Rahasia Jabatan Notaris Dalam Pemeriksaan Pidana

(1)

TESIS

Oleh

MINCE SETIAWATY GINTING

057011058/M.Kn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MINCE SETIAWATY GINTING

057011058/M.Kn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn) (Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum 3. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn


(5)

Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 tentang kewajiban Notaris, mewajibkan Notaris untuk tidak berbicara, sekalipun di muka pengadiln, artinya tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam aktanya. Notaris tidak hanya berhak untuk bicara, akan tetapi mempunyai kewajiban untuk tidak bicara. Jabatan yang di pangku oleh Notars adalah jabatan kepercayaan dan justru oleh karena itu seorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya. Notaris tidaklah bebas memberitahukan apa yang diberitahukan kepadanya selaku Notaris oleh kliennya pada waktu diadakan pembicaraan-pembicaraan sebagai persiapan untuk pembuatan suatu akta, sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam akta. Namun dalam prakteknya, seorang Notaris sering dijadikan sebagai saksi dalam suatu perkara baik perdata maupun pidana, dimana Notaris diminta untuk mengungkapkan isi dari akta-akta yang dibuatnya dengan alasan demi kepentingan penyidikan. Hal ini sering menimbulkan dilemma bagi seorang Notaris, disatu sisi dia harus menjagakerahasiaan isi dari akta-akta tersebut tetapi disisi lain ia dipaksa harus mengungkapkan isi dari akta tersebut. Dengan demikian terjadi pertentangan antara hukum positif khusus nya UUJN dengan hukum acara baik perdata maupun pidana.

Untuk permasalahan di atas maka penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normative. Untuk diperlukannya suatu data baik primer,sekkunder dan tertier. Dengan teknik pengumpulan dat library research dengan alat pengumpulan data yatu studi dokumen. Data yang diperoleh kemudian dianalisis sehngga didapatkan kesimpulan yang bersifat dedukatif-induktif.

Kesimpulan untuk penulisan ini adalah Hubungan tugas notaris dengan aspek pidana yaitu Perumusan perbuatan pidana dalam peraturan perundan-undang hukum pidana di indonesia memiliki dua bentuk, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil dan tindak pidana yan dirumuskan secara materiil. Tindakan pemanggilan terhadap notaris harus dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh penyidik. Namun, pemanggilan itu dilakukan setelah penyidik memperoleh persetujuan dari majelis pengawas yang merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan. Kedudukan rahasia Jabatan Notaris dalam pemeriksaan persidangan yaitu dalam Undang-undang Jabatan Notaris tidak memuat ketentuan yang secara tegas melarang Notaris untuk tidak bicara mengenai dimuka persidangan. Dengan demikian dalam hal ini tidak dapat dituntut untuk memperlakukan pasal 4 ayat (2) dan pasal 16 ayat (e) Undang-undang jabatan Notaris Nomor.

Saran untuk penulisan ini diharapkan kepada pihak aparat agar mengerti apa sebenarnya profesi notaris itu sehingga apabila Notaris yang dipanggil sebagai saksi nantinya dapat diperlakukan sebaik-baiknya artinya pihak aparat mengerti dalam kapasitas apa Notaris itu dipanggil. Hendaknya notaris dalam menjalankan tugas dan


(6)

penghadap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebanyak mungkin dan mengajaknya berbicara tentang surat/akta yang akan dibuat oleh notaris. Selain itu perlu mengunakan feeling /perasaan notaris itu sendiri untuk mempertajam keyakinan.


(7)

Notary not to speak, even before the Court which means that he is prohibited to testify what he has written in the deeds. A Notary does not only have the right to speak but also has the obligation not to speak. His position is a trust which is entrusted it to him. He does not freely tell what has been told by his clients before he draws up a deed although some of it is not mentioned in the deed. In practice, however, a Notary is usually used as a witness either in criminal case or in civil case to reveal the content of the deed for the sake of investigation. This is a dilemma for a Notary. On one hand, he is required to the secret of the deed; on the other hand, he is forced to disclose it. Therefore, there is a contradiction between positive law, particularly Notarial Act, and law of procedure, either law of civil procedure or law of criminal procedure.

The research was descriptive analytic with judicial normative method. The data consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. They were gathered by conducting library research and documentation study and analyzed deductively and inductively.

The conclusion of the research was that there was the correlation between a Notary’s duty and criminal aspect; that is, the formulation of criminal action criminal law in Indonesia has two forms: criminal act which formulated formally and criminal act which formulated materially. Summoning a Notary should be in a written form and signed by an investigator, and it is done after the investigator gets approval from Supervising Council that has the authority and responsibility in supervision. The position of a Notary’s professional confidentiality in the Notarial Act does not explicitly prohibit a Notary to keep silent in the hearing. In this case, Article 4, paragraph 2 and Article 16, point e of the Notarial Act cannot be enacted.

It is recommended that law enforcement agency understand a Notary’s profession so that summon for a Notary will be proportional. A Notary, in doing his profession, should be guided by the prevailing regulations, be very careful and alert in studying and examining dossiers given by the persons appearing. Besides that, he should take care of the attitude and what has been said by the persons appearing by asking many questions about the deeds which are going to draw up. He should also use his feeling in order to sharpen his confidence.


(8)

RAHASIA JABATAN NOTARIS DALAM PEMERIKSAAN PIDANA” .

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril, masukan dan saran, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Pembimbing,Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin , SH, MS, CN, Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn, Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Humatas kesediaannya membantu dan memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sehingga diperoleh hasil yang maksimal.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Hj. Chairani Bustami, SH, SpN, MKndan BapakDr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHumyang telah banyak memberikan masukan-masukan terhadap penyempurnaan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil dan sampai pada ujian tertutup, sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih jelas dan terarah.

Selanjutnya Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan para Wakil Direktris seluruh Staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan.

3. BapakProf. Dr. Muhammad Yamin SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. IbuDr. T. Keizerina Dewi Azwar, SH, CN, M.Humselaku Sekretaris Program Studi Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

Utara yang telah banyak membantu dalam memberikan saran dalam penulisan tesis.

7. Secara tulus ucupan terima kasih yang tak terhingga, penulis sampaikan kepada Ayah, Bunda dan mertua, serta suami tercinta Teddy Arifianta Purba, SE, anak-anakku tersayang Osvaldo Sonof Dimmie Purba dan Pricessa Arista Purbayang penuh kesabaran dan kasih sayang kepada Penulis disertai doa dan dukungannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan kuliah S2 (Strata dua) dan khususnya dalam penulisan tesis ini. Begitu juga kepada Abang, Kakak serta Adik-adikku yang kusayangi yang penuh perhatian selalu memberikan dorongan kepada penulis.

Penulis banyak menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan, baik dari sudut isi maupun dari era pengajuannya. Oleh karena itu saran dan masukan yang membangun sangat dibutuhkan demi kesempurnaan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin

Medan, September 2009 Penulis


(10)

Nama : MINCE SETIAWATY GINTING, SH Tempat/Tgl Lahir : Tanjung Balai, 17 Juni 1982

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Kebangsaan : Indonesia

Pekerjaan : Hakim

Alamat : Jl. Pasar II Tanjung Sari Perumahan Setia Budi Gardenia B-10

Nama Suami : TEDDY ARIFIANTA PURBA, SE

Nama Anak : - OSVALDO SONOF DIMMIE PURBA

- PRINCESSA ARISTA PURBA

Status : Menikah

II. ORANG TUA

Ayah : Jamin Ginting

Ibu : Rosita Panjaitan

Alamat : Jl. IR. H. Juanda No. 112 Tanjung Balai

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

SD : SDN. 132413 Tanjung Balai (1988-1994)

SMP : SMPN 2 Tanjung Balai (1994-1997)

SMA : SMA TritunggalTanjung Balai(1997-2000)

S1 Universitas : NOMENSEN (2000-2004)

S2 Universitas : Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana USU (2005-2009)


(11)

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsional ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Konsepsional ... 16

G. Metode Penelitian ... 23

BAB II HUBUNGAN TUGAS DAN RAHASIA JABATAN NOTARIS DENGAN ASPEK PIDANA ... 26

A. Tugas dan Fungsi Notaris Berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris ... 26

B. Rahasia Jabatan Notaris dan Keterkaitan Dengan Aspek Pidana ... 28

C. Sistem Pertanggung Jawaban Notaris ... 36

BAB III RAHASIA JABATAN NOTARIS DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA ... 51

A. Tanggung Jawab Notaris ... 51 B. Rahasia Jabatan Notaris Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana. 70


(12)

B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Akta Bermasalah ... 81

C. Upaya Mempertahankan Rahasia Jabatan Notaris Terhadap Akta Yang Bermasalah ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100


(13)

Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 tentang kewajiban Notaris, mewajibkan Notaris untuk tidak berbicara, sekalipun di muka pengadiln, artinya tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam aktanya. Notaris tidak hanya berhak untuk bicara, akan tetapi mempunyai kewajiban untuk tidak bicara. Jabatan yang di pangku oleh Notars adalah jabatan kepercayaan dan justru oleh karena itu seorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya. Notaris tidaklah bebas memberitahukan apa yang diberitahukan kepadanya selaku Notaris oleh kliennya pada waktu diadakan pembicaraan-pembicaraan sebagai persiapan untuk pembuatan suatu akta, sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam akta. Namun dalam prakteknya, seorang Notaris sering dijadikan sebagai saksi dalam suatu perkara baik perdata maupun pidana, dimana Notaris diminta untuk mengungkapkan isi dari akta-akta yang dibuatnya dengan alasan demi kepentingan penyidikan. Hal ini sering menimbulkan dilemma bagi seorang Notaris, disatu sisi dia harus menjagakerahasiaan isi dari akta-akta tersebut tetapi disisi lain ia dipaksa harus mengungkapkan isi dari akta tersebut. Dengan demikian terjadi pertentangan antara hukum positif khusus nya UUJN dengan hukum acara baik perdata maupun pidana.

Untuk permasalahan di atas maka penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normative. Untuk diperlukannya suatu data baik primer,sekkunder dan tertier. Dengan teknik pengumpulan dat library research dengan alat pengumpulan data yatu studi dokumen. Data yang diperoleh kemudian dianalisis sehngga didapatkan kesimpulan yang bersifat dedukatif-induktif.

Kesimpulan untuk penulisan ini adalah Hubungan tugas notaris dengan aspek pidana yaitu Perumusan perbuatan pidana dalam peraturan perundan-undang hukum pidana di indonesia memiliki dua bentuk, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil dan tindak pidana yan dirumuskan secara materiil. Tindakan pemanggilan terhadap notaris harus dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh penyidik. Namun, pemanggilan itu dilakukan setelah penyidik memperoleh persetujuan dari majelis pengawas yang merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan. Kedudukan rahasia Jabatan Notaris dalam pemeriksaan persidangan yaitu dalam Undang-undang Jabatan Notaris tidak memuat ketentuan yang secara tegas melarang Notaris untuk tidak bicara mengenai dimuka persidangan. Dengan demikian dalam hal ini tidak dapat dituntut untuk memperlakukan pasal 4 ayat (2) dan pasal 16 ayat (e) Undang-undang jabatan Notaris Nomor.

Saran untuk penulisan ini diharapkan kepada pihak aparat agar mengerti apa sebenarnya profesi notaris itu sehingga apabila Notaris yang dipanggil sebagai saksi nantinya dapat diperlakukan sebaik-baiknya artinya pihak aparat mengerti dalam kapasitas apa Notaris itu dipanggil. Hendaknya notaris dalam menjalankan tugas dan


(14)

penghadap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebanyak mungkin dan mengajaknya berbicara tentang surat/akta yang akan dibuat oleh notaris. Selain itu perlu mengunakan feeling /perasaan notaris itu sendiri untuk mempertajam keyakinan.


(15)

Notary not to speak, even before the Court which means that he is prohibited to testify what he has written in the deeds. A Notary does not only have the right to speak but also has the obligation not to speak. His position is a trust which is entrusted it to him. He does not freely tell what has been told by his clients before he draws up a deed although some of it is not mentioned in the deed. In practice, however, a Notary is usually used as a witness either in criminal case or in civil case to reveal the content of the deed for the sake of investigation. This is a dilemma for a Notary. On one hand, he is required to the secret of the deed; on the other hand, he is forced to disclose it. Therefore, there is a contradiction between positive law, particularly Notarial Act, and law of procedure, either law of civil procedure or law of criminal procedure.

The research was descriptive analytic with judicial normative method. The data consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. They were gathered by conducting library research and documentation study and analyzed deductively and inductively.

The conclusion of the research was that there was the correlation between a Notary’s duty and criminal aspect; that is, the formulation of criminal action criminal law in Indonesia has two forms: criminal act which formulated formally and criminal act which formulated materially. Summoning a Notary should be in a written form and signed by an investigator, and it is done after the investigator gets approval from Supervising Council that has the authority and responsibility in supervision. The position of a Notary’s professional confidentiality in the Notarial Act does not explicitly prohibit a Notary to keep silent in the hearing. In this case, Article 4, paragraph 2 and Article 16, point e of the Notarial Act cannot be enacted.

It is recommended that law enforcement agency understand a Notary’s profession so that summon for a Notary will be proportional. A Notary, in doing his profession, should be guided by the prevailing regulations, be very careful and alert in studying and examining dossiers given by the persons appearing. Besides that, he should take care of the attitude and what has been said by the persons appearing by asking many questions about the deeds which are going to draw up. He should also use his feeling in order to sharpen his confidence.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Negara yang beerdasarkan hukum seperti Indonesia, peranan dan fungsi hukum amatlah penting dalam mengembangkan kehidupan bermasyarakat, bebangsa dan bernegara. Dalam hubungan ini maka peranan, fungsi dan tanggung jawab aparatur hukum dan penyandang profesi di bidang hukum memegang peranan yang sangat stategis dalam rangka menjaga dan menegakkan citra negara hukum itu, yang di dalamnya tercermin suasana keadilan, ketertiban dan kepastian hukum.

Pemerintah dan masyarakat berharap agar jasa yang diberikan dan produk hukum yang dihasilkan oleh Notaris benar-benar memiliki bobot dan nilai-nilai hukum yang dapat diandalkan, yang bukan saja memenuhi ketertiban dan kepastian hukum yang berlaku, tetapi juga memperlancar dan mengamankan jalannya pembangunan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan dan kehadiran seorang Notaris selalu diperlukan oleh masyarakat, terlebih masyarakat yang sedang membangun. Bahkan dapat dikatakan bahwa jasa seorang Notaris diperlukan oleh masyarakat yang telah dewasa atau telah menikah hingga meninggal dunia. Orang yang akan melangsungkan perkawinan dapat mempergunakan jasa Notaris dengan meminta untuk dibuatkan akta perjanjian kawin, demikian pula dengan kehidupan/kegiatan sehari-hari, misalnya suatu badan usaha, perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, perjanjian kredit dan lain-lain, bahkan seorang yang akan meninggal dunia


(17)

Menuangkan kehendak terakhirnya dalam akta wasiat yang dibuat dihadapan Notaris. Jika seorang meninggal dunia, maka para ahli waris dapat menyelesikan pembagian hak warisnya dengan akta pemisahan dan pembagian warisan dihadapan Notaris.

Pembangunan dilaksanakan untuk menunjang dan mempercepat proses perkembangan dan kemajuan suatu negara. “pembangunan yang sedang berlangsung di negara-negara berkembang tidak hanya menyangkutpembangunan ekonomi semata-mata, melinkan juga melibatkan bidang-bidang lain di dalam masyarakat, termasuk pembangunan di bidang hukum.”1 Pembangunan di bidang hukum sangat penting dilakukan karena Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sekarang Undang-Undang-Undang-Undang Dasar 1945 amademen keempat tahun 2002). Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.

Dalam perkembangannya, untuk membuat perjanjian seperti perjanjian sewa menyewa, perjanjian kerjasama dan lain sebagainya, hams dirumuskan dan ditulis sebagai bukti yang dapat dipercaya bagi para pihak. Hal inilah yang menyebabkan dalam suatu perundang-undangan untuk melakukan perbuatan hukum dalam melakukan suatu perikatan perjanjian sebaiknya dilakukan dengan membuat akta otentik.

Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa

1Mulyana W. Kusumah,Pranan dan Pendayagunaan Hukum Dalam Pembangunan,Penerbit


(18)

lalu lintas hukum yang memerlukan adanya alat bukti dalam menentukan hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam kehidupan masyarakat: Oleh karena itu “keterlibatan hukum yang semakin aktif ke dalam persoalan-persoalan yang menyangkut perubahan sosial, justru memunculkan permasalahan yang mengarahkan pada penggunaan hukum secara sadar dan aktif sebagai sarana untuk turut menyusun tata kehidupan yang baru tersebut.”2

“Sebagai homo-sapiens dan sebagai homo-econmicu menusia senantiasa berfikir untuk melakukan perbuatan hukum dengan memanfaatkan informasi yang diperolehnya yang diharapkannya akan memberikan manfaat atau keuntungan baginya dan bagi lingkungannya. Perubatan hukum yang dimaksudkan selain dilakukan terhadap alam dan lingkungannya juga dilakukannya terhadap sesama manusia yang merupakan anggota masyarakatnya.”3

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat, antara lain hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial. Kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum.

“Dengan adanya suatu amanah yang menyangkut tentang perlindungan nasib seseorang, maka tanggung jawab diletakkan di atas bahu anggota pelaku hukum itu sendiri, hal ini bukan saja dalam kepentingan pribadi namun juga kepentingan umum.”4

2Bambang Sunggono,Hukum Dan Kebijaksanaan Publik,Sinar grafika, Jakarta, Cet-1, 1994 3 Bandingkan dengan adegium yang berbunyi Ubi Societas, Ibis Ius, artinya dimana ada

masyarakat, disana ada hukum, lebih lanjut lihat Lili Rasyidi, hukum sebagai Suatu sistem, Penerbitan CV.Mandar Maju, Bandung, 2003, Hal. 145, Bandingkan dengan Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1996, Hal.27

4 Niko, Tanggung Jawab Notaris selaku Pejabat Umum, Center for Documentation and


(19)

Segala perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, baik secara sadar maupun tidak sadar akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut, terlebih lagi pertanggungjawaban yang berkaitan dengan profesi hukum. Notaris adalah salah satu profesi hukum yaitu pejabat umum yang berwewenang untuk membuat akta otentik sejauh perbuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Menurut Pasal 1 angka (1) UUJN jo. Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat PIN) menyatakan Notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya.” 5 “wewenang Notaris adalah bersifat umum, sedangkan weenang pejabat lain adalah pengecualian.”6

Pasal 1866 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (selanjutnya ditulis KUHPerdata) dan pasal 164 HIR (Herziene Indonesische Reglement), yang merumuskan macam-macam alat bukti yang dapat dipergunakan dalam perkara perdata dan juga dipergunakan dalam sidang majelis pemeriksaan Notaris yaitu bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah.

Dalam hal pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya di dalam hukum pidana sering Notaris beranggapan bahwa pemanggilan penyidik Polisi terlalu proaktif, namun dasar pemanggilan baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka telah dituangkan dalam aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP) maupun Undang-undang Kepolisian (selanjutnya disingkat UU Kepolisian).

5GHS. L. Tobing,Peraturan Jabatan Notaris,Penerbit Elangga, Jakarta, 1992, Cet. 3, Hal. 6 Ibid


(20)

Dalam Pasal 14 ayat 1 huruf (g) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang Polri menyatakan: Kalau ada pelanggaran, Polri berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undang lainnya. Dalam hal proses pelaksanaan pidana mengacu kepala pasal 16 (1) yaitu memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka dan saksi.7

Seorang Notaris yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesi jabatannya dapat dikenakan saksi,8berupa pidana, perdata, dan sanksi administrative yang dikenakan oleh Majelis Pengawas Daerah (selanjutnya disingkat MPD) maupun Majelis Pengawasan Wilayah (selanjutnya disingkat MPW), dan majelis pengawas pusat (selajutnya disingkat MPP) berdasarkan ketentuan hukum dan kode etik Notaris.

“Hukum acara yang berlaku dalam sidang pemeriksaan oleh majelis pemeriksaan Notaris, adalah sebagian diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ( selanjutnya disingkat UUJN), juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM.RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tanggal 7 Desember 2004, serta hukum acara perdata dalam lingkungan peradilan umum, khususnya ketentuan tentang alat bukti dan kekuatan bukti.”9

Dalam menjalankan jabatannya Notaris membutuhkan ketelitian, untuk itu seorang Notaris harus handal mengatur hukum perjanjian dan perikatan yang semakin

7 Direskrim, Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Djaswardana dalam seminar (MPW), Renvoi,

November, 2005

8 Pelanggaran Pasal 39 dan Pasal 40 UUJN mengatakan akta tersebut hanya mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan jika akta tersebut telah ditanda tangani oleh penghadap dan akibat lainnya adalah notaris yang bersangkutan berkewajiban untuk membayar biaya, ganti kerugian dan bunga kepada yang berkepentingan yang dalam UUJN dalam Pasal 85 mengatur pengenaan sanksi terhadap notaris dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat.


(21)

berkembang mengikuti zaman, termasuk juga hukum bisnis. Pada era globalisasi dan demokratisasi tanggung jawab seorang Notaris bukan hanya sebagai pembuatan akta tetapi juga figur sebagai penasehat hukum, pertemuan hukum dalam arti luas, pelindung, serta menjamin kebenaran atas akta yang dibuatnya.

Dalam Pasal 15 ayat (1)UUJN mengatakan bahwa:

“Notaris berwewenang membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan perundang-undangan dan/atau yang di kehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan groosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.” Dengan diberikannya wewenang kepada Notaris untuk membuat akta otentik, diharapkan bahwa akta otentik yang dibuat olehnya mampu menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum kepada pihak yang berkepentingan atas akta tersebut.

“Setiap akta yang dibuat oleh Notaris merupakan alat bukti yang kuat apabila terjadi suatu sengketa di antara pihak. Dalam persengketaan tersebut tidak jarang seorang Notaris juga hams ikut bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Hal ini sangat berpotensi menjadikan Notaris sebagai tergugat, turut tergugat, saksi, sebagai tersangka. Seperti halnya dalam kasus antara warga kelurahan Ceger, Cipayung, Jakarta Timur, dengan pihak TNI AD dalam hal pembebasan tanah guna pembangunan jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) TMII Cikunir pada bulan mei 2003.”10

Dalam proses pembuatan akta pelepasan tanah tersebut menyalahi prosedur, di mana kesalahan prosedur dimaksud ialah karna Notaris tersebut tidak menghadirkan pihak warga yang mengklaim tanah tersebut dan pihak TNI, tetapi hanya diwakili kuasa khususnya, yaitu Hamid Giman. Perkaranya di gelar dalam kasus pidana


(22)

maupun perdata, ini merupakan salah satu contoh ketidaktelitian seorang Notaris yang mengakibatkan akte diterbitkannya menimbulkan masalah hukum.

Notaris sebagai pejabat umum harus dapat mengikuti perkembangan hukum sehingga dapat memberikan jasanya terhadap masyarakat guna membantu mengatasi dan memenuhi kebutuhan hukum dn persoalan hukum yang timbul dalam masyarakat itu sendiri.

Pesatnya pembangunan dalam hubungan hukum antara sesama manusia atau dengan badan hukum lainnya akan memotivasi Notaris untuk melakukan pekerjaan secara profesional dan menguasai hukum secara luas dan pengetahuan hukum yang memadai.

Dalam perkembangan globalisasi11 tersebut Notaris harus memilih kepribadian yang luhur yang senantiasa menjalankan undang-undang serta menjunjung tinggi kode etik profesinya sebagai pejabat publik ; yitu dengan mengacu kepada kode etik Notaris untuk kepentingan umum.

Dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai pejabat umum. Tidak jarang Notaris berurusan dengan proses hukum, baik ditahap penyelidikan, penyidikan maupun persidangan. Pada proses hukum ini Notaris harus memberikan keterangan dan kesaksian menyangkut isi akta yang dibuatnya. Hal ini akan bertentangan dengan sumpah jabatan Notaris, dimana Notaris berkewajiban untuk merahasiakan isi akta yang dibuatnya.

Pada prinsipnya, akta yang dibuat oleh Notaris, mempunyai kepastian isi,

11Gobalisasi adlah proses masuknya ruang lingkip dunia, Umi Chulsum dan Windy Novia,


(23)

kepastian tanggal dan kepastian orangnya. Akta tersebut merupakan suatu bukti yang mengikat dan sempurna, harus dipercaya oleh Hakim, yaitu hams dianggap sebagai benar (selama kebenarannya tidak dibuktikan lain) dan tidak memerlukan tambahan pembuktian. Pada proses hukum yang terjadi perlu dilihat sejauh mana kekuatan pembuktian ini dilaksanakan.

Notaris berkewajiban untuk merahasiakan isi aktanya, bahkan Notaris wajib merahasiakan semua keterangan mulai dari persiapan, pembuatan, hingga selesainya pembuatan suatu akta. Seperti dokter yang hams merahasiakan pekerjaannya kepada pasien. Apabila dijadikan saksi dalam perkara, dapat menggunakan haknya untuk mengundurkan diri sebagai saksi.

Dalam persidangan, hakim sangat memerlukan adanya alat-alat bukti untuk dapat mencari suatu putusan dan penyelesaian perkara secara pasti menurut hukum berdasarkan pembuktian yang dilakukan. Dengan pembuktian, diharapkan dapat dicapai kebenaran menurut hukum serta dapat menjamin perlindungan terhadap hak-hak para pihak-hak yang berperkara, seraca seimbang.

Pasal 4 UUJN tentang sumpah jabatan Notaris dan Pasal 16 ayat (1) huruf (e) UUJN tentang kewajiban Notaris, mewajibkan Notaris untuk tidak bicara, sekalipun di muka pengadilan, artinya tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dibuat dalam aktanya. Notaris tidak hanya berhak untuk bicara, akan tetapi mempunyai kewajiban untuk tidak bicara.

Kewajiban ini mengesampingkan kewajiban umum untuk memberikan kesaksian yang dimaksud dalam Pasal 1909 ayat (3e) KUHP Perdata yang menyatakan : “segala siapa yang karena kedudukannya pekerjaannya atau jabatannya


(24)

menurut undang-undang diwajibkan merahasiakan sesuatu,namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian

Hak ingkar Notaris bukan hanya merupakan hak saja,tetapi juga merupakan kewajiban karena apabila dilanggar. Akan terkena sanksi menurut undang-undang. Notaris dalam menjalankan jabatannya, merahasiakan bukan hanya pada yang tercantum dan tertuang dalam akta yang dibuat dihadapannya, tetapi juga merahasiakan yang diketahui dan diberitahukan dlam rangka pembuatan akta. Sanksi tersebut sebagaimana Pasal 322 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya ditulis KUHP Pidana) yang menyatakan: “ barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.” Untuk itu Notaris dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus hati-hati dan teliti sehingga melanggar ketentuan Pasal 263, 264, 266 KUHP Pidana.

Sebagaiman profesi lain yang berhimpun dalam suatu organisasi profesi dan mempunyai kode etik tertentu, Notarispun sebagai jabatan kepercayaan menghimpun dirinya dalam suatu organisasi Notaris dan tidak luput dari ketentuan-ketentuan Kode Etik disamping ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Ketentuan Undang-Undang dan Kode Etik Notaris terhadap klien antara lain harus menjaga kerahasiaan yang sudah dipercayakan klien kepadanya.

Begitu pentingnya Notaris menjaga kerahasian ini hingga Undang-Undang pun mengaturnya yakni dalam pasal 17 Stb.1860-3 tentang Peraturan Jabatan Notaris (selanjutnya cukup disebut PJN) yang sekarang telah diubah dan diganti dengan


(25)

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya cukup disebut dengan UUJN) yang diatur dalam pasal 4 mengenai sumpah jabatan yang harus diucapkan dan benar-benar dipegang sebagai janji oleh seorang Notaris antara lain bahwa Notaris akan merahasiakan serapat-rapatnya isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam melaksanakan jabatannya.

Jabatan yang dipangku oleh Notaris adalah jabatan kepercayaan dan justru oleh karena itu seorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya. Notaris tidaklah bebas memberitahukan apa yang diberitahukan kepadanya selaku Notaris oleh kliennya pada waktu diadakan pembicaraan-pembicaraan sebagai persiapan untuk pembuatan suatu akta, sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam akta.12 Namun dalam prakteknya, seorang Notaris sering dijadikan sebagai saksi dalam suatu perkara baik perdata maupun pidana, dimana Notaris diminta untuk mengungkapkan isi dari akta-akta yang dibuatnya dengan alasan demi kepentingan penyidikan. Hal ini sering menimbulkan dilemma bagi seorang Notaris, disatu sisi dia harus menjaga kerahasiaan isi dari akta-akta tersebut tetapi disisi lain ia dipaksa harus mengungkapkan isi dari akta tersebut. Dengan demikian terjadi pertentangan antara hukum positif khususnya UUJN dengan hukum acara baik perdata maupun pidana.

Di dalam praktek para Notaris sering terjadi perlakuan-perlakuan yang kurang wajar teradap para Notaris dalam hubungannya dengan hak ingkar atau kewajiban ingkar, apabila seorang Notaris dipanggil untuk diminta keterangannya atau dipanggil sebagai saksi dalam hubungan dengan suatu perjanjian yang dibuat dengan akta dihadapan Notaris yang bersangkutan. Bagi pihak-pihak tertentu, apakah itu oleh


(26)

Karena sengaja atau karena tidak mengetahui tentang adanya peraturan perundang-undangan mengenai itu, seolah-olah dianggap tidak ada rahasia jabatan Notaris, demikian juga tidak ada hak ingkar dari Notaris.13

Hal inilah yang menjadi latar belakang dan menarik perhatian penulis dalam mengangkat dan membahas judul “ RAHASIA JABATAN NOTARIS DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA “.

B. Permasalahan

Bertitik tolak pada uraian latar belakang tersebut di atas maka yang menjadi pokok permasalahan di dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana hubungan tugas dan rahasia jabatan Notaris dengan aspek pidana ? 2. Bagaimana kedudukan rahasia jabatan Notaris dalam pemeriksaan perkara

pidana ?

3. Bagaimana upaya mempertahankan rahasia jabatan Notaris dalam pemeriksaan perkara pidana ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam Penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam Penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan tugas dan rahasia notaris dengan aspek pidana. 2. Untuk mengetahui kedudukan rahasia jabatan Notaris dalam pemeriksaan

perkara pidana.


(27)

3. Untuk mengetahui upaya mempertahankan rahasia jabatan Notaris dalam pemeriksaan perkara pidana.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini dihapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu Pengetahuan Hukum. Khususnya bidang kenotariatan yaitu mengenai pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Notaris dalam menjalankan profesi. 2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para praktisi hukum khususnya Notaris dalam melaksanakan profesinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga tidak menimbulkan konflik hukum di kemudian hari.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran kepustakaan, diketahui bahwa penelitian tentang Rahasia Jabatan Notaris Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana belum pernah dilakukan. Namun pada tahun 2005 Lindawati, mahasiswa Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Univeritas Sumatera Utara Medan pernah melakukan penelitian mengenai “kajian yuridis tentang Pelaksanaan Tugas Notaris Dalam kaitannya.


(28)

Dengan Aspek Pidana (Studi di Pengadilan Negeri Kisaran). Adapun yang menjadi permasalahan yang dibahs adalah:

1. Bagaimanakah tata cara Pembuatan Akta Otentik Dalam Profesi Notaris Sehari-hari?

2. Bagaimanakah Pemahaman Notaris terhadap Kode etik Profesi sebagai pedoman dalam manjalankan jabatannya?

3. Bagaimankah kaitan antara pelaksanaan kode etik notaris dengan aspek pidana?

Namun, penelitian ini membahas megenai tata cara akta otentik oleh notaris, pemahaman Notaris terhadap Kode Etik Profesi sebagai pedoman dalam menjalankan jabatannya dan kaitan antara pelaksanaan tugas Notaris dengan aspek pidana. Maka penelitian ini adalah asli dan hasilnya akan beda.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Teori adalah “untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi”14, dan “satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.”15 “kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang terjadi bahan perbandingan, pegangan

14 J.J.J.M Wuisman, dengan menyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid 1,

FEUI, Jakarta, 1996, Hal 203


(29)

teoritis”16 bagi penelitian tentang tanggung jawab Notaris secara pidana atas akta yang bermasalah.

Dalam penelitian ini adalah penelitian yang menyangkut masalah tanggung jawab Notaris dengan aspek pidana serta penjabarannya dapat menjadi suatu penelitian hukum, sebab di dalam penelitian hukum ini berdasarkan masalah pembuatan akta otentik yang dibuat oleh Notaris yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan ketentuan hukum lainnya.

Notaris merupakan salah satu pekerjaan yang dibuat profesi, “namun tidak semua pekerjaan disebut profesi, beberapa syarat yang harus dipenuhi (yang merupakan kriteria formal) adalah sebagai berikut :

1. Adanya spesialisasi pekerjaan,

2. Berdasarkan keahlian dan keterampilan, 3. Bersifat tetap dan terus menerus,

4. Lebih mendahulukan pelayanan daripada imbalan/pendapatan, 5. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi,

6. Terkelompok dalam suatu organisasi profesi.”17

Dari kriteria tersebut di atas dapat dikatakan bahwa Notaris sebagai suatu profesi karena kreteria yang sangat menonjol dalam profesi Notaris menuntut keahlian tertentu. Notaris salah satu profesi hukum di samping hakim, jaksa dan advokat juga sebagai profesi terhormat, terhadap nilai-nilai moral profesi yang harus di taati, yaitu:

16M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, Hal. 80

17


(30)

1. Kejujuran, 2. Otentik,

3. Bertanggung jawab, 4. Kemandirian Moral, 5. Keberanian Moral.

Suatu profesi berlaku kaidah-kaidah etika di mana setiap anggota profesi tersebut tunduk dan taat dengan Kode Etik, dalam hal ini untuk profesi Notaris disebut Kode Etik Notaris. Berdasarkan pasal 83 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris. Dalam kerangka konsepsionalnya adalah merupakan kerangka menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti yakni mengenai profesi Notaris, prosedur pembuatan akta dan sanksi hukum. Menurut Soerjono Soekanto: “Suatu Kerangka konsepsional, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti”.18

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam perbuatan hukum dalam masyarakat. Akta otentik pada hakekatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepala Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkannya bahwa apa yang termuat dalam akta notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak.

18Soejono Soekant, Pengatar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UIPress),


(31)

Menurut Pasal 1 ayat (7) UUJN bahwa akta Notarisadalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara ditetapkan dalam undang-undang jabatan Notaris.

Berdasarkan hasil inventarsasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku Saat ini, yang terkait dengan profesi Notaris. Diantaranya adalah:

a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris b. Peraturan Jabatan Notaris

c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana e. Peraturan perundang-undangan lainnya

2. Konsepsional

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori konsepsiyang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.Pentingnya definisi operasional adalah “untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (du bius) dari suatu istilah yang dipakai dan dapat ditemukan suatu kebenaran”.19

Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian-pengertian konsep dalam penelitian ini. Notaris adalah pejabat umum yang tanpa diberi gaji oleh pemerintah, Notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat uang pensiun dari pemerintah. Pejabat umum yang dimaksud di sini adalah pejabat yang dimaksudkan

19 Rusdi Malik, Penemu Agama Dalam Hukum Indonesia, Pejabat Universitas Trisakti,


(32)

dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Dari bunyi Pasal 1 UUJN maka sangat jelas dikatakan bahwa Notaris adalah satu-satunya pejabat umum20 yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya. Di luar Notaris sebagai pejabat umum ini masih dikenal lagi pejabat-pejabat lain yang juga tugasnya membuat alat bukti yang bersifat otentik, seperti Pejabat Kantor Catatan Sipil, Pejabat Kantor Lelang Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Kepala Kantor Urusan Agama, Panitera di Pengadilan yang bertugas membuat exploit atau pemberitahuan dari Juru Sita, dan lain sebagainya.

Bentuk atau corak Notaris dapat dibagi menjadi 2(dua) kelompok utama yaitu: a. Notariat Functional, dalam mana wewenang-wewenang pemerintah didelegasiakan (gedelegeerd), dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai daya kekuatan eksekusi. Di negara-negara yang menganut macam/bentuk notariat seperti ini terdapat pemisahan yang keras antara “wettelijke” dan “niet wettelijke”, “werkzaamheden” yaitu pekerjaan-pekerjaan yang berdasarkan

Undang-20Istilah “Pejabat Umum” merupakan terjemahan dari teks asli Stb. 1860 No.3 dalam bahsa

Belanda : “openbare ambtenaren”, lihat W.A. Engelbrecht, “Kitab-kitab undang, Undang-Undang dan peraturan-peraturan Republik Indonesia”, bewerkt door E.M.L. Engelbrecht, NV. Uitgeverij W. Van Hoeve’s Gravenhage, 1971, hal. 2573.istilah “pejabat umum” ini ternyata diadopsi oleh pembuat PP No. 37 Tahun 1998 tentang peraturan Jabatan Pembuatan AktaTanah yang merupakan pelaksanaan dari pasal-7 PP No.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 1 angka-I dari PP No.37 tahun 1998 (mulai berlaku tanggal 5 Maret 1998) menyatakan bahwa “Pejabat Pembuatan Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai pembuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik atas Tanah, diterbitkan oleh Koprasi Pegawai Badan Pertanahan Nasional “Bumi Bhakti”, 1998,hal.3. penyebutan istilah “pejabat umum” dalam PP No. 37 tahun 1998 sekaligus menyiratkan makna bahwa lingkup tugas Notaris menurut Pasal 1 PJN sudah semakin, sempit karena kewenangan sebagai pejabat umum mengenai bidang pertanahan sudah diserahkan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).


(33)

undang/ hukum dan yang tidak/bukan dalam notariat.

b. Notariat profesionel, dalam kelompok ini walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya, tetapi akta-akta Notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat khusus tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya.21

Profesi Notaris merupakan profesi yang lijdeljik, yaitu berjalan mengikuti rel yang telah digariskan. Ia hanya mengikuti apa yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Karenanya, dalam praktek Notariat kejelasan peraturan perundang-undangan sangatlah menentukan. Dibanding dengan tugas Notaris di negara-negara yang hukumnya telah diunifikasi dan dikodifikasikan dalam Undang-undang atau peraturan perUndang-undang-Undang-undangan yang serba lengkap dan jelas, tugas Notaris di Indonesia memang lebih berat. Sebabnya adalah belum seluruhnya aturan hukum yang berlaku yang telah diunifikasi dan dikodifikasiakan. Hukum perekonomian dan perdagangan misalnya, yang sedang berkembang dengat pesat dewasa ini. Demikian pula hukum perjanjian dan hukum keluarga dan acara perdata yang masih dibenahi. Misalnya dalam membuat perjanjian-perjanjian yang menyangkut tanah dalam kaitan dengan hukum waris yang masih bersifat pluralistis, kewaspadaan Notaris sangatlah diperlukan.22

21Kumar Andasasmitha,Notaris I,Sumur Bandung, 1981, Hal.12

22Pusat Pengkajian Hukum Nomor 10/tahun II/September/1992, Hal.23, kata “lijdelijk”itu

sendiri bermakna : 1. Sabar


(34)

Notaris sebelum menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum wajib mengucapkan sumpah/atau janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, demikian juga halnya pemberhentian Notaris dilakukan oleh Menteri.

Adapun syarat-syarat untuk diangkat menjadi Notaris dalam Pasal 4 Undang-undang Jabatan Notaris, yang menyebutkan:

1. Warga negara indonesia;

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. Berumur serendah-rendahnya 27 (dua puluh tujuh) tahun; 4. Berijazah sarjana Hukum dan pendidikan kenotariatan;

5. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun berturut-turut pada kantor Notaris setelah lulus pendidikan kenotariatan; dan

6. Mendapat rekomendasi dari Organisasi Profesi notaris.23

Setelah memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Notaris maka Notaris tersebut berkewajiban mengucapkan sumpah atau janji sebagaiman yang dimaksud dalam 6 ayat (2) UUJN. Apabila pelaksanaan pengangkatan Notaris telah selesai dilakukan maka Notaris juga tidak terlepas dari kode etik jabatannya yaitu Kode Etik Notaris.

Kode Etik Notaris adalah suatu sikap Notaris yang merupakan suatu kepribadian yang mencakup sikap dan moral terhadap organisasi profesi, terhadap

3. Tanpa tindakan 4. Tanpa protes

5. Tanpa menentang, lihat kamus Umum Belanda-Indonesia, oleh S.Wojowasito, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2003, hal.374

23 Pasal 3 huruf (1) UUJN menyebutkan bahwa syarat dapat diangkat menjadi Notaris adalah

telah menjalani megang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi organisasi notaris setelah lulus strata dua kenotariatan.


(35)

sesama rekan dan terhadap pelaksanaan tugas jabatan.24

Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris menyebutkan :

Notaris berwenang mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh sesuatu peraturan perundang-undangan atau yang dikehendaki yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatannya, menyimpan aktanya, dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat yang lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.

Sedangkan pada ayat (2) menyebutkan kewenangan Notaris yang lain, yakni : a. Membuat surat keterangan tentang masih hidupnya seseorang.

b. Membuat akta keterangan hak waris c. Membuat akta risalah lelang

d. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku yang harus disediakan untuk itu.

e. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku yang disediakan khusus

f. Membuat kopi asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagai mana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. g. Melakukan pengesahan kecocokan foto copi dengan surat aslinya.

24 Rapat Pleno Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Tanggal 29-30 Agustus 1998, di


(36)

h. Melakukan kewenangan lain yang diatur claim peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris juga menegaskan bahwa Notaris dibatasi wewenangnya untuk akta otentik, hanya apabila hal itu dikehendaki atau diminta oleh yang berkepentingan hal mana berarti bahwa Notaris tidak berwenang membuat akta otentik secara jabatan. Dengan demikian Notaris tidak berwenang untuk membuat akta dibidang hukum publik, wewenangnya terbatas pada pembuatan akta-akta di bidang hukum perdata. Pembatasan lainnya dari wewenang Notaris dinyatakan dengan perkataan-perkataan “ mengatasi semua perbuatan, perjanjian dan penetapan”. Sehingga tidak semua akta dapat dibuat oleh Notaris, akan tetapi hanya yang mengenai “perbuatan, perjanjian dan ketetapan”.25

Penegasan bunyi pasal tersebut memberi arti bahwa kewenangan yang diberikan kepada Notaris untuk membuat akta otentik tidak boleh keluar atau menyimpang dari kewenangan yang ada dalam UUJN dan Kode Etik Notaris itu sendiri. Dengan tidak ditaatinya UUJN dan Kode Etik Noraris maka Notaris tersebit dapat disangka sebagai salah satu penyebab terjadinya pelanggaran hukum yang menyebabkan akta tersebut berpotensi konflik.

Wewenag Notaris meliputi 4(empat) hal yaitu :

a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya itu; artinya tidak setiap pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu, yakni yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan


(37)

undangan.

b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kpentingan siapa akta itu dibuat; artinya Notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Di dalam paal 20 ayat (1) Peraturan Jabatan Notaris misalnya ditentukan, bahwa Notaris tidak diperbolehkan membuat akta, di dalam mana Notaris sendiri, istrinya, keluarga sedarah atau keluarga semenda dari Notaris itu dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, baik secara pribadi maupun melalui kuasa, menjadi pihak. Maksud dan tujun dari ketentuan ini ialah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.

c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; artinya bagi setiap Notaris ditentukan daerah hukumnya (daerah jabatanya) dan hanya di dalam daerah yanf ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta otentik. Akta yang dibuatnya di luar daerahnya jabatannya adalah tidak sah.

d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu; artinya Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya, demikian juga Notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia memangku jabatannya (sebelum diambil sumpahnya).

Apabila salah satu persyaratan di atas, tidak dipenuhi, maka akta yang dibuat menjadi akta yang mempunyai kekuatan seperti akta di bawah tangan, apabila akta itu ditanda tangani oleh parah penghadap. Demikian juga halnya, bahwa apabila oleh


(38)

Undang-undang untuk sesuatu “perbuatan, perjanjian dan ketetapan” diharuskan suatu akta otentik maka dalam hal salah satu persyaratan di atas tidak dipenuh, perbuatan, perjanjian dan ketetapan itu dan karenanya juga akta itu adalah tidak sah. Suatu akta adalah otentik, bukan karena penetapan Undang-undang, akan tetapi karena dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

“Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gelaja hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.”26 Untuk tercapainya penelitian ini, sangt ditentukan dengan metode yang dipergunakan dalam memberikan gambaran dan jawaban atas masalah yang dibahas.

Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis27. Deskriptif berarti menggambarkan serta menjelaskan tanggung jawab Notaris atas aktanya yang berpotensi konflik, fungsi kode etik profesi sebagai pedoman bagi Notaris dalam menjalankan profesinya sekarang ini masih cukup memadai atau tidak, dan kaitan antara Rahasia Jabatan Notaris dengan aspek pidana.

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalahyuridis normatif,28dimana

26Soerjono Soekanto, Op. Cit, Hal. 43

27Bambang Soenggono, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2001, Hal. 36 : Penelitian Deskripsi Pada Umumnya bertujuan untuk

mendeskripsikan secara sistematis, factual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.

28Ronny Hamitijo Soemotrao, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia Indonesia,


(39)

dilakukan pendekatan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan dengan mempelajari ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibaha. Metode pendekatan normatif dipergunakan dengan titik tolak penelitian dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan di bidang kenotariatan khususnya tentang cara pembuatan akta, kode etik profesi, juga menerangkan parsoalan-persoalan hukum pidana yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas notaris.

2. Lokasi Penelitian dan Sumber Data

a. Lokasi penelitian; lokasi penelitain adalah dilakukan dan ditetapkan di PN medan

b. Sumber Data; adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pengadilan dan wawancara langsung kepada para informasi yaitu Notaris.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan membaca, mempelajari dan menganalisa literatur/buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sumber buku lainnya seperti majalah dan yang berkaitan dengan penelitian ini.

b. Penelitian lapangan(field research),yaitu dengan menghimpun data sekunder dan wawancara, dilakukan secra langsung kepda informa, dengan mempergunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara dan dilakukan secara bebas terstruktur, agar lebih mendapatkan informasi yang lebih fokus dengan masalah yang di teliti.


(40)

4. Analisis Data

Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu setelah data sekunder diperoleh dilakukan pemeriksaan dan evaluasi untuk mengetahui validitasnya. Selanjutnya data itu dikelompokkan atas data itu yang sejenis untuk kepentingan analisis dalam penulisan tesis ini. Sedangkan evaluasi dan penafsiran data dilakukan secara kualitatif. Oleh karena itu data yang suadah dikumpulkan dipilah-pilah dan dilakukan pengolahannya, kemudian dianalisis dan di tafsirkan secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode deduktif dan induktif atas dasar pembahasan dan analisis ini diperoleh suatu kesimpilan terhadap penelitian, yang merupkan jawaban atas permasalahan yang diteliti.


(41)

BAB II

HUBUNGAN TUGAS DAN RAHASIA JABATAN NOTARIS DENGAN ASPEK PIDANA

A. Tugas dan Fungsi Notaris Berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris. Sejarah panjang Notariat dimualai sejak abad ke sebelas di Italia, berkembang keseluruh daratan eropa sampai Amerika latin, hanya Inggris yang tidak ambil bagian sehingga kini lebih dikenal menganut fahamanglo saxon/common law. Nama notariat berasal dari notarius menunjuk suatu kerjaan tulis menulis pada waktu itu beberapa sebutan lain untuk pekerjan yang sama antara lainnotariil, tablionesdantabularii.

Kedudukan seorang Notaris sebagai suatu fungsionataris dalam masyarakat dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperolh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.29

Undang-undang Nomor 30 Republik Indonesia tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris pada Bab I di dalam ketentun umum palas 1 ayat (1) yang berbunyi, Notaris adalah pejabat umum yang berwenng untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

undang tentang Jabatan Notaris merupakan penyempurnaan Undang-undang peninggalan jaman kolonia dan unifikasi sebagian besar Undang-Undang-undang yang

29http://www.blogster.com/komparta/analisis-hukum-tentang , diakses pada tanggal 7 agustus


(42)

mengatur mengenai kenotarisan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.30

Demikian pula, Notaris sebagai Pejabat Umum ditegaskan juga dalam bab I pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris Di Indonesia (Ord. Stbl. 1860 no.3, mulai berlaku tanggal 1 juli 1860), yang menyebutkan : Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, ssalinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Dengan memperhatikan beberapa pasal dari Undang-undang jabatan notaris No. 30 Tahun 2004 yang melegitimasikan keberadaan Notaris sebagai Pejabat Umum, dan melihat tugas dan pekerjaan notaris memberikan pelayanan publik (pelayanan pada masyarakat) untuk membuat akta-akta otntik, notaris juga ditegaskan untuk melakukan pendaftaran dan mansyahkan (waarmeking dan legalisasi) surat-surat / akta-akta yang dibuat dibawah tangaan. Notaris juga memberikan nasihat dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan, serta pengangkatan dan pemberhentian seorang Notaris yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan, maka persyaratan Pejbat Umum adalah seorang yang diangkat oleh pemerintah dengan tugas kewenangan memberikan pelayanan publik di bidang tertentu, terpenuhi oleh Jabatan Notaris.


(43)

Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figur) yang keterang-keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberikan jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya(onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang. Kalau seorang advokat membela hakm-hak sessorang ketika timbul suatu kesulitan, maka seorang Notaris harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan itu.

B. Rahasia Jabatan Notaris dan Keterkaitan Dengan Aspek Pidana

Sumpah jabatan dalam pasal 4 ayat (2) UUJN yang mewajibkan notaris merahasiakan isi akta, “saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya”. Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN jug mengatur kewajiban serupa, yaitu: “Dalam menjalankan jabatannya, Ntaris berkewajibaan : Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain”. Dari rumusan sumpah jabatan tersebut, terdapat kewajiban bagi Notaris untuk merahasiakan isi akta.

Pada tanggal 6 mei 2006 Ikatan Notaris Indonesia (INI) juga menindak lanjuti ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris dengan menandatangani nota kesepahaman dengan Kepolisian Republik Indonesia No.Pol:B/1056/V/2006 dan Nomor:01/MoU/PP-INI/V/2006 tentang pembinaan dan peningkatan profesionalisme di bidang penegakan hukum. Nota kesepahaman tersebut memuat ketentuan bahwa tindakan pemanggilan terhadap notaris harus dilakukan secara tertulis dan


(44)

ditandatangani oleh penyidik. Namun, pemanggilan itu dilakukan setelah pen yidik memperoleh persetujuan dari Majelis Pengawas yang merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengaawasan. Lebih lanjut isi kesepahaman itu mengatur notaris yang akan diperiksa atau dimintai keterangan harus jelas kedudukan dan perannya, apakah sebagai saksi atau tersangka terhadap akta-akta yang dibuatnya dan/atau selau pemegang protool.31

Pada dasarnya ada 9 aspek yang dapat menjerat Notaris menjadi terdakwa di depan sidang pengadilan dan diminta pertanggungjawaban pidananya. Aspek-aspek tersebut adalah:

1. Tanggal dalam akta tidak sesuai dengan kehadiran para pihak; 2. Para pihak tidak hadir tetapi ditulis hadir;

3. Para pihak tidak ada yang membubuhi tanda tangan tetapi ditulis atau ada tandatangannya;

4. Akta sebenarnya tidak dibaca akan tetapi diterangkan telah dibacakan; 5. Kebenaran objek berbeda dengan yang diterangkan oleh para pihak; 6. Bahwa notaris ikut campur tangan terhadap syarat-syarat perjanjian;

7. Pencantuman dalam akta bahwa pihak-pihak telah membayar’ lunas apa yang diperjanjikan padahal sebenarnya belum lunas atau bahkan belum ada pembayaranyang riil;

8. Pencantuman pembacaan akta yang harus dilakukan oleh Notaris sendiri padahal sebenarny tidak;


(45)

9. Pencantuman mengenal orang yang menghadap padahal sebenarnya tidak mengenal.

Kedudukan Notaris sebagai fungsinoris dalam masyarakat hingga sekarang masih dirasakan dan disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang mendapat nasehat yang boleh diandalkan, segala sesuatu yang ditulis dan yang ditetapkan (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. Notaris mempunyai jabatan ganda, di satu pihak ia pemangku jabatan negaraa di pihak lain ia pelaksana profesi. Namun demikian dasarnya adalah sama bahwa Notaris mengatur hubungan hukum ecra tertulis antara berbagai pihak yang dituangkan dalam suatu akta otentik.

Notaris yang melakukan kesalahan maupun kelalaian dalam melaksanakan tugas jabatannya, dapat dimintakan pertanggungjawabannya baik itu dituntut secara perdata maupun pidana dalam persidangan di pengadilan. Dasar dari penuntutan atas tanggung jawab secara perdata adalah adanya pihak yang merasa dirugikan atas akta otentik yang dibuat oleh Notaris, sehingga terhadap Notaris itu dapat diminta ganti rugi.

Salah satu ketentuan yang dapat diterapkan terhadap profesi Notaris adalah penegakan hukum pidana, hukum pidana dapat diterapkan apabila Notaris yang bersangkutan telah melakukan perbuatan pidana. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan itu disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi yang melanggar larangan tersebut.

Menurut Pasal 1 ayat (1) KUH Pidana menyebutkan bahwa suatu perbuatan hanya merupakan tindak pidana, jika ditentukan lebih dahulu dalam suatu ketentuan


(46)

perundang-undangan. Dalam bahasa latin dikenal dengan asas “nullum delictum,mulla puna sine praevia lege punali” (tiada kejahatan, tiada hukuman pidana tanpa UU Hukum Pidana terlebih dahulu).

Maka untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana harus memenuhi beberapa unsur sebagai berikut:

1. Subjek tindak pidana.

2. Perbuatan dari tindak pidana. 3. Hubungan sebab akibat. 4. Sifat melanggar hukum,

5. Kesalahan pelaku tindak pidana, 6. Kesengajaan.32

Perumusan perbuatan pidana dalam peraturan perundang-undangan hukum pidana di indonesia memiliki dua bentuk, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil dan tindak pidana yang dirumuskan secara materiil. Perumusan secara formil yaitu, apabila yang disebut atau yang menjadi pokok dalam perumusannya adalah kelakuannya. Sedangkan perumusan secara materiil yaitu, apabila yang disebut atau yang menjadi pokok dalam perumusannya adalah akibatnya. Penerapan pidana terhadap Notaris melihat dari perumusan materilnya, yaitu dilihat akibat apa yang ditimbulkan dari suatu akta otentik yang dibuatnya.

Tanggung jawab pidana Notaris bertanggungjawab atas masalah yang timbul dari akta yang dibuatnya, kebiasaan yang sering terjadi adalah seorang Notaris

32 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta, 1981,


(47)

dituntut tanggung jawab pidananya dengan dijerat atas tuduhan pemalsuan (Pasal 263 9 KUHPidana). Dalam hal seorang Notaris dituntut tanggung jawabnya secara pidana dan terbukti bersalah, maka terhadap Notaris tersebut dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, hal ini diatur dalam Pasal 12 dan 13 UUJN.

Dalam pembahasan ini diuraikan sekilas tentang tanggung jawab Notaris secara perdata. Notaris dalam kepasitasnya sebagai pejabat umum adalah seorang manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan-kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja yang akhirnya menuntut pertanggungjawabannya, dengan kata lain bukan berarti seorang Notaris tidak pernah atau tidak mungkin melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, dan Notaris juga bukanlah merupakan seseorang yang kebal hukum.

Adakalanya Notaris dapat terlibat dalam proses operadilan pidana, baik sebagai saksi, sebagai saksi ahli maupun sebagai terdakwa, sepanjang perbuatannya memenuhi unsur-unsur tindak pidana atau berhubungan erat dengan terjadinya tindak pidana. Dalam kondisi masyarakat yang semakin kompleks dan moderen. Kemungkinan keterlibatan Notaris dalam peradilan pidana semakin besar. Hal ini disebabkan tuntutan akan kebutuhan yang semakin meningkat akan perlunya alat-alat bukti yang sah, antara lain akta otentik. Kebutuhan yang semakin meningkat akan perlunya akta otentik, tidak menutup kemungkinan adanya manipulasi kepentingan atau niat tidak baik yang bersembunyi di balik pembuatan akta otentik itu.

Pertanggungjawaban Notaris secara perdata dilakukan dengan dasar suatu gugatan timbul dari suatu akta otentik. Gugatan timbul karena ada sengketa atau konflik yang harus diselesaikan atau diputuskan oleh pengadilan.


(48)

Pertanggungjawaban merupakan konsekuensi logis yang dpat dibedakan kepada profesi hukum dalam menjalankan jabatannya, baik berdasarkan hukum maupun moral.

Tuntutan tanggung jawab seorang pengembang profesi pada dasarnya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Intern, yaitu tanggung jawab yang dikaji berdasarkan kode etik organisasi profesi (kode etik yang dihasilkan oleh Ikatan Notaris Indonesia);

2. Eksterm, yaitu tanggung jawab berdasarkan hukum yang berlaku (yaitu hukum perdata, pidana atau administrasi negara)

Dasar dari perbebanan tanggung jawab terhadap Notaris adalah apabila tibul masalah terhadap akta otentik yang dibuatnya. Masalah yang timbul adalah adanya pembatalan akta otentik yang dibuat oleh seorang Notaris oleh pengadilan, pemalsuan akta oleh Notaris atau Notaris terlibat dalam pemalsuan itu (tanggung jawab pidana), dan yang terakhir adalah suatu akta kehilangna sifat keotentikannya, yang disebabkan tidak terpenuhinya syarat dalam pembuatan akta itu sebagaiman yang ditentukan dalam UUJN.

Selain tuntutan pidana, Notaris juga tidak lepas dari tuntutan perdata, terhadap kerugian yang dialami para pihak atas permasalahan yang timbul dari akta otentik yang dibuatnya. Dalam hal terjadi pembatalan terhadap suatu akta oleh hakim, maka para pihak yang merasa dirugikan ats pembatalan akta itu dapat meminta pertanggungjawaban kepada Notaris yang membuat akta itu, yang biasnya dalam bentuk ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh para pihak yang berkepentingan terhadap akta yang dibatalkan tersebut.

Setiap orang yang mempunyai suatu kepentingan atau hak dan merasa dirugikan, maka dapat mengajukan gugatn ke pengadilan dan untuk memenangkan


(49)

gugatannya, ia harus mampu mengemukakan bukti-bukti dari sesuatu yang telah didalilkannya. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 1865 KUH Perdata, yang menyatakan: “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan untuk membuktikan adanya hak atau peristiwa tersbut”.

Dari ketentuan pasal tersebut diatas, seorang klien yang dirugikan oleh Notaris dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada Notaris, baik berdasarkan wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum, asalkan dapat membuktikan dalildalil yang dikemukakannya.

Pertanggungjawaban Notaris secara perdata dapat dilihat dalam Pasal 84 UUJN, yang menyatakan:”tindakan pelanggaranyang dilakukan Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I, Pasal 16 ayat (I) huruf k. Pasal 51, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris”.

Dari ketentuan yang terdapat dalam pasal 84 UUJN dapat diketahui bahwa Notaris bertanggung jawab terhadap para pihak yang berkepentingan pada akta yang dibuatnya, yakni:


(50)

2. Jika suatu akta tidak memenuhi syarat-syarat mengenai bentuk, yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum;

3. Dalam segala hal, dimana menurut ketentuan dalam Pasal 1365, Pasal 1366 dan Pasal 1367 KUHPerdata terdapat kewajiban untuk membayar ganti rugi. Jadi sepanjang menyangkut hal-hal yang dimaksudkan di atas, sebelum Notaris yang bersangkutan dihukum untuk mengganti kerugian yang diderita para pihak, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan:

1. Adanya kerugian yang diderita;

2. Bahwa antara kerugian yang diderita akibat pelanggaran atau kelalaian Notaris terdapat hubungan kausal;

3. Bahwa pelanggaran atau kelalaian itu disebabkan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris yang bersangkutan.

Dalam membuktikan adanya kerugian yang diderita para pihak, pada umumnya tidak begitu sulit, sekalipun besarnya kerugian yang diderita itu tidak selalu dapat ditetapkan secara pasti.untuk dibuktikan adalah ke-2 dan ke-3 karena kerugian yang diderita itu harus sebagai akibat dari perbuatan atas kelalaian atau kesalaahn harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris dalam arti luas, yang meliputi unsur kesengajaan (dolus) di kelalaian (culpa).

Kesengajaan (dolus) tidak begitu menimbulkan kesulitan, di mana seorang Notaris dengan sengaja atau direncanakan melakukan kesalaahan dalam membuat akta otentik, sehingga menimbulkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan merugikan pihak yang berkepentingan terhadap akta itu.


(51)

Sepanjang mengenai kelalaian (culpa), dalam hal ini harus dianut pendirian bahwa bukanlah keadaan subyektif dari Notaris yang bersangkutan yang menentukan sampai sejauh mana tanggung jawabnya, tetapi harus berdasarkan suatu pertimbangan obyektif. Dalam hal ini harus diketahui apakah seorang Notaris yang bermoral, jujur dan baik, tidak menyadari akibat yang tidak dikehendaki.

Dengan adanya pembatalan terhadap akta tersebut akan menimbulkan kerugian pada para pihak lain yang berkepentingan terhadap akta yag dibatalkan tersebut. Hal ini memungkinkan bagi pihak yang merasa dirugikan untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang timbul jika akta tersebut dibatalkan oleh hakim. Permintaan ganti rugi didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 84 UUJN.

Pertanggungjawaban seorang Notaris atas permasalhan yang timbul dari akta otentik yang dibuatnya, harus terlebih dahulu ada keputusan hakim yang mempunyai kekuatuan hukum tetap. Baik berupa putusan yang menyatakan pembatalan akta maupun akta otentik hanya mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan. Bentuk tanggung jawab perdata yang dapat dibedakan kepada Notaris terhadap pembatalan akta otentik yang dibuatnya sebagai mana yang terdapat dalam ketentuan Pasal 84 UUJN adalah dalam bentuk pengantian biaya, ganti rugi dan bunga atas kerugian yang dialami oleh salah satu pihak.

C. Sistem Pertanggung Jawaban Notaris

Untuk dapat disebut sebagai profesi, maka pekerjaan itu sendiri harus mencerminkan adanya dukungan berupa :


(52)

2. Diabadikan untuk kepentingan orang;

3. Keberhasilan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan finansial;

4. Didukung oleh adanya organisasi (association) profesi dan organisasi profesi tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan yang merupakan kode etik, serta pula bertanggung jawab dalam memajukan dan menyebarkan profesi yang bersangkutan;

5. Ditentukan adanya standar kualifikasi profesi.

Dari unsur-unsur di atas, dapat diketahui bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan yang digunakan dalam praktek dalam kehidupan masyarakat, dengan memiliki standar pengawasan, baik melalui organisasi maupun kode etik atau etika profesi hukum.

Untuk suatu profesi berlaku kaedah-kaedah etika, kaedah nama tidak berlaku bagi para pekerja yang bukan profesi. Kaedah-kaedah pokok yang berlaku bagi suatu profesi adalah:

1. Profesi merupakan pelayanan, karena itu mereka harus juga bekerja tanpa pamrih terutama bagi klien atau pasien yang tidak mampu.

2. Pelaksanaan pelayanan jasa profesional mengacu pada nilai-nilai hukum. 3. Pelaksanaan profesi berorientasi kepada masyarakat secara keseluruhan. 4. Pola persaingan dalam 1 (satu) profesi haruslah sehat.33

Dengan etika profesi hukum, diharapkan para profesional hukum mempunyai kemampuan yang kritis, yaitu :

1. Kemampuan untuk kesadaran etis (ethical sensibility)


(53)

2. Ethical sensibility dapat dilihat dari kemampuan para professional bidang hukum untuk melakukan aspek-aspek dari situasi-situasi dan kondisi yang mempunyai kepentingan etis.

3. Kemampuan untuk berpikir secara etis (ethical reasoning)

4. Ethical reasoning menyangkut hal-hal yang berkaitan erat dengan alat-alat dan kerangka-kerangka yang dianggap merupakan keseluruhan pendidikan etik profesi hukum.

5. Kemampuan untuk bertindak secara etis (ethical conduct).

6. Ethical condict menurut manifestasi dari hati yang tulus, hal ini akan diperhatikan dengan tingkah laku yang dilakonkan dalam pengambilan keputusan scara etis dan benar.

7. Kemampuan untuk kepemimpinan etis (ethical leadership).

8. Ethical leadership merupakan kemampuan untuk melakonkan kepemimpinan secara etis, yang tentunya mempunyai keterkaitan dengan tingkat ketulusan hati.34

Soetandyo Wingjosoebroto PA berpendapat, bahwa yang disebut profesi itu selalu ditandai oleh adanya :

1. Kegiatan pelayanan jasa atas dasar pembayaran upah atau honoraris;

2. Penggunaan kecakapan teknis yang tinggi, dan karenanya harus di penuhi oleh suatu pendidikan khusus yang formil;

3. Landasan kerja yang ideal, dan disokong oleh cita-cita etis masyarakat.35

34 Suhrawardi K. Lubis,Etika Profesi Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 1994, Hal. 14-15 35Soemarno P. Wirjanto,


(54)

Profesi adalah pekerjaan yang memiliki keahlian tertentu dan tidak semua orang yang bekerja dapat dicabut sebagai menjalankan profesi. Penyandang profesi tetap merupakan orang yang mencari nafkah dari profesinya, tetapi ia tidak mengkombinasikan pekerjaannya.

Profesi merupkan suatu konsep yang lebih spesifik dibanding dengan pekerjaan. Dengan perkataan lain, pekerjaan memiliki kontasi yang lebih luas dari pada profesi. Suatu profesi adalah pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan adalah profesi.36

Profesi Notaris merupakan penyandang profesi hukum yang bekerja dengan loyalitas mendapat honorarium37 dari orang yang telah memakai jasanya, kaena Notaris juga membutuhkan uang untuk membiayai keluarga dan segala keperluannya. Seorang Notaris juga adakalanya tidak mendapatkan honorarium dari orang yang telah memakai jasanya, hal ini dikarenakan orang itu tidak mampu untuk membayar. Walaupun demikian Notaris harus tetap memberikan jasanya tanpa meminta honorarium, karena itu sudah menjadi kewajibannya.

Kode etik profesi ini diperlukan sebagai mekanisme untuk mengatur, mengawasi, dan memberikan kualitas (pembinaan) kepada pelaksana profesi, untuk menjaga kehormatan, untuk melindungi masyarakat yang menggunakan jasa huku. Dengan adanya etika profesi itulah, diharapkan akan dapat menjaga profesi itu sendiri dan menjamin kesungguhan pemegang profesi tersebut dalam menjalankan dan

36 Darli Darmodiharjo & Shidarta, pokok-pokok filsafat Hukum(apa dan bagaiman Filsafat

Hukum Indonesia),edisi revisi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 200, Hal. 272

37Habib Ajie, Renvoi no. 09Tahun 2004, menyambut bahwa notaris setelah menyempurnakan

akta yang dihadapnya/olehnya berhak untuk memperoleh Honorarium. Kenapa memperoleh hionorarium? Karena telah melaksakan jabtan dengan melayani masyarakat yang membutuhkan.


(55)

mengamalkan profesinya.

Adanya rasa hormat terhadap etika profesi akan memelihara kredibilitas profesi di masyarakat. Jika etika profesi menurun di mata masyarakat, tak dapat di hindari masa depan profesi itupun menjadi buruk atau tercela, dan itu jelas merugikan semuanya, baik masyarakat maupun bangsa.

Menurut UUJN yang diundangkan tanggal 6 Oktober 2004 bahwa untuk diangkat menjadi seorang Notaris harus berpendidikan strata dua Kenotaritan. Namun ada pengecualian seperti yang diatur dalam bab XII Ketentuan Peralihan yang menyebukan:

1. Notaris yang telah diangkat pada saat UU ini berlaku, dinyatakan sebagai Notaris sebagaimana diatur dalam UU ini (Pasal 87 UUJN). Notaris telah menjalankan jabatannya sebagai Notaris tetap menjadi Notaris.

2. Pada saat UU ini mulai berlaku, permohonan untuk diangkat menjadi Notaris yang sudah memenuhi persyaratan secara lengkap dan masih dalam proses penyelesaian, tatap diproses berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama (pasal 88 UUJN). Calon Notaris yang berpendidikan stara satu hukum yang persyaratannya lengkap dan masih dalam proses penyelesaian, tatap dapat diangkat menjadi notaris berdasarkan ketentuan yang lama.

3. Lulusan pendidikan spesialis Notaris yang belum diangkat sebagai Notaris pada saat UU ini mulai berlaku tetap dapat diangkat menjadi Notaris menurut UU ini (pasal 90 UUJN). Calon Notaris yang berpendidikan spesialis Notaris (Sp.N) tidak harus mengikuti pendidikan Magister Kenotariatan untuk dapat


(56)

mengajukan sebagai Notaris, tetapi cukup dengar. Penddika Spesialis Notaris (SpN).

Profesi Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingn umum. Tugas Notaris adalah lmengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa Notaris.

Seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya haerus memegang teguh kode etik profesi Notaris karena kode etik profesi merupkan pedoman dalam menjlankan jabatannya. Sejalan dengan itu seorang Notaris mengemukakan bahwa di samping memahami kode etik juga seorang Notaris harus menguai meteri hukum dan terampil dalam melayani kepentingan masyarakat.

Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Mempunyai integritas moral38yang mantap;

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual); 3. Sadar akan batas-batas kewenangannya;

4. Tidak mata-mata berdasarkan pertimbangan uang.39

Profesi Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang bertanggung jawab, baik secara hukum, moral maupun etika kepada negara, masyarakat, pihak-pihak yang

38 Kamus Hukum Bahasa Indonesia, Intregitas (mutu,sifat atau keadaan yang menunjukkan

kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran), moral (ajaran) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan sikap kewajiban dan akhlak budi pekerti dan susila, Hal. 437

39 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, Cet-2,


(57)

bersangkutan (klien) dan organisasi profesi. Untuk itu seorang Notaris harus meningkatkan kualitas mealui pendidikan, pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman terhadap ilmu pengetahuan maupun kode etik.

Para Notaris dituntut untuk bekerja secara profesional. Keprofesionalan seorang Notaris dapat terwujud apabila menguasai seluk beluk profesinya. Oleh sebab itulah maka untuk dapat menempuh pemlidikan Notaris seorang harus bergelar sarjana hukum, diluar sarjana hukum maka sudah pasti tidak memungkinkan untuk diterima ikut dlam pendidikan Notaris.

Notaris berkepribadian yang baik adalah menjujung tinggi martabat dan kehormatan Notaris, baik di dalam maupun di luar jabatannya. Dalam menjalankan tugasnya, Notaris dengan penuh tanggung jaab dengan menghayati keseluruhan martabat jabatannya daan dengan keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan undang-undang, etika, ketertiban umum, dan bahasa indonesia yang baik.40

Dalam hal ini, kode etika Notaris Indonesia, yang merupakan prinsip-prinsip etika yang mesti diikuti oleh Notaris di Indonesia, berisikan pengaturan tentang hal-hal sebagai berikut :

1. Etika Notaris dalam menjalankan tugasnya. 2. Kewajiban-kewajiban profesional Notaris. 3. Etika tentang hubungan Notaris dengan kliennya. 4. Etika tentang hubungan dengan sesama rekan Notaris.

40 Munir Fuady,Profesi Mulia, Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris,


(1)

untuk tidak bicara di muka persidangan karena mengingat Notaris merupakan jabatan kepercayaan artinya kerahasiaan yang disimpannya tidak boleh semena-mena diutarakannya di depan umum.

3. Upaya mempertahankan rahasia jabatan Notaris adalah Notaris harus mempunyai kualitas dengan selalu mengikuti perkembangan hukum dan mampu untuk meningkatkan penguasaan hukum positif dan aspek-aspek ilmu hukum. Hal ini diharapkan agar dalam rangka menghadapi masa depan dengan perkembangan secara global terdapat figur-figur Notaris yang profesional dan mempunyai integritas yang utuh dalam mengemban pekerjaan pelayanan hukum kepada masyarakat.

B. Saran

1. Diharapkan kepada pihak aparat agar mengerti apa sebenarnya profesi Notaris itu sehingga apabila Notaris yang dipanggil sebagai saksi nantinya dapat diperlukan sebaik-baiknya artinya pihak aparat mengerti dalam kapasitas apa Notaris itu dipanggil, diharapkan kepada Ikatan Notaris Indonesia untuk segera mensosialisasikan masalah Sumpah Jabatan Notaris yang termasuk di dalamnya tentang hak ingkar sehingga para Notaris baik yang senior maupun yang baru dapat mengerti dan tahu bahwa dalam jabatan mereka terdapat hak ingkar yang diberikan penuh oleh undang-undang.

2. Hendaknya notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya selalu berpegang teguh dengan berpedoman pada ketentuan undang-undang yang berlaku.


(2)

Bersikap hati-hati dan wasapada dalam meneliti dan memeriksa surat-surat/warkah dan dokumen-dokumen yang diberikan oleh para penghadap. Disamping juga harus benar-benar memperhatikan sikap dan perkataan-perkataan dari penghadap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebanyak mungkin dan mengajaknya berbicara tentang surat/akta yang akan dibuat oleh Notaris. Selain itu perlu menggunakan feeling/perasaan Notaris itu sendiri untuk mempertajam keyakinan.

3. Pengetahuan Notaris terhadap kode etik profesi tidak cukup hanya sampai pemahaman saja, namun menjadi pedoman dalam menjalankan jabatannya sehingga menjadi Notaris yang handal. Di samping, Notaris harus sering-sering mengadakan pertemuan di kalangan profesi Notaris yang membicarakan seputar dunia kenotariatan baik ditingkat daerah, wilayah dan pusat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku-buku

Andasasmita, Komar, 1990, Notaris II (Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya), Cetakan Kedua, Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, Bandung.

Alam, Wawan Tunggul, Memahami Profesi Hukum, Hakim, jaksa, Polisi, Notaris, Advokat dan Konsultan Hukum Pasar Modal, Milenia Populer, jakarta, 2004. Ashofa, Burhan, 1996, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Djojodirdjo,

M.A., Moegni, 1979, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, jakarta. Chulsum, Umi dan Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, kashiko, Surabaya,

Cet. 1, 2006.

Darmodiharjo, Darji, & Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), Edisi Revisi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Edisi Ketiga, 2005.

Fuady, Munir, profesi Mulia, Etika Profesi Hukum Bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator dan Pengurus, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, Chat.-1, 2005.

Hamzah, Andi, KUHP & KUHAP, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, Cet.-2, 1992. Kie, Tan Thong, Studi Notaris dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru Van

Hoeve, Jakarta, 2000.

Kansil, C.S.T., Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 2003. Kohar, A, Notaris dalam Praktek, Penerbit Alumni, Bandung, 1983.

Kusumah, Mulyana W. , Peranan dan Pendayagunaan Hukum Dalam Pembangunan, Penerbit Alumni, Bandung, 1981.


(4)

Lubis, Suhrawardi. K., Etika Profesi Hukum, sinar Grafika, Jakarta, 1994.

Hanitijo, Prof. Soemitro Rony, S.H., 1996, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang.

Harahap, M. Yahya, S.H., 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Edisi Kedua, Sinar Grafika.

Lumban Tobing, G.H.S., 1991, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta. Moejatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Malik, Rusdi, Penemu Agama Dalam Hukum Di Indonesia, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberti, Yogyakarta, Edisi-3, 1988.

Mertokusumo, Mengenal hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberti, Yogyakarta, 1996.

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 1994.

Muhammad, Abdul Kadir, Etika Profesi hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

M. Wuisman, J.J.J., dengan penyunting M.1-Lisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jidil I, FE-UI, Jakarta, 1996.

Niko, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center For Documentation and studies of business law (CDSBL).

Notodisoerjo, R. Soegondo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Cetakan Kedua, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.

Prodjodikoro, wiryono, 2003 Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung.

Rasjidi, Lili, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 2003

Soerodibroto, Soenart, KUHP dan KUHAP, Dilengkapi Dengan Yurisfrudensi Mahkama Agung, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, Edisi Keempat.


(5)

Sofyan, Syahril, Hukum Perdata (Khusus Beberapa Butir dari Personenrecht Yang Sangat Relevan Dalam Pembuatan Akta Notaris), Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003.

Sudarto, Hukum Pidana Jilid 1 A dan B, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Soedirman, Purwekerto, 1975.

Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo, Jakarta.

Subekti, R., 1985, Hukum Pembuktian, Cetakan 7, Pradnya Paramita, Jakarta.

Subekti, R, 1975, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta. 1992, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Kedua Puluh Empat, Pradnya Paramita, Jakarta.

Sutanto, Retnowulan, S.H., dan Iskandar Oeripkartawinata, S.H., 1995, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek, Mandar Maju, Bandung. Satrio, J, 1993, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang Bagian Pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Subrata, H.R. Purwoto S. Ganda, 1998, Renungan Hukum, Ikatan Hakim Indonesia, Cabang Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Sunggono, Bambang, 2001, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan 3, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeriplmrtawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Mandar Maju. Bandung, 1995.

S. Wojowasito, Kamus (:1)luln Belanda-Indonesia, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta. 2003.

Tedjosaputro, Liliana, Etika Profesi dan Etika Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, Cet-2 2003.

Wirjanto, Mr. Soemarno P., Provesi Advokat, Alumni, Bandung, 1979.

Tan, Thong Kie, 2000, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Cetakan 2, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.

Wiryomartani, Winanto, “Profesionalisme Notaris Dalam Menjalankan jabatannya”, disampaikan dalam semiloka Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Magister Kenotariatan, Yogyakarta, tanggal 15 Mei 2004.


(6)

II. Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Diterjemahkan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1985, Paradnya Paramita, Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diterjemahkan oleh Moeljatno, 1985, Bina Aksara, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 dan 5 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Mahkamah Agung.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. H.I.R (Herziene Iniands Reglement).

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). III Website

www.hukumonline.com www.blogster.com