bila hasilnya negatif disarankan untuk melakukan kunjungan pemeriksaan ulang minimal 1 tahun kemudian.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pendeteksian yang dilakukan oleh petugas sudah baik. Pasien yang mengalami infeksi diberikan pengobatan oleh
dokter atau bidan dan pasien yang mengalami IVA positif di beri rujukan agar diobati di Rumah Sakit dikarenakan tidak terdpat krioterapi di puskesmas. Hal
tersebut telah sesuai dengan Permenkes no. 34 tahun 2015. Namun berdasarkan hasil penelitian, ada pasien yang sudah melakukan
pendeteksian tetapi tidak diberikan penjelasan mengenai hasilnya, sehingga beberapa tahun kemudian pasien tersebut mengalami kanker servik stadium II dan
saat ini telah menjalani pengobatan di Rumah Sakit.
5.1.1.6 Pembahasan Proses Pengawasan Program IVA
Sesuai dengan pedoman pada Permenkes No. 34 tahun 2015 bahwa pengawasan dilakukan sewaktu-waktu untuk mengetahui kemajuan program,
kualitas pelayanan dan kendala yang ditemui. Kemuadian evaluasi dilakukan secara berjenjang oleh Dinas Kesehatan ataupun melalui supervisi. Hasil temuan
kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan koreksi pada setiap indikator program tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian, pengawasan yang dilakukan belum optimal karena kepala puskesmas hanya menerima berupa laporan bulanan mengenai
jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan. Kemudian belum juga dilakukan tindak lanjut ataupun evaluasi mengenai pelaksanaan program IVA tersebut.
Sedangkan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Seamarang berupa supervisi yang dilakukan setiap setahun sekali
Menurut Azrul Azwar 2008 bahwa supervise yang dilakukan oleh seorang atasan penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja implementasi
terlebih jika supervise dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap pekerjaan yang dilakukan, tidak hanya terbatas berdasarkan pengamatan dokumen saja.
5.1.1.7 Pembahasan Proses Pencatatan dan Pelaporan Program IVA
Pencatatan hasil pemeriksaan memiliki fungsi sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan yang akan diberikan selanjutnya. Berdasarkan pedoman PTM bahwa
pencatatan dan pelaporan dilakukan secara elektronik. Sesuai Permenkes no. 34 tahun 2015 bahwa dokter, bidan, dan tenaga kesehatan terlatih yang menjadi
pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat danatau pelayanan kesehatan perorangan dalam Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim
wajib melakukan pencatatan dan pelaporan program berdasarkan surveilans penyakit tidak menular
Berdasarkan hasil penelitian bahwa petugas kesehatan melakukan pelaporan dalam dua bentuk yaitu manual dan elektronik. Laporan manual
diberikan kepada kepala puskesmas dan untuk dinas kesehatan kota Semarang laporan diberikan dengan menggunakan e-mail. Perubahan cara pelaporan ini
yang saat ini menjadi elektronik memang lebih mudah dan cepat. Namun pada pelaksanaannya ada bidan yang tidak dapat mengoperasikannya sehingga
meminta bantuan temannya untuk membuat laporan. Perubahan ini seharusnya
disertai dengan pelatihan-pelatihan kembali untuk cara pelaporan, agar tidak menjadi kendala dan menghambat pelaporan rutin.
5.2 KELEMAHAN PENELITIAN