Penggunaan Sari Daun Rosella (Hibiscus Sabdariffa Linn.) Dalam Sediaan Krim Pelembab

(1)

PENGGUNAAN SARI DAUN ROSELLA

(

Hibiscus sabdariffa

Linn.

)

DALAM SEDIAAN KRIM PELEMBAB

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

HAYATUL AKMAL

NIM 071501081

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGGUNAAN SARI DAUN ROSELLA

(

Hibiscus sabdariffa

Linn.

)

DALAM SEDIAAN KRIM PELEMBAB

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

HAYATUL AKMAL

NIM 071501081

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGGUNAAN SARI DAUN ROSELLA

(

Hibiscus sabdariffa

Linn.)

DALAM SEDIAAN KRIM PELEMBAB

OLEH:

HAYATUL AKMAL NIM 071501081

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: 19 Juli 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt.

NIP 196106191991031001 NIP 195111021977102001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt.

Pembimbing II, NIP 196106191991031001

Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt.

NIP 195011171980022001 NIP196005111989022001

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si.,Apt. NIP 195404121987012001 Medan, Oktober 2013

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr.Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 19531128198303100


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridhaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Penggunaan

sari daun rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) dalam sediaan krim pelembab”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Drs. Fat Aminah, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberi motivasi dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, tanggung jawab, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Serta kepada Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.Si., Apt., sebagai dosen penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan.

Penulis juga tiada lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga khusus kepada kedua orangtua, Abi Drs. H.


(5)

Hasballah dan Umi Dra. Hj. Rabiatul Adawiyah Z, M.Kes., Apt., untuk

adik-adikku tersayang Chairunisa dan Alfath Amarullah atas do’a, dukungan,

motivasi dan perhatian yang tiada hentinya kepada penulis. Ucapan terima kasih kepada sahabat-sahabatku Dewi Pertiwi, Rinda Pramadia, dan kepada rekan-rekan farmasi stambuk 2007 yang memberikan saran, arahan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini.

Medan, 19 Juli 2013 Penulis,


(6)

PENGGUNAAN SARI DAUN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn.) DALAM SEDIAAN KRIM PELEMBAB

Abstrak

Daun rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) adalah salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai bahan pelembab kulit. Daun rosella kaya akan vitamin B1, B2, C dan betakaroten yang sangat penting untuk menangkal radikal bebas. Selain vitamin daun rosella juga mengandung mineral seperti karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan penelitian adalah untuk membuat sediaan krim pelembab dengan menggunakan sari daun rosella sebagai pelembab dan kemampuannya dalam mengurangi penguapan air dari kulit.

Sari daun rosella dikeringkan dengan freeze driyer selama 72 jam dan

diformulasikan dalam sediaan krim tipe m/a yang berfungsi sebagai pelembab. Konsentrasi sari daun rosella yang digunakan 0,5-4% lalu dibandingkan dengan sediaan blanko (dasar krim tanpa sampel) dan sediaan yang mengandung gliserin 2%. Pengujian terhadap sediaan krim meliputi uji homogenitas, pengamatan stabilitas sediaan, penentuan pH, penentuan tipe emulsi, iritasi terhadap kulit sukarelawan, dan pengujian menggunakan metode gravimetri untuk mengetahui kemampuan pengurangan penguapan air dari kulit pada12 orang sukarelawan.

Hasil pengujian homogenitas menunjukkan bahwa sediaan krim pelembab yang dihasilkan adalah homogeny dan stabil selama penyimpanan 8 minggu pada temperature kamar. Sediaan krim mempunyai pH 6,1-7,0, merupakan tipe emulsi m/a, tidak mengiritasi kulit. Hasil pengujian kemampuan pengurangan penguapan air dari kulit menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sari daun rosella yang ditambahkan pada sediaan krim maka semakin besar kemampuan sediaan krim tersebut untuk mengurangi penguapan air dari kulit.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sari daun rosella dapat diformulasikan dalam sediaan krim dan mampu mengurangi penguapan air dari kulit.


(7)

THE USE OF ROSELLA LEAF (Hibiscus sabdariffa Linn.) EXTRACT IN THE PREPARATION OF A MOISTURIZER CREAM

Abstract

Rosella leaf (Hibiscus sabdariffa Linn.) is one of natural material that

can be used as moisturizing agent on skin. Rosella leaf was rich of vitamin B1, B2, C, and betacarotene which important to ward free radical. Beside vitamin, rosella leaf also has carbohydrat, protein and lipid. Goals of this research were to make moisturizer cream with using rosella leaf extract as moisturizer and knowing its ability in reducing water evaporation from skin.

Rosella leaf extractwas dried with freezee driyer for 72 hours was

formulation in o/w as cream that used as a moisturizer. Concentration of rosella leaf extract used were 0.5-4% and then compared with blank and glycerine 2%. Some test have been done on moisturizer including: homogenity test, stability test, pH value, type of emulsion, skin irritation test, and the ability of the preparation to reduce the evaporation of water from skin with gravimetry method using 12 volunteers.

The result of the homogenity test showed that moisturizer cream was homogenous and stable in storage 8 weeks in room temperatur, a pH value 6.1-7.0, this cream had o/w (oil/water) emulsion type, did not irritate skin. Result of testing the ability of reducing water evaporation from the skin showed that the higher concentration of rosella leaf extract added into the cream the greater the ability to reduce the evaporation of water from the skin.

The conclusion of the result from this research that rosella leaf extract can be formulated in cream preparation and be able to reduce the evaporation of water from the skin.

Key words: Rosella leaf extract (Hybiscus sabdariffa Linn), cream, moisturizer


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesa ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tanaman Rosella ... 5

2.1.1 Rosella ... 5

2.1.2 Taksonomi rosella ... 6

2.1.3 Kandungan dan manfaat daun rosella... 6

2.2 Kulit ... 7


(9)

2.2.2 Fungsi kulit ... 7

2.2.3 Jenis kulit secara umum ... 8

2.3 Krim ... 9

2.4 Kosmetik Untuk Kulit ... 10

2.4.1 Jenis kosmetik ... 11

2.4.2 Macam-macam kosmetika pelembab ... 12

2.4.3 Syarat dari kosmetika pelembab ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Alat-Alat Yang Digunakan ... 14

3.2 Bahan-Bahan Yang Digunakan ... 14

3.2.1 Teknik pengambilan sampel ... 14

3.3 Sukarelawan ... 14

3.4 Prosedur Kerja ... 15

3.4.1 Pembuatan sari daun rosella ... 15

3.4.2 Formula standard handcream ... 15

3.4.3 Formula yang dimodifikasi ... 16

3.4.4 Pembuatan sediaan krim ... 16

3.5 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 18

3.5.1 Pemeriksaan homogenitas ... 18

3.5.2 Pengamatan stabilitas sediaan ... 18

3.5.3 Penentuan pH sediaan ... 18

3.5.4 Penentuan tipe emulsi sediaan ... 19


(10)

3.5.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk

mengurangi penguapan air ... 19

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 21

4.1.1 Homogenitas sediaan ... 21

4.1.2 Stabilitas sediaan ... 21

4.1.3 pH sediaan ... 23

4.1.4 Tipe emulsi sediaan ... 24

4.1.5 Uji daya iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 25

4.1.6 Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 3.1Formula sediaan krim yang dibuat ... 17

4.1Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat

sediaan selesai dibuat dan setelah 1,4, dan 8 minggu ... 22 4.2Data pengukuran pH sediaan setelah dibuat ... 23

4.3Data pengukuran pH sediaan setelah penyimpanan selama

8 minggu ... 23 4.4Data penentuan tipe emulsi sediaan ... 25 4.5Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 26

4.6Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Gambar sediaan krim setelah dibuat ... 32

2. Gambar sediaan krim setelah penyimpanan selama 8 minggu ... 33

3. Gambar uji tipe emulsi ... 34

4. Gambar tumbuhan rosella ... 35

5. Gambar alat frezee dryer ... 36

6. Gambar sari daun rosella setelah pengering bekuan ... 37

7. Gambar rangkaian alat yang digunakan untuk pengujian penguapan air dari kulit ... 38

8. Perhitungan persentase pengurangan penguapan air ... 39

9. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ... 40


(13)

PENGGUNAAN SARI DAUN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn.) DALAM SEDIAAN KRIM PELEMBAB

Abstrak

Daun rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) adalah salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai bahan pelembab kulit. Daun rosella kaya akan vitamin B1, B2, C dan betakaroten yang sangat penting untuk menangkal radikal bebas. Selain vitamin daun rosella juga mengandung mineral seperti karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan penelitian adalah untuk membuat sediaan krim pelembab dengan menggunakan sari daun rosella sebagai pelembab dan kemampuannya dalam mengurangi penguapan air dari kulit.

Sari daun rosella dikeringkan dengan freeze driyer selama 72 jam dan

diformulasikan dalam sediaan krim tipe m/a yang berfungsi sebagai pelembab. Konsentrasi sari daun rosella yang digunakan 0,5-4% lalu dibandingkan dengan sediaan blanko (dasar krim tanpa sampel) dan sediaan yang mengandung gliserin 2%. Pengujian terhadap sediaan krim meliputi uji homogenitas, pengamatan stabilitas sediaan, penentuan pH, penentuan tipe emulsi, iritasi terhadap kulit sukarelawan, dan pengujian menggunakan metode gravimetri untuk mengetahui kemampuan pengurangan penguapan air dari kulit pada12 orang sukarelawan.

Hasil pengujian homogenitas menunjukkan bahwa sediaan krim pelembab yang dihasilkan adalah homogeny dan stabil selama penyimpanan 8 minggu pada temperature kamar. Sediaan krim mempunyai pH 6,1-7,0, merupakan tipe emulsi m/a, tidak mengiritasi kulit. Hasil pengujian kemampuan pengurangan penguapan air dari kulit menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sari daun rosella yang ditambahkan pada sediaan krim maka semakin besar kemampuan sediaan krim tersebut untuk mengurangi penguapan air dari kulit.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sari daun rosella dapat diformulasikan dalam sediaan krim dan mampu mengurangi penguapan air dari kulit.


(14)

THE USE OF ROSELLA LEAF (Hibiscus sabdariffa Linn.) EXTRACT IN THE PREPARATION OF A MOISTURIZER CREAM

Abstract

Rosella leaf (Hibiscus sabdariffa Linn.) is one of natural material that

can be used as moisturizing agent on skin. Rosella leaf was rich of vitamin B1, B2, C, and betacarotene which important to ward free radical. Beside vitamin, rosella leaf also has carbohydrat, protein and lipid. Goals of this research were to make moisturizer cream with using rosella leaf extract as moisturizer and knowing its ability in reducing water evaporation from skin.

Rosella leaf extractwas dried with freezee driyer for 72 hours was

formulation in o/w as cream that used as a moisturizer. Concentration of rosella leaf extract used were 0.5-4% and then compared with blank and glycerine 2%. Some test have been done on moisturizer including: homogenity test, stability test, pH value, type of emulsion, skin irritation test, and the ability of the preparation to reduce the evaporation of water from skin with gravimetry method using 12 volunteers.

The result of the homogenity test showed that moisturizer cream was homogenous and stable in storage 8 weeks in room temperatur, a pH value 6.1-7.0, this cream had o/w (oil/water) emulsion type, did not irritate skin. Result of testing the ability of reducing water evaporation from the skin showed that the higher concentration of rosella leaf extract added into the cream the greater the ability to reduce the evaporation of water from the skin.

The conclusion of the result from this research that rosella leaf extract can be formulated in cream preparation and be able to reduce the evaporation of water from the skin.

Key words: Rosella leaf extract (Hybiscus sabdariffa Linn), cream, moisturizer


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik serta merubah rupa. Karena terjadi kontak antara kosmetika dengan kulit, maka kosmetika akan diserap oleh kulit dan masuk ke bagian yang lebih dalam dari tubuh. Jumlah kosmetika yang terserap kulit bergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi kulit pemakai dan keadaan kosmetik yang dipakai. Kontak kosmetik dengan kulit menimbulkan akibat positif berupa manfaat dari kosmetik dan akibat negatif atau merugikan berupa efek samping kosmetik (Wasitaatmadja, 1997).

Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dimaksudkan untuk pemakaian luar. Bahan yang digunakan mencakup zat emolien, zat sawar (barier), zat pengental dan pembentuk lapisan tipis, zat penutup kulit yang berpori lebar, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum dan zat warna (Ditjen POM, 1985).

Pada dasarnya ada dua tipe reaksi negatif kulit akibat pemakaian kosmetik yang tidak aman, yaitu reaksi toksik dan reaksi intoleransi. Reaksi toksik adalah suatu kerusakan pasif pada organisme yang disebabkan oleh kerja dari sejumlah bahan yang bersifat racun. Bahan yang memiliki efek beracun tersebut dikenal sebagai iritan primer dan efeknya disebut iritasi primer, yang terjadi praktis pada semua orang yang dikenai kosmetik tersebut,


(16)

meskipun tingkat keparahannya tergantung pada kesehatan kulit dan kesehatan umum orang tersebut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Reaksi intoleransi yang sering disebut reaksi alergi tidak terjadi pada semua orang yang mengenakan kosmetik yang sama. Bahan penyebab alergi yang ada di dalam kosmetik bukan merupakan elemen primer yang aktif menimbulkan kerusakan, melainkan hanya sebagai faktor pemicu terjadinya reaksi alergi pada orang-orang yang memilki kelemahan tertentu (predisposisi) (Tranggono dan Latifah, 2007).

Secara alami, vitamin mampu melindungi kulit dari radikal bebas yang sangat reaktif yang menjadi penyebab utama kerusakan dan kelainan kulit. Vitamin A, B, C, D, dan E jika digunakan secara topikal akan memberikan manfaat yang sama dengan suplemen untuk mengobati penyakit dan kelainan kulit tertentu. Sari buah dan sayuran, baik dalam bentuk murni atau

dicampurkan dalam krim, susu, atau face mask, juga memiliki efek yang

menguntungkan kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kulit merupakan organ yang menutupi seluruh tubuh manusia terletak di bagian paling luar dan mempunyai permukaan paling luas. Oleh karena itu, kondisi kulit selalu dipandang pertama kali dan dianggap sebagai salah satu unsur kecantikan. Dengan demikian, kulit senantiasa memancarkan kesegaran bagi orang yang memandangnya (Wirakusumah, 2007).

Rosella yang mempunyai nama ilmiah Hibiscus sabdariffa Linn,


(17)

beriklim tropis dan subtropis. Di Afrika Timur, rebusan kelopak rosela yang

dikenal dengan nama Sudan tea, digunakan untuk mengurangi batuk. Daun

rosella juga bisa mengobati kaki pecah-pecah atau pada kulit yang terbakar. Daun ini juga dapat mempercepat pematangan bisul sekaligus bersifat

melembutkan kulit (emollient). Daun rosella juga kaya akan vitamin B1, B2, C

dan beta karoten yang sangat penting untuk menangkal radikal bebas. Selain vitamin, daun rosella juga mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, zat besi, karbohidrat, protein dan lemak (Maryani dan Kristiana, 2005)

Berdasarkan kandungan yang terdapat pada daun rosella maka daun rosella diduga mempunyai kemampuan untuk melembabkan kulit. Berkaitan dengan hal tersebut penulis ingin meneliti pengaruh daun rosella dalam krim sebagai pelembab.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah sari daun rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) dapat

diformulasikan ke dalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a?

2. Apakah sari daun rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) mampu

mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit dalam bentuk sediaan krim?

1.3 Hipotesa

1. Sari daun rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) dapat diformulasikan ke


(18)

2. Sari daun rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) mampu mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit dalam bentuk sediaan krim.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah sari daun rosella (Hibiscus sabdariffa Linn)

dapat diformulasikan dalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a.

2. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan sari daun rosella

(Hibiscus- sabdriffa Linn) mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit dalam bentuk sediaan krim.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya dan


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Rosella

2.1.1 Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

Rosella yang mempunyai nama ilmiah Hibiscus sabdariffa Linn.

Merupakan anggota famili Malvaceae. Rosella dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah yang terbentang dari India hingga Malaysia. Namun, sekarang tanaman ini telah tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Di Afrika

Timur, rebusan kelopak bunga rosela yang dikenal dengan nama Sudan tea,

digunakan untuk mengurangi batuk. Daun rosella juga bisa mengobati kaki pecah-pecah atau pada kulit yang terbakar. Daun ini juga dapat mempercepat

pematangan bisul sekaligus bersifat melembutkan kulit (emollient) (Maryani

dan Kristiana,2005).

Hibiscus sabdariffa Linn. merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak bercabang yang berbatang bulat dan berkayu. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari dan letaknya berseling dan pinggiran daun bergerigi. Bunga rosella bertipe tunggal yaitu hanya terdapat satu kuntum bunga pada setiap tangkai bunga. Bunga ini mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu dengan panjang 1 cm, pangkal saling berlekatan dan berwarna merah (Rahmawati, 2012).


(20)

Menurut Rahmawati (2012) rosella diklasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Famili : Malvaceae

Genus : Hibiscus

Spesies : Hibiscus sabdariffa Linn.

Nama lokal : Rosella

2.1.3 Kandungan dan manfaat daun rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) Menurut Maryani dan Kristiana (2005), kandungan gizi rosella, diantaranya :

Betakaroten (mcg/100 mg) : 4135

Protein (g/100g) : 3,3

Karbohidrat (g/100g) : 9,2

Lemak (g/100g) : 0,3

Serat (g/100g) : 1,6

Vitamin C (mg/100g) : 54

Air (%) : 85,6

Tiamin (mg/100g) : 0,17

Riboflavin (mg/100g) : 0,45

2.2 Kulit

2.2.1 Gambaran umum kulit

Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan


(21)

rangsangan dari luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar. Selain itu, kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang besar. Luas kulit pada manusia rata-rata lebih kurang 2 meter persegi, dengan berat 10 kg jika dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak.

Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis (Lachman, dkk., 1994).

2.2.2 Fungsi kulit

Kulit sebagai organ tubuh yang paling penting mempunyai beberapa fungsi diantaranya sebagai berikut (Wirakusumah, 2007):

a. Kulit sebagai filter dan pelindung tubuh

Kulit mempunyai kemampuan untuk mencegah masuknya bahan- bahan yang membahayakan tubuh, seperti bakteri dan bahan asing lainnya. Selain itu, kulit juga dapat melindungi tubuh dari benturan fisik, panas matahari, api dan dingin.


(22)

Lapisan kulit bersifat pejal (padat dan kencang) terutama bagian lapisan tanduknya sehingga air tidak mudah ke luar dari dalam tubuh. Dengan demikian, kelembabannya selalu terjaga.

c. Kulit pengatur suhu tubuh

Kulit membantu dan menjaga suhu tubuh agar tetap normal dengan cara melepaskan keringat ketika tubuh terasa panas. Keringat tersebut kemudian akan menguap sehingga menyebabkan tubuh terasa dingin. Demikian pula sebaliknya. Bila seseorang mengalami kedinginan, pembuluh darah dalam kulit akan menyempit sehingga panas tubuh tertahan.

d. Kulit sebagai sistem syaraf yang sensitif

Kulit terdiri dari sistem syaraf yang peka terhadap ancaman dari luar seperti panas, dingin, sentuhan dan tekanan. Oleh karena itu, kulit akan segera memberikan reaksi setelah ada peringatan awal dari sistem syaraf tersebut.

2.2.3 Jenis kulit secara umum

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kulit tubuh secara umum dapat dibedakan sebagai berikut.

a. Jenis kulit sensitif

Kulit jenis ini mudah sekali mengalami gangguan dan masalah yang disebabkan oleh perubahan suhu, kelembaban, maupun penggunaan kosmetik yang tidak sesuai.


(23)

b. Jenis kulit reaktif

Kulit jenis ini cepat mengalami perubahan secara tiba-tiba akibat adanya perubahan lingkungan. Reaksi ini meskipun dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan kembali normal. Misalnya, kulit muka menjadi merah secara tiba-tiba karena perlebaran pembuluh darah kapiler di bawah kulit tanpa diketahui penyebab yang jelas.

c. Jenis kulit alergi

Jenis kulit ini berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Pada kasus-kasus tertentu, sistem kekebalan tubuh tidak dapat berperan sehingga akan timbul alergi. Tanda-tanda alergi yaitu kulit memerah dan biasanya juga timbul gatal-gatal pada kulit (Wirakusuma, 2007).

2.3 Krim

Krim didefinisikan sebagai “cairan kental atau emulsi setengah padat

baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air”. Krim biasanya

digunakan sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit.

Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik, dan banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai dengan definisi di atas. Banyak hasil produksi yang nampaknya seperti krim tetapi tidak mempunyai dasar dengan jenis emulsi, biasanya disebut krim.

Untuk penstabilan krim ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet. Zat pengawet yang sering digunakan adalah nipagin 0,12-0,18% dan nipasol 0,02-0,05% (Anief, 2000).


(24)

Ditinjau dari sifat fisiknya, krim dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Emulsi air dalam minyak atau emulsi W/O seperti cold cream

b. Emulsi minyak dalam air atau O/W seperti vanishing cream

Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air, dan

dikenal sebagai krim. Basis Vanishing cream termasuk golongan ini (Lachman

dkk, 1994).

Basis krim (vanishing cream) disukai pada penggunaan sehari-hari

karena memiliki keuntungan yaitu memberikan efek dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik. Humektan

(gliserin, propilenglikol, sorbitol) sering ditambahkan pada vanishing cream

untuk mengurangi penguapan air dari permukaan kulit (Voight, 1995)

Basis krim untuk tipe air dalam minyak juga mempunyai kelebihan dalam membersihkan kotoran yang larut dalam minyak dan tidak menyebabkan kulit kering dan kasar. Namun tipe ini mempunyai kekurangan yaitu lebih mahal, lebih lengket dan terasa panas menutupi pori-pori. Oleh karena itu krim ini kurang diminati dalam sediaan pelembab (Wasitaatmadja, 1997).

2.4 Kosmetik Untuk Kulit

Kosmetik menurut peraturan Kementrian Kesehatan

No.445/MenKes/Permenkes/ 1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam


(25)

keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Wasitaatmadja, 1997).

Tujuan penggunaaan kosmetik pada masyarakat adalah untuk mencegah kelainan yang timbul dan mempertahankan kondisi kulit, disamping berkaitan dengan urusan penampilan. Salah satu kosmetika yang dianjurkan adalah pembersih yang terdiri dari dua bahan dasar utama yaitu air dan minyak. Pembersih yang berbahan dasar air yang dapat menghilangkan kotoran seperti debu (Wasitaatmadja, 1997)

2.4.1Jenis Kosmetik

Kosmetik pelembab (moisturizers) termasuk kosmetik perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1987).

Jenis pelembab mempunyai kandungan propilen glikol dan kolagen yang bertujuan untuk mengikat air. Krim seperti emolien, merupakan jenis pelembab yang kuat. Jenis pelembab ini biasanya digunakan pada malam hari untuk menghaluskan kulit kering (Santoso, 2001).

Pelembab bekerja pada bagian kulit lapisan epidermis di stratum korneum. Beberapa lapis dari sel mati berkeratin sangat hidrofil dan banyak mengembang bila tercelup dalam air, hal ini menjaga permukaan kulit tetap halus dan lentur. Bila air yang dikandung stratum korneum hilang, kulit akan menjadi kering dan bersisik. Meskipun lapisan film lipid bukan sebagai mantel


(26)

penutup yang menolak air, tapi dapat membantu menahan air agar tetap tinggal dalam kulit (Anief, 1997).

Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari kekeringan dengan adanya tabir lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah yaitu dengan cara memberikan kosmetik pelembab kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk perawatan kulit agar kulit menjadi bersih dan sehat, terlindung dari kekeringan dan sengatan cuaca, baik panas matahari maupun dingin, dan nampak segar dan tekstur kulit yang lembut dan menarik. Kegiatan perawatan kulit meliputi pembersihan, toning, kondisioning, dan pelindungan kulit (Ditjen POM, 1985).

2.4.2 Macam-macam kosmetika pelembab

Kosmetika pelembab dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:

1. Kosmetika pelembab dengan dasar lemak

Krim tipe ini membentuk lapisan lemak tipis di permukaan kulit, mencegah penguapan air kulit serta menyebabkan kulit menjadi lembab dan lembut. Pelembab ini harus dapat menutup daerah tertentu permukaan kulit, mencegah masuknya bahan-bahan asing ke dalam kulit dan mencegah penguapan air dari kulit. Bahan utama dalam krim pelembab ini


(27)

adalah lemak (lanolin, lemak wool, lanette wax, glycerol monostearat). Sebagai tambahan adalah mineral oil, olive oil, sesame oil, oleum cocos

yang semuanya merupakan bahan tipe W/O sedangkan untuk tipe O/W

bahan yang digunakan seperti gliserol, sirup sorbitol dan trietanolamine.

2. Kosmetika pelembab dengan dasar gliserol

Jenis pelembab ini akan mengering di permukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap uap air dari udara dan mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini membuat kulit nampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum korneum kulit. Bahan yang digunakan sirup sorbitol, propilen glikol, glyceryl monostearat atau lanette wax yang mempunyai dua fungsi pelembab (higroskopis dan lapisan lemak) (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4.3 Syarat dari kosmetika pelembab

Syarat-syarat bagi preparat kosmetika pelembab (Tranggono dan Latifah, 2007), yaitu:

a. Mudah dipakai.

b. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan.

c. Bahan aktif dan bahan dasar mudah tercampur.

d. Bahan dasar harus dapat mempertahankan kelembutan dan

kelembaban kulit.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-Alat yang Digunakan

Neraca analitik, pH meter, freeze dryer, juicer, lumpang, stamfer,

objek gelas, alat-alat gelas, mikroskop, beaker glass, erlenmeyer, pipet tetes, gelas ukur, tutup pot plastik, kain kasa, penangas air, batang pengaduk, spatel, pot plastik, selotip transparan.

3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan

Asam stearat, setil alkohol, trietanolamin (TEA), gliserin, air suling, nipagin, natrium metabisulfit, parfum, sari daun rosella, silika gel.

3.2.1 Teknik pengambilan sampel

Pengambilan daun rosella dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah daun rosella yang segar. Sampel diambil dari daerah Aceh Barat Daya, desa Babahrot.

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit berjumlah 12 orang dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM, 1985):

1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun


(29)

4. Bersedia menjadi sukarelawan

Sukarelawan terdiri dari orang terdekat untuk lebih memudahkan jalannya penelitian dalam penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pembuatan sari daun rosella

Daun rosella dipisahkan dari batangnya lalu dicuci bersih sebanyak 3,5

kg, kemudian daun dihaluskan dengan juicer, lalu diperoleh sari sebanyak 2

liter yang ditambahkan dengan natrium metabisulfit sebanyak 0,1% dan

dikeringkan dengan freezee dryer selama 72 jam pada suhu -40oC dengan

tekanan 2 atm, sampai diperoleh sari sebanyak 30,6 gram. Bentuk sari yang didapat berupa serbuk gumpalan, dan berwarna hijau kecoklatan.

3.4.2 Formula standar handcream (Young, 1972)

Asam stearat 12 g

Setil alkohol 0,5 g

Sorbitol sirup 5 g

Propilen glikol 3 g

Trietanolamin 1 g

Gliserin 1-5 tetes

Nipagin 1 sendok spatula

Parfum 3 tetes


(30)

3.4.3 Formula yang dimodifikasi

Asam stearat 12 g

Setil alkohol 0,5 g

Trietanolamin 1 g

Nipagin 0.1 g

Natrium metabisulfit 0,1 g

Parfum 3 tetes

Sari daun rosella X%

Air suling ad 100 ml

3.4.4 Pembuatan sediaan krim

Konsentrasi serbuk sari daun rosella yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 0,5 %, 1 %, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, 4 % dan gliserin 2%. Adapun formula yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 3.1

Cara pembuatan:

Asam stearat dan setil alkohol dimasukkan ke dalam cawan penguap dan dilebur di atas penangas air (massa 1). Nipagin dilarutkan dalam air panas, lalu ditambahkan natrium metabisulfit dan trietanolamin diaduk sampai larut (massa II). Lalu ditambahkan massa II ke dalam massa I di dalam lumpang panas sambil digerus secara terus menerus hingga terbentuk dasar krim. Sari daun rosella digerus lalu ditambahkan sedikit demi sedikit dasar krim. Terakhir ditambahkan 3 tetes parfum (melon essential) dan gerus hingga homogen.


(31)

Tabel 3.1 Formula sediaan krim yang dibuat

Komposisi Formula

A B C D E F G H I J

Asam stearat (g) 12 12 12 12 12 12 12 12 12 0,5

Setil alkohol (g) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Trietanolamin (g) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Gliserin (%) - - - 2

Nipagin (g) 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Na metabisulfit (mg)

0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Sari Daun Rosella (%)

- 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 -

Parfum (tetes) 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Air suling (ml) ad 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Keterangan: Formula A : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula B : konsentrasi sari daun rosella 0,5% Fomula C : konsentrasi sari daun rosella 1%

Formula D : konsentrasi sari daun rosella 1,5% Formula E : konsentrasi sari daun rosella 2% Formula F : konsentrasi sari daun rosella 2,5% Formula G : konsentrasi sari daun rosella 3% Formula H : konsentrasi sari daun rosella 3,5% Formula I : konsentrasi sari daun rosella 4%

Formula J : Formula krim dengan konsentrasi gliserin 2% (sebagai pembanding)

3.5 Penentuan Mutu Fisik Sediaan 3.5.1 Pemeriksaan homogenitas

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Cara:

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.5.2 Pengamatan stabilitas sediaan

Pengamatan stabilitas sediaan meliputi: pecah tidaknya sediaan, pemisahan fase, perubahan warna dan bau dari sediaan.


(32)

Cara:

Masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam pot plastik, ditutup bagian atasnya dengan plastik. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat sediaan telah selesai dibuat, dan setelah penyimpanan 1, 4, dan 8 minggu yang dilakukan pada temperatur kamar.

3.5.3 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter Cara:

Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.5.4 Penentuan tipe emulsi sediaan Cara:

Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru, diaduk dengan batang pengaduk. Tutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a (Ditjen POM, 1985).


(33)

3.5.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan dengan cara: kosmetika dioleskan di belakang telinga, kemudian dibiarkan selama 24 jam dan dilihat perubahan yang terjadi berupa eritema, papula, vesikula dan edema (Ditjen POM, 1985).

3.5.6 Penetuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ditentukan dengan menggunakan dua buah tutup plastik berdiameter 4,5 cm yang dirangkai seperti pada lampiran

Cara:

Sediaan ditimbang sebanyak 100 mg. Pada bagian lengan bawah sukarelawan diberikan tanda berupa lingkaran yang sama diameternya dengan diameter tutup pot plastik yang digunakan. Dioleskan sediaan pada bagian tersebut. Sebelum dipakai, silika gel dipanaskan terlebih dahulu agar dicapai berat konstan, kemudian diletakkan pada eksikator. Pada wadah plastik yang belum dilubangi, kain kasa dijahit, dimasukkan silika gel dibalikkan, diletakkan di atas pot plastik kemudian wadah pot plastik disatukan dengan menggunakan isolatip transparan. Wadah yang berlubang berada pada bagian bawah, dan posisi kedua wadah menelungkup. Selanjutnya wadah plastik diletakkan pada lengan bawah sukarelawan yang telah dioleskan sediaan. Agar wadah plastik tersebut dapat melekat dengan baik dan untuk mencegah pengaruh udara dari lingkungan maka digunakan isolatip transparan yang ditempelkan sedemikian rupa pada lengan bagian bawah tersebut. Alat ini


(34)

dibiarkan menempel selama 3 jam kemudian segera dilepas, silika gel yang digunakan ditimbang kembali. Cara ini dilakukan untuk setiap sediaan dan pembanding yaitu sediaan yang menggunakan gliserin 2% dan blanko sebagai kontrol, dan pengujian yang tanpa diolesi sediaan.


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.1.1 Homogenitas sediaan

Dari pengamatan yang telah dilakukan pada sediaan krim pelembab tidak diperoleh butiran-butiran, maka sediaan tersebut dikatakan homogen. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap sediaan pembanding yaitu formula gliserin 2% dan blanko, hasil yang diperoleh menunjukkan tidak adanya butiran-butiran.

4.1.2 Stabilitas sediaan

Menurut Ansel (1989), suatu emulsi menjadi tidak stabil akibat penggumpalan dari pada globul-globul (bulatan-bulatan) dari fase terdispersi. Rusak atau tidaknya suatu sediaan yang mengandung bahan yang mudah teroksidasi dapat diamati dengan adanya perubahan warna dan perubahan bau. Untuk mengatasi kerusakan bahan akibat adanya oksidasi dapat dilakukan dengan penambahan anti oksidan. Kerusakan juga dapat ditimbulkan oleh jamur atau mikroba, untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan penambahan anti mikroba. Anti mikroba yang digunakan adalah nipagin.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan selama penyimpanan 8 minggu pada konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, dan 4%,menunjukkan kondisi yang stabil. Hasil uji stabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini:


(36)

Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat sediaan selesai dibuat, dan setelah 1, 4, dan 8 minggu

N

o Formula

Pengamatan selama penyimpanan Setelah dibuat Setelah 1 minggu Setelah 4 minggu Setelah 8 minggu

x y Z x y z x y z x Y z

1

A - - - -

2

B - - - -

3

C - - - -

4 D - - - -

5 E - - - -

6 F - - - -

7 G - - - -

8 H - - - -

9 I - - - -

10 J - - - -

Keterangan: Formula A : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula B : Konsentrasi sari daun rosella 0,5% Formula C : Konsentrasi sari daun rosella 1% Formula D : Konsentrasi sari daun rosella 1,5% Formula E : Konsentrasi sari daun rosella 2% Formula F : Konsentrasi sari daun rosella 2,5% Formula G : Konsentrasi sari daun rosella 3% Formula H : Konsentrasi sari daun rosella 3,5% Formula I : Konsentrasi sari daun rosella 4%

Formula J : Formula krim yang mengandung gliserin

2% (pembanding)

x : Perubahan warna

y : Perubahan bau

z : Pecahnya emulsi

- : Tidak terjadi perubahan

4.1.3 pH sediaan

pH sediaan ditentukan dengan menggunakan pH meter. Dari percobaan yang dilakukan, dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.


(37)

Tabel 4.2 Data pengukuran pH sediaan pada saat selesai dibuat

No Formula

pH

I II III

Rata-rata

1 A 7,0 6,9 6,9 6,9

2 B 6,8 6,8 6,8 6,8

3 C 6,7 6,8 6,7 6,7

4 D 6,7 6,7 6,7 6,7

5 E 6,7 6,7 6,7 6,7

6 F 6,8 6,7 6,8 6,7

7 G 6,6 6,7 6,6 6,6

8 H 6,5 6,5 6,5 6,5

9 I 6,4 6,4 6,4 6,4

10 J 6,9 6,8 6,9 6,8

Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan setelah penyimpanan selama 8 minggu

Keterangan: Formula A : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula B : Konsentrasi sari daun rosella 0,5% Formula C : Konsentrasi sari daun rosella 1% Formula D : Konsentrasi sari daun rosella 1,5% Formula E : Konsentrasi sari daun rosella 2% Formula F : Konsentrasi sari daun rosella 2,5% Formula G : Konsentrasi sari daun rosella 3% Formula H : Konsentrasi sari daun rosella 3,5% Formula I : Konsentrasi sari daun rosella 4%

Formula J : Formula krim yang mengandung gliserin 2% (pembanding)

No Formula

pH

I II III

Rata-rata

1 A 6,9 6,9 6,9 6,9

2 B 6,8 6,7 6,7 6,7

3 C 6,7 6,7 6,7 6,7

4 D 6,7 6,6 6,6 6,6

5 E 6,7 6,6 6,7 6,6

6 F 6,6 6,6 6,6 6,6

7 G 6,5 6,6 6,5 6,5

8 H 6,3 6,4 6,4 6,3

9 I 6,1 6,2 6,1 6,1


(38)

Hasil penentuan pH sediaan pada saat selesai dibuat, didapatkan bahwa pH dari formula A= 6,9; formula B= 6,8; formula C= 6,7; formula D= 6,7; formula E= 6,7; formula F= 6,7 ; formula G= 6,6; formula H= 6,5; formula I=6,4; formula J= 6,8 sedangkan hasil penentuan pH sediaan setelah penyimpanan selama 8 minggu didapat bahwa pH dari formula A = 6,9 ; formula B = 6,7 ; formula C = 6,7; formula D = 6,6; formula E= 6,6; formula F= 6,6; formula G= 6,5; formula H= 6,3; formula I= 6,1; formula J= 6,8. Dari hasil penentuan pH keduanya didapat bahwa pH dengan penambahan sari daun rosella lebih rendah dibandingkan dengan sediaan blanko dan gliserin 2%, dan setelah penyimpanan selama 8 minggu pH yang diperoleh semakin rendah dibandingkan dengan pH setelah dibuat. Semakin tinggi konsentrasi sari daun rosella yang ditambahkan ke dalam sediaan krim, maka semakin rendah pH yang didapat. Hal ini dikarenakan pH sediaan krim tersebut mendekati pH dari sari daun rosella yaitu 6,5. pH yang semakin asam terlihat pada konsentrasi 3,5% dan 4%. Menurut Balsam (1972), pH untuk sediaan krim adalah 5-8, sehingga sediaan di atas memenuhi syarat pH untuk krim tangan dan badan. 4.1.4 Tipe emulsi sediaan

Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sedíaan dengan menggunakan biru metil dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini:


(39)

Tabel 4.4 Data penentuan tipe emulsi sediaan

No Formula Kelarutan Biru Metil Pada Sediaan

1 A (Blanko) +

2 B ( 0,5%) +

3 C (1%) +

4 D (1,5%) +

5 E (2%) +

6 F (2,5%) +

7 G (3%) +

8 H (3,5%) +

9 I (4%) +

10 J (Gliserin 2%) +

Keterangan: + : Larut

Dari hasil uji tipe emulsi yang dapat dilihat pada Tabel 5, formula krim dengan konsentrasi sari daun rosella 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 4%, gliserin 2% dan blanko menunjukkan biru metil dapat larut dalam krim tersebut. Dengan demikian larutnya biru metil pada sediaan tersebut membuktikan bahwa sediaan krim yang dibuat mempunyai tipe emulsi m/a. 4.1.5 Uji daya iritasi terhadap kulit sukarelawan

Penggunaan kosmetik pada kulit dapat menyebabkan berbagai reaksi(efek samping). Untuk mengetahui ada atau tidaknya efek samping tersebut maka dilakukan uji daya iritasi terhadap kulit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hasil uji iritasi dapat dilihat pada Tabel 4.5 sebagai berikut:


(40)

Tabel 4.5 Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

No Pernyataan Sukarelawan

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

1 Eritema 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Eritema dan papula 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 Eritema, papula dan

vesikula

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4 Edema dan vesikula 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan: 0 : Tidak terjadi iritasi

+ : Eritema

++ : Eritema dan papula

+++ : Eritema, papula dan vesikula

++++ : Edema dan vesikula

Menurut Ditjen POM (1985), uji iritasi terhadap kulit untuk mengetahui ada atau tidaknya efek samping, dilakukan dengan memakai kosmetika di belakang daun telinga dan dibiarkan selama 24 jam. Dari data tabel diatas, ternyata tidak terlihat adanya efek samping berupa eritema, papula, vesikula dan edema yang ditimbulkan oleh sediaan.

4.1.6 Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit Pengujian dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan yang berusia 20-30 tahun yang berjenis kelamin perempuan, data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.6 sebagai berikut:


(41)

Keterangan: Formula A : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula B : Konsentrasi sari daun rosela 0,5% Formula C : Konsentrasi sari daun rosela 1% Formula D : Konsentrasi sari daun rosela 1,5% Formula E : Konsentrasi sari daun rosela 2% Formula F : Konsentrasi sari daun rosela 2,5% Formula G : Konsentrasi sari daun rosela 3% Formula H : Konsentrasi sari daun rosela 3,5% Formula I : Konsentrasi sari daun rosela 4%

Formula J : Formula krim yang mengandung gliserin 2% (pembanding)

Dari data yang dapat dilihat bahwa krim sari daun rosella dengan konsentrasi 0,5% mampu mengurangi penguapan air dari kulit 11,53% sampai 24,24% untuk konsentrasi 1% mampu mengurangi penguapan air dari kulit

No Suka

relawan

Persentase pengurangan penguapan air pada masing-masing Formula

A B C D E F G H I J

1 I 12,50 18,75 25,00 31,25 37,50 43,75 50,00 56,25 62,50 43,75

2 II 8,69 13,04 26,08 26,08 34,79 30,43 43,47 52,17 56,52 30,43

3 III 11,53 11,53 23,07 26,92 30,76 34,61 38,46 42,30 61,53 46,15

4 IV 14,28 19,04 23,80 33,33 38,09 42,85 47,61 52,38 57,14 28,57

5 V 15,15 24,24 39,39 42,42 45,45 48,48 51,51 54,54 57,57 51,51

6 VI 15,38 23,07 26,92 30,76 34,61 38,46 42,30 46,15 53,84 30,76

7 VII 12,00 16,00 20,00 28,00 32,00 36,00 40,00 44,00 48,00 52,00

8 VIII 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00 40,00

9 IX 11,11 16,66 27,77 33,33 38,88 44,44 50,00 55,55 61,11 33,33

10 X 10,52 15,78 15,78 21,05 26,31 31,57 36,84 42,10 47,36 36,84

11 XI 11,11 16,66 22,22 27,77 38,88 44,44 50,00 55,55 61,11 38,88


(42)

sebesar 15,78% sampai 39,39%untuk konsentrasi 1,5% mampu mengurangi penguapanair dari kulit sebesar 21,05% sampai 42,42% untuk konsentrasi 2% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 26,31% sampai 45,45% untuk konsentrasi 2,5% mampu mengurangi penguapan air sebesar 30,43% sampai 48,48% untuk konsentrasi 3% mampu mengurangi penguapan air sebesar 36,84% sampai 51,51% untuk konsentrasi 3,5% mampu mengurangi penguapan air sebesar 42,10% sampai 56,25% untuk konsentrasi 4% mampu mengurangi penguapan air sebesar 47,36% sampai 62,50%. Pengukuran ini dibandingkan dengan sediaan yang mengandung gliserin 2% sudah mampu mengurangi penguapan air sebesar 28,57% sampai 52,00% sedangkan blanko hanya mampu mengurangi penguapan air sebesar 8,69% sampai 15,38%.

Dari data di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sari daun rosella yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi pula kemampuan sediaan krim tersebut menahan penguapan air dari kulit, terlihat pada konsentrasi 4%. Apabila dibandingkan dengan persentase kemampuan sediaan pembanding yaitu gliserin 2% dalam mengurangi penguapan air dari kulit, maka yang mendekati dengan kemampuan sediaan gliserin 2% yaitu sediaan krim sari daun rosella dengan konsentrasi 2,5%.

Perbedaan nilai persentase kemampuan mengurangi penguapan air dari kulit berbeda dari setiap sukarelawan disebabkan oleh perbedaan cuaca pada saat pengujian dan banyaknya keringat yang dihasilkan oleh tiap sukarelawan tidak sama.


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Sari daun rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) dapat diformulasikan

ke dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi m/a. Sediaan krim yang dihasilkan semuanya homogen dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sediaan krim sari daun rosella pada konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, dan 4% stabil pada penyimpanan selama 8 minggu. Sediaan krim mempunyai pH 6,1-7,0.

2. Penambahan sari daun rosela ke dalam sediaan krim dapat

mengurangi penguapan air dari kulit. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sari daun rosella yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi kemampuan sediaan krim tersebut untuk mengurangi penguapan air dari kulit. Dibandingkan dengan gliserin 2%, kemampuan pengurangan penguapan air pada konsentrasi 2,5% jauh lebih baik yaitu mencapai 48,48%.

5.2Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar memformulasikan sari daun rosella dalam bentuk sediaan yang berbeda. Seperti: gel, dan lotion.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1997). Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit.

Cetakan Pertama. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 34.

Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Cetakan Kesembilan.

Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 71-72.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaam Farmasi. Edisi Keempat.

Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 387-389.

Balsam, M.S. (1972).Cosmetics Science and Technology. Edisi kedua. London.

Jhon Willey and Son, Inc. Hal. 211.

Ditjen POM.(1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI. Hal. 33.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI. Hal. 22, 83, 97, 356.

Lachman, L., Liberman, A.H., dan Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek

Farmasi Industri II. Penerjemah: Siti Suyatmi, Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 1091-1093.

Maryani, H., dan Kristiana, L. (2005). Khasiat dan Manfaat Rosela. Jakarta:

Penerbit PT Agro Media Pustaka. Hal. 13, 29.

Rahmawati, R. (2012). Budidaya Rosella. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru

Press. Hal. 87-89.

Rawlins, E.A. (2003). Bentley's Textbook of Pharmaceutics. Edisi

Kedelapan belas. London: Bailierre Tindall. Hal. 22,355.

Santoso, D. (2001). Ramuan Tradisional Untuk Penyakit Kulit. Edisi Kedua.

Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 9-10 .

Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan

Kosmetik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Hal.11, 127.

Voigt, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi Kelima.


(45)

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 26-27,111.

Wirakusumah, E.S. (2007) Cantik dan Awet Muda Dengan Buah, Sayur, Dan

Herbal. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal 6.

Young, A. (1972). Practical Cosmetic Science. London: Mills and Boon


(46)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar sediaan krim setelah selesai dibuat Pandangan depan

A B C D E

F G H I J

Pandangan Atas

A B C D E

F G H I J

Keterangan: Formula A : Blanko (dasar krim tanpa sampel)

Formula B : Konsentrasi sari daun rosella 0,5%

Formula C : Konsentrasi sari daun rosella 1%

Formula D : Konsentrasi sari daun rosella 1,5%

Formula E : Konsentrasi sari daun rosella 2%

Formula F : Konsentrasi sari daun rosella 2,5%

Formula G : Konsentrasi sari daun rosella 3%

Formula H : Konsentrasi sari daun rosella 3,5%

Formula I : Konsentrasi sari daun rosella 4%

Formula J : Formula krim yang mengandung gliserin 2%


(47)

Lampiran 2. Gambar sediaan krim setelah penyimpanan selama 8 minggu Pandangan depan

A B C D E

F G H I J

Pandangan atas

A B C D E

F G H I J

Keterangan: Formula A : Blanko (dasar krim tanpa sampel)

Formula B : Konsentrasi sari daun rosella 0,5%

Formula C : Konsentrasi sari daun rosella 1%

Formula D : Konsentrasi sari daun rosella 1,5%

Formula E : Konsentrasi sari daun rosella 2%

Formula F : Konsentrasi sari daun rosella 2,5%

Formula G : Konsentrasi sari daun rosella 3%

Formula H : Konsentrasi sari daun rosella 3,5%

Formula I : Konsentrasi sari daun rosella 4%

Formula J : Formula krim yang mengandung gliserin 2%


(48)

Lampiran 3. Gambar uji tipe emulsi

A B C D E F G H I J

Keterangan: Formula A : Blanko (dasar krim tanpa sampel)

Formula B : Konsentrasi sari daun rosella 0,5%

Formula C : Konsentrasi sari daun rosella 1%

Formula D : Konsentrasi sari daun rosella 1,5%

Formula E : Konsentrasi sari daun rosella 2%

Formula F : Konsentrasi sari daun rosella 2,5%

Formula G : Konsentrasi sari daun rosella 3%

Formula H : Konsentrasi sari daun rosella 3,5%

Formula I : Konsentrasi sari daun rosella 4%

Formula J : Formula krim yang mengandung gliserin 2%


(49)

(50)

Lampiran 5. Gambar alat freeze dryer

Rangkaian alat freeze dryer tanpa sampel


(51)

(52)

Lampiran 7. Gambar rangkaian alat yang digunakan untuk pengujian penguapanair dari kulit

A B

C D

Keterangan: A : Gambar alat penguapan air dari kulit B : Gambar tutup pot plastik tidak berlubang C : Gambar tutup pot plastik berlubang D : Gambar rangkaian kedua tutup pot plastik


(53)

Lampiran 8. Perhitungan persentase pengurangan penguapan air

Contoh perhitungan persentase pengurangan penguapan air pada sukarelawan I ( formula A).

a. Pertambahan berat

Petambahan berat = berat akhir – berat awal

Berat awal = 10,01gr Berat akhir = 10,15gr Pertambahan berat = 140 mg

b. Persentase pengurangan penguapan

= pertambahan berat tanpa sedíaan – pertambahan berat sediaan

Diketahui: Pertambahan berat tanpa sediaan = 160 mg Pertambahan berat sediaan = 140 mg Jadi, persentase pengurangan penguapan air dari kulit adalah

% = 160mg– 140mg x 100%

160

= 12,05%

x 100% pertambahan berat tanpa sediaan


(54)

(55)

Lampiran 9. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

1.Sukarelawan I

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan

penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,09 10,25 160 00

2 A 10,01 10,15 140 12,50

3 B 10,06 10,19 130 18,75

4 C 10,05 10,17 120 25,00

5 D 10,00 10,11 110 31,25

6 E 10,08 10,18 100 37,50

7 F 10,01 10,10 90 43,75

8 G 10,03 10,11 80 50,00

9 H 10,02 10,09 70 56,25

10 I 10,01 10,07 60 62,50

11 J 10,06 10,15 90 43,75

2.Sukarelawan II

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan

penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,07 10,31 230 00

2 A 10,01 10,22 210 8,69

3 B 10,03 10,23 200 13,04

4 C 10,03 10,20 170 26,08

5 D 10,06 10,23 170 26,08

6 E 10,08 10,23 150 34,79

7 F 10,07 10,22 160 30,43

8 G 10,10 10,23 130 43,47

9 H 10,09 10,20 110 52,17

10 I 10,01 10,10 100 56,52


(56)

Lampiran 9 (lanjutan)

3.Sukarelawan III

No

Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambaha n berat (

mg)

% pengurangan

penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,09 10,35 260 00

2 A 10,09 10,32 230 11,53

3 B 10,06 10,29 230 11,53

4 C 10,10 10,30 200 23,07

5 D 10,09 10,28 190 26,92

6 E 10,06 10,24 180 30,76

7 F 10,06 10,23 170 34,61

8 G 10,03 10,19 160 38,46

9 H 10,01 10,16 150 42,30

10 I 10,06 10,16 100 61,53

11 J 10,08 10,22 140 46,15

4.Sukarelawan IV

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan

penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,02 10,23 210 00

2 A 10,05 10,23 180 14,28

3 B 10,06 10,23 170 19,04

4 C 10,03 10,19 160 23,80

5 D 10,08 10,22 140 33,33

6 E 10,06 10,19 130 38,09

7 F 10,01 10,13 120 42,85

8 G 10,04 10,15 110 47,61

9 H 10,02 10,12 100 52,38

10 I 10,04 10,13 90 57,14


(57)

Lampiran 9 (lanjutan) 5.Sukarelawan V

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan

penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,08 10,41 330 00

2 A 10,06 10,34 280 15,15

3 B 10,06 10,31 250 24,24

4 C 10,09 10,29 200 39,39

5 D 10,10 10,29 190 42,42

6 E 10,03 10,21 180 45,45

7 F 10,05 10,22 170 48,48

8 G 10,01 10,17 160 51,51

9 H 10,05 10,20 150 54,54

10 I 10,05 10,19 140 57,57

11 J 10,00 10,16 160 51,51

6.Sukarelawan VI

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,00 10,26 260 00

2 A 10,08 10,30 220 15,38

3 B 10,00 10,20 200 23,07

4 C 10,03 10,22 190 26,92

5 D 10,01 10,19 180 30,76

6 E 10,02 10,19 170 34,61

7 F 10,05 10,21 160 38,46

8 G 10,05 10,20 150 42,30

9 H 10,06 10,20 140 46,15

10 I 10,05 10,17 120 53,84


(58)

Lampiran 9 (lanjutan)

7. Sukarelawan VII

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,00 10,25 250 00

2 A 10,00 10,22 220 12,00

3 B 10,04 10,25 210 16,00

4 C 10,07 10,27 200 20,00

5 D 10,02 10,20 180 28,00

6 E 10,07 10,24 170 32,00

7 F 10,03 10,19 160 36,00

8 G 10,00 10,15 150 40,00

9 H 10,03 10,17 140 44,00

10 I 10,07 10,20 130 48,00

11 J 10,07 10,19 120 52,00

8. sukarelawan VIII

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,03 10,23 200 00

2 A 10,00 10,18 180 10,00

3 B 10,08 10,25 170 15,00

4 C 10,06 10,22 160 20,00

5 D 10,04 10,19 150 25,00

6 E 10,00 10,14 140 30,00

7 F 10,10 10,23 130 35,00

8 G 10,02 10,14 120 40,00

9 H 10,06 10,17 110 45,00

10 I 10,01 10,11 100 50,00


(59)

Lampiran 9 (lanjutan) 9.Sukarelawan IX

No Formula Berat

awal (g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,00 10,18 180 00

2 A 10,02 10,18 160 11,11

3 B 10,04 10,19 150 16,66

4 C 10,02 10,15 130 27,77

5 D 10,05 10,17 120 33,33

6 E 10,06 10,17 110 38,88

7 F 10,06 10,16 100 44,44

8 G 10,02 10,11 90 50,00

9 H 10,00 10,08 80 55,55

10 I 10,00 10,07 70 61,11

11 J 10,01 10,03 120 33,33

10.Sukarelawan X

No Formula Berat

awal (g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,06 10,25 190 00

2 A 10,07 10,24 170 10,52

3 B 10,05 10,21 160 15,78

4 C 10,07 10,23 160 15,78

5 D 10,01 10,16 150 21,05

6 E 10,01 10,15 140 26,31

7 F 10,03 10,16 130 31,57

8 G 10,04 10,16 120 36,84

9 H 10,10 10,21 110 42,10

10 I 10,09 10,19 100 47,36


(60)

(1)

Lampiran 9. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

1.Sukarelawan I

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan

penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,09 10,25 160 00

2 A 10,01 10,15 140 12,50

3 B 10,06 10,19 130 18,75

4 C 10,05 10,17 120 25,00

5 D 10,00 10,11 110 31,25

6 E 10,08 10,18 100 37,50

7 F 10,01 10,10 90 43,75

8 G 10,03 10,11 80 50,00

9 H 10,02 10,09 70 56,25

10 I 10,01 10,07 60 62,50

11 J 10,06 10,15 90 43,75

2.Sukarelawan II

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan

penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,07 10,31 230 00

2 A 10,01 10,22 210 8,69

3 B 10,03 10,23 200 13,04

4 C 10,03 10,20 170 26,08

5 D 10,06 10,23 170 26,08

6 E 10,08 10,23 150 34,79

7 F 10,07 10,22 160 30,43


(2)

Lampiran 9 (lanjutan) 3.Sukarelawan III

No

Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambaha n berat (

mg)

% pengurangan

penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,09 10,35 260 00

2 A 10,09 10,32 230 11,53

3 B 10,06 10,29 230 11,53

4 C 10,10 10,30 200 23,07

5 D 10,09 10,28 190 26,92

6 E 10,06 10,24 180 30,76

7 F 10,06 10,23 170 34,61

8 G 10,03 10,19 160 38,46

9 H 10,01 10,16 150 42,30

10 I 10,06 10,16 100 61,53

11 J 10,08 10,22 140 46,15

4.Sukarelawan IV

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan

penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,02 10,23 210 00

2 A 10,05 10,23 180 14,28

3 B 10,06 10,23 170 19,04

4 C 10,03 10,19 160 23,80

5 D 10,08 10,22 140 33,33

6 E 10,06 10,19 130 38,09

7 F 10,01 10,13 120 42,85

8 G 10,04 10,15 110 47,61


(3)

Lampiran 9 (lanjutan) 5.Sukarelawan V

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan

penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,08 10,41 330 00

2 A 10,06 10,34 280 15,15

3 B 10,06 10,31 250 24,24

4 C 10,09 10,29 200 39,39

5 D 10,10 10,29 190 42,42

6 E 10,03 10,21 180 45,45

7 F 10,05 10,22 170 48,48

8 G 10,01 10,17 160 51,51

9 H 10,05 10,20 150 54,54

10 I 10,05 10,19 140 57,57

11 J 10,00 10,16 160 51,51

6.Sukarelawan VI

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,00 10,26 260 00

2 A 10,08 10,30 220 15,38

3 B 10,00 10,20 200 23,07

4 C 10,03 10,22 190 26,92

5 D 10,01 10,19 180 30,76

6 E 10,02 10,19 170 34,61

7 F 10,05 10,21 160 38,46

8 G 10,05 10,20 150 42,30

9 H 10,06 10,20 140 46,15

10 I 10,05 10,17 120 53,84


(4)

Lampiran 9 (lanjutan) 7. Sukarelawan VII

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,00 10,25 250 00

2 A 10,00 10,22 220 12,00

3 B 10,04 10,25 210 16,00

4 C 10,07 10,27 200 20,00

5 D 10,02 10,20 180 28,00

6 E 10,07 10,24 170 32,00

7 F 10,03 10,19 160 36,00

8 G 10,00 10,15 150 40,00

9 H 10,03 10,17 140 44,00

10 I 10,07 10,20 130 48,00

11 J 10,07 10,19 120 52,00

8. sukarelawan VIII

No Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,03 10,23 200 00

2 A 10,00 10,18 180 10,00

3 B 10,08 10,25 170 15,00

4 C 10,06 10,22 160 20,00

5 D 10,04 10,19 150 25,00

6 E 10,00 10,14 140 30,00

7 F 10,10 10,23 130 35,00

8 G 10,02 10,14 120 40,00

9 H 10,06 10,17 110 45,00

10 I 10,01 10,11 100 50,00


(5)

Lampiran 9 (lanjutan) 9.Sukarelawan IX

No Formula Berat

awal (g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,00 10,18 180 00

2 A 10,02 10,18 160 11,11

3 B 10,04 10,19 150 16,66

4 C 10,02 10,15 130 27,77

5 D 10,05 10,17 120 33,33

6 E 10,06 10,17 110 38,88

7 F 10,06 10,16 100 44,44

8 G 10,02 10,11 90 50,00

9 H 10,00 10,08 80 55,55

10 I 10,00 10,07 70 61,11

11 J 10,01 10,03 120 33,33

10.Sukarelawan X

No Formula Berat

awal (g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat ( mg)

% pengurangan penguapan

1 Tanpa

sediaan

10,06 10,25 190 00

2 A 10,07 10,24 170 10,52

3 B 10,05 10,21 160 15,78

4 C 10,07 10,23 160 15,78

5 D 10,01 10,16 150 21,05

6 E 10,01 10,15 140 26,31

7 F 10,03 10,16 130 31,57

8 G 10,04 10,16 120 36,84

9 H 10,10 10,21 110 42,10

10 I 10,09 10,19 100 47,36


(6)