Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi

PENGOLAHAN SURIMI BEKU DARI IKAN KURISI (Nemipterus sp.) DI PT. BINTANG KARYA LAUT, REMBANG

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Oleh: PATRICIA NOVIA ULLYNA 26030111130041 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014

RINGKASAN

Patricia Novia Ullyna. NIM 26030111130041. Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut, Rembang, Jawa Tengah. (Pembimbing : Tri Winarni Agustini).

Hasil tangkapan ikan Kurisi (Nemipterus sp.) sangat berlimpah dan hampir tidak mengenal musim tetapi ikan Kurisi adalah bahan baku yang mudah busuk (perishable material) sehingga diperlukan pengolahan lebih lanjut. Pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk dijadikan sebagai bahan konsumsi. Konsumsi ikan yang meningkat membuat upaya untuk pengolahannya semakin bervariatif. Salah satu upaya adalah dengan mengembangkan surimi dan produk lanjutannya. Surimi merupakan produk olahan perikanan setengah jadi (intermediate product) yang berpeluang memberi nilai tambah (value added) yang berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan, dan pembekuan.

Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk mengetahui tahapan pengolahan surimi beku, mutu dan karakteristik surimi beku, faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi beku, bahan tambahan yang digunakan, cara pengemasan, dan cara penyimpanan surimi beku di PT Bintang Karya Laut.

Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan adalah ikan Kurisi (Nemipterus sp.) segar, kalsium klorida (CaCl 2 ), gula, sodium tripolyposphate (STPP), egg white powder (EWP), fish scalling machine, meat bone separator, leaching tank, rotary screen, refiner, screw press, bowl cutter, former, dan contact plate freezer. Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah observasi lapangan, wawancara dengan pihak yang bersangkutan, dan studi pustaka serta informasi dari data laporan perusahaan.

Hasil Praktek Kerja Lapangan menunjukkan bahwa proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) adalah penerimaan bahan baku, penyiangan, pemisahan daging ikan, pencucian (leaching), penyaringan dan pengepresan daging, pencampuran, pencetakan dan pengemasan, pembekuan, pengecekan logam berat, pengepakan dan pelabelan, penyimpanan beku, dan distribusi. Faktor yang mempengaruhi mutu dari surimi yaitu jenis bahan baku, proses yang dilakukan, dan sanitasi dan hygiene. Standar mutu dari surimi beku yang berkualitas baik yaitu memiliki kadar air 74-75%, nilai pH 6,8 – 7,1, bau spesifik surimi, tingkat kekenyalan (gel strength) tinggi yaitu > 1000 dan nilai uji gigit yaitu 9. Bahan cryoprotectant yang digunakan dalam proses pencampuran (mixing) yaitu gula 6%, sodium tripolyposphate (STPP) 0,3% dan egg white powder (EWP) 0,35%. Bahan tambahan ini juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kekuatan gel (gel strength) dalam surimi serta berfungsi sebagai anti denaturasi.

Kata kunci : Ikan Kurisi (Nemipterus sp.), Surimi, Cryoprotectant, gula, STPP, EWP.

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan yang berjudul “Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut, Rembang”

Laporan ini bertujuan untuk mengetahui tahapan proses pengolahan surimi beku, mutu dan karakteristik surimi beku, faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi beku, bahan tambahan yang digunakan, cara pengemasan, dan cara penyimpanan surimi beku di PT Bintang Karya Laut

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktek Kerja Lapangan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Tri Winarni Agustini, MSc., P.hD, selaku dosen pembimbing atas masukan, saran, dan pengarahan dalam penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan;

2. Ir. Idris Razak, selaku factory manager PT Bintang Karya Laut atas kesempatan yang telah diberikan untuk dapat melaksanakan Praktek Kerja Lapangan;

3. Seluruh staff dan karyawan PT Bintang Karya Laut bimbingan selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan; dan

4. Semua pihak yang telah membimbing dan membantu dalam pelaksanaan maupun penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan.

Penulis menyadari laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan berguna dalam menambah pengetahuan bagi penulis pada khususnya serta pembaca pada umumnya.

Semarang, Maret 2014

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman

12

1. Persyaratan Mutu dan Keamanan Surimi ..................................................

2. Bahan yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) .....................................................................

14

3. Alat yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) .....................................................................

14

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) .................................................................... 7

30

2. Diagram Alir Proses Pengolahan Surimi Beku di PT Bintang Karya Laut.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai biologis ikan mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna. Kelebihan lain dari ikan adalah harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Kandungan kimia, ukuran, dan nilai gizi dari ikan tergantung pada jenis, umur kelamin, tingkat kematangan, dan kondisi tempat hidupnya. Hasil-hasil perikanan juga merupakan sumber daya alam yang sangat besar manfaatnya. Manfaat tersebut diantaranya sebagai sumber energi, dapat juga membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, memperkuat daya tahan tubuh, juga memperlancar terjadinya proses fisiologis dalam tubuh manusia (Adawyah, 2008).

Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) adalah ikan yang memiliki nilai ekonomis penting atau sering dikatakan sebagai hasil perikanan berdaging putih yang memiliki nilai ekonomis dan banyak dikonsumsi oleh penduduk Asia. Ikan Kurisi merupakan salah satu komoditi ekspor sektor perikanan selain udang-udangan dan cephalopoda yang memiliki nilai gizi tinggi. Ikan Kurisi juga dapat ditangkap di seluruh perairan Indonesia, sehingga hasil tangkapan ikan Kurisi sangat melimpah dan hampir tidak mengenal musim. Ikan Kurisi juga merupakan bahan baku yang mudah busuk (perishable material) setelah ditangkap dan mati, oleh karena itu ikan Kurisi perlu ditangani dengan baik sehingga tetap dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh konsumen (Amri dan Khairuman, 2008).

Pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk dijadikan sebagai bahan konsumsi. Usaha dalam melakukan pengolahan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Misalnya, ikan yang baru ditangkap dapat dipertahankan kesegarannya dengan cara didinginkan atau dibekukan, atau dapat pula diolah menjadi bahan setengah jadi (Adawyah, 2008).

Salah satu cara mengoptimalkan pemanfaatan ikan-ikan hasil tangkapan sampingan adalah dengan mengembangkan surimi dan produk lanjutannya. Surimi merupakan produk olahan perikanan setengah jadi (intermediate product) berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan dan pembekuan. Surimi merupakan konsentrat dari protein miofibrilar yang mempunyai kemampuan pembentukan gel, pengikatan air, pengikat lemak dan sifat-sifat fungsional yang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi adalah kesegaran bahan baku, namun komposisi kimia ikan khususnya protein dan lemak juga berperan terhadap pembentukan gel (Djazuli et al, 2009).

Surimi merupakan bahan baku antara (intermediate) yang potensial untuk pembuatan berbagai produk makanan berbasis surimi (surimi-based product) seperti daging kepiting tiruan, kamaboko berperisa, chikuwa, satsuma age/tempura, hanpen, bakso ikan sosis ikan, dan lain lain. Surimi menjadi popular dikarenakan memiliki tekstur yang unik dan juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Surimi pada awalnya merupakan bahan pangan yang penting di Jepang dan saat Surimi merupakan bahan baku antara (intermediate) yang potensial untuk pembuatan berbagai produk makanan berbasis surimi (surimi-based product) seperti daging kepiting tiruan, kamaboko berperisa, chikuwa, satsuma age/tempura, hanpen, bakso ikan sosis ikan, dan lain lain. Surimi menjadi popular dikarenakan memiliki tekstur yang unik dan juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Surimi pada awalnya merupakan bahan pangan yang penting di Jepang dan saat

1.2. Permasalahan

Ikan merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi namun ikan juga mudah mengalami kerusakan atau kemunduran mutu sehingga dituntut untuk melakukan pengolahan maksimal yang dapat meningkatkan nilai tambah. Konsumsi ikan yang meningkat membuat upaya untuk pengolahannya semakin bervariatif. Salah satu upaya untuk meningkatkan value-added products adalah dengan diversifikasi. Diversifikasi adalah penganekaragaman pangan yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi ikan pada masyarakat. Surimi adalah salah satu produk diversifikasi yang berupa produk setengah jadi yang dapat diolah kembali menjadi berbagai produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Beberapa negara termasuk Indonesia sudah mengembangkan surimi dalam skala industri dengan sistem pengemasan yang baik dan sudah dikombinasikan dengan sistem pembekuan yang baik sehingga dapat diekspor ke berbagai negara. Kendala dalam pengembangan potensi diversifikasi ini biasanya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang diversifikasi produk olahan hasil perikanan yaitu salah satunya pengolahan surimi beku dan keterbatasan sumberdaya manusia yang ahli.

1.3. Pendekatan Masalah

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan mutu dan meningkatkan nilai tambah dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) adalah dengan pengolahan atau diversifikasi produk seperti surimi. Proses pengolahan surimi sebagai produk olahan setengah jadi yang dipasarkan dalam bentuk beku termasuk kelompok value-added product yang merupakan golongan produk dengan proses pengolahan modern. Pentingnya untuk mengetahui dan mempelajari prosedur pengolahan dari surimi beku sebagai produk bernilai tambah yang berkualitas dan berstandar ekspor, maka diperlukan suatu kajian lebih lanjut serta diadakan pembelajaran secara langsung untuk mengetahui prosedur pengolahannya. Untuk itu perlu dilaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) khususnya pada proses pengolahan surimi beku dengan bahan baku ikan Kurisi (Nemipterus sp.) termasuk karakteristik mutu dan masalah yang didapat oleh PT Bintang Karya Laut, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

1.4. Tujuan

Tujuan diadakan Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk mengetahui:

1. Tahap-tahap proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) yang dilakukan di PT Bintang Karya Laut, Rembang, Jawa Tengah.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produk surimi beku;

3. Mutu dan karakteristik produk surimi beku; dan

4. Mengetahui bahan tambahan, cara pengemasan, dan cara penyimpanan produk surimi beku.

1.5. Manfaat

Praktek Kerja Lapangan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran tentang proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) serta mutu produknya;

2. Memberikan informasi masyarakat maupun kepada pihak yang memerlukan mengenai proses pengolahan produk surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.); dan

3. Memberikan masukan kepada perusahaan mengenai pengolahan surimi yang baik berdasarkan teori yang didapat saat perkuliahan.

1.6. Waktu dan Tempat

Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama 10 hari yaitu pada tanggal 25 Februari – 10 Maret 2014 di perusahaan pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut, Rembang, Jawa Tengah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Kurisi (Nemipterus sp.)

Menurut Saanin (1986), klasifikasi ikan Kurisi (Nemipterus sp.) adalah sebagai berikut : Kingdom

: Animalia Phyllum

: Chordata Sub Phyllum : Avertebrata Class

: Pisces Sub Class

: Teleostei Ordo

: Percomorphi Sub Ordo

: Percoidea Family

: Nemipteridae Genus

: Nemipterus Spesies

: Nemipterus sp. Ikan Kurisi ditemukan pada kedalaman lebih dari 100 m. Ikan ini terdapat pada lingkungan laut pada kedalaman mencakup 100-330 m. Habitatnya di daerah karang dan area dasar berbatu-batu dengan kedalaman minimal 100 m. Distribusi Ikan Kurisi meliputi bagian utara sampai selatan Jepang, secara luas ditemukan di Indo-Pasifik dan timur Afrika (Agustinus et al.,2008).

Ikan Kurisi tergolong ikan berdaging putih dan ekonomis. Ikan Kurisi termasuk kedalam jenis ikan demersal. Hal ini dicirikan dengan bentuk mulut yang letaknya agak ke bawah dan adanya sungut yang terletak didagunya yang Ikan Kurisi tergolong ikan berdaging putih dan ekonomis. Ikan Kurisi termasuk kedalam jenis ikan demersal. Hal ini dicirikan dengan bentuk mulut yang letaknya agak ke bawah dan adanya sungut yang terletak didagunya yang

Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) merupakan spesies ikan utama yang digunakan Malaysia dan Asia Tenggara untuk menghasilkan surimi. Ikan ini umumnya ditemukan di wilayah perairan tropis dan subtropis Indo-Pasifik Barat. Ikan Kurisi telah terbukti dapat menghasilkan surimi kualitas tinggi dengan yang kekuatan gel yang bagus, karena warna daging putihnya, tekstur lembut, dan kemampuan pembentukan gel kuat. Surimi dari Ikan Kurisi sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan kamaboko dan surimi berbasis crab-stick di Jepang (Huda et al., 2011).

Gambar 1. Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) Sumber : acehanglerscommunity.blogspot.com

2.2. Diversifikasi Pangan

Perdagangan produk-produk olahan ikan bernilai tambah (value-added products) dengan berbagai variasi bentuk dan rasa sudah sedemikian majunya. Diversifikasi atau penganekaragaman pangan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Diversifikasi ini bertujuan untuk memenuhi selera konsumen yang beragam dan terus berkembang sehingga selalu ada penyegaran menu, dengan demikian kejenuhan pasar dapat teratasi (Ismanadji dan Sudari, 1985). Diversifikasi pangan juga merupakan salah satu upaya untuk Perdagangan produk-produk olahan ikan bernilai tambah (value-added products) dengan berbagai variasi bentuk dan rasa sudah sedemikian majunya. Diversifikasi atau penganekaragaman pangan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Diversifikasi ini bertujuan untuk memenuhi selera konsumen yang beragam dan terus berkembang sehingga selalu ada penyegaran menu, dengan demikian kejenuhan pasar dapat teratasi (Ismanadji dan Sudari, 1985). Diversifikasi pangan juga merupakan salah satu upaya untuk

Melalui diversifikasi olahan, ragam produk olahan dapat meningkat sehingga dapat menarik konsumen karena memberi nilai tambah bagi produk itu sendiri. Disamping itu pemasaran produk olahan hasil perikanan, dimana bahan baku utamanya merupakan hasil penangkapan di laut maupun budidaya, jangkauannya akan semakin luas, dapat mencapai luar daerah bahkan mungkin luar negeri (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011).

2.3. Surimi

Surimi merupakan salah satu jenis produk perikanan yang telah dikenal di dunia dan sangat potensial untuk dikembangkan. Pembuatan surimi dapat menggunakan jenis ikan air tawar atau ikan air laut. Salah satu keunggulan dari surimi adalah kemampuannya untuk diolah menjadi berbagai macam variasi produk-produk lanjutannya dalam berbagai bentuk dan ukuran (Haetami, 2008).

Produk surimi ini di Indonesia masih tergolong baru sehingga orang sering keliru dalam mengartikan istilah surimi dengan daging lumatan dan produk yang terbuat dari bahan dasar surimi. Lumatan daging berasal dari daging ikan yang telah mengalami pemisahan dari kulit, tulang dan isi perut kemudian dilumatkan. Pengertian dari surimi adalah lumatan daging ikan yang telah mengalami pencucian dan penambahan bahan pembantu (garam (NaCl) dan poliphosphat) untuk mendapatkan mutu yang dikehendaki sehingga berwarna putih, lentur dan baunya tidak lagi amis (Dewi dan Riyadi, 2007).

Produksi komersial surimi dibuat dengan memisahkan daging ikan dari tulang dan kulit yang dilanjutkan dengan proses pencucian (1-3 kali) menggunakan air dan larutan garam. Kemudian dilakukan pemerasan dan pencampuran dengan cryoprotectant untuk mencegah denaturasi protein dan kehilangan fungsinya selama penyimpanan beku (Febrina, 2008).

2.4. Bahan Baku Surimi

Secara teknis semua jenis ikan dapat digunakan untuk pembuatan surimi baik itu yang berdaging putih atau berdaging merah, baik yang berasal dari laut ataupun dari air tawar. Pemilihan bahan baku harus sesuai dengan mutu dari surimi dan jenis produk lanjutan yang akan dibuat dari daging lumatan tersebut. Ikan yang berdaging putih biasanya lebih banyak disukai sebagai bahan baku surimi. Ikan yang berdaging merah (dark meat) juga dapat digunakan sebagai bahan baku, tetapi untuk jenis ikan yang memiliki kemampuan gel yang rendah diperlakukan perlakuan khusus, agar produk akhir yang dihasilkan mempunyai elastisitas yang tinggi (Dewi dan Riyadi, 2007).

Ikan untuk bahan dasar surimi biasanya dipilih yang volume produksi (hasil tangkapannya) melimpah dengan nilai ekonomis rendah. Ikan yang digunakan harus bermutu baik. Pemilihan ikan berkadar lemak rendah dengan konsistensi daging yang padat dan kandungan protein myofibril yang tinggi agar dihasilkan “surimi” dengan sifat gel yang baik. Secara umum, ikan air tawar dan ikan berdaging merah mempunyai kekuatan gel yang lebih rendah daripada ikan laut dan ikan berdaging putih. Warna daging ikan juga akan mempengaruhi warna “surimi” yang dihasilkan (Syarief dan Halid, 1995).

Surimi yang bermutu tinggi harus berasal dari bahan baku yang segar, dimana protein yang terkandung dalam ikan tidak mengalami denaturasi. Terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku diduga karena adanya peningkatan konsentrasi garam mineral dan substansi organik terlarut pada fase sebelum terjadi pembekuan di dalam sel. Konsentrasi garam mineral menjadi sangat tinggi apabila cairan dalam sel membeku, sehingga menyebabkan terjadinya pemisahan dan denaturasi protein (Suzuki, 1981).

2.5. Proses Pengolahan Surimi

Menurut Peranginangin et al., (1999), pada prinsipnya ada empat tahap proses dalam pembuatan surimi, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan, dan pembekuan. Pencucian daging ikan dilakukan tiga sampai lima

kali. Air yang digunakan mempunyai suhu rendah (5 - 10 o

C) atau air es, karena air keran dapat merusak tekstur (akibat denaturasi/kerusakan protein) dan mempercepat degradasi lemak. Jumlah air yang digunakan biasanya berkisar antara lima sampai sepuluh kali dari berat ikan. Banyaknya air yang digunakan dan ulangan pencucian tergantung dari jenis ikan yang diolah, jenis air pencuci dan mutu surimi yang diinginkan. Biasanya air pencuci terakhir mengandung garam (NaCl) sebanyak 0,01 sampai 0,3 persen untuk memudahkan pembuangan air dari daging ikan. Sebelum dilakukan penggilingan, air yang berada didalam daging ikan harus dibuang terlebih dahulu dengan cara diperas atau disentrifugasi. Alat penggiling yang digunakan sebaiknya tipe penggiling dingin, agar dapat mempertahankan mutu surimi (mencegah denaturasi protein akibat panas penggilingan). Selama penggilingan ditambahkan krioprotektan (bahan anti C) atau air es, karena air keran dapat merusak tekstur (akibat denaturasi/kerusakan protein) dan mempercepat degradasi lemak. Jumlah air yang digunakan biasanya berkisar antara lima sampai sepuluh kali dari berat ikan. Banyaknya air yang digunakan dan ulangan pencucian tergantung dari jenis ikan yang diolah, jenis air pencuci dan mutu surimi yang diinginkan. Biasanya air pencuci terakhir mengandung garam (NaCl) sebanyak 0,01 sampai 0,3 persen untuk memudahkan pembuangan air dari daging ikan. Sebelum dilakukan penggilingan, air yang berada didalam daging ikan harus dibuang terlebih dahulu dengan cara diperas atau disentrifugasi. Alat penggiling yang digunakan sebaiknya tipe penggiling dingin, agar dapat mempertahankan mutu surimi (mencegah denaturasi protein akibat panas penggilingan). Selama penggilingan ditambahkan krioprotektan (bahan anti

C. Sebelum digunakan surimi harus dicairkan (dithawing) dan digiling lebih dahulu, baru kemudian diolah menjadi produk akhir yang diinginkan.

Metode pengolahan surimi beku menurut Suzuki (1981), yaitu :

1. Pemilihan bahan baku ikan;

2. Penyimpanan dan penanganan bahan baku;

3. Pengumpulan daging;

4. Pencucian daging;

5. Pelumatan daging;

6. Penambahan anti denaturasi;

7. Pengemasan dan pengepakan; dan

8. Pembekuan dan penyimpanan beku.

2.6. Pengujian Mutu Surimi

Cara yang lazim digunakan untuk menilai mutu surimi adalah berdasarkan sifat sensoris atau organoleptik (kenampakan, warna, bau, kekeringan atau kebasahan), sifat fisik (uji lipat, kekuatan gel), dan kimiawinya (kandungan protein, lemak, air), selain itu juga sifat mikrobiologis (kandungan bakteri) juga ikut menentukan sifat mutu surimi. Sifat mutu tersebut erat kaitannya dengan jenis ikan yang digunakan, tingkat kesegaran, cara pengolahan, cara pembekuan, penyimpanan beku, dan ditentukan pula oleh cara penanganan dan kondisi distribusinya (Peranginangin et. al., 1999)

Persyaratan mutu surimi beku menurut SNI 2694:2013 telah tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Persyaratan Mutu dan Keamanan Surimi

Parameter Uji

Satuan

Persyaratan

a. Sensori Min. 7 (skor 1- 9)

b. Kimia

Maks. 80 - Kadar air

Min. 12

- Kadar protein koloni/g 4 Maks. 5,0 x 10

c. Cemaran mikroba

APM/g

<3 Negatif/25 g

- ALT

Negatif/25 g - Eschericia coli

koloni/g

Maks. 1,0 - Salmonella

mg/kg

Maks. 0,1 - Vibrio cholera

mg/kg

mg/kg

Maks. 0,5

mg/kg

Maks. 40,0

d. Cemaran logam

Maks. 0,3 - Arsen (As)

mg/kg

- Kadmium (Cd)

- Merkuri (Hg) 0 C Maks. -18 g/cm 2 Min. 600

- Timah (Sn) - Timbal (Pb)

e. Cemaran fisik - Filth

f. Fisika: - Suhu pusat - Kekuatan gel (gel strength)

Sumber: Badan Standarisasi Nasional

Uji raw material maupun surimi beku meliputi uji kadar air, pH, deteksi adanya bahan pengotor yang merupakan uji yang harus dilakukan. Mutu surimi ditentukan oleh kekuatan gel (gel strength) dan kenampakannya yang putih dan bersih, sedangkan uji pilihan menurut Japan Surimi Association (JSA) meliputi uji kecerahan atau warna, drip loss, dan viskositas (BPPMHP, 2001).

III. METODOLOGI

3.1. Materi 3.1.1.Bahan

Bahan yang digunakan dalam proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Bahan yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan

Kurisi (Nemipterus sp.) No.

Nama Bahan

Fungsi

1. Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) Bahan baku surimi beku

2. o Air bersih suhu 4 C Mencuci dan leaching bahan

3. Kalsium klorida (CaCl 2 )

Mengendapkan protein miofibril

4. Gula Sebagai cryoprotectant

5. Sodium tripholyposphate (STPP) Sebagai cryoprotectant

6. Egg white powder (EWP) Meningkatkan kekuatan gel

7. Klorin Bahan sanitizer tangan dan sepatu pekerja

8. Deterjen Bahan pembersih peralatan

3.1.2.Alat

Alat yang digunakan dalam proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan

Kurisi (Nemipterus sp.) No. Nama Alat

91x54 cm

Tempat penyimpanan bahan baku selama distribusi

2. Basket

56x36x21 cm

Wadah bahan baku saat pembongkaran dan penyiangan

3. Fiber box

110x110x61cm

Wadah penampung ice flake

Lanjutan Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) No. Nama Alat

Spesifikasi

Kegunaan

4. Timbangan digital

1 gram

Alat penghitung berat

5. Meja pengolahan

Tempat penyiangan ikan

6. Pisau

Alat untuk menyiangi ikan

7. Trolly

Alat pemindah basket dan long pan

8. Fish scalling machine

5x1,5 m

Alat untuk menghilangkan sisik ikan

9. Fish meat conveying

4x1x1 m

Alat untuk memasukkan dan mengeluarkan bahan dari alat

10. Meat bone separator

3,5x2x2 m

Alat untuk memisahkan daging dari kulit dan tulang

11. Leaching tank

1,5x1,5 m

Tempat pencucian lumatan daging

12. Rotary screen

5x1 m

Alat untuk menyaring lumatan daging

13. Refiner

2x1 m

Alat untuk menyaring lumatan daging

14. Screw press

8x1 m

Alat untuk mengurangi kadar air daging

15. Bowl cutter mixer

3x3x3 m

Alat untuk mencampurkan adonan surimi

16. Former

80x37x6,5 cm

Alat pencetak surimi

17. Long pan

53x37x6,5 cm

Wadah surimi setelah dicetak

18. Contact plate freezer

6x5x4 m

Alat untuk membekukan surimi

19. Metal detector

1,5x1x1,5 m

Alat untuk memeriksa kandungan logam berat

Lanjutan Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Proses Pengolahan Surimi Beku dari Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) No. Nama Alat

Spesifikasi

Kegunaan

20. Ice machine

4x2x4 m

Alat untuk membuat ice flake

21. Forklift

Alat untuk mengangkut surimi dalam jumlah banyak

22. Rheometer

g.cm

Alat untuk mengukur gel strength surimi

23. Yeasten moisture meter 270x360x130 mm Alat untuk mengukur kadar air daging

24. pH meter Alat untuk mengukur pH

3.2. Metode

Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan tentang proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) adalah metode deskriptif dengan survei langsung. Metode deskriptif yaitu metode yang dilakukan dengan cara menganalisa dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Menurut Zulnaidi (2007), metode deskriptif merupakan metode pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak. Ciri-ciri pokok metode deskriptif adalah memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian atau praktek yang dilaksanakan, menggambarkan fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya. Sedangkan menurut Santoso (2005), penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik, faktual dan akurat terhadap daerah tertentu mengenai berbagai sifat dan faktor tertentu.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang di perlukan dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya oleh peneliti, data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan memberikan daftar pertanyaan kepada para narasumber, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yang berupa brosur, literatur, majalah dan bacaan lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian (Sunyoto, 2010).

Data yang dikumpulkan dalam Praktek Kerja Lapangan ini berupa data primer, yaitu dengan cara:

1. Observasi Metode observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan secara cermat dan sistematik. Menurut Subliyanto (2009), Pengumpulan data dengan observasi adalah pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Teknik pengumpulan data dengan observasi dilakukan jika peneliti menghendaki data hasil dari melihat atau menyaksikan aktivitas yang dilakukan oleh responden dan atau mendengarkan apa yang dikatakan mereka. Teknik ini digunakan jika penelitian berkenaan dengan manusia, proses kerja, gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.

2. Wawancara Pengumpulan data dengan wawancara dilakukan dengan menyiapkan daftar pertanyaan yang menyangkut semua data dan langsung menanyakan kepada karyawan dan manajer Quality Control di PT Bintang Karya Laut. Menurut

Rachmawati (2010), wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informal. Wawancara penelitian lebih dari sekedar percakapan dan berkisar dari informal ke formal.

3.4. Analisa Data

Analisis data atau pengolahan data yang dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca dan ditafsirkan. Hasil analisis disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan dalam suatu uraian. Berikut adalah rumus perhitungan yang digunakan pada pengujian nilai organoleptik:

S= √ Selang kepercayaan :

̅ - 1,96. <µ<

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum PT Bintang Karya Laut 4.1.1.Sejarah dan perkembangan perusahaan

PT Bintang Karya Laut didirikan atas kerjasama dua perusahaan besar yang sama-sama bergerak di bidang perikanan yaitu PT Starfood International dengan pimpinan tertinggi dipegang oleh Ir. M. Nadjikh dan PT Karya Mina Putra

dengan pimpinan tertinggi oleh Nur Achlis. PT Bintang Karya Laut mulai berdiri pada awal Januari 2013 dan melakukan produksi pertamanya pada 17 Januari 2013 dengan Ir. Idris Razak sebagai kepala pabrik. Perusahaan ini bergerak di bidang perikanan dengan tiga macam produk andalan yaitu surimi beku, frozen fish, dan frozen cephalopoda namun saat ini untuk industri frozen sedang tidak berjalan karena adanya kendala bahan baku. PT Bintang Karya Laut dari awal berdirinya sampai sekarang sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan perusahaan ini telah memperoleh Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), Sertifikat HACCP, Sertifikat Halal dan sering melakukan ekspor surimi beku ke beberapa negara seperti Taiwan, Malaysia, China, dan Singapore.

4.1.2.Lokasi perusahaan

Lokasi perusahaan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi suatu industri karena lokasi akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan dari industri tersebut. PT Bintang Karya Laut berlokasi di Jalan Raya Rembang Tuban Km. 28 Desa Sendangmulyo, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Perusahaan ini berada di lokasi yang cukup strategis karena dekat dengan

laut lepas dengan luas lahan sebesar 23.000 m 2 serta luas bangunan yaitu sebesar

6.200 m 2 . Alasan perusahaan ini didirikan dekat laut lepas adalah agar mudah untuk mendapatkan bahan baku dan karena ketersediaan air yang mencukupi

selain itu juga untuk memudahkan dalam pembuangan limbah cair yang sebelumnya sudah di treatment sehingga aman untuk langsung dialirkan ke laut.

4.1.3.Struktur Organisasi

Struktur organisasi di PT Bintang Karya Laut merupakan struktur organisasi garis atau linier. Struktur organisasi ini terdapat tanggung jawab bercabang dari kekuasaan sampai tingkat bawahan. Kekuasaan tertinggi dalam PT Bintang Karya Laut sesuai urutannya dipegang oleh dewan komisaris lalu dibawahnya ada direktur dan dibawahnya ada factory manager yang bertugas mengkoordinir proses produksi mulai dari penerimaan bahan baku dan bahan pembantu, proses produksi hingga barang jadi sesuai dengan spesifikasi dari pembeli. Adapun pelaksana harian dilakukan oleh beberapa departemen yang masing-masing di pimpin oleh seorang manajer dan supervisor diantaranya yaitu:

1. Procurement Manager Bertanggung jawab terhadap perencanaan raw material yang datang dari supplier. Procurement manager membawahi receiving team yang bertugas untuk melakukan pembongkaran dan penanganan terhadap bahan baku pra pengolahan.

2. Finance and Accounting Manager Bertanggung jawab dalam pemasaran produk surimi dan lainnya sesuai dengan target penjualan yang ditetapkan. FA manager membawahi kasir dan HRD supervisor.

3. Production Supervisor Bertanggung jawab dalam perencanaan, operasional produksi, fasilitas dan kebutuhan karyawan mulai penerimaan sampai produksi akhir, pengawasan proses produksi berdasarkan SOP dan SSOP, melaporkan kinerja hasil produksi secara berkala. Production supervisor membawahi tim prosesing dan tim packing.

4. Quality Control Supervisor Melakukan pengawasan dan pencatatan semua kegiatan produksi dalam kaitannya dengan standar dan membuat tindakan perbaikan jika ditemukan ketidaksesuaian produk di tahapan proses serta mengaplikasikan sistem mutu dan proses produksi. QC supervisor membawahi tim sanitasi dan tim laboratorium yang masing-masing bertugas untuk menerapkan sistem sanitasi yang baik sesuai dengan standar kelayakan dasar dan melakukan pengujian mutu serta mikrobiologi.

5. Technical Supervisor Bertanggung jawab untuk operasional dan pemeliharaan mesin produksi serta mengatur jadwal operasional mesin produksi. Technical supervisor membawahi tim teknisi dan tim penanganan limbah.

6. Human Resource Development Supervisor Bertanggung jawab dalam perencanaan, operasional, fasilitas dan kebutuhan karyawan.

4.1.4.Ketenagakerjaan

Tenaga kerja di PT Bintang Karya Laut lebih mengutamakan tenaga kerja yang berasal dari penduduk di sekitar pabrik. Jumlah seluruh tenaga kerja di PT

Bintang Karya Laut kurang lebih sebanyak 300 orang meliputi para staf dan karyawan dari bagian penerimaan bahan baku, potong kepala, produksi, pengemasan, limbah, teknisi, dan satpam. Status karyawan di PT Bintang Karya Laut dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu diantaranya:

1. Karyawan Tetap Karyawan ini bersifat tetap yang umumnya terdiri dari para staf. Karyawan tetap rutin mendapat gaji setiap bulannya. Karyawan tetap diangkat dan diberhentikan oleh atasan dan diberi pangkat, golongan serta gaji yang sesuai dengan pendidikan formalnya.

2. Karyawan Kontrak Karyawan yang belum tetap dan masih terikat kontrak sehingga perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut terhadap peningkatan kinerjanya. Perpanjangan masa kontrak kerja yang diberlakukan adalah setiap 3 bulan sekali. Karyawan kontrak rutin mendapat gaji setiap minggu dengan perhitungan upah gaji per hari.

3. Karyawan Borongan Tenaga kerja borongan di PT Bintang Karya Laut umumnya bekerja sebagai tukang potong kepala. Tenaga borongan berjumlah 11 kelompok yang masing-masing terdiri atas 18-20 orang pekerja, mereka menerima upah didasarkan atas volume pekerjaan atau satuan hasil kerja.

Waktu mulai kerja di PT Bintang Karya Laut yaitu pada pukul 08.00 hingga pukul 16.00, sedangkan waktu istirahat selama 1 jam yaitu pada pukul

12.00 sampai 13.00 WIB. Beberapa karyawan yang bekerja sebagai teknisi, keamanan (satpam), receiving, dan pembongkaran diberlakukan pembagian 12.00 sampai 13.00 WIB. Beberapa karyawan yang bekerja sebagai teknisi, keamanan (satpam), receiving, dan pembongkaran diberlakukan pembagian

4.1.5.Peralatan pengolah

Berbagai macam peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut adalah sebagai berikut:

a. Blong Blong ikan yang dipakai adalah blong berwarna biru dengan panjang 91 cm dan diameter 54 cm. Blong ini digunakan sebagai wadah penampung ikan selama pengangkutan dari TPI ke pabrik dengan kapasitas kurang lebih 150 kg ikan setiap blong. Blong ini tidak dilengkapi dengan insulasi sehingga selama pengangkutan dibutuhkan es balok agar kualitas ikan tetap terjaga. Rasio es balok dan ikan adalah 1:10 yaitu 15 kg es balok berbanding dengan 150 kg ikan.

b. Basket Basket atau keranjang ini digunakan sebagai wadah ikan setelah pembongkaran. Ikan yang telah sampai di pabrik segera dibongkar dari blong lalu di tampung pada keranjang-keranjang berwarna kuning dengan dimensi 56x36x21 cm.

c. Fiber box Fiber box digunakan sebagai wadah penampung es curai yang nantinya akan dipakai untuk tetap menjaga kesegaran ikan selama proses pengolahan c. Fiber box Fiber box digunakan sebagai wadah penampung es curai yang nantinya akan dipakai untuk tetap menjaga kesegaran ikan selama proses pengolahan

d. Timbangan digital Pengukuran berat bahan baku dan surimi menggunakan timbangan digital. Timbangan digital berada hampir di setiap tahapan proses pengolahan yakni mulai dari receiving, setelah pemotongan kepala, setelah pengepresan daging sampai pada tahap pencetakan surimi.

e. Meja pengolahan Meja pengolahan ini terdapat di ruang pemotongan kepala (PK) dan berfungsi sebagai alat bantu pada proses penyiangan bahan baku. Meja berukuran sebesar 2x1 m dan terbuat dari bahan stainless steel sehingga tahan karat dan mudah untuk dibersihkan.

f. Pisau Pisau yang digunakan adalah yang tajam dan terbuat dari stainless steel sehingga tidak berkarat, kuat, dan mudah dibersihkan. Pisau berfungsi untuk membantu proses penyiangan atau pemotongan kepala dan isi perut ikan yang akan diproses lebih lanjut.

g. Trolly Alat yang digunakan untuk membawa keranjang-keranjang yang berisi ikan dan long pan yang berisi surimi ketika hendak dibekukan.

h. Fish scalling machine – Fish meat conveying Alat ini digunakan untuk mencuci ikan setelah penyiangan. Ikan yang telah bersih dari kepala dan isi perut kemudian ditempatkan pada fish meat conveying dan ikan akan berjalan ke dalam fish scalling machine. Di dalam h. Fish scalling machine – Fish meat conveying Alat ini digunakan untuk mencuci ikan setelah penyiangan. Ikan yang telah bersih dari kepala dan isi perut kemudian ditempatkan pada fish meat conveying dan ikan akan berjalan ke dalam fish scalling machine. Di dalam

C sambil diputar dan dihilangkan sisiknya, lalu ikan yang telah bersih dicuci dialirkan lagi pada fish meat conveying dan ikan akan dibawa ke mesin meat bone separator. Fish scalling machine dapat menampung sebanyak 110 kg ikan setiap menitnya dalam satu kali pencucian.

i. Meat bone separator Meat bone separator adalah alat yang digunakan untuk memisahkan daging ikan yang telah disiangi agar terlepas dari kulit, tulang, dan sisik. Kapasitas mesin meat bone separator adalah sekitar 30 kg setiap menitnya dalam satu kali proses. Di PT Bintang Karya Laut limbah dari pemisahan daging ini akan ditampung pada keranjang-keranjang khusus kemudian akan dijual untuk diolah menjadi tepung ikan. j. Leaching tank Leaching tank adalah bak atau tangki yang digunakan sebagai wadah untuk pencucian daging lumat. Daging yang telah dipisahkan dari kulit, tulang, dan duri lantas dimasukkan ke dalam leaching tank dan dicuci dengan air dingin

bersuhu 0 ≤5

C untuk tetap menjaga kesegaran daging dan gel strength didalamnya. Selain untuk pembersihan dari sisa-sisa kotoran yang masih menempel, proses leaching ini juga berfungsi untuk memisahkan daging yang mengandung protein myofibril dari sarkoplasma dan lemak yang ikut larut dalam air tersebut. Kapasitas leaching tank adalah sebanyak 900 liter dengan perbandingan daging dan air yaitu 1 : 8.

k. Rotary screen Daging ikan yang telah lumat kemudian dicuci di dalam leaching tank, setelah itu daging dibawa melewati mesin penyaring yang bernama rotary screen. Di dalam rotary screen daging tidak hanya disaring dari sisa sisik dan duri yang menempel namun juga sambil disemprotkan air dingin agar daging menjadi lebih bersih. Mesin rotary screen ini dapat menampung sebanyak 30 kg daging setiap menitnya dalam satu kali putaran. l. Refiner – Screw press Mesin refiner berfungsi untuk menyaring kembali daging lumat yang telah dicuci sehingga benar-benar terbebas dari duri maupun urat daging. Daging lumat yang telah terbebas dari duri, dan urat daging ini kemudian di press kadar airnya menggunakan mesin screw press yang berbentuk silinder. Cara kerja mesin screw press sendiri adalah dengan menekan daging lumat yang masih sangat lunak tersebut sehingga daging yang semula kadar air rata-rata 90% berkurang menjadi 74-75% sehingga daging menjadi lebih kompak dan padat. Kapasitas mesin refiner yaitu sebanyak 20 kg setiap menitnya sedangkan mesin screw press dapat mengeluarkan 10 kg daging setiap 20 –

25 detik. m. Bowl cutter Salah satu tahapan yang penting dalam pengolahan surimi beku setelah pengepresan kadar air adalah penambahan bahan cryoprotectant untuk mencegah agar surimi tidak mudah mengalami denaturasi. Alat yang digunakan oleh PT Bintang Karya Laut dalam proses pencampuran ini yaitu mesin bowl cutter. Alat ini berfungsi untuk mencampurkan (mixing) daging

surimi dengan bahan cryoprotectant sampai merata dengan kapasitas 100 kg daging. Proses mixing ini berlangsung cepat yakni sekitar 50-60 detik. n. Former Surimi dicetak menggunakan former. Mesin ini tersambung dengan mesin bowl cutter sehingga daging yang telah dicampur dengan bahan tambahan dapat langsung masuk ke alat pencetak. o. Long pan Long pan merupakan wadah yang digunakan untuk meletakkan surimi setelah dicetak. Surimi dicetak menggunakan former dan ukurannya disesuaikan dengan wadah long pan ini. Selain untuk wadah pencetak, long pan juga digunakan sebagai wadah surimi saat dibekukan dalam contact plate freezer. p. Contact plate freezer Alat pembeku yang digunakan oleh PT Bintang Karya Laut untuk membekukan surimi adalah contact plate freezer. Mesin ini dapat menampung sekitar 120 long pan atau sekitar 1.200 kg dalam sekali proses

dengan lama pembekuan 2,5 - 3 jam pada suhu -25 0

C. Proses pembekuan ini termasuk pembekuan cepat (quick freezing). Contact plate freezer yang dimiliki PT Bintang Karya Laut sebanyak 7 buah dan jenis refrigran yang dipakai yaitu amoniak. q. Metal detector Metal detector digunakan untuk mengidentifikasi adanya kandungan logam yang terdapat pada produk maupun pada kemasan primernya. Surimi yang telah selesai dibekukan pada contact plate freezer sebelum dipacking surimi dilewatkan terlebih dahulu pada mesin metal detector ini.

r. Cold storage Surimi beku yang telah dikemas disimpan dalam cold storage agar tetap beku dan awet. PT Bintang Karya Laut memiliki 2 buah cold storage dengan kapasitas yang sama yakni dapat menampung hingga 500 ton dengan suhu

optimal -20 0 C. Penyimpanan surimi dalam cold storage maksimal selama 1 tahun. Sistem keluar masuk produk yang disimpan yaitu first in-first out (fifo) atau produk yang pertama masuk adalah yang pertama kali keluar. Sistem ini dilakukan secara manual. s. Ice machine PT Bintang Karya Laut menggunakan ice flake (es lempeng) pada proses pengolahan suriminya guna mempertahankan kualitas bahan baku agar tetap berada pada rantai dingin (cold chain system). Ice flake ini dibuat sendiri oleh pihak pabrik menggunakan bantuan mesin pembuat es atau ice flake machine.

4.2. Deskripsi Produk Surimi Beku

Surimi beku adalah suatu produk olahan setengah jadi berupa lumatan daging ikan yang telah melalui sejumlah tahapan proses pengolahan yakni pemotongan kepala dan pembuangan isi perut, pencucian (leaching) yang berulang-ulang, pengepresan, penambahan bahan tambahan pangan, pengepakan, serta pembekuan. Pembuatan produk surimi beku di PT Bintang Karya Laut menggunakan beberapa spesies ikan berdaging putih yaitu ikan Kurisi (Nemipterus sp.), ikan Mata Lebar (Priacanthus macranthus), ikan Kuniran (Nemipterus marginatus), ikan Kapasan (Pentaprion longimanus), dan ikan Coklatan (Nemipterus japonicus).

Surimi pada umumnya dibuat dari ikan berdaging putih karena kandungan protein myofibril didalamnya memiliki kekuatan gel (gel strength) yang lebih tinggi daripada ikan daging merah sehingga surimi yang dihasilkan kekenyalannya baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi antara lain adalah

1. Spesies (jenis) ikan;

2. Kesegaran ikan;

3. Metode pengolahan dan pengawasan;

4. Kandungan air; dan

5. Kondisi penanganan dan distribusi. Kategori surimi yang baik adalah yang berwarna putih cerah, bau khas surimi, kadar air 74-75%, dan nilai gel strength lebih dari 650. Pada umumnya surimi dicetak berbentuk blok persegi panjang, lalu dibekukan dan disimpan dalam cold storage agar tahan lama. Surimi digunakan sebagai bahan baku pembuatan berbagai produk diversifikasi perikanan seperti bakso, sosis, kamaboko, chikuwa, dan lain sebagainya.

4.3. Alur Proses Produksi

Diagram alir proses pengolahan surimi beku dari ikan Kurisi (Nemipterus sp.) di PT Bintang Karya Laut tersaji dalam Gambar 2.

Receiving RM

Receiving Sugar Receiving Washing I Packaging Material

Ice Flake Checking Quality MC

Weighing I

CaCl ®

2 Strapping

Receiving Washing II

Scaling &Washing

III Meat Separating

Refining & Dehydrating

Weighing II

Final Weighing

Freezing

Metal Detecting

Packing & Labeling

Cold Storage

Stuffing

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengolahan Surimi Beku di PT Bintang Karya Laut

4.4. Proses Produksi 4.4.1.Penanganan dan pengangkutan bahan baku

Bahan baku yang digunakan pada proses pengolahan surimi beku ada 5 jenis yaitu ikan Kurisi (Nemipterus sp.), ikan Mata Lebar (Priacanthus macranthus), ikan Kuniran (Nemipterus marginatus), ikan Kapasan (Pentaprion longimanus), dan ikan Coklatan (Nemipterus japonicus), namun bahan baku yang menjadi produk unggulan adalah yang berasal dari ikan Kurisi dan ikan Mata Lebar karena banyaknya tingkat permintaan dari pembeli serta dinilai memiliki kualitas gel surimi yang tinggi jika dibandingkan dengan ikan lainnya. Bahan baku ikan didapat dari supplier di TPI Rembang, Juwana, dan Brondong (Lamongan). Bahan baku ikan dibeli dari beberapa supplier yang telah bekerja sama dengan perusahaan. Ikan yang diterima telah sesuai dengan spesifikasi pembelian ikan, ikan berasal dari perairan yang tidak tercemar, ditangkap dan ditangani dengan baik serta bebas dari penggunaan bahan kimia yang dilarang (formalin) dengan nilai organoleptik sebesar 7,417 < µ < 7,623 serta standar ukuran ikan yaitu 12 - 18 cm. Harga bahan baku untuk tiap jenis ikan berbeda tergantung musim dan ketersediaanya, untuk bahan baku ikan Kurisi pihak pabrik biasa membeli dengan harga Rp. 6.900 – 7.500 per kg dan ikan Mata Lebar dengan harga Rp. 5.500 – 6.000 per kg.

Setiap harinya PT Bintang Karya Laut dapat memproduksi ikan sebanyak

60 ton atau lebih tergantung bila permintaan untuk ekspor sedang meningkat. Pengangkutan bahan baku dari TPI ke pabrik menggunakan truk khusus pengangkut ikan milik perusahaan. Penanganan bahan baku selama proses distribusi yaitu dengan cara ikan di tempatkan pada wadah berupa blong dan

diberi tambahan es balok untuk menjaga agar suhu ikan tetap berada dibawah 8 0 C diberi tambahan es balok untuk menjaga agar suhu ikan tetap berada dibawah 8 0 C

4.4.2.Penerimaan bahan baku (receiving)