HUBUNGAN PANJANG TELAPAK TANGAN DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU LAMPUNG DI DESA NEGERI SAKTI KABUPATEN PESAWARAN

(1)

HUBUNGAN PANJANG TELAPAK TANGAN DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU LAMPUNG

DI DESA NEGERI SAKTI KABUPATEN PESAWARAN

(Skripsi)

Oleh Muslim Thaher

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN HAND LENGTH AND LAMPUNG MALE’S STATURE IN NEGERI SAKTI VILLAGE

PESAWARAN DISTRICT

BY

MUSLIM THAHER

Lampung province has a strategic position for the mobility of Sumatra’s people, with 7,608,405 inhabitant. The dense mobility resulted in high rates of accidents and crime. Measurement of body parts can be estimate the stature. There are various formulas that have been formulated by experts in forensic medicine on stature estimation by measuring the length of the bone, but not enough research to find a formula on the human in Lampung. This study was conducted in Negeri Sakti Village, Pesawaran District.

An analytical cross sectional study had conducted on 34 Pepadun Lampung males. The subject of this study is 21-50 years old. Then, the stature and hand length are measured to find the correlation and the regression formula between them.

There is a strong correlation between the length of left hand and the male stature of pepadun Lampung ethnic (r=0.627) with formula: Y=89,241 + 3,913x ± 4,66 cm. The right hand length also has a strong correlation (r=0.622) with formula: Y=86,156 + 4,082x ± 4,68 cm; there is Y = Stature, x = hand length. Right and left hand length have identical measured (sig=0.375). Both of those formula could be use to estimated the stature of pepadun Lampung ethnic.


(3)

ABSTRAK

HUBUNGAN PANJANG TELAPAK TANGAN DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU LAMPUNG

DI DESA NEGERI SAKTI KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

MUSLIM THAHER

Provinsi Lampung mempunyai makna strategis bagi mobilitas masyarakat dari dan menuju Pulau Sumatera dengan jumlah penduduk sebesar 7.608.405 jiwa. Mobilitas penduduk yang padat mengakibatkan tingginya tingkat kecelakaan dan kriminalitas. Pengukuran bagian tubuh tertentu dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan korban. Ada berbagai macam formula yang telah dirumuskan oleh para ahli kedokteran forensik tentang perkiraan tinggi badan dengan mengukur panjang bagian tulang secara langsung, namun penelitian untuk mencari formula pada orang hidup belum banyak dilakukan khususnya terhadap Suku Lampung. Telah dilakukan pengukuran panjang telapak tangan untuk mengetahui korelasinya dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung Pepadun di Desa Negeri Sakti, Kabupaten Pesawaran.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross sectional terhadap 34 pria dewasa suku lampung pepadun berusia 21-50 tahun yang dilakukan pengukuran panjang telapak tangan kanan dan kiri untuk mencari formula hubungan panjang telapak tangan dan tinggi badan dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi linier.

Terdapat hubungan yang kuat antara panjang telapak tangan kiri tinggi badan pada pria dewasa Suku Lampung Pepadun (r = 0,627) dengan perkiraan tinggi badan: Y=89,241 + 3,913x ± 4,66 cm. Panjang telapak tangan kanan juga memiliki hubungan yang kuat (r=0,622) dengan perkiraan tinggi badan berdasarkan panjang telapak tangan kanan, yaitu: Y=86,156 + 4,082x ± 4,68 cm; dimana Y = perkiraan tinggi badan dan x = panjang telapak tangan. Panjang telapak tangan kanan dan kiri memiliki nilai yang identik (sig=0,375), sehingga rumus keduanya memiliki tingkat akurasi yang sama dalam memperkirakan tinggi badan seorang pria dewasa dari suku Lampung.


(4)

HUBUNGAN PANJANG TELAPAK TANGAN DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU LAMPUNG

DI DESA NEGERI SAKTI KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

MUSLIM THAHER Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

Judul Skripsi : HUBUNGAN PANJANG TELAPAK TANGAN DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU

LAMPUNG DI DESA NEGERI SAKTI KABUPATEN PESAWARAN

Nama Mahasiswa : Muslim Thaher

Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011064 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

dr. Handayani Dwi Utami, M.Sc., Sp.F dr. Reni Zuraida M. Si NIP. 197712012003122001 NIP. 197901242005012015

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Handayani Dwi Utami, M.Sc., Sp.F

Sekretaris : dr. Reni Zuraida, M. Si

Penguji

Bukan Pembimbing : dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 14 Januari 1992, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak M. Syaifuddin dan Ibu Muchsodah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Muhammadiyah 24, Rawamangun Jakarta pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 115 Jakarta pada tahun 2006, Sekolah Menengah Atas di SMAN 91 Jakarta pada tahun 2009. Dan pada tahun 2009 juga penulis diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur ujian Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai lembaga kemahasiswaan, dimulai dengan anggota muda (KARDIAK) FSI Ibnu Sina tahun 2009, kemudian menjabat Kepala Bidang Akademik FSI Ibnu Sina tahun periode 2010-2011, selanjutnya dipercaya juga menjadi Kepala Dinas Kajian Strategis dan Advokasi (KASTRAD) BEM FK Unila tahun 2011-2012, Wakil Gubernur BEM FK Unila tahun 2011-2012, Ketua Asisten Dosen Laboratorium Anatomi FK Unila, dan ketua Musholla Asy-Syifa FK Unila 2012-2013.

Pada tahun 2011, penulis terpilih menjadi mahasiswa teladan tingkat universitas dari UKM Birohmah Unila dan MITI (Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi


(8)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, finalis 24 besar Olimpiade Anatomi tingkat Nasional di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, dan Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa tingkat Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penulis juga aktif mengajar dalam berbagai lembaga bimbingan belajar privat di Bandar Lampung.


(9)

”Maha Suci Allah,

yang semuanya dalam kekuasaan-Nya

dan kepada-

Nya kamu sekalian dikembalikan”

(Yaasiin: 83)

sebuah karya kecilku ini kepada...

Bapak, Ibu, kakak, dan adik

yang menyelipkan doa untuk ku……

Dalam setiap sujudnya ada do’a.

Dalam setiap air matanya ada

cinta. Dalam setiap tuturnya ada hikmah. Dalam setiap geraknya

ada pelita..

Sungguh terima kasih atas semua dukungan selama ini,,

semoga ku menjadi lebih baik dari sebelumnya..


(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat serta karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul "HUBUNGAN PANJANG TELAPAK TANGAN DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU LAMPUNG DI DESA NEGERI SAKTI KABUPATEN PESAWARAN” adalah salah satu syarat menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung. 2. Dr. Sutyarso, M.Biomed, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung;

3. dr. Nurlis Mahmud, M.M., selaku pembimbing utama sebelum akhirnya dipanggil Yang Kuasa tanggal 11 Desember 2012. Sosok bapak dengan pendekatan penuh kasih. Begitu lembut beliau meninggalkan kami para mahasiswa, ketika tiba-tiba terjatuh di seminar proposal ku tertanggal 8 November 2012. Semoga bakti beliau mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Sungguh kami sangat mencintai mu. Terima kasih atas semua waktu, ilmu, dan saran-saran dari dokter demi perbaikan proposal skripsi;


(11)

ii

4. dr. Handayani Dwi Utami, M.Sc., Sp.F, selaku Pembimbing Utama. Terima kasih telah meluangkan waktu, memberikan kritik, saran serta nasihat yang bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Reni Zuraida, M.Si, selaku Pembimbing Pendamping. Terima kasih telah meluangkan waktu, memberikan kritik, saran serta nasihat yang bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;

6. dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes, selaku pembahas. Terima kasih atas semua

perbaikan pada skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik; 7. Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Unila atas ilmu yang

telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan bagi masa depan dan cita-cita;

8. Untuk semua staf dan karyawan di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Lampung yang membantu dalam proses pembelajaran semasa kuliah dan penyelesaian skripsi ini terutama Ibu Sofi, Mba Yulis, Mba Mega, Mas Wawan, Pak Makmun, Mba Ida, dan Bang Dai;

9. Keluargaku, Bapak dan Ibu, Mas Fathur, dan Adik ku Mita. Aku yakin semua mulai berubah lebih baik. Terima kasih atas kasih sayang, doa, motivasi yang tiada pernah putus sampai saat ini, dan inspirasi dalam kehidupan aku. Terima kasih untuk selalu percaya bahwa aku pasti bisa. Aku mengasihi kalian semua;

10. Bapak Kepala Desa dan Sekdes Desa Negeri Sakti. Terima kasih atas keluangan waktu yang bapak berikan kepada saya di Desa Negeri Sakti, Pesawaran.


(12)

11. Semua warga Desa Negeri Sakti pada umumnya dan khususnya pada responden atas kerjasama yang telah diberikan kepada kami pada kami ; 12. Tim Asisten Dosen Anatomi; DM, Karisma, Ikbal, Ummi, Nola, Debora, dan

Ebi yang sudah memberikan kepercayaan kepada saya untuk memimpin laboratorium Anatomi. Terima kasih untuk semua dukungan terdekat selama ini.

13. Tim skripsi anatomi; Chenso, Reza, Hawa, Agnes, dan Debora yang sangat kompak berkunjung ke tempat penelitian, mulai dari satu rumah ke rumah yang lain.

14. Sahabat ukhuwah FSI Ibnu Sina; Nanang, Ryan, Sulaiman, Riyan, Arif, Galih, Hanif, dan rekan perjuangan lainnya yang banyak menguatkan makna Ketuhanan. Sungguh persaudaraan yang paling erat adalah persaudaraan dalam ikatan ukhuwah silaturahim. Terima kasih atas semua pendampingannya. Semoga Allah meridhoi kita menjadi dokter yang “CERDAS, BERUKHUWAH, BERKARAKTER”

15. Rekan-rekan BEM; Nora Ramkita, kak Heru Sigit, DM, Ratu Erika, Meta Sakina, Hani, Nanang, Nola, dan lainnya yang telah solid membawa perubahan di FK Unila. HIDUP MAHASISWA!

16. Sahabat panitia pembangunan musholla Asy-Syifa FK Unila; Kak Heru, Wika, Gina, Easy, Nyimas, Ismat, Chofi, dan panitia lainnya yang telah bersungguh-sungguh untuk mewujudkan musholla yang selama ini kita rindukan. Terima kasih atas kerjasamanya, semoga kelak Musholla tersebut berdiri megah di bumi dan surga;


(13)

iv

17. Penduduk kost, dan Ibu kost yang menyediakan rumahnya untuk aku tempati selama berkuliah. Seperti keluarga sendiri aku merasakan kehangatan yang selalu timbul bersama. Terima kasih telah menjadikan kostan menjadi tempat yang menyenangkan;

18. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 “DORLAN”, terima kasih untuk kebersamaannya selama ini. Semoga kita menjadi dokter-dokter yang professional. Amin..

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat digunakan sebagai referensi yang bermanfaat bagi peneliti selanjutnya, serta masyarakat pembacanya. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2013

Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... .... iii

DAFTAR GAMBAR... ... iv

I. PENDAHULUAN ... .. 1

A. Latar Belakang Masalah……... ... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian…... ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

D. Kerangka Pemikiran... ... 8

E. Hipotesis... ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA... ... 13

A. Aspek Anatomi Telapak Tangan... ... 13

B. Pertumbuhan Tulang ... 18

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Badan... .. 20

D. Prosedur Identifikasi... ... 26

E. Identifikasi Tulang ... ... 26

F. Antropometri... .. 27


(15)

H. Gambaran Suku Indonesia dan Suku Lampung... ... 35

III. METODE PENELITIAN... ... 39

A. Desain Penelitian... ... 39

B. Waktu dan Tempat... .... 39

C. Populasi dan Sampel... .... 39

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi... .. 41

E. Alat Penelitian... ... 42

F. Prosedur Penelitian... . 43

G. Variabel Penelitian... ... 45

H. Definisi Operasional... .... 45

I. Pengolahan dan Analisis Data... ... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... .... 49

A. Hasil ... .... 49

B. Pembahasan ... .... 53

V. SIMPULAN DAN SARAN... 61

A. Simpulan... .... 61

B. Saran... .... 62

DAFTAR PUSTAKA... ... 63


(16)

(17)

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa lebih. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antar pulau tersebut digabungkan, maka luas Indonesia menjadi 1.9 juta mil persegi. Jumlah penduduk yang banyak dan luasnya kepulauan di Indonesia tentunya akan menimbulkan mobilitas penduduk yang sangat tinggi pada lima kepulauan utama yaitu Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Papua (BPS, 2013).

Pulau Sumatera merupakan pulau terpadat kedua di Indonesia setelah Pulau Jawa dengan Provinsi Lampung sebagai gerbang batas selatan Sumatera. Provinsi Lampung merupakan posisi strategis bagi mobilitas masyarakat dari dan menuju Pulau Sumatera dengan jumlah penduduk sebesar 7.608.405 jiwa (BPS, 2013). Mobilitas penduduk yang padat mengakibatkan tingginya tingkat kecelakaan dan kriminalitas. Korban kecelakaan atau bencana terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, dan hangus terbakar memerlukan identifikasi lebih lanjut. Kondisi tersebut dapat menyebabkan hilang dan terpotongnya bagian tubuh tertentu (Kuntoadi, 2008).


(19)

2

Hilang dan terpotongnya bagian tubuh tertentu juga dapat terjadi pada kasus mutilasi. Kasus mutilasi yang sering terjadi, selain dijumpai potongan tubuh korban pada bagian kepala dari leher, leher dari badan, atau pada setiap persendian anggota gerak, kemungkinan juga akan dapat dijumpai anggota tubuh tangan yang terpisah dari lengan, hal ini dilakukan untuk menghilangkan identitas korban. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang (Ismurrizal, 2011).

Identifikasi dalam bidang Forensik mengacu terhadap korelasi antara tinggi badan dengan panjang tulang panjang keenam anggota tubuh (humerus, radius, ulna, femur, tibia, dan fibula). Identifikasi personal juga diperlukan pada berbagai kasus kekerasan yang dapat masuk ke dalam kepentingan kasus pidana maupun perdata. Keahlian khusus sangatlah diperlukan dalam penilaian terhadap cara/teknik mengukur anggota tubuh tersebut dan menentukannya sebagai perkiraan panjang badan/tinggi badan korban sewaktu masih hidup (Nandy A, 1996).

Perkiraan tinggi badan dapat diperoleh dari pengukuran tulang secara langsung. Beberapa peneliti memilih untuk melakukan pengukuran percutan (diatas kulit) pada orang hidup dengan pertimbangan identifikasi secara langsung. Hasil pengukuran dengan cara yang berbeda akan sedikit memberikan hasil yang berbeda, namun perbedaan tersebut tidak besar, sehingga tidak menimbulkan kesalahan interpretasi proporsi tinggi badan terhadap panjang tulang yang diukur. Hal ini karena pada orang hidup terdapat lapisan lemak dan jaringan ikat sedangkan dengan menggunakan tulang utuh tidak terdapat lagi lapisan tersebut. Korelasi antara tinggi badan dengan panjang tulang penyusun


(20)

tubuh ini, salah satunya adalah tulang panjang. Tinggi badan pada manusia cenderung memiliki variasi yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Variasi tersebut cendrung dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin, usia, status gizi, generasi serta kelompok etnis (Hamilah,1990).

Indonesia merupakan negara yang memiliki beratus-ratus suku. Masing-masing dari tiap suku memiliki bentuk fisik dan kebudayaan yang khas. Bentuk fisik tersebut itu dipengaruhi oleh beberapa kondisi lingkungan dan genetik yang membuat berbeda dengan suku lainnya. Salah satu parameter bentuk fisik yang khas adalah morfologi jaringan lunak/keras tulang dan tinggi badan. Tinggi badan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya memiliki perbedaan (Koentjaraningrat,1989).

Penelitian dengan penerapan rumus regresi mengenai penentuan tinggi badan berdasarkan panjang tulang panjang sudah banyak dilakukan, tetapi belum mencakup seluruh suku mengingat beranekaragamnya suku di Indonesia. Dari beratus-ratus jenis suku yang ada di Indonesia, suku Lampung merupakan salah satu suku yang masih sedikit dilakukan penelitian pada identifikasi struktur tubuh (Kuntoadi, 2008). Pada penelitian ini, sampel yang dipilih hanya pria dewasa Suku Lampung (berusia 21-50 tahun), karena pria memiliki aktivitas yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat yang akan meningkatkan risiko terhadap kecelakaan atau kriminalitas. Selain itu pria Suku Lampung memiliki etos kerja tinggi yang sesuai dalam pedoman hidup masyarakat Lampung. Suku Lampung mengenal istilah “mak nyerai ki mak karai, mak nyedor ki mak bador” yang bermakna berani menghadapi tantangan, sehingga akan membuat tingginya paparan terhadap lingkungan (Putriana, 2008). Usia sampel yang


(21)

4

dipilih harus lebih dari 21 tahun karena penutupan epifisis mengikuti urutan kronologis sesuai tulang yang bersangkutan dan akan tuntas saat berumur 20 tahun (Junqueira, 2007). Populasi penelitian ini adalah penduduk suku Lampung asli yang tinggal di Desa Negeri Sakti Kabupaten Pesawaran dengan 80% penduduknya mayoritas suku Lampung, yang dilihat secara historis maupun kultural merupakan kelompok masyarakat Lampung yang beradat pepapun (Muhammad, 2002).

Hasil pengukuran menggunakan rumus regresi tertentu memiliki tingkat akurasi yang berbeda pada setiap suku dan ras. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, ternyata rumus regresi yang didapatkan antara peneliti yang satu dengan yang lain didapatkan hasil yang berbeda-beda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak (2012) terdapat korelasi yang kuat antara panjang tulang ulna dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung di desa Bumi Nabung Ilir (r=0,736). Penelitian tersebut menggunakan sampel sebanyak 40 orang pria dewasa berusia diatas 22 tahun meenghasilkan perkiraan tinggi badan berdasarkan panjang tulang ulna pada pria dewasa suku Lampung dengan rumus regresi : Y= 67,441 + 3,607x. Sementara Ismurrizal (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan panjang telapak tangan dengan tinggi badan pada sampel semua kepaniteraan klinis junior kedokteran yang sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu kedokteran forensik dan medikolegal di RSU Provinsi. H. Adam Malik dan RSU Dr. Pringadi Kota Medan. Total sampel yang digunakan pada penelitian tersebut sebanyak 261 orang (91 orang laki-laki dan 170 orang


(22)

perempuan) dalam periode bulan Desember 2010 sampai dengan januari 2011, didapatkan hasil rumus regresi : TB (laki-laki) = 92.576 + 4.346 (panjang telapak tangan kanan); dan TB (laki-laki) = 90.576 + 4.511 (panjang telapak tangan kiri) (Ismurrizal, 2011).

Dalam penelitian ini pengukuran akan dilakukan pada salah satu bagian tubuh manusia yaitu bagian panjang telapak tangan. Telapak tangan merupakan salah satu bagian tubuh yang paling mudah dijangkau dari anggota gerak bagian atas. Telapak tangan juga merupakan bagian yang sering dilakukan mutilasi untuk menghilangkan jejak/identitas, sehingga jika hanya ditemukan telapak tangan dapat dilakukan identifikasi perkiraan tersebut berdasarkan telapak tangan selain pemeriksaan sidik jari dan identifikasi lain. Identifikasi hubungan panjang telapak tangan dan tinggi badan pria dewasa Suku Lampung juga belum sama sekali dilakukan. Telapak tangan merupakan struktur tubuh yang tersusun dari tulang panjang (os metacarpal dan phalanges) dan tulang pendek (os carpal). Panjang telapak tangan adalah panjang yang diukur dari ujung jari tangan yang terjauh (gelangan terpanjang) hingga pergelangan tangan, yaitu pada permukaan tonjolan dari mata tangan kiri dan kanan (malleolus medialis dan lateralis). Pengukuran akan dilakukan dalam posisi sikap telapak tangan ekstensi dengan jari-jari yang dirapatkan (Ismurrizal, 2011). Berdasarkan dari latar belakang yang diuraikan di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang hubungan tinggi badan dengan panjang telapak tangan pada pria dewasa suku Lampung.


(23)

6

B. Rumusan Masalah

Provinsi Lampung merupakan posisi strategis bagi mobilitas masyarakat dari dan menuju Pulau Sumatera dengan jumlah penduduk sebesar 7.608.405 jiwa. Mobilitas penduduk yang padat mengakibatkan tingginya tingkat kecelakaan dan kriminalitas yang dapat menyebabkan hilangnya bagian tubuh. Kondisi tersebut akan mempersulit identifikasi terhadap korban. Salah satu upaya identifikasi adalah mengetahui tinggi badan korban. Pengukuran bagian tubuh tertentu dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan korban. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa pengukuran panjang dari berbagai tulang panjang dapat digunakan sebagai cara penentuan tinggi badan berdasarkan pengukuran bagian tubuh tertentu. Pengukuran bagian tubuh untuk identifikasi tersebut akan lebih akurat jika digunakan pada populasi yang spesifik berdasarkan ras, suku, dan jenis kelamin (Hamilah, 1990). Penelitian untuk meneliti hubungan panjang telapak tangan dan tinggi badan Suku Lampung juga belum ada, padahal pemahaman terhadap kelompok ini sangatlah penting.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:

a. Berapa rata-rata tinggi badan pria dewasa suku Lampung?

b. Berapa rata-rata panjang telapak tangan pria dewasa suku Lampung?

c. Bagaimana hubungan tinggi badan dengan panjang telapak tangan pada pria dewasa suku Lampung?

d. Bagaimana penerapan rumus regresi antara panjang telapak tangan dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung?


(24)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan panjang telapak tangan dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menentukan rumus regresi dan koefisiensi korelasi dari hubungan tinggi badan dengan panjang telapak tangan kiri pada pria dewasa suku Lampung.

b. Untuk menentukan rumus regresi dan koefisiensi korelasi dari hubungan tinggi badan dengan panjang telapak tangan kanan pada pria dewasa suku Lampung.

c. Mencari perbedaan panjang telapak tangan kanan dan kiri serta menentukan rumus regresi dan koefisiensi korelasi dari hubungan tinggi badan dengan panjang telapak tangan pada pria dewasa suku Lampung.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti, menambah ilmu pengetahuan tentang metode penelitian, bidang anatomi dan antropometrik serta menerapkan ilmu yang didapat.

2. Bagi Institusi masyarakat, memperluas wawasan di bidang kesehatan.

3. Bagi Instansi terkait dan Rumah S akit, hasil penelitian diharapkan dijadikan pertimbangan untuk penatalaksanaan prosthesis


(25)

8

dan keperluan rehabilitasi medik di Bidang Ortopedi, Bidang Kedokteran Forensik untuk memperkirakan tinggi badan mayat yang tidak utuh dengan menggunakan telapak tangan terutama pada suku Lampung.

4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai acuan atau bahan pustaka untuk penelitian yang serupa.

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi badan seorang individu terdiri dari dua faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor pengaruh yang berasal dari dalam individu sendiri tanpa adanya intervensi dari luar dan cenderung memiliki sifat statis. Faktor eksternal merupakan faktor pengaruh yang berasal dari luar individu dengan berbagai intervensi dan manipulasi yang dapat diterima dari kondisi sekitar (Supariasa, 2002).

Faktor internal dapat berupa pengaruh variasi genetik, ras, suku bangsa, jenis kelamin, dan hormonal (Supariasa, 2002). Faktor genetik yaitu anak yang berpostur tinggi memiliki orang tua yang berpostur tinggi, sedangkan anak yang berpostur pendek memiliki orang tua yang berpostur pendek pula, sehingga karakteristik suatu suku dipengaruhi variasi genetik (Koentjaraningrat, 1989). Ras merupakan suatu sistem klasifikasi yang digunakan untuk mengkategorikan manusia dalam populasi atau kelompok besar dan berbeda melalui ciri fenotipe, asal-usul geografis, tampang jasmani dan kesukuan yang terwarisi (Abizadeh, 2001). Terdapat tiga ras suku utama di dunia yaitu kaukasoid, mongoloid, dan


(26)

negroid yang menunjukkan perbedaan tinggi badan secara signifikan (Koentjaraningrat, 1989). Provinsi Lampung sebagai salah satu provinsi di Sumatera terdiri dari beragam suku diantaranya suku lampung asli dan non lampung yang terdiri dari melayu, minang, jawa, bali, batak dan lain-lain. Dari suku Lampung tersebut, terdapat jenis suku Lampung pepadun dan suku Lampung peminggir (Muhammad, 2002).

Suku bangsa juga berpengaruh terhadap ciri khas fisik yang dapat dibedakan berdasarkan bentuk struktur tubuh tertentu. Sementara faktor internal lainnya adalah jenis kelamin akan bersinergis dengan faktor hormonal untuk pertumbuhan tulang yang akan semakin cepat pada grow spurt di masa pubertas (Supariasa, 2002).

Faktor eksternal yang mempengaruhi tinggi badan dapat berasal dari berbagai jenis, yaitu lingkungan, pertumbuhan sosio ekonomi, gizi, tidur, olahraga, dan penyakit. Lingkungan dapat berasal dari lingkungan prenatal dan lingkungan post natal. Lingkungan prenatal berupa kondisi ibu ketika hamil dengan berbagai obat-obatan atau makanan yang mempengaruhi perkembangan janin dengan disertai kemungkinan faktor mekanis trauma dan cairan ketuban. Lingkungan post natal mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir antara lain lingkungan biologis, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit infeksi, dan gangguan metabolism tubuh (Soetjiningsih, 1995).

Pertumbuhan sosio ekonomi dapat berpengaruh kepada masalah gizi yang dihasilkan, seperti pendidikan orang tua, pekerjaan dan pendapatan, teknologi, dan budaya. Sosio ekonomi tersebut akan mempengaruhi daya beli dan asupan makanan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan (Aritonang, 1994). Sementara


(27)

10

pertumbuhan tulang memerlukan berbagai macam nutrisi protein, vitamin, dan mineral. Mineral utama bagi pertumbuhan tulang adalah kalsium (Davies, 1997)

Pertumbuhan tinggi badan dapat dipengaruhi dari pola tidur seorang individu. Semakin berkualitas tidur seseorang, maka hormon pertumbuhan semakin bekerja optimal, sehingga pertumbuhan tinggi badan akan maksimal. Hal serupa juga timbul dari olahraga. Olahraga mempengaruhi tinggi badan seseorang dari hormon pertumbuhan yang terus dipacu saat melakukan olahraga teratur. Gerakan-gerakan olahraga juga secara langsung merangsang tulang kaki dan punggung untuk bertambah panjang (Davies, 1997). Berikut ini adalah kerangka teori dan konsep penelitian tentang hal-hal yang berpengaruh terhadap tinggi badan.

Gambar 1. Kerangka Teori

Tinggi Badan

Faktor Eskternal 1. Lingkungan

2. Pertumbuhan Sosio ekonomi 3. Gizi

4. Tidur 5. Olahraga 6. Penyakit Faktor Internal

1. Genetik 2. Ras

3. Suku bangsa 4. Jenis kelamin 5. Hormonal


(28)

2. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

Pada Gambar 2 dapat dilihat sebuah tabel kerangka konseptual yang menunjukkan penentuan tinggi badan berdasarkan panjang telapak tangan kanan dan kiri berdasarkan formula regresi yang akan diperoleh sehingga memperkirakan tinggi badan seseorang. Bagaimana hubungan pengaruh usia, jenis kelamin, status gizi dan suku terhadap penentuan tinggi badan dan proses identifikasi akan dilihat dalam penelitian ini.

F. Hipotesis

Dari paparan di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara panjang telapak tangan dengan tinggi badan.

Panjang Telapak Tangan

Kanan Kiri

Variabel terkendali : - usia

- Jenis Kelamin - Status Gizi - Suku Formula Regresi


(29)

12

2. Diperlukan penerapan regresi khusus untuk menentukan tinggi badan pada suku Lampung di Desa Negeri Sakti Kabupaten Pesawaran dengan menggunakan telapak tangan.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspek Anatomi Telapak tangan

Struktur anatomis telapak tangan terdiri dari dua bagian utama yaitu : a. Bagian tulang : Carpal, metacarpal, dan phalangs

b. Bagian lunak : Otot, saraf, vascular, jaringan lemak, dan jaringan ikat sendi (Snell, 2006)

1. Bagian Tulang Telapak tangan a. Carpal

Tulang carpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan ujung distal ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal dari tulang metacarpal. Antara tulang-tulang carpal tersebut terdapat sendi geser. Ke delapan tulang tersebut adalah scaphoid, lunatum, triqutrum, piriformis, trapezium, trapezoid, capitatum, dan hamatum. (Moore, 2002).

b. Metacarpal

Metacarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat pada pergelangan tangan dan bagian proksimalnya berartikulasi dengan distal tulang-tulang carpal. Khususnya di tulang metacarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk) terdapat tulang sesamoid (Moore, 2002)


(31)

14

Gambar 3. Gambaran tulang penyusun telapak tangan (Snell, 2006)

c. Tulang-tulang phalangs

Tulang-tulang phalangs adalah tulang-tulang jari, terdapat dua phalangs di setiap ibu jari (phalangs proksimal dan distal) dan 3 di masing-masing jari lainnya (phalangs proksimal, medial, dan distal). Sendi engsel yang terbentuk antara tulang phalangs membuat gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama untuk menggenggam sesuatu. (Moore, 2002)

2. Bagian Lunak Telapak Tangan a. Otot-otot Telapak Tangan

Otot-otot tangan intrinsik digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu : a. Otot-otot thenar dalam kompartemen thenar


(32)

b. Musculus adductor pollicis dalam kompartemen adductor c. Otot-otot hypothenar dalam kompartemen hyphothenar

d. Otot-otot tangan pendek (Musculi lumbricales dalam komparteman tengah dan musculi interossei antara ossa metacarpi) (Snell, 2006).

Otot-otot thenar (musculus abductor pollicis brevis, musculus flexor pollicis brevis, dan musculus opponens pollicis terutama berfungsi untuk mengadakan oposisi pollex (digitus primus). Gerak majemuk ini dimulai dengan ekstensi, lalu dilanjutkan dengan abduksi, fleksi, endorotasi, dan biasanya aduksi. (Moore, 2002).

Gambar 4. Diseksi tangan, memperlihatkan vagina synovialis tendini digiti manus 1-5 (biru) tendo otot-otot fleksor panjang (Moore, 2002)


(33)

16

b. Saraf-saraf Telapak Tangan

Saraf- saraf telapak tangan adalah nervus medianus dan nervus ulnaris. Nervus ulnaris akan mempersarafi musculus flexor carpi ulnaris, musculus flexor digitorum profundus/ FDP (untuk fleksi DIP joint/ distal inter phalang joint jari 4 dan 5), dan sebagian besar otot intrinsik tangan termasuk mm. lumbricales (untuk fleksi MCP/Metacarpo phalangeal 4 dan 5). Cedera pada nervus ulnaris akan menyebabkan kecenderungan tertarik ke depan oleh FDP tanpa adanya tarikan lumbricales, kondisi yang demikian disebut Claw Hand (main en griffe). (Moore, 2002).

Nervus medianus mempersarafi semua otot antebrachium kompartemen anterior flexor - kecuali m. flexor carpi ulnaris dan m. FDP / flexor digitorum profundus jari ke-4 dan ke-5 (bagian radial). N. Medianus juga mempersarafi otot regio thenar (m. flexor policis brevis, m. abductor policis brevis dan m. opponens policis (Snell, 2006). Cedera nervus medianus bagian proksimal akan memberikan gambaran obstetricus hand/ Benedict, accoucheur’s hand, Pitcher’s Hand. Cedera nervus medianus akan menyebabkan gambaran ape hand (Moore, 2002)

c. Arteri-arteri Telapak Tangan

1. Arteri Ulnaris

Arteri ulnaris mempercabangkan ramus profundus dan kemudian berlanjut ke telapak tangan sebagai arcus palmaris superficialis. Arcus palmaris superficialis adalah lanjutan langsung arteri ulnaris. Di lateral, arcus ini dilengkapi oleh cabang arteria radialis. Empat arteriae digitales dipercabangkan dari bagian cembung arcus dan berjalan ke jari (Snell, 2006).


(34)

2. Arteri Radialis

Arteri radialis membelok ke medial di antara caput obliqum dan caput tranversum musculi adductor pollicis dan berlanjut sebagai arcus palmaris profundus. Arcus palmaris profundus merupakan lanjutan langsung arteri radialis. Arcus arterial palmaris superficialis dan profundus diikuti oleh arcus venosus palmaris superficialis dan profundus yang menerima darah dari cabang yang sesuai. (Snell, 2006).


(35)

18

B. Pertumbuhan Tulang

Kerangka merupakan organ penyangga tubuh kita sehingga tubuh dapat berdiri tegak. Ada sekitar 206 jumlah tulang manusia dewasa yang membentuk bangun tubuh manusia (Snell, 2006). Sedangkan pada anak-anak jumlah tersebut sebenarnya lebih dari 300 tulang. Proses pertumbuhan anak-anak (bayi) menjadi dewasa menyebabkan terjadinya penyatuan beberapa tulang sehingga ketika dewasa jumlahnya menjadi lebih sedikit (Parker, 1992).

Tempat dua tulang atau lebih yang saling berhubungan dinamakan sendi. Beberapa sendi tidak mempunyai pergerakan, namun beberapa sendi lainnya ada yang memiliki gerakan sedikit dan banyak. Mengukur tinggi badan adalah mengukur tubuh yang dibentuk oleh tulang yang dihubungkan dengan sendi. Struktur utama yang membentuk tinggi badan adalah kepala, leher, tulang belakang dan tulang-tulang panjang kaki (Snell, 2006).

Pada tulang-tulang panjang ekstremitas (alat gerak) terjadi perkembangan secara osifikasi endokondral, dan osifikasi ini merupakan proses lambat dan tidak lengkap dari mulai dalam kandungan sampai usia sekitar 18-20 tahun atau bahkan dapat lebih lama lagi (Snell, 2006). Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan, sampai usia kira-kira 10 tahun anak pria dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang kira-kira sama. Sejak usia 12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan wanita, sehingga kebanyakan pria yang mencapai remaja lebih tinggi daripada wanita. Pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang atau dikenal dengan “Epifise Line” akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang, penutupan dari garis epifise line tersebut rata-rata sampai dengan umur 21 tahun (Byers, 2008). Hal inilah yang


(36)

menjadi dasar peneliti menetapkan usia sampel penelitian (subjek penelitian) diatas 21 tahun agar tidak terjadi bias yang besar pada pengukuran, oleh karena pertumbuhan tulang yang masih berlanjut bila dilakukan dibawah usia 21 tahun.

Seluruh permukaan tulang, kecuali permukaan yang mengadakan persendian, diliputi oleh lapisan jaringan fibrosa tebal yang dinamakan periosteum. Periosteum banyak mengandung pembuluh darah, dan sel-sel pada permukaannya yang lebih dalam bersifat osteogenik. Periosteum khususnya berhubungan erat dengan tulang-tulang pada tempat-tempat perlekatan otot, tendon, dan ligamentum pada tulang (Snell, 2006).

Gambar 6. Gambaran komponen tulang panjang pada potongan sagital (Byers, 2008)


(37)

20

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tinggi Badan

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk dalam faktor internal adalah genetik, obstetrik dan seks, yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan, gizi, obat-obatan dan penyakit (Supariasa,2002).

1. Genetik

Faktor genetik merupakan faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan individu, termasuk diantaranya keturunan ras, suku, dan orang tua. Ras merupakan suatu sistem klasifikasi yang digunakan untuk mengkategorikan manusia dalam populasi atau kelompok besar dan berbeda melalui ciri fenotipe, asal-usul geografis, tampang jasmani dan kesukuan yang terwarisi. Sebuah kelompok atau populasi dengan ciri beberapa konsentrasi, hubungan keluarga seperti tingkat dan distribusi, partikel keturunan (gen) atau karakter fisik, yang muncul fluktuatif, dan sering menghilang dalam waktu tertentu dengan alasan isolasi geografis dan budaya. Setiap kelompok ras tersebut cenderung memiliki perbedaan dasar yang memisahkan kelompok ini dari yang lain, kemudian akan terintegrasi menjadi suku yang memiliki kemiripan dalam budaya dan karakter fisik (Koentjaraningrat, 1989).

Faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak dengan orangtuanya dalam hal bentuk tubuh, proporsi tubuh dan kecepatan perkembangan. Faktor ini cukup dominan dalam menentukan tinggi badan seseorang yang sudah ada sejak lahir. Seorang anak yang memiliki ibu dan ayah berpostur tinggi akan tumbuh menjadi seorang dewasa yang berpostur tinggi


(38)

pula. Begitupun sebaliknya, jika ayah dan ibunya pendek akan mewarisi sifat serupa kepada anak. Dapat diamati bahwa orang-orang Afrika meskipun tidak mendapatkan gizi makanan yang baik, namun memiliki postur yang tinggi. Hal itu dapat terjadi lebih dikarenakan faktor keturunan atau genetik ini. Secara umum, faktor genetik ibu lebih berpengaruh daripada faktor genetik dari ayah (Supariasa, 2002).

2. Lingkungan

Yang termasuk dalam faktor lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan biofisik dan psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari dan sangat berperan dalam menentukan tercapainya potensial bawaan. Menurut Soetjiningsih (1995) secara garis besar lingkungan dibagi menjadi lingkungan pra natal dan lingkungan post natal (Supariasa, 2002).

a. Lingkungan Pra-Natal.

Lingkungan pra natal adalah terjadi pada saat ibu sedang hamil, yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari masa konsepsi sampai lahir seperti gizi ibu pada saat hamil menyebabkan bayi yang akan dilahirkan menjadi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan lahir mati serta jarang menyebabkan cacat bawaan. Selain dari pada itu kekurangan gizi dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan pada janin dan bayi lahir dengan daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah terkena infeksi, dan selanjutnya akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tinggi badan. Selain itu faktor lingkungan pada masa pra natal lainnya yang berpengaruh adalah mekanis yaitu trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan


(39)

22

pada bayi yang akan dilahirkan. Faktor toksin atau zat kimia yang disengaja atau tanpa sengaja dikonsumsi ibu melalui obat-obatan atau makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan kecacatan, kematian atau bayi lahir dengan berat lahir rendah. (Supariasa, 2002).

b. Lingkungan Post-Natal

Lingkungan post natal mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir antara lain lingkungan biologis, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit infeksi, adanya gangguan fungsi metabolisme dan hormon. Selain itu faktor fisik dan biologis, psikososial dan faktor keluarga yang meliputi adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat turut berpengaruh (Soetjiningsih, 1995).

3. Pertumbuhan dan Status Sosial Ekonomi

Penyebab timbulnya masalah gizi yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang adalah faktor sosial ekonomi yang meliputi :pendidikan orang tua, pekerjaan dan pendapatan, teknologi, budaya dan lain-lain. Keterbatasan sosial ekonomi ini juga berpengaruh langsung terhadap pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, pemberian makanan pada bayi, pemeliharaan kesehatan dan sanitasi lingkungan yang akhirnya mempengaruhi daya beli dan asupan makanan untuk memenuhi kebutuhan akan pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta pencegahan terhadap penyakit infeksi yang kesemuanya berakibat pada gangguan pertumbuhan (Aritonang, 1994).


(40)

masyarakat yang miskin dan kaya tercermin dari kebiasaan pengeluaran mereka. Masyarakat miskin akan menghabiskan 80 % uangnya untuk membeli makanan dan apabila ada peningkatan pendapatan maka makanan yang akan dipilih adalah yang kaya akan protein. Sedangkan di negara-negara maju hanya 45 % pendapatannya dibelanjakan untuk makanan. Sehingga, tingkat pendapatan menentukan pola makan dan apa yang akan dibeli baik kualitas maupun kuantitasnya. Berdasarkan penelitian Berg (1986) didapatkan perbedaan tinggi badan anak dari keluarga kaya karena faktor genetik berkisar 2 – 3 cm, sedangkan perbedaan yang disebabkan karena faktor sosial ekonomi adalah sekitar 10 – 12 cm (Berg, 1986).

4. Faktor Gizi

Faktor gizi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi badan adalah: kalori, protein, Iodium dan zat gizi mikro seperti vitamin A, Zink (Zn). Gizi makanan sangat penting dalam membantu pertumbuhan tinggi badan seseorang. Hal ini terbukti dari orang Eropa yang memiliki tubuh lebih tinggi daripada orang Asia. Salah satu sebabnya adalah gizi makanan yang dikonsumsi sehari-hari mereka jauh lebih baik daripada gizi makanan yang dikonsumsi oleh orang-orang Asia (Davies, 1997).

Balita mengalami pertambahan tinggi badan yang pesat karena balita mendapatkan gizi yang sangat baik, terutama dari susu yang mereka minum. Susu adalah makanan yang memiliki gizi ”sempurna” bagi pertumbuhan tulang (tubuh). Susu mengandung semua zat yang dibutuhkan tulang untuk bertambah panjang. Protein, Kalsium, Magnesium, berbagai macam vitamin dan berbagai


(41)

24

macam mineral ada dalam kandungan susu (Bland, 1996).

Pertumbuhan tulang memerlukan berbagai macam nutrisi protein, vitamin dan mineral. Mineral utama bagi pertumbuhan tulang adalah ”kalsium”. Tanpa kalsium dalam jumlah yang cukup, tulang tidak akan memanjang secara optimal. Kalsium adalah mineral paling penting bagi tulang untuk tumbuh menjadi panjang, tebal dan kuat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa usia paruh baya yang selalu mengkonsumsi kalsium secara cukup jarang terkena penyakit osteoporosis dan punggung membungkuk. Selain penting bagi pertumbuhan dan kekuatan tulang, kalsium juga berperan dalam mencegah kanker usus besar. Vitamin D juga penting bagi tubuh membantu untuk menyerap kalsium. Sumber vitamin D yang baik adalah susu, susu kedelai, margarin, ikan, hati dan kuning telur. Jika tidak dapat mengkonsumsi vitamin D dari makanan-makanan tersebut, didapatkan pasokan vitamin D melalui multivitamin. Namun tentu saja vitamin D alami jauh lebih baik (Davies, 1997).

5. Pola tidur

Tidur berkualitas sangat penting dalam memaksimalkan pertumbuhan tinggi badan karena hormon pertumbuhan bekerja penuh sewaktu tidur. Semakin berkualitas tidur seseorang, maka hormon pertumbuhan semakin bekerja optimal. Kondisi tersebut akan menghasilkan pertambahan tinggi badan secara optimal pula. Pengukuran tinggi badan pada pagi hari tepat setelah bangun tidur akan memberikan hasil yang berbeda, meskipun telah dewasa (tidak lagi dalam masa pertumbuhan). Tinggi badan akan bertambah sewaktu bangun tidur (biasanya 1-2 cm). Ini disebabkan oleh karena adanya pertambahan panjang


(42)

tulang rawan pada punggung dan kaki. Pertambahan tinggi badan ini bersifat sementara saja. Pada sore hari tinggi badan kembali seperti semula oleh karena berbagai aktifitas yang dilakukan dan gaya gravitasi bumi. Tidur yang sangat menunjang bagi pertumbuhan badan adalah tidur lelap (deep sleep) selama kurang lebih 7-8 jam tanpa terputus-putus, tanpa perasaan gelisah (Davies, 1997)

6. Olahraga

Apabila membandingkan tinggi badan seseorang yang sering berolahraga renang atau basket dengan orang yang tidak pernah atau jarang berolahraga akan terlihat perbedaan yang signifikan bahwa mereka yang melakukan olahraga renang atau basket secara teratur biasanya memiliki tinggi badan di atas rata-rata. Ini karena olahraga sangat mempengaruhi tinggi badan seseorang dengan memacu produksi hormon pertumbuhan oleh tubuh sehingga dapat menambah tinggi badan secara signifikan. Gerakan-gerakan dalam renang dan basket juga secara langsung merangsang tulang kaki dan punggung untuk bertambah panjang (Davies, 1997).

7. Kelenjar pituitari (hormonal)

Kelenjar pituitari adalah kelenjar yang bertugas mengeluarkan hormon pertumbuhan. Kelenjar pituitari terdiri dari 3 bagian, yaitu lobus anterior, pars intermedia dan lobus posterior. Lobus anterior dari kelenjar pituitari inilah yang memproduksi hormon pertumbuhan dan juga hormon-hormon lainnya. Hormon pertumbuhan ini adalah hormon yang mengatur pertumbuhan jaringan tulang keras dan tulang rawan (Moore, 2002).


(43)

26

Pada masa pertumbuhan (kurang dari 20 tahun), maka rutinitas berikut ini dapat dilakukan untuk mengoptimalkan tinggi badan. Dengan merangsang kelenjar pituitari untuk untuk mengeluarkan hormon pertumbuhan lebih banyak, seperti stretching, kicking, bicking, swimming dan basket/voli yang kemudian dikategorikan sebagai Exercises Induced Growth Hormone (EIGH) (Bland, 1996).

D. Prosedur Identifikasi

Alfonsus Bertillon yang seorang dokter berkebangsaan Prancis (1854-1914) pertama sekali memperkenalkan pengetahuan identifikasi secara ilmiah dengan cara memanfaatkan ciri umum seseorang, seperti ukuran antropometri, warna rambut, mata dan lain sebagainya (Wahid, 1993). Adanya perkembangan ilmu pengetahuan semakin meningkatkan kemampuan proses identifikasi seseorang, namun yang paling berperan adalah disiplin ilmu kedokteran yang dikenal sebagai identifikasi forensik (Ishak, 2007).

Pada pemeriksaan medik dilakukan pemeriksaan fisik jenazah secara keseluruhan yang meliputi bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, warna tirai mata, cacat tubuh serta kelainan bawaan, jaringan parut bekas luka operasi, tato dan sebagainya (Idries, 1993). Pemeriksaan fisik jenazah dapat memperkuat identifikasi forensik. Pemeriksaan forensik untuk penentuan tinggi badan individu sangatlah penting, terutama bila hanya sepotong bagian tubuh jenazah saja yang ditemukan. Salah satu bagian tubuh jenazah dapat diukur untuk memperkirakan tinggi badan seseorang. Perkiraan tinggi badan individu tersebut harus mempertimbangkan kondisi lingkungan dan keluarganya, oleh sebab itu begitu


(44)

banyak metode-metode/formula pemeriksaan yang dirumuskan untuk mengukur atau memperkirakan tinggi badan seseorang (Wahid, 1993).

E. Identifikasi Tulang

Upaya identifikasi pada tulang/kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa tulang tersebut adalah: 1. Apakah tulang manusia atau hewan; 2. Apakah tulang berasal dari satu individu; 3. Berapakah usianya; 4. Berapakah umur tulang itu sendiri; 5. Jenis kelamin; 6. Tinggi badan; 7. Ras; 8. Berapa lama kematian; 9. Adakah ruda paksa/deformitas tulang; 10. Sebab kematian (Nandy,1996).

Banyak hal yang dapat diungkap dari pemeriksaan terhadap tulang/kerangka, dan kenyataannya bahwa tinggi badan memiliki peranan penting dalam sebuah proses identifikasi. Pengetahuan identifikasi terhadap tulang sangat berperan tidak hanya pada saat organ tubuh hanya tinggal tulang-belulang saja, tetapi juga pada saat masih dibaluti oleh jaringan otot, tendon dan kulit. Diantara hal yang dapat diungkapkan pada saat tulang terbalut jaringan lunak, adalah pengukuran panjang dari tulang-tulang panjang untuk mengukur tinggi badan, perkiraan usia korban juga dapat dilakukan dengan melihat gambaran garis epifise. (Palmer, 1995).

Identifikasi tulang belulang atau bagian potongan tulang maupun bagian tulang belulang yang masih terbungkus sebagian atau seluruh jaringan kulit yang diakibatkan oleh kasus mutilasi, gigitan binatang buas, maupun akibat lainnya sebaiknya tidak menggunakan satu prosedur pemeriksaan. Dalam penentuan tinggi badan juga sebaiknya demikian agar hasil maksimal maka disarankan untuk menggunakan seluruh bagian sisa jaringan yang ada dan menggunakan berbagai


(45)

28

metode/formula pengukuran yang ada agar hasil pengukuran lebih akurat (Parikh, 1985).

F. Antropometri

Walaupun satu spesies, manusia juga memiliki variasi. Kenyataan ini mendorong orang untuk melihat perbedaan-perbedaan ini makin teliti untuk menggunakan metode yang paling tepat. Contoh identifikasi tersebut berupa pengukuran, dimana disamping ketepatan memungkinkan juga objektivitas, kemudian dikenal ilmu antropometri. Antropometri berasal dari kata Anthropos yang berarti man (orang) dan Metron yang berarti measure (ukuran). Jadi antropometri merupakan pengukuran terhadap manusia (mengukur manusia) (Glinka,1990). Johan Sigmund Elsholtz (1623-1688), adalah orang pertama yang menggunakan istilah antropometri dalam pengertian sesungguhnya. Ia menciptakan alat ukur yang disebut “anthropometron”, yang selanjutnya dikenal antropometer (Glinka, 2008).

A B Gambar 7 : (A). Papan Osteometri (Knaight, 1996)


(46)

Pada abad 19, penelitian di bidang antropometri mulai berkembang dari perhitungan sederhana menjadi lebih rumit, yaitu dengan menghitung indeks. Indeks adalah cara perhitungan yang dikembangkan untuk mendeskripsikan bentuk (shape) melalui keterkaitan antar titik pengukuran. Perhitungan indeks, titik pengukuran dan cara pengukuran berkembang pesat yang berdampak pada banyaknya variasi cara klasifikasi. Hal ini berdampak pada tidak adanya standardisasi, terutama pada bidang osteometri (pengukuran tulang-tulang). Tidak adanya standardisasi ini membuat para ahli tidak bisa membandingkan hasil penelitiannya karena standar pengukuran, titik pengukuran serta indeks yang berbeda-beda (Glinka, 2008).

Masyarakat lama umumnya telah menggunakan satuan ukuran dengan lebar jari, lebar telapak tangan, jengkal, hasta, depa, langkah kaki dan sebagainya. Namun Rudolf Martin dalam Glinka (2008) menjelaskan dengan teliti masing-masing titik anatomis yang dipergunakan. Masing-masing-masing titik diberikan nama serta simbolnya, yang terdiri dari satu sampai tiga huruf. Jarak antara titik-titik antropometris ini menjadi ukuran antropometris, yang dilambangkan dengan simbol kedua titik/ ujung, misalnya simbol v ialah vertex, sty ialah stylion yang merupakan titik paling distal pada ujung processus styloideus (Gambar 9). Disamping itu masing-masing ukuran lazimnya disertai nomor sesuai numerus pada buku Martin (Glinka, 2008).


(47)

30

(A) (B)

Gambar 8. (Glinka, 2008). (A). Pengukuran beberapa ukuran panjang lengan (B). Beberapa titik anatomis tubuh

G. Perkiraan Tinggi Badan

Dalam autopsi yang dilakukan terhadap tubuh-tubuh yang tidak lagi sempurna/ utuh, teori ataupun rumus yang menyatakan tentang hubungan panjang tulang-tulang tertentu dengan tinggi badan merupakan acuan yang tidak lagi dapat dipungkiri (Iscan, 1989).

Tulang-tulang panjang yang terdapat dalam tulang/ kerangka tubuh manusia meliputi humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula. Ruas lengan dibangun atas tulang-tulang panjang seperti humerus pada ruas lengan atas dan radius dan ulna pada ruas lengan bawah (Ludwig, 2002).

Pada keadaan tubuh yang tidak lagi utuh, dapat diperkirakan tinggi badan seseorang secara kasar, yaitu :


(48)

a. Mengukur jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan pada saat direntangkan secara maksimum, akan sama dengan ukuran tinggi badan b. Mengukur panjang dari puncak kepala (Vertex) sampai symphisis pubis

dikali 2, ataupun ukuran panjang dari symphisis pubis sampai ke salah satu tumit, dengan posisi pinggang dan kaki diregang serta tumit sedikit diangkat,

c. Mengukur panjang salah satu lengan (diukur dari salah satu ujung jari tengah sampai ke acromion di clavicula pada sisi yang sama) dikali dua (cm), lalu ditambah lagi 34 cm (terdiri dari 30 cm panjang 2 buah clavicula dan 4 cm lebar dari manubrium sterni/sternum),

d. Mengukur panjang dari lekuk diatas sternum (sternal notch) sampai symphisis pubis lalu dikali 3,3,

e. Mengukur panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon pada satu sisi yang sama, lalu dikali 3,7,

f. Panjang femur dikali 4, g. Panjang humerus dikali 6. (Amir, 2005)

Bila pengukuran dilakukan pada tulang-tulang saja, maka dilakukan penambahan 2,5 sampai 4 cm untuk mengganti jarak sambungan dari sendi-sendi. Ketika sendi-sendi tidak lagi didapat, maka perhitungan tinggi badan dapat dilakukan dengan mengukur tulang-tulang panjang dengan menggunakan beberapa formula yang ada (Amir, 2005). Ketebalan bagian tulang rawan yang hilang rata-rata adalah (Tabel 1) (Glinka, 2008)


(49)

32

Tabel 1. Perkiraan rata-rata kehilangan tulang rawan (Glinka,2008)

Tulang Ujung atas Ujung bawah Total Maka harus ditambah Femur Humerus Tibia Radius 2,0 mm 1,5 mm 3,0 mm 1,5 mm 2,5 mm 1,3 mm 1,5 mm 1,0 mm 4,5 mm 2,8 mm 4,5 mm 2,5 mm 7,1 mm 4,1 mm 6,2 mm 3,2 mm

Bila yang diukur adalah tulang yang dalam keadaan kering, maka umumnya telah terjadi pemendekan sepanjang 2 millimeter (mm) dibanding dengan tulang yang segar, yang tentunya hal tersebut harus diperhatikan dalam melakukan penghitungan tinggi badan. Secara spesifik Glinka menyebutkan bahwa bila ingin merekonstruksi tinggi badan manusia ketika hidup, namun rekonstruksi dilakukan dari tulang-tulang saja maka karena tulang menjadi kering harus diperhitungkan penyusutan yang terjadi untuk tiap-tiap tulang. Pada beberapa tulang disebutkan penyusutan untuk masing-masing tulang femur sebesar 2,3-2,6 mm, humerus sebesar 1,3 mm, tibia sebesar 1,7 dan radius sebesar 0,7 mm. Dalam mencari tinggi badan sebenarnya, perlu diketahui pula bahwa rata-rata tinggi badan laki-laki lebih besar dari perempuan, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Apabila tidak dibedakan, maka perhitungan ratio laki-laki : perempuan adalah 100 : 90 (Budiyanto et all, 1999).

Secara sederhana pula, Topmaid dan Rollet dalam Glinka (1990) membuat formula perkiraan tinggi badan yang kemudian dipopulerkan oleh Ewing pada tahun 1923. Formula tersebut hanya memperkirakan apakah seseorang tersebut tinggi, sedang atau pendek, dan tidak memberi ukuran ketinggian yang begitu tepat. Dalam formula ini disebutkan bahwa panjang tulang humerus, femur, tibia, dan tulang belakang masing-masing adalah 20%, 22%, 27% dan 35% daripada ketinggian individu si empunya tulang tersebut (Wahid, 1993). Dibawah ini akan


(50)

ditampilkan beberapa formula yang ada tentang perhitungan perkiraan tinggi badan oleh beberapa ahli (Glinka, 1990).

1. Formula Karl Pearson

Formula ini telah dipakai luas diseluruh dunia sejak lama (tahun 1899). Formula ini membedakan formula untuk laki-laki dan perempuan untuk subjek penelitian kelompok orang-orang Eropah (European) dengan melakukan pengukuran pada tulang-tulang panjang yang kering (Tabel 2) (Glinka, 2008).

Tabel 2. Formula Karl Pearson

No. Laki– laki Perempuan 1 Y= 81.306 + 1.88 x F1 Y= 72.844 + 1.945 x F1 2 Y= 70.641 + 2.894 x HI Y= 71.475 + 2.754 x H1 3 Y= 78.664 + 2.376 x TI Y= 74.774 + 2.352 x TI 4 Y= 85.925 + 3.271 x RI Y= 81.224 + 3.343 x R1 5 Y= 71.272 + 1.159 x (F1 + T1) Y= 69.154 + 1.126 x (F1+T1)

6 Y= 71.443 + 1.22 x (F1 + 1.08 x TI) Y = 69.154 + 1.126 x (F1 + 1.125 x T1) 7 Y= 66.855 + 1.73 x (H1 + R1) Y= 69.911 + 1.628 x (H1+R1)

8 Y= 69.788 + 2.769 x (H1 + 0.195 x R1) Y = 70.542 + 2.582 x (H1 + 0.281 x RI) 9 Y= 68.397 + 1.03 x F1 + 1.557 x HI Y= 67.435 + 1.339 x F1 + 1.027 x H1 10 Y= 67.049 + 0.913 x F1 + 0.6 x T1 + 1.225 x

HI – 0.187 x RI

Y= 67.469 + 0.782 x F1 + 1.12 x T1 + 1.059 x H1 – 0.711 x R1

Keterangan : F1 - panjang maksimal tulang femur H1 - panjang maksimal tulang humerus R1 - panjang maksimal tulang radius T1 – panjang maksimal tulang tibia

2. Formula Trotter-Glesser

Formula ini memakai subjek penelitian kelompok laki-laki ras mongoloid (Tabel 3) (Glinka, 2008).


(51)

34

Tabel 3. Formula Trotter-Glesser.

No. Formula Regresi

1 Tinggi badan = 2.68 X (H1) + 83.2 ± 4.3 2 Tinggi badan = 3.54 X (R1) + 82.0 ± 4.6 3 Tinggi badan = 3.48 X (U1) + 77.5 ± 4.8 4 Tinggi badan = 2.15 X (F1) + 72.6 ± 3.9 5 Tinggi badan = 2.39 X (T1) + 81.5 ± 3.3 6 Tinggi badan = 2.40 X (Fi1) + 80.6 ± 3.2 7 Tinggi badan = 1.67 X (H1 + R1) + 74.8 ± 4.2 8 Tinggi badan = 1.68 X (H1 + U1) + 71.2 ± 4.1 9 Tinggi badan = 1.22 X (F1 + T1) + 70.4 ± 3.2 10 Tinggi badan = 1.22 X (F1 + Fi1) + 70.2 ± 3.2 Keterangan : F1 - panjang maksimal tulang paha (femur)

H1 - panjang maksimal tulang lengan atas (humerus) R1 - panjang maksimal tulang pengumpil (radius) U1 - panjang maksimal tulang ulna

Fi1 - panjang maksimal tulang fibula T1 - panjang maksimal tulang tibia

3. Formula India

Faktor perkalian untuk menentukan tinggi badan pada orang dibeberapa negara bagian India oleh beberapa peneliti India (Tabel 4).

Tabel 4. Formula Perkalian Penentuan Tinggi Badan di India

Bones

Faktor Multiplikasi Tinggi Badan For Bengal, bihar and

Orissa, Pan ( 1924)

For U.P Nat (1931)

For Punjabi Siddiqui & Shah (1944)

Male Female Male Male

Femur 3.82 3.8 3.7 3.6

Tibia 4.49 4.46 4.48 4.2

Fibula 4.46 4.43 4.48 4.4

Humerus 5.31 5.31 5.3 5.0

Humerus 6.78 6.7 6.9 6.3


(52)

4. Formula Antropologi Ragawi UGM

Merupakan formula perkiraan tinggi badan untuk jenis kelamin pria orang dewasa suku Jawa (Tabel 5) (Amir, 2005).

Tabel 5. Formula Antropologi Ragawi UGM

No. Tinggi Badan

1 Tinggi badan = 897 + 1.74 y (femur kanan ) 2 Tinggi badan = 822 + 1.90 y (femur kiri ) 3 Tinggi badan = 879 + 2.12 y (tibia kanan ) 4 Tinggi badan = 847 + 2.22 y (tibia kiri ) 5 Tinggi badan = 867 + 2.19 y (fibula kanan ) 6 Tinggi badan = 883 + 2.14 y (fibula kiri ) 7 Tinggi badan = 847 + 2.60 y (humerus kanan) 8 Tinggi badan = 805 + 2.74 y (humerus kiri ) 9 Tinggi badan = 842 + 3.45 y (radius kanan ) 10 Tinggi badan = 862 + 3.40 y (radius kiri ) 11 Tinggi badan = 819 + 3.15 y (ulna kanan) 12 Tinggi badan = 847 + 3.06 y (ulna kiri )

Keterangan : Semua ukuran dalam satuan millimeter (mm)

5. Formula Djaja Surya Atmadja

Merupakan formula yang dilakukan oleh Atmadja terhadap orang dewasa yang hidup, panjang tulang-tulang panjang diukur dari luar tubuh, berikut kulit di luarnya (Tabel 6).

Tabel 6. Formula Djaja Surya Atmadja No. Jenis

Kelamin

Tinggi Badan

1 Pria

TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) (± 4,2961 cm ) TB = 75,9800 + 2,3922 (tib) (± 4,3572 cm )

TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) (± 4,6186 cm ) 2 Wanita

TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib) (± 4,8684 cm ) TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) (± 4,9526 cm )

TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) (± 5,0226 cm ) Keterangan : tib - panjang tulang tibia


(53)

36

H. Gambaran Suku-suku di Indonesia dan Suku Lampung.

Penduduk Indonesia terdiri dari 300 kelompok etnis atau suku bangsa. Di antara suku bangsa yang paling besar jumlahnya yaitu : Suku Jawa, Sunda, Bali, Batak, Dayak, Minangkabau, Madura dan lain-lainnya (Silahuddin, 2009). Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi. Orang Jawa kebanyakan berkumpul di Pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di Nusantara bahkan bermigrasi ke Luar Negeri seperti ke Malaysia dan Suriname. Suku Sunda, Suku Melayu, dan Suku Madura adalah kelompok terbesar berikutnya di negara ini. Banyak suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan Papua, memiliki populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang (Suci, 2009).

Suku bangsa Lampung konon berasal dari Skala Brak, yang sekarang merupakan bagian wilayah kecamatan Belalau, kabupaten Lampung Utara. Asal kata “Lampung” sendiri konon berasal dari kata “terapung” yang berkaitan dengan turunnya dari langit tokoh ternama „Si Lampung Ratu Bulan‟. Pendapat lain menghubungkan kata itu dengan ucapan “to-lang-p’ao-whang” yang ada dalam catatan Cina. Akhirnya ucapan “to-lang-p’ao-whang” berubah menjadi Lampung (Silahuddin, 2009)

Dari segi budaya masyarakat Lampung dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu masyarakat yang menganut Adat Pepadun dan masyarakat yang menganut Adat Sebatin (Muhammad, 2002).

a. Masyarakat adat Pepadun terdiri dari :

1. Abung Siwo Migo (Abung Sembilan Marga), yang mempunyai sembilan Kebuaian terdiri dari Buai Nunyai, Nuban, Unyi, Subing, Anak tuho,


(54)

Selagai, Kunang, Beliyuk dan Nyerupo. Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi.

2 Pubian Telu Suku yang mempunyai tiga suku yang terdiri dari suku Tambu Pupus, Banyarakat, Buku Jadi. Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan (Desa Negeri Sakti, Kabupaten Pesawaran), dan Pugung.

3. Mego Pak terdiri dari kebuian Tegamoan, Bolan, Suway Umpa dan Aji. Masyarakat Mego Pak mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga.

4. Sungkay-Way Kanan terdiri dari kebuaian Semenguk, Bahuga, Burasattei, Buradatu. Masyarakat Sungkay-WayKanan mendiami sembilan wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang, Belambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui. 5. Sungkai Bunga Mayang.

6. Melinting. (Muhammad, 2002)

b. Masyarakat Adat Pesisir beradat sebatin yang pada umumnya bermukim di sekitar pesisir pantai. Masyarakat yang menganut adat pesisir ini, yakni yang melaksanakan adat musyawarahnya tanpa menggunakan kursi Pepadun. Yang agak sulit membaginya tetapi secara umum mereka ini berasal dari kelompok besar kebuaian yaitu : Buai Pernong, Buai Nyerupa, Buai Bujalan, Buai


(55)

38

Belunguh. Masyarakat Peminggir mendiami sebelas wilayah adat: Kalianda, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semangka, Belalau, Liwa, dan Ranau. Lampung Sebatin juga dinamai Peminggir karena mereka berada di pinggir pantai barat dan selatan. (Muhammad, 2002)

Desa Negeri Sakti merupakan bagian dari Kecamatan Gedungtataan yang memiliki komunitas Lampung Pepadun. Salah satu ciri dari perbedaan suku Lampung terletak dari bahasanya, Lampung Pesisir berdialek bahasa “api” sedangkan Lampung Pepadun berdialek “nyow”. Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua subdailek. Pertama, subdialek A (api) yang dipakai oleh ulun Melinting-Maringgai, Pesisir Rajabasa, Pesisir Teluk, Pesisir Semaka, Pesisir Krui, Belalau dan Ranau, Komering, dan Kayu Agung (yang beradat Lampung Peminggir/Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (termasuk wilayah adat Desa Negeri Sakti yang beradat Lampung Pepadun). Kedua, subdialek o (nyow) yang dipakai oleh ulun Abung dan Menggala/Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun) (Esanra, 2008).

Pada masyarakat Suku Lampung Pepadun mengenal sistem perkawinan endogami yaitu perkawinan yang tidak membolehkan seorang pria atau pun seorang wanita menikah dengan seorang yang berasal dari luar suku Lampung, oleh sebab itu maka perkawinan yang terjadi hanya diantara mereka saja maksudnya antara orang lampung dengan sesama Lampung, sehingga menyebabkan adanya kebiasan yang timbul menjadi sebuah norma bahwa orang lampung harus menikah hanya dengan orang Lampung saja (Putriana, 2008).


(56)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, dimana data yang menyangkut variabel bebas atau risiko dan variabel terikat atau variabel akibat serta variabel perancu, akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2002).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dan pengambilan data dilakukan di Desa Negeri Sakti Kabupaten Pesawaran pada bulan Desember 2012

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah pria dewasa suku Lampung yang tinggal di Desa Negeri Sakti Kabupaten Pesawaran yang memenuhi kriteria populasi. Sampel dipilih berdasarkan consecutive sampling dari populasi yang ada. Pada consecutive sampling, semua subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2008).


(57)

40

Menurut Sastroasmoro (2008), jumlah sampel untuk penelitian yang menggunakan data numerik bisa menggunakan ketepatan absolut. Rumus untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini adalah :

( )

Kesalahan tipe I ( adalah asosiasi atau perbedaan ditemukan dalam data sampel, sedangkan dalam populasi perbedaan tersebut tidak ada. Kesalahan tipe II ( adalah asosiasi atau perbedaan tidak ditemukan dalam data sampel, sementara dalam populasi perbedaan tersebut ditemukan. Nilai dan ditetapkan sepenuhnya oleh peneliti dengan pertimbangan perkiraan jumlah sampel dan validitas penelitian yang dihasilkan (Dahlan, 2009). Kesalahan tipe I ( yang ditetapkan sebesar 1 %, sehingga = 1,645, sedangkan kesalahan tipe II ( yang ditetapkan sebesar 10 %, maka =2,326.

( )

= 26 sampel

Untuk menentukan besar sampel tunggal minimal pada penentuan koefisien korelasi juga digunakan penentuan nilai r. Nilai r merupakan perkiraan koefisien korelasi yang telah ada dengan tingkat kemaknaan tertentu yang didapatkan dari studi kepustakaan penelitian sebelumnya (Sastroasmoro, 2008). Pada studi kepustakaan diperoleh koefisien korelasi panjang telapak tangan dan tinggi badan penduduk di Medan sebesar 0,68, sehingga nilai r inilah yang dimasukkan ke dalam rumus besar sampel. Penelitian penentuan tinggi badan berdasarkan panjang telapak tangan ini dilakukan terhadap 261 orang (91 orang laki-laki dan 170 orang perempuan) dalam periode bulan Desember 2010 sampai


(58)

dengan januari 2011 dengan usia di atas 21 tahun (Ismurrizal, 2011). Substitusi nilai r ke dalam rumus besar sampel akan didapatkan hasil jumlah sampel minimal adalah 26. Untuk menghindari hasil bias penelitian, maka sampel penelitian yang diambil dari populasi adalah 34 orang.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi populasi yang menjadi subjek penelitian adalah sebagai berikut: a. Pria dewasa berusia lebih dari 21-50 tahun yang berdomisili di Desa

Negeri Sakti Kabupaten Pesawaran.

b. Dua generasi di atas berasal dari suku Lampung, yaitu orang tua serta kakek dan nenek dari responden.

2. Kriteria Eksklusi

Sebagian subjek yang memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan dari penelitian karena berbagai sebab, antara lain :

a. Subjek tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dibuktikan dengan informed consent.

b. Adanya kelainan telapak tangan (bagian otot dan tulangnya) dan penyusun tinggi badan seperti polio, rakhitis, skoliosis, lordosis, kifosis, cebol, fraktur, gigantisme, atau pincang.


(59)

42

d. Subjek yang memiliki kuku-kuku pada ujung jari telapak tangan kanan dan/ atau kiri yang panjang, sehingga tidak dapat diukur panjang telapak tangan kanan dan/ atau kiri dengan benar.

E. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan adalah :

1. Microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan satuan sentimeter (cm). tingkat ketelitian 0,1 cm.

2. Informed consent sebagai tanda bukti kesediaan dari sampel menjadi subjek penelitian setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian.

3. Formulir identitas dan data responden untuk mencatat identitas subjek dari hasil pengukuran.

4. Antropometer atau sigmat (vernier caliper) untuk mengukur panjang telapak tangan. Alat yang digunakan adalah vernier caliper. Alat ini mampu mengukur panjang maksimal 30 cm dengan ketelitian 0,01 mm dan tersusun menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan pegangan yang bersifat statis, sedangkan bagian yang kedua merupakan pegangan yang mobile, yang dapat digeser ke atas dan ke bawah, masing-masing pegangan ini memiliki jarum penunjuk yang memungkinkan ukuran ditentukan.


(60)

Gambar 9. Formulir dan vernier caliper (Simanjuntak, 2012)

F. Prosedur Penelitian

1. Pengumpulan data dan pengisian kuisioner

Sebelum dilakukan pengukuran, responden diinformasikan mengenai apa yang hendak dilakukan dalam penelitian dan diberikan pengarahan mengenai pengisian formulir. Formulir memuat data tentang nama responden, alamat, umur, suku ayah, suku ibu, panjang telapak tangan kanan dan kiri, serta tinggi badan. Setelah mengisi isian sampel akan memasuki tahap pengukuran.

2. Pengukuran tinggi badan

Pengukuran tinggi badan dilakukan pada siang hari untuk menghindari adanya variasi diurnal, dimana tinggi badan pada pagi hari lebih besar daripada siang hari. Pengukuran dilakukan pada sisi permukaan tanah yang datar. Dalam pengkuran responden diminta berdiri tegak, leher diluruskan dan kaki dirapatkan. Posisi mata memandang lurus ke depan. Bahu dalam keadaan rileks, bagian


(61)

44

belakang bahu dan pantat menyentuh ke tembok. Tangan berada disamping. Tangan siku pengukur diturunkan sampai menyentuh puncak kepala (vertex) . Posisi lutut bagian medial dan mata kaki dalam keadaan rapat.

Tinggi badan didefenisikan sebagai jarak antara puncak kepala (vertex) hingga ke calcaneus dalam posisi tegak. Pembacaan pengukuran dilakukan oleh pengukur dengan melihat angka yang tertera pada microtoise dan posisi mata sejajar dengan tangkai pengukur tinggi badan. Hasil dicatat dalam satuan sentimeter sampai satu angka di belakang koma.

1. Pengukuran telapak tangan

Dalam pengukuran panjang telapak tangan, posisi tangan di letakkan di atas meja (alas), dengan telapak tangan dalam sikap terbuka (ekstensi) serta jari jemari dirapatkan. Perhatian dialihkan ke sebelah lateral terdapat sebuah tonjolan dari maleolus lateralis. Garis imajiner dapat terbentuk antara maleolus medialis dan maleolus lateralis. Panjang telapak tangan adalah panjang yang diukur dari ujung jari tangan yang terjauh (gelangan terpanjang) hingga pergelangan tangan pada permukaan tonjolan dari mata tangan kiri dan kanan (malleolus medialis dan lateralis) yang dihubungkan dengan garis imajiner sebelumnya. Jarak antara kedua tanda ini diukur dengan antropometer atau kaliper geser dan hasil pengukurannya dicatat dalam formulir penelitian dalam satuan sentimeter sampai dua angka di belakang koma (Ismurrizal, 2011).


(62)

Gambar 10. Pengukuran telapak tangan kanan dan kiri. A : Garis pergelangan tangan, garis penghubung maleolus lateralis dan maleolus medialis. B : Panjang telapak tangan, diukur dari ujung jari tangan yang terjauh (gelangan terpanjang) hingga pergelangan tangan. MM : Maleolus Medialis. ML : Maleolus Lateralis

G. Variabel penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah panjang telapak tangan dan variabel dependennya adalah tinggi badan. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel perancu sudah dikendalikan dalam kriteria inklusi atau disebut dengan variabel terkendali yaitu usia, jenis kelamin, dan suku.

H. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :


(63)

46

Tabel 7. Definisi operasional masing-masing variabel.

I. Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data menggunakan komputer terdiri dari beberapa langkah, yaitu :

1. Pengeditan, yaitu mengoreksi data untuk memeriksa kelengkapan dan

kesempurnaan data.

2. Pengkodean, memberikan kode pada data sehingga mempermudah

pengelompokan data

3. Pemasukan data, memasukan data ke dalam program komputer

4. Tabulasi, menyajikan data dalam bentuk tabel.

Pengolahan dilakukan juga dengan memvisualisasikan data yang diperoleh dalam bentuk tabel, teks, dan grafik dengan menggunakan perangkat komputer.

No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil ukur Skala

1 Panjang telapak tangan

Panjang telapak tangan adalah panjang yang diukur dari ujung jari tangan yang terjauh (phalang 3) hingga pergelangan tangan (padapermukaan tonjolan dari mata tangan kiri dan kanan (malleolus medialis dan lateralis)

Vernier caliper

cm Numerik

2 Tinggi badan Jarak antara puncak kepala (vertex) sampai ke tumit (calcaneus) pada posisi badan berdiri tegak lurus sempurna pada saat dilakukan pengukuran

Microtoise cm Numerik

3 Suku Lampung Orang yang mempunyai garis keturunan Lampung dan dua generasi di atas responden (ayah-ibu-kakek-nenek) merupakan suku Lampung asli.

- - Nominal

4 Pria dewasa Pria dewasa adalah pria dengan usia 21-50 tahun


(64)

Semua data yang diperoleh akan dilakukan perhitungan secara manual untuk kemudian dilakukan pengecekan dengan menggunakan program komputer. Hasil yang diperoleh akan dihitung dengan menggunakan beberapa metode analisis statistik sebagai berikut :

1. Pengukuran tinggi badan dan panjang telapak tangan masing-masing

responden untuk kemudian dihitung rata-ratanya kemudian dicari simpang bakunya.

2. Panjang telapak tangan kanan dan kiri diuji kesamaannya dengan

mengunakan uji t untuk dua sampel yang berpasangan.

3. Untuk mengetahui keeratan antara tinggi badan dengan panjang telapak

tangan digunakan rumus koefisien korelasi pearson.

Keterangan : r = koefisien korelasi n = jumlah sampel

y = tinggi badan dalam cm

x = panjang telapak tangan dalam cm

Koefisien korelasi tersebut akan menentukan tingkat interpretasi panjang telapak tangan dan tinggi badan. Tingkat interpretasi ditentukan berdasarkan tabel 8.

Tabel 8. Interpretasi koefisien korelasi

No. Koefisien korelasi (r) Interpretasi 1.

2. 3. 4. 5.

0,80 – 1,00 0,60 – 0,799 0,40 – 0,599 0,20 – 0,399 0,00 – 0,199

Sangat kuat Kuat Sedang Lemah Sangat lemah


(65)

48

4. Untuk mendapatkan hubungan antara tinggi badan dengan panjang telapak tangan digunakan analisis regresi.

Y = a + bx ± SD Keterangan: Y = Tinggi Badan

a = Konstanta

b = Koefisien regresi


(1)

Semua data yang diperoleh akan dilakukan perhitungan secara manual untuk kemudian dilakukan pengecekan dengan menggunakan program komputer. Hasil yang diperoleh akan dihitung dengan menggunakan beberapa metode analisis statistik sebagai berikut :

1. Pengukuran tinggi badan dan panjang telapak tangan masing-masing responden untuk kemudian dihitung rata-ratanya kemudian dicari simpang bakunya.

2. Panjang telapak tangan kanan dan kiri diuji kesamaannya dengan mengunakan uji t untuk dua sampel yang berpasangan.

3. Untuk mengetahui keeratan antara tinggi badan dengan panjang telapak tangan digunakan rumus koefisien korelasi pearson.

Keterangan : r = koefisien korelasi n = jumlah sampel

y = tinggi badan dalam cm

x = panjang telapak tangan dalam cm

Koefisien korelasi tersebut akan menentukan tingkat interpretasi panjang telapak tangan dan tinggi badan. Tingkat interpretasi ditentukan berdasarkan tabel 8.

Tabel 8. Interpretasi koefisien korelasi

No. Koefisien korelasi (r) Interpretasi 1.

2. 3. 4. 5.

0,80 – 1,00 0,60 – 0,799 0,40 – 0,599 0,20 – 0,399 0,00 – 0,199

Sangat kuat Kuat Sedang Lemah Sangat lemah


(2)

48

4. Untuk mendapatkan hubungan antara tinggi badan dengan panjang telapak tangan digunakan analisis regresi.

Y = a + bx ± SD Keterangan: Y = Tinggi Badan

a = Konstanta

b = Koefisien regresi


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abizadeh, Arash. 2001. "Ethnicity, Race, and a Possible Humanity". World Order 33 (1): 23–34.

Atmadja, Budiningsih Y, Poernomo S. 1990. Hubungan Panjang Tibia dan Fibula Dengan Tinggi Badan Pada Suatu Populasi Dewasa Muda di Indonesia. Laporan Penelitia. Jakarta.

Amir A. Identifikasi. Dalam: Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK-USU. Medan. 2005: 178-203.

Aritonang, I. 1994. Pemantauan pertumbuhan balita. Petunjuk praktis menilai status gizi dan kesehatan. Yogyakarta: Kanisius

Berg, A. 1986. Peranan Gizi Dalam Pembangunan Nasional. Rajawali. Jakarta Bland, M. 1996. An introduction to medical statistics. 2nd ed. Oxford: Oxford

University Press, 101 - 118.

BPS. 2013. Data kependudukan Indonesia. Diakses pada tanggal 17 Januari 2013. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=12 Budiyanto A., Widiatmaka W., Atmaja D.S., dkk. 1999.Identifikasi Forensik. Dalam:

Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FK-UI. Jakarta. 197-202.

Byers S.N. 2008. Basics of Human Osteology and Odontology. In: Introduction to Forensic Anthropology. Third Edition. Boston. 28-59.

Dahlan, M. Sopiyudin. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta

Dahlan, M. Sopiyudin. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.

Davies, J. 1997. Embriology and Anatomy of The Larynx, Respiratory Apparatus, Diaphragma and Esophagus. In: Paparella, Shumrick (eds). Otolaryngology. Volume 1. Philadelphia: 52-58.


(4)

64

Esanra, Tesar SH. 2008. Kedudukan Anak Angkat Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Siwo Migo Buai Subing Studi Di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Febrina, Debora. 2013. Hubungan Panjang Telapak Kaki Dengan Tinggi Badan Pada Pria Dewasa Suku Lampung Di Desa Negeri Sakti Pesawaran. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Glinka J. 1990. Antropometri dan Antroposkopi. Edisi 3. Fisip Universitas Airlangga. Surabaya. 1-77.

Glinka J., Artaria M.D., Koesbardiati T. 2008. Metode Pengukuran Manusia. Airlangga. Surabaya. 1-66.

Hamilah, DK. 1991. Pola Pertumbuhan Jaringan Lunak Kranifacial serta kaitannya dengan Pola Pertumbuhan Jaringan Keras Kraniofacial dan Pertumbuhan Umum : Kajian Sefalometrik Pada Anak Usia 6-8 Tahun. Disertasi FKG Usakti. Jakarta.

Idries A.M. 1992. Identifikasi. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Binarupa Aksara. 31-52.

Indriati, Etty. 2001. Tinggi Badan Laki-Laki Dan Perempuan Masyarakat Bali Zaman Perunggu Dan Tinggi Badan Manusia Dari Masa Ke Masa. Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta

Iscan M.Y., Kennedy K.A.R. 1989. Skeletal Markers of Occupational Stress. In: Reconstruction of Life from The Skeleton. Alan R. Liss, Inc. New York. 129-160.

Ishak M. 2007. DVI Overview: Recent Development in Indonesia. Dalam: Disaster Victim Identification Workshop. Medan.

Ismurrizal, 2011. Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Telapak Tangan. Thesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Isurani, Ilayperuma et all. 2009. Prediction of personal stature based on the hand length. Galle Medical Journal, Vol 14: No. 1, September 2009

Jacob, T., 2000, Buku Bacaan Antropologi Biologis, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Jasuja, dr. O. P; G. Singh. 2004. Estimation Of Stature From Hand And Phalange Length.India. Journal of India. JIAFM: 26(3). ISSN 0971-0973

Junqueira, Luiz Carlos, Jose Carneiro. 2007. Histologi Dasar : Teks & Atlas. Edisi 10. EGC. Jakarta. 143-144


(5)

Knight B.1996. The Establishment of Identity of Human Remains. In: Forensic Pathology. Second Edition. Oxford University Press. New York. 95-132. Koentjaraningrat. 1989. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Penerbit

Djambatan. Jakarta

Kuntoadi, M. Mohtar. 2008. Hubungan Panjang Tulang Humerus dengan Tinggi Badan pada Wanita Dewasa Suku Lampung di Desa Negeri Sakti

KecamatanGedong Tataan kabupaten Pesawaran. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Ludwig J. 2002. Skeletal System. In: Handbook of Autopsy Practice. Third Edition.

Humana Press. New Jersey. 95-99.

Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Alih Bahasa dr. Hendra Laksman, EGC. Jakarta

Muhammad, Bushar. 2002, Pokok-pokok Hukum Adat. Pradnya Paramita, Jakarta, 21.

Nandy A. 1996. Identification of An Individual. In: Principles of Forensic Medicine.

New Central Book Agency (P) Ltd. Calcutta. 47-109.

Notoatmojo, Soekidjo.2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nugroho, W. 2002. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Palmer P.E.S., Cockshott W.P., Hegedus V.1995. Foto Tulang. Dalam: Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Alih Bahasa L. Hartono. EGC. Jakarta. Parikh C.K. 1989. Personal Identity, Identification in Mass Disasters. In:

Textbook of Medical Jurisprudence and Toxicology. Medicolegal Centre. Bombay. 29-

82, 118-123.

Parker S. 1992. Seri Eyewitness-Kerangka. Edisi Bahasa Indonesia. Terjemahan Andreas Manalu. PT.Bentara Antar Asia. Jakarta. 1-63.

Putriana, Indah S.H. 2008. Pelaksanaan Pengangkonan (Pengangkatan Anak) Dalam Perkawinan Beda Suku Pada Masyarakat Lampung Pepadun Di Desa Negeri Sakti Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.


(6)

66

Rahmawati, N.T., Hastuti, J., Ashizawa, K., 2008, Age related variation on somatotypes of Javanese people in Yogyakarta Province, Berkala Ilmu Kedokteran Vol 40 (4) Desember 2008 : 181-188.

Salam, Burhanudin. 1997. Etika Sosial: Asas Moral dalam Kehidupan Manusia. PT Rineka Cipta. Jakarta

Sastroasmoro, Sudigdo.2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.Binarupa Aksara. Jakarta

Silahuddin, 2009. Kekuatan Agama dan Adat Dalam Menigkatkan Prestasi Sosial Ekonomi Masyarakat Adat Lampung Pepadun (Studi Komunitas Adat Desa Negeri Sakti Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta Simanjuntak, Pahala. 2012. Hubungan Panjang Tulang Ulna Dengan Tinggi

Badan Pada Pria Dewasa Suku Lampung Di Desa Bumi Nabung Ilir Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Snell R.S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian 2. Edisi 6. Alih Bahasa Lilianan Sugiharto, EGC. Jakarta.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta

Suci. 2009. Informasi Umum tentang Indonesia. Diakses pada tanggal 20 oktober 2011. http://www.lestariweb.com/Indonesia/General_I.html Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Utami, HD. 2008. Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Pengukuran Panjang

Telapak Tangan Pada Ras Mongoloid Indonesia, Laporan Penelitian DIPA PNBP Universitas Lampung.

Utami, HD. 2010. Perbandingan Korelasi Antara Metode Pengukuran Panjang Bahu Dan Panjang Lengan Atas Perkutaneus Terhadap Panjang Badan Jenazah. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjahmada. Yogyakarta. Wahid S.A.1993. Identifikasi. Dalam: Patologi Forensik. Dewan Bahasa dan

Pustaka

Kementerian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur. 1993: 13-48, 56-78. Yuliana, S.D., 2006, Penetapan Tinggi Badan Berdasarkan Pengukuran Panjang

Femur Individu Perempuan Dewasa pada Ras Mongoloid di Indonesia, Skripsi, FK UGM, Yogyakarta