PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK- PAIR-SHARE DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION KELAS VII SMP ALI IMRON MEDAN.
PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK
SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINKPAIR-SHARE DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT
DIVISION KELAS VII SMP ALI IMRON MEDAN
Oleh :
Kanura
NIM. 4123111038
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2016
i
iii
PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK
SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINKPAIR-SHARE DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT
DIVISION KELAS VII SMP ALI IMRON MEDAN
Kanura (4123111038)
ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share dan Student Teams Achievement Division kelas VII SMP Ali
Imron Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Ali Imron
Medan dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-A kelas VII-B
sebanyak 51 orang. Jenis penulisan ini adalah eksperimen semu. Data yang
diperlukan diperoleh dengan menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah
matematik berupa uraian sebanyak 3 soal. Dari hasil analisis data diperoleh ratarata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa melalui
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah 25,27 dengan simpangan
baku 3,19 dan rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
melalui pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division adalah
28,20 dengan simpangan baku 2,99. Untuk uji hipotesis digunakan uji t dua pihak,
dari hasil perhitungan diperoleh
dengan kriteria pengujian terima
Ho dan tolak Ha jika
sehingga terlihat bahwa ternyata
tidak berada dalam interval tersebut yang berarti bahwa
ditolak dan
diterima atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division Kelas VII SMP
Ali Imron Medan. Berdasarkan hasil penelitian ini, model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share dan Student Teams Achievement Division dapat dijadikan
sebagai alternatif model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa khususnya pada materi luas
bangun datar.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan
Riwayat Hidup
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
i
ii
iii
iv
vii
ix
x
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Identifikasi Masalah
1.3. Batasan Masalah
1.4. Rumusan Masalah
1.5. Tujuan Penelitian
1.6. Manfaat Penelitian
1.7. Definisi Operasional
1
1
10
10
10
11
11
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika
2.1.2 Masalah Dalam Matematika
2.1.3 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
2.1.4 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.4.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
2.1.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran
Kooperatif Tipe TPS
2.1.4.3 Teori Belajar yang Mendukung Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
2.1.4.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2.1.4.5 Teknik Pemberian Penghargaan Kelompok
2.1.4.6 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
2.1.4.7 Teori Belajar yang Mendukung Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2.1.4.8 Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TPS dan STAD
14
14
14
16
18
22
26
28
`
29
30
33
34
35
36
viii
2.1.5 Materi Ajar
2.1.5.1 Luas Persegi Panjang
2.1.5.2 Luas Persegi
2.2 Penelitian yang Relevan
2.3 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
38
38
40
41
42
44
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
3.2.2 Sampel
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Bebas
3.3.2 Variabel Terikat
3.4 Jenis dan Desain Penelitian
3.5 Prosedur Penelitian
3.6 Instrumen Pengumpul Data
3.7 Teknik Analisis Data
3.7.1 Uji Normalitas
3.7.2 Uji Homogenitas
3.7.3 Pengujian Hipotesis
3.7.4. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa
45
45
45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Hasil Postes Kelas Eksperimen A dan
Kelas Eksperimen B
4.2 Analisis Data Hasil Penelitian
4.2.1 Uji Normalitas Data
4.2.2 Uji Homogenitas
4.2.3 Pengujian Hipotesis
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
54
54
54
55
55
56
56
57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
63
63
63
DAFTAR PUSTAKA
65
45
45
45
46
46
47
49
49
50
51
51
53
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Hasil Pekerjaan Siswa
5
Tabel 2.1 Perbandingan Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
20
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
25
Tabel 2.3 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
27
Tabel 2.4 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
32
Tabel 2.5 Perhitungan Skor Perkembangan
33
Tabel 2.6 Tingkat Penghargaan Kelompok
33
Tabel 2.7 Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TPS dan STAD
36
Tabel 2.8. Dasar yang Membedakan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TPS dan STAD
37
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
46
Tabel 3.2 Kriteria Tingkat Penguasaan Siswa
53
Tabel 4.1 Data Hasil Tes Siswa Kelas eksperimen A dan B
55
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Pengujian Normalitas Data
55
Tabel 4.3 Ringkasan Hasil Pengujian Homogenitas Data
56
Tabel 4.4. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
57
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Persegi Panjang
39
Gambar 2.2 Sifat- Sifat Persegi Panjang
39
Gambar 2.3 Persegi
40
Gambar 2.4 Sifat- Sifat Persegi
41
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
48
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (Kelas Eksperimen A)
68
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (Kelas Eksperimen A) 78
Lampiran 3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (Kelas Eksperimen B)
89
Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (Kelas Eksperimen B) 99
Lampiran 5
Lembar Aktivitas Siswa 1
109
Lampiran 6 Alternatif Penyelesaian LAS 1
114
Lampiran 7 Lembar Aktivitas Siswa 2
117
Lampiran 8 Alternatif Penyelesaian LAS 2
122
Lampiran 9 Lembar Validitas Postest
125
Lampiran 10 Kisi-Kisi Postest
128
Lampiran 11 Postest
129
Lampiran 12 Alternatif Penyelesaian Postest
132
Lampiran 13 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa
136
Lampiran 14 Lembar Observasi Aktivitas Guru
138
Lampiran 15 Data Nilai Postest Kelas TPS dan Kelas STAD
142
Lampiran 16 Prosedur Perhitungan Rata-Rata, Varians,
dan Simpangan Baku
144
Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Data
146
Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas Data
150
Lampiran 19 Perhitungan Uji Hipotesis
152
Lampiran 20 Skor Butir Proses Jawaban Kelas Eksperimen A
155
Lampiran 21 Skor Butir Proses Jawaban Kelas Eksperimen B
156
Lampiran 22 Alternatif Jawaban Soal Observasi
157
Lampiran 23 Perhitungan Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa
Lampiran 24 Tabel Wilayah Luas Di Bawah Kurva Normal 0 Ke Z
159
162
xii
Lampiran 25 Daftar Nilai Kritis Untuk Uji Liliefors
163
Lampiran 26 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi F
164
Lampiran 27 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi t
166
Lampiran 28 Dokumentasi Penelitian
167
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia
yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau
perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan
dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan
pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan
masa depan. Trianto (2009:1) mengungkapkan bahwa : “Pendidikan yang baik
adalah pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang,
yang berarti mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang
bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupannya”.
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut
peningkatan kualitas pendidikan. Banyaknya permasalahan pendidikan yang
diungkap di berbagai media menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan
pendidikan yang belum dapat dicari pemecahannya. Salah satunya berkaitan erat
dengan pendidikan matematika.
Lerner (2011:423) mengemukakan bahwa mathematics is a symbolic
language, which enables human beings to think about, record, and communicate
ideas about the elements and relationship of quantity (matematika adalah bahasa
simbolis
yang
memungkinkan
manusia
memikirkan,
mencatat
dan
mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Hudojo (2005:37)
menyatakan bahwa matematika suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir.
Karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun
dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada
setiap anak didik sejak SD bahkan sejak TK. Hal ini dimaksudkan untuk
2
membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
kreatif serta kemampuan bekerja sama.
Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua orang sejak
usia dini. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Seperti
yang dikemukakan oleh Cockroft (1982:1-2):
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) Mathematics is
regarded by most people as being essential (matematika dianggap penting
oleh kebanyakan orang), (2) Mathematics is only one of many subjects
which are included in the school curriculum (matematika merupakan salah
satu dari banyak mata pelajaran yang termasuk dalam kurikulum sekolah),
(3) Mathematics provides a means of communication which is powerful,
concise and unambiguous (matematika merupakan sarana komunikasi yang
kuat, singkat dan jelas), (4) Mathematics can be used to present information
in many ways (matematika dapat digunakan untuk menyajikan informasi
dalam berbagai cara), (5) Develop powers of logical thinking, accuracy, and
spatial awareness (meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan
kesadaran keruangan).
Sedangkan, berdasarkan hasil belajar matematika, Lerner (1985:448)
mengemukakan bahwa there are three elements which essential for mathematics
learning. Three elements: concepts, skills, and problem solving ( ada tiga elemen
penting dalam pembelajaran matematika. Tiga elemen itu adalah yaitu konsep,
keterampilan dan pemecahan masalah).
Dari pernyataan di atas, salah satu aspek yang ditekankan dalam
pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
siswa. Pemecahan masalah merupakan suatu hal yang sangat penting karena dalam
proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki
untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang dianggap tidak rutin.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini juga dikemukakan oleh
Hudojo (2005:133) yang menyatakan bahwa:
Pemecahan masalah merupakan suatu hal yang esensial dalam pembelajaran
matematika di sekolah, disebabkan antara lain: (1) Siswa menjadi trampil
menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya dan
3
kemudian meneliti hasilnya; (2) Kepuasan intelektual akan timbul dari
dalam, yang merupakan masalah instrinsik; (3) Potensi intelektual siswa
meningkat; (4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan
melalui proses melakukan penemuan.
Dengan demikian, sudah sewajarnyalah pemecahan masalah ini harus
mendapat perhatian khusus, mengingat peranannya dalam mengembangkan potensi
intelektual siswa. Untuk mencari penyelesaian dari pemecahan masalah matematika
para siswa harus memanfaatkan pengetahuannya, dan melalui proses ini mereka
akan sering mengembangkan pemahaman matematika yang baru.
Seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam
pembelajaran matematika ketika siswa mencapai kriteria-kriteria tertentu atau biasa
dikenal dengan indikator. Ada empat indikator pemecahan masalah matematika
menurut Polya (1973:5), yaitu: 1) Understanding the problem (memahami
masalah), yaitu mampu membuat apa (data) yang diketahui, apa yang tidak
diketahui (ditanyakan), apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus
dipenuhi, dan menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih
operasional (dapat dipecahkan), 2) Devising a plan (merencanakan penyelesaian),
yaitu dengan mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan
yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan, mencari pola atau
aturan, dan menyusun prosedur penyelesaian (membuat konjektur), 3) Carrying out
the plan (melaksanakan rencana), yaitu menjalankan prosedur yang telah dibuat
untuk mendapatkan penyelesaian, dan 4) Looking back (melihat kembali),
memeriksa bagaimana hasil itu diperoleh, memeriksa sanggahannya, mencari hasil
itu dengan cara yang lain, melihat apakah hasilnya dapat dilihat dengan sekilas dan
memeriksa apakah hasil atau cara itu dapat digunakan untuk soal-soal lainnya.
Selama ini pembelajaran matematika terkesan kurang menyentuh kepada
substansi pemecahan masalah. Siswa cenderung menghafalkan konsep-konsep
matematika, sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat
kurang.
4
Nurdalilah, dkk (2011) pada penelitiannya menyatakan bahwa banyak siswa
yang mengalami kesulitan untuk memahami soal, merumuskan dari apa yang
diketahui dari soal, rencana penyelesaian siswa tidak terarah dan proses
perhitungan atau strategi penyelesaian dari jawaban yang dibuat siswa tidak benar.
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa juga
diungkapkan oleh Arianthy (2013) dalam penelitiannya, yaitu bahwa 100% dari
jumlah siswa yang mengikuti tes dapat mencapai nilai dengan kategori sangat
rendah, sehingga belum memenuhi kriteria tingkat pemecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah siswa yang masih rendah juga didukung
oleh hasil tes yang dilakukan peneliti pada siswa kelas VIII di SMP Ali Imron
Medan berupa tes kemampuan pemecahan masalah sebanyak satu soal yang
penyelesaiannya menggunakan konsep matematika sebagai berikut:
Di belakang rumah Pak Abdi terdapat sebidang tanah berbentuk persegi
dengan ukuran 14m. Ditengah tanah tersebut terdapat kebun pisang yang
berbentuk persegi panjang dengan panjang 8m dan lebar 5m. Pak Abdi akan
menjual tanahnya yang tidak ditanami pohon pisang dengan harga Rp.
1.560.000,-.
a.
Bagaimana cara menentukan harga setiap m2 tanah yang akan dijual
tersebut?
b.
Berapakah harga setiap m2 tanah yang akan dijual tersebut ?
c.
Periksa kembali hasil yang diperoleh pada pertanyaan b! Apakah harga
setiap m2 tanah yang dijual tersebut adalah Rp.15.000,- ? Jelaskan!
5
Tabel 1.1. Hasil Pekerjaan Siswa
No.
Hasil Pekerjaan Siswa
Analisis
Kesalahan
1.
Siswa tidak
mampu
memahami
masalah dengan
tidak menuliskan
apa yang
diketahui dan
ditanya
Siswa tidak
mampu
merencanakan
penyelesaian
dengan tidak
menuliskan
secara lengkap
rumus yang akan
digunakan
Siswa tidak
mampu
menyelesaikan
masalah dimana
pelaksanaan
yang dilakukan
masih salah
6
Siswa tidak
mampu
memeriksa
kembali hasil
penyelesaian
Dari hasil survei yang dilakukan peneliti di SMP Ali Imron Medan, 0 %
atau tidak ada siswa yang mampu memahami soal dan merencanakan penyelesaian
masalah, 48,38% siswa yang mampu melaksanakan penyelesaian masalah dengan
kategori sedang, dan 0 % atau tidak ada siswa yang mampu memeriksa kembali
hasil yang telah diperoleh tersebut.
Berdasarkan jawaban siswa yang tertera pada gambar di atas diperoleh
bahawa siswa belum memahami masalah, hal itu terlihat dari siswa yang tidak
menuliskan apa yang diketahui dan ditanya, tidak merencanakan penyelesaian
masalah atau menuliskan rumus yang digunakan, tidak menyelesaikan masalah, dan
tidak memeriksa kembali jawaban serta memberikan kesimpulan. Dari hasil survei
yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematik yang dimiliki oleh siswa masih sangat rendah.
Hal lain yang ditemui peneliti yakni pada waktu wawancara dengan salah
seorang guru matematika di SMP Ali Imron Medan didapatkan bahwa model
pembelajaran yang digunakan oleh guru masih bersifat teacher oriented. Sebagian
besar kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru. Guru lebih banyak
menjelaskan dan memberikan informasi tentang konsep-konsep dari materi yang
diajarkan sementara siswa hanya mendengarkan dan membahas soal-soal dari guru.
Guru merupakan faktor penentu terhadap berhasilnya proses pembelajaran
disamping faktor pendukung yang lainnya. Guru sebagai mediator dalam
mentransfer ilmu pengetahuan terhadap siswa. Di dalam kegiatannya guru harus
7
mempunyai metode-metode yang paling sesuai untuk bidang studi. Sehubungan
dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing, maka diperlukan
adanya berbagai peranan pada diri guru yang senantiasa menggambarkan pola
tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya. Peranan metode
mengajar yang tepat diperlukan demi berhasilnya proses pendidikan dan usaha
pembelajaran di sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh Slameto (2010: 65) bahwa
:
Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa
yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi
misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan
pelajaran sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap sikap
guru terhadap siswa dan atau terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik,
sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya,
siswa malas untuk belajar.
Kenyataan pembelajaran matematika seperti ini membuat siswa tidak
tertarik belajar matematika yang akhirnya mengakibatkan penguasaan menjadi
relatif rendah. Beranjak dari hal tersebut, pembelajaran yang berpusat pada guru
sudah sewajarnya diubah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Guru
matematika
memiliki
tugas
berusaha
memampukan
siswa
memecahkan masalah sebab salah satu fokus pembelajaran matematika adalah
pemecahan masalah, sehingga kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap siswa
adalah standar minimal tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai
yang terfleksi pada pembelajaran matematika dengan kebiasaan berpikir dan
bertindak memecahkan masalah.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa,
hendaknya guru berusaha melatih dan membiasakan siswa melakukan bentuk
pemecahan masalah dalam kegiatan pembelajarannya. Seperti memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengadakan perbincangan yang ilmiah guna
mengumpulkan pendapat, kesimpulan atau menyusun alternatif pemecahan atas
suatu masalah.
8
Dengan demikian, diperlukan model pembelajaran yang efektif, membuat
siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah
yang ada dengan temannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan
adalah model pembelajaran kooperatif. Dengan model pembelajaran kooperatif,
maka diharapkan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam mempelajari matematika
dan siswa dapat menemukan penyelesaian-penyelesaian masalah dari soal-soal
pemecahan masalah di dalam kehidupan sehari-hari pada pokok bahasan LUAS
BANGUN PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI. Sehingga siswa akan
termotivasi untuk belajar matematika dan mampu mengembangkan ide dan gagasan
mereka dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
Trianto (2009: 57) menyatakan bahwa :
Tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu
maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka
dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari
berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan
keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.
Selanjutnya Trianto (2009:67) mengemukakan bahwa:
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat
beberapa variasi dari model tersebut, setidaknya terdapat empat pendekatan
yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam
menerapkan model pembelajaran kooperatif yaitu STAD, Jigsaw,
Investigasi Kelompok, dan pendekatan struktural yang meliputi Think-PairShare (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).
Dalam hal ini penulis memilih dua tipe pembelajaran yaitu pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dan Student Teams Achievement Division
(STAD).
Model
pembelajaran
kooperatif
tipe
TPS
membantu
siswa
menginterprestasikan ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman.
Pembelajaran dengan tipe TPS sering juga disebut dengan teknik berpikirberpasangan-berbagi. Menurut Trianto (2009:81) Strategi Think-Pair-Share (TPS)
9
atau berpikir pasangan adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Sesuai yang dinyatakan oleh Istarani (2011:68) bahwa :
Model pembelajaran tipe Think-Pair-Share (TPS) ini baik digunakan dalam
rangka melatih berpikir siswa secara baik. Untuk itu model pembelajaran
Think-Pair-Share (TPS) ini menekankan pada peningkatan daya nalar siswa,
daya kritis siswa, daya imajinasi siswa dan daya analisis terhadap suatu
permasalahan.
Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5
orang yang saling membantu satu sama lain dan merupakan campuran tingkat
kemampuan, jenis kelamin dan suku. Pada hakikatnya model ini menggali dan
mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar
untuk meningkatkan pemahaman materi melalui kerjasama kelompok dan ini baik
untuk diterapkan pada materi pelajaran yang dirasakan guru sangat sulit dipahami
siswa dan salah satunya adalah mata pelajaran matematika.
Matematika secara umum sangat sulit dipahami oleh siswa, karena
matematika memiliki objek yang sifatnya abstrak dan membutuhkan penalaran
yang cukup tinggi untuk memahami setiap konsep-konsep matematika yang
sifatnya hierarkis, sehingga perlu menerapkan model-model pembelajaran yang
lebih baik dan tepat membantu penguasaan siswa sedini mungkin di tingkat sekolah
terhadap matematika. Model pembelajaran TPS dan STAD merupakan dua model
pembelajaran kooperatif yang dianggap dapat membangkitkan keterkaitan siswa
terhadap materi matematika dan membuat siswa lebih aktif, mendorong kerja sama
antar siswa dalam mempelajari suatu materi, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul : “Perbedaan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-
10
Share Dan Student Teams Achievement Division Kelas VII SMP Ali Imron
Medan”.
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka diperoleh
identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada materi luas persegi
panjang dan persegi masih rendah.
2. Kegiatan pembelajaran yang masih berpusat pada guru.
3. Guru masih kurang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar
mengajar.
4. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS) dan Student Teams Achievement Division (STAD)
belum pernah diterapkan guru disekolah.
1.3.
Batasan Masalah
Melihat luasnya cakupan identifikasi masalah di atas maka batasan masalah
dalam penelitian ini agar penelitian lebih terarah yaitu perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe ThinkPair-Share (TPS) dan Student Teams Achievement Division (STAD) Kelas VII
SMP Ali Imron Medan.
1.4.
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah : Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dan tipe Student
Teams Achievement Division kelas VII SMP Ali Imron Medan ?
11
1.5.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share dan tipe Student Teams Achievement Division kelas VII SMP
Ali Imron Medan.
1.6.
Manfaat Penelitian
Dengan diterapkannya tujuan penelitian ini, dapat diharapkan manfaatnya
sebagai berikut :
1. Bagi siswa
Sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa.
2. Bagi calon guru / guru matematika
Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang
tepat, efektif, dan efisien dalam melibatkan siswa didalamnya sehingga
nantinya dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
3. Bagi sekolah
Sebagai salah satu alternatif dalam mengambil keputusan yang tepat
pada
peningkatan
kualitas
pengajaran,
serta
menjadi
bahan
pertimbangan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
siswa khususnya mata pelajaran matematika.
4. Bagi peneliti
Sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model pembelajaran
yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah dimasa yang
akan datang.
12
1.7.
Definisi Operasional
Untuk
menghindari
kesalahpahaman
dalam
memahami
konteks
permasalahan penelitian, maka perlu adanya penjelasan mengenai istilah-istilah
yang digunakan dalam penelitian ini.
Berdasarkan konsep dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa adalah kemampuan
siswa menyelesaikan soal matematika yang tidak rutin ditinjau dari aspek:
a. Memahami masalah
b. Membuat rencana penyelesaian
c. Melaksanakan rencana penyelesaian
d. Memeriksa kembali
2. Model pembelajaran Think-Pair-Share atau berpikir berpasangan adalah
merupakan
jenis
pembelajaran
kooperatif
yang
dirancang
untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa.
Langkah-langkah pembelajaran tipe Think-Pair-Share sebagai berikut:
i. Langkah 1 : Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atau masalah.
ii. Langkah 2 : Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa
yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat
menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan
gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasikan. Secara normal
guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
iii. Langkah 3 : Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi
dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk
13
berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai
sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.
3. Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) adalah
merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap
kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen.
Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD terdiri atas
enam langkah atau fase yaitu:
a.
Menyampaikan tujuan pembelajaran
b.
Menyajikan atau menyampaikan materi
c.
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
d.
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
e.
Mengevaluasi
f.
Memberikan penghargaan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
melalui pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division Kelas VII SMP Ali Imron
Medan dengan rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah matematik berturutturut adalah 25,27 dan 28,20. Hal ini juga dibuktikan dari hasil pengujian hipotesis
pada taraf signifikansi
dan dk = 49 dengan
dan
.
5.2.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan
adalah:
1.
Kepada Guru
a. Dalam setiap pembelajaran sebaiknya menciptakan suasana belajar yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah sehingga menciptakan suasana belajar yang lebih
aktif, sehingga disarankan hendaknya guru dapat menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dan Student Teams
Achievement Division.
b. Hendaknya lebih banyak melatih siswa dalam dua indikator pemecahan
masalah yakni merencanakan penyelesaian masalah dan memeriksa
kembali karena dilihat dari hasil postest kemampuan pemecahan
masalah matematik yang dilakukan di kelas eksperimen A dan B
diperoleh bahwa siswa masih mengalami kesulitan saat berada pada
64
kedua tahap tersebut. Diharapkan dengan latihan-latihan soal yang
diberikan oleh guru, kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
semakin baik kedepannya terutama dalam indikator merencanakan
penyelesaian masalah dan memeriksa kembali.
2.
Kepada Peneliti Lanjutan
Hasil dan perangkat penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk
menggunakan model Think-Pair-Share dan Student Teams Achievement
Division pada materi luas bangun datar atau materi ajar lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggreni, F., (2014), Perbedaan Kemampuan Pemcahan Masalah Matematis dan
Kecerdasan Emosional Siswa Antara Siswa Yang Diberi Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Dengan TPS Di SMP Negeri 5 Kota Langsa, Tesis,
FMIPA UNIMED [Online] http://www.repository.unimed.ac.id, 09 Mei
2015.
Apriliana, I., (2011), Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dan Tipe
TPS Di Kelas VII SMP Negeri 8 Bandar Lampung, Skripsi, FKIP UNILA
[Online] http://www.digilib.unila.ac.id, 19 Desember 2015
Arends, R.I, (2012), Learning To Teach Ninth Edition, McGraw-Hill Companies,
New York.
Arianthy, A., (2013), Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Yang Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Tipe
Think-Pair-Share (TPS) Pada Materi Persamaan Kuadrat Siswa Kelas X
SMA Swasta Budi Agung Kec Medan Marelan T.A.2013/2014, Skripsi,
FMIPA UNIMED [Online] http://www.digilib.unimed.ac.id, 05 Maret 2016
Arikunto, S., (2009), Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Butarbutar, L.Y., (2014), Penerapan Model Pembelajaran Tipe Think-PairShare(TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa Kelas VII SMP Swasta Angkasa Medan Skripsi, FMIPA
UNIMED [Online] http://www.digilib.unimed.ac.id, 05 Maret 2016
Carson, J., (2007), A Problem With Problem Solving: Teaching Thinking Without
Teaching Knowledge, The Mathematics Educator, Vol. 17, No. 2, 7–14
[Online] http://www.files.eric.ed.gov./fulltext/EJ841561.pdf, 05 Januari
2016
Cockroft, W. H., (1982), Mathematics Count, Commercial Colour Press, London.
Hamzah, H.M.A., dan Muhlisrarini, (2014), Perencanaan
Pembelajaran Matematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
dan
Strategi
66
Hudojo, H., (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika,
Universitas Negeri Malang, Malang.
Istarani, (2011), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Media Persada, Medan.
Lerner, J.W., (1985), Learning Disabilities: Theorities, Diagnosis, and Teaching
Strategies, Houghton Mifflin Company, Boston.
Lerner, J.W., dan John, B.H., (2011), Learning Disabilities and Related
Disabilities, Wadsworth Publishing, New Jersey.
Nurdalilah, dkk, (2011), Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan
Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan
Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan, Jurnal
Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2, hal 109-119
[Online]
http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Article-29439Jurnal%20109-119.pdf, 20 Desember 2015.
Polya, G., (1973), How To Solve It, A New Aspect of Mathematical Method,
Princeton University Press, Princeton.
Quinones, B.F., (1996), The Effect Of Computer Use On Mathematical Reasoning,
Problem Solving Skills And Attitudes At The Collage Level, [Online]
http://ponce.inter.edu/cai/tesis/bfeliciano-index.html, 15 Maret 2016.
Rusman, (2012), Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme
Guru), Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sagala, S.P.D., (2015), Perbedaan Hasil Belajar Matematika Yang Doajar Dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head
Together (NHT) Dan Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
Pada Pokok Bahasan Aritmetika Sosial Di Kelas VII SMP N 1 Sei Babalan
T.A.2014/2015,
Skripsi,
FMIPA
UNIMED
[Online]
http://www.digilib.unimed.ac.id, 20 Mei 2016.
Siregar, E., dan Nara, H., (2010), Teori Belajar dan Pembelajaran, Ghalia
Indonesia, Bogor.
67
Slameto, (2010), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka
Cipta, Jakarta.
Slavin, R.E., (2005), Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Nusa Media,
Bandung.
Sudjana, (2005), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINKPAIR-SHARE DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT
DIVISION KELAS VII SMP ALI IMRON MEDAN
Oleh :
Kanura
NIM. 4123111038
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2016
i
iii
PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK
SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINKPAIR-SHARE DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT
DIVISION KELAS VII SMP ALI IMRON MEDAN
Kanura (4123111038)
ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share dan Student Teams Achievement Division kelas VII SMP Ali
Imron Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Ali Imron
Medan dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-A kelas VII-B
sebanyak 51 orang. Jenis penulisan ini adalah eksperimen semu. Data yang
diperlukan diperoleh dengan menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah
matematik berupa uraian sebanyak 3 soal. Dari hasil analisis data diperoleh ratarata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa melalui
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah 25,27 dengan simpangan
baku 3,19 dan rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
melalui pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division adalah
28,20 dengan simpangan baku 2,99. Untuk uji hipotesis digunakan uji t dua pihak,
dari hasil perhitungan diperoleh
dengan kriteria pengujian terima
Ho dan tolak Ha jika
sehingga terlihat bahwa ternyata
tidak berada dalam interval tersebut yang berarti bahwa
ditolak dan
diterima atau dengan kata lain terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division Kelas VII SMP
Ali Imron Medan. Berdasarkan hasil penelitian ini, model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share dan Student Teams Achievement Division dapat dijadikan
sebagai alternatif model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa khususnya pada materi luas
bangun datar.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan
Riwayat Hidup
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
i
ii
iii
iv
vii
ix
x
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Identifikasi Masalah
1.3. Batasan Masalah
1.4. Rumusan Masalah
1.5. Tujuan Penelitian
1.6. Manfaat Penelitian
1.7. Definisi Operasional
1
1
10
10
10
11
11
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika
2.1.2 Masalah Dalam Matematika
2.1.3 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
2.1.4 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.4.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
2.1.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran
Kooperatif Tipe TPS
2.1.4.3 Teori Belajar yang Mendukung Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
2.1.4.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2.1.4.5 Teknik Pemberian Penghargaan Kelompok
2.1.4.6 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
2.1.4.7 Teori Belajar yang Mendukung Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2.1.4.8 Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TPS dan STAD
14
14
14
16
18
22
26
28
`
29
30
33
34
35
36
viii
2.1.5 Materi Ajar
2.1.5.1 Luas Persegi Panjang
2.1.5.2 Luas Persegi
2.2 Penelitian yang Relevan
2.3 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
38
38
40
41
42
44
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
3.2.2 Sampel
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Bebas
3.3.2 Variabel Terikat
3.4 Jenis dan Desain Penelitian
3.5 Prosedur Penelitian
3.6 Instrumen Pengumpul Data
3.7 Teknik Analisis Data
3.7.1 Uji Normalitas
3.7.2 Uji Homogenitas
3.7.3 Pengujian Hipotesis
3.7.4. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa
45
45
45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Hasil Postes Kelas Eksperimen A dan
Kelas Eksperimen B
4.2 Analisis Data Hasil Penelitian
4.2.1 Uji Normalitas Data
4.2.2 Uji Homogenitas
4.2.3 Pengujian Hipotesis
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
54
54
54
55
55
56
56
57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
63
63
63
DAFTAR PUSTAKA
65
45
45
45
46
46
47
49
49
50
51
51
53
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Hasil Pekerjaan Siswa
5
Tabel 2.1 Perbandingan Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
20
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
25
Tabel 2.3 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
27
Tabel 2.4 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
32
Tabel 2.5 Perhitungan Skor Perkembangan
33
Tabel 2.6 Tingkat Penghargaan Kelompok
33
Tabel 2.7 Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TPS dan STAD
36
Tabel 2.8. Dasar yang Membedakan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TPS dan STAD
37
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
46
Tabel 3.2 Kriteria Tingkat Penguasaan Siswa
53
Tabel 4.1 Data Hasil Tes Siswa Kelas eksperimen A dan B
55
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Pengujian Normalitas Data
55
Tabel 4.3 Ringkasan Hasil Pengujian Homogenitas Data
56
Tabel 4.4. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
57
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Persegi Panjang
39
Gambar 2.2 Sifat- Sifat Persegi Panjang
39
Gambar 2.3 Persegi
40
Gambar 2.4 Sifat- Sifat Persegi
41
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
48
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (Kelas Eksperimen A)
68
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (Kelas Eksperimen A) 78
Lampiran 3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (Kelas Eksperimen B)
89
Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (Kelas Eksperimen B) 99
Lampiran 5
Lembar Aktivitas Siswa 1
109
Lampiran 6 Alternatif Penyelesaian LAS 1
114
Lampiran 7 Lembar Aktivitas Siswa 2
117
Lampiran 8 Alternatif Penyelesaian LAS 2
122
Lampiran 9 Lembar Validitas Postest
125
Lampiran 10 Kisi-Kisi Postest
128
Lampiran 11 Postest
129
Lampiran 12 Alternatif Penyelesaian Postest
132
Lampiran 13 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa
136
Lampiran 14 Lembar Observasi Aktivitas Guru
138
Lampiran 15 Data Nilai Postest Kelas TPS dan Kelas STAD
142
Lampiran 16 Prosedur Perhitungan Rata-Rata, Varians,
dan Simpangan Baku
144
Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Data
146
Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas Data
150
Lampiran 19 Perhitungan Uji Hipotesis
152
Lampiran 20 Skor Butir Proses Jawaban Kelas Eksperimen A
155
Lampiran 21 Skor Butir Proses Jawaban Kelas Eksperimen B
156
Lampiran 22 Alternatif Jawaban Soal Observasi
157
Lampiran 23 Perhitungan Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa
Lampiran 24 Tabel Wilayah Luas Di Bawah Kurva Normal 0 Ke Z
159
162
xii
Lampiran 25 Daftar Nilai Kritis Untuk Uji Liliefors
163
Lampiran 26 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi F
164
Lampiran 27 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi t
166
Lampiran 28 Dokumentasi Penelitian
167
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia
yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau
perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan
dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan
pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan
masa depan. Trianto (2009:1) mengungkapkan bahwa : “Pendidikan yang baik
adalah pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang,
yang berarti mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang
bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupannya”.
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut
peningkatan kualitas pendidikan. Banyaknya permasalahan pendidikan yang
diungkap di berbagai media menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan
pendidikan yang belum dapat dicari pemecahannya. Salah satunya berkaitan erat
dengan pendidikan matematika.
Lerner (2011:423) mengemukakan bahwa mathematics is a symbolic
language, which enables human beings to think about, record, and communicate
ideas about the elements and relationship of quantity (matematika adalah bahasa
simbolis
yang
memungkinkan
manusia
memikirkan,
mencatat
dan
mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Hudojo (2005:37)
menyatakan bahwa matematika suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir.
Karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun
dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada
setiap anak didik sejak SD bahkan sejak TK. Hal ini dimaksudkan untuk
2
membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
kreatif serta kemampuan bekerja sama.
Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua orang sejak
usia dini. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Seperti
yang dikemukakan oleh Cockroft (1982:1-2):
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) Mathematics is
regarded by most people as being essential (matematika dianggap penting
oleh kebanyakan orang), (2) Mathematics is only one of many subjects
which are included in the school curriculum (matematika merupakan salah
satu dari banyak mata pelajaran yang termasuk dalam kurikulum sekolah),
(3) Mathematics provides a means of communication which is powerful,
concise and unambiguous (matematika merupakan sarana komunikasi yang
kuat, singkat dan jelas), (4) Mathematics can be used to present information
in many ways (matematika dapat digunakan untuk menyajikan informasi
dalam berbagai cara), (5) Develop powers of logical thinking, accuracy, and
spatial awareness (meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan
kesadaran keruangan).
Sedangkan, berdasarkan hasil belajar matematika, Lerner (1985:448)
mengemukakan bahwa there are three elements which essential for mathematics
learning. Three elements: concepts, skills, and problem solving ( ada tiga elemen
penting dalam pembelajaran matematika. Tiga elemen itu adalah yaitu konsep,
keterampilan dan pemecahan masalah).
Dari pernyataan di atas, salah satu aspek yang ditekankan dalam
pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
siswa. Pemecahan masalah merupakan suatu hal yang sangat penting karena dalam
proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki
untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang dianggap tidak rutin.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini juga dikemukakan oleh
Hudojo (2005:133) yang menyatakan bahwa:
Pemecahan masalah merupakan suatu hal yang esensial dalam pembelajaran
matematika di sekolah, disebabkan antara lain: (1) Siswa menjadi trampil
menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya dan
3
kemudian meneliti hasilnya; (2) Kepuasan intelektual akan timbul dari
dalam, yang merupakan masalah instrinsik; (3) Potensi intelektual siswa
meningkat; (4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan
melalui proses melakukan penemuan.
Dengan demikian, sudah sewajarnyalah pemecahan masalah ini harus
mendapat perhatian khusus, mengingat peranannya dalam mengembangkan potensi
intelektual siswa. Untuk mencari penyelesaian dari pemecahan masalah matematika
para siswa harus memanfaatkan pengetahuannya, dan melalui proses ini mereka
akan sering mengembangkan pemahaman matematika yang baru.
Seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam
pembelajaran matematika ketika siswa mencapai kriteria-kriteria tertentu atau biasa
dikenal dengan indikator. Ada empat indikator pemecahan masalah matematika
menurut Polya (1973:5), yaitu: 1) Understanding the problem (memahami
masalah), yaitu mampu membuat apa (data) yang diketahui, apa yang tidak
diketahui (ditanyakan), apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus
dipenuhi, dan menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih
operasional (dapat dipecahkan), 2) Devising a plan (merencanakan penyelesaian),
yaitu dengan mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan
yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan, mencari pola atau
aturan, dan menyusun prosedur penyelesaian (membuat konjektur), 3) Carrying out
the plan (melaksanakan rencana), yaitu menjalankan prosedur yang telah dibuat
untuk mendapatkan penyelesaian, dan 4) Looking back (melihat kembali),
memeriksa bagaimana hasil itu diperoleh, memeriksa sanggahannya, mencari hasil
itu dengan cara yang lain, melihat apakah hasilnya dapat dilihat dengan sekilas dan
memeriksa apakah hasil atau cara itu dapat digunakan untuk soal-soal lainnya.
Selama ini pembelajaran matematika terkesan kurang menyentuh kepada
substansi pemecahan masalah. Siswa cenderung menghafalkan konsep-konsep
matematika, sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat
kurang.
4
Nurdalilah, dkk (2011) pada penelitiannya menyatakan bahwa banyak siswa
yang mengalami kesulitan untuk memahami soal, merumuskan dari apa yang
diketahui dari soal, rencana penyelesaian siswa tidak terarah dan proses
perhitungan atau strategi penyelesaian dari jawaban yang dibuat siswa tidak benar.
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa juga
diungkapkan oleh Arianthy (2013) dalam penelitiannya, yaitu bahwa 100% dari
jumlah siswa yang mengikuti tes dapat mencapai nilai dengan kategori sangat
rendah, sehingga belum memenuhi kriteria tingkat pemecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah siswa yang masih rendah juga didukung
oleh hasil tes yang dilakukan peneliti pada siswa kelas VIII di SMP Ali Imron
Medan berupa tes kemampuan pemecahan masalah sebanyak satu soal yang
penyelesaiannya menggunakan konsep matematika sebagai berikut:
Di belakang rumah Pak Abdi terdapat sebidang tanah berbentuk persegi
dengan ukuran 14m. Ditengah tanah tersebut terdapat kebun pisang yang
berbentuk persegi panjang dengan panjang 8m dan lebar 5m. Pak Abdi akan
menjual tanahnya yang tidak ditanami pohon pisang dengan harga Rp.
1.560.000,-.
a.
Bagaimana cara menentukan harga setiap m2 tanah yang akan dijual
tersebut?
b.
Berapakah harga setiap m2 tanah yang akan dijual tersebut ?
c.
Periksa kembali hasil yang diperoleh pada pertanyaan b! Apakah harga
setiap m2 tanah yang dijual tersebut adalah Rp.15.000,- ? Jelaskan!
5
Tabel 1.1. Hasil Pekerjaan Siswa
No.
Hasil Pekerjaan Siswa
Analisis
Kesalahan
1.
Siswa tidak
mampu
memahami
masalah dengan
tidak menuliskan
apa yang
diketahui dan
ditanya
Siswa tidak
mampu
merencanakan
penyelesaian
dengan tidak
menuliskan
secara lengkap
rumus yang akan
digunakan
Siswa tidak
mampu
menyelesaikan
masalah dimana
pelaksanaan
yang dilakukan
masih salah
6
Siswa tidak
mampu
memeriksa
kembali hasil
penyelesaian
Dari hasil survei yang dilakukan peneliti di SMP Ali Imron Medan, 0 %
atau tidak ada siswa yang mampu memahami soal dan merencanakan penyelesaian
masalah, 48,38% siswa yang mampu melaksanakan penyelesaian masalah dengan
kategori sedang, dan 0 % atau tidak ada siswa yang mampu memeriksa kembali
hasil yang telah diperoleh tersebut.
Berdasarkan jawaban siswa yang tertera pada gambar di atas diperoleh
bahawa siswa belum memahami masalah, hal itu terlihat dari siswa yang tidak
menuliskan apa yang diketahui dan ditanya, tidak merencanakan penyelesaian
masalah atau menuliskan rumus yang digunakan, tidak menyelesaikan masalah, dan
tidak memeriksa kembali jawaban serta memberikan kesimpulan. Dari hasil survei
yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematik yang dimiliki oleh siswa masih sangat rendah.
Hal lain yang ditemui peneliti yakni pada waktu wawancara dengan salah
seorang guru matematika di SMP Ali Imron Medan didapatkan bahwa model
pembelajaran yang digunakan oleh guru masih bersifat teacher oriented. Sebagian
besar kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru. Guru lebih banyak
menjelaskan dan memberikan informasi tentang konsep-konsep dari materi yang
diajarkan sementara siswa hanya mendengarkan dan membahas soal-soal dari guru.
Guru merupakan faktor penentu terhadap berhasilnya proses pembelajaran
disamping faktor pendukung yang lainnya. Guru sebagai mediator dalam
mentransfer ilmu pengetahuan terhadap siswa. Di dalam kegiatannya guru harus
7
mempunyai metode-metode yang paling sesuai untuk bidang studi. Sehubungan
dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing, maka diperlukan
adanya berbagai peranan pada diri guru yang senantiasa menggambarkan pola
tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya. Peranan metode
mengajar yang tepat diperlukan demi berhasilnya proses pendidikan dan usaha
pembelajaran di sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh Slameto (2010: 65) bahwa
:
Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa
yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi
misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan
pelajaran sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap sikap
guru terhadap siswa dan atau terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik,
sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya,
siswa malas untuk belajar.
Kenyataan pembelajaran matematika seperti ini membuat siswa tidak
tertarik belajar matematika yang akhirnya mengakibatkan penguasaan menjadi
relatif rendah. Beranjak dari hal tersebut, pembelajaran yang berpusat pada guru
sudah sewajarnya diubah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Guru
matematika
memiliki
tugas
berusaha
memampukan
siswa
memecahkan masalah sebab salah satu fokus pembelajaran matematika adalah
pemecahan masalah, sehingga kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap siswa
adalah standar minimal tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai
yang terfleksi pada pembelajaran matematika dengan kebiasaan berpikir dan
bertindak memecahkan masalah.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa,
hendaknya guru berusaha melatih dan membiasakan siswa melakukan bentuk
pemecahan masalah dalam kegiatan pembelajarannya. Seperti memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengadakan perbincangan yang ilmiah guna
mengumpulkan pendapat, kesimpulan atau menyusun alternatif pemecahan atas
suatu masalah.
8
Dengan demikian, diperlukan model pembelajaran yang efektif, membuat
siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah
yang ada dengan temannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan
adalah model pembelajaran kooperatif. Dengan model pembelajaran kooperatif,
maka diharapkan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam mempelajari matematika
dan siswa dapat menemukan penyelesaian-penyelesaian masalah dari soal-soal
pemecahan masalah di dalam kehidupan sehari-hari pada pokok bahasan LUAS
BANGUN PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI. Sehingga siswa akan
termotivasi untuk belajar matematika dan mampu mengembangkan ide dan gagasan
mereka dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
Trianto (2009: 57) menyatakan bahwa :
Tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu
maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka
dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari
berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan
keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.
Selanjutnya Trianto (2009:67) mengemukakan bahwa:
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat
beberapa variasi dari model tersebut, setidaknya terdapat empat pendekatan
yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam
menerapkan model pembelajaran kooperatif yaitu STAD, Jigsaw,
Investigasi Kelompok, dan pendekatan struktural yang meliputi Think-PairShare (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).
Dalam hal ini penulis memilih dua tipe pembelajaran yaitu pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dan Student Teams Achievement Division
(STAD).
Model
pembelajaran
kooperatif
tipe
TPS
membantu
siswa
menginterprestasikan ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman.
Pembelajaran dengan tipe TPS sering juga disebut dengan teknik berpikirberpasangan-berbagi. Menurut Trianto (2009:81) Strategi Think-Pair-Share (TPS)
9
atau berpikir pasangan adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Sesuai yang dinyatakan oleh Istarani (2011:68) bahwa :
Model pembelajaran tipe Think-Pair-Share (TPS) ini baik digunakan dalam
rangka melatih berpikir siswa secara baik. Untuk itu model pembelajaran
Think-Pair-Share (TPS) ini menekankan pada peningkatan daya nalar siswa,
daya kritis siswa, daya imajinasi siswa dan daya analisis terhadap suatu
permasalahan.
Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5
orang yang saling membantu satu sama lain dan merupakan campuran tingkat
kemampuan, jenis kelamin dan suku. Pada hakikatnya model ini menggali dan
mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar
untuk meningkatkan pemahaman materi melalui kerjasama kelompok dan ini baik
untuk diterapkan pada materi pelajaran yang dirasakan guru sangat sulit dipahami
siswa dan salah satunya adalah mata pelajaran matematika.
Matematika secara umum sangat sulit dipahami oleh siswa, karena
matematika memiliki objek yang sifatnya abstrak dan membutuhkan penalaran
yang cukup tinggi untuk memahami setiap konsep-konsep matematika yang
sifatnya hierarkis, sehingga perlu menerapkan model-model pembelajaran yang
lebih baik dan tepat membantu penguasaan siswa sedini mungkin di tingkat sekolah
terhadap matematika. Model pembelajaran TPS dan STAD merupakan dua model
pembelajaran kooperatif yang dianggap dapat membangkitkan keterkaitan siswa
terhadap materi matematika dan membuat siswa lebih aktif, mendorong kerja sama
antar siswa dalam mempelajari suatu materi, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul : “Perbedaan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-
10
Share Dan Student Teams Achievement Division Kelas VII SMP Ali Imron
Medan”.
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka diperoleh
identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada materi luas persegi
panjang dan persegi masih rendah.
2. Kegiatan pembelajaran yang masih berpusat pada guru.
3. Guru masih kurang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar
mengajar.
4. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS) dan Student Teams Achievement Division (STAD)
belum pernah diterapkan guru disekolah.
1.3.
Batasan Masalah
Melihat luasnya cakupan identifikasi masalah di atas maka batasan masalah
dalam penelitian ini agar penelitian lebih terarah yaitu perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe ThinkPair-Share (TPS) dan Student Teams Achievement Division (STAD) Kelas VII
SMP Ali Imron Medan.
1.4.
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah : Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dan tipe Student
Teams Achievement Division kelas VII SMP Ali Imron Medan ?
11
1.5.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share dan tipe Student Teams Achievement Division kelas VII SMP
Ali Imron Medan.
1.6.
Manfaat Penelitian
Dengan diterapkannya tujuan penelitian ini, dapat diharapkan manfaatnya
sebagai berikut :
1. Bagi siswa
Sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa.
2. Bagi calon guru / guru matematika
Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang
tepat, efektif, dan efisien dalam melibatkan siswa didalamnya sehingga
nantinya dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
3. Bagi sekolah
Sebagai salah satu alternatif dalam mengambil keputusan yang tepat
pada
peningkatan
kualitas
pengajaran,
serta
menjadi
bahan
pertimbangan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
siswa khususnya mata pelajaran matematika.
4. Bagi peneliti
Sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model pembelajaran
yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah dimasa yang
akan datang.
12
1.7.
Definisi Operasional
Untuk
menghindari
kesalahpahaman
dalam
memahami
konteks
permasalahan penelitian, maka perlu adanya penjelasan mengenai istilah-istilah
yang digunakan dalam penelitian ini.
Berdasarkan konsep dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa adalah kemampuan
siswa menyelesaikan soal matematika yang tidak rutin ditinjau dari aspek:
a. Memahami masalah
b. Membuat rencana penyelesaian
c. Melaksanakan rencana penyelesaian
d. Memeriksa kembali
2. Model pembelajaran Think-Pair-Share atau berpikir berpasangan adalah
merupakan
jenis
pembelajaran
kooperatif
yang
dirancang
untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa.
Langkah-langkah pembelajaran tipe Think-Pair-Share sebagai berikut:
i. Langkah 1 : Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atau masalah.
ii. Langkah 2 : Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa
yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat
menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan
gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasikan. Secara normal
guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
iii. Langkah 3 : Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi
dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk
13
berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai
sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.
3. Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) adalah
merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap
kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen.
Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD terdiri atas
enam langkah atau fase yaitu:
a.
Menyampaikan tujuan pembelajaran
b.
Menyajikan atau menyampaikan materi
c.
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
d.
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
e.
Mengevaluasi
f.
Memberikan penghargaan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
melalui pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division Kelas VII SMP Ali Imron
Medan dengan rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah matematik berturutturut adalah 25,27 dan 28,20. Hal ini juga dibuktikan dari hasil pengujian hipotesis
pada taraf signifikansi
dan dk = 49 dengan
dan
.
5.2.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan
adalah:
1.
Kepada Guru
a. Dalam setiap pembelajaran sebaiknya menciptakan suasana belajar yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah sehingga menciptakan suasana belajar yang lebih
aktif, sehingga disarankan hendaknya guru dapat menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dan Student Teams
Achievement Division.
b. Hendaknya lebih banyak melatih siswa dalam dua indikator pemecahan
masalah yakni merencanakan penyelesaian masalah dan memeriksa
kembali karena dilihat dari hasil postest kemampuan pemecahan
masalah matematik yang dilakukan di kelas eksperimen A dan B
diperoleh bahwa siswa masih mengalami kesulitan saat berada pada
64
kedua tahap tersebut. Diharapkan dengan latihan-latihan soal yang
diberikan oleh guru, kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
semakin baik kedepannya terutama dalam indikator merencanakan
penyelesaian masalah dan memeriksa kembali.
2.
Kepada Peneliti Lanjutan
Hasil dan perangkat penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk
menggunakan model Think-Pair-Share dan Student Teams Achievement
Division pada materi luas bangun datar atau materi ajar lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggreni, F., (2014), Perbedaan Kemampuan Pemcahan Masalah Matematis dan
Kecerdasan Emosional Siswa Antara Siswa Yang Diberi Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Dengan TPS Di SMP Negeri 5 Kota Langsa, Tesis,
FMIPA UNIMED [Online] http://www.repository.unimed.ac.id, 09 Mei
2015.
Apriliana, I., (2011), Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dan Tipe
TPS Di Kelas VII SMP Negeri 8 Bandar Lampung, Skripsi, FKIP UNILA
[Online] http://www.digilib.unila.ac.id, 19 Desember 2015
Arends, R.I, (2012), Learning To Teach Ninth Edition, McGraw-Hill Companies,
New York.
Arianthy, A., (2013), Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Yang Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Tipe
Think-Pair-Share (TPS) Pada Materi Persamaan Kuadrat Siswa Kelas X
SMA Swasta Budi Agung Kec Medan Marelan T.A.2013/2014, Skripsi,
FMIPA UNIMED [Online] http://www.digilib.unimed.ac.id, 05 Maret 2016
Arikunto, S., (2009), Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Butarbutar, L.Y., (2014), Penerapan Model Pembelajaran Tipe Think-PairShare(TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa Kelas VII SMP Swasta Angkasa Medan Skripsi, FMIPA
UNIMED [Online] http://www.digilib.unimed.ac.id, 05 Maret 2016
Carson, J., (2007), A Problem With Problem Solving: Teaching Thinking Without
Teaching Knowledge, The Mathematics Educator, Vol. 17, No. 2, 7–14
[Online] http://www.files.eric.ed.gov./fulltext/EJ841561.pdf, 05 Januari
2016
Cockroft, W. H., (1982), Mathematics Count, Commercial Colour Press, London.
Hamzah, H.M.A., dan Muhlisrarini, (2014), Perencanaan
Pembelajaran Matematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
dan
Strategi
66
Hudojo, H., (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika,
Universitas Negeri Malang, Malang.
Istarani, (2011), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Media Persada, Medan.
Lerner, J.W., (1985), Learning Disabilities: Theorities, Diagnosis, and Teaching
Strategies, Houghton Mifflin Company, Boston.
Lerner, J.W., dan John, B.H., (2011), Learning Disabilities and Related
Disabilities, Wadsworth Publishing, New Jersey.
Nurdalilah, dkk, (2011), Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan
Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan
Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan, Jurnal
Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2, hal 109-119
[Online]
http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Article-29439Jurnal%20109-119.pdf, 20 Desember 2015.
Polya, G., (1973), How To Solve It, A New Aspect of Mathematical Method,
Princeton University Press, Princeton.
Quinones, B.F., (1996), The Effect Of Computer Use On Mathematical Reasoning,
Problem Solving Skills And Attitudes At The Collage Level, [Online]
http://ponce.inter.edu/cai/tesis/bfeliciano-index.html, 15 Maret 2016.
Rusman, (2012), Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme
Guru), Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sagala, S.P.D., (2015), Perbedaan Hasil Belajar Matematika Yang Doajar Dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head
Together (NHT) Dan Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
Pada Pokok Bahasan Aritmetika Sosial Di Kelas VII SMP N 1 Sei Babalan
T.A.2014/2015,
Skripsi,
FMIPA
UNIMED
[Online]
http://www.digilib.unimed.ac.id, 20 Mei 2016.
Siregar, E., dan Nara, H., (2010), Teori Belajar dan Pembelajaran, Ghalia
Indonesia, Bogor.
67
Slameto, (2010), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka
Cipta, Jakarta.
Slavin, R.E., (2005), Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Nusa Media,
Bandung.
Sudjana, (2005), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), Kencana Prenada Media Group, Jakarta.