Bahan makalah uts ddk

(1)

Makalah Kurikulum Pendidikan

Posted on 22 November 2013 by subhaniain

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum merupakan salah satu bagian penting terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu pendidikan tanpa adanya kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur. Hal ini akan menimbulkan perubahan dalam perkembangan kurikulum, khususnya di Indonesia.

Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan sekaligus digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada berbagai jenis dan tingkat sekolah. Kurikulum menjadi dasar dan cermin falsafah pandangan hidup suatu bangsa, akan diarahkan kemana dan bagaimana bentuk kehidupan bangsa ini di masa depan, semua itu ditentukan dan digambarkan dalam suatu kurikulum pendidikan. Kurikulum haruslah dinamis dan terus berkembang untuk menyesuaikan berbagai perkembangan yang terjadi pada masyarakat dunia dan haruslah menetapkan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.

Sejak isu reformasi pendidikan digulirkan, maka banyak bermunculan gagasan-gagasan pembaharuan pendidikan. Reformasi sebagai sebuah gerakan yang memiliki perspektif sejarah politik monumental, karena era reformasi menjadi era pemerintahan substitusi pemerintahan orde baru. Tentunya gagasan reformasi pendidikan ini memiliki momentum yang amat mendasar dan berbeda dengan gagasan yang sama pada era sebelumnya. Arah reformasi dalam mewujudkan pengembangan pendidikan terkait dengan kebijakan kurikulum adalah ikut diperbaharuinya kurikulum yang ada sebelumnya dari kurikulum 1994 diperbaharui menjadi kurikulum 2004 atau KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Selang dua tahun kemudian KBK pun telah mengalami pembaharuan kembali menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) atau kurikulum 2006.


(2)

1. B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian kurikulum ? 2. Sebutkan prinsip-prinsip kurikulum ? 3. Apa fungsi kurikulum ?

4. Sebutkan komponen-komponen dalam kurikulum ? 5. Sebutkan macam-macam kurikulum ?

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kurikulum

Secara etimologi, kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Itu berarti istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Yunani Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai finish, kemudian di gunakan oleh dunia pendidikan.

Secara terminologi, istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah pengetahuan atau kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan. Para ahli mengartikan kurikulum itu yaitu:

1. Menurut Nasution, “Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.”

2. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.

3. Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track

atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.

4. John Dewey 1902;5 kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.


(3)

5. Frank Bobbit 1918, Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.

6. Menurut Hasan Kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung dua posisi. Pada posisi pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu pemikiran kependidikan bagi diklat. Dengan demikian, pada posisi teoritik yang harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai rencana. Pengertian kedua yaitu sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi pengembang ini karena adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan.

7. Hilda Taba ;1962 Kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah

8. Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.

9. Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”.

10. Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.

Jadi, kurikulum itu merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan. Pengertian kurikulum secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar siswa saja tetapi segala hal yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.

2. Prinsip-prinsip Kurikulum

Oemar Hamalik (2001) membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi delapan macam, antara lain:


(4)

Pengembngan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang bertitik tolak dari tujuan pendidikan Nasional. Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum mengadung aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai. Yang selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup tiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional.

1. Prinsip Relevansi (Kesesuaian)

pengembanga kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan system penyampaian harus relevan (sesuai) dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa, serta serasi dengan perkembnagan ilmu pengetahuan dan tegnologi.

1. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas.

Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dan pendayagunaan dana, waktu, tenaga, dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang optimal. Dana yang terbat harus digunakan sedemikina rupa dalam rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar disekolah juga terbatas sehingga harus dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan tata ajaran dan bahan pembelajaran yang diperlukan. Tenaga disekolah juga sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya, hendaknya didaya gunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pembelajaran. Demikian juga keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan, dan sumber kerterbacaan, harus digunakan secara tepat oleh sswa dalam rangka pembelajaran, yang semuanya demi meningkatkan efektifitas atau keberhasilan siswa.

1. Prinsip Fleksibilitas

Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku. Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan ketrampilan industri dan pertanian. Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya lahan pertanian., maka yang dialaksanakan program ketrampilan pendidikn industri. Sebaliknya, pelaksanaan di desa ditekankan pada program ketrampilan pertanian. Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaaan masyarakat, dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.

1. Prinsip Kontiunitas

Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-spek, materi, dan bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain memilik hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan pendidikn, tingkat perkembangan


(5)

siswa. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan didalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.

1. Prinsip Keseimbangan

Penyusunan kurikulum memerhatikan keseimbangan secara proposional dan fungsional antara berbagai program dan sub-program, antara semau mata ajaran, dan antara aspek-aspek perilaku yang ingin dikembangkan. Keseimbangan juga perlu diadakan antara teori dan praktik, antara unsur-unsur keilmuan sains, sosial, humaniora, dan keilmuan perilaku. Dengan keseimbangan tersebut diaharapkan terjalin perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, yang satu sama lainnya saling memberikan sumbangan terhadap pengembangan pribadi.

1. Prinsip Keterpaduan

Kurikulum dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keterpaduan, perencanaan terpadu bertitik tolak dari masalah atau topik dan konsistensi antara unsur-unsusrnya. Pelaksanaan terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah maupun pada tingkat inter sektoral. Dengan keterpaduan ini diharapkan terbentuk pribadi yang bulat dan utuh. Diamping itu juga dilaksanakan keterpaduan dalam proses pembalajaran, baik dalam interaksi antar siswa dan guru maupun antara teori dan praktek.

1. Prinsip Mutu

Pengembangan kurikulum berorientasi pada pendidikan mutu, yang berarti bahwa pelaksanaan pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar mengajar, peralatan,/media yang bermutu. Hasil pendidikan yang bermutu diukur berdasarkan kriteria tujuan pendidikan nasional yang diaharapkan.

3. Fungsi Kurikulum

Fungsi kurikulum menurut Hendyat Soetopo Wasty Soemanto

1. kurikulum berfungsi sebagai media untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai.

2. kurikulum juga berpungsi bagi perkembangan siswa karena kurikulum berperan organisasi belajar ( learning oprganisatior) yang tersusun dengan cermat.

3. sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar siswa.

4. sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap tingkat perkembangan siswa dalam rangka menyerap sejumlah ilmu pengetahuan sebagai pengalaman bagi mereka.


(6)

Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu :

1) Fungsi Penyesuaian

Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted

yang mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.

2) Fungsi Integrasi

Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.

3) Fungsi Diferensiasi

Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.

4) Fungsi Persiapan

Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

5) Fungsi Pemilihan

Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membarikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemapuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.


(7)

Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengambangkan sendiri kekuatan yang dimilikinya aau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

4. Komponen-komponen Dalam Kurikulum

Nana Syaodih. Sukmadinata mengemukakan empat komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian serta evaluasi.

1. 1. Tujuan

Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum adalah kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberi arahan dan fokus untuk seluruh program pendidikan.

1. 2. Materi atau Pengalaman Belajar

Fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (materi/pengalaman belajar) agar keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif

1. 3. Organisasi

Menurut (Taba, 1962 : 290), jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan. Menurut pendapar Taba ini, materi dan pengalaman belajar dalam kurkulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan.

1. 4. Evaluasi

Evaluasi adalah komponen keempat dari kurikulum. Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Menurut (Zais, 1976 : 378) mengemukakan evaluasi secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mecoba menantang mengkodifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.


(8)

1. Rencana Pelajaran 1947

Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

1. Rencana Pelajaran Terurai 1952

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,


(9)

emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

1. Kurikulum 1968

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

1. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

1. Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.


(10)

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

1. Kurikulum 2004

Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

1. KTSP 2006

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

Kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang di desain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar.


(11)

Kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau tujuan dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu sistem.

Pengembangan kurikulum haruslah memperhatikan prinsip-prinsip kurikulumnya yang terdiri dari tujuh prinsip pengembangan kurikulum antara lain : relevansi, efektivitas, efisiensi, fleksibilitas, kontinuitas, objektifitas dan demokrasi.

2. Saran

Kebutuhan pendidikan kini semakin kompleks, begitu pula dengan kebutuhan kurikulum yang ada juga semakin berkembang, maka disarankan agar tiap sekolah atau lembaga pendidikan menerapkan suatu sistem kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekolahnya, karena sesuai dengan ketetapan pemerintah kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka sudah selayaknya pihakpengembang kurikulum mengembagkan kurikulum sesuai dengan potensi daerahnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, Pustaka Setia, Bandung 1998

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/pengertian-kurikulum

http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-dan-masalah-yang-dihadapi/

http://destalyana.blogspot.com/2007/09/beberapa-pengertian-kurikulum.html Joko susilo, Muhammad, Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan, Pustaka Pelajar, yogyakrta, 2007

Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nasution. 2005. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Rusma. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sukmadinata, Syaodih, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


(1)

Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengambangkan sendiri kekuatan yang dimilikinya aau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

4. Komponen-komponen Dalam Kurikulum

Nana Syaodih. Sukmadinata mengemukakan empat komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian serta evaluasi.

1. 1. Tujuan

Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum adalah kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberi arahan dan fokus untuk seluruh program pendidikan.

1. 2. Materi atau Pengalaman Belajar

Fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (materi/pengalaman belajar) agar keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif

1. 3. Organisasi

Menurut (Taba, 1962 : 290), jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan. Menurut pendapar Taba ini, materi dan pengalaman belajar dalam kurkulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan.

1. 4. Evaluasi

Evaluasi adalah komponen keempat dari kurikulum. Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Menurut (Zais, 1976 : 378) mengemukakan evaluasi secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mecoba menantang mengkodifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.


(2)

1. Rencana Pelajaran 1947

Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

1. Rencana Pelajaran Terurai 1952

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,


(3)

emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

1. Kurikulum 1968

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

1. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

1. Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.


(4)

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

1. Kurikulum 2004

Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

1. KTSP 2006

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

Kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang di desain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar.


(5)

Kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau tujuan dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu sistem.

Pengembangan kurikulum haruslah memperhatikan prinsip-prinsip kurikulumnya yang terdiri dari tujuh prinsip pengembangan kurikulum antara lain : relevansi, efektivitas, efisiensi, fleksibilitas, kontinuitas, objektifitas dan demokrasi.

2. Saran

Kebutuhan pendidikan kini semakin kompleks, begitu pula dengan kebutuhan kurikulum yang ada juga semakin berkembang, maka disarankan agar tiap sekolah atau lembaga pendidikan menerapkan suatu sistem kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekolahnya, karena sesuai dengan ketetapan pemerintah kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka sudah selayaknya pihakpengembang kurikulum mengembagkan kurikulum sesuai dengan potensi daerahnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, Pustaka Setia, Bandung 1998

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/pengertian-kurikulum

http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-dan-masalah-yang-dihadapi/

http://destalyana.blogspot.com/2007/09/beberapa-pengertian-kurikulum.html Joko susilo, Muhammad, Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan, Pustaka Pelajar, yogyakrta, 2007

Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nasution. 2005. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Rusma. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sukmadinata, Syaodih, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya