan 10 ml KMnO4 0.02 N menggunakan pipet dan
dimasukkan ke dalam gelas reaksi pada VRS apparatus. Larutan tersebut diaerasi
dengan pompa vakum selama kurang lebih 40 menit, setelah aerasi dilakukan
semua KMnO4 dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan dibilas dengan air destilata,
kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 6 N dan 3 ml KI 20 %, selanjutnya dititrasi
sampai warna menjadi kuning, setelah itu ditambah indikator amilum, dititrasi
kembali dengan Na2S2O3 0.02 N sampai warna biru hilang. Kadar VRS diukur
setiap 2 minggu sekali. Rumus yang digunakan yaitu:

Dimana :
VRS
bl
c
b
N



VRS =

x�

= Volatile Reducing Substance (gEq/g)
= jumlah larutan Na2S2O3 titrasi blanko (L)
= jumlah larutan Na2S2O3 titrasi contoh (L)
= berat contoh (g)
= normalitas larutan Na2S2O3 (gEq/L)

Kekerasan Bahan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan produk terhadap
jarum penusuk dari rheometer. Bawang merah ditekan oleh probe dengan beban
maksimum 10 kg. Diameter probe sebesar 5 mm, diset pada kedalaman 10 mm,
dengan kecepatan jarum sebesar 30 mm/menit. Pengujian dilakukan pada bagian
tengah bawang merah. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada
masing-masing sampel dan kemudian dirata-ratakan nilainya. Nilai dari rheometer
akan berupa gaya tekan (N).
Persentase Jumlah Bawang yang Rusak
Persentase kerusakan pada penelitian ini dinyatakan dalam persen yang
diperoleh dengan menghitung banyaknya bawang merah yang mengalami
kerusakan seperti tumbuhnya tunas, tumbuhnya akar, umbi bawang merah yang
busuk, dan hampa terhadap banyaknya bawang yang disimpan. Perhitungan
dilakukan pada setiap kemasan yang dibuka setiap 7 hari sekali.
�� �

� % =








� �

� � �




10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Bawang Merah Awal Penyimpanan
Bawang merah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bawang
merah yang telah dianalisa mutu awalnya meliputi kadar air, volatile reducing
substance (VRS), dan kekerasan yang tersaji dalam Tabel 3. Hasil pengukuran
kualitas awal dari bawang merah tersebut digunakan untuk mengetahui
penurunan mutu yang terjadi hingga akhir penyimpanan. Pada awal penyimpanan,
kondisi bahan yang digunakan merupakan bawang merah yang memiliki kualitas
yang baik tanpa adanya kerusakan serta memiliki bentuk dan kekerasan yang
sesuai dengan SNI 01-3159-1992 (Tabel 2). Perubahan mutu bawang merah
diamati setiap tujuh hari selama enam minggu.
Tabel 3 Hasil analisa mutu awal bawang merah hari ke-0
Parameter

Hasil analisa

Kadar air (%)
Kekerasan (N)
Kadar VRS ( gEq/g)

84.78
3.69
13.98x10-6

Kadar Air
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang
sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan (Nugraha et al. 2012). Dalam penelitian
ini pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Kadar air memiliki
peranan yang penting dalam penyimpanan bawang merah. Kadar air yang terlalu
tinggi pada awal penyimpanan dapat menyebabkan mudahnya terjadi kebusukan
dan kerusakan seperti munculnya akar. Namun jika kadar air terlalu rendah dapat
menyebabkan terjadinya susut bobot pada bawang merah, dengan demikian perlu
diketahui kadar air yang sesuai untuk penyimpanan bawang merah dalam jangka
waktu yang lama namun mutu tetap terjaga (Mutia et al. 2014).
Pada Gambar 5 menunjukan perubahan kadar air bawang merah selama
penyimpanan pada berbagai suhu. Dapat dilihat pada grafik, terjadi fluktuasi
kadar air selama penyimpanan, hal ini terjadi karena pada pengukuran sampel
yang digunakan berbeda-beda menyebabkan perubahan kadar air yang tidak tetap
selama penyimpanan. Perubahan ini disebabkan karena kondisi selama
penyimpanan, penggunaan suhu ditempat penyimpanan dan kelembaban. Hal ini
sesuai dengan pendapat Priyantono et al. (2013) bahwa perubahan kadar air
selama penyimpanan dipengaruhi oleh kondisi tidak tetap, sehingga bawang

11

merah dengan mudah menyerap maupun menguapkan air dari dalam umbi yang
dipengaruhi oleh kondisi dan suhu lingkungan penyimpanan.
89
88

Kadar air (%)

87
86
85
84
Suhu 0°C

83

Suhu 5°C

82

Suhu ruang

81
80
0

1

2

3

4

5

6

Lama penyimpanan (minggu)

Gambar 5 Perubahan kadar air bawang merah selama penyimpanan
Penyimpanan bawang pada suhu ruang hanya bertahan selama dua minggu
akibat kapang dan khamir yang berkembang biak karena kadar air yang masih
tinggi pada bagian kulit terluar bawang, sehingga pada suhu yang optimum
tersebut jamur dan mikroba berkembang sangat cepat dan merusak umbi bawang
merah. Pada suhu ruang minggu pertama terjadi penurunan kadar air bawang
merah menjadi 84.37 % dari sebelumnya 84.78 %. Penurunan kadar air ini
disebabkan karena umbi bawang merah yang disimpan pada suhu ruang
mengalami presentase kerusakan yang tinggi (Lampiran 6).
Bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C kadar airnya juga
cenderung meningkat. Peningkatan terbesar terjadi pada minggu pertama sebesar
1.82 % dari sebelumnya 84.78 %. Terjadi penurunan pada minggu kedua menjadi
84.89 % hal tersebut sebanding dengan penurunan RH yang terjadi pada minggu
kedua dari sebelumnya 74 % menjadi 71 % (Lampiran 1.c). Minggu kedua hingga
minggu keenam kadar air bawang merah cenderung meningkat. Hingga akhir
penyimpanan kadar air bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C mencapai
86.55 %. Hal ini menunjukan bahwa RH saling berkaitan dengan kadar air bahan.
Penyimpanan bawang merah pada suhu 0 °C kadar air selama
penyimpanan cenderung mengalami peningkatan. Minggu pertama hingga minggu
kelima bawang merah memiliki kadar air 84-85 % yang menunjukkan mutu
bawang merah baik, hal ini karena RH penyimpanan yang stabil antara 69-86 %
(Lampiran 1.a) dan menyebabkan transpirasi bawang merah rendah dan
menyebabkan kadar air bawang merah meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa
penyimpanan pada suhu 0 °C mampu menahan penurunan kadar air. Hal ini
disebabkan karena penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat proses
respirasi sehingga kehilangan kadar air menjadi kecil.

12

Susut Bobot
Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu
yang menunjukkan tingkat kesegaran. Perubahan susut bobot yang terjadi seiring
dengan waktu penyimpanan, yang dimana semakin lama bawang merah disimpan
maka susut bobot yang terjadi akan semakin meningkat. Kenaikan susut bobot
tidak lepas dari kelembaban (RH) lingkungan dan suhu serta lama umbi bawang
disimpan (BPTP 2011). Selama penyimpanan bawang merah mengalami susut
bobot sebagai akibat dari proses penguapan, kebusukan dan kerusakan dari umbi
bawang merah. Hutabarat (2008) menyatakan meningkatnya susut bobot sebagian
besar disebabkan oleh kehilangan air akibat transpirasi dan terurainya glukosa
menjadi CO2 dan H2O selama proses respirasi walaupun dalam jumlah kecil. Gas
yang dihasilkan akan menguap dan menyebabkan susut bobot.
45

Total susut

bobot (%)

40
35
30
Suhu 0°C
25
Suhu 5°C
20

Suhu ruang

15
10
5
0
0

1

2

3

4

5

6

Lama penyimpanan (minggu)

Gambar 6 Perubahan susut bobot bawang merah selama penyimpanan
Pada gambar 6 menunjukan perubahan susut bobot bawang merah selama
penyimpanan dari beberapa suhu penyimpanan. Bawang merah yang disimpan
pada suhu 0 °C tidak mengalami susut bobot. Bawang merah yang disimpan pada
suhu rendah yaitu 0 °C, lebih mampu menekan terjadinya susut bobot. Hal ini
disebabkan karena pada suhu tersebut mampu meperlambat proses metabolisme
pada umbi bawang merah serta mampu menghambat terjadinya kerusakan selama
penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rachmawati et al. (2009) bahwa
penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan reaksireaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba.
Berbeda dengan bawang merah yang disimpan pada suhu 5°C mengalami
susut bobot 11.77 % hingga akhir penyimpanan. Hal ini sesuai pernyataan
Rubatzky dan Yamaguchi (1998) respirasi akan berjalan lebih cepat dengan

13

meningkatnya suhu, sehingga lapisan sekulen terluar dari bawang merah akan
mengering dan akan mengurangi kandungan air dari lapisan sekulen bagian, yang
mengakibatkan menurunnya lapisan sekulen.
Bawang merah dengan penyimpanan suhu ruang mengalami susut bobot
tertinggi diantara suhu penyimpanan lainnya pada akhir penyimpanan sebesar
39.69 %. Penurunan susut bobot yang tinggi menunjukan pada suhu ruang umbi
bawang merah terolah minimal tidak dapat mempertahankan mutunya karena
proses transpirasi atau penguapan air yang besar. Kerusakan fisiologis lain yang
menyebabkan tingginya susut bobot adalah adanya pertumbuhan mikroba yang
menyebabkan bawang merah yang busuk seperti yang terlihat pada Gambar 7. Hal
ini sesuai dengan pendapat Nugraha et al. (2012), bahwa disamping terjadinya
penguapan, penurunan berat umbi juga diakibatkan oleh adanya kerusakan karena
umbi bawang merah yang mengalami kebusukan, hampa/kering dan bertunas.
Data susut bobot (Lampiran 2) setiap minggunya memperlihatkan bahwa
suhu 0 °C lebih mampu menekan terjadinya peningkatan susut bobot hingga akhir
penyimpanan. Hal ini disebabkan karena pada suhu tersebut, mampu menghambat
terjadinya aktifitas fisiologis, aktifitas mikroba dan transpirasi yang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan susut bobot. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rachmawati et al. (2009) bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat
menghambat aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau
menghentikan pertumbuhan mikroba.

Gambar 7 Bawang merah mengalami kerusakan dan kebusukan
Kekerasan
Pada pada bawang merah kekerasan menjadi salah satu parameter penentu
tingkat kesegaran dan kualitas. Pada gambar 8 terlihat terjadinya fluktuasi
kekerasan pada bawang merah yang diamati setiap minggunya selama
penyimpanan. Dari grafik kekerasan yang dikur diawal penyimpanan mengalami
penurunan kekerasan pada akhir penyimpanan. Sehingga semakin lama waktu
penyimpanan tingkat kekerasan umbi bawang merah semakin menurun.

14

Pada penyimpanan bawang merah di suhu 0 °C mempunyai nilai
kekerasan sebesar 3.69 N diawal penyimpanan, hingga akhir penyimpanan selama
enam minggu nilai kekerasan bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C
menjadi 3.15 N. Pada suhu 5 °C umbi bawang merah memiliki nilai kekerasan
pada awal penyimpanan sebesar 3.69 N menurun hingga akhir penyimpanan
menjadi 2.85 N. Hal ini didukung oleh pernyataan Nugraha et al. (2012),
umumnya kekerasan akan menurun selama penyimpanan, yang disebabkan oleh
terjadinya perubahan komposisi penyusun dinding sel maupun komponen makro
lainnya. Pelunakan dinding sel juga disebabkan oleh perubahan turgor sel yang
menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran sayuran selama penyimpanan.
6

Tingkat kekerasan (N)

5

4

3
Suhu 0°C
2
Suhu 5°C
Suhu ruang

1

0
0

1

2

3

4

5

6

Lama penyimpanan (minggu)

Gambar 8 Perubahan tingkat kekerasan bawang merah selama penyimpanan
Penyimpanan pada suhu ruang umbi bawang merah mengalami kerusakan
karena jamur dan kebusukan pada minggu kedua penyimpanan (Gambar 9),
sehingga nilai kekerasan bawang merah hanya terukur pada awal dan minggu
pertama penyimpanan. Pada awal penyimpanan bawang merah yang disimpan
disuhu ruang memiliki nilai kekerasan 3.69 N dan meningkat pada minggu
pertama menjadi 4.46 N. Meningkatnya nilai kekerasan bisa diakibatkan
perubahan fisiologis yang terjadi pada umbi bawang merah yang akan mengalami
kerusakan dan kebusukan akibat dari mikroba atau perubahan enzimatis umbi
bawang merah selama masa penyimpanan disuhu yang tidak sesuai.

15

Gambar 9 Bawang merah yang disimpan pada suhu ruang mengalami kerusakan
akibat jamur
Volatile Reducing Substance (VRS)
Pada bawang merah sebagian besar komponen flavornya bersifat volatil
atau mudah menguap dan memberikan aroma atau bau yang khas dan dihitung
sebagai VRS (Volatile Reducing Substance). Tanam-tanaman dari genus Allium
memiliki karakteristik rasa dan aroma yang sangat kuat, disebabkan karena
adanya senyawa-senyawa sulfur di dalamnya (Fennema, 1996).
18

Kadar VRS (µgEq/g)

16
14

Suhu 0°C

12

Suhu 5°C

10

Suhu Ruang

8
6
4
2
0
0

2
4
Lama penyimpanan (minggu)

6

Gambar 10 Perubahan kadar VRS bawang merah selama penyimpanan
Pada awal penyimpanan kadar VRS bawang merah sebesar 13.98x10-6
gEq/g , yang selanjutnya masing – masing bawang merah disimpan pada suhu
yang berbeda. Bawang merah yang disimpan pada suhu ruang sudah tidak
dihitung lagi kadar VRS-nya karena presentase kerusakan yang terjadi sebesar
100 %. Pengukuran yang dilakukan setiap dua minggu karena mahalnya biaya
pengujian untuk setiap sampel menyebabkan kadar VRS pada suhu ruang sebelum

16

mengalami kebusukan tidak terukur, sehingga perlu dilakukan pengukuran dengan
rentang setiap satu minggu selama penyimpanan. Bawang merah yang disimpan
pada suhu 0 °C mengalami penurunan sampai akhir penyimpanan memiliki kadar
VRS 0.94x10-6 gEq/g. Hal ini terjadi karena aktivitas enzim pembentuk flavor
ditekan pada suhu rendah. Hal ini didukung pula oleh BPTP (2011), semakin
tinggi aktifitas enzim pembentuk VRS maka kadar VRS pada umbi akan
meningkat, sebaliknya jika aktifitas enzim menurun maka kadar VRS juga akan
menurun.
Sama halnya dengan bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C sampai
akhir penyimpanan nilai kadar VRS tidak berbeda jauh dengan suhu 0 °C yang
mengalami penurunan yaitu sebesar 0.95x10-6 gEq/g hingga akhir penyimpanan.
Kadar VRS ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Mutia et al.
(2014), kadar VRS bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C hingga akhir
penyimpanan 26.53x10-6 gEq/g pada perlakuan kadar air 80 % dan 24.88x10-6
gEq/g. Penurunan kadar VRS terjadi karena kandungan sulfur yang merupakan
prekusor aroma pada pada bawang merah digunakan untuk aktifitas metabolisme
pembentukan tunas dan akar pada umbi bawang merah. Berhubungan dengan
tingkat kerusakan yang terjadi pada suhu 5 °C didominasi oleh umbi bawang
merah yang mengalami pertumbuhan akar dan tunas.
Tingkat Kerusakan
100

Tingkat kerusakan (%)

80
Suhu 0°C
Suhu 5°C

60

Suhu ruang
40

20

0
0

1

2

3

4

5

6

Lama penyimpanan (minggu)

Gambar 11 Perubahan tingkat kerusakan bawang merah selama penyimpanan
Gambar 11 memperlihatkan tingkat kerusakan yang terjadi pada umbi
bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C, 5 °C dan suhu ruang mengalami
peningkatan kerusakan hingga akhir penyimpanan. Tetapi pada penyimpanan
suhu ruang kerusakan umbi yang disimpan terjadi pada minggu kedua mencapai
100 %. Pada umbi bawang merah yang disimpan pada suhu ruang terdapat jamur

17

pada umbi, umbi bawang menjadi keriput umbi bawang merah juga mengalami
kebusukan yang terlihat berwarna putih pucat dan berlendir (Gambar 12).

Gambar 12 Bawang merah yang berjamur dan mengalami kebusukan pada suhu
ruang
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mutia et al. (2014), terlihat
bahwa suhu ruang lebih memicu terjadinya kerusakan umbi busuk/jamur pada
bawang merah selama penyimpanan dibandingkan suhu dingin. Hal ini
disebabkan karena tingginya tingkat pertumbuhan mikroba pada suhu ruang yang
menimbulkan busuk jamur pada bawang merah. Hal tersebut menunjukkan
bawang merah terolah minimal sebelum penyimpanan perlu penambahan larutan
anti mikroba atau busuk jamur untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan
oleh jamur. Penyakit busuk jamur pada bawang merah disebabkan oleh A.niger
dan cendawan fusarium berupa miselia hitam pada permukaan umbi. A.niger dan
cendawan fusarium berkembang cepat pada kondisi hangat. Sesuai dengan
pendapat Nugraha et al. (2012) bahwa kerusakan busuk dan jamur pada bawang
merah disebabkan oleh Penicillium spp., Aspergillus spp., Botrytis spp., Fusarium
spp., Pseudomonas spp., dan Erwinia spp yang berkembang dengan cepat karena
terlalu tingginya suhu dan kelembaban selama penyimpanan.
Pada suhu 5 °C kerusakan meningkat tajam pada minggu keempat sebesar
70.46 % dari sebelumnya 33.15 % dan pada akhir penyimpanan kerusakan
bawang merah mencapai tingkat kerusakan sebesar 78.99 %. Kerusakan yang
terjadi pada suhu 5°C seperti tumbuhnya akar dan tunas pada umbi bawang merah
(Gambar 13). Tumbuhnya tunas dapat menjadi awal kerusakan karena adanya
proses metabolisme untuk menghasilkan energi bagi pertumbuhannya. Adanya
pertumbuhan akar pada bawang merah dapat dipacu oleh kondisi yang berupa
kenaikan kelembaban yang dapat mengakibatkan pembusukan yang cepat,
pengeriputan, dan kehabisan simpanan makanan terutama pada akar-akar serta
umbi-umbian (Pantastico 1986). Kerusakan lainnya yang terjadi pada suhu 5 °C
munculnya jamur dan mengalami kebusukan, tumbuhnya jamur dan kebusukan
yang terjadi lebih sedikit dibandingkan bawang merah yang disimpan pada suhu
ruang.

18

Gambar 13 Tumbuhnya akar dan tunas pada umbi bawang merah
Bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C mulai mengalami kerusakan
pada minggu kedua penyimpanan, tingkat kerusakan pada bawang merah yang
disimpan pada suhu 0 °C sampai akhir penyimpanan sebesar 35.97 % lebih kecil
dibandingkan dengan bawang merah yang disimpan suhu 5 °C dan suhu ruang.
Hasil tersebut menunjukan bawang merah terolah minimal yang disimpan pada
suhu 0 °C mampu menekan kerusakan pada bawang merah hingga akhir
penyimpanan. Hal ini disebabkan karena pada suhu 0 °C, mampu menghambat
terjadinya aktifitas fisiologis, aktifitas mikroba dan transpirasi yang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan kerusakan. Sesuai dengan pendapat
Rachmawati et al. (2009) bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat
menghambat aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau
menghentikan pertumbuhan mikroba.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Penyimpanan bawang merah terolah minimal pada suhu ruang dengan RH
lingkungan menyebabkan tumbuhnya jamur pada umbi bawang merah
sejak minggu pertama penyimpanan dan presentase kerusakan yang tinggi.
2. Bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C hingga akhir penyimpanan
tidak mengalami perubahan susut bobot.
3. Tingkat kekerasan umbi bawang merah hingga akhir penyimpanan
mengalami penurunan, kekerasan yang paling baik terdapat pada
perlakuan suhu penyimpanan 0 °C.
4. Kadar VRS pada bawang merah pada setiap perlakuan suhu hingga akhir
penyimpanan mengalami penurunan.
5. Kerusakan pada umbi bawang merah pada setiap perlakuan suhu
penyimpanan hingga akhir penyimpanan mengalami peningkatan.
Kerusakan pada umbi bawang merah meliputi pertumbuhan tunas dan akar
serta adanya umbi yang busuk dan berjamur. Pertumbuhan tunas dan akar
yang meningkat terdapat pada suhu 5 °C. Banyaknya umbi bawang merah

19

yang terserang jamur pada suhu ruang. Pada suhu 0 °C mengalami tingkat
kerusakan paling rendah hingga akhir penyimpanan.
Saran
1. Perlu dilakukan pengukuran kadar VRS setiap 7 hari untuk mendukung
hasil pengukuran kadar VRS yang telah dilakukan pada penelitian ini.
2. Perlu menambahan perlakuan awal berupa pencucian dengan larutan anti
mikroba untuk mengurangi pertumbuhan jamur pada bawang terolah
minimal.

20

DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1984. Official methodes of analysis of the association of official
analytical chemist. Washington, DC.
Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Pedoman penerapan jaminan
mutu terpadu bawang merah. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2011. Risalah Hasil Pengkajian
Inovasi Hortikultura di Jawa Tengah. Jawa Tengah (ID): Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Brewster JL. 1994. Onions and other vegetable alliums. Inggris (GB): CAB
International. 228 p.
Ciptady MA. 2015. Budidaya bawang merah [Internet]. [diunduh 2015 jun 8].
Tersedia pada: http://cybex.pertanian.go.id/gerbangdaerah/detail/9371/
budidaya-bawang-merah
Farber L, Ferro M. 1956. Volatile reducing substance and volatile nitrogen
compounds in relation to spoilage in canned fish. Food Technol. 10:303304.
Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York (ID): Marcel Dekker, inc.
Hutabarat SO. 2008. Kajian pengurangan chilling injury tomat yang disimpan
pada suhu rendah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Komar N, Rakhmadiono S, Kurnia L. 2001. Teknik penyimpanan bawang merah
pascapanen di Jawa Timur. Jurnal Teknologi Pertanian. 2(2):79-95.
Miedema. 1994. Bulb dormancy in onion, the effect of temperature and cultivar
sprouting and horting. Horticultural Science Journal. 69:29-39.
Mutia AK, Purwanto YA, Pujantoro L. 2014. Perubahan kualitas bawang merah
(Allium ascalonicum L.) selama penyimpanan pada tingkat kadar air dan
suhu yang berbeda. Jurnal Pascapanen. 11(2):108-115.
Nugraha S, Resa SA, Yulianingsih. 2012. Inovasi teknologi instore drying untuk
mempertahan mutu dan nilai tambah bawang merah. Bogor (ID): Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buahbuahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika. Kamariyani,
penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan
dari: Postharvest Physicology, Handling and Utilization of Tropical and
Subtropical Fruits and Vegetables. Ed ke-3.
Pardede E. 2009. Buah dan sayur olahan secara minimalis. Majalah Ilmiah Visi.
17(3):245-254.
Priyantono E, Ete A, Adrianton. 2013. Vigor umbi bawang merah (Allium
ascallonicum L.) varietas palasa dan lembah palu pada berbagai kondisi
simpan. J Agrotekbis. 1(1):8-16.
Purwanto YA, Oshita S, Makino Y, Kawagoe Y. 2012. Indikasi kerusakan dingin
pada mentimun jepang (Cucumis sativus L.) berdasarkan perubahan ion
leakage dan pH. JTEP. 26(1):33-34.
Rachmawati, Defiani M, Suriani N. 2009. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan
terhadap kandungan vitamin c pada cabe rawit putih (Capsicum
prustenscens). Jurnal Biologi. 13(2):36-40.
Rubatzky VL, Yamaguchi M. 1998. Prinsip, Produksi, dan Gizi Sayuran Dunia 2.
Bandung (ID): ITB.

21

Shewfelt RL. 1987. Quality of minimally process fruits and vegetables. J Food
Qual. 10:143.
Soedomo RP. 2006. Pengaruh jenis kemasan dan daya simpan umbi bibit bawang
merah terhadap pertumbuhan dan hasil di lapangan. J Hort. 16(3):188-196.

22

Lampiran 1 Tabel dan grafik serta RH selama penyimpanan
a. Tabel dan suhu selama penyimpanan
Suhu (°C)
Minggu ke0°C
5°C
Ruang
0°C
0
0.3
5.2
31
69.5
1
0.3
5.6
31
76.46
2
2
5.2
73
3
1
4.8
73
4
0.3
5.1
75
5
0.5
4.8
74
6
0.1
4.7
86

RH (%)
5°C
73.1
74
71
72
69
69.5
73

Ruang
56.24
86.26
-

6

7

b. Grafik fluktuasi suhu selama penyimpanan
35
30
25

Suhu (°C)

suhu 0°C
20

suhu 5°C
suhu ruang

15
10
5
0
0

1

2

3

4

5

Waktu penyimpanan (Minggu)

c. Grafik fluktuasi RH selama penyimpanan
90
85
80

RH (%)

75
70
65
suhu 0°C
60

suhu 5°C

55

suhu ruang

50
0

1

2

3

4

Waktu penyimpanan (Minggu)

5

6

23

Lampiran 2 Data pengukuran dan perhitungan susut bobot (%) bawang merah
selama penyimpanan
Susut bobot (%)
Minggu ke0°C
5°C
Ruang
0
0
0
0
1
0
1.61
17.84
2
0
3.73
39.69
3
0
5.58
4
0
7.45
5
0
9.42
6
0
11.77
Lampiran 3 Data pengukuran dan perhitungan kadar air (%) bawang merah
selama penyimpanan
Kadar air (%)
Suhu
Minggu
Rataan
Ulangan Ulangan Ulangan
Penyimpanan
ke(%)
1
2
3
0
85.31
84.05
84.98
84.78
1
85.87
85.91
85.89
85.89
2
84.46
84.55
85.39
84.80
0°C
3
84.82
84.61
84.93
84.79
4
85.20
86.25
85.17
85.54
5
87.28
83.12
86.32
85.57
6
87.85
87.04
87.78
8755
0
85.31
84.05
84.98
84.78
1
86.49
86.67
86.65
86.60
2
82.97
85.99
85.71
84.89
3
85.08
85.82
85.93
85.61
5°C
4
85.87
85.97
84.33
85.39
5
85.99
86.36
86.65
86.33
6
85.96
86.45
87.23
86.55
0
85.31
84.05
84.98
84.78
1
84.91
83.36
84.83
84.37
2
Ruang
3
4
5
6
-

24

Lampiran 4 Data pengukuran dan perhitungan kekerasan (N) bawang merah
selama penyimpanan
Kekerasan (N)
Suhu
Minggu
Rataan
Ulangan Ulangan Ulangan
Penyimpanan
ke(N)
1
2
3
0
3.65
3.90
3.51
3.69
1
4.01
3.93
4.17
4.03
2
4k12
3.90
3.85
3.95
3
3.40
3.95
3.65
3.67
0°C
4
4.00
3.90
3.80
3.90
5
3.85
3.05
3.60
3.50
6
3.10
3.05
3.30
3.15
0
3.65
3.90
3.51
3.69
1
3.46
3.07
4.06
3.53
2
3.80
4.05
3.70
3.85
3
3.35
3.00
3.45
3.27
5°C
4
3.65
3.45
3.60
3.57
5
2.60
2.85
3.20
2.88
6
2.40
3.00
3.15
2.85
0
3.65
3.90
3.51
3.69
1
4.54
4.89
394
4.46
2
3
Ruang
4
5
6
-

25

Lampiran 5 Data pengukuran dan perhitungan kadar VRS ( gEq/g) bawang merah
selama penyimpanan
VRS (x10-6 gEq/g)
Rataan
Suhu
Minggu
(x10-6
Ulangan Ulangan
Penyimpanan
kegEq/g)
1
2
0
15.70
12.25
13.98
2
10.28
6.70
8.49
0°C
4
4.75
4.94
4.84
6
0.94
0.94
0.94

5°C

0
2
4
6

15.70
8.28
2.96
0.94

12.25
6.60
2.96
0.96

13.98
7.44
2.96
0.95

15.70
-

12.25

13.98

Ruang

0
2
4
6

-

-

-

-

-

-

Lampiran 6 Data pengukuran dan perhitungan kerusakan (%) bawang merah
selama penyimpanan
Kerusakan (%)
Minggu ke0°C

5°C

Ruang

0

0

0

0

1

0

26.37

89.66

2

0

32.97

100

3

11.22

33.15

4

23.84

70.46

5

34.27

75.08

6

35.97

78.99

26

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 9 Mei 1993.
Dilahirkan dari pasangan Budiyanto dan Siti Istirokhah. Penulis merupakan anak
kedua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di
SDN Jatisampurna 10, SMPN 230 Jakarta, SMAN 105 Jakarta, dan diterima di
IPB melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri)
Undangan pada tahun 2011 di program Studi Teknik Mesin dan Biosistem,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi
dan kepanitian pada Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) dan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM F). Penulis
melaksanakan praktik lapangan pada bulan Juni sampai Agustus 2014 di Dinas
Pertanian dan Perikanan Kota Depok, Depok, Jawa Barat dengan judul
Mempelajari Teknik Pascapanen dan Pengolahan Buah Belimbing di Dinas
Pertanian dan Perikanan Kota Depok.