Model Ketersediaan dan Kebutuhan Air Kawasan Cilegon Berbasis Daerah Aliran Sungai Cidanau

MODEL KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR
KAWASAN CILEGON BERBASIS
DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU

SUTOYO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

Sutoyo. F151020091. Model Ketersediaan dan Kebutuhan Air Kawasan Cilegon
Berbasis Derah Aliran Sungai Cidanau. Dibawah bimbingan M. Yanuar J. Purwanto
dan Erizal.
Ringkasan
Air merupakan sumberdaya alam terbaharui, tetapi ketersediaannya tidak
selalu sejalan dengan kebutuhannya dalam artian lokasi, jumlah, waktu dan mutu.
Ketersediaan air erat kaitannya dengan faktor geografis dan iklim daerah aliran
sungai, sedang kebutuhan air kawasan berhubungan langsung dengan pengguna air
yaitu penduduk dan juga kebutuhan air untuk industri. Neraca keseimbangan antara
ketersediaan (supply) dan kebutuhan (demand) air diharapkan dapat dimanfaatkan

untuk menganalisis dan merencanakan penyediaan kebutuhan air untuk pertanian,
domestik/penduduk, industri dan keperluan lainnya. Oleh karena itu pola pengelolaan
lahan yang ada perlu ditinjau dengan memperhatikan aspek konservasi untuk
melestarikan sumberdaya air. Jumlah kebutuhan akan air untuk keperluan domestik
(rumah tangga) dan industri selalu meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk
dan peningkatan taraf hidupnya.
Penelitian bertujuan untuk membuat model ketersediaan dan kebutuhan air
berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS). Berdasarkan model yang telah dibangun
digunakan untuk mengevaluasi antara ketersediaan dan kebutuhan air dalam suatu
kawasan DAS.
Model ketersediaan air dibangun dengan memodifikasi model tangki (model
runoff) dengan masukan data berupa data curah hujan dan evapotranspirasi yang
dikalibrasi dengan beberapa parameter. Pembentukan struktur model tangki
merupakan penggambaran proses limpasan yang terjadi yang dibentuk dengan
persamaan-persamaan matematis. Masukan model berupa parameter curah hujan
dan evapotranspirasi dan menghasilkan keluaran berupa debit simulasi dengan
penetapan beberapa parameter kalibrasi mencakup infiltrasi (z), kandungan air tanah
(xx) serta kapasitas maksimum simpanan air (dmax).
Model kebutuhan air dimodifikasi berdasarkan kebutuhan air penduduk dan
kebutuhan air industri yang dikalibrasi untuk mendapatkan nilai koefisien kebutuhan

air. Proses kalibrasi dilakukan dengan metode least square sehingga didapatkan
koefisien-koefisien kebutuhan air yang akhirnya akan digunakan dalam pembentukan
model kebutuhan air.
Kalibrasi model ketersediaan air menggunakan data aktual tahun 1996
berupa data harian dari data hujan, evapotranspirasi dan debit sungai. Validasi model
ketersediaan air menggunakan data aktual tahun 1997 berupa data harian dari data
hujan, evapotranspirasi dan debit sungai. Validasi juga dilakukan terhadap data tahun
1999-2001. Validasi model ketersediaan air untuk data tahun 2001 menghasilkan nilai
debit maksimum sebesar 39.39 m3/det, debit minimum sebesar 3.49 m3/det dan debit
rata-rata sebesar 8.19 m3/det.
Kalibrasi model kebutuhan air dilakukan dengan data aktual tahun 1998-2000
(3 tahun), untuk mencari nilai koefisien kebutuhan air penduduk (Cp) dan juga
koefisien kebutuhan air industri (CI). Hasil kalibrasi model untuk kebutuhan air
penduduk menghasilkan nilai Cp untuk klas sosial tinggi bernilai 0.5, untuk klas sosial
menengah bernilai 0.44 dan untuk klas penduduk rendah bernilai 0.07. Hasil kalibrasi
model kebutuhan air untuk kebutuhan air industri menghasilkan nilai CI untuk industri
besar bernilai 13.75, untuk industri menengah bernilai 15.17 dan untuk industri kecil
bernilai 14.05.
Hasil validasi model kebutuhan air penduduk menghasilkan jumlah kebutuhan
air penduduk untuk tahun 2001 berjumlah 12 959 m3/hari dan untuk kebutuhan air

industri berjumlah 94 465 m3/hari, dibandingkan dengan data aktual kebutuhan air

penduduk berjumlah 10 110 m3/hari dan untuk kebutuhan air industri berjumlah 91
445 m3/hari
Perhitungan kebutuhan air penduduk berdasarkan program STELLA
menghasilkan kecenderungan ketersediaan air yang menurun mencapai tahun 2025.
Salah satu cara meningkatkan dan menjaga ketersediaan air adalah dengan
melakukan perubahan tata guna lahan menjadi hutan. Upaya pemenuhan kebutuhan
air yang makin menurun di kota Cilegon dilakukan 4 skenario meliputi, skenario 1
dengan menggunakan hasil debit ketersediaan dengan peluang debit andalan 80%
menghasilkan pemenuhan kebutuhan air hingga menjelang tahun 2018; skenario 2
dengan perubahan tata guna lahan 25% hutan menjadi kebun, 50% kebun menjadi
hutan dan 50% kebun menjadi sawah menghasilkan pemenuhan kebutuhan air
hingga lewat tahun 2018; skenario 3 menghasilkan pemenuhan kebutuhan air tidak
jauh berbeda dengan skenario 2; dan skenario 4 menghasilkan pemenuhan
kebutuhan air hingga mendekati tahun 2025.

MODEL KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR
KAWASAN CILEGON BERBASIS
DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU


SUTOYO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT karena berkah dan rahmat-Nya
tesis ini dapat diselesaikan dengan judul “Model Ketersediaan dan Kebutuhan Air
Kawasan Cilegon Berbasis Daerah Aliran Sungai Cidanau”. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi dalam dunia llmu pengetahuan dan pengembangan
teknologi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto,
MS dan Dr. Ir. Erizal, M.Agr selaku pembimbing serta Dr. Ir. I Wayan Astika, MS
sebagai penguji yang telah banyak memberikan saran dan arahannya. Disamping itu
penghargaan penulis sampaikan juga kepada

PT. Krakatau Tirta Industri,

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan juga Bagian
Teknik Tanah dan Air Dept TEP atas bantuan dan dorongan yang telah diberikan
kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibunda dan
ayahanda, saudara-saudara serta Nirwani dan Fathan atas segala doa, motivasi dan
kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
saran

dan

kritik

yang


membangun

kami

harapkan

untuk

meningkatkan

pemanfaatannya. Semoga sekelumit ilmu yang dikemukakan dalam tulisan ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bagi yang
membutuhkan dan pembacanya.
Bogor, Oktober 2005
Penulis

DAFTAR ISI

RINGKASAN ................................................................................................ ii

PRAKATA .................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................. 2
Manfaat ................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber-sumber Air ............................................................................. 3
Air Limpasan................................................................................. 3
Curah Hujan ................................................................................. 4
Hubungan Curah Hujan dengan Limpasan ....................... 4
Infiltrasi.............................................................................. 5
Perkolasi............................................................................ 6
Evapotranspirasi Acuan (ETo) ........................................... 7
Perkembangan Model Hidrologi ........................................................... 8
Model Tangki ................................................................................ 9
Proses Terjadinya Limpasan dalam Model Tangki ............ 11

Kebutuhan Air ............................................................................... 12
Kebutuhan Air Penduduk................................................... 12
Kebutuhan Air Industri ....................................................... 13
Kapasitas Sumberdaya Air DAS ........................................ 14
Pengelolaan Sumberdaya Air DAS .................................... 15
Model Kebutuhan Air ............................................................................ 16
STELLA ........................................................................................ 16
Pendekatan ETo ........................................................................... 16
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 18
Alat dan Bahan .................................................................................... 18
Pengumpulan dan Analisis Data .......................................................... 18

Penyusunan Model............................................................................... 20
Model Ketersediaan Air ........................................................................ 20
Susunan Model Tangki ................................................................. 22
Penyusunan Program Komputer .................................................. 24
Kalibrasi dan Validasi Model ........................................................ 24
Model Kebutuhan Air ........................................................................... 25
Kalibrasi dan Validasi Model ......................................................... 26

Prediksi Ketersediaan Air di Masa Mendatang.............................. 26
Supply-demand Air Wilayah ................................................................ 27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi DAS Cidanau ........................................................................... 30
Iklim .............................................................................................. 31
Topografi ...................................................................................... 31
Jenis Tanah dan Tata Guna Lahan............................................... 32
Curah Hujan Wilayah.................................................................... 32
Infiltrasi ......................................................................................... 33
Model Ketersediaan Air ........................................................................ 33
Kalibrasi Model ............................................................................. 33
Validasi Model .............................................................................. 36
Prediksi Ketersediaan Air di Masa Mendatang.............................. 39
Model Kebutuhan Air ............................................................................ 40
Kalibrasi Model ............................................................................. 40
Validasi Model .............................................................................. 41
Supply-Demand Air untuk Perkembangan Wilayah ..................... 42
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .......................................................................................... 47
Saran ................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 50
LAMPIRAN ................................................................................................... 52

DAFTAR TABEL

1. Rata-rata kebutuhan air harian perkapita ................................................ 12
2. Skenario model ketersediaan air............................................................. 29
3. Luas sub DAS ......................................................................................... 30
4. Kelas kemiringan lahan DAS Cidanau .................................................... 31
5. Penyebaran jenis tanah DAS Cidanau .................................................... 32
6. Jumlah dan jenis penggunaan lahan....................................................... 32
7. Stasiun curah hujan dan persentase bobot ............................................. 33
8. Nilai koefisien z ....................................................................................... 34
9. Hasil kalibrasi nilai koefisien a, xx dan dmax........................................... 36
10. Hasil kalibrasi model kebutuhan air penduduk ....................................... 40
11. Hasil kalibrasi model kebutuhan air industri ........................................... 40

DAFTAR GAMBAR
1. Kurva hubungan antara infiltrasi dan limpasan......................................... 6
2. Struktur model tangki ............................................................................... 10

3. Diagram aliran limpasan dengan model tangki......................................... 11
4. Susunan model tangki dalam suatu DAS ................................................. 21
5. Skema pembagian wilayah tangki dan hujan wilayah dalam DAS............ 22
6. Skema tangki untuk setiap TGL ............................................................... 23
7. Kerangka kerja (framework) skema model kebutuhan air ........................ 26
8. Kerangka kerja (framework) perhitungan Supply-Demand air.................. 28
9. Grafik hasil kalibarasi data tahun 1996 .................................................... 35
10. Grafik hasil validasi data tahun 1997....................................................... 37
11. Grafik hasil validasi data tahun 2001....................................................... 38
12. Grafik antara debit model dengan debit aktual validasi data tahun 2001. 39
13. Grafik hasil skenario 1 program STELLA ................................................ 42
14. Grafik hasil skenario 2 program STELLA ................................................ 44
15. Grafik hasil skenario 3 program STELLA ................................................ 45
16. Grafik hasil skenario 4 program STELLA ................................................ 46

DAFTAR LAMPIRAN
1. Lokasi penelitian ...................................................................................... 52
2. Struktur Program Model Ketersediaan Air yang ditulis
dengan Bahasa Fortran ........................................................................... 53
3. Hasil validasi debit model ketersediaan air data tahun 1997 .................... 56
4. Perhitungan infiltrasi lokasi 1.................................................................... 59
5. Perhitungan infiltrasi lokasi 2.................................................................... 60
6. Perhitungan infiltrasi lokasi 3.................................................................... 61
7. Diagram alir untuk satu tangki dalam model ketersediaan air .................. 62
8. Data pemakaian air industri besar di Cilegon tahun 1999 ........................ 63
9. Data pemakaian air industri menengah di Cilegon tahun 1999 ................ 64
10. Data pemakaian air industri kecil di Cilegon tahun 1999 ......................... 65
11. Kurva hasil pengukuran infiltrasi, (a) lokasi 1, (b) lokasi 2, (c) lokasi 3... 66
12. Hasil perhitungan Analisis Frekuensi Curah Hujan untuk debit andalan
peluang 80% dengan program Rainbow ................................................. 67
13. Hasil perhitungan kebutuhan air skenario 1 program STELLA ................ 69
14. Hasil perhitungan kebutuhan air skenario 2 program STELLA ................ 70
15. Hasil perhitungan kebutuhan air skenario 3 program STELLA ................ 71
16. Hasil perhitungan kebutuhan air skenario 4 program STELLA ................ 72

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pengelolaan sumberdaya air secara optimal, pada dasarnya merupakan
pemanfaatan sumberdaya air secara efisien sesuai dengan peruntukannya. Berbagai
kegiatan yang dalam perencanaannya membutuhkan data sumberdaya air adalah
seperti industri, pertanian dan pemukiman. Kawasan industri, lahan pertanian,
kawasan pemukiman dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga semakin
besar pula kebutuhan air yang diperlukan.
Sumber-sumber air yang paling utama terdiri dari air permukaan (surface water)
dan air tanah (ground water).

Air mempunyai banyak kegunaan, misalnya untuk

irigasi, industri, keperluan rumah tangga (minum, masak, mandi dan mencuci) dan
lain-lainnya. Air yang digunakan untuk kawasan pemukiman, kawasan industri, dan
kegiatan sosial lainnya di wilayah Cilegon pada umumnya berasal dari air permukaan
yang telah diolah menjadi air bersih oleh

PT. Krakatau Tirta Industri.

Untuk pemenuhan kebutuhan air di kawasan pemukiman, industri dan kegiatan
sosial lainnya ini, air baku diambil dari sungai Cidanau dengan luas daerah tangkapan
226.2 km2 yang terletak 25 km Barat Daya Cilegon. Sungai Cidanau merupakan
kelanjutan aliran dari Rawa Danau yang terbentuk dari danau kawah vulkanik yang
telah dikosongkan untuk kultivasi.
Besarnya debit sungai yang mampu mencapai muara sungai banyak dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang dijumpai selama perjalanannya menuju muara. Faktorfaktor itu diantaranya;

pola pengelolaan lahan yang ada, pola konsumsi air oleh

rumah tangga yang berdiam di sekitar sungai, besarnya curah hujan yang merupakan
sumber utama ketersediaan air dan faktor-faktor lain, seperti jenis tanah, bentuk
penampang dan topografi sungai yang dilalui yang berkaitan dengan kemampuan
daerah aliran sungai untuk menyimpan air.

Ketersediaan air erat kaitannya dengan faktor geografis dan iklim daerah aliran
sungai, sedang kebutuhan air irigasi berhubungan langsung dengan absorbsi air oleh
tanaman

selama

ketersediaan air

perkembangan

tanaman.

Neraca

keseimbangan

antara

(supply) dan kebutuhan air (demand) diharapkan dapat

dimanfaatkan untuk menganalisis dan merencanakan penyediaan kebutuhan air untuk
pertanian, domestik/penduduk, industri dan keperluan lainnya, seefisien mungkin.
Oleh karena itu pola pengelolaan lahan yang ada perlu ditinjau

dengan

memperhatikan aspek konservasi untuk melestarikan sumberdaya air.
Tujuan
Penelitian tentang Model Ketersediaan dan Kebutuhan Air Kawasan
Cilegon Berbasis Daerah Aliran Sungai Cidanau ini bertujuan untuk :
1. Membuat Model Ketersediaan dan Kebutuhan Air berbasis DAS.
2. Mengevaluasi antara ketersediaan dan kebutuhan air dalam suatu kawasan DAS.

Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian diharapkan menjadi salah satu dasar dalam kebijakan
pengembangan DAS Cidanau pada masa mendatang.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat memperjelas sumberdaya air yang digunakan
oleh suatu kawasan (bagian hilir) dalam pemanfaatannya.
3. Memudahkan suatu kawasan untuk berkontribusi terhadap daerah yang berfungsi
sebagai penyedia sumberdaya airnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Sumber-sumber Air
Air Limpasan (runoff)
Air limpasan (runoff) adalah bagian dari presipitasi yang mengalir menuju
saluran, danau atau lautan sebagai aliran permukaan dan bawah permukaan
(Schwab et al, 1966). Sebelum terjadi runoff, presipitasi terlebih dahulu memenuhi
kebutuhan untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi dan surface storage. Menurut Schwab
et al (1966), runoff dapat terjadi hanya bila rata-rata curah hujan melampaui rata-rata
jumlah air yang dapat berinfiltrasi ke dalam tanah. Setelah infiltrasi terpenuhi, air akan
mulai mengisi lekukan-lekukan pada permukaan tanah. Setelah semua lekukan terisi
barulah terjadi aliran permukaan. Menurut Ward (1967), sumber dan komponen
utama runoff adalah:
1. Presipitasi langsung (direct precipitation)
Hujan yang langsung masuk ke dalam saluran memiliki persentase yang kecil dari
seluruh volume air yang mengalir. Walaupun daerah luas, tapi akan terevaporasi
pula sehingga sulit untuk diperkirakan besarnya, oleh karena itu biasanya
diabaikan dalam perhitungan.
2. Limpasan permukaan (surface runoff)
Limpasan permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah baik
sebagai aliran tipis di permukaan tanah atau sebagai aliran disaluran.
3. Aliran antara (interflow)
Sebagian hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah akan meyebar dan mengalir
secara lateral. Aliran yang terjadi ini merupakan aliran antara. Kontribusi aliran
antara terhadap total limpasan permukaan (total run off) tergantung dari
karakteristik tanah daerah tangkapan (catchment area).
4. Aliran Dasar (base flow)
Base flow adalah sebagian hujan yang terperkolasi ke dalam menembus lapisan
tanah dan pada akhirnya akan mengisi saluran sungai.

Curah Hujan
Curah hujan adalah salah satu parameter penting dalam sistem DAS, terutama
sebagai salah satu mata rantai daur hidrologi yang berperan menjadi pembatas
adanya potensi sumberdaya air di dalam suatu DAS. Rata-rata curah hujan sering
dibutuhkan dalam penyelesaian masalah hidrologi, seperti penelusuran masalah
banjir, penentuan ketesediaan air untuk irigasi ataupun untuk mendesain bangunanbangunan air. Perhitungan penentuan curah hujan wilayah dapat dilakukan dengan 3
metode yaitu: (1) Metode aritmatik yaitu dengan merata-ratakan kedalaman hujan
yang terjadi di suatu daerah; (2) Metode Isohiet dengan membuat garis pada wilayah
dengan menghubungkan titik-titik dengan curah hujan yang sama; dan (3) Metode
Thiessen.
Salah satu cara penentuan curah hujan rata-rata adalah dengan menggunakan
metode Thiessen. Menurut Linsey et al (1982), metode Thiessen berusaha untuk
mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur dengan menyediakan suatu faktor
pembobot (weighting factor) bagi masing-masing stasiun curah hujan. Stasiun-stasiun
diplot pada suatu peta dan dibuat garis hubung antar stasiun. Garis-garis bagi tegak
lurus dari garis-garis penghubung ini membentuk poligon-poligon di sekitar masingmasing stasiun.

Hubungan Curah Hujan dengan Limpasan (run off)
Menurut Seyhan (1977), hubungan antara curah hujan dan limpasan tidaklah
langsung. Diantara keduanya, evaporasi, intersepsi, cadangan depresi, cadangan
salju dan infiltrasi bekerja sebagaimana diatur oleh karakteristik-karakteristik dari
ukuran, kemiringan, bentuk, ketinggian, tata guna lahan, serta geologi daerah aliran
sungai.
Horton (1933) di dalam Seyhan (1977) menerangkan, ada 4 tipe peningkatan
limpasan yang disebabkan oleh curah hujan yaitu:

1.

I < fc

- tidak terdapat limpasan permukaan

P < dlt

- semua air yang diinfiltrasikan tetap pada
mintakat tak jenuh

2.

I < fc

- tidak terdapat limpasan permukaan

P > dlt

- pengisian kembali air tanah dengan jumlah yang
sama dengan P

3. I < fc
P > dlt
4. I > fc
P > dlt

- terdapat limpasan permukaan
- tidak terdapat pengisian kembali air tanah
-

terdapat limpasan permukaan

- pengisian kembali air tanah

Keterangan: I : intensitas curah hujan
P : curah hujan
fc : kapasitas infiltrasi
dlt : defisiensi lengas tanah

Infiltrasi
Proses masuknya air hujan ke dalam tanah dan turun ke permukaan air tanah
disebut infiltrasi. Proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang saling tidak tergantung
yaitu, proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah, tertampungnya
air hujan tersebut di dalam tanah dan proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain.
Selanjutnya menurut Sosrodarsono dan Takeda (1977), dalam beberapa hal
tertentu, infiltrasi itu berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi
setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan
kecepatan absorpsi maksimum setiap tanah bersangkutan.
Asdak (1995) menjelaskan bahwa proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor , antara lain, tekstur dan struktur tanah, kandungan air awal (kelembaban
tanah), kegiatan biologi dan unsur organik, jenis dan kedalaman serasah, dan
tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah lainnya.
Ada tiga cara untuk menentukan besarnya infiltrasi (Knapp, 1978 di dalam
Asdak,1995) yaitu:

1. Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume air larian pada
percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan.
2. Menggunakan alat infiltrometer.
3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan.
Penentuan laju infiltrasi telah dikembangkan dengan berbagai metode seperti
oleh

Kostiakov (1932), Lewis (1937), Horton (1939), Holtan (1961) dan Phillips

dan

Limpasan
permukaan

infiltrasi

Laju Curah hujan,

(1957).

Infiltrasi
Waktu (menit)

Gambar 1. Kurva hubungan antara infiltrasi dan limpasan (Schwab et al, 1966).

Perkolasi
Perkolasi merupakan pergerakan air bebas ke bawah yang membebaskan air
dari lapisan atas dan bagian atas dari lapisan bawah tanah ke tempat yang lebih
dalam dan merupakan air berlebih (Soepardi, 1979). Begitu air infiltrasi telah
menembus lapisan permukaan, air terus meresap (percolates) ke bawah tanah akibat
pengaruh gaya gravitasi sampai mencapai zona jenuh pada permukaan freatik
(phreatic surface) atau muka air tanah (groundwater table) (Wilson, 1990). Perkolasi
dapat digolongkan atas perkolasi vertikal (gerak ke bawah) dan perkolasi horizontal
(gerak ke samping).

Evapotranspirasi Acuan (ETo)

Evapotranspirasi adalah peristiwa menguapnya air dari tanaman dan tanah atau
permukaan air yang menggenang. Dengan kata lain, besarnya evapotranspirasi
adalah jumlah antara evaporasi dan transpirasi. Evapotranspirasi merupakan salah
satu faktor penting yang terjadi dalam siklus hidrologi. Pengaruh evapotranspirasi di
daerah tropis pada umumnya, dapat mempercepat terjadinya kekeringan dan
penyusutan debit sungai pada musim kering (Asdak,1995). Banyak cara untuk
menentukan besarnya nilai evapotranspirasi salah satu metode penghitungan
besarnya evapotranspirasi yaitu menggunakan metode Penman yang dimodifikasi
(Doorenbos dan Pruitt, 1977).
Metode Penman yang dimodifikasi tergantung pada pengukuran meteorologis
dan mungkin merupakan metode yang memberikan perkiraan yang paling
memuaskan tentang kebutuhan air bagi tanaman. Persamaan asli dari Penman
menghasilkan

evaporasi

mempertimbangkan

dari

energi

suatu

radiasi

permukaan

matahari

dan

air

yang

terbuka

aerodinamika

dengan

(angin

dan

kelembaban). Evaporasi dimodifikasi guna menghasilkan evapotranspirasi dari
sebuah permukaan tanah berumput dengan cara mengalikan dengan suatu koefisien
tanaman

sebesar

kira-kira

0.8.

(Wilson,

1990).

Maka

ditetapkanlah

suatu

evapotranspirasi tanaman standar atau acuan (ETo) yang didefinisikan sebagai
kecepatan evapotranspirasi dari sebuah permukaan yang ditutupi rumput hijau
setinggi 8 hingga 15 cm dengan ketinggian yang merata, aktif tumbuh, sepenuhnya
menutupi tanah dan tidak sedikit mengandung air. (Doorenbos dan Pruitt, 1977).
Perkembangan Model Hidrologi
Harto (1993) menyatakan, dalam pengertian umum model hidrologi adalah
simplifikasi proses sebuah sistem hidrologi yang kompleks. Model dapat diartikan
pula sebagai penyederhanaan suatu sistem, sedangkan sistem adalah gambaran
suatu proses atau beberapa proses yang teratur.

Menurut Linsley (1982), pengertian matematis dari persamaan-persamaan dan
cara-cara untuk melukiskan perilaku "Model Hidrologi" dipakai untuk memberikan
gambaran matematis yang relatif kompleks bagi daur hidrologi yang penyelesaiannya
didesain pada sebuah komputer.
Dalam hidrologi terdapat beberapa macam klasifikasi model yang digunakan
(Dooge, 1968; Clarke, 1973; Nemec, 1973 dalam Harto, 1993) antara lain yaitu (1)
Model fisik (physical model) yaitu model dengan skala tertentu untuk menirukan
prototipenya, (2) Model Analog (analog model) yaitu model yang disusun dengan
menggunakan

rangkaian

resistor-kapasitor

untuk

memecahkan

persamaan-

persamaan diferensial yang memiliki proses hidrologi, dan (3) Model matematik
(mathematical model) yaitu model yang menyajikan sistem dalam rangkaian
persamaan, dan kadang-kadang dengan ungkapan-ungkapan yang menyajikan
hubungan antar variabel dan parameter. Menurut Harto (1993), di sisi lain model
dapat digolongkan menjadi : (1) Model empirik (empirical model) yaitu model yang
semata-mata mendasarkan pada percobaan dan pengamatan, (2) model konseptual
(conceptual model) yaitu model yang menyajikan proses-proses hidrologi dalam
persamaan matematik dan membedakan antara fungsi produksi (production function)
dan fungsi penelusuran (routing function).
Model hidrologi secara garis besar terbagi menjadi dua bagian besar yaitu model
stokastik dan model deterministik. Model stokastik adalah model yang terdiri dari
satu atau lebih unsur yang penyusunan hubungan antara masukan dan keluarannya
mengikutsertakan “peluang kejadian” dan memperkenalkan konsep probabilitas.
Model deterministik adalah model yang menghilangkan faktor “peluang kejadian”
(Soemarto, 1987)
Linsley et al. (1958) menyatakan bahwa baik model stokastik maupun model
deterministik memberikan andil yang besar pada hidrologi.

Model tersebut telah

memberikan yang lebih baik akan proses hidrologik, juga merupakan alat yang

berguna bagi keperluan penelitian dan dapat dipakai untuk mengembangkan
penyelesaian problem keteknikan dengan suatu detail dan ketelitian yang tidak
mungkin dicapai oleh analisis perhitungan biasa yang lebih konvensional.
Tujuan dari digunakannya model hidrologi antara lain (Harto, 1993):
1). Peramalan (forecasting), termasuk di dalamnya untuk sistem peringatan dan
manajemen, pengertian disini menunjukkan baik besaran maupun waktu
kejadian yang dianalisis berdasarkan cara probabilistik
2). Perkiraan (prediction), pengertian yang tergantung di dalamnya adalah
besarnya kejadian dan waktu hipotetik
3). Sebagai alat "deteksi" dalam masalah pengendalian dengan sistem yang telah
pasti dan keluaran yang diketahui maka masukan dapat dikontrol dan diatur
4). Sebagai alat pengenal (identification tool) dalam masalah perencanaan
5). Eksploitasi data atau informasi
6). Perkiraan lingkungan akibat tingkat perilaku manusia yang berubah atau
meningkat
7). Penelitian dasar dalam proses hidrologi.
Model Tangki
Menurut Sugawara (1961), model tangki adalah suatu metoda non-linier yang
berdasarkan kepada hipotesis bahwa aliran limpasan dan infiltrasi merupakan fungsi
dari jumlah air yang tersimpan di dalam tanah. Secara skematis, struktur model tangki
dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.
Sebuah tangki dengan saluran pengeluaran disisi mewakili limpasan, saluran
pengeluaran bawah mewakili infiltrasi, dan komponen simpanan dapat mewakili
proses limpasan didalam suatu atau sebagian daerah aliran sungai. Beberapa tangki
serupa yang pararel dapat mewakili suatu daerah aliran sungai yang besar (Linsey et
al, 1982).

Evapo
transp
irasi

Curah
hujan

Limpasan
Permukaan

Infiltrasi
Aliran Antara
Perkolasi

Gambar 2. Struktur Model Tangki

Banyak model-model limpasan yang beroperasi dengan konsep dasar yang sama
dengan model tangki seperti DISPRIN yang dibuat oleh “British Water Resource
Board”, IMH2-SVP yang dipakai oleh Institute of Meteorology and Hidrology of
Romania dan Dawdy dan O’Donnel Model (Linsey, et al.1982).
Struktur model tangki cocok dianalogikan sebagai bentuk struktur air bawah
permukaan yang dapat menunjukkan beberapa komponen dari debit sungai/total
limpasan (Sugawara, 1961).
Banyak penelitian telah dilakukan dengan menggunakan model tangki. Selain
oleh Sugawara sendiri sebagai penemunya yang menganalisa limpasan pada
beberapa sungai di Jepang dan berhasil dengan baik, model tangki juga digunakan
luas pada berbagai DAS, seperti DAS Ciliwung (Yoshida, et al.1998), DAS Progo
(Darmadi,1986) dan DAS Mekong (Goto, 1993).

Proses Terjadinya Limpasan dalam Model Tangki
Curah hujan yang jatuh diatas permukaan bumi akan terinfiltrasi ke dalam tanah.
Selain terinfiltrasi ke dalam tanah, terjadi pula proses evapotranspirasi. Air yang
terinfiltrasi selanjutnya akan mengisi simpanan (storage) didalam tanah.

CH

ET

Keterangan :
b

inf

dmax
KAT1

Ro

a1
Int1

h1
z1
P

dmax
KAT2

a2

Int2

h2
z2
dmax
KAT3

ET : Evapotranspirasi
CH : Curah Hujan
Ro : Aliran Permukaan
Inf : Infiltrasi
Int : Aliran Antara
Bf1 : Aliran Dasar
P
: Perkolasi
a,b.z : Koefisien
dmax: Simpanan air maksimum
KAT : Kandungan Air Tanah
h
: Tinggi air tersimpan

a3
Int3
h3

z3
dmax
h4
KAT4z4

a4

Bf1

Gambar 3. Diagram aliran limpasan dengan model tangki. ( Sugawara, 1961 dalam
Hiroki, et al, 1996)
Setelah simpanan mencapai maksimum (kejenuhan) terjadilah aliran antara (interflow)
dan air akan terperkolasi hingga akhirnya menjadi aliran dasar (base flow). Aliranaliran ini selanjutnya akan terkumpul (total run off) menjadi debit sungai.
Kebutuhan Air
Kebutuhan mengembangkan sumberdaya air timbul dari adanya kebutuhan akan
air untuk suatu tujuan. Kebutuhan air suatu kota besarnya sebanding dengan jumlah
penduduk, dan pola konsumsi perkapita, sehingga perkembangan jumlah penduduk di
kota tersebut sangat menentukan tingkat kebutuhan air di masa mendatang (Pawitan
et al, 1994). Tabel 1 berikut menunjukkan rata-rata kebutuhan air harian per kapita

untuk kota di negara maju. Untuk kota di Indonesia tentunya tingkat kebutuhan air
untuk berbagai penggunaan ini tidak sama dan persentase kehilangan lebih tinggi.

No.
1
2
3
4
5

Tabel 1. Rata-rata kebutuhan air harian per kapita
Penggunaan
Kebutuhan (gcd)
Persen total (%)
Rumah tangga
60
40
Komersial
20
13
Industri
45
30
Umum
15
10
Kehilangan
10
7
Jumlah
150
100

Sumber : Gupta (1989), gcd= galon capita/day

Kebutuhan Air Penduduk
Besarnya kebutuhan air bagi masing-masing orang tidak sama dan sangat
tergantung pada beberapa faktor, diantaranya tingkat sosial, tingkat pendidikan,
kebiasaan penduduk, letak geografis, dan lain-lain. Kebutuhan dasar air bersih tiap
individu digunakan untuk memenuhi keperluan minum, masak, mencuci peralatan
masak, dan lain-lain. Untuk Indonesia besar kebutuhan dasar tersebut adalah
(Puslitbang Fisika Terapan-LIPI, 1990) :

Minum

=

2.5 – 5.0 liter/jiwa/hari

Masak

=

7.5 – 10.0 liter/jiwa/hari

Cuci (bahan makanan dan lain-lain) =

10.0 – 15.0 liter/jiwa/hari

Jumlah

20.0 – 30.0 liter/jiwa/hari

=

Menurut White et al., (1972) konsumsi air bersih untuk daerah perkotaan dan
pedesaan yang menggunakan hidran umum berkisar 10 – 50 liter/orang/hari, untuk
rumah tangga yang menggunakan satu keran saja berkisar 15 – 90 liter/orang/hari,
dan untuk rumah tangga yang memiliki banyak keran berkisar 30 – 300
liter/orang/hari.

Menurut Winrock (1992), Ditjen Cipta Karya menetapkan kebutuhan air domestik
untuk masyarakat pedesaaan adalah 45 lcd (liter capita/day) dan untuk masyarakat
kota sebesar 60 lcd.
Faktor utama yang menentukan jumlah kebutuhan air kota adalah jumlah
penduduk, dan ketepatan proyeksi penduduk akan sangat penting untuk menduga
tingkat kebutuhan air di masa mendatang (Pawitan et al, 1994).

Kebutuhan Air Industri
Besarnya kebutuhan air bagi masing-masing industri tidak sama dan sangat
tergantung pada beberapa faktor diantaranya jumlah pegawai, unit kerja, lamanya jam
kerja dan lain-lain.
Untuk menentukan kebutuhan air bersih untuk industri di perkotaan dapat
dikategorikan menjadi tiga jenis berdasarkan banyaknya pemakaian, masing-masing
untuk industri besar berkisar 151 - 350 m3/hari, industri sedang berkisar 51 – 150
m3/hari, dan industri kecil berkisar 5 - 50 m3/hari (Purwanto, 1995).

Kapasitas Sumberdaya Air DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh
pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang
jatuh diatasnya, baik dalam bentuk aliran permukaan alian bawah tanah dan aliran
bumi ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Manan, 1979).
Menurut Seyhan (1995) faktor utama di dalam DAS yang sangat
mempengaruhi kapasitas sumberdaya air adalah sebagai berikut :
1). Vegetasi

Vegetasi merupakan pelindung bagi permukaan bumi terhadap hempasan air
hujan, hembusan angin dan teriknya matahari. Fungsi utama dari vegetasi adalah
melindungi tanah.
Perlindungan ini berlangsung dengan cara :
a.

Melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh

b.

Melindungi tanah terhadap daya merusak aliran air di atas permukaan
tanah

c.

Memperbaiki

kapasitas

infiltrasi

dan

struktur

tanah

serta

daya

absorbsi/daya simpan air.
2). Tanah
Tanah selain berfungsi sebagai media tempat tumbuhnya vegetasi juga
berfungsi sebagai pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur tata air
tergantung pada tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air yang
dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah.

Makin besar

kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah, makin banyak air yang dapat
diserap dan masuk ke dalam profil tanah persatuan waktu, sehingga dengan
demikian jumlah air yang tersimpan pada DAS menjadi lebih banyak (Arsyad,
1982).
Pengelolaan Sumberdaya Air DAS
Secara umum dapat dikatakan bahwa pengelolaan DAS ialah pengelolaan
sumberdaya alam yang dapat pulih seperti air, tanah dan vegetasi dalam sebuah
daerah aliran sungai dengan tujuan memperbaiki, memelihara dan melindungi
keadaan daerah aliran sungai agar dapat menghasilkan air untuk kepentingan
pertanian, kebutuhan penduduk, industri, tenaga listrik, rekreasi dan sebagainya
(Manan, 1979).
Tujuan dari pengelolaan sumberdaya air pada DAS adalah agar DAS secara
keseluruhan dapat berperanan atau memberikan manfaat sebesar-besarnya secara

lestari bagi manusia di dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan serta
kesejahteraannya (Soerianegara, 1978).
Bentuk tindakan pengelolaan sumberdaya air pada DAS bermacam-macam,
tergantung dari permasalahan yang dihadapi DAS tersebut. Jika permasalahannya
adalah kurangnya persediaan air – supply lebih kecil dari demand – maka tindakan
yang harus dilakukan adalah mengusahakan penambahan persediaan air tersebut.
Di lain pihak jika permasalahannya adalah berlebihnya persediaan air – supply lebih
besar dari demand – maka tindakan yang harus dilakukan adalah mengupayakan
optimalitas pemanfaatan dari kelebihan persediaan yang ada, atau mengendalikan
kelebihan tersebut agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diiinginkan. Dasar dari
setiap tindakan pengelolaan sumberdaya air adalah menyeimbangkan sisi demand
dan supply (water balance) (Dumairy, 1992).
Lebih lanjut dikatakan oleh Dumairy (1992), bahwa setiap pokok permasalahan
yang dihadapi haruslah dijabarkan dengan terinci, agar bentuk konkrit dari tindakan
yang akan diambil dapat dioperasionalkan. Bila permasalahannya adalah kurangnya
persediaan sumberdaya air, maka haruslah jelas supply dan demand air untuk
keperluan yang apa yang mengalami kesenjangan/ketidakseimbangan tersebut;
apakah untuk irigasi, untuk keperluan industri, atau untuk keperluan domestik.
Selanjutnya perlu diselidiki dan dirinci sebab-sebab tidak mencukupinya supply air
tersebut, apakah karena persediaan alaminya memang tidak mencukupi secara
kuantitatif, atau karena kualitas air yang tersedia tidak memenuhi syarat untuk
dimanfaatkan (Harmailis, 2001).

Model Kebutuhan Air
STELLA
STELLA (Systems Thinking Educational Learning Laboratory with Animation)
adalah sebuah program komputer simulasi yang dibangun dalam suatu kerangka

kerja (framework) dan mudah dipahami dalam penggunaan untuk pengamatan
interaksi kuantitatif dari setiap variabel dalam suatu sistem. Program dapat digunakan
untuk menjelaskan dan menganalisa sistem yang kompleks dari ilmu fisika, kimia,
biologi dan sosial. (Martin, 1997).
Penggunaan STELLA yang mencakup beberapa bidang ilmu, salah satunya
adalah dapat digunakan untuk menghitung (memodelkan) kebutuhan air baku. Air
baku merupakan kebutuhan penting untuk kebutuhan penduduk dan juga kebutuhan
industri. Pertumbuhan penduduk dan industri yang dinamis seiring dengan
pemenuhan kebutuhan air baku dapat dihitung dengan menggunakan STELLA.

Pendekatan ETo (Evapotranspirasi)
Dasar dalam pembuatan model kebutuhan air dikembangkan dari persamaan
matematis dalam menghitung Kebutuhan Air Tanaman (KAT) menurut Doorenbos dan
Pruitt(1977), sebagai berikut :

ETc = ETo × Kc (mm/hari) .............................................................(1)
ETc = 0.116 × ETo × Kc (ltr/det/ha) ................................................(2)
dimana :
ETc
ETo
Kc

= Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
= Evapotranpirasi aktual (mm/hari)
= Koefisien tanaman (tergantung pada
pertumbuhan)

jenis

tanaman,

tahap

Analogi persamaan matematis diatas, yaitu ETc merupakan evapotranspirasi
(kebutuhan air tanaman) yang terjadi pada suatu luasan areal yang ditumbuhi oleh
tanaman dapat diartikan sebagai kebutuhan air suatu kawasan dengan populasi
penduduk/industri. ETo merupakan evapotranspirasi acuan dapat diartikan sebagai
kebutuhan air rata-rata penduduk/industri dan Kc merupakan koefisien tanaman

sebagai koefisien kebutuhan air penduduk/industri, sehingga dapat disusun model
kebutuhan air untuk pemukiman dan industri seperti berikut (Purwanto, 1995):
m

y penduduk = ∑ (Pp × P × KAp × Cp ) ......................................(3)
i =1

dimana :
y Penduduk
Pp
P
KAp

=
=
=
=

kebutuhan air penduduk (liter/hari)
persentase klas sosial penduduk (%)
jumlah penduduk (jiwa)
kebutuhan air rata-rata tiap klas sosial penduduk
(liter/jiwa/hari)
= koefisien kebutuhan air penduduk (tergantung pada
klas sosial penduduk, waktu pemakaian air)
= jumlah persamaan
= klas sosial (tinggi, menengah, rendah)

Cp
m
i

y industri =

n

∑ (PI × I × KaI × CI) ..............................................(4)
j =1

dimana :
yIndustri
PI
I
KaI
CI
n
j

=
=
=
=

kebutuhan air industri (liter/hari)
persentase jumlah tiap jenis industri (%)
jumlah industri (industri)
kebutuhan
air
rata-rata
tiap
jenis
(liter/industri/hari)
= koefisien kebutuhan air industri
= jumlah persamaan
= jenis industri (besar, menengah, kecil)

industri

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan mencakup Daerah Aliran Sungai Cidanau
Kabupaten Serang, Kota Cilegon Provinsi Banten dan Lab Teknik Tanah dan Air
Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Waktu penelitian dilaksanakan
dari bulan April 2004 sampai Agustus 2005.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan selama penelitian ini meliputi: seperangkat PC
lengkap dengan sejumlah software pendukung lainnya, scanner, double ring
infiltrometer, mistar, ember, stopwatch,
dokumentasi serta tulis menulis.

GPS,

dan peralatan keperluan

Bahan yang digunakan antara lain: data

curah hujan, data iklim, data debit aktual, peta stasiun pos penakar hujan, peta
jenis tanah, peta topografi, peta tata guna lahan, peta batas administratif, data
penggunaan air penduduk dan industri.

Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data mencakup data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data infiltrasi yang diukur di lapangan dengan menggunakan Double ring
infiltrometer. Pengukuran infiltrasi berdasarkan jenis Tata Guna Lahan (TGL) yang
dibagi atas 3

TGL yaitu; TGL sawah, TGL hutan dan TGL kebun campuran.

Pengukuran infiltrasi dilapang menggunakan double ring infiltrometer, yaitu satu
infiltrometer silinder ditempatkan di dalam infiltrometer silinder lain yang lebih besar.
Infiltrometer silinder yang lebih kecil mempunyai diameter

30 cm dan infiltrometer

yang lain mempunyai diameter 50 cm. Pengukuran dilakukan hanya pada infiltrometer

yang kecil. Infiltrometer yang besar berfungsi sebagai penyangga yang bersifat
menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya silinder. Kedua infiltrometer tersebut
dibenamkan ke dalam tanah dengan kedalaman antara 5 hingga 50 cm. Kemudian air
dimasukkan ke dalam kedua silinder tersebut dengan kedalaman air tertentu dan laju
air yang turun dicatat penurunannya pada suatu waktu tertentu.
Data sekunder meliputi data jumlah penduduk kota Cilegon (BPS 2002),
data jumlah industri di kota Cilegon, data pemakaian kebutuhan air penduduk
dan industri dari PT. Krakatau Tirta Industri, data curah hujan (1995-2001)dari 4
stasiun penakar hujan yang berada pada areal DAS Cidanau yaitu: Stasiun
Cinangka, Stasiun Padarincang, Stasiun Ciomas dan Stasiun Mandalawangi,
data iklim (1993-2002) Stasiun Iklim Serang mencakup temperatur, kelembaban
nisbi, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, data tata guna lahan dan
data debit sungai. Analisis data mencakup: rata-rata curah hujan wilayah,
evapotranspirasi, infiltrasi, debit prediksi, prediksi jumlah penduduk, prediksi
jumlah kebutuhan air pendiuduk, prediksi jumlah pertumbuhan industri dan
kebutuhan airnya.
Tahap-tahap analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a.

Penentuan Curah Hujan Wilayah
Penentuan curah hujan wilayah dilakukan dengan metoda poligon Thiessen.

b.

Penentuan Evapotranspirasi
Penentuan Evapotraspirasi dengan menggunakan metode Penman Modifikasi.
Bentuk persamaannya yaitu (Doorenboos and Pruitt,1977) :

ETo = c[W .Rn + (1 − W ) f (u )(ea − ed )] ..............................................(5)
dimana:
Eto
: nilai evapotraspirasi tanaman acuan (mm/hari)
W
: faktor pemberat yang berhubungan dengan temperatur
Rn
: radiasi netto dalam ekivalen evaporasi (mm/hari)
f(u)
: fungsi hubungan angin

(ea-ed) : perbedaan antara tekanan uap jenuh pada suhu udara rata-rata dengan
tekanan uap aktual rata-rata udara (mbar)
c
: faktor koreksi
c.

Analisis kapasitas infiltrasi
Analisis kapasitas infiltrasi dilakukan menurut Holtan (1961), yaitu dengan

persamaan:

f = GIASa1.4 + fc ............................................................................(6)
Keterangan:
f : kapasitas infiltrasi (mm/jam)
A : kapasitas infiltrasi per jam per (mm) 1.4 simpanan air
Sa : simpanan air lapisan permukaan
fc : laju infiltrasi konstan
GI : indeks pertumbuhan tanaman/persen kematangan
Persamaan ini mengasumsikan bahwa kandungan air tanah, porositas dan
kedalaman akar adalah faktor-faktor dominan yang mempengaruhi infiltrasi dan
perhitungan

besarnya kapasitas infiltrasi berdasarkan

simpanan aktual

kandungan air tanah pada waktu tertentu (Fleming, 1975).

Penyusunan Model
Model Ketersediaan Air
Bejana berhubungan yang mencakup tanah permukaan dan yang di
dalamnya digambarkan sebagai suatu persegi panjang ke dalam tanah dan di
bagi menjadi beberapa lapisan yang mewakili lapisan-lapisan (horizon) tanah.
Suatu bejana dapat merupakan suatu tata guna lahan, seperti dijelaskan dalam
Gambar 4.

TGL3

P ETTGLn

TGL2

TGL1
f

S1

SRO

S2

IO1

p1

IO2
p2

TOTAL
LIMPASAN

S3
IO3

p3

S4

IO4

Keterangan:
P
: Presipitasi/Curah hujan
ET
: Evapotranspirasi
F
: Infiltrasi
p
: Perkolasi
S
: Simpanan (storage)
SRO
: Surface Run off
TGL
: Tata Guna Lahan
IO
: Interflow

Gambar 4. Susunan model tangki dalam suatu DAS

Penyusunan tangki pada DAS Cidanau secara umum yaitu DAS Cidanau dibagi
menjadi empat tangki berdasarkan tata guna lahan. Tangki pertama merupakan Rawa
Danau, tangki kedua merupakan daerah hutan (hulu), tangki ketiga merupakan
daerah perkebunan dan tangki keempat merupakan persawahan. Pembagian wilayah
tangki dan wilayah curah hujan berdasarkan poligon thiessen dapat dilihat pada
Gambar 5.

Gambar 5. Skema pembagian wilayah tangki dan hujan wilayah dalam DAS

Susunan Model Tangki
Setiap satu unit tangki tersebut terdiri dari 4 buah tangki yang disusun
secara vertikal (seri). Tangki paling atas mempresentasikan neraca air pada
daerah perakaran. Aliran limpasan adalah penjumlahan limpahan dari 3 tangki
teratas. Tangki paling bawah mempresentasikan aliran dasar

(base flow).

Skema tangki untuk masing-masing TGL pada setiap Sub DAS disajikan pada
Gambar 6.

Gambar 6. Skema tangki untuk setiap TGL

Persamaan dasar untuk tangki paling atas dari Gambar 6 adalah :
∂x1(t)/∂t = a1 {x1(t)-ha1} + b {x1(t) – h5} + z1.x1(t)- CH + ETc(t) .......(7)
dan untuk tangki lainnya (i = 2-4, z4 = 0) persamaannya adalah :
∂xi(t)/∂t = a i.{xi(t) – hai} + zi.xi(t) – zi-1.xi-1(t)....................................(8)
Debit limpasan dari sungai (Q) dihitung dengan menggunakan persamaan Q=
b.{x1(t) – h5} + Σ ai{ xi(t) – hai} ..........................................................(9)

Penyusunan Program Komputer
Program model ketersediaan air merupakan modifikasi model tangki disusun
dengan menggunakan bahasa FORTRAN dan terdiri dari persamaan-persamaan
matematik yang menggambarkan proses komponen limpasan hujan yang jatuh di atas
tanah di suatu DAS. Prosedur pendugaan debit sungai dilakukan dengan bantuan
program komputer.

Persamaan-persamaan sesuai Gambar 6 yang merupakan

penggambaran proses limpasan diubah ke dalam bahasa program komputer
sehingga menjadi suatu model untuk menentukan total limpasan yang terjadi untuk
suatu waktu tertentu. Data masukan adalah curah hujan dan evapotranpirasi aktual
harian. Program dijalankan (runing) setelah memasukkan parameter yang dilakukan
secara coba-ulang.
(surface runoff),

Hasil keluaran model adalah nilai harian aliran permukaan

aliran bawah permukaan (sub surface runoff) dan aliran dasar

(baseflow). Komulatif dari hasil tersebut adalah jumlah limpasan atau debit sungai
dugaan yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Kalibrasi dan Validasi Model
Kalibrasi model ketersediaan air dilakukan dengan mengunakan data
debit aktual yang diukur dibandingkan dengan debit model di muara Sungai
Cidanau selama periode satu tahun.

Tolok ukur uji keabsahan model

didasarkan pada :
a. Penampilan hubungan antara debit model dan debit aktual secara grafik
sehingga dapat ditentukan nilai mutlak (maksimum – minimum) data yang
diperoleh.

b.

Nilai koefisien determinasi
Hasil proses kalibrasi berupa nilai parameter-parameter model yang telah sesuai

dengan keadaan DAS. Model dengan nilai parameter-parameter hasil kalibrasi

kemudian dilakukaan validasi. Validasi model ketersediaan air dilakukan terhadap
data hujan dan evapotranspirasi harian tahun yang lain.

Model Kebutuhan Air
Hubungan antara persamaan matematis kebutuhan air rata-rata aktual dengan
model kebutuhan air rata-rata dibangun berdasarkan persamaan (3) untuk model
kebutuhan air penduduk dan persamaan (4) untuk model kebutuhan air industri.
Dalam pen