TEORI DAN KONSEP ISTIMBATH HUKUM DALAM ISLAM IMAM HANAFI

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat peraturan dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” QS. Al-Jaatsiyah: 18 para fuqaha memakai kata syari’ah sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan Allah untuk para hamba-Nya dengan perantara Rasul-Nya, supaya para hamba-Nya itu melaksanakannya dengan dasar iman, baik hukum itu mengenai lahiriah maupun yang mengenai akhlak dan aqaid, kepercayaan dan bersifat batiniah. Menurut asy-Syatibi di dalam kitabnya al-Muwafaqat, “Bahwa syari’ah itu adalah ketentuan hukum yang membatasi perbuatan, perkataan dan i’tiqad, orang-orang mukallaf.” Demikianlah makna syari’at, akan tetapi jumhur mutaakhirin telah memakai kata syari’ah untuk nama hukum fiqh atau hukum Islam, yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf. Atas dasar pemakaian ini, timbul perkataan: Islam itu adalah aqidah dan syari’ah sebagaimana dikemukakan Syekh Mahmud Shaltut. Syari’ah Islam adalah syari’ah penutup, syari’ah yang paling umum, paling lengkap, dan mencakup segala hukum, baik yang bersifat keduniaan maupun keakhiratan. 1

D. TEORI DAN KONSEP ISTIMBATH HUKUM DALAM ISLAM

Bila para ulama hadist dihadapkan kepada suatu masalah, pertama kali para ulama ahlul haidst mencari penyelesaian masalah itu kepada Al-Qur’an dan Sunnah NabiRasul. Apabila para ulama hadist mendapat hadist yang berbeda- beda, maka mereka mengambil hadist sebagai sumber hukum, dari hadist yang diriwayatkan oleh para perawi hadist yang lebih utama dan memenuhi persyaratan. Kalau para ulama tersebut tidak menemukan hadistnya, selanjutnya mereka meninjau dan mempedomani pendapat para sahabat Nabi. Andaikata tidak juga diperoleh pendapat para sahabat mengenai masalah yang sedang dihadapi para ulama hadist tersebut, maka selanjutnya barulah mereka melaksanakan 1 M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 5-7 10 ijtihad untuk menyelesaikan suatu masalah hukum Islam, atau mereka belumtidak menyampaikan fatwa kepada masyarakat. Masa mereka enggan berfatwa ini tidak lama, hanya sampai kepada masa wafatnya Imam Daud ibnu Ali. Para ulama Fuqaha sesudah itu selalu memperhatikanmelaksanakan fatwa, baik yang telah terjadi, walaupun yang belum atau mungkin terjadi, berarti mereka selalu melaksanakan ijtihad terhadap sesuatu masalah yang baru, dan belum teratur dasar hukumnya, sehingga segala masalah dapat mereka tentukan hukumnya berdasarkan hasil ijtihad para ulama hadist aliran Madrasah Hadist.

E. IJTIHAD DAN PERBEDAAN MAZDHAB

1. Ijtihad

Pengertian Ijtihad Dari segi bahasa, ijtihad berarti; mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan. Sedang menurut pengertian syara’ ijtihad adalah: اح غ ه ارحفيتحس ي ار :دهَاهحترجيل ر ي عرس ي وهليا ي ي فر ل ر يينح م ة ك ي جه ي ي عرريرح ق ر ييررط ح بر ط ر َابحنيترس ي ل ر اي ن ح مر ب ر َاتحك ر ليا .ةرنلس س لاوح Menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan memetikmengeluarkan dari kitab dan sunnah. 2 Adapun pengertia ijtihad ialah: Mencurahkan segala tenaga pikiran untuk menemukan hukum agama syara’, melalui salah satu dalil syara’ dan dengan cara tertentu. Tanpa dalil syara’ dan tanpa cara tertentu, maka hal tersebut merupakan pemikiran dengan kemauan sendiri semata-mata dan hal tersebut tidak dinamakan ijtihad. 3 Ijtihad mempunyai peranan yang penting dalam kaitannya pengembangan hukum Islam. Sebab, dalam kenyataannya di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat Muhkamat jelas kandungannya dan ada yang Mutasyabihat memerlukan penafsiran belum terang. Dari sinilah, sehingga 2 Dr. H. Moh. Rifai, Fiqh, Semarang: CV. Wicaksana, 2003, hal. 124 3 M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 33 11 ajaran Islam selalu menganjurkan agar manusia menggunakan akalnya. Apalagi agama Islam sebagai Rahmatan lil Alamin Rahmat bagi seluru alam membuat kesediaannya dalam menerima perkembangan yang dialami umat manusia. Sehingga secara pasti cocok dan tepat untuk diterapkan dalam setiap waktu dan tempat. Maka peranan ijtihad semakin penting untuk membuktikan keluasan dan keluwesan hukum Islam.

2. Perbedaan Mazdhab

Menurut bahasa mazdhab berarti “Jalan atau tempat yang dilalui.” Menurut istilah para Faqih Mazdhab mempunyai dua pengertian yaitu: 1. Pendapat salah seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu masalah. 2. Kaidah-kaidah istinbath yang dirumuskan oleh seorang imam. Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa pegertian mazdhab adalah: “Hasil ijtihad seorang imam Mujtahid Mutlaq Mustaqil tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istinbath.” Dengan demikian,bahwa pengertian bermazdhab adalah: “Mengikuti hasil ijtihad seorang imam tentang ukum suatu masalah atau tentang kaidah- kaidah istinbath.” 4 Orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid. Para Imam Mujtahid seperti Imam Hanafi, Maliki, Syahi’i dan Imam Ahmad bin Hambali, sudah cukup dikenal di Indonesia oleh sebagian besar umat Islam. Untuk mengetahui pola pemikiran masing-masing Imam Mazdhab bagi seseorang itu sangat terbatas, bahkan ada yang cenderung hanya ingin mendalami mazdhab tertentu saja. Hal ini disebabkan, karena pengaruh lingkungan atau karena ilmu yang diterima hanya dari ulamaguru yang menganut suatu mazdhab saja. Menganut suatu aliran mazdhab saja, sebenarnya tidak ada larangan, tetapi jangan hendaknya menutup pintu rapat-rapat, sehingga tidak dapat melihat pemikiran-pemikiran yang ada pada mazdhab yang lain yang juga 4 Ibid, 86 12 bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Hal ini dimaksudkan, agar seseorang tidak fanatik kepada suatu mazdhab. Andaikata sukar menghindari kefanatikan kepada suatu mazdhab, sekurang-kurangnya mampu menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapatnya. Dibawah ini akan dikemukakan beberapa tokoh Imam Mazdhab.

A. IMAM HANAFI

Dasar-dasar mazdhab Imam Hanafi dalam menetapkan suatu hukum. 1.Al Kitab Al Kitab adalah sumber pokok ajaran Islam. Segala permasalahan hukum agama merujuk kepada al-Kitab tersebut atau kepada jiwa kandungannya. 2.As-Sunnah As-Sunnah adalah berfungsi sebagai penjelasan al-Kitab, merinci yang masih bersifat umum global. 3.Aqwalush Shahabah perkataan sahabat Perkataan sahabat memperoleh posisi yang kuat dalam pandangan Abu Hanifah. Karena menurutnya, mereka adalah orang-orang yang membawa ajaran Rasul sesudah generasinya. 4.Al-Qiyas Abu Hanifah berpegang kepada Qiyas. Apabila ternyata dalam Al- Qur’an, Sunnah atau perkataan sahabat tidak beliau temukan. 5.Al-Istihsan 6.Urf Pendirian beliau adalah mengambil yang sudah diyakini dan dipercayai dan lari dari keburukan serta mempertahankan muamalah- 13 muamalah manusia dan apa yang mendatangkan maslahat bagi mereka. Beliau melakukan segala urusan bila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, Sunnah, Ijmak atau Qiyas, dan apabila tidak baik dilakukan dengan cara Qiyas beliau melakukannya atas dasar istihsan selama dapat dilakukannya. Apabila tidak dapat dilakukan istihsan, beliau kembali kepada Urf manusia.

B. IMAM MALIKI BIN ANAS