BAHAN UTS DOKMIL KEP

Grand Design Pertahanan Mencari
Postur Yang Pas Untuk Negara
Kepulauan
Bagaimana Melihat Gelar Pasukan TNI Dalam
Kerangka Sinergitas Trimatra
DESAIN PERTAHANAN NASIONAL, JANGAN SILAU PADA KEMASAN
Oleh : Harmen Batubara
Mencermati semangat para pengkritisi dan pemerhati TNI dewasa ini, khususnya yang terkait
dengan anggaran dan alut sista, satu hal patut dihawatirkan, mereka sepertinya sudah
”menjadi” desainer pertahanan yang berpengalaman. Kesan yang sangat dominan, adalah
bahwa apa dan seperti apa TNI yang ada saat ini menurut hemat mereka sudah tergolong
payah, tidak bisa diajak maju, dan tak pantas lagi untuk didiamkan. Semangat mengkritisi itu
sendiri sejatinya positif, meski sebenarnya yang dibutuhkan TNI tidak hanya sebatas itu, dan
bisa jadi bukan pola seperti itu. Simak misalnya semangat mengkritisi yang disampaikan oleh
Al Araf (Imparsial) dan J.Kristiadi (CSIS) yang dikemas oleh B.Josie Susilo Hardianto,
Sebenarnya, Adakah Desain Pertahanan Nasional ? K/18/12/2007).
Al Araf dan J. Kristiadi melihat Indonesia belum mempunyai Grand Design Pertahanan
Nasional. Akibatnya pembelian dan pengembangan sistem persenjataan terkesan sporadis.
Padahal UU Pertahanan Negara mengamanatkan agar Presiden membuat Kebijakan Umum
Pertahanan Negara. Tapi sampai saat ini, belum ada. Hemat mereka Kebijakan Umum
Pertahanan Negara itu penting, karena di sana ada disebutkan potensi ancaman dan

bagaimana menghadapinya; hal itulah yang menjadi dasar bagi reformulasi doktrin
pertahanan nasional dan kemudian diderifasi dalam pembiayaan.
Menurut mereka saat ini banyak negara tidak lagi mengembangkan pertahanan yang
mengedepankan pengerahan pasukan dalam jumlah besar. Sebaliknya perang modern lebih
mengedepankan kekuatan teknologi senjata. Mereka lalu menyebut Inggris dan Singapura
yang membekali sistem pertahanannya dengan teknologi canggih. Idealnya lagi, sesuai
dengan posisi dan potensi geografi Indonesia, untuk yang akan datang sebaiknya Indonesia
lebih mengedepankan sistem dan kekuatan pertahanan udara dan laut. Kekuatan darat tutur Al
Araf, sebaiknya dikembangkan dalam bentuk devisi yang mudah digerakkan. Dengan
demikian, tak perlu lagi kebijakan pertahanan seperti komando territorial, karena ke depan
sistem pertahanan modern yang harus dikembangkan.
Membaca Zaman.
Sebenarnya setiap zaman dengan lengkap memberikan pelajaran bagi siapa saja, tidak
terkecuali pada pertahanan. Ketika perang Vietnam terjadi, semua sepakat bahwa disana
Amerika dan sekutunya menggelar semua teknologi perang tercanggih pada zamannya,
munisi dan logistik perang berlimpah tak ada kurangnya. Tapi dari semua itu, zaman
memperlihatkan bahwa teknologi secanggih apapun ia, tapi perannya tak lebih dari sebatas
alat. Amerika, negara adi daya itu pulang dengan membawa jenasah 50 ribu prajuritnya, tak
punya ”muka” sama sekali. 30 tahun kemudian, zaman memperlihatkan lagi bahwa teknologi
perang tercanggih seperti apapun, sepertinya tak punya makna apa-apa. Amerika untuk


kesekian kalinya dipermalukan zaman, dan kali ini di Irak. Kesengsaraan yang
diakibatkannya memang luar biasa, tetapi mereka tak memperoleh kemenangan apa-apa
kecuali berhasil ”merampok” minyak negara itu. Teknologi perang mereka, hanya bisa
memenangkan setiap pertempuran, tetapi bukan memenangkan perang.
Karena itulah para ahli strategi perang bangsa dan TNI mendesain Sistem Pertahanan yang
disebut dengan Sishankamrata. Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta. Pengerahan dan
penggunaan kekuatan berdasarkan pada Doktrin dan strategi Sishankamrata dilaksanakan
sesuai dengan pertimbangan ancaman yang dihadapi. Agar pengerahan dan penggunaan
kekuatan dapat terlaksana secara efektif dan efisien diupayakan keterpaduan, dan sinergis
antara unsur militer dengan unsur nir militer. Sedangkan pengembangan postur pertahanan
dilatarbelakangi linkungan strategis, dan kemampuan dukungan anggaran pertahanan. Untuk
mewujutkan postur pertahanan yang memadai diperlukan adanya skala prioritas pada rencana
pengembangan yang mencakup pengembangan alut sista, penataan ruang kawasan
pertahanan, pembangunan pertahanan sipil dan penataan struktur organisasi. Untuk itu
struktur organisasi TNI harus dirancang sebagai organisasi yang kokoh, punya mobilitas
tinggi serta memiliki kemampuan personil dan peralatan lengkap untuk mengatasi kondisi
darurat pada dua ”trouble spot” pada waktu yang bersamaan. Dengan karakter seperti itu,
maka TNI akan mampu membantu tugas-tugas negara selain perang. Misalnya untuk
melaksanakan tindakan tanggap darurat pada saat bencana.

Untuk TNI, dalam konstek ke Indonesiaan sebenarnya yang khas adalah karena mereka
sendiri yang mendesain dan memakaikan konsep itu, sementara para pengkritisi yang ada
sekarang ini, adalah ”orang luar” dan lahir serta melihat bagaimana negara maju melakukan
hal yang sama. Di negara maju, prajurit dan perangkat perangnya adalah alat negara. Karena
itu semua desain, sistem dan strategi serta kebijakan sudah ada cetak birunya. Semua itu
dibuat oleh otoritas sipil, para ahli pertahanan dan parlemen. Tentara mereka, dalam cara
pandang kita tidak lebih dari sebagai “tentara bayaran”. Mereka harus profesional, dan harus
dibayar mahal, karena itu mereka harus efisien, dan dalam hal efisiensi inilah peran teknologi
jadi sangat dominan. Kenyataan seperti ini, bermula dari ahir abad 17 atau awal revolusi
Perancis, takkala prajurit pada masa itu didominasi tentara sewaan dan prajurit yang direkrut
dari rakyat jelata dan dipimpin oleh para petinggi kerjaaan. Jadi militer di barat itu cikal
bakalnya, adalah tentara sewaan yang belakangan dibekali dengan jiwa kebangsaan.
TNI Perlu Berbenah
Siapapun pimpinan TNI dan Dephan, tidak mudah bagi mereka melewati zaman reformasi
ini, karena tidak semua pengkritisi itu mempunyai maksud keinginan yang sama, belum lagi
kalau tidak peka dengan tanda-tanda zaman. Ambil contoh misalnya dari apa yang diutarakan
Al Araf , menurutnya kekuatan darat, sebaiknya dikembangkan dalam bentuk devisi yang
mudah digerakkan (ini masih oke banget), tetapi kemudian mengatakan tak perlu lagi
kebijakan pertahanan seperti komando territorial, karena ke depan sistem pertahanan modern
yang harus dikembangkan. Hal seperti itu justeru sangat jauh menyimpang dari jati dirinya

sendiri. Peran teritorial TNI itu adalah membangun semangat bersama, sesuai dengan roh
leluhurnya. Prajurit TNI bermula dari rakyat yang dipersenjatai, dan tanpa rakyat TNI tidak
ada apa-apanya, dan sangat berbeda dengan prajurit di barat yang dari awalnya memang
dibayar untuk memanggul senjata dan berperang untuk sang “Raja”(raja-raja kecil, para tuan
tanah).
Dephan dan TNI adalah sepasang suami dan istri yang dijodohkan oleh zaman, ibarat gadis
dan jejaka saat masa mudanya kesibukan mereka tidaklah sama, dan sangat berbeda dengan
masanya Dephankam, tetapi mereka sadar untuk bisa memenuhi harapan zaman dan tidak
mencederai UU. Jadi sangat wajar kalau sinergitas yang diharapkan zaman itu belum muncul
di sana. Masa-masa seperti inilah saat yang perlu toleransi dan kebijakan. Kebijakan Umum
Pertahanan Negara sebagaimana diamanatkan oleh UU itu sebenarnya sudah ada, tapi

presiden belum berkenan menanda tanganinya. Kata teman, timingnya belum tepat. Menurut
Kusnanto Anggoro (K/5/10/2007) Tujuan paradigma TNI dicanangkan 10 tahun lalu, adalah
redefenisi, reposisi, dan reaktualisasi peran TNI. Dua yang pertama agaknya sudah mencapai
titik jenuh. TNI/Polri sudah tidak memiliki lagi perwakilan di lembaga legislatif. Polri
dipisahkan dari TNI. Jabatan Menteri pertahanan tidak lagi di rangkap oleh Panglima TNI.
Keberadaan perwira aktif di jajaran birokrasi pemerintahan sudah sangat jauh berkurang. Tak
mudah untuk merumuskan aktualisasi diri TNI dalam peta politik baru, dan menghadapi
berbagai perubahan lingkungan strategis. Kecil kemungkinan jika TNI mampu menampilkan

diri sebagai kekuatan penangkal dan penindak. Sementara keinginan memperoleh anggaran
sebesar 4% PDB, diperkirakan baru bisa setelah dua puluh tahun lagi.
Mencermati peran militer dalam kehidupan negaranya di kawasan Asean, membawa kita pada
pemikiran, perlunya pembangunan pertahanan militer yang tepat, sehingga keberadaannya
tidak menjadi bagian dari masyalah bangsanya sendiri. Agaknya Singapura dan Malaysia
sudah berhasil memberikan peran yang pas bagi militernya, hanya murni dalam bidang
pertahanan. Sementara militer di Indonesia, meski masyarakatnya percaya terhadap TNI, dan
meski peran mereka dalam sosial kemasyarakatan cukup disenangi, tetapi reformasi
sebenarnya telah menempatkan TNI untuk hanya bergerak dalam bidang pertahanan, dan itu
sudah tertuang dalam UU TNI. Sayangnya, hal ini belum bisa diimbangi oleh pemberian
renumerasi yang memadai dan penyesuaian postur TNI dengan kemampuan pendanaan yang
ada.. Dilihat dari struk gaji dan besarnya uang lauk pauk, kondisi mereka sebenarnya masih
tergolong pada prajurit kurang gizi, setara dengan saudaranya yang bekerja sebagai kuli
bangunan.
Para pengkritisi yang pro atas pengembangan TNI menjadi tentara profesional, melihat
bahwa masih terdapat hal-hal mendasar yang perlu dibenahi dalam TNI. Yang jadi bahan
bahasan adalah belum mantafnya penyusunan postur TNI. Postur dalam hal ini adalah
keterkaitan antara Tata Ruang Nasional, persepsi ancaman dan pola pembentukan komando.
Seperti diketahui, NRKI dibagi kedalam 12 komando wilayah kompartemen strategis, dua
aramada ( barat dan timur) serta empat kohanudnas. Kemudian masing-masing angkatan

menggelar kekuatannya sesuai matranya. Padahal kedepan yang diharapkan adalah adanya
pola satu komando trimatra yang terintegrasi, sementara kondisi saat ini dilihat dari segi
apapun, masih jauh dari pola semacam itu. Bisa dimaklumi, penyusunan keperluan alut sista
akan sangat berbeda, kalau gelar(deploy) pasukannya saja berbeda, gelar komandonya
berlainan.
Hal lain yang belum tersentuh adalah keseimbangan antara jumlah prajurit tempur, banpur
dan banmin, jauh dari proporsional. Hampir 65% dari jumlah yang ada, sebenarnya adalah
unsur pelayanan yang tidak diperlengkapi dengan sarana dan peralatan pelayanan yang
memadai. Kalau mereka terdadak, barulah ketahuan betapa kroposnya sistem yang dibangun
untuk kepentingan pertahanan tersebut. Menurut Kusnanto Anggoro, ”TNI yang profesional
seperti yang dinginkan para pengkritisi itu diperkirakan baru bisa dimulai setelah dua puluh
tahun lagi”. TNI dan Dephan berada di dua kubu yang berbeda dan tahu peran dan
keterbatasannya masing-masing, diperlukan waktu, kebesaran jiwa dengan semangat UU
1945, untuk membenahi TNI yang sesuai panggilan zaman.

DOKTRIN KARTIKA EKA PAKSI

D
alam kedudukannya sebagai
doktrin tertinggi di lingkungan

TNI AD, Doktrin Kartika Eka
Paksi telah mengalami beberapa
revisi untuk menjadikannya adaptif
terhadap kebutuhan perkembangan
lingkungan strategis. Setelah
disahkan pada 15 Desember
2001,
1

Doktrin Kartika Eka Paksi
1
Berdasarkan Keputusan Ke
pala Staf TNI Angkatan Darat Nomor :
Kep/18/XII/2001, tanggal 15 Desember
2001.

direvisi pada tahun 2007
2

untuk

mengakomodasi Undang-Undang
RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara dan UndangUndang RI Nomor 34 Tahun 2004
tentang TNI. Dan pada tahun 2010,
Doktrin Kartika Eka Paksi kembali
direvisi untuk mengakomodasi
“dinamika lingkungan strategis.”
3

Salah satu perbedaan paling
menonjol pada revisi tahun 2010
adalah dimasukkannya Bab “TNI
Angkatan Darat Di Masa Depan”
sebagai manifestasi kebutuhan
proyeksi TNI AD menghadapi masa
depan yang akan terus berubah.
Revisi
Doktrin Kartika Eka
Paksi 2010 tetap mengacu pada
Pasal 7, Ayat (1), Undang-Undang

RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang
TNI, yang menyatakan tugas pokok
2
Berdasarkan Keputusan
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Nomor
: Kep/23/IV/2007, tanggal 24 April 2007.
3
Dinyatakan sebagai dasar
revisi Doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi
tahun 2010 pada Draft
Doktrin Tentara

Nasional Indonesia Angkatan Darat
Kartika Eka Paksi, 2010, halaman 1.

TNI untuk “menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan
wilayah negara kesatuan Republik
Indonesia ... serta melindungi
segenap bangsa Indonesia dari

ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara. Dan
tugas pokok tersebut dilakukan
dengan operasi militer untuk perang
maupun operasi militer selain
perang.”
4

Bila
tantangan generasi
pendahulu TNI dan seluruh
rakyat Indonesia pada era prakemerdekaan adalah bagaimana
merebut kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dari
pemerintahan kolonial Jepang
maupun Belanda, maka tantangan
para generasi muda Indonesia saat
ini, terlebih Prajurit TNI AD, adalah
bagaimana meningkatkan kualitas
kedaulatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, yang memiliki:
Tantangan Aktualisasi Doktrin
TNI AD Kartika Eka Paksi
Bagaimana
dengan aktualisasi
Doktrin Kartika Eka Paksi dalam
menghadapi tantangan keamanan
nasional Indonesia?
Rencana
Strategis TNI AD Tahun 2010-2014
,
yang merupakan Rencana Strategis
ke-2 dari Rencana Pembangunan
Jangka Panjang 20 tahunan
Postur TNI AD tahun 2005-2024,
menyusun pembangunan kekuatan
TNI AD yang berbasis kemampuan.
Mengingat hanya 30,63% alat
utama sistem senjata TNI AD dari
Tabel Organisasi dan Peralatan
(TOP) serta Daftar Susunan
Personel dan Peralatan (DSPP)
yang siap digunakan saat ini,
32

maka
pembangunan kekuatan tahun
2010-2014 akan dititikberatkan
pada : (1) pemeliharaan alat utama
sistem senjata menuju kesiapan

operasional; (2) pengadaan persenjataan, kendaraan tempur
Kavaleri dan kendaraan tempur
mekanis, pesawat terbang, materiil
Zeni, alat perhubungan, materiil
khusus intelijen, alat optik, dan
munisi; (3) melanjutkan sisa
pembangunan Rencana Strategis
tahun 2005-2009 yang mencapai
60% sampai dapat terpenuhi
100%; (4) rencana pembangunan,
pengembangan, validasi, dan
likuidasi satuan dilingkungan
Kostrad, Kodam II/Sriwijaya, Kodam
VI/Tanjungpura, Kodam Iskandar
Muda, Kodam I/Bukit Barisan,
Kodam IX/Udayana, Kodam XII/
Tanjungpura, Kodam XVI/Patimura,
Kodam Jaya, Kodam V/Brawijaya,
Kodam XII/Mulawarman, Kodam
VII/Wirabuana, dan Komando Pusat
Bantuan Operasi; (5) melengkapi
dan meningkatkan kemampuan
senjata, munisi, kendaraan tempur,
pesawat udara, alat berat Zeni,
alat perhubungan, materiil khusus
intelijen, alat optik, dan pangkalan.
33

Lebih jauh, dalam menghadapi
tugas-tugas Operasi Militer
Untuk Perang dan Operasi Militer
Selain Perang yang bersifat
tugas tempur (mengatasi gerakan
separatis bersenjata, mengatasi
pemberontakan bersenjata,
mengatasi aksi terorisme,
mengamankan wilayah perbatasan,
mengamankan obyek vital
nasional yang bersifat strategis,
melaksanakan tugas perdamaian
dunia sesuai dengan kebijakan
politik luar negeri, mengamankan
Presiden dan Wakil Presiden
beserta keluarganya, dan membantu
mengamankan tamu negara
setingkat kepala negara serta
perwakilan asing yang berada di
Indonesia), TNI AD tengah merevisi
dan melatihkan taktik dan teknik
bertempur kepada satuan-satuan
tempur; merevisi beberapa doktrin
penting seperti Doktrin Kartika Eka
Paksi, Buku Petunjuk Lapangan
Operasi, Taktik Pertempuran, dan
Lawan Insurjensi; dan meningkatkan
latihan, kerjasama, maupun operasi
internasional, baik dalam konteks
bilateral, regional, maupun PBB.

Sementara
itu, dalam
menghadapi tugas-tugas Operasi
Militer Selain Perang yang bersifat
tugas nontempur (memberdayakan
wilayah pertahanan dan kekuatan
pendukungnya secara dini sesuai
dengan sistem pertahanan semesta,
membantu tugas pemerintah di
daerah, membantu Kepolisian
Negara Republik Indonesia
terhadap pembajakan, perompakan,
dan penyelundupan), TNI AD
menitik beratkan aktivitasnya pada
program-program Bhakti TNI, seperti
TNI Manunggal Membangun Desa,
TNI Manunggal Sosial Sejahtera,
TNI Manunggal Reboisasi, TNI
Manunggal Hutan Cadangan
Pangan, TNI Manunggal Sembako,
TNI Manunggal Pertanian, TNI
Manunggal Aksara, TNI Manunggal
Transmigrasi, dan TNI Manunggal
Keluarga Berencana-Kesehatan di
seluruh Indonesia.
Namun
demikian, rencana
pembangunan kekuatan berbasis
kemampuan TNI AD tahun 20052024 untuk mendukung tugastugas Operasi Militer Untuk Perang
dan Operasi Militer Selain Perang
tersebut tidak dapat dilepaskan dari
kondisi perekonomian nasional.
Krisis finansial global yang terjad
Kesimpulan
Bagaimana
meningkatkan
kualitas kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
merupakan tantangan aktualisasi
Doktrin Kartika Eka Paksi era kini.
TNI AD perlu lebih keras berpikir
untuk menghadapi masa depan yang
akan selalu berubah. Tantangan
sosial, politik, perekonomian, dan
keamanan pada masa depan
akan bersifat multi-dimensi,
membutuhkan sumberdaya besar,
melibatkan persepsi maysarakat,
dan membutuhkan kreativitas,
sehingga diperlukan intelijensi
kultural, politik, perekonomian,
keamanan, dan eksploitasi
sumberdaya manusia dari seluruh

birokrasi pemerintahan, termasuk
TNI.
Keberhasilan
menghadapi
berbagai tantangan keamanan
nasional tidak hanya memerlukan

hard power
” militer, namun juga
peningkatan stabilitas politik dan
40
Badan Pusat Statistik,
Perkembangan Beberapa Indikator
Utama Sosial-Ekonomi Indonesia,
Agustus 2010, halaman 41.
41
Badan Pusat Statistik,
Perkembangan Beberapa Indikator
Utama Sosial-Ekonomi Indonesia,
Agustus 2010, halaman 45.

sosio-ekonomi sebagai ouput “
soft
power
” seluruh elemen bangsa yang
dibangun dari agregat “pengaruh”
seluruh birokrasi pemerintah,
termasuk militer. Oleh karenanya,
keterbatasan pembangunan

hard power
” TNI AD pada saat
ini, tidak serta merta membatasi
kemampuannya dalam menjaga
kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dengan
pendekatan yang tepat, TNI AD
akan dapat menciptakan dan
memproyeksikan “
soft power
”-nya
secara eksponensial.
Bila
partisipasi PLA dalam
membangun stabilitas politik,
sosial, perekonomian, dan
keamanan nasional terbukti
meningkatkan kualitas kedaulatan
negara dan posisi tawar Cina di
forum internasional, bukan tidak
mungkin partisipasi TNI AD dalam
membantu pemerintah membangun
perekonomian nasional, khususnya
dalam memperbaiki tingkat pengangguran terbuka, akses rumah
tangga terhadap sumber air
minum bersih yang layak, jumlah
penduduk miskin, dan Indeks
pemerataan pendapatan (Gini)

di beberapa provinsi akan dapat
meningkatkan kualitas kedaulatan,
dan posisi tawar, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam
menghadapi berbagai tantangan
keamanan nasional saat ini dan
masa mendatang. Aktualisasi
Doktrin Kartika Eka Paksi era kini
mutlak sejalan dengan program
pembangunan pemerintah.
Daftar Pustaka
Ayat (2), Pasal 7, Undang Undang
RI Nomor 34 Tahun 2004, tentang
TNI.
Badan Pusat Statistik,
Perkembangan Be

PEMBENTUKAN DOKTRIN
 Ideologi, norms/values, sejarah
 Ancaman
 Geografi
 Kapabilitas
 Tugas-tugas militer
 Teknologi à mengubah karakter ancaman dan perang
 Spektrum konflik
 Sumber-sumber yang tersedia dan dikembangkan