Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik think pair share dan teknik think pair squre

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh

KHUZAIYYATUN NISWAH NIM. 105016100505

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432 H


(2)

(3)

(4)

i

penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Ir. H. Mahmud M Siregar, M. Si, selaku pembimbing I dan Ibu Eny Rosyidatun, S. Si., M. A, selaku pembimbing II yang dengan kesabarannya telah membimbing demi penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan IPA yang telah memberikan saran serta semangat kepada penulis.

5. Bapak K.H. Ibnu Djauzi. AR, MA sebagai Kepala MA An-nida bekasi, yang telah memberikan izin penelitian.

6. Bapak Jaja Subagja, S.Si sebagai Guru Bidang studi Biologi kelas X MA An-nida Bekasi.

7. Siswa MA An-nida khususnya kelas X-B dan X-D yang telah berpartisipasi dan banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Kedua orang tua Bapak Abdullah, S. Pd dan ibu Mujizatul ‘Aeni, S. Pd. I, adik-adikku tercinta (Nilma, Nanda, Luth, Ary, putri) yang selalu memberikan do'a dan dukungannya baik saat suka maupun duka.

9. Suami tercinta Ulhak Jian, S. HI, buah hatiku Nahdlaturrahmah Tsabitulhaq dan keluarga tercinta yang setia memberi dukungan dan semangat.


(5)

ii

Akhirnya, tiada untaian kata yang terindah dan berharga kecuali ucapan Alhamdulillahirabbila'lamiin atas rahmat dan ridhaNya. Penulis berharap semoga segala kebaikan dan keikhlasannya mendapat pahala dari Allah SWT. Amin


(6)

iii

DAFTAR GAMBAR ... .. vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ..vii

ABSTRAK ... .. .ix

ABSTRACT………....x

BAB I. PENDAHULAN ... ... 1

A. Latar Belakang ... …1

B. Identifikasi Masalah ... … C. Pembatasan Masalah ... ... 6

D. Perumusan Masalah ... ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... ... 6

BAB II. DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ...………..7

A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)...7

1. Pengertian pembelajaran kooperatif………...7

2. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif………...10

3. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif ...……….11

4. Peran guru dalam pembelajaran kooperatif ………...12

5. Keunggulan dan kekurangan pembelajaran kooperatif ...13

6. Konstruktivisme dalam pembelajaran IPA...15

B. Teknik-teknik Pembelajaran Kooperatif ...17

1. Teknik Think Pair Share ...18

a. Pengertian Think Pair Share ...18

b. Langkah-langkah Think Pair Share……….20

2. Teknik Think Pair Square ...23

a. Pengertian Think Pair Square………...23


(7)

iv

3. Pengukuran Hasil Belajar...30

D. Hasil Penelitian Yang Relevan...31

E. Kerangka Pikir...33

F. Perumusan Hipotesis ………...36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………..37

A. Waktu dan Tempat Penelitian ………...…37

B. Metode dan Penelitian ……..………...………..37

C. Populasi dan Sampel ……….38

D. Variabel Penelitian……….38

E. Teknik Pengumpulan Data ………39

F. Instrumen Penelitian...39

G. Teknik Analisis Data...41

H. Hipotesis Statistik...43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... ..42

A. Hasil Penelitian……….…………...…44

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ……...………...…46

C. Pembahasan Hasil Penelitian………...…49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... ..59

A.Kesimpulan. ... ..56

B. Saran ... ..56

DAFTAR PUSTAKA ... ..57


(8)

v

Tabel 4. 2. Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest…….………45 Tabel 4.3. Perhitungan Normal Gain………46 Tabel 4. 4. Rekapitulasi Hasil Pengujian Normalitas Dengan Uji Liliefors……..47 Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Pengujian Homogenitas Dengan Uji Fisher……...48 Tabel 4. 6. Analisis Data Hasil Pengujian Hipotesis Dengan Uji t………52


(9)

vi


(10)

vii

Lampiran 3. LKS………87

Lampiran 4. Nilai LKS ……….……….95

Lampiran 5. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Biologi Siswa Materi Jamur (Fungi) ………..….99

Lampiran 6. Soal validitas ………...112

Lampiran 7. Kunci jawaban………..………...119

Lampiran 8. Rekapitulasi Analisis Butir Soal ..………...120 Lampiran 9. Instrumen penelitian ………..………..………...…122

Lampiran 10. Data pretes kelas X.D Think Pair Share………...127

Lampiran 11. Data postes kelas X.D Think Pair Share ……………….128

Lampiran 12.Data pretes kelas X.B Think Pair Square………..…129

Lampiran 13. Data postes kelas X.B Think Pair Square ………………..…130

Lampiran 14. Data hasil Belajar Siswa Kelompok Think Pair Share Pretes, Postes dan N-Gain ……….………...…131 Lampiran 15. Data hasil Belajar Siswa Kelompok Think Pair Square Pretes, Postes dan N-Gain ………....……132

Lampiran 16. Data hasil kemampuan awal (pretes), perhitungan banyak dan panjang kelas interval kelompok think pair share………133 Lampiran 17. Data distribusi frekuensi, perhitungan mean, median, modus, simpangan baku (standar deviasi) dan varians hasil tes kemampuan awal (pretes) kelompok think pair share……….….134

Lampiran 18. Data hasil kemampuan akhir (postes), perhitungan banyak dan panjang kelas interval kelompok think pair share………136

Lampiran 19. Data distribusi frekuensi, perhitungan mean, median, modus, simpangan baku (standar deviasi) dan varians hasil tes kemampuan akhir (postes) kelompok think pair share ……….…137

Lampiran 20. Data hasil kemampuan awal (pretes), perhitungan banyak dan panjang kelas interval kelompok think pair square ……….139


(11)

viii

panjang kelas interval kelompok think pair square …………..…142 Lampiran 23. Data distribusi frekuensi, perhitungan mean, median, modus,

simpangan baku (standar deviasi) dan varians hasil tes kemampuan akhir (postes) kelompok think pair square ………...143

Lampiran 24. Perhitungan uji normalitas data ………145

Lampiran 25. Perhitungan uji homogenitas data ……….…………149 Lampiran 26. Perhitungan uji hipotesis data ………...…151


(12)

ix

Think Pair Share Dan Teknik Think Pair Square. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Kooperatif Teknik Think Pair Share dan Teknik Think Pair Square. Pengambilan sampel penelitian berjumlah 46 siswa dari Madrasah Aliyah An-nida pada kelas X.B dan kelas X.D sebagai subjeknya. Pengambilan data hasil belajar dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar (25 item). Analisis data menggunakan uji-t dan diperoleh nilai thitung

sebesar 1,22 pada taraf signifikan α 0,05 dan diperoleh ttabel sebesar 2,02, maka

thitung < ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara hasil belajar biologi siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share dan teknik Think Pair Square, dengan nilai rata-rata (mean) N-gain kelas X. D yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share yaitu 0,62 dan nilai rata-rata (mean) N-gain kelas X.B yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Square yaitu 0,57.

Kata kunci: Pembelajaran kooperatif teknik think pair share, pembelajaran kooperatif teknik think pair square, hasil belajar


(13)

x

Think Pair Share And Think Pair Square. The skripsi of Biology Education Department, Faculty of Tarbiyah and Education, State Islamic University of Syarif Hidayatullah, Jakarta 2011

This research aim to know the comparison achievement by cooperative learning technique of Think Pair Share and Think Pair Square. The research is held 46 students from MA An-nida have been involved as subjects of X.B and X.D students. Data were collected from test (25 items). Analyse data with t-test at

signification α 0,05 and obtained value thitung 1,22and ttabel 2,02, so thitung <ttabel, it

can be concluded that there are no differences in thr result of biology student’s learning betwen Cooperative Learning the technique of think pair share and think pair square, with average score (mean) N-gain in class X. D that is taught by Cooperative Learning think pair share technique it is 0,62 and average score (mean) N-gain in class X. B that is taught by Cooperative Learning think pair square technique it is 0,57.

Key word: Cooperative Learning Technique Think Pair Share, Cooperative Learning Technique Think Pair Square, Achievment


(14)

1

rendahnya peradaban bangsa tersebut, makin tinggi peradaban makin tinggi pula martabat bangsa. Untuk mencapai peradaban yang tinggi perlu diupayakan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan adalah suatu proses kerja sama atau interaksi berbagai pihak untuk mencapai tujuan lembaga yaitu mencapai perkembangan siswa yang optimal sebagai individu dan makhluk sosial.1 Ada juga pendapat lain yang dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata bahwa pendidikan merupakan usaha manusia (pendidik) untuk dengan penuh tanggung jawab membimbing anak-anak didik ke kedewasaan.2 Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu proses bimbingan atau tuntunan yang dilakukan oleh manusia (pendidik) untuk membawa anak didik ke arah yang lebih sempurna terhadap perkembangannya.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2004 bab 1 pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3

Pendidikan sangat penting bagi setiap bangsa karena merupakan salah satu sarana keberhasilan untuk bersaing dengan negara lain. Pendidikan sebagai penggerak bagi perubahan bangsa seharusnya menjadi perhatian

1

John Rehena, Strategi pengajaran biologi di SMU dalam mengimbangi kemajuan bioteknologi, (Jurnal Pendidikan & Humaniora, vol 1, nomor 1, April, 2002), h. 21

2

Sumadi Suryabrata, Psikologi pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 293

3

Diknas, Undang-undang Tentang Sisdiknas dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: CV. Tamita utama, 2004), h. 4


(15)

utama bagi seluruh lembaga pendidikan formal yang mempunyai tanggung jawab untuk mempersiapkan warga negara menjadi manusia yang potensial.

Upaya pencapaian cita-cita pendidikan nasional tersebut diaplikasikan ke dalam dunia pendidikan di lembaga-lembaga yang bersifat formal seperti sekolah, institut, universitas atau lembaga-lembaga lain yang bersifat informal seperti kursus. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai tugas dan tanggung jawab yang cukup berat, terlebih lagi semakin meningkatnya tuntutan masyarakat dan semakin kompleksnya permasalahan pendidikan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat.

Seiring dengan perkembangan sains dan teknologi, pada bidang pendidikan diadakan usaha inovatif untuk semua jenjang yang senantiasa mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Di sisi lain, pendidikan di Indonesia dihadapkan pada masalah kualitas pendidikan yang cukup memprihatinkan. Pengajaran keterampilan berpikir memiliki beberapa kendala, salah satunya adalah terlalu dominannya peran guru di sekolah sebagai penyebar ilmu atau sumber ilmu, sehingga siswa hanya ibarat sebagai sebuah wadah kosong yang akan diisi dengan ilmu oleh guru. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelajaran termasuk pelajaran biologi, ialah guru biologi harus memberikan metode pembelajaran yang bervariasi dan tepat, serta memicu siswa untuk berpikir. Di samping itu, siswa harus dilatih dalam kecakapan sosial selain pemahaman, pengetahuan dan keterampilan psikomotor.

Hal ini sejalan dengan pendapat Rosmaini dkk, bahwa untuk proses belajar biologi diperlukan strategi, bermacam pendekatan, metode, media, agar siswa lebih aktif belajar dan berbuat untuk memahami konsep atau prinsip-prinsip biologi sehingga diharapkan hasil belajar siswa lebih baik.4 Kalangan pendidik tentunya menyadari bahwa peserta didik memiliki

4

Rosmaini S*), Evi Suryawati dan Mariani N. L. Penerapan pendekatan struktural think-pair-share (TPS) untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas 1.7 SLTPN 20

pekanbaru pada pokok bahasan keanekaragaman hewan TA. 2002/2003. (Jurnal BiogenesisVol.

1(1):9-14, 2004 © Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau ISSN : 1829-5460, h.9. 25-01-2009. 09.01), h. 9


(16)

bermacam cara belajar. Pendidik yang profesional tidak hanya memiliki dan menguasai pengetahuan dalam bidang yang diampunya, tetapi juga harus memiliki keterampilan dalam menerapkan suatu metode pembelajaran yang sesuai. Rendahnya penguasaan konsep-konsep IPA seperti konsep biologi tidak terlepas dari peranan guru dalam proses belajar mengajar.

Dalam dunia pendidikan, menurut Benyamin S. Bloom dan Krathwohl, ada tiga aspek/ranah kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui dan mengukur tingkat keberhasilan atau prestasi belajar seseorang yaitu ranah kognitif (intelektual/pemahaman), ranah afektif (sikap dan perilaku) dan ranah psikomotor (keterampilan).5 Sejalan dengan hal tersebut, dewasa ini penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (sekolah). Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered).6 Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah (di dalam kelas ataupun di luar kelas). KTSP yang sudah mulai diterapkan di Indonesia sebenarnya sudah cukup kondusif bagi pengembangan pengajaran yang mensyaratkan siswa sebagai pusat belajar. Oleh karena itu, suasana belajar tidaklah monoton hanya pada seorang pendidik yang menyampaikan materi, namun harus ada juga peran aktif oleh peserta didik.

Metode pembelajaran sebagai suatu cara untuk melakukan pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran sangat berperan dalam pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Jika pemilihan metode pembelajaran tidak tepat, maka tidak sedikit peserta didik yang mengalami kesulitan mengikuti pembelajaran yang berakibat tidak tercapainya tujuan

5

Martinis Yamin, Strategi pembelajaran berbasis kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2005), h. 27

6

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 2


(17)

pembelajaran.7 Pada kenyataannya, dalam pembelajaran banyak guru yang menggunakan metode konvensional saja, sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan prestasi belajar kurang memuaskan. Memilih metode pembelajaran yang tepat merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh oleh guru agar didapatkan metode untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tepat.

Untuk memilih model pembelajaran yang tepat, tidak hanya memperhatikan keterlibatan secara aktif saja, tetapi juga memperhatikan karakteristik, potensi dan tingkat perkembangan siswa. Salah satu model yang diharapkan sesuai sebagai variasi dan alternatif dalam mengajar adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut I Nyoman Selamat, dalam pendidikan yang menggunakan sistem pembelajaran kooperatif, siswa dibentuk dalam suatu kelompok kecil dimana siswa bekerjasama dalam mengoptimalkan keterlibatannya dan anggota kelompoknya dalam belajar.8 Dalam pembelajaran kooperatif keterlibatan siswa lebih dominan dan saling bekerja sama, saling membantu dalam memahami pelajaran dan mengerjakan tugas kelompok.

Pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share yang dikembangkan oleh Frang Lyman dan teknik Think-Pair-Square oleh Spencer Kagan ini mengajarkan siswa untuk lebih mandiri dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan sehingga dapat membangkitkan rasa percaya diri siswa, di mana siswa juga dapat bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil yang heterogen.

Pelaksanaan kedua teknik tersebut diawali dengan pemberian tugas oleh guru kemudian siswa diberi waktu secukupnya untuk berpikir sejenak terhadap topik yang ada di depan mereka (think), kemudian meminta mereka mendiskusikan dengan teman sebelahnya (pair), setelah itu mereka

7

Moch. Agus Krisno Budianto, Sekilas Metode Pembelajaran Mata Pelajaran Biologi, (Jurnal Pemikiran Pendidikan, Th. X No. 1, Juni, 2002,) h. 9

8

I Nyoman Selamat, Pengembangan pembelajaran kooperatif melalui metode bermain untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada konsep-konsep kimia SMU, (Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, no. 2 TH. XXXVI, April, 2003), h. 36


(18)

mengungkapkan hasil diskusi kepada seluruh kelas (share). Perbedaan dari kedua teknik tersebut hanya pada tahap diskusinya saja. Pada teknik Think-Pair-Square, dimana setelah tahap think (berpikir) dan Pair (berpasangan) siswa melakukan tahapan Square (berempat).

Pengajaran yang baik meliputi mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri.9 Kedua teknik pembelajaran kooperatif ini menghendaki optimalisasi partisipasi siswa, selain itu menghendaki siswa untuk lebih banyak berpikir, menjawab, dan saling membantu dalam kelompok kecil yang heterogen. Dengan kelompok kecil ini diharapkan siswa lebih aktif belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik dan semua anggota kelompok merasa terlibat di dalamnya. Keadaan siswa yang demikian dengan menggunakan metode ini diharapkan akan mempengaruhi hasil belajar siswa menjadi baik. Hal inilah yang mendasari penulis mengambil judul “Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik think pair share dan teknik think pair square”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Strategi pembelajaran yang sering digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran tidak bervariasi.

2. Guru tidak melakukan hal-hal yang inovatif sehingga menyebabkan siswa merasa jenuh atau bosan selama pembelajaran.

3. Pembelajaran kooperatif yang baik berpengaruh pada hasil belajar siswa.

9

Mohamad Nur, Strategi-strategi belajar, (Surabaya: UNESA, UNIVERSITY PRESS, 2000), h. 5


(19)

C. Pembatasan Masalah

Dari berbagai permasalahan yang telah diidentifikasi di atas, maka penulis membatasi permasalahan skripsi ini sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share dan teknik Think Pair Square yang dikembangkan oleh Prof. Frank Lyman dan Kagan.

2. Hasil belajar siswa dibatasi pada aspek kognitif dari C1 sampai C4 yang

diambil dari instrument penelitian yang dibuat oleh penulis setelah siswa diberikan pembelajaran dengan teknik Think Pair Share dan teknik Think Pair Square.

D. Perumusan Masalah

Dari uraian identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan: Apakah terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share dan teknik Think Pair Square?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share dan teknik Think Pair Square.

2. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca, agar pembaca dapat memilah-milah model pembelajaran yang cocok diterapkan dalam pembelajaran di sekolah.


(20)

7

A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Sebelum membahas pengertian pembelajaran kooperatif, berikut akan dipaparkan mengenai alasan penggunaan pembelajaran kooperatif. Slavin yang dikutip oleh Wina Sanjaya memberikan alasan dianjurkannya penggunaan Cooperative learning oleh para ahli pendidikan adalah:

Pertama: Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri.

Kedua: Pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.1

Johnson & Johnson menyatakan bahwa lingkup pembelajaran dapat dibagi menjadi 3 kategori:2

1. Kompetitive learning, lingkup ini memungkinkan siswa untuk

berkompetisi satu sama lain sehingga nantinya akan ditemukan siswa yang unggul dan siswa yang tidak unggul dan akan diketahui pula siapa yang terbaik.

2. Individual learning, adalah lingkup dimana murid akan mempelajari dan merealisasikan tujuan tanpa keterkaitan terhadap cara yang dilakukan oleh murid lain.

1

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 240

2

Ayhan Dikici, dkk, The effects of cooperative learning on the abilities of pre-service art teacher candidates to lesson planning in Turkey, (Australian journal of teacher education, vol. 31, No. 2, 2006), h. 36


(21)

3. Cooperative learning, lingkup ini memungkinkan siswa untuk bekerja dalam sebuah kelompok. Berhasil atau tidak berhasil mereka akan bekerja secara bersama-sama untuk meraih suatu tujuan yang bermutu.

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.3

Selanjutnya mengenai pengertian pembelajaran kooperatif, sebagaimana dipaparkan oleh Roger T. Johnson & David W. Johnson bahwa kooperatif adalah bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Sementara itu, aktivitas individu dalam kooperatif adalah mencari hasil yang menguntungkan bagi dirinya sendiri maupun bagi seluruh anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif itu sendiri merupakan sebuah pola pembelajaran dengan memanfaatkan sedikit/beberapa kelompok sehingga para siswa akan bekerja secara bersama dan untuk mengoptimalkan dirinya terhadap pelajaran.4 Pembelajaran kooperatif didasarkan pada sebuah kepercayaan/keyakinan bahwa pembelajaran akan lebih efektif ketika siswa secara aktif terlibat dalam bertukar ide dan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas akademik.5 Kedua pengertian tersebut menggambarkan bahwa pembelajarn kooperatif adalah pembelajaran yang melibatkan para siswa untuk bekerjasama dalam belajar, dimana semua anggota kelompok bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Menurut Olsen dan Kagan, cooperative learning dapat didefinisikan sebagai sebuah bagian dari karya sastra dan penelitian yang telah diuji coba dampak dari kerjasamanya pada sebuah pendidikan.

3

Wina Sanjaya,....,h. 242 4

Roger T. Johnson and David W Johnson, Introduction to cooperative learning, (http://ei.cs.vt.edu/~mm/s01/docs/cooplearning.pdf.2001), diakses: 30-10-09

5

Effandi Zakaria and Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Educatio: A Malaysian Perspective, (Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology education, vol. 3 (1), 35-39, Universiti Kebangsaan, Selangor, Malaysia, 2007), h. 36


(22)

Cooperative learning ini menawarkan cara untuk mengelola kelompok agar bekerjasama untuk meningkatkan prestasi akademik.6

Model pembelajaran kooperatif sebagai strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur di dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih.7 Proses pembelajaran kooperatif yang aktif memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersama-sama dengan guru dan siswa lain mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri.8 Dengan demikian pembelajaran kooperatif membuat siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses pembelajaran, melainkan siswa juga dituntut untuk belajar dalam kelompoknya dengan cara belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain.

Dari definisi-definisi di atas, maka secara ringkas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang di dalamnya siswa dikelompokkan secara heterogen dan mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka, dan dituntut untuk saling partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang demokratis dan melatih siswa untuk dapat berpikir secara logis, sehingga dapat memaksimalkan kemampuan belajarnya.

6

Sonia Casal Madinabeitia, Cooperative learning , (Greta, 2006), h. 80 7

Yusri Panggabean, dkk, Strategi, Model, dan EvaluasiPembelajaran Kurikulum 2006,

(Bandung: Bina Media Informasi, 2007), h. 75 8

Khoirul Anam, Implementasi cooperative learning dalam pembelajaran geografi, adaptasi model jigsaw dan field study, Buletin pelangi pendidikan, Volume 3 No.2, 2000, h. 2


(23)

2. Unsur-unsur dalam Pembelajaran Kooperatif

Menurut Lungren, unsur-unsur dasar yang perlu untuk ditanamkan kepada siswa agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan lebih efektif adalah sebagai berikut:9

a. Para siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka “tenggelam” atau “berenang” bersama.

b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.

d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok.

e. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar.

g. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif .

Sumber lain menyebutkan, terdapat tiga inti pokok dari unsur pembelajaran kooperatif: 10

a) Ketergantungan positif b) Tanggung jawab individual c) Interaksi face to face

d) Pemanfaatan kecakapan diri dan group yang tepat.

9

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 47

10

Ian Clark, Assessment is for learning: Formative assessment and positive learning interactions, (Florida journal of education administration & policy vol 2, issue 1, 2008), h. 3


(24)

Dari beberapa unsur tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan, dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang positif.

3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif sangat menekankan adanya kerja sama siswa dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang dihadapi ketika proses pembelajaran berlangsung. Sebagaimana yang dikutip oleh Syukur Ghazali, Shepardson menyatakan ciri Belajar Kooperatif (BK) seperti berikut ini: 11

a. Pendidik harus mengupayakan terwujudnya interaksi antarpeserta didik yang berada dalam sebuah kelompok (student-to-student interaction). Karena itu, guru harus dapat menciptakan kondisi yang mampu memberikan kesempatan yang merata kepada anggota kelompok untuk memberikan pendapat, menyampaikan ringkasan, mempertahankan pendapat, atau pun memberikan jalan keluar jika diskusi mengalami kemacetan.

b. Pendidik harus menciptakan interdependensi positif di kalangan anggota kelompok. Artinya, masing-masing anggota kelompok harus diupayakan terlibat dalam kegiatan belajar ini. Dengan cara memberikan giliran yang telah diatur sebelumnya, pendidik dapat membuat murid untuk ikut berperan dalam kelompoknya. Pendidik perlu menjelaskan kepada kelompok bahwa masing-masing anggota harus membiasakan diri mendengarkan dengan baik pendapat anggota lain, menerima pendapat anggota lain jika pendapat itu lebih baik, dan

11

A. Syukur Ghazali, Menerapkan Paradigma Konstruktivisme melalui Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa,( Jurnal pendidikan & pembelajaran, vol.9, No. 2, Oktober 2002), h. 120


(25)

berupaya dapat membantu teman lain dengan menyumbangkan pikirannya.

c. Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan secara adil (individual accountability). Di dalam BK tidak ada peserta kelompok yang diperbolehkan mengemukakan pendapatnya secara sukarela. Berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya, masing-masing anggota kelompok akan menyampaikan pendapatnya. Karena itu, pada gilirannya, seorang anggota kelompok akan menerima tugas dari pendidik, misalnya sebagai pemimpin kelompok, sebagai perumus hasildiskusi, atau sebagai penyampai hasil diskusi.

d. Strategi BK menekankan pada pencapaian tujuan bersama (group process skill). Strategi ini mengajarkan kepada peserta didik untuk saling memberi informasi, saling mengajar jika ada anggota kelompok yang belum mampu, dan saling menghargai pendapat anggotanya. Proses mencapai kesepakatan kelompok ini dipraktikkan, ditumbuhkan, dan dipantau selama diskusi kelompok ini berlangsung.

Oleh karena itu, Cooperative Learning mempunyai peranan yang cukup penting dalam peningkatan kemampuan belajar dan hubungan positif di antara murid serta kesehatan jiwa.

4. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif

Peran guru dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai fasilitator, motivator, dan manajer belajar. Jadi, dalam pembelajaran dengan Cooperative learning peranan guru sangat kompleks, di samping sebagai seorang fasilitator guru juga berperan sebagai manager dan konsultan dalam memberdayakan kerja kelompok siswa.12 Dengan demikian pengetahuan tidak ditransfer atau dipindahkan begitu saja dari otak seorang guru kepada peserta didiknya, namun peserta didiklah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan

12

Khoirul Anam, Implementasi cooperative learning dalam pembelajaran geografi, adaptasi model jigsaw dan field study, (Buletin pelangi pendidikan, Volume 3 No.2,2000)


(26)

terhadap pengalaman mereka atau konstruksi yang telah mereka miliki sebelumnya.

5. Keunggulan dan kekurangan pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif tentunya memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan, antara lain: 13

a. Keunggulan pembelajaran kooperatif di antaranya:

1) Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan, kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain. 2) Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau

gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3) Dapat membantu anak untuk respek (peka) pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4) Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajar.

5) Merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan mengatur waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

6) Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.

7) Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).

13Wina Sanjaya,….


(27)

8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

b. Kelemahan pembelajaran kooperatif

Disamping memiliki keunggulan, pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan, antara lain sebagai berikut:

1) Untuk memahami dan mengerti filosofi pembelajaran kooperatif memang membutuhkan waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.

2) Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.

3) Penilaian diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa. 4) Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan. 5) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang

sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan individual.


(28)

Oleh karena itu idealnya melalui pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah. Dari uraian mengenai keunggulan dan kelamahan pembelajaran kooperatif tersebut, maka dapat dianalisis bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif, dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan interaksi antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa lainnya, bersifat multi arah, serta sangat komunikatif.

6. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran IPA

Pembelajaran kooperatif menganut pandangan konstruktivis dengan anggapan bahwa dalam proses belajar (a) murid-murid tidak menerima begitu saja pengetahuan yang didapatkan dan menyimpannya di kepala, melainkan mereka menerima informasi dari dunia sekelilingnya, kemudian membangun pandangan mereka sendiri tentang pengetahuan yang mereka dapatkan, dan (b) semua pengetahuan disimpan dan digunakan oleh setiap orang melalui pengalaman yang berhubungan dengan ranah pengetahuan tertentu.14

Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

Paham konstruktivisme merupakan paham yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan pembelajaran kooperatif. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi kita sendiri.

14

Fachrurrazy, Pendekatan Konstruktivis untuk Pengajaran Reading Bahasa Inggris,


(29)

Menurut konsep konstruktivisme, pengetahuan seseorang bersifat temporer, terus berkembang, terbentuk dengan mediasi masyarakat dan budaya. Pengetahuan itu tidak pernah berhenti berkembang. Pengetahuan dalam diri seseorang terbentuk ketika seseorang mengalami tempaan kognitif. Melalui perspektif ini belajar dapat dipahami sebagai proses terbentuknya konflik kognitif yang bergulir dengan sendirinya dalam diri seseorang ketika yang bersangkutan memperoleh pengalaman kongkret, wacana kolaboratif, dan kegiatan melakukan refleksi.15

Konstruktivisme menganggap bahwa peserta didik mulai dari usia kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan dari peristiwa (gejala) yang terjadi di lingkungan sekitar. Konstruktivisme ini yang menjadi landasan terhadap berbagai seruan dan kecenderungan yang muncul dalam dunia pembelajaran, seperti perlunya siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, perlunya siswa memiliki kemampuan untuk

mengembangkan pengetahuannya sendiri, perlunya siswa

mengembangkan kemampuan belajar mandiri serta perlunya guru berperan sebagai fasilitator, mediator dan manager dalam proses pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan pembelajaran IPA yang memuat aktivitas mempertanyakan dan meneliti fenomena alam melalui kegiatan observasi serta pencarian makna dari hasil observasinya, sehingga pembelajaran IPA tidak hanya mencakup produk IPA tetapi juga proses pembelajaran itu sendiri.

Catherine Twomey Fosnot dalam buku yang berjudul In Search of Understanding the Case for Constructivist Classrooms seperti yang dikutip oleh Syukur Ghazali memformulasikan 5 prinsip belajar menurut paradigma konstruktivisme yang satu sama lain berjalin berkelindan, yaitu:

a. Menghadapkan peserta didik kepada problem yang saling berkaitan b. Membuat struktur pembelajaran lewat konsep pokok dan di sekitar

pikiran dasarnya

15Syukur Ghazali,….


(30)

c. Mendorong dan menghargai munculnya pandangan dari dalam diri peserta didik

d. Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan dan kemauan peserta didik e. Selalu menilai kemajuan peserta didik melalui konteks pembelajaran. 16

Kelima prinsip akan menjadi lebih hidup subur di dalam kelas apabila guru dengan ikhlas menerima dan mendorong tumbuhnya otonomi dalam diri siswa, data mentah hasil belajar dan sumber utama rekaman hasil belajar lainnya dijadikan dasar untuk meneliti kemajuan belajar siswa. Kelas akan menjadi hidup dan suasana kelas konstruktivisme akan mendapatkan lahan yang subur apabila guru menerima dengan dada terbuka dan memberikan tempat terhadap munculnya pikiran siswa, rasa ingin tahu, keinginan meneliti, dialog guru-siswa dan siswa-siswa, serta keberanian mempersoalkan sesuatu yang belum jelas.

B. Teknik-teknik Pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki banyak teknik, dua di antaranya adalah teknik Think-Pair-Share dan teknik Think-Pair-Square. Kompetensi inti dari kedua teknik tersebut yaitu:17

1. Menulis, berbicara dan bentuk ekspresi diri lainnya.

2. Sintesis (perpaduan) dan analisis dalam memecahkan masalah, berpikir kritis meliputi penerapan alasan dan metode penafsiran serta pemikiran kuantitatif.

3. Pembelajaran kolaboratif dan kerja kelompok (teamwork).

4. Kompetensi alternatif yang signifikan bagi pembelajaran aktif yang didesain untuk dan sesuai bagi suatu topik tertentu.

Selanjutnya mengenai pengertian dan langkah-langkah dari teknik think pair share dan teknik think pair square, berikut penjelasannya:

16

Syukur Ghazali,...., h. 115 17

Schreyer institute for teaching excellence, Think Pair Share, (Penn state: University Park, 2007), h. 2


(31)

1. Teknik Think Pair Share a. Pengertian Think Pair Share

Kepandaian peserta didik sangat ditentukan oleh pendidik bagaimana mengarahkan siswa dalam berpikir serta dalam menyampaikan pendapatnya sendiri meskipun pendapatnya kurang tepat akan tetapi hal tersebut merupakan satu tolak ukur siswa dalam menyampaikan pendapatnya sendiri. Strategi diskusi yang melibatkan siswa-siswa berpikir secara individual dan berbagi ke seluruh kelas guna menjawab pertanyaan, mencari solusi dari suatu masalah atau mengerjakan tugas pelajaran itulah yang dimaksud dengan Think-Pair-Share.18 Think-Pair-Share adalah sebuah strategi sederhana untuk melibatkan kelas.19 Teknik ini mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi dan mensyaratkan siswa untuk berpikir terlebih dahulu sebelum berdiskusi dengan temannya.20 Prof. Frank Lyman dan asosiasinya (University of Maryland Howard County Southern Teacher Education Center, MD) telah mengembangkan suatu konsep yang sederhana tetapi memiliki daya guna yaitu konsep keahlian berpikir, Think-Pair-Share. Dalam Think-Pair-Share sebuah masalah dimunculkan, siswa berpikir sendiri tentang masalah yang dimunculkan itu dalam waktu yang telah ditentukan kemudian siswa berpasangan untuk mendiskusikan masalah dengan pasangannya. Selama waktu yang yang diberikan oleh guru untuk berbagi, siswa tergerak untuk berbagi solusi/jawaban dengan seluruh kelas.21

Dalam penerapan pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) teknik Think Pair Share pada kelas X-D ini terlebih dahulu diawali dengan pemberian pertanyaan oleh guru kepada seluruh siswa yang ada dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) yang kemudian

18

http://www.ilstu.edu/~hefishe/websitedoc/thinkpairshare.doc, May, 10 2007 19

Susan Ledlow, Using Think pair share in the college classroom, (Arizona state university: center for learning and teaching excellence, 2001), h.1

20Ian Clark, ….., h. 4 21

Spencer Kagan, Cooperative Learning, (Resources for theachers, Inc. 1(800) Wee Co-op,2000), h. 11:2


(32)

masing siswa diinstruksikan supaya berpikir secara mandiri [“think”], berpikir dalam mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Hal ini penting untuk merangsang daya pikir masing-masing siswa sebelum sampai pada tahap [“Pair”] yaitu proses bertukar jawaban atau gagasan sesama pasangan sebagai output dari proses berpikir pada tahapan sebelumnya. Selama tahap ini, siswa mendiskusikan jawaban mereka secara bersama-sama dari setiap pasangan kemudian mengisi jawaban mereka di Lembar Kerja Siswa yang telah disediakan. Berikutnya adalah tahapan yang terakhir yaitu [“share”], setiap pasangan yang terpilih bertugas untuk mengemukakan hasil diskusinya kepada teman kelasnya sebagai kesempurnaan dari keseluruhan prosedur pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Pada tahap [”think”] dalam Think Pair Share, inilah segala kenyataan bahwa 100% dari pelajar secara serempak bersama berjuang berfikir secara aktif. Pada tahap [“pair”], ada kemungkinan besar ditentukan oleh waktu, 50% siswa berbincang-bincang memecahkan permasalahan secara aktif.22 Think-Pair-Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.

22

James L. Cooper & Pamela Robinson, Getting Started: Informal Small-Group Strategies in Large Classes, (New direction for teaching and learning, no. 81, 2000), h. 18


(33)

Menurut Tom Creed, sebagaimana yang dikutip oleh Vera Apnia Handayani bahwa think pair share memiliki ciri-ciri sebagai berikut:23

1) Keadaan saling tergantung positif. 2) Siswa dapat belajar dari temannya.

3) Siswa bertanggung jawab secara individu.

4) Siswa dapat bertanggung jawab terhadap temannya dan berbagi ide. Siswa juga wajib membagi idenya kepada pasangan lain atau ke seluruh kelompok.

5) Adanya partisipasi yang sama.

6) Tiap siswa dalam kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk berbagi. Guru harus mengontrol agar tidak terjadi dominasi dari salah satu siswa saja.

7) Interaksi bersama.

8) Derajat interaksi yang tinggi. Hal ini terlihat pada saat seluruh siswa aktif dalam berbicara dan mendengarkan.

b. Langkah-langkah Think Pair Share

Prosedur pelaksanaan teknik Think Pair Share sangat sederhana yaitu setelah mengajukan sebuah pertanyaan, beritahu murid untuk memikirkannya secara diam, sebagai variasinya siswa boleh menulisnya secara diam (tergantung kompleksitasnya seorang guru dalam memberi waktu antara 10 detik-5 menit) kemudian murid berpasangan untuk membandingkan jawaban masing-masing dan pada tahap akhir guru memanggil siswa secara acak untuk memberikan kesimpulan tentang diskusi mereka.24 Langkah-langkah dasar dalam

23

Vera Apnia Handayani, upaya meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan metode pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share (TPS) pada konsep hidrokarbon, (Jakarta: Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan IPA-Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan-UIN Syarif Hidayatullah, 2009), Skripsi


(34)

Think Pair Share memiliki banyak persepsi, beberapa diantaranya adalah:

Menurut Deborah Allen & Kimberly Tanner:25 1) Berikan sebuah pertanyaan tentang sebuah topik.

2) Beri kesempatan kepada siswa untuk memikirkannya secara individu. Beri sekitar 30 detik atau lebih (tergantung kompleksitasnya).

3) Bentuk pasangan, untuk mendiskusikan jawaban individual mereka. Buat catatan yang ada dari jawaban masing-masing.

4) Undang salah satu pasangan untuk membaginya kepada semua siswa di kelas, kemudian tanyakan apakah ada pasangan lain yang memiliki jawaban berbeda.

5) Tuliskan dan siapkan kesimpulan akhir dari semua respon yang ada.

Menurut Trianto:26

Langkah 1: Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.

Langkah 2: Berpasangan (Pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

25

Deborah Allen & Kimberly Tanner, Approaches in Cell Biology Teaching, (Cell Biol Educ 1(1): 3-5, 2002)

26


(35)

Langkah 3: Berbagi (Sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Pada akhir pembelajaran guru memberi pertanyaan kuis untuk mengevaluasi ketercapaian kompetensi dan pengayaan pengetahuan siswa. Namun dalam mengerjakan kuis yang diberikan para peserta didik dilarang bekerja sama meskipun mereka masih tergabung dengan kelompoknya.

Menurut Yustini Yusuf:27

1) Thinking. Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri dalam beberapa saat.

2) Pairing. Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah diperkirakannya, disini pasangan akan memberikan berbagai jawaban dan berbagai ide jika persoalan khusus telah diidentifikasi.

3) Sharing. Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang hal yang telah mereka bicarakan, dilakukan bergiliran pasangan demi pasangan sampai lebih kurang seperempat pasangan yang ada di kelas mendapatkan kesempatan untuk melaporkannya.

Dari berbagai pendapat para ilmuan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa langkah-langkah teknik think pair share sebagai berikut:

1) Proses pemberian pertanyaan atau masalah oleh guru. 2) Think

Siswa diwajibkan memikirkan jawaban secara individual terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru.

27

Yustini Yusuf & Mariani Natalina, Upaya peningkatan hasil belajar biologi melalui pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur di kelas 1.7 SLTPN 20 Pekanbaru, jurnal biogenesis vol. 2(1): program studi pendidikan biologi FKIP Universitas Riau, 2005, h. 9


(36)

3) Pair

Siswa berpasangan untuk mendiskusikan jawaban yang telah diperoleh dari proses ”think”.

4) Share

Pasangan yang terpilih berbagi jawaban dengan teman sekelas.

2. Teknik Think Pair Square

a. Pengertian Think Pair Square

Teknik pembelajaran yang menekankan kepada peserta didik agar dapat mengutarakan pendapatnya secara individual bukan hanya teknik Think-Pair-Share, namun ada pula teknik lain yaitu teknik Think-Pair-Square yang merupakan variasi dari teknik Think-Pair-Share dimana siswa dalam pasangannya mendiskusikan jawabannya dengan kelompok berempat daripada dengan kelas.28 Dengan demikian siswa percaya diri dan kompeten.29 Think Pair Square memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.30

Think Pair Square merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dan juga merupakan modifikasi dari model Think Pair Share yang dikembangkan oleh Lyman. Perbedaannya terletak pada tahapan diskusinya saja. Pada model Think Pair Share setelah tahapan pair selesai, kemudian dilaksanakan diskusi kelas (share). Sedangkan pada model Think Pair Square, setelah tahapan pair selesai, mereka hanya melakukan tahapan diskusi kelompok berempat (square), dan tidak dilakukan diskusi kelas.

28James L. Cooper, dkk,….h. 19 29

Ian Clark, …., h. 4 30

Anita Lie, Cooperative learning mempraktikkan cooperative learning di ruang-ruang kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 57


(37)

b. Langkah-langkah (tahapan) Think Pair Square

Sebagai seorang guru juga membutuhkan satu pola ini (Think Pair Square) yang secara sederhana dapat meningkatkan pola pikir dan membangkitkan sebuah diskusi. Dalam hal ini, seorang guru tidak membutuhkan murid untuk saling berbagi mengenai jawaban-jawaban pada kelas. Tahapan teknik pembelajaran Think Pair Square tidak berbeda jauh dengan tahapan pada teknik pembelajaran Think Pair Share.

Penerapan pembelajaran kooperatif teknik think pair square hampir sama dengan teknik think pair share. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) teknik Think Pair Square pada kelas X-B ini terlebih dahulu diawali dengan pemberian pertanyaan oleh guru kepada seluruh siswa yang ada dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) yang kemudian masing-masing siswa diinstruksikan supaya berpikir secara mandiri [“think”], berpikir dalam mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Hal ini penting untuk merangsang daya pikir masing-masing siswa sebelum sampai pada tahap [“Pair”] yaitu proses bertukar jawaban atau gagasan sesama pasangan sebagai output dari proses berpikir pada tahapan sebelumnya. Selama tahap ini, siswa mendiskusikan jawaban mereka secara bersama-sama dari setiap pasangan kemudian mengisi jawaban mereka di Lembar Kerja Siswa yang telah disediakan. Berikutnya adalah tahapan yang terakhir yaitu [“square”], kedua pasangan bertemu kembali membentuk kelompok berempat untuk mendiskusikan kembali dari hasil diskusi berpasangan [“pair”].

Menurut Laura Candler, dalam tahap pelaksanaan think pair square, para siswa berpikir tentang jawaban mereka, berpasangan untuk mendiskusiknnya, dan membicarakan pemikiran-pemikiran yang dimilikinya dalam kelompok. Pada tahap akhir, mereka berdiskusi


(38)

berempat dari pada berbagi dengan kelas.31 Sedangkan menurut Fennell, tahap awal siswa diharapkan memikirkan jawaban secara individual terhadap pertanyaan yang diajukan guru (think), kemudian siswa dipasangkan dengan siswa lain dan memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikan pendapatnya (pair). Tahap akhir adalah squaring, dua pasangan bersama-sama mendiskusikan jawaban-jawaban mereka. 32

Berikut ini tahapan dalam melaksanakan teknik Think Pair Square yang dilakukan dalam proses pembelajaran di sekolah menurut Anita Lie sebagaimana yang telah dikutip oleh Juliah Dayrini:33

1) Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok.

2) Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri. 3) Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan

berdiskusi dengan pasangannya.

4) Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat.

Sumber lain mengatakan, langkah-langkah teknik think pair square dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:34

Tahap 1: Kelompok Kooperatif

Setiap siswa ditempatkan dalam suatu kelompok kecil (terdiri dari empat orang siswa) yang disebut kelompok kooperatif.

Tahap 2: Thinking (berpikir sendiri)

31

Laura Candler, Cooperative learning & Hands-On Science, Science division, Kagan Cooperative Learning 1 800 WEE CO-OP, 2000

32

Fennell, Hope-Arlene, Students perceptions of cooperative learning strategies in post-scondary classrooms, diakses di www.eric.ed.gov.com. Tgl. 13-01-2009

33

Juliah Dayrini, perbandingan hasil belajar matematika siswa antara yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Square dengan yang menggunakan metode discovery learning, Jakarta:UIN Jakarta, 2008. Skripsi

34Nub’atussaniyah,

Pengaruh pembelajaran kooperatif teknik think pair square terhadap hasil belajar matematika siswa, Jakarta: Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Skripsi


(39)

Guru mengajukan pertanyaan kepada semua kelompok kooperatif yang berhubungan dengan materi pelajaran, kemudian setiap siswa dari kelompok kooperatif diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

Tahap 3: Pairing (berpasangan)

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain dalam kelompok berempat untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide. Jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi.

Tahap 4: Square (berempat)

Guru meminta kepada siswa berpasangan untuk bertemu kembali dalam kelompok berempat. Dan masing-masing siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat, dapat berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah dibicarakan secara bergiliran dari masing-masing kelompok berempat di depan kelas.

Secara ringkas, kesimpulan dari berbagai pendapat tersebut dapat dilihat pada bagan alur berikut ini:35

1. PEMBERIAN SOAL

Guru memberikan lembar soal yang berisikan tentang suatu permasalahan, berikut beberapa pertanyaan tentang permasalahan tersebut.

2. THINK

Siswa A, B, C dan D secara individu mengerjakan soal yang telah diberikan. Ket: Siswa A & B adalah teman satu bangku. Begitu juga dengan siswa C dan D.

35

Intang Rustini, Keterampilan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran kooperatif teknik think pair square dalam kegiatan praktikum materi pencemaran air, Bandung: FMIPA UPI, Skripsi

B A

D C


(40)

3. PAIR

Siswa Mengerjakan Soal Yang Sama, Bekerja Sama Dengan Teman Satu Bangkunya (Berpasangan).

Ket: Siswa A bekerja dengan siswa B. Begitu juga dengan siswa C dan D.

1. THINK

Siswa A, B, C dan D secara individu mengerjakan soal yang telah diberikan. Ket: Siswa A & B adalah teman satu bangku. Begitu juga dengan siswa C dan D.

Gambar 2.1 Ilustrasi teknik Think-Pair-Square

Pelaksanaan teknik Think-Pair-Square dimulai dengan tahap Think di mana setiap siswa dituntut untuk berusaha memecahkan permasalahan secara mandiri. Disusul dengan tahap Pair di mana setiap siswa bergabung dengan siswa lainnya, mereka dituntut untuk mengerjakan permasalahan yang sama seperti sebelumnya dengan cara diskusi. Masuk ke tahap selanjutnya yaitu tahap Square di mana setiap kelompok pair bergabung dengan kelompok pair lainnya sehingga dibentuk kelompok yang terdiri dari empat sampai enam orang untuk mengerjakan permasalahan yang sama seperti pada tahapan-tahapan selanjutnya.

A B

C

4. SQUARE

Setiap pasangan kerja bergabung dengan pasangan kerja lain (bergabung dengan pasangan kerja/bangku belakangnya), dan mengerjakan soal yang sama.

B A

D C


(41)

Penulis menyimpulkan bahwa langkah-langkah teknik think pair square sebagai berikut:

1)Proses pemberian pertanyaan atau masalah oleh guru. 2)Think

Siswa diwajibkan memikirkan jawaban secara individual terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru.

3)Pair

Siswa berpasangan untuk mendiskusikan jawaban yang telah diperoleh dari proses ”think”.

4)Square

Berdiskusi membentuk kelompok berempat.

C. Hasil belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Di dalam pendidikan, seorang guru memberikan suatu metode pembelajaran kepada peserta didik haruslah sesuai dengan karakteristik peserta didik tersebut agar tujuan pembelajaran tersebut tercapai dan dapat dipahami dengan mudah. Belajar atau yang disebut juga dengan learning, merupakan kewajiban bagi setiap manusia, karena sebagai makhluk sosial dan berbudaya memerlukan perkembangan yang baik antara dirinya dan lingkungannya. Sehingga dengan belajar, manusia dapat mengembangkan dirinya. Belajar didefinisikan sebagai salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia.36 Sedangkan menurut Wittrock, belajar adalah suatu terminologi yang menggambarkan suatu proses perubahan melalui pengalaman, dan proses tersebut mempersyaratkan perubahan yang relatif permanen berupa sikap, pengetahuan, informasi kemampuan dan keterampilan melalui pengalaman.37 Belajar sebagai

36

Zikri Neni Iska, Psikologi: Pengantar Pemahaman Diri dan Ligkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), h. 76

37

Nurdin Ibrahim, Pemanfaatan tutorial audio interaktif untuk perataan kualitas hasil belajar (suatu kajian), (Jurnal pendidikan dan kebudayaan, No. 044, Tahun Ke-9, September, 2003), h. 734


(42)

proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya.

Burton dalam bukunya The Guidance of Learning activities seperti yang dikutip oleh Drs. Moh. Uzer Usman menjelaskan bahwa dalam belajar akan terdapat change atau ”perubahan” yang berarti bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya.

Selanjutnya mengenai hasil belajar, Gagne dkk menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa.38 Definisi lain oleh beliau mengenai hasil belajar adalah terbentuknya konsep yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Skema itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seeorang.39 Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar adalah tingkah laku yang dimiliki individu sebagai akibat dari proses belajar yang ditempuh.

Beberapa pengertian tentang hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat memberi gambaran bahwa hasil belajar merupakan produk yang telah dicapai oleh siswa dalam bentuk perubahan-perubahan pada diri siswa yang diharapkan terjadi setelah proses belajar. Proses belajar siswa bukan hanya merupakan penguasaan pengetahuan semata atau berbagai hal yang pernah diajarkan atau dilatih akan tetapi

38

I Wayan Koyan, Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Penalaran Verbal Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn),

(Jurnal pendidikan dan pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003), h. 7 39

Purwanto, Tujuan pendidikan dan hasil belajar, jurnal teknodik (Jakarta: pustekom, 2005), h.153


(43)

juga meliputi perubahan tingkah laku yang relatif menetap dalam diri siswa. Dengan demikian maka hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran serta prestasi siswa dalam proses pembelajaran.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Belajar biologi akan berhasil bila proses belajarnya baik, yaitu melibatkan intelektual anak secara optimal. Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat bersumber pada dirinya atau di luar dirinya. Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Zikri Neni Iska, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar antara lain:40

a. Internal/dalam, yakni:

1) Fisiologi, yang terdiri dari kondisi fisik dan panca indera.

2) Psikologi, yang terdiri dari bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognisi.

b. Eksternal/luar, yakni:

1) Lingkungan, yang terdiri dari alam dan sosial.

2) Instrumental, yang terdiri dari kurikulum, guru, sarana prasarana, administrasi dan manajemen.

Faktor-faktor tersebut berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dalam proses dan hasil belajar yang dicapai siswa.

3. Pengukuran Hasil Belajar

Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi. Ada tiga aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar capaian kompetensi tersebut, yakni sebagai berikut:41

40

Zikri Neni Iska, ...., h. 85 41

Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi (Jakarta:UIN Jakarta Press, 2006), h. 13


(44)

a. Hasil Belajar Penguasaan Materi (Kognitif)

Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, yakni (1) tingkat pengetahuan/ingatan (knowledge), (2) tingkat pemahaman (comprehension), (3) tingkat penerapan (application), (4) tingkat analisis (analysis), (5) tingkat sintesis (synthesis), (6) tingkat evaluasi (evaluation).

b. Hasil Belajar Proses (Normatif/Afektif)

Hasil belajar proses berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metode. Terdiri dari lima tingkatan yaitu (1) tingkat perhatian/penerimaan (receiving), (2) tingkat tanggapan (responding), (3) tingkat menilai, (4) tingkat organisasi (organization), (5) tingkat karakterisasi (characterization). c. Hasil Belajar Aplikatif (Psikomotor)

Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotorik terbagi menjadi 7 tingkatan, yakni: (1) persepsi (perception), (2) kesiapan (set), (3) gerakan terbimbing (guided response), (4) gerakan terbiasa (mechanism), (5) gerakan kompleks (complex overt response), (6) penyesuaian pola gerakan (adaption), (7) kreativitas/keaslian (creativity/origination).

Ketiga ranah tersebut merupakan objek penilaian hasil belajar dan di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai materi-materi pelajaran.

D. Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dengan teknik Think Pair Share dan Think Pair Square memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa.


(45)

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Muslimin dengan judul ”Pengaruh pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share terhadap hasil belajar Biologi siswa” (2008) dan yang dilakukan oleh Nurlaela yang berjudul ”Efektivitas metode pembelajaran kooperatif struktural Think Pair Share dalam meningkatkan prestasi belajar matematika” (2006), menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share memberikan pengaruh yang positif pada kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal ini diketahui dari hasil nilai t hitung sebesar 3,52 sedangkan t tabel pada taraf signifikasi 0,05 sebesar 1,99 atau t hitung > t tabel sehingga H0 ditolak. 42

Hasil penelitian Nurlaela dibuktikan dengan lebih tingginya rata-rata nilai hasil belajar kelas kooperatif Think Pair Share yaitu sebesar 68,2 dan metode ekspositori sebesar 59,3. Hal ini berarti bahwa pembelajaran dengan menggunakan teknik Think Pair Share memberikan kontribusi yang baik terhadap hasil belajar siswa karena menurut penjelasan dari peneliti, bahwa dengan penerapan teknik ini siswa memiliki apresiasi positif atas metode yang digunakan.43

Penelitian yang dilakukan oleh Hikmah Dwi Rumbia (2009) yang berjudul ”Penerapan Pembelajaran Kooperatif teknik Think Pair Square untuk mengurangi kecemasan belajar matematika siswa” diperoleh hasil bahwa penerapan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Square dapat mengurangi kecemasan belajar matematika, serta dapat meningkatkan hasil belajar matematika, hal ini dibuktikan dengan perolehan peningkatan persentase rata-rata yaitu sebesar 88,82%.44

42

Muslimin, Pengaruh pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share terhadap hasil belajar Biologi siswa, Jakarta: Program studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Skripsi

43

Nurlaela, Efektifitas metode pembelajaran kooperatif structural Think Pair Share dalam meningkatkan prestasi belajar matematika, Jakarta: Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. Skripsi

44

Hikmah Dwi Rumbia, Penerapan pembelajaran kooperatif teknik think-pair-square untuk mengurangi kecemasan belajar matematika siswa, Jakarta: Jakarta: Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Skripsi


(46)

Penelitian yang dilakukan oleh Nub’atussaniyah dengan judulnya ”pengaruh pembelajaran kooperatif teknik think pair square terhadap hasil belajar matematika siswa” (2008) diperoleh t hitung sebesar 2,25 dan nilai t tabel sebesar 1,674, hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan pembelajaran kooperatif teknik think pair square lebih tinggi dari pada siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional.45 Hasil penelitian lain yang telah dilakukan oleh Juliah Dayrini (2008) yang berjudul ”Perbandingan hasil belajar matematika siswa antara yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Square dengan yang menggunakan metode discovery learning” diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan rata-rata yang nyata antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Square dengan yang menggunakan metode discovery learning, hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan thitung<ttabel yaitu 1,96 < 2,00. 46

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, penggunaan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share dan teknik Think Pair Square membawa pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar.

E. Kerangka Pikir

Pembelajaran yang bersifat teacher centered untuk masa sekarang dipandang kurang efektif karena kurang melibatkan pengembangan kemampuan berpikir dan kurang aktif, kurang dapat mengembangkan kemampuan kolaborasi dalam proses belajar, peserta didik kurang termotivasi dan kurang bertanggung jawab terhadap proses belajar.

Sejalan dengan berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sekarang ini, dimana menuntut paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran yaitu orentasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru

45Nub’atussaniyah,

Pengaruh pembelajaran kooperatif teknik think pair square terhadap hasil belajar matematika siswa, Jakarta: Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Skripsi

46

Juliah Dayrini, perbandingan hasil belajar matematika siswa antara yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Square dengan yang menggunakan metode discovery learning, Jakarta:UIN Jakarta, 2008. Skripsi


(47)

(teacher centered) beralih pada murid (student centered). Oleh karena itu siswa harus aktif dalam pembelajaran (active learning). Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di sekolah baik di dalam kelas atau di luar kelas. Siswa akan dapat termotivasi untuk belajar bila seorang guru menerapkan model pembelajaran yang tepat, inovatif, dan mampu meningkatkan keaktifan serta hasil belajar siswa sehingga tujuan pembelajaran akan dapat tercapai sesuai dengan kompetensi yang menjadi acuan pembelajaran.

Dalam sejarah pendidikan dunia telah banyak dikenal para ilmuwan atau ahli pendidikan yang sangat berperan mencetuskan ide-ide yang terkait dengan pembelajaran aktif yang sangat bermanfaat terutam bagi peserta didik karena guru berusaha mengajak siswa aktif berpikir mandiri, maka siswa tidak merasa menjadi obyek pendidikan melainkan menjadi subyek pendidikan.

Memberi pertanyaan dalam sebuah pembelajaran adalah salah satu cara untuk membuat siswa lebih aktif, dapat digunakan untuk mangetahui sebuah pemahaman, serta membuat siswa mampu menerapkan kemampuannya. Cara tersebut sebagaimana yang diterapkan pada model pembelajaran koperatif (cooperative lerning) teknik Think pair Share dan teknik Think Pair Square. Keduanya sangat tepat direalisasikan dalam pelajaran Biologi. Penerapan kedua teknik tersebut pada dasarnya memiliki persamaan dalam proses awal yaitu dengan memberikan pertanyaan atau masalah. Hal lain pada penerapan kedua teknik tersebut adalah menghendaki siswa untuk berpikir secara individu (think), berpikir secara berpasangan (pair), dan mengkomunikasikan hasil diskusi kepada temannya. Namun terdapat perbedaan dari keduanya yaitu ketika melakukan teknik Think Pair Share, hasil diskusi berpasangan didiskusikan pada seluruh siswa di kelas sehingga siswa akan lebih mengerti, memahami dan saling memberi masukan terhadap kelompok lain. Ini lebih efektif jika dibandingkan dengan teknik Think Pair Square


(48)

yang hanya mendiskusikan hasil diskusi berpasangannya terbatas kepada kelompok berempat saja. Dari tahap-tahap kedua teknik tersebut, siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena tiap-tiap siswa dituntut mengeluarkan gagasan/pendapat serta mengemukakannya kepada teman di kelas sehingga siswa lebih memahami konsep yang dipelajari. Dengan demikian diduga akan adanya perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan teknik Think-Pair-Share dan teknik Think Pair Square.

Gambar 2.2 Kerangka berpikir teknik Think pair Share & Think Pair Square dengan hasil belajar

Student centered (Active learning)

Guru Siswa

Cooperative learning

Model pembelajaran inovatif Ada proses berpikir

(konstruktivisme)

Think Pair Share

diskusi berempat

Think Pair Square

diskusi kelas

HASIL BELAJAR

Diawali dengan proses pemberian pertanyaan

Siswa pasif

Siswa jenuh Pembelajaran


(49)

F. Perumusan Hipotesis

Bertolak dari masalah dan kerangka pikir maka hipotesis penelitian ini adalah: Terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share dan teknik Think Pair Square.


(50)

37

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan oktober s/d desember 2009 pada semester ganjil (I) tahun ajaran 2009/2010 yang bertempat di Madrasah Aliyah Annida Bekasi kelas XB dan XD dengan alamat Jl.K.H. Mas Mansyur No.91 Bekasi.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen atau eksperimen semu. Penelitian ini melibatkan dua macam perlakuan dengan membuat kelompok A (siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share) dan kelompok B (siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Square).

Tabel 3.1 Desain penelitian

Kelompok Pre test Perlakuan Post test

A O1 XA O2

B O3 XB O4

Keterangan:

A : Kelas Think-Pair-Share B : Kelas Think-Pair-Square

O1 : Tes awal (pretes) pada kelompok A

O3 : Tes awal (pretes) pada kelompok B

XA : Kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik

Think-Pair-Share

XB : Kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik

Think-Pair-Square

O2 : Tes akhir (postes) pada kelompok A


(51)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan individu yang dijadikan penelitian, atau suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan perhatian penelitian. Dalam penelitian ini populasi target meliputi seluruh siswa Madrasah Aliyah Annida Bekasi. Sedangkan populasi terjangkaunya yaitu seluruh siswa kelas X (sepuluh) dari Madrasah Aliyah tersebut.

2. Sampel

Sampel merupakan representatif dari populasi yang diteliti (bagian populasi namun dapat mewakili populasi yang ada) atau sejumlah individu yang dijadikan objek ataupun subjek dalam penelitian yang akan dilakukan.

Penentuan sampel ditentukan secara Purposive Sampling yakni pengambilan sampel yang didasarkan atas adanya tujuan tertentu, dalam hal ini berdasarkan rata-rata hasil belajar yang seimbang artinya pada dua kelas yang menjadi eksperimen tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang sangat menonjol. Adapun prosedur sebagai berikut: Dari jumlah kelas X (sepuluh) Madrasah Aliyah tersebut hanya diambil dua kelas yaitu kelas pertama sebagai kelas eksperimen (kelas XD) menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share dan kelas kedua sebagai kelas kontrol (kelas XB) menggunakan teknik Think-Pair-Square.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai 2 variabel yaitu: 1. Variabel terikat (Y) adalah hasil belajar biologi siswa.

2. Variabel bebas (X) adalah pengajaran dengan menggunakan teknik Think-Pair-Share dan teknik Think-Pair-Square.


(52)

E. Teknik Pengumpulan Data

Dari penelitian ini diperoleh data berupa skor hasil belajar biologi siswa yang diperoleh melalui tes obyektif yaitu berupa pilihan ganda (5 pilihan) dari tingkat C1 sampai C4 pada materi jamur.

Adapun urutan pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:

1. Melakukan observasi untuk menentukan kelas-kelas yang akan dijadikan kelas-kelas eksperimen yaitu yang akan diberi perlakuan teknik Think-Pair-Share dan yang akan diberi perlakuan teknik Think-Pair-Square. 2. Memberikan tes kemampuan awal (pretes) tentang materi jamur di kedua

kelas eksperimen.

3. Memberikan treatment (perlakuan) kepada kelas yang dijadikan subjek penelitian dengan perlakuan teknik Think-Pair-Share dan perlakuan teknik Think-Pair-Square.

4. Memberikan tes kemampuan akhir (postes) di kedua kelas dengan soal-soal yang sama.

5. Menilai hasil tes yang diperoleh dari kedua kelompok perlakuan, yaitu kelompok yang diajar dengan menggunakan teknik Think-Pair-Share dan kelompok yang diajar menggunakan teknik Think-Pair-Square, untuk selanjutnya data yang telah diperoleh dianalisis dan dipersiapkan untuk membuat laporan penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan adalah tes hasil belajar biologi siswa, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai materi yang telah diberikan. Tes hasil belajar ini dalam bentuk tes objektif atau dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 40 soal dengan 5 option. Instrumen ini mengukur aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3) dan

Analisis (C4). Tes hasil belajar biologi diberikan sebelum dan setelah siswa

mempelajari materi dengan pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share dan Think-Pair-Square pada kelasnya masing-masing


(53)

1. Validitas instrumen

Validitas berasal dari kata validity, dapat diartikan tepat atau shahih, yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Artinya, bahwa valid tidaknya suatu alat ukur tergantung kepada mampu tidaknya alat tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.1

Hasil uji validitas dari 40 soal yang dibuat, hanya 19 soal yang valid, dan 6 soal hasil analisis dosen dengan tujuan untuk mencapai indikator-indikator yang ada pada materi tersebut.

2. Reliabilitas tes

Reliabilitas (rely+ability=reliability) bermakna keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, atau konsistensi. Dapat diartikan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya atau konsisten.2

Dari hasil uji coba diperoleh reliabilitasnya sebesar 0,69 termasuk dalam kategori reliabilitas tinggi.

3. Uji taraf kesukaran (Difficulty index)

Tingkat kesukaran merupakan salah satu analisis kuantitatif konvensional paling sederhana dan mudah. Hasil hitungnya merupakan proporsi atau perbandingan antara siswa yang menjawab benar dengan keseluruhan siswa yang mengikuti tes. Indeks kesukaran rentangannya dari 0,0-1,0.3

Berdasarkan perhitungan dalam penelitian ini diperoleh kategori sukar berjumlah 3 yaitu nomor 12, 28 dan 30. Soal kategori sedang berjumlah 16 yaitu nomor 1, 2, 10, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 22, 27, 29, 34, 36, 39, dan 40. Soal kategori mudah berjumlah 13 yaitu nomor 5, 6, 8, 9, 11, 18, 25, 31, 32, 33, 35, 37, dan 38. Soal kategori sangat mudah berjumlah 8 yaitu nomor 3, 4, 7, 15, 21, 23, 24, dan 26.

1

Ahmad Sofyan, Evaluasi pembelajaran berbasis kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta, 2006), h. 105

2

Ahmad Sofyan,….., h. 105 3


(54)

4. Daya pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).4 Dari hasil perhitungan diperoleh hasil daya pembeda terbesar 1,00 termasuk dalam kategori baik sekali.

Semua kalibrasi instrumen tes objektif (kognitif) tersebut dihitung menggunakan program Anates.

G. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Kuantitatif a. N-Gain

Setelah diperoleh data nilai pretes dan postes tiap siswa, kemudian dilakukan perhitungan Normal Gain untuk mengetahui peningkatan hasil belajar yang diperoleh dengan menggunakan rumus N-Gain sebagai berikut:5

pretes

skorideal

pretes

postes

gain

N

Dengan kategorisasi perolehan: g-tinggi : nilai (g) > 0,70 g-sedang : nilai 0,07 (<g>) 0,30 g-rendah : nilai (g) < 0,03

setelah dilakukan pengolahan data, diperoleh rata-rata N-Gain kelompok think pair share 0,62 dan rata-rata N-Gain kelompok think pair square 0,57, keduanya tergolong kategori sedang.

4

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar evaluasi pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi aksara, 2008), h. 211

5

Nengsih Juanengsih, Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Melalui Pendekatan Induktif Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Biologi Siswa, (Jakarta: Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 43


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model cooperative learning teknik think-pair-share terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem peredaran darah : kuasi eksperimen di smp pgri 2 ciputat

0 11 202

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pendekatan pembelajaran kooperatif model think, pair and share siswa kelas IV MI Jam’iyatul Muta’allimin Teluknaga- Tangerang

1 8 113

Perbandingan hasil belajar biologi dengan menggunakan metode pembelajaran cooperative learning tipe group investigation (GI) dan think pair share (TPS)

1 5 152

Peningkatan hasil belajar PKn melalui pendekatan Think-Pair-Share

0 9 153

Penerapan model pembelajaran cooperative teknik think pair square (Tps) dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih kelas VIII H di Mts pembangunan uin Jakarta

0 15 161

Perbedaan hasil belajar biologi siswa menggunakan model Rotating Trio Exchange (RTE) dengan Think Pair Share (TPS) pada konsep virus

1 7 181

Peningkatan Hasil Belajar Ips Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Thinks Pair Share Pada Siswa Kelas V Mi Manba’ul Falah Kabupaten Bogor

0 8 129

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SQUARE DAN THINK PAIR SHARE Perbedaan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Model Pembelajaran Think Pair Square Dan Think Pair Share Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sukodono Sragen Tahu

0 1 15

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SQUARE DAN THINK PAIR SHARE Perbedaan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Model Pembelajaran Think Pair Square Dan Think Pair Share Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sukodono Sragen Tahu

0 1 11

PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SQUARE DENGAN THINK-PAIR-SHARE.

0 2 24