Perbandingan Efektifitas Jarak Fototerapi Pada Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia Indirek

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS JARAK FOTOTERAPI PADA NEONATUS DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK

TESIS

WINRA PRATITA 087103007 / IKA


(2)

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS JARAK FOTOTERAPI PADA NEONATUS DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

WINRA PRATITA 087103007 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – KONSENTRASI ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

Judul Penelitian : Perbandingan Efektifitas Jarak Fototerapi Pada Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia Indirek

Nama Mahasiswa : Winra Pratita

NIM : 087103007

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Anak

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) Ketua

dr. Supriatmo, Sp.A(K) Anggota

Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS


(4)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS JARAK FOTOTERAPI PADA NEONATUS DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juni 2010


(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 25 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) ...


(6)

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) dan Dr. Supriatmo, Sp.A(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini


(8)

3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, Sp.A(K), sebagai Sekretaris Program yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. H. Ridwan M Daulay, Sp.A(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik dan RS Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini

6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), serta Rektor Universitas Sumatera Utara sebelumnya Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU

7. Seluruh perawat di bagian Perinatologi RSUP H. Adam Malik dan RS Dr. Pirngadi Medan yang ikut membantu penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik

8. Aridamuriany D. Lubis, Linawaty, Ifo F. Sihite, Mars Nasrah, Meirina Daulay, Masyitah Sri Wahyuni, Hafaz Zakky, Marlisye Marpaung, Sri


(9)

yang telah bersama-sama dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS Departemen Ilmu Kesehatan Anak terutama Ari Kurniasih, Nanda Susanti, Widyastuti, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Teristimewa untuk suami tercinta Faisal Abrany Siregar, ST, terima kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan tanpa kenal lelah yang telah diberikan hingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan, mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan rahmat, rezeki, dan karuniaNya buat kita semua.

Kepada yang tercinta orangtua, Kolonel (Purn.) Dr. H. Wilmar Y. Lukman, SpB.KBD dan Dr. Hj. Nuryetty Raid, mertua Ir. H. A. Rahim Siregar, dan Ir. Hj. Ruslaini Rinup beserta adik, dr.Dona Wirniaty dan Muhammad Andri, S.Ked, yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini, semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.


(10)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan pembimbing i

Lembar Pernyataan ii

Ucapan Terimakasih iv

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan xi

Daftar Lambang xii

Abstrak xiii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metabolisme Bilirubin 5

2.2 Hiperbilirubinemia 7

2.3 Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin 8

2.4 Sinar Fototerapi 12

2.5 Jarak Sinar Fototerapi 13

2.6 Penurunan Kadar Bilirubin dengan Fototerapi 13

2.7 Kerangka Konseptual 14

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian 15

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 15

3.3 Populasi dan Sampel 15

3.4 Besar Sampel 15

3.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi 16

3.6 Persetujuan / Informed Consent 17

3.7 Etika Penelitian 17

3.8 Cara Kerja 18

3.9 Identifikasi Variabel 20

3.10 Definisi Operasional 20

3.11 Analisis Data 21


(11)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 32

6.2 Saran 32

BAB 7. RINGKASAN 33

Daftar Pustaka 37

Lampiran

1. Lembar Penjelasan Mengikuti Penelitian

2. Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian

3. Lembar Kuesioner Penelitian

4. Lembar Persetujuan Komite Etik

5. Data Pengamatan Fototerapi

6. Radiometer merk Dale 40

7. Riwayat Hidup


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia 11

pada neonatus sehat dan cukup bulan

Tabel 2.2. Rekomendasi AAP untuk penanganan 11

hiperbilirubinemia pada neonatus prematur sehat dan sakit

Tabel 4.1. Karakteristik sampel 23

Tabel 4.2. Perbedaan kadar bilirubin setelah fototerapi berjarak 24 20 cm dan fototerapi 40 cm


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Metabolisme bilirubin pada neonatus 6

Gambar 2.2. Mekanisme fototerapi 10

Gambar 2.3. Kerangka konsep penelitian 14

Gambar 3.1. Alur Penelitian 19

Gambar 4.1. CONSORT diagram 22

Radiometer merk Dale 40 Lampiran 6


(14)

DAFTAR SINGKATAN

AAP : American Academy of Pediatrics ASI : Air Susu Ibu

Cm : sentimeter

cm2 : sentimeter bujur sangkar dL : desiliter

dkk : dan kawan-kawan nm : nanometer

mg : milligram L : liter % : persen

RSU : Rumah Sakit Umum µW : mikrowatt


(15)

DAFTAR LAMBANG

: Kesalahan tipe I

: Kesalahan tipe II

n : Jumlah subjek / sampel

n1 : Jumlah sampel kelompok A

n2 : Jumlah sampel kelompok B

X1-X2 : Perbedaan kadar bilirubin yang diinginkan

z : Deviat baku normal untuk

z : Deviat baku normal untuk

Sd : Standard deviasi

> : Lebih besar dari

≥ : Lebih besar sama dengan

< : Lebih kecil dari


(16)

ABSTRAK

Latar belakang : Hiperbilirubinemia merupakan salah satu dari banyak permasalahan pada bayi cukup bulan dan fototerapi merupakan terapi yang banyak digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin pada bayi. Fototerapi dengan jarak yang lebih dekat dari bayi dapat meningkatkan efektivitas fototerapi.

Tujuan : Untuk membandingkan efektivitas fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm dalam menurunkan kadar bilirubin dan meningkatkan intensitas sinar

Metode : Uji klinis acak terbuka, dilakukan di 2 RS, RS.H. Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian dimulai bulan Agustus 2009 sampai Maret 2010, sampel dibagi 2 kelompok. Kelompok A dengan menggunakan fototerapi berjarak 20 cm (n=30) dan kelompok B menggunakan fototerapi berjarak 40 cm (n=30). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah bayi yang secara klinis dijumpai ikterus atau kuning pada minggu pertama kehidupan. Serum bilirubin diukur pada awal, 12 jam dan setelah 24 jam fototerapi.

Hasil : Rerata kadar bilirubin awal pada ke dua grup yang menggunakan fototerapi berjarak 20 cm dan berjarak 40 cm saat dimulai fototerapi yaitu 17 sampai 18 mg/dL, tidak ada perbedaan yang signifikan antara ke 2 grup. Setelah 24 jam fototerapi terjadi penurunan kadar bilirubin pada grup fototerapi berjarak 20 cm yaitu 7.62 ( SD 1.01) mg/dL dan grup fototerapi berjarak 40 cm yaitu 1.94 (SD 0.83) mg/dL. Penurunan rerata kadar serum bilirubin berbeda signifikan antara ke 2 grup (p< 0.05). Selama penelitian , intensitas sinar secara signifikan lebih tinggi pada grup fototerapi berjarak 20 cm dibandingkan fototerapi berjarak 40 cm.

Kesimpulan : Pada penelitinan kami didapati bahwa fototerapi dengan jarak sinar lebih dekat ke neonatus lebih efektif dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi-bayi dengan hiperbilirubinemia.


(17)

ABSTRACT

Background: Hyperbilirubinemia is one of the most common problems in newborns and the phototherapy is the most widespread treatment for lowering bilirubin concentration in neonates. The phototherapy with near distance to neonates could increase effectiveness of phototherapy.

Objective: To compare the effectiveness of phototherapy with 20 cm distance between light source and neonates and phototherapy with 40 cm distance in decreasing serum bilirubin and increasing spectral irradiance

Methods: An open, randomized controlled trial was conducted at both H. Adam Malik Hospital Medan and Pirngadi Hospital Medan since August 2009 to March 2010. Subject divided into 2 group, one group received 20cm distance phototherapy (n=30) and the other received 40 cm distance phototherapy (n=30). The criteria for inclusion in the study were newborns with neonatal jaundice presenting in the first week of life. Serum bilirubin level and average spectral irradiation level measured at baseline and after 12 h, 24 h of phototherapy.

Results: The mean total bilirubin level of 20 cm distance phototherapy and 40 cm distance phototherapy groups at the beginning of therapy were 18.79 (SD 1.01) and 17.68 (SD 0.83) mg/dl respectively, there was no significant difference between the values. After 24 hours of therapy the mean decrease in total serum bilirubin levels of 20 cm distance and 40 cm distance phototherapy group were 7.62 (SD 1.01) and 1.94 (SD 0.83) mg/dl respectively. The mean decreased in total serum bilirubin levels were significant differences between two groups (p < 0.05). During the study period the sum of average spectral irradiance by 20 cm distance phototherapy was significantly higher than of the 40 cm distance phototherapy (p < 0.05).

Conclusion: Our study showed that phototherapy with near distance between light source and neonates is more effective in reduction of bilirubin in newborns with hyperbilirubinemia.

Key words: neonatal jaundice, iradiation spectrum, distance phototherapy, billirubin


(18)

ABSTRAK

Latar belakang : Hiperbilirubinemia merupakan salah satu dari banyak permasalahan pada bayi cukup bulan dan fototerapi merupakan terapi yang banyak digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin pada bayi. Fototerapi dengan jarak yang lebih dekat dari bayi dapat meningkatkan efektivitas fototerapi.

Tujuan : Untuk membandingkan efektivitas fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm dalam menurunkan kadar bilirubin dan meningkatkan intensitas sinar

Metode : Uji klinis acak terbuka, dilakukan di 2 RS, RS.H. Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian dimulai bulan Agustus 2009 sampai Maret 2010, sampel dibagi 2 kelompok. Kelompok A dengan menggunakan fototerapi berjarak 20 cm (n=30) dan kelompok B menggunakan fototerapi berjarak 40 cm (n=30). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah bayi yang secara klinis dijumpai ikterus atau kuning pada minggu pertama kehidupan. Serum bilirubin diukur pada awal, 12 jam dan setelah 24 jam fototerapi.

Hasil : Rerata kadar bilirubin awal pada ke dua grup yang menggunakan fototerapi berjarak 20 cm dan berjarak 40 cm saat dimulai fototerapi yaitu 17 sampai 18 mg/dL, tidak ada perbedaan yang signifikan antara ke 2 grup. Setelah 24 jam fototerapi terjadi penurunan kadar bilirubin pada grup fototerapi berjarak 20 cm yaitu 7.62 ( SD 1.01) mg/dL dan grup fototerapi berjarak 40 cm yaitu 1.94 (SD 0.83) mg/dL. Penurunan rerata kadar serum bilirubin berbeda signifikan antara ke 2 grup (p< 0.05). Selama penelitian , intensitas sinar secara signifikan lebih tinggi pada grup fototerapi berjarak 20 cm dibandingkan fototerapi berjarak 40 cm.

Kesimpulan : Pada penelitinan kami didapati bahwa fototerapi dengan jarak sinar lebih dekat ke neonatus lebih efektif dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi-bayi dengan hiperbilirubinemia.


(19)

ABSTRACT

Background: Hyperbilirubinemia is one of the most common problems in newborns and the phototherapy is the most widespread treatment for lowering bilirubin concentration in neonates. The phototherapy with near distance to neonates could increase effectiveness of phototherapy.

Objective: To compare the effectiveness of phototherapy with 20 cm distance between light source and neonates and phototherapy with 40 cm distance in decreasing serum bilirubin and increasing spectral irradiance

Methods: An open, randomized controlled trial was conducted at both H. Adam Malik Hospital Medan and Pirngadi Hospital Medan since August 2009 to March 2010. Subject divided into 2 group, one group received 20cm distance phototherapy (n=30) and the other received 40 cm distance phototherapy (n=30). The criteria for inclusion in the study were newborns with neonatal jaundice presenting in the first week of life. Serum bilirubin level and average spectral irradiation level measured at baseline and after 12 h, 24 h of phototherapy.

Results: The mean total bilirubin level of 20 cm distance phototherapy and 40 cm distance phototherapy groups at the beginning of therapy were 18.79 (SD 1.01) and 17.68 (SD 0.83) mg/dl respectively, there was no significant difference between the values. After 24 hours of therapy the mean decrease in total serum bilirubin levels of 20 cm distance and 40 cm distance phototherapy group were 7.62 (SD 1.01) and 1.94 (SD 0.83) mg/dl respectively. The mean decreased in total serum bilirubin levels were significant differences between two groups (p < 0.05). During the study period the sum of average spectral irradiance by 20 cm distance phototherapy was significantly higher than of the 40 cm distance phototherapy (p < 0.05).

Conclusion: Our study showed that phototherapy with near distance between light source and neonates is more effective in reduction of bilirubin in newborns with hyperbilirubinemia.

Key words: neonatal jaundice, iradiation spectrum, distance phototherapy, billirubin


(20)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir.1-4 Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama.5,6 Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi kurang bulan, dimana terjadi 60% pada bayi cukup bulan dan pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 80%.1,7-10

Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.1 Bilirubin ada 2 jenis yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin.9

Gejala paling mudah diidentifikasi adalah ikterus, yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning.4,8-10 Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 5Z) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit.1 Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5–7 mg/dl.1,4,5,8-12 Ikterus pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan sebagian lagi mungkin bersifat patologis. Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila waktu muncul, lama, atau


(21)

kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna dari ikterus fisiologis.2

Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.11,13 Terapi ini merupakan terapi yang digunakan pada neonatus yang mengalami hiperbilirubinemia indirek.7 Di Amerika Serikat sekitar 10% neonatus memerlukan fototerapi.14 Tujuan dari fototerapi adalah untuk membatasi peningkatan bilirubin serum dan mencegah akumulasi toksiknya di dalam otak yang dapat menyebabkan komplikasi neurologis permanen yang serius yang dikenal sebagai kern ikterus.2,3,6,15,16

Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar.17 Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media pemantulan sinar.3,7,17-19 Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menyerap bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425 – 475 nm (nanometer) yang mempunyai intensitas sinar yang tinggi.20 Menggeser sinar lebih dekat ke bayi akan meningkatkan intensitas sinar.13 Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi adalah badan bayi, harus diposisikan di


(22)

Penelitian Pishva dkk menyatakan bahwa jarak sinar fototerapi 20 cm ke permukaan tubuh neonatus lebih efektif dan cepat dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan jarak 40 cm karena intensitas yang lebih tinggi.24

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bagaimana perbandingan kecepatan penurunan kadar bilirubin pada neonatus dengan hiperbilirubinemia indirek setelah mendapat fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm.

1.3. Hipotesis

Terdapat perbedaan kecepatan penurunan kadar bilirubin antara fototerapi berjarak 20 cm dibandingkan fototerapi berjarak 40 cm pada neonatus dengan hiperbilirubinemia indirek.

1.4. Tujuan Penelitian

Membandingkan kecepatan penurunan kadar bilirubin pada neonatus setelah mendapat fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm.


(23)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5. 1. Di bidang akademik/ ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang perinatologi, khususnya dalam tatalaksana fototerapi

1.5. 2. Di bidang pelayanan masyarakat : memberikan alternatif pengobatan yang lebih murah, efektif dan aman

1.5. 3. Di bidang pengembangan peneliti : memberikan masukan terhadap bidang perinatologi, khususnya dalam tatalaksana fototerapi


(24)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.1 Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.3,4,11,14,16,25 Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.1,9

Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.3,4,9 Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.3,9 Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. 9,18

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.3,11,16 Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik.1


(25)

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel.9 Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya.4,9 Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.9


(26)

Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.1,4,9,25 Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.3,9,18

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces.1,9,25 Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.1,3

2.2. Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan, dan bayi yang mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur.1

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena


(27)

bilirubin lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat.1

Pada hiperbilirubinemia fisiologis bayi baru lahir, terjadi peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi >2 mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi itu biasanya meningkat menjadi 6 sampai 8 mg/dl pada umur 3 hari dan akan mengalami penurunan. Pada bayi kurang bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat menjadi 10 sampai 12 mg/dl pada umur 5 hari.9

Dikatakan hiperbilirubinemia patologis apabila terjadi saat 24 jam setelah bayi lahir, peningkatan kadar bilirubin serum >0,5 mg/dl setiap jam, ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi kurang bulan, dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, letargi, penurunan berat badan yang berlebihan, apnu, asupan kurang).9

2.3 Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin

Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi – bayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan bayi – bayi lainnya.


(28)

tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.6

Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati.6,8,19 Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat perkutan.3 Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada reseptor.3,13

Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan.2,3,6,7,13,26 Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum.18 Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin.2,3,7,23 Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui proses yang cepat.6,18 Fototerapi juga menghasilkan lumirubin,


(29)

Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin.2,3,7,23,27,28 Lumirubin bersifat larut dalam air.29

Gambar 2.2. Mekanisme fototerapi. 30

Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan fototerapi.31 Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan, sesuai dengan


(30)

Tabel 2.1. Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan cukup bulan.1

Total serum bilirubin (mg/dl)

Usia Pertimbangan Fototerapi Transfusi tukar Transfusi tukar Fototerapi jika fototerapi dan intensif Intensif gagal fototerapi

≤ 24 jam - - - - 25-48 ≥ 12 ≥ 15 ≥ 20 ≥ 25 49-72 ≥ 15 ≥ 18 ≥ 25 ≥ 30

> 72 ≥ 17 ≥ 20 ≥ 25 ≥ 30

Tabel 2.2 Rekomendasi AAP untuk penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus prematur (sehat dan sakit).1

Total serum bilirubin (mg/dl)

Neonatus sehat Neonatus sakit

Berat badan Fototerapi Transfusi tukar Fototerapi Transfusi tukar

< 1500 gr 5-8 13-16 4-7 10-14 1500-2000 gr 8-12 16-18 7-10 14-16 2000-2500 gr 12-15 18-20 10-12 16-18 > 2500 gr Tabel 1 Tabel 1 13-15 17-2

Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.32


(31)

2.4. Sinar Fototerapi

Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang

merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang

elektromagnetik bervariasi menurut frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda beda.33,34

Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm.19,20,35 Sinar biru lebih baik dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-hijau, sinar putih, dan sinar hijau.35

Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum.13,23 Intensitas sinar, yang ditentukan sebagai W/cm2/nm.13,19

Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas sinar diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi.28,36 Intensitas sinar ≥ 30 µW/cm2/nm cukup signifikan dalam


(32)

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.3,7,17,18,19,23

2.5 Jarak Sinar Fototerapi

Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh. Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat pada bayi.13

Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan menggunakan sinar halogen.26 Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila diletakkan terlalu dekat dengan bayi.19 Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar paling tinggi.27

2.6 Penurunan Kadar Bilirubin dengan Fototerapi

Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain spektrum sinar yang dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan tubuh yang terpapar, penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada saat fototerapi dimulai. Pada saat kadar bilirubin yang tinggi (lebih dari 30 mg/dL [513 µmol/L]) dengan menggunakan fototerapi ganda, kadar bilirubin


(33)

akan mengalami penurunan sekitar 10 mg/dL (171 µmol/L) dapat terjadi dalam beberapa jam.37,38

Garg AK dkk menyatakan fototerapi ganda lebih cepat menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan menggunakan fototerapi tunggal, selain mudah dilakukan dan lebih efektif.36 Dengan menggunakan sinar biru jarak yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 45% dan 50 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 13%.20.27

2.7. Kerangka Konseptual NEONATUS HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK INTENSITAS SINAR LEBIH BESAR JARAK FOTOTERAPI LEBIH DEKAT KE NEONATIUS USIA GESTASI ASI DEHIDRASI KELAINAN KONGENITAL KELAINAN HEMATOLOGI PENURUNAN KADAR BILIRUBIN -JENIS SINAR - -PANJANG -GELOMBANG LEBIH KECIL

- LUAS PERMUKAAN TUBUH LEBIH BESAR

-MEDIA PEMANTULAN SINAR


(34)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan uji klinis acak terbuka untuk membandingkan kecepatan penurunan kadar bilirubin indirek neonatus setelah mendapat fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Unit Perinatologi RS. H.Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 8 bulan mulai Agustus 2009 – Maret 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah bayi kurang bulan dan cukup bulan yang mengalami hiperbilirubinemia indirek. Populasi terjangkau adalah populasi target yang dirawat inap di Unit Perinatologi RS. H. Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan selama bulan Agustus 2009 sampai Maret 2010. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4. Besar Sampel

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus data numerik untuk 2 proporsi yang berbeda :


(35)

2 ( Z + Z )S) n1 = n2 = 2 ( X 1 – X2 ) n = sampel

Zα = nilai baku normal dari tabel z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05  Zα = 1,96

Zβ = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan. Untuk β = 0,10  Zβ = 1,282

Sd = simpangan baku bilirubin pada kel. Intervensi =18,8 16 X1 –X2 = perbedaan kadar bilirubin yang diinginkan = 15,7 2

( 1,96 + 1,282)18,8 n1 = n2 = 2

15,7 2

n1 = n2 = 2 3,242 x 18,8 = 30

15,7

Maka diperoleh jumlah sampel untuk masing-masing kelompok adalah 30 bayi dengan cara consecutive sampling.


(36)

- Neonatus yang menderita hiperbilirubinemia indirek, dimana kadar plasma bilirubin indirek > 10 mg/dl pada neonatus kurang bulan dan > 12 mg/dl pada neonatus cukup bulan

- Mendapat izin orang tua secara tertulis

Kriteria eksklusi :

- Neonatus dengan Anomali kongenital multipel - Neonatus yang menderita penyakit hemolitik - Neonatus Berat Badan Lahir < 1000 gram

- Neonatus dengan kadar bilirubin indikasi dilakukan transfusi tukar yaitu kadar bilirubin direk ≥ 17 mg/dl pada neonatus kurang bulan dan

kadar bilirubin direk ≥ 25 mg/dl pada neonatus cukup bulan

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua sampel penelitian diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pemberian fototerapi pada neonatus dengan hiperbilirubinemia. Formulir penjelasan terlampir dalam hasil penelitian ini.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh komite etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(37)

3.8. Cara Kerja

- Sampel secara klinis terlihat ikterik dan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan pemeriksaan darah rutin, bilirubin total, direk, indirek yang diambil dari darah kapiler

- Sampel dibagi 2 kelompok dengan cara random sederhana dengan menggunakan 2 amplop tertutup

- Fototerapi dilakukan apabila kadar bilirubin indirek pada neonatus kurang bulan > 10 mg/dl dan neonatus cukup bulan ≥ 12 mg/dl, yang sesuai dengan kriteria AAP

- Kelompok A adalah sampel yang mendapat fototerapi berjarak 20 cm dengan menggunakan unit fototerapi standar merk Tessna berisi 5 buah lampu sinar biru merk Toshiba posisi paralel, panjang gelombang 452-475 nm

- Kelompok B adalah sampel yang mendapat fototerapi berjarak 40 cm dimana unit fototerapi dan panjang gelombang sama dengan kelompok A

- Sampel di letakkan dalam basinet (keranjang tempat tidur bayi)

- Pemeriksaan kadar bilirubin total, direk, indirek dilakukan setelah 12 jam fototerapi dan 24 jam fototerapi


(38)

- Sampel pada kelompok A dan kelompok B diberi penambahan cairan sebanyak 20% dari total kebutuhan cairannya secara oral atau intravena

- Selama mendapat fototerapi sampel diberi penutup mata dengan lapisan pelindung mata, diberi penutup alat kelamin, dan diperiksa temperatur dan tanda - tanda dehidrasi secara berkala

- Fototerapi dihentikan apabila ditemukan gejala efek samping dari fototerapi seperti dehidrasi, hipertermia, letargi, dan iritabilitas

Alur kerja

Gambar 3.2. Alur penelitian

Fototerapi berjarak 20 cm

Fototerapi berjarak 40 cm

Populasi terjangkau Kriteria eksklusi Keluar dari penelitian Penurunan kadar bilirubin indirek Pemeriksaan Intensitas sinar Pemeriksaan Intensitas sinar Penurunan kadar bilirubin indirek Kriteria inklusi ya


(39)

3.9. Identifikasi Variabel.

Variabel bebas Skala Fototerapi berjarak 20 cm nominal

Fototerapi berjarak 40 cm nominal

Variabel tergantung Skala

Kadar bilirubin numerik

3.10. Definisi Operasional.

3.10.1 Hiperbilirubinemia indirek adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin indirek > 10 mg/dl pada neonatus kurang bulan dan > 12 mg/dl pada neonatus yang cukup

3.10.2 Fototerapi berjarak 20 cm adalah terapi sinar pada neonatus hiperbilirubinemia indirek dengan sumber sinar fototerapi yang diletakkan 20 cm dari bayi

3.10.3 Fototerapi berjarak 40 cm adalah terapi sinar pada neonatus hiperbilirubinemia indirek dengan sumber sinar fototerapi yang diletakkan 40 cm dari bayi

3.10.4 Neonatus adalah bayi yang berusia 0 hari sampai 28 hari


(40)

3.11. Analisis Data

- Data yang terkumpul diolah, dianalisis dan disajikan dengan menggunakan program komputer SPSS for Windows 14.0

- Untuk melihat perbedaan kadar bilirubin pada fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm digunakan uji ANOVA

- Untuk melihat perbedaan kadar bilirubin setelah fototerapi berjarak 20 cm dan fototerapi berjarak 40 cm digunakan uji t-independent


(41)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

Selama penelitian, neonatus yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 67 neonatus. Dimana dari 67 sampel, dibagi menjadi dua kelompok. neonatus yang hilang dari pemantauan dan yang tidak setuju mengikuti penelitian sebanyak 7 orang, masing-masing 4 neonatus dari kelompok yang mendapat fototerapi berjarak 20 cm dan 3 neonatus dari dari kelompok yang mendapat fototerapi berjarak 40 cm (Gambar 4.1)

Gambar 4. 1. CONSORT diagram

Neonatus hiperbilirubinemia memenuhi kriteria inklusi (n=67)

Randomisasi

Fototerapi berjarak 20 cm (n=34) Fototerapi berjarak 40 cm (n=33)

Hilang dari pemantauan (n=1) Tidak setuju (n=3)

Hilang dari pemantauan (n=2) Tidak setuju (n=1)

Mengikuti penelitian dan pemantauan kadar bilirubin awal, 12 jam, dan 24 jam fototerapi (n=30)


(42)

Tabel 4.1. Karakteristik Sampel

Karakteristik Fototerapi

Jarak 20 cm* (n=30)

Fototerapi Jarak 40 cm* (n=30)

Jenis Kelamin (Rasio laki-laki/perempuan) 13/17 17/13 Usia saat difototerapi (hari) 4.90 (1.16) 4.90 (1.35) Berat Badan (gram) 2841.67 (190.77) 2720 (180.80)

Temperatur (ºC) 37.04 (0.27) 36.80 (0.28)

Albumin (g/dL) 2.98 (0.24) 2.77 (0.17)

Hemoglobin (g/dL) 14.17 (0.91) 14.03 (1.03)

* nilai berupa mean (SD)

Neonatus yang memperoleh fototerapi berjarak 20 cm sebagian besar berjenis kelamin perempuan (17 orang) sedangkan pada neonatus yang mendapat fototerapi berjarak 40 cm kebanyakan berjenis kelamin laki-laki (17 orang). Neonatus pada kedua kelompok rata-rata berusia 4.9 hari dengan berat badan masing-masing 2841.67 gram untuk neonatus yang mendapat fototerapi berjarak 20 cm dan 2720 gram untuk neonatus dengan fototerapi berjarak 40 cm. (tabel 4.1.)


(43)

Tabel 4.2. Perbedaan Kadar Bilirubin Setelah Fototerapi Berjarak 20 cm dan Fototerapi 40 cm

Variabel Fototerapi jarak 20 cm* (n=30)

Fototerapi jarak P 40 cm* (n=30)

Kadar bilirubin awal (mg/dL) 18.79 (1.73) 17.68 (1.46) 0.01 Kadar bilirubin 12 jam

fototerapi (mg/dL) 14.97 (1.65) 17.62 (1.44) 0.001 Penurunan bilirubin 12 jam

fototerapi (mg/dL) 3.82 (0.71) 0.06 (0.17) 0.001 Kadar bilirubin 24 jam

fototerapi (mg/dL) 11.17 (1.77) 15.74 (1.51) 0.001 Penurunan bilirubin 24 jam

fototerapi (mg/dL)

Penurunan bilirubin sejak awal fototerapi sampai 24 jam fototerapi (mg/dL)

3.80 (0.77)

7.62 (1.01)

1.88 (0.82) 0.001

1.94 (0.83) 0.001 * nilai berupa mean (SD)

Pada fototerapi berjarak 20 cm, kadar bilirubin menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dari seluruh pengamatan dan terlihat adanya kecenderungan penurunan kadar bilirubin sebelum pemberian fototerapi sampai 24 jam fototerapi. Besar penurunan setelah 12 jam pemberian fototerapi adalah sebesar 3.82 mg/dL. Nilai penurunannya tidak jauh berbeda pada pengamatan 12 sampai 24 jam pemberian fototerapi yakni 3.80 mg/dL. Penurunan kumulatif sejak awal pemberian fototerapi sampai 24 jam


(44)

seluruh pengamatan. Besar penurunan kadar bilirubin pada kelompok ini tidak sebesar penurunan pada kelompok yang memperoleh fototerapi berjarak 20 cm. Besar penurunan billirubin setelah 12 jam pemberian fototerapi hanya sebesar 0.06 mg/dL. Dan penurunan pada pengamatan 12 jam sampai 24 jam sebesar 1.88 mg/dL. Secara kumulatif besar penurunan kadar bilirubin dari sejak awal pemberian fototerapi sampai 24 jam fototerapi berjarak 40 cm hanya sebesar 1.94 mg/dL.

Sebelum pemberian fototerapi, kadar bilirubin awal pada kelompok neonatus yang mendapat fototerapi berjarak 20 cm sedikit lebih tinggi yaitu 18.79 mg/dL dibandingkan kelompok dengan fototerapi berjarak 40 cm yaitu 17.68 mg/dL. Kadar bilirubin pada pengamatan 12 jam fototerapi menunjukkan perbedaan yang signifikan antara fototerapi berjarak 20 cm dengan berjarak 40 cm, dengan nilai bilirubin dengan fototerapi berjarak 20 cm lebih rendah daripada kadar bilirubin dengan fototerapi berjarak 40 cm (14.97 dengan 17.62) mg/dL. Begitu pula dengan kadar bilirubin pada pada pengamatan 24 jam fototerapi, kadar bilirubin pada fototerapi berjarak 20 cm lebih rendah dibandingkan dengan fototerapi berjarak 40 cm (11.17 dengan 15.74) mg/dL . Penurunan kadar bilirubin secara kumulatif menunjukkan pada fototerapi berjarak 20 cm jauh lebih besar daripada fototerapi berjarak 40 cm yaitu masing-masing sebesar 7.62 mg/dL dan 1.94 mg/dL, dan terdapat perbedaan yang bermakna (P < 0.05). Penurunan kadar bilrubin pada fototerapi berjarak 20 cm adalah sebesar 40%, sedangkan pada fototerapi


(45)

Intensitas sinar yang diperiksakan dengan menggunakan radiometer merk Dale 40 lebih tinggi pada fototerapi berjarak 20 cm dari neonatus. Dimana intensitas sinar pada fototerapi berjarak 20 cm adalah 13 – 14 µW/cm2/nm, sedangkan pada fototerapi berjarak 40 cm hanya 6 – 7 µW/cm2/nm.


(46)

BAB. 5. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini data karakteristik sampel di kedua kelompok tidak jauh berbeda. Rata – rata usia neonatus yang mengalami hiperbilirubinemia dan mulai difototerapi adalah pada minggu pertama kelahiran. 1,4 Hal ini berkaitan dengan ikterus fisiologis yang merupakan masalah yang sering pada neonatus, dimana terjadi 60% pada neonatus cukup bulan dan 80% pada neonatus kurang bulan.1,7-10 Pada penelitian ini, usia neonatus pada saat dilakukan fototerapi yaitu pada minggu pertama kelahiran.

Data karakteristik sampel memperlihatkan bahwa rata – rata albumin neonatus pada kedua kelompok adalah <3 mg/dL. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi albumin adalah sebagai pengangkut bilirubin indirek menuju ke hati untuk dikonjugasi.1,28,31 Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan yang kurang.1

Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain spektrum sinar yang dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan tubuh yang terpapar, penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada saat fototerapi dimulai.37,39

Terapi sinar atau fototerapi merupakan terapi utama dengan menggunakan sinar untuk pengobatan hiperbilirubinemia indirek pada neonatus. Sinar dari fototerapi mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler


(47)

superfisialis dan usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekskresikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati.13

Dari dua kelompok neonatus yang mendapat fototerapi menunjukkan adanya kecenderungan kadar bilirubin yang semakin menurun dibandingkan kadar bilirubin awal sebelum fototerapi. Dijumpai perbedaan bermakna pada penurunan kadar bilirubin 12 jam fototerapi dan 24 jam fototerapi pada dua kelompok studi. Dimana penurunan kadar bilirubin lebih besar pada kelompok neonatus yang mendapat fototerapi berjarak 20 cm dari pada neonates yang mendapat fototerapi berjarak 40 cm.

Pada penelitian ini, penurunan kadar bilrubin pada fototerapi berjarak 20 cm adalah sebesar 40%, sedangkan pada fototerapi berjarak 40 cm hanya sebesar 11%. Pada penelitian Vreman dkk menunjukkan jarak sinar biru yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 45% dan 50 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 13%.20

Hart G dan Cameron R mendapatkan bahwa fototerapi dengan intensitas sinar maksimal dengan paparan sinar yang luas, maka waktu yang diperlukan untuk fototerapi lebih singkat.40 Sinar yang digunakan pada


(48)

menurunkan kadar bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425 – 475 nm. 19,20 Vreman menyatakan panjang gelombang sinar yang paling baik dalam mengubah bilirubin pada kulit dan sirkulasi adalah 450 – 470nm.29 Penelitian Seidman dkk mengemukakan bahwa sinar biru dengan panjang gelombang 450 nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin.42 Penelitian yang dilakukan oleh Amato dkk membandingkan antara sinar biru dan sinar hijau untuk fototerapi, memberikan hasil bahwa sinar hijau berguna dapat menurunkan bilirubin tetapi tidak sebaik sinar biru dalam menurunkan kadar bilirubin.43 Meisels mengemukakan bahwa bilirubin paling baik diserap oleh sinar biru dengan panjang gelombang 460 nm.30 Penelitian ini menggunakan unit fototerapi standard merk Tessna dengan lampu sinar biru yang cukup efektif dalam menurunkan kadar bilirubin dengan panjang gelombang 425 – 475 nm.

Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar, ditentukan sebagai µW/cm2/nm. Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum. Intensitas sinar diukur dengan menggunakan suatu alat radiometer fototerapi.13,35,44 Pada penelitian ini dengan intensitas sinar 425 – 475 nm yang diukur dengan menggunakan radiometer merk Dale 40 dan dilakukan pengukuran intensitas sinar pada awal fototerapi, 12 jam fototerapi, dan 24 jam fototerapi.


(49)

Penelitian yang dilakukan oleh Maisels menghasilkan bahwa dengan intensitas sinar 8 – 10 µW/cm2/nm untuk standard fototerapi sementara untuk

intensif fototerapi digunakan intensitas sinar ≥30 µW/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin.32 AAP mendefinisikan fototerapi intensif sebagai fototerapi yang menggunakan intensitas sinar sedikitnya 30 µW/cm2/nm dan panjang gelombang yang dapat mencakup seluruh permukaan tubuh neonatus.27 Pada penelitian ini intensitas sinar lebih tinggi pada fototerapi berjarak 20 cm dari neonatus. Dimana intensitas sinar pada fototerapi berjarak 20 cm dijumpai 13 – 14 µW/cm2/nm, sementara pada fototerapi berjarak 40 cm dijumpai hanya 6 – 7 µW/cm2/nm.

Maisels menyatakan bahwa apabila sinar fototerapi diletakkan dengan jarak 20 cm dari bayi dengan menggunakan sinar biru dengan panjang gelombang 430 sampai 490 nm, maka akan menghasilkan intensitas sinar 30 sampai 40 µW/cm2/nm.A Pada penelitian ini, intensitas sinar pada fototerapi berjarak 20 cm yang diukur yaitu 13 sampai 14 µW/cm2/nm.

Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh. Untuk meningkatkan intensitas sinar, maka harus menggeser sinar lebih dekat dengan bayi.13 Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan menggunakan


(50)

penurunan bilirubin setelah mendapat fototerapi berjarak 20 cm dengan fototerapi berjarak 40 cm. Dimana intensitas sinar lebih tinggi pada fototerapi berjarak 20 cm dari pada fototerapi berjarak 40 cm, karena jarak sinar yang lebih dekat pada bayi.


(51)

BAB. 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

 Di kedua kelompok, terjadi penurunan kadar bilirubin yang signifikan pada 12 jam dan 24 jam pertama fototerapi.

 Penurunan kadar bilirubin lebih besar dijumpai pada kelompok bayi yang mendapat fototerapi berjarak 20 cm dari pada kelompok bayi yang mendapat fototerapi berjarak 40 cm.

 Fototerapi dengan sumber sinar berjarak 20 cm dari neonatus lebih efektif dalam menurunkan kadar bilirubin pada neonatus dengan hiperbilirubinemia.

6.2. Saran

 Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang lebih besar untuk membandingkan efektivitas fototerapi.

 Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan fototerapi berjarak 10 cm dari bayi dalam menurunkan kadar bilirubin sesuai anjuran AAP.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2008. h.147-69

2. Stoll BJ, Kliegman RM. Jaundice and hyperbilirubinemia in the newborn. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2006. h.592-98

3. Maisels M. Neonatal hiperbilirubinemia.Dalam: Polin A, Yodes MC, penyunting. Workbook in practical neonatology. Edisi ke-4.Philadelphia:Saunders, 2007. h.53-70

4. Martiza I. Ikterus. Dalam: Juffrie M, Soenarto S, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani N, penyunting. Buku ajar gastroenterology-hepatologi. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010. h.263-83

5. Indriyani S, Retayasa I.W., Surjono A, Suryantoro P. Percentage birth weight loss and hyperbilirubinemia during the first week of life in term newborns. Paediatr Indones. 2009; 49(3):149-54

6. Aminullah A. Terapi sinar pada ikterus neonatal. Dalam: Ikterus pada neonates. Jakarta: Penerbit FK UI, 1983. h.23-35

7. Madan A, MacMahon JR, Stevenson DK, penyunting. Neonatal hiperbilirubinemia. Dalam: Avery’s diseases of the newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders, 2005. h.1226-53

8. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK, penyunting. Protokol asuhan neonatal, 2008. h.183-96

9. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hipernilirubinemia. Dalam: Cloherty Jp, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care.


(53)

10. Gomella TC, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology: management, procedures, on call problems, diseases, and drugs. Edisi ke-5. New York: McGraw-Hill; 2004. h.247-50

11. Dewanto N.E., Rohsiswatmo R. Management of hyperbilirubinemia in near-term newborns according to American Academy of Pediatrics Guidelines: Report three cases . Paediatr Indones. 2009; 49(2):125-30

12. Boedjang R. Penatalaksanaan ikterus neonatal. Dalam: Ikterus pada neonates. Jakarta: Penerbit FK UI. 1983. h.80-7

13. Laura AS, Mary S, Cattherine LW. Fundamentals of phototherapy for neonatal jaundice. Diunduh dari:

http://www.emedicine.com/viewarticle/551363/2. Diakses Agustus 2007

14. Frank GC, Cooper SC, Merenstein GB. Jaundice. Dalam: Merenstein GB, Gardner SL, penyunting. Handbook of neonatal intensive care. Edisi ke-5. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2002. h.443-59

15. Dennery AP, Seidman DM, Stevenson KD. Neonatal

hyperbilirubinemia. N Engl J Med. 2001; 8:581-90

16. Brodsky D, Martin C. Neonatology review. Philadelphia: Hanley & Belfus, 2003. h.301-04

17. Al-Alaiyan S. Fiberoptic,conventional and combination phototherapy for treatment of nonhemolytic hyperbilirubinemia in neonates. Ann Saudi Med. 1996; 16:633-6

18. Hansen WR. Jaundice,Neonatal. Diunduh dari : http://www.emedicine.com/18. Diakses Oktober 2007


(54)

21. Pritchard MA, Beller EM, Norton B. Skin exposure during conventional phototherapy in preterm infants: A randomized controlled trial. J. Paediatr Child Health. 2004; 40:270-4

22. Boonyarittipong P. Effectiveness of double-surface intensive phototherapy versus single-surface intensive phototherapy for neonatal hyperbilirubinemia.. J Med Assoc Thai. 2008; 91:50-5

23. Djokomulyanto S, Quah BS, Surini Y, Noraida R, Ismail NZN, Hansen TWR , dkk. Efficacy of phototherapy for neonatal jaundice is increased by the use of low-cost white reflecting curtains. Arch dis child fetal neonatal. 2006; 91:439-42

24. Pishva N, Madani A. Effect of the different light – source distances from the skin surface in conventional phototherapy. IJMS. 2004; 29:189-91

25. Monintja HE. Beberapa aspek ikterus pada bayi baru lahir. Dalam: Ikterus pada neonates. Jakarta: Penerbit FK UI, 1983. h.1-10

26. Ives NK. Neonatal jaundice. Dalam : Rennie JM, penyunting.

Roberton’s textbook of neonatology. Edisi ke-4. USA: Elseveir Churchill Livingstone, 2005. h.661-78

27. Subcommitee on hyperbilirubinemia. American Academy of Pediatrics. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics. 2004; 114:297-316

28. Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik M.S. Hiperbilirubinemia pada neonatus. Diunduh dari : www.pediatrik.com/pkb/20060220-js9. Diakses tgl 20 November 2008

29. Vreman HJ, Wong RJ, Stevenson DK. Phototherapy: current methods and future directions. Semin Perinatol. 2004; 28:326-33

30. Maisels MJ, McDonagh AF. Phototherapy for neonatal jaundice. N Engl J Med. 2008; 358(9):920-28


(55)

31. Sarici SU, Serdar MA, Korkmaz A, Erdem G, Oran. Incidence, course and prediction of hyperbilirubinemia in nera term and term newborn. Pediatrics. 2004; 113:775-80

32. Maisels MJ. Phototherapy-traditional and non traditional. J of Perinatol. 2001; 21: S93-7

33. Bresnick SD. Cahaya dan optika. Dalam: Saputra V, Hartanto H, penyunting. Intisari Físika. Edisi ke-1. Philadelphia: Williams & Wilkins;1996. h.141-5

34. Holtrop PC, Ruedisueli K, Maisels MJ. Double Versus Single Phototherapy in Low Birth Weight Newborns. Pediatrics.1992;90;674-7

35. Hobbie R, Roth B. Atoms and Light. Diunduh dari URL:

http://www.springerlink.com

36. Garg A.K, Prasad R.S, Al- Hifzi I. A controlled trial of high-intensity double-surface phototherapy on fluid bed versus conventional phototherapy in neonatal joundice. Pediatrics. 1995; 95:914-16

37. Eggert P, Stick C, Schroder H. On the distribution of irradiation intensity in phototherapy. Measurements of effective irradiance in an incubator. Eur J Pediatr. 1984; 142:58–61

38. Hansen TW. Acute management of extreme neonatal jaundice the potential benefits of intensified phototherapy and interruption of enterohepatic bilirubin circulation. Acta Paediatr. 1997; 86:843–6

39. R Caldera, M Maynier, A Sender, Y Brossard, D Tontrat, JC Galiay. The effect of human albumin in association with intensive phototherapy in the management of neonatal jaundice. Arch Fr Pediatr. 1993; 50:


(56)

42. Seidman DS, Moise J. A new blue light emitting phototherapy device: A prospective randomized controlled study. J Pediatr. 2000; 136:771-4

43. Amato M, Inaebnitb D. Clinical usefulness of high intensity green light phototherapy in the treatment of neonatal jaundice. Eur J Pediatr. 1991; 150:274-6

44. Newman TB, Liljestrand P, Escobar GJ. Infants with bilirubin levels of 30 mg/dL or more in a large managed care organization. Pediatrics. 2003; 111 :1303–11


(57)

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN

Yth. Bapak / Ibu……….

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, saya dokter ………

bertugas di Divisi Perinatologi Departemen Iimu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H. ADAM MALIK Medan. Saat ini direkomendasikan pelaksanaan fototerapi intensif pada bayi yang mengalami hiperbilirubinemi indirek, karena akan lebih cepat turun kadar bilirubin indireknya dengan menggunakan fototerapi berjarak 20 cm dan kemudian akan mengambil sampel darah sebanyak 2 cc pada saat 12 jam dan 24 jam selama fototerapi dilakukan. Adapun efek samping dari fototerapi yaitu hipertermi, dehidrasi, mencret dan muntah, tetapi hal itu jarang terjadi.

Jika bapak/ibu bersedia maka kami mengharapkan bapak / ibu menanda tangani lembar persetujuan setelah penjelasan tersebut diatas.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian bapak / ibu kami ucapakan terima kasih.


(58)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya orang tua dari :

Nama : ...

Jenis kelamin : LK / PR

Umur : ... Alamat : ...

Telp. : ………...

Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai :” Perbandingan Efektifitas Jarak Fototerapi Pada Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia Indirek”.

Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya adanya risiko yang mungkin terjadi pada saat fototerapi dilakukan, sehingga saya sebagai orang tua menyatakan setuju pelaksanaan fototerapi tersebut dilakukan pada anak saya

Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.

Atas kerjasamanya kami ucapkan terima kasih Medan, ...20

Yang membuat pernyataan,

(...) Saksi :

Perawat , Pemimpin Penelitian,


(59)

Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

No urut :

RS :

Pewawancara :

Nama : By ………..

Jenis kelamin : LK / PR Tanggal lahir : ....-….- 20

Alamat lengkap : ………...

Telp : …………...

Pekerjaan orangtua : ………. Umur ibu : ...Tahun.

Berat badan ibu : ...Kg. Tekanan darah ibu : ...mm/Hg

Jumlah paritas : Gravida...Abortus... Partus... Hari pertama haid terakhir (HPHT) : ...-...-...

Usia kehamilan : ………minggu

Riwayat ibu mendapat obat selama kehamilan : ………

Berat badan lahir : ………. Gram

Panjang badan lahir : ………. Cm

Jenis persalinan : 1. Spontan 2. SC

3. Ekstraksi vakum Apgar skor : 1 menit : …..

5 menit : …..

Caput succedaneum : + / - Cephalhematoma : + / -

Perdarahan : + / - Lokasi : ... Kelainan kongenital : + / -

Kelainan hematologi : + / -

Ikterus : + / - Daerah : ... Temperatur : ……. C

Tipe susu: 1. ASI 2. PASI Cairan infus : 1. Dextrose 5 %


(60)

Lampiran 4


(61)

Lampiran 6


(62)

Lampiran 7

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Winra Pratita

Tanggal lahir : 08 Oktober 1983

Tempat lahir : Medan

NIP : 19831008.200812.2.002

Alamat : Jl. Monginsidi II no 7- Medan

Nama Suami : Faisal Abrany Siregar, ST

Pendidikan

1. Taman Kanak kanak di TK Harapan, tamat tahun 1989 2. Sekolah Dasar di SD Harapan 1 Medan, tamat tahun 1995. 3. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Medan , tamat

tahun 1998.

4. Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Medan, tamat tahun 2001.

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat tahun 2001.


(63)

Riwayat Pekerjaan :

Staf Pengajar Dept. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2009 -

Pendidikan Spesialis

1. Pendidikan Tahap I :02-01-2008 s/d 31-12-2008

2. Pendidikan Tahap II :01-01-2009 s/d 31-12-2009

3. Pendidikan Tahap III :01-01-2010 s/d sekarang


(1)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN Saya orang tua dari :

Nama : ... Jenis kelamin : LK / PR

Umur : ... Alamat : ... Telp. : ………...

Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai :” Perbandingan Efektifitas Jarak Fototerapi Pada Neonatus

Dengan Hiperbilirubinemia Indirek”.

Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya adanya risiko yang mungkin terjadi pada saat fototerapi dilakukan, sehingga saya sebagai orang tua menyatakan setuju pelaksanaan fototerapi tersebut dilakukan pada anak saya

Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.

Atas kerjasamanya kami ucapkan terima kasih Medan, ...20

Yang membuat pernyataan,

(...) Saksi :

Perawat , Pemimpin Penelitian,


(2)

Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

No urut :

RS :

Pewawancara :

Nama : By ………..

Jenis kelamin : LK / PR Tanggal lahir : ....-….- 20

Alamat lengkap : ………... Telp : …………...

Pekerjaan orangtua : ………. Umur ibu : ...Tahun.

Berat badan ibu : ...Kg. Tekanan darah ibu : ...mm/Hg

Jumlah paritas : Gravida...Abortus... Partus... Hari pertama haid terakhir (HPHT) : ...-...-...

Usia kehamilan : ………minggu

Riwayat ibu mendapat obat selama kehamilan : ………

Berat badan lahir : ………. Gram

Panjang badan lahir : ………. Cm

Jenis persalinan : 1. Spontan 2. SC

3. Ekstraksi vakum Apgar skor : 1 menit : …..

5 menit : ….. Caput succedaneum : + / - Cephalhematoma : + / -

Perdarahan : + / - Lokasi : ... Kelainan kongenital : + / -

Kelainan hematologi : + / -

Ikterus : + / - Daerah : ... Temperatur : ……. C

Tipe susu: 1. ASI 2. PASI Cairan infus : 1. Dextrose 5 % 2. Dextrose 10 %


(3)

Lampiran 4


(4)

Lampiran 6


(5)

Lampiran 7

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Winra Pratita Tanggal lahir : 08 Oktober 1983 Tempat lahir : Medan

NIP : 19831008.200812.2.002 Alamat : Jl. Monginsidi II no 7- Medan Nama Suami : Faisal Abrany Siregar, ST

Pendidikan

1. Taman Kanak kanak di TK Harapan, tamat tahun 1989 2. Sekolah Dasar di SD Harapan 1 Medan, tamat tahun 1995. 3. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Medan , tamat

tahun 1998.

4. Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Medan, tamat tahun 2001.

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat tahun 2001.


(6)

Riwayat Pekerjaan :

Staf Pengajar Dept. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2009 -

Pendidikan Spesialis

1. Pendidikan Tahap I :02-01-2008 s/d 31-12-2008 2. Pendidikan Tahap II :01-01-2009 s/d 31-12-2009 3. Pendidikan Tahap III :01-01-2010 s/d sekarang