Mutu Bawang Merah (Allium Ascalonicum L) Terolah Minimal Iris Pada Suhu Rendah

1

MUTU BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TEROLAH
MINIMAL IRIS PADA SUHU RENDAH

ANNI NURAISYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

3

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Mutu Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) Terolah Minimal Iris Pada Penyimpanan Suhu Rendah
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Anni Nuraisyah
NRP F152140111

4

RINGKASAN
ANNI NURAISYAH. Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terolah
Minimal Iris Pada Suhu Rendah. Dibimbing oleh Y. ARIS PURWANTO dan
EMMY DARMAWATI.
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu jenis
komoditas sayuran penting untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Bawang merah
terolah minimal iris menjadi sebuah solusi untuk memudahkan masyarakat dalam
proses pengolahan. Namun demikian produk terolah minimal mudah rusak, oleh

karena itu untuk mempertahankan mutu perlu disimpan pada suhu rendah.
Penelitian dilakukan bertujuan menentukan suhu dingin yang tepat untuk bawang
merah terolah minimal iris dari tiga varietas. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari dua faktor dengan tiga
kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah varietas bawang merah
(Bima, Tajuk dan Bali Karet) dan suhu penyimpanan (0, 5 oC, ruang (25–32 oC)).
Parameter yang diamati adalah kadar air, susut bobot, warna, kadar sulfur, total
mikroba, dan organoleptik.
Hasil penelitian menunjukkan penyimpanan bawang merah terolah minimal
iris dipengaruhi oleh varietas dan suhu. Varietas Tajuk mempunyai respon terbaik
terhadap penurunan kadar air (suhu 0 oC yaitu 1.48% dan suhu 5 oC yaitu 1.50%),
susut bobot (suhu 0 oC yaitu 1.62% dan suhu 5 oC yaitu 4.06%), penurunan
kecerahan (suhu 0 oC yaitu 10.90% dan suhu 5 oC yaitu 13.93%), penurunan kadar
sulfur (suhu 0 oC yaitu 9.45% dan suhu 5 oC yaitu 22.55%), dan peningkatan jumlah
mikroba (suhu 0 oC yaitu 11.72% dan suhu 5 oC yaitu 25.92%), sementara varietas
Bali Karet mempunyai respon terbaik terhadap warna a* (suhu 0 oC yaitu 2.81%
dan suhu 5 oC yaitu 43.10%), dan b* (suhu 0 oC yaitu 73.56% dan suhu 5 oC yaitu
7.15%). Suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap respon
mutu. Secara umum, penyimpanan suhu 0 oC mampu mempertahankan mutu
bawang merah iris (kadar air, susut bobot, kecerahan, kadar sulfur, warna a*(birukuning) dan total mikroba), sedangkan suhu 5 oC memberikan respon terbaik hanya

pada nilai warna b*(merah-hijau). Hasil uji organoleptik varietas Tajuk disukai
dalam hal warna sedangkan untuk aroma yang disukai adalah varietas Bima.
Bawang iris untuk ketiga varietas (Bima, Tajuk dan Bali Karet) masih diterima oleh
konsumen hingga hari ke-24 pada penyimpanan suhu 0 oC dengan total mikroba
dibawah ambang batas yang diperbolehkan (7.35 log CFU/gram).
Kata kunci: bawang merah, terolah minimal iris, sulfur, total mikroba, organoleptik

5

SUMMARY
ANNI NURAISYAH. Analysis of Sliced Minimally-Processed Shallot (Allium
ascalonicum L.) Quality Stored at Low Temperature. Supervised by Y. ARIS
PURWANTO and EMMY DARMAWATI.
Shallot (Allium ascalonicum L.) is one of the important horticultural
produce for daily consumption. Sliced minimally-processed shallot is one of
solution for ready to simple process. Minimal process shallot can be maintained
using low temperature storage. However, shallot product belongs to perishable
product, so that it is necessary to keep that product in low temperature condition to
maintain its quality. This study aimed to analyze the quality of minimally-processed
shallot slices from three varieties stored at low temperature. This study used

completely randomized design (CRD) factorial, which consists of two factors with
three replications. The factors were shallot varieties (Bima, Tajuk, and Bali Karet)
and storage temperature of (0, 5 °C) and room temperature (25-32 °C). During
storage period, the quality parameters namely water content, weight loss, color,
sulfur content, total microbes, and organoleptic were measured.
This study showed that storage of shallot onion was influenced by variety
and temperature. Tajuk variety gave the best reponse to reduction of water content
(1.48% for 0 oC and 1.50% for 5 oC), weight loss (1.62% for 0 oC and 4.06% for
5 oC), lightness (10.90% for 0 oC and 13.93% for 5 oC), sulfur content reduction
(9.45% for 0 oC and 22.55% for 5 oC yaitu) and the increase of microbial total
(11.72% for 0 oC and 25.92% for 5 oC), whilst Bali Karet variety gave the best
response to colour of a* (2.81% for 0 oC and 43.10% for 5 oC), and b* (73.56% for
0 oC and 7.15% for 5 oC). Temperature storage gave different effect to quality
response. Generally, storage at 0 oC was able to maintain shallot onion (water
content, weight loss, clarity, sulfur content, colour of a*(blue-yellow) and microbial
total). In contrast, Temperature of 5 oC gave the best response only at colour of
b*(red-green). Organoletic test exhibited that Tajuk variety was liked in terms of
colour, while Bima variety was liked in terms of odour. Shallot onion of all three
varieties tested was still accepted by consumer until day of 24th at storage of 0 oC
with microbial total under threshold permitted (7.35 log CFU/gram).

Keywords: shallot, sliced minimally-processed, sulfur, total microbe, organoleptic

6

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7

MUTU BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TEROLAH
MINIMAL IRIS PADA SUHU RENDAH

ANNI NURAISYAH


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

8

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Lilik Pujantoro Eko Nugroho, MAgr

9

10

11


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 sampai
dengan Maret 2016 ini ialah produk terolah minimal, dengan judul Mutu Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.) Terolah Minimal Iris pada Suhu Rendah.
Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini tidak lepas dari segala bantuan
dan dukungan berbagai pihak, baik ide, pemikiran, tenaga, moril maupun material.
Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr Ir Y Aris
Purwanto, MSc dan Dr Ir Emmy Darmawati, MSi selaku komisi pembimbing atas
waktu dan bimbingannya mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian,
hingga penulisan tesis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Lilik
Pujantoro Eko Nugroho, MAgr sebagai dosen penguji tamu dan Prof Dr Ir Sutrisno,
MAgr sebagai ketua program studi Teknologi Pascapanen SPS IPB yang telah
memberikan saran dan masukan dalam ujian sidang tesis ini. Penghargaan yang
tinggi penulis haturkan kepada Bapak Ibu, adik-adik, keluarga, dan teman-teman
program studi Teknologi Pascapanen SPS IPB atas dukungan materiil dan moril
yang tiada henti.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, November 2016
Anni Nuraisyah

12

13

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat

Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Pengamatan
Analisa Statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Mutu
Kadar Air
Susut Bobot
Warna L a* b*
Kadar Sulfur
Analisa Mikroba
Analisa Sensoris
Warna
Aroma
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT
HIDUP


vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
3
5
6
7
7
7

9
10
14
15
16
17
17
19
20
22
41

14

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Hasil analisa mutu awal bawang merah
Kadar air bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Susut Bobot bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Nilai L bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Nilai a* bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Nilai b* bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Kadar Sulfur bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Total Mikroba bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan

7
8
10
11
14
14
15
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Diagram alir metode penelitian
Bawang merah terolah minimal iris
Kadar air bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Susut Bobot bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Nilai L bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Nilai a* bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Nilai b* bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Kadar Sulfur bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Total Mikroba bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Tingkat kesukaan panelis terhadap warna bawang merah terolah
minimal iris selama penyimpanan
Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bawang merah terolah
minimal iris selama penyimpanan

4
4
8
9
11
12
13
14
16
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Hasil pengukuran kadar air bawang merah iris selama penyimpanan
Hasil pengukuran susut bobot bawang merah iris selama penyimpanan
Hasil pengukuran nilai L bawang merah iris selama penyimpanan
Hasil pengukuran nilai a* bawang merah iris selama penyimpanan
Hasil pengukuran nilai b* bawang merah iris selama penyimpanan
Hasil pengukuran kadar sulfur bawang merah iris selama penyimpanan
Hasil pengukuran mikroba bawang merah iris selama penyimpanan
Gambar Bawang utuh dan iris
Analisis sidik ragam kadar air bawang merah iris selama penyimpanan
Analisis sidik ragam susut bobot bawang merah selama penyimpanan
Analisis sidik ragam nilai L bawang merah selama penyimpanan
Analisis sidik ragam nilai a* bawang merah selama penyimpanan
Analisis sidik ragam nilai b* bawang merah selama penyimpanan
Analisis sidik ragam kadar sulfur bawang merah selama penyimpanan
Analisis sidik ragam total mikroba bawang merah selama penyimpanan

23
25
27
29
31
33
34
34
35
36
37
38
39
40
40

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trend saat ini, populasi wanita bekerja semakin meningkat sehingga waktu
yang dibutuhkan untuk menyiapkan makanan terbatas (Azizah 2010). Selain itu
industri pangan (seperti restoran, hotel, rumah sakit, katering) juga membutuhkan
bahan pangan yang ready to cook untuk mempercepat proses pengolahan,
penanganan, dan penyimpanan. Situasi tersebut berpeluang besar terhadap adanya
bahan pangan ready to use (Kim 2007). Adanya produk pangan ready to use
bertujuan memudahkan konsumen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bawang merah (Allium ascolanicum L.) merupakan salah satu komoditas
sayuran unggulan Indonesia. Konsumsi rata-rata bawang merah Indonesia tahun
2014 sebesar 2.44 kg/kapita/tahun dengan volume total permintaan bawang merah
mencapai 576.900 ton (BPS 2015). Data Departemen Pertanian (2007) menyatakan
bahwa konsumsi bawang merah sebanyak 80% dalam bentuk irisan basah/utuh.
Pengolahan bawang merah banyak ditemukan sebagai acar, sambal, dan bumbu.
Hal ini menyebabkan perlu adanya bawang merah ready to use dalam bentuk slicer.
Karakteristik bawang merah saat proses pengolahan dapat menyebabkan mata
perih. Penelitian Queiroz (2009) menyatakan bahwa bawang merah memiliki jenis
senyawa volatil (tripopanal sulfoksida) penyebab mata perih. Selain itu, ketika
mengupas atau mengiris bawang merah tercium aroma tidak enak pada tangan
dalam waktu cukup lama. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah melalui minimally process (terolah minimal). Tujuan adanya minimally
process yaitu memudahkan konsumen ketika mengkonsumsi bawang merah.
Produk terolah minimal dikenal dengan istilah fresh cut atau ready to use,
akan memperoleh perlakuan seperti trimming, pengupasan, pemotongan baik
sebagian atau keseluruhan, dan dilakukan pengemasan (Laminkara 2002).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada produk terolah minimal yaitu mutu yang
meliputi kesegaran, nilai gizi, dan penjaminan keamanan ketika dikonsumsi
(Ramos et al. 2013).
Perlakuan dalam minimally process seperti slicing bersifat merusak dinding
sel dalam jaringan, akibatnya produk mudah mengalami penurunan mutu. Oleh
karena itu, perlu dilakukan proses penyimpanan produk dalam suhu rendah.
Penelitian Page et al. (2016) menyatakan bahwa bawang bombai terolah minimal
yang disimpan pada suhu rendah 7 oC mampu bertahan selama 14 hari, dengan nilai
susut bobot meningkat 3%. Liu dan Li (2006) melakukan penelitian bawang bombai
(Allium cepa L.) terolah minimal yang disimpan pada suhu -2 oC, 4 oC, dan 10 oC
terjadi perubahan warna menguning dan kehilangan kesegaran seiring dengan
meningkatnya suhu penyimpanan. Berno et al. (2014) menyatakan bahwa bawang
bombai iris yang disimpan pada suhu 0 oC, 5 oC, 10 oC, dan 15 oC memiliki senyawa
bioaktif antosianin paling tinggi pada suhu paling rendah yaitu 0 oC. Hasil
penelitian tersebut menjadi referensi untuk penelitian bawang merah terolah
minimal iris pada suhu rendah.

2

Perumusan Masalah
Produk terolah minimal berpotensi dikembangkan di Negara berkembang
(FAO 2010). Jumlah wanita karir di Negara berkembang semakin meningkat
sehingga waktu mereka untuk menyiapkan makanan terbatas. Selain itu produk
terolah minimal dilakukan karena kesulitan dalam mengolah produk, misal pada
bawang merah. Bawang merah memiliki minyak atsiri, ketika dikupas mata akan
terasa pedih. Kelemahan lain adalah aroma bawang dapat menempel pada tangan
dalam waktu yang cukup lama.
Produk terolah minimal merupakan produk yang mudah mengalami
kerusakan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerusakan
pada produk terolah minimal yaitu penyimpanan pada suhu rendah. Pada penelitian
ini dilakukan penyimpanan bawang merah terolah minimal iris pada suhu 0 oC dan
5 oC dengan varietas Bima, Tajuk, dan Bali Karet. Ketiga varietas tersebut mewakili
varietas yang diproduksi petani di Indonesia Penelitian ini mengkaji mutu selama
penyimpanan.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini menganalisa perubahan fisikokimia (susut
bobot, kecerahan, kadar air, sulfur), dan mikrobiaologi (total mikroba) selama
penyimpanan pada suhu rendah.
Hipotesis Penelitian
1.
2.

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penyimpanan pada suhu rendah, mampu mempertahankan mutu bawang merah
terolah minimal iris selama penyimpanan
Penyimpanan suhu rendah mampu memperpanjang umur simpan dari bawang
merah terolah minimal.
Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat memberikan
rekomendasi penyimpanan bawang merah terolah minimal iris pada suhu rendah
yang mampu mempertahankan mutu bawang terolah minimal selama penyimpanan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium, menggunakan
penyimpanan suhu rendah dan kemasan berupa steroform yang ditutup dengan
plastik wrapping. Selain itu dalam penelitian ini juga tidak membahas tekno
ekonomi.

3

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2015 – Maret 2016 di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP),
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Laboratorium Mikrobiologi Pangan,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Laboratorium Pengujian Agronomi
dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah bawang merah
varietas Bima, Tajuk dan Bali Karet diperoleh dari Brebes yang sudah dicuring
dilapangan selama satu minggu. Bahan tambahan yaitu sterofoam untuk wadah
bawang merah, plastik film PE untuk wrapping, kapur (CaCO3) untuk menstabilkan
RH, bahan analisa mikroba (bufer phospat, media PCA dan broth, KMnO4, air,
asam sulfat, larutan KI, natrium sulfat).
Alat-alat yang digunakan adalah, slicer untuk mengiris bawang merah,
refrigerator untuk penyimpanan bawang merah pada suhu 0 °C dan 5 °C,
termometer dry wet untuk pengukuran suhu dan RH, timbangan digital untuk
mengetahui susut bobot, oven desikator dan timbangan analitik untuk mengetahui
kadar air, chromameter untuk mengetahui kecerahan, alat analisa Atomic
Absorbtion Spectrophotometer (AAS) untuk mengetahui kadar VRS (sulfur), dan
anlisa total mikroba.
Prosedur Penelitian
Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui lama waktu
penyimpanan bawang merah terolah minimal iris pada suhu 0 °C dan 5 °C. Selain
itu tujuan dari penelitian pendahuluan dilakukan untuk memprediksi selang waktu
yang tepat untuk melakukan pengamatan variabel mutu yang akan dilakukan.
Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada penelitian pendahuluan adalah susut
bobot dan perubahan warna selama penyimpanan dengan pertimbangan variabel
mutu tersebut mudah diukur dan diamati dalam menentukan periode pengamatan
pada penelitian utama.
Minimaly procces dan penyimpanan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bawang merah (Allium
ascalonicum L.) varietas Bima Brebes, Tajuk dan Bali Karet diperoleh dari Brebes.
Bawang merah disortir dari serangan hama ataupun yang mengalami kerusakan
serta memiliki diameter antara 1,5 – 2,5 cm. Kemudian bawang merah diiris dengan
ketebalan ±2 mm. Setelah itu diletakkan 250 gram bawang merah terolah minimal
iris pada steroform dan ditutup dengan plastik polypropylen. Setelah itu disimpan
selama 24 hari pada suhu yang berbeda 0 oC, 5 oC dan suhu ruang. Bawang merah
iris yang sudah dikemas sebanyak 250 gram kemudian disimpan pada refrigerator

4

selama 24 hari. Pengamatan dilakukan selama 3 hari sekali. Parameter yang diamati
selama penyimpanan bawang merah ini adalah susut bobot, kadar air, kadar VRS
(sulfur), kecerahan, dan total mikroba. Adapun diagram alir penelitian disajikan
pada Gambar 1
Mulai

Varietas Bima

Varietas Tajuk

Varietas Bali Karet

Sortasi dan Pembersihan
Pemilihan sampel berdiameter 1.5 – 2.5 cm

Pengirisan dengan ketebalan ±2 mm

Penyimpanan pada
suhu 0 oC

Penyimpanan pada
suhu 5 oC

Penyimpanan pada
suhu ruang

Penyimpanan selama 24 hari dan diamati
selama tiga hari sekali
Pengamatan meliputi, kadar air, susut
bobot, kecerahan, kandungan sulfur dan
total mikroba
Analisis data

Selesai

Gambar 1 Diagram alir metode penelitian

Gambar 2 Bawang merah terolah minimal iris

5

Pengamatan
Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005)
Sampel bawang ditimbang sebanyak ±5 gram (Ba), kemudian diletakkan
dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobot keringnya (Bb). Selanjutnya
cawan yang telah berisikan sampel (Bc) dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C
hingga berat mencapai konstan. Sebelum ditimbang, cawan didinginkan dalam
desikator selama 15 menit. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus :
KA %bb =

Bc- Ba-Bb
x 100%………………………………………………(1)
Bc

Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan mengukur bobot awal (Wa)
sebelum penyimpanan, setelah itu bawang merah disimpan selama 24 hari. Setiap
tiga hari sekali bobot bawang merah diukur (wb). Pengukurannya menggunakan
timbangan digital. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot
adalah sebagai berikut:
SB=

wa-wb
x 100%……………………………….……………………………(2)
wa

Warna
Pengukuran warna menggunakan chromameter. Sampel yang digunakan
merupakan sampel tetap sebanyak 3 buah untuk 3 kali ulangan, pengukuran
dilakukan pada tiga titik tetap yang sudah ditandai. Data hasil pengukuran warna
berupa nilai kecerahan (L), nilai kromatik merah hijau (a) dan nilai kromatik warna
biru kuning (b).
Kadar Nilai Sulfur
Metode yang digunakan untuk mengetahui kadar nilai sulfur bawang merah
terolah minimal iris yaitu metode AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer).
Umbi bawang ditimbang sebanyak 0.5 gram (Bs) kemudian dimasukkan kedalam
tabung digest, ditambah 5 ml asam nitrat p.a dan 0.5 ml asam perklorat p.a
kemudian didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 100 oC
selama 1.5 jam, dan suhu ditingkatkan menjadi 150 oC selama 2.5 jam hingga uap
berwarna kuning dan hilang. Setelah uap kuning habis, suhu ditingkatkan menjadi
170 oC selama satu jam hingga terbentuk uap putih. Proses destruktif selesai ketika
terbentuk endapan putih atau sisa larutan jernih sebanyak 0.5 ml. Ekstrak ini
kemudian didinginkan dan diencerkan (fp) dengan air bebas ion menjadi 50 ml,
kemudian dihomogenisasi dan dibiarkan selama 24 jam.
Ekstrak jenuh digunakan untuk pengukuran unsur makro: P, K, Ca, Mg, Na,
dan S kemudian unsur – unsur mikro: Fe, Al, Mn, Cu, Zn, dan B. Pengukuran S
dilakukan dengan pipet msing – masing 1 ml ekstrak dan deret standar S (Dk)
kedalam tabung kimia ditambahkan 7 ml asam campur dan 2.5 ml larutan BaCl2,
faktor koreksi kadar air (fk) kemudian dihomogenkan. Diamkan 30 menit kemudian
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 4.94 nm dengan rumus:
100
Eks (ml)
)x (
) x fk x fp …………………………………(3)
S (%) = DK x (
Bs
1000 (ml)

6

Uji Total Mikroba
Metode perhitungan jumlah mikroba dilakukan dengan metode hitungan
cawan (Colony Count Methods/ CCM). Perhitungan total mikroba dilakukan pada
cawan yang berisi media PCA (Plate Count Agar). Pengujian dilakukan pada hari
ke 0, 3, 12 dan 24 hari. Prosedur pengujian dilakukan dengan menimbang sampel
sebanyak 10 g ditambah pengencer 100 ml Buffer Phospate dan dimasukkan
kedalam kantong stomacher steril untuk dihancurkan dan dihomogenasi
menggunakan stomacher selama 30 detik, sehingga diperoleh suspensi dengan
pengenceran 10-1.
Selanjutnya dari pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1 ml menggunakan
pipet, dimasukkan kedalam cawan petri steril dan dibuat pengenceran duplo. Dari
pengenceran 10-1 diambil 1 ml dengan pipet dan dimasukkan kedalam 9 ml
pengencer buffer phospate sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-2,
kemudian diambil 1 ml menggunakan pipet dan dimasukkan kedalam cawan petri
steril dan dibuat duplo. Cara yang sama dilakukan hingga mendapatkan
pengenceran 10-3. Media PCA sebanyak 15-20 ml dengan suhu 42 °C dituang
kedalam cawan petri yang berisi suspensi sambil digoyang secara manual kurang
lebih selama 5-10 detik agar suspensi tersebar merata, dibiarkan hingga padat.
Setelah media padat diinkubasi pada suhu 37 °C selama lima hari dengan posisi
terbalik, kemudian jumah koloni yang muncul diamati dan dihitung. Jumlah koloni
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
N=

k
……………………………………………………(4)
[ 1 x n1 + 0,1 x n2 ]x d

Dimana N adalah jumlah mikroba (log CFUg-1), k adalah jumlah koloni
pada cawan, n1 adalah jumlah cawan pada pengenceran pertama, n2 adalah jumlah
cawan pada pengenceran kedua dan d adalah pengeceran pada cawan pertama.
Uji Organoleptik
Analisis oganoleptik dilakukan uji hedonik, menggunakan 25 orang panelis
semi terlatih. Uji organoleptik meliputi uji warna dan aroma. Skala nilai uji hedonik
yang digunakan adalah 7 skala, yaitu (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak
tidak suka; (4) biasa; (5) agak suka; (6) suka; (7) sangat suka.
Lama dan Periode Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap tiga hari sekali selama 24 hari.
Analisis Statistik
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial, yang terdiri dari dua faktor dengan tiga kali ulangan. Faktor
perlakuan yang digunakan adalah:
(1) Varietas bawang merah (V) meliputi:
B
= Bawang merah varietas Bima
T
= Bawang merah varietas Tajuk
BK
= Bawang merah varietas Bali Karet
(2) Suhu penyimpanan (T) yaitu:
0
= penyimpanan pada suhu 0 oC

7

5
= penyimpanan pada suhu 5 oC
R
= penyimpanan pada suhu ruang (25 – 32 oC)
Model linear dijelaskan dalam persamaan 5 berikut.
Yijk= μ+ αi+ βj+ αβ ij+ εijk .................................................................... (5)
Keterangan
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan varietas ke-i, faktor suhu penyimpanan
ke-j dan ulangan ke-k

= Nilai rataan umum pengamatan
= Pengaruh faktor varietas ke-i
= Pengaruh faktor suhu penyimpanan ke-j
=
Pengaruh interaksi dari faktor varietas ke-i dan suhu penyimpanan ke-j
ij
= 1, 2, ...i
j
= 1, 2, ...j
�ijk = Pengaruh acak perlakuan varietas ke-i, suhu penyimpanan ke-j dan
ulangan ke-k yang menyebar normal (0, 2).
Data dianalisis menggunakan analisis ragam dengan taraf nyata 5%, bila
berpengaruh nyata maka dilanjutkan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range
Test) menggunakan software IBM SAS9.1.3 (OS Microsoft Windows).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Awal Penyimpanan
Bawang merah varietas Bima dan Tajuk yang digunakan berdiameter 2.0 –
3.0 cm, sedangkan varietas Bali karet diameternya yaitu 2.5 – 3.5 cm sesuai dengan
ukuran rata-rata terbesar dari varietas. Bawang merah diukur mutu awalnya,
meliputi kadar air, kadar sulfur, dan total mikroba yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Hasil pengukuran mutu awal digunakan untuk mengetahui perubahan mutu yang
terjadi hingga akhir penyimpanan (Lampiran 1, 4, dan 5).
Tabel 1 Hasil pengukuran mutu awal bawang merah
Parameter
Kadar Air (%)
Kadar sulfur (%)
Total mikroba (log CFU/g)

Varietas
Bima Brebes
84.98±0.53
0.45±0.07
6.03±1.18

Varietas
Tajuk
84.76±0.60
0.46±0.03
5.32±1.78

Varietas Bali
Karet
84.78±0.49
0.42±0.09
5.70±1.53

Kadar Air
Kadar air memiliki peranan penting dalam sistem pangan, antara lain
menunjukkan mutu kesegaran, aktivits enzim dan pertumbuhan mikroba. Kadar air
bawang merah dalam bentuk utuh sekitar 83.79% (Leelarungrayub et al. 2006).
Kadar air bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan ditunjukkan
pada Gambar 3.

8

92
90

Kadar Air (%)

88
86
84
82
80
0

3

6

9

12

15

18

21

24

Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 3

Bima 0 ⁰C
Bima 5 ⁰C
Bima ruang

Tajuk 0 ⁰C
Tajuk 5 ⁰C
Tajuk ruang

B. Karet 0 ⁰C
B. Karet 5 ⁰C
B. Karet ruang

Perubahan kadar air bawang merah terolah minimal iris selama
penyimpanan pada varietas dan suhu yang berbeda.

Kadar air awal bawang merah terolah minimal iris varietas Bima, Tajuk dan
Bali Karet adalah 84.98±0.53%, 84.76±0.77%, dan 84.78±0.58%. Kadar air
bawang merah terolah minimal iris pada suhu rendah (0 dan 5 °C) cenderung
menurun selama penyimpanan, sedangkan yang disimpan pada suhu ruang terjadi
peningkatan (Gambar 3) dan hanya mampu bertahan hingga tiga hari karena sudah
busuk. Kehilangan air varietas Tajuk selama penyimpanan lebih kecil daripada
varietas lain, baik yang disimpan pada suhu 0 °C (1.48%) maupun suhu 5 °C
(1.50%) (Tabel 2). Hal ini menunjukkan mutu kesegaran varietas Tajuk lebih baik
dibandingkan varietas lain. Kehilangan air yang kecil pada varietas Tajuk
disebabkan ukuran diameternya lebih kecil dibandingkan varietas yang lain
(Lampiran 8). Bawang merah dengan diameter kecil mengakibatkan luas
permukaannya kecil, sehingga transpirasi lebih sedikit, seperti yang disampaikan
Berno et al. (2014) bahwa luas permukaan bawang merah mempengaruhi proses
transpirasi. Varietas Bali karet dan Bima dengan luas permukaan lebih besar
menyebabkan hilangnya air lebih banyak dibandingkan dengan varietas Tajuk.
Tabel 2 Kadar air bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Bima (%)

Tajuk (%)

Bali Karet (%)

Hari
Ke-

0

5

R

0

5

R

0

5

R

0

84.98

84.98

84.98

84.76

84.76

84.76

84.78

84.78

84.78

3

83.36de 82.81e 89.27b 84.16cd

83.80cde

89.93b

84.82c

83.49b
83.70b
83.51b
83.52ab
83.12d
83.21c
83.49a
1.50

5.75

84.75a
84.73a
84.73a
83.12bc
84.06ab
84.17a
83.69a
ΔKA (%) 1.52
6
9
12
15
18
21
24

82.82b
83.55b
83.70b
82.51bc
83.16d
83.37c
83.38a
1.88

4.82

84.79a
84.44b
84.49a
83.86ab
84.56a
84.25a
83.51a
1.48

84.06cd 91.04a

84.74a 83.36b
84.44b 83.60b
84.35a 83.18b
84.49a 84.40a
83.81bc 83.41dc
83.74b 82.64c
83.34a 82.68b
1.70
2.47

6.88

Keterangan : Angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan); – = tidak ada data, R = suhu Ruang

9

Kehilangan air juga dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Kehilangan air pada
suhu 0 °C varietas Bima, Tajuk dan Bali Karet berturut-turut 1.52, 1.48, dan 1.70%
lebih kecil dibandingkan suhu 5 °C yaitu 1.88, 1.50 dan 2.47%. Penyimpanan pada
suhu 0 °C mampu menghambat hilangnya air dibandingkan suhu 5 °C dan suhu
ruang, akibatnya bawang merah terolah minimal iris pada suhu 0 °C memiliki mutu
kesegaran paling baik dibandingkan suhu 5 °C dan suhu ruang. Hal ini sejalan
dengan penelitian Berno et al. (2014) yang menyatakan bahwa pada bawang
bombai yang disimpan pada suhu yang semakin rendah mengakibatkan proses
transpirasi berjalan lebih lambat, karena aktivitas dinding sel yang bersifat
higroskopis pada bawang bombai melambat.
Susut Bobot
Susut bobot menjadi basis pengukuran kuantitas produk hortikultura.
Prosentase susut bobot yang dihitung pada penelitian ini merupakan akumulasi dari
penurunan berat bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan. Susut
bobot bawang merah terolah minimal meningkat secara linear selama 24 hari
penyimpanan seperti pada Gambar 4.

Susut Bobot (%)

5
4
3
2
1
0
0

3

6

9

12

15

18

21

24

Lama Penyimpanan (Hari)
Bima 0 ⁰C
Bima 5 ⁰C
Bima ruang

Tajuk 0 ⁰C
Tajuk 5 ⁰C
Tajuk ruang

B. Karet 0 ⁰C
B. Karet 5 ⁰C
B. Karet ruang

Gambar 4 Perubahan susut bobot bawang merah terolah minimal iris selama
penyimpanan pada varietas dan suhu yang berbeda
Pada Gambar 4 yang diperkuat dengan data di Tabel 3 menunjukkan bahwa
laju penurunan bobot bawang merah varietas Tajuk paling rendah selama
penyimpanan, baik pada suhu 0 °C (1.62%) maupun suhu 5 °C (4.06%). Hal ini
menunjukkan varietas Tajuk memiliki mutu kesegaran yang paling baik
dibandingkan dengan varietas Bima dan Bali Karet. Hung et al. (2011)
mengemukakan bahwa susut bobot dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal yaitu adanya proses transpirasi, sedangkan faktor internal adalah
respirasi (proses metabolisme) yaitu terurainya glukosa menjadi CO2 dan H2O
walaupun dalam jumlah kecil (Cook et al. 2004). Penurunan kadar air yang rendah
dan respirasi yang lambat pada Varietas Tajuk menunjukkan adanya pengaruh
varietas terhadap susut bobot.

10

Tabel 3 Susut Bobot bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Hari
Ke-

Bima (%)

Tajuk (%)

Bali Karet (%)

0
3

0
0.00
0.53dc

5
R
0
0.00 0.00 0.00
0.68c 3.16b 0.12e

5
R
0
5
0.00 0.00 0.00 0.00
0.52dc 3.59a 0.33de 0.30de

6
9
12
15

0.69b
0.84bc
0.90c
0.95d

1.17a
1.51a
1.90a
2.32a

-

0.31c
0.42d
0.52d
1.12cd

0.62bc
0.94bc
1.33b
1.75b

-

0.61bc 0.73b
0.68cd 1.11b
0.81c 1.45b
1.27c 2.03ab

-

18

1.01d

2.82ab

-

1.24d

2.55b

-

1.71c

3.03a

-

21
24

c

a

-

bc

a

-

b

a

-

1.28
3.40
cd
1.92
4.40ab

1.50
1.62d

3.68
4.06b

1.97
2.52c

3.87
4.89a

R
0.00
3.83a

Keterangan : Angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan); – = tidak ada data, R = suhu Ruang

Gambar 4 menunjukkan adanya pengaruh suhu penyimpanan terhadap susut
bobot. Susut bobot pada suhu 0 °C dari varietas Bima, Tajuk dan Bali Karet
berturut-turut 1.92, 1.62, dan 2.52% lebih kecil dibandingkan suhu 5 °C yaitu 4.40,
4.06 dan 4.89% (Tabel 3). Penyimpanan pada suhu 0 °C mampu menghambat susut
bobot dibandingkan suhu 5 °C dan suhu ruang. Hal ini mengakibatkan bawang
merah terolah minimal iris pada suhu 0 °C memiliki mutu kesegaran paling baik
dibandingkan dengan suhu 5 °C dan suhu ruang. Suhu rendah dapat menghambat
laju respirasi dan transpirasi selama penyimpanan (Izgy et al. 2005), sehingga
kehilangan air yang terjadi berjalan lambat (Zhan et al. 2012), dengan demikian
peningkatan bobot juga lebih sedikit. Diakhir penyimpanan, susut bobot tertingi
yaitu penyimpanan pada suhu 5 oC pada varietas Bali Karet (4.89±0.002%)
(Lampiran 2).
Susut bobot akan berpengaruh terhadap penerimaan konsumen. Komoditi
terolah minimal tidak layak jual (unsalable) jika mengalami susut bobot lebih dari
lima persen (Page et al. (2016). Berdasarkan prosentase susut bobot bawang merah
terolah minimal iris masih layak jual hingga 24 hari penyimpanan baik pada suhu
0 °C maupun suhu 5 °C (Tabel 3).
Warna
Perubahan warna produk hortikultura mempengaruhi persepsi konsumen
dalam memilih produk. Selama penyimpanan perubahan warna pada bawang merah
terolah minimal iris ditunjukkan dengan nilai L, a* dan b*. Nilai L menyatakan
cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu – abu, dan hitam.
Nilai a* menunjukkan warna kromatik campuran merah – hijau. Nilai b*
menyatakan warna biru – kuning. Hasil pengamatan yang dilakukan disajikan pada
Gambar 5, 6 dan 7.

11

90

Nilai L

80
70
60
50
0

3

6

9

12

15

18

21

24

Lama Penyimpanan (Hari)
Bima 0 ⁰C
Bima 5 ⁰C
Bima ruang

Tajuk 0 ⁰C
Tajuk 5 ⁰C
Tajuk ruang

B. Karet 0 ⁰C
B. Karet 5 ⁰C
B. Karet ruang

Gambar 5 Perubahan nilai L bawang merah terolah minimal iris selama
penyimpanan pada varietas dan suhu yang berbeda
Hasil analisis nilai L (kecerahan) bawang merah selama penyimpanan
menurun (Gambar 5). Tingkat kecerahan yang menurun disebabkan oleh
kehilangan air yang ditandai dengan permukaan bawang merah yang kering dan
teksturnya kasar. Menurut Muhdarsyah (2007), perubahan warna menjadi pucat
disebabkan oleh enzim polifenol oksidase yang menguraikan substrat-substrat
fenolik karena adanya oksigen. Perubahan nilai L dipengaruhi oleh varietas (Tabel
4). Penurunan nilai L varietas Tajuk selama penyimpanan lebih kecil dibandingkan
varietas lain, baik yang disimpan pada suhu 0 °C (10.90%) maupun suhu 5 °C
(13.93%) (Tabel 4). Dengan demikian varietas Tajuk warnanya lebih cerah
dibandingkan varietas Bima dan Balik Karet. Sementara perlakuan suhu selama
pengamatan tidak mempengaruhi penurunan nilai L. Penurunan nilai L pada
bawang merah varietas Bima dan Tajuk yang rendah bila disimpan pada suhu 5 °C,
masing-masing menurun sebesar 15.70% dan 13.93%, sedangkan pada varietas Bali
Karet, terjadi pada penyimpanan suhu 0 °C (16.32%) (Tabel 4).
Tabel 4 Perubahan nilai L bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Bima

Hari
Ke-

0

0
3
6
9
12
15
18
21
24
ΔL (%)

74.03cd
70.51de
70.58bc
69.88bc
69.54ab
70.92a
67.63a
63.96ab
57.29b
22.62

5

Tajuk
R

75.01bc 75.64bc
72.40cd 70.33de
72.65ab
70.41b
69.67ab
69.50ab
65.65ab
64.65ab
63.23a
15.70 7.56

0
70.26d
67.31e
67.08c
65.97c
67.72bc
68.15bc
62.73b
60.10ab
62.60ab
10.90

5

Bali Karet
R

72.88cd 76.04bc
78.18ab 74.00cd
75.80a
74.00ab
72.20a
70.29ab
67.88a
64.95a
62.73ab
13.93 2.77

0

5

Ruang

71.66cd
67.44e
66.31c
65.65c
65.95bc
66.75cd
63.83ab
62.41ab
59.96ab
16.32

83.38a
81.57a
74.07ab
76.32a
67.27c
65.70d
62.37b
59.95b
58.70ab
29.60

79.35ab
76.02bc
-

4.38

Keterangan : Angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan); – = tidak ada data, R = suhu Ruang

12

Berbeda dengan nilai L, nilai a* bawang merah terolah minimal iris selama
penyimpanan meningkat (Gambar 6). Perlakuan varietas tidak berpengaruh
terhadap peningkatan nilai a*. Namun, prosentase peningkatan nilai a* paling
sedikit adalah pada varietas Bali Karet, yaitu sebesar 2.81% untuk suhu 0 °C dan
43.10% untuk suhu 5 °C (Tabel 5). Dengan demikian varietas Bali Karet
menunjukkan warna kromatik campuran merah – hijau lebih baik dibandingkan
varietas Bima dan Tajuk. Berdasarkan suhu penyimpanan, peningkatan nilai a*
yang paling sedikit pada varietas Tajuk dan Bali Karet pada suhu 0 °C yang besarya
masing-masing adalah 24.06% dan 2.89%, sedangkan untuk varietas Bima pada
suhu 5 °C sebesar 34.91% (Tabel 5). Secara keseluruhan, hasil menunjukkan
perlakuan suhu tidak berpengaruh terhadap peningkatan nilai a*.
6

Nilai a*

5
4
3
2
1
0
0

3

6

9

12

15

18

21

24

Lama Penyimpanan (Hari)
Bima 0 ⁰C
Bima 5 ⁰C
Bima ruang

Tajuk 0 ⁰C
Tajuk 5 ⁰C
Tajuk ruang

B. Karet 0 ⁰C
B. Karet 5 ⁰C
B. Karet ruang

Gambar 6 Perubahan nilai a* bawang merah terolah minimal iris selama
penyimpanan pada varietas dan suhu yang berbeda
Tabel 5 Perubahan nilai a* bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Hari
Ke0
3
6
9
12
15
18
21
24
Δa* (%)

Bima
0

5
a

Tajuk
R

a

0
a

5
a

Bali Karet
R

a

0
a

5
a

R
a

0.68
2.01 1.93 2.09
1.74
1.68
2.19
2.50
2.52a
0.94a 1.85a 2.04a 1.94a 1.47a 2.76a 0.93a 2.12a
2.57a
0.52b 3.45a
1.43ab 1.66ab
1.51ab 2.89ab
a
a
a
a
1.69
1.95
2.62
1.51
2.01a 2.58a
2.64a 2.82a
3.45a 2.38a
3.49a 3.03a
2.09a 2.37a
2.88a 1.83a
2.07a 3.09a
1.94a 3.48a
3.79a 3.28a
2.47a 3.53a
3.21a 2.34a
4.14a 3.12a
3.11a 4.73a
3.57ab 3.09ab
2.76ab 3.22ab
2.26b 4.39a
81.03 34.91 5.38 24.06 45.91 39.18 2.81
43.10 2.07

Keterangan : Angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan); – = tidak ada data, R = suhu Ruang

13

Selama penyimpanan 24 hari terjadi peningkatan nilai b* (Gambar 7).
Berdasarkan hasil analisis, varietas dan suhu tidak berpengaruh nyata terhadap
peningkatan nilai b*. Suhu penyimpanan yang menghasilkan prosentase
peningkatan nilai b* paling sedikit adalah suhu 5 °C untuk semua varietas. Besar
prosentase peningkatan nilai b* pada suhu tersebut untuk varietas Tajuk 24.06%
Bima 34.91%, dan Bali Karet 43.15% (Tabel 6).
7
5
3

nilai b*

1
-1 0
-3

3

6

9

12

15

18

21

24

-5
-7

Lama Penyimpanan (Hari)
Bima 0 ⁰C
Bima 5 ⁰C
Bima ruang

Tajuk 0 ⁰C
Tajuk 5 ⁰C
Tajuk ruang

B. Karet 0 ⁰C
B. Karet 5 ⁰C
B. Karet ruang

Gambar 7 Perubahan nilai b* bawang merah terolah minimal iris selama
penyimpanan pada varietas dan suhu yang berbeda
Tabel 6 Perubahan nilai b* bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Bima

Hari
Ke-

0

0
3
6
9
12
15
18
21
24
Δb*

2.00abc
-2.43b
-0.23d
0.70cd
3.60a
3.40ab
3.98ab
3.28ab
3.33ab
39.88

5

Tajuk
R

2.49abc 1.93abc
2.49a
2.04a
2.26ab
ab
2.75
a
3.41
ab
3.34
ab
3.93
3.92ab
ab
3.60
30.93
5.38

0
1.07bc
-7.00c
-0.74d
-0.07d
3.13a
2.70bc
2.86b
2.79ab
1.99b
46.23

5

Bali Karet
R

3.35a 1.68abc
4.15a 2.76a
3.24a
a
3.60
a
4.30
a
4.45
a
6.12
4.35a
a
4.44
24.55 39.18

0
0.58c
2.67a
0.34cd
0.85cd
2.22a
2.11bc
2.67b
1.59b
2.19ab
73.56

5

Ruang

2.60ab 2.52abc
2.01a 2.57a
1.58bc
bc
1.68
a
2.91
c
1.70
ab
3.52
3.13ab
ab
2.80
7.15
2.07

Keterangan : Angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan); – = tidak ada data, R = suhu Ruang

Perubahan warna pada bawang merah terolah minimal iris tidak dipengaruhi
oleh varietas dan suhu (Tabel 4, 5, dan 6), namun dipengaruhi adanya antosianin
yang merupakan senyawa pigmen berwarna merah. Berno et al. (2014) menyatakan
perubahan warna bawang bombai selama penyimpanan suhu rendah disebabkan
adanya senyawa antosianin yang bermigrasi dari lapisan epidermis ke sel – sel lain.
Selama proses penyimpanan produk hortikultura, kandungan antosianin mengalami
penurunan seperti cyanidin 3-glukosida, cyanidin 3-arabinoside, cyanidin 3malonylglucosida, cyanidin 3-malonylarabinosida (Brewer 2011). Penurunan kadar

14

antosianin tersebut dikarenakan proses degradasi yang disebabkan adanya reaksi
enzimatis dalam bawang merah.
Sulfur
Bawang merah (Allium Ascalonicum. L) memiliki komponen flavor yang
bersifat volatil, yaitu sulfur. Sulfur merupakan komponen dasar (bau khas) dari
beberapa genus Allium sp. Selain sebagai komponen flavor, sulfur diketahui
memiliki manfaat sebagai antioksidan, antibakteri (Mnayer et al. 2014). Berno et
al. (2014) menyebutkan karakteristik fisiologis dari bawang merah terolah minimal
bisa ditentukan dengan mengevaluasi aspek biokimia dari bawang salah satunya
dengan kadar sulfur. Hasil pengukuran perubahan kadar sulfur bawang merah
terolah minimal iris yang disimpan pada suhu 0, 5 oC dan suhu ruang selama 24
hari yang disajikan pada Gambar 6.
Kadar sulfur bawang merah diawal penyimpanan pada varietas Bima
(0.44±0.07%), varietas Tajuk (0.42±0.03%) dan varietas Bali Karet (0.35±0.09).
Pengamatan sulfur dari bawang merah terolah minimal iris dilakukan empat kali
pengamatan, yaitu pada hari ke-0, 3, 12 dan 24. Selama penyimpanan 24 hari terjadi
peningkatan dari hari ke-0 hingga hari ketiga, dan selanjutnya kadar sulfur menurun
dari hari ketiga hingga hari ke-24 (Tabel 3). Selama penyimpanan diharapkan kadar
sulfur dari bawang merah terolah minimal iris mampu dipertahankan karena sulfur
merupakan komponen khas dari bawang merah. Penurunan Kadar sulfur varietas
Tajuk selama penyimpanan lebih kecil daripada varietas lain, baik yang disimpan
pada suhu 0 °C (9.45%) maupun suhu 5 °C (22.55%) (Tabel 7). Hal ini diduga
karena respon dari setiap varietas ketika terjadi kerusakan mekanis (sengaja diiris)
berbeda–beda. Kadar sulfur yang terdapat pada bawang merah juga dipengaruhi
varietas dan kultivarnya. Setiap kultivar memiliki ciri-ciri spesifik baik secara
morfologi maupun kandungan kimianya (Irawan 2004).
1,20
1,00

Kadar sulfur (%)

0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
0

3

6

9

12

15

18

21

24

Lama Penyimpanan (Hari)
Bima 0 ⁰C
Bima 5 ⁰C
Bima ruang

Tajuk 0 ⁰C
Tajuk 5 ⁰C
Tajuk ruang

B. Karet 0 ⁰C
B. Karet 5 ⁰C
B. Karet ruang

Gambar 8 Perubahan kadar sulfur bawang merah terolah minimal iris selama
penyimpanan pada varietas dan suhu yang berbeda
Suhu mempengaruhi penurunan kadar sulfur selama penyimpanan.
Penurunan kadar sulfur pada suhu 0 °C dari varietas Bima, Tajuk dan Bali Karet
berturut-turut 9.45, 21.11, dan 30.95% lebih kecil dibandingkan suhu 5 °C yang

15

besarnya masing-masing adalah 30.00, 22.55 dan 34.52% (Tabel 7). Penyimpanan
pada suhu 0 °C mampu menghambat penurunan kadar sulfur dibandingkan suhu
5 °C dan suhu ruang. Hal ini mengakibatkan bawang merah terolah minimal iris
pada suhu 0 °C memiliki aroma yang lebih kuat dibandingkan dengan suhu 5 °C
dan suhu ruang. Hasil ini sesuai dengan penelitian Berno et al. (2014) yang
menyatakan bahwa pada bawang bombai iris yang disimpan pada suhu 0 °C
menunjukkan pungency (kadar sulfur) yang paling tinggi.
Tabel 7 Kadar Sulfur bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Hari
Ke0
3
12
24
Δsulfur
(%)

Bima (%)

Tajuk (%)

Bali Karet (%)

0

5

R

0

5

R

0.45
0.59a
0.42a
0.36ab

0.45
0.67a
0.46a
0.32ab

0.45
0.49a

0.46
0.56a
0.46a
0.42ab

0.46
0.47a
0.46a
0.36a

0.46
0.82a

21.11

30.00

8.16

9.45

22.55 44.11

0

5

Ruang

0.35
0.35
a
0.56
0.35a
ab
0.39
0.34ab
0.29ab 0.28b

0.35
1.05a

30.95

60.00

34.52

Keterangan : Angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan); – = tidak ada data, R = suhu Ruang

Metabolisme sulfur pada bawang merah terjadi ketika bawang mengalami
kerusakan mekanis, baik disengaja maupun tidak sengaja, seperti pada penelitian
ini yaitu sengaja diiris. Ketika terjadi kerusakan mekanis pada bawang merah, maka
protein (asam amino) yang memiliki substrat alliin akan berubah menjadi allisin
melalui reaksi enzimatis. Enzim yang berperan pada reaksi ini yaitu enzim allinase.
Allisin yang terbentuk bersifat kurang stabil sehingga segera terurai secara kimiawi
menjadi komponen-komponen volatil (minyak atsiri) yang kemudian
mengeluarkan sulfur yang merupakan bau khas pada bawang merah (Lanzoti 2006).
Pada hari ketiga allisin dari ketiga varietas baru aktif sehingga kandungan sulfurnya
meningkat.
Metabolisme pembentukan senyawa volatil bawang merah terjadi juga pada
jenis bawang – bawangan yang lain, hanya saja perbedaan pada gugus alkilnya
menyebabkan perbedaan pada pembentukan komponennya. Komponen flavor pada
bawang merah berupa metil, propil dan (1- propenil) disulfid dan trisulfid (Mnayer
et al. 2014). Cis dan trans-(1-propenil) propil disulfid mencirikan aroma bawang
merah dan membedakannya dari aroma lain terutama bawang bombai (Tocmo
2014).
Analisa Mikroba
Pengukuran total mikroba dilakukan pada penyimpanan hari ke 0, 3, 12 dan
24. Total mikroba bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
disajikan pada Gambar 7.

Total mikroba (log CFU/g)

16

11
10
9
8
7
6
5
4
3
0

3

6

9

12

15

18

21

24

Lama Penyimpanan (Hari)
Bima 0 ⁰C
Bima 5 ⁰C
Bima ruang

Tajuk 0 ⁰C
Tajuk 5 ⁰C
Tajuk ruang

B. Karet 0 ⁰C
B. Karet 5 ⁰C
B. Karet ruang

Gambar 9 Perubahan Total mikroba bawang merah terolah minimal iris pada suhu
0, 5 oC dan ruang selama penyimpanan 24 hari
Jumlah mikroba bawang merah diawal penyimpanan pada varietas Bima
6.03±1.18 log (CFU/g), varietas Tajuk 5.32±1.78 log (CFU/g) dan varietas Bali
Karet 5.70±1.53 log (CFU/g). Selama penyimpanan diharapkan jumlah mikroba
dari bawang merah terolah minimal iris stabil atau berkurang, akan tetapi hasil
menunjukkan adanya penurunan sampai hari ke-3 dan selanjutnya meningkat. Salah
satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba selama penyimpanan adalah
kadar sulfur. Hal ini disebabkan senyawa sulfur mampu bersifat sebagai
antimikroba (Mnayer et al. 2014). Jumlah mikroba varietas Tajuk selama
penyimpanan lebih sedikit daripada varietas lain, baik yang disimpan pada suhu
0 °C (11.72 log (CFU/g)) maupun suhu 5 °C (25.92 log (CFU/g)) (Tabel 7). Seperti
yang telah dijelaskan diatas bahwa kandungan sulfur berpengaruh terhadap jumlah
mikroba, maka rendahnya mikroba pada varietas Tajuk terindikasi karena adanya
kadar sulfur yang tinggi.
Suhu mempengaruhi peningkatan jumlah mikroba selama penyimpanan.
Peningkatan jumlah mikroba pada suhu 0 °C dari varietas Bima, Tajuk dan Bali
Karet berturut-turut 18.00, 11.72, dan 20.69 log (CFU/g) lebih kecil dibandingkan
suhu 5 °C yang masing-masing sebesar 29.02, 25.92 dan 31.27 log (CFU/g)
(Tabel 8). Penyimpanan pada suhu 0 °C mampu menghambat pertumbuhan
mikroba dibandingkan suhu 5 °C dan suhu ruang. Hal ini dikarenakan pada suhu 0
o
C mikroba berada pada fase inactive (pertumbuhannya lambat).
Tabel 8 Total Mikroba bawang merah terolah minimal iris selama penyimpanan
Bima log (CFU/g)
Tajuk log (CFU/g)
Bali Karet log (CFU/g)
Hari
Ke-

0

5

R

0

5

R

0

5

R

0
3
12
24
Δmikroba
(%)

6.03
4.93e
6.59b
7.35b

6.03
5.63d
7.52a
8.49a

6.03
9.44b

5.32
4.20f
5.56c
6.03c

5.32
5.01e
7.98a
7.18a

5.32
8.06c

5.70
4.87e
6.42b
7.19c

5.70
5.62d
8.08a
8.30a

5.70
10.06a

18.00 29.02 36.12 11.72 25.92 33.97 20.69

31.27

43.29

Keterangan : Angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan); – = tidak ada data, R = suhu Ruang

17

Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan umur simpan bawang merah
terolah minimal iris berdasarkan panelis terhadap tiga parameter mutu yaitu warna,
aroma dan penerimaan secara keseluruhan. Seperti pernyataan Liu dan Li (2006)
analisis sensori digunakan untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen
terhadap bawang bombai yang telah diberi perlakuan. Panelis yang digunakan pada
penelitian merupakan panelis semi terlatih yang berjumlah 25 orang. Semi terlatih
adalah mengenalkan proses pengirisan bawang merah terolah minimal dan
memberikan sampel segar pada saat melakukan penilaian. Hal ini digunakan
sebagai pembanding untuk memudahkan panelis dalam pemberian skala hedonik.
Skala hedonik yang digunakan yaitu (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak
tidak suka; (4) biasa; (5) agak suka; (6) suka; (7) sangat suka.
Warna
Warna merupakan salah satu parameter pertama yang dilihat oleh konsumen
sebelum membeli atau mengkonsumsi produk. Rata – rata skala hedonik warna
bawang merah terolah minimal diawal penyimpanan sebesar 6.5, 6.58 dan 6.58
sedangkan diakhir penyimpanan hasil uji hedonik warna kepada panelis 4.17, 2.40
dan 1.83 masing – masing untuk suhu 0, 5 oC dan ruang (Gambar 8). Bawang merah
yang disimpan di suhu ruang, hari ke-3 tidak disukai oleh panelis karena sudah
busuk dan warnanya berubah menjadi pucat. Pada penyimpanan hari ke-12, warna
masih diterima oleh panelis baik pada suhu 0 oC maupun suhu 5 oC, sedangkan pada
hari ke-24 (akhir penyimpan) hanya yang disimpan pada suhu 0 oC masih diterima
oleh panelis untuk semua varietas.
7
6
Organoleptik Warna

5
4
3
2
1
0
hari ke-0
Bima 0 ⁰C
Bima 5 ⁰C
Bima ruang

hari ke-3

hari ke-12

Lama Penyimpanan (Hari)
Tajuk 0 ⁰C
Tajuk 5 ⁰C
Tajuk ruang

hari ke-24
B. Karet 0 ⁰C
B. Karet 5 ⁰C
B. Karet ruang

Gambar 10 Tingkat kesukaan panelis terhadap warna bawang merah terolah
minimal iris selama penyimpanan pada suhu dan varietas yang berbeda

18

Aroma
Bawang merah memiliki aroma khas, disebabkan oleh kandungan sulfur
didalamnya. Gambar 11 menunjukkan perubahan penilaian panelis terhadap aroma
bawang merah terolah minimal iris pada suhu 0 dan 5 oC, hingga hari ke-24.
7
6
Organoleptik Aroma

5
4
3
2
1
0
hari ke-0
Bima 0 ⁰C
Bima 5 ⁰C
Bima ruang

hari ke-3
hari ke-12
hari ke-24
Lama Penyimpanan (Hari)
Tajuk 0 ⁰C
B. Karet 0 ⁰C
Tajuk 5 ⁰C
B. Karet 5 ⁰C
Tajuk ruang
B. Karet ruang

Gambar 11 Tingkat kesukaan panelis terhadap warna bawang merah terolah
minimal iris selama penyimpanan pada suhu dan varietas yang berbeda
Rata – rata skala hedonik aroma bawang merah terolah minimal diawal
penyimpanan sebesar 6.5, 6.52 dan 6.33 sedangkan diakhir penyimpanan sebesar
4.17, 2.38 dan 1.77 masing – masing untuk suhu 0, 5 oC dan ruang. Bawang merah
yang disimpan di suhu ruang hari ke-3 tidak disukai oleh panelis karena beraroma
busuk. Suhu 5 oC panelis tidak suka di akhir penyimpanan karena beraroma busuk,
namun pada suhu 0 oC masih diterima oleh panelis hingga hari ke-24.

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penyimpanan bawang merah terolah minimal iris dipengaruhi oleh