Analisis Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga Kaitannya Terhadap Pengembangan Wilayah(Studi Kasus : Daerah Pantai, Dataran Rendah, Dan Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang)

(1)

ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA

KAITANNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

(STUDI KASUS : DAERAH PANTAI, DATARAN RENDAH, DAN DATARAN TINGGI PEGUNUNGAN KABUPATEN DELI SERDANG)

TESIS

Oleh

WHENLIS

067003042/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(2)

ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA

KAITANNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

(STUDI KASUS : DAERAH PANTAI, DATARAN RENDAH, DAN DATARAN TINGGI PEGUNUNGAN KABUPATEN DELI SERDANG)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

WHENLIS

067003042/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(3)

Judul Tesis : ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA KAITANNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI KASUS : DAERAH PANTAI, DATARAN RENDAH, DAN DATARAN TINGGI PEGUNUNGAN KABUPATEN DELI SERDANG)

Nama Mahasiswa : Whenlis Nomor Pokok : 067003042

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, S.E) Ketua

(Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S) (Kasyful Mahalli, S.E, M.Si) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, S.E) (Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah di uji pada

Tanggal : 22 Mei 2008

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza, S.E Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S 2. Kasyful Mahalli, S.E, M.Si 3. Drs. Rujiman, MA


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah di ajukan untuk mendapatkan gelar akademik (magister), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan dari Tim Pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya perbuat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Medan, Mei 2008 Yang membuat pernyataan,

(WHENLIS) NIM. 067003042


(6)

ABSTRAK

WHENLIS, NIM.067003042, ”Analisis Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga Kaitannya Terhadap Pengembangan Wilayah (Studi Kasus : Daerah Pantai, Dataran Rendah, dan Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang)”. Komisi Pembimbing : Prof. Bachtiar Hassan Miraza S.E (Ketua) ; Dr. Ir. Tavi Supriana M.S (Anggota) ; dan Kasyful Mahalli, S.E, M.Si (Anggota).

Penelitian dilakukan dengan metode survei, wawancara secara langsung terhadap sampel sebanyak 256 rumahtangga yang menyebar pada daerah pantai sebanyak 80 rumah tangga, dataran rendah 128 rumah tangga, dan dataran tinggi pegunungan sebanyak 48 rumah tangga. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan tehnik multiple cluster sampling untuk penarikan sampel wilayah, dan dengan cara sistematis (Systematic Sampling) untuk penarikan sampel unit penelitian rumah tangga.

Analisis data menggunakan 3 (tiga) kriteria sekaligus yaitu i. Kriteria Bank Dunia, ii. Kurva Lorenz , dan iii. Gini Rasio. Faktor-faktor penyebab ketimpangan pendapatan rumah tangga pada wilayah di analisis dengan menggunakan model regresi linear berganda dengan dugaan sementara pengeluaran rumahtangga dipengaruhi secara signifikan oleh variabel tanggungan rumah tangga, lama pendidikan kepala rumah tangga dan umur kepala rumah tangga.

Hasil analisis menunjukkan ketimpangan rumah tangga di Kabupaten Deli Serdang secara umum tergolong kategori rendah (angka Gini Rasio = 0,35416 dan Kriteria Bank Dunia untuk 40 % rumah tangga berpenghasilan terendah menikmati 19,71 % dari total pendapatan daerah). Berdasarkan pengelompokan wilayah, ketimpangan rumah tangga pada daerah pantai tergolong kategori sedang (angka Gini Rasio = 0.47072 dan Kriteria Bank Dunia untuk 40 % rumah tangga berpenghasilan terendah hanya menikmati 14,21 % dari total pendapatan wilayahnya) ; pada dataran rendah tergolong kategori rendah (angka Gini Rasio = 0,27092 dan Kriteria Bank Dunia untuk 40 % rumah tangga berpenghasilan terendah menikmati 22,56 % dari total pendapatan wilayahnya) ; dan pada dataran tinggi pegunungan tergolong kategori rendah (angka Gini Rasio = 0,2304 dan Kriteria Bank Dunia untuk 40 % rumah tangga berpenghasilan terendah menikmati 24,72 % dari total pendapatan wilayahnya).

Kata Kunci : Ketimpangan, pendapatan, rumah tangga, daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi pegunungan dan pengembangan wilayah


(7)

ABSTRACT

WHENLIS, NIM. 067003042, "Iameness Analysis earnings of his bearing household to development of region (Case study : coastal area, lowland, and plateau mountain of Sub-Province Deli Serdang)". Commission Pembimbing : Prof. Bachtiar Hassan Miraza S.E (Chief) ; Dr. Ir. Tavi Supriana M.S (Member) ; and Kasyful Mahalli, S.E, M.Si (Member).

Research done with survey method, interview is directly to sampel counted 256 rumahtangga disseminating [at] coastal area counted 80 household, lowland of 128 household, and mountain plateau counted 48 household. Intake method sampel done at random with technics multiple cluster sampling for withdrawal sampel regional, and by systematic (Systematic Sampling) for withdrawal sampel unit research of household.

Data analysis use 3 (three) criterion is at the same time that is i. Criterion World bank, ii. Curve Lorenz , and iii. Gini Rasio. Factors the cause of Iameness earnings of household [at] region in analysis by using doubled linear regression model with anticipation whereas expenditure rumahtangga influenced signifikanly by household responsibility variable, old [of] education of household head and umur household head.

Analysis result show household Iameness in Kabupaten Deli Serdang in general pertained the low category (number Gini Rasio = 0,35416 and Kriteria Bank Dunia to 40 % household have production [to] terendah enjoy 19,71 % from totalizing earnings of area). Pursuant to subdividing of region, household Iameness [at] coastal area pertained the is category (number Gini Rasio = 0.47072 and Kriteria Bank Dunia to 40 % household have production [to] terendah only enjoying 14,21 % from totalizing earnings of him region) ; [at] lowland pertained the low category (number Gini Rasio = 0,27092 and Kriteria Bank Dunia to 40 % household have production [to] terendah enjoy 22,56 % from totalizing earnings of him region) ; and [at] mountain plateau pertained the low category (number Gini Rasio = 0,2304 and Kriteria Bank Dunia to 40 % household have production [to] terendah enjoy 24,72 % from totalizing earnings of him region).

Keyword : Iameness, earnings, household, coastal area, lowland, mountain plateau and development of region


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala berkat dan karunia yang diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul ” Analisis Ketimpangan Pendapatan Rumahtangga pada daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan kaitannya terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Deli Serdang”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Bachtiar Hassan Miraza, S.E ; Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S dan Kasyful Mahalli, S.E, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. 2. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) RI melalui Kepala BPS Propinsi Sumatera

Utara yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Pasca Sarjana Program Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) pada Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

3. Kepala BPS Kabupaten Deli Serdang selaku atasan langsung penulis dan juga seluruh rekan-rekan pegawai BPS Deli Serdang yang turut memberikan dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

4. Seluruh keluarga, secara khusus kepada isteri Dra.Tince br Sitorus serta anak-anak tersayang Anzela Rose Br Purba dan Evander Gustavo Purba atas dukungan semangat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya para pengambil kebijakan di Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang. Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami hargai demi kesempurnaan karya ilmiah ini.

Medan, Mei 2008 Whenlis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Pulau Rakyat Kabupaten Asahan pada tanggal 5 Juli 1966. Penulis merupakan anak pertama dari 6 (enam) orang bersaudara dengan nama Ayah Pelda (Purn) Mangantar Purba (+) dan nama Ibu Masria Br. Batubara (+). Saat ini penulis berstatus kawin dengan nama istri Dra Tince Br Sitorus, dan dikaruniai oleh yang Maha Kuasa 2 (dua) orang anak yang diberi nama Anzela Rose Br Purba dan Evander Gustavo Purba.

Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar pada SD Negeri di Desa Damuli, Kecamatan Kualuh Selatan, Labuhan Batu Tahun 1979 ; Menamatkan pendidikan SLTP di SMP Negeri Aek Kanopan, Kecamatan Kualuh Hulu, Labuhan Batu pada Tahun 1982 ; Menamatkan pendidikan pada SLTA di SMA Negeri jurusan IPA Aek Kanopan, Kecamatan Kualuh Hulu, Labuhan Batu pada Tahun 1985 ; dan Menamatkan pendidikan pada Perguruan Tinggi FMIPA- Jurusan Matematika Universitas Sumatera Utara (USU) Medan pada Tahun 1991. Sejak September 2006 sampai saat ini sedang menyelesaikan studi pada program Pasca Sarjana jurusan PWD-PP Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Tahun 1992 penulis bekerja di Lingkungan Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara (pada waktu itu masih bernama Kantor Statistik). Pertama kali bekerja, penulis ditempatkan pada BPS Kotamadya Tanjung Balai dengan status CPNS. Setelah 2 (dua) tahun di Tanjung Balai, pada tahun 1994 pindah tugas ke Kantor BPS Tapanuli Utara. Setelah 2 (dua) tahun di Tapanuli Utara, pada tahun 1996 pindah tugas ke Kantor BPS Labuhan Batu. Setelah 4 (empat) tahun di BPS Labuhan Batu, pada tahun 2000 pindah tugas lagi ke BPS Deli Serdang hingga saat ini dengan menduduki jabatan sebagai Kepala Seksi Statistik Sosial dengan pangkat penata tingkat I (III/D).


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Distribusi Pendapatan Dalam Pembanguan Ekonomi... 11

2.2 Teori dan Pengukuran Distribusi Pendapatan ... 13

2.3 Pengeluaran dan Pendapatan Rumah Tangga ... 15

2.4 Pengembangan Wilayah... 17

2.5 Penelitian Terdahulu ... 21

2.6 Kerangka Konseptual ... 24

2.7 Hipotesis... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Lokasi dan Unit Penelitian ... 28


(11)

3.3 Metode Penarikan Sampel... 29

3.4 Metode Analisis ... 32

3.5 Defenisi Operasional... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Gambaran Umum Wilayah Deli Serdang ... 40

4.1.1 Letak dan keadaan geografis... 40

4.1.2 Iklim ... 42

4.1.3 Sarana dan prasarana pendidikan pada daerah pantai ... 43

4.1.4 Potensi perkebunan rakyat pada dataran tinggi pegunungan... 46

4.2 Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 51

4.2.1 Analisis ketimpangan pendapatan rumahtangga daerah pantai ... 51

4.2.2 Analisis ketimpangan pendapatan rumahtangga dataran rendah... 54

4.2.3 Analisis ketimpangan pendapatan rumahtangga dataran tinggi pegunungan... 57

4.2.4 Analisis ketimpangan pendapatan rumahtangga Kabupaten Deli Serdang ... 60

4.2.5 Hasil Pengujian Hipotesis ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran... 74


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Perbandingan PDRB Kabupaten Deli Serdang terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003 – 2006 ... 6 1.2 Persentase Luas Wilayah, Rumah Tangga dan Rumah Tangga Miskin

Penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Berdasarkan Kelompok Wilayah di Kabupaten Deli Serdang ... 7 3.1 Rincian Penyebaran Sampel Menurut Wilayah Penelitian ... 32 3.2 Kategori Ketimpangan Menurut Kriteria Bank Dunia dan Gini Rasio... 34 4.1 Letak dan Geografis Kabupaten Deli Serdang... 40 4.2 Pengelompokan Wilayah Kecamatan Berdasarkan Ketinggian di

Kabupaten Deli Serdang ... 42 4.3 Banyak nya Kelas, Guru, dan Murid TK Negeri dan Swasta pada

Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 43 4.4 Banyak nya Kelas, Guru, dan Murid SD Negeri dan Swasta pada

Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 44 4.5 Banyak nya Kelas, Guru, dan Murid SLTP Negeri dan Swasta pada

Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 45 4.6 Banyak nya Kelas, Guru, dan Murid SMU Negeri dan Swasta pada

Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 45 4.7 Banyak nya Kelas, Guru, dan Murid SMK Negeri dan Swasta pada

Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 46 4.8 Luas Areal dan Produksi Tanaman Kopi Perkebunan Rakyat di

Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 47 4.9 Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa Perkebunan Rakyat di


(13)

4.10 Luas Areal dan Produksi Tanaman Karet Perkebunan Rakyat di

Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 48

4.11 Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 48

4.12 Luas Areal dan Produksi Tanaman Kulit Manis Perkebunan Rakyat di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 49

4.13 Luas Areal dan Produksi Tanaman Cengkeh Perkebunan Rakyat di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 50

4.14 Luas Hutan Bakau Taman Nasional, Suaka Alam, Marga Satwa, Taman Wisata, dan Daerah Perlindungan Lainnya di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 ... 50

4.15 Deskripsi Sampel Daerah Pantai... 52

4.16 Deskripsi Sampel Dataran Rendah ... 55

4.17 Deskripsi Sampel Dataran Tinggi Pegunungan ... 58

4.18 Deskripsi Sampel Kabupaten Deli Serdang ... 61

4.19 Kategori Ketimpangan Menurut Kelompok Wilayah ... 65

4.20 Hasil Penghitungan Regresi Linear Berganda ... 66

4.21 Hasil Uji Asumsi Regresi... 68

4.22 Deskripsi Pendapatan per Kapita per Bulan dan Rata-rata Lama Sekolah Kepala Rumah Tangga Menurut Kelompok Wilayah... 70

4.23 Matriks Kategori Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga dengan Kategori Pendapatan per kapita per Bulan Rumah Tangga Menurut Kelompok Wilayah ... 71


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah (Misra, 1977 dalam Sinaga,

2006) ... 18

2.2 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah (Budiharsono, 2005 dalam Sinaga, 2006) ... 20

2.3 Kerangka Pemikiran... 26

3.1 Sketsa Tahapan Pengambilan Sampel... 30

3.2 Kurva Lorenz (Todaro dan Smith, 2004)... 35

4.1 Persentase Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelompok Penerima Pendapatan pada Daerah Pantai ... 53

4.2 Kurva Lorenz Daerah Pantai... 54

4.3 Persentase Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelompok Penerima Pendapatan pada Dataran Rendah... 56

4.4 Kurva Lorenz Dataran Rendah ... 57

4.5 Persentase Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelompok Penerima Pendapatan pada Dataran Tinggi Pegunungan... 59

4.6 Kurva Lorenz Dataran Tinggi Pegunungan ... 60

4.7 Persentase Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelompok Penerima Pendapatan Kabupaten Deli Serdang ... 62

4.8 Kurva Lorenz Kabupaten Deli Serdang ... 63


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Pengumpulan Data... 80 2. Data Pendapatan per Bulan, Tanggungan, Pendidikan, dan Umur 80

Rumah Tangga Daerah Pantai... 84 3. Lembar Kerja Pengelompokkan Pendapatan Berdasarkan Desil dan

Kriteria Bank Dunia pada Daerah Pantai ... 87 4. Lembar Kerja Penghitungan Gini Rasio pada Daerah Pantai ... 90 5. Data Pendapatan per Bulan, Tanggungan, Pendidikan, dan Umur 128

Rumah Tangga Dataran Rendah ... 91 6. Lembar Kerja Pengelompokkan Pendapatan Berdasarkan Desil dan

Kriteria Bank Dunia pada Dataran Rendah... 95 7. Lembar Kerja Penghitungan Gini Rasio pada Dataran Rendah... 99 8. Data Pendapatan per Bulan, Tanggungan, Pendidikan, dan Umur 48

Rumah Tangga Dataran Tinggi Pegunungan ... 100 9. Lembar Kerja Pengelompokkan Pendapatan Berdasarkan Desil dan

Kriteria Bank Dunia pada Dataran Tinggi Pegunungan ... 102 10. Lembar Kerja Penghitungan Gini Rasio pada Dataran Tinggi

Pegunungan ... 104 11. Data Pendapatan per Bulan, Tanggungan, Pendidikan, dan Umur 256

Rumah Tangga Kabupaten Deli Serdang... 105 12. Lembar Kerja Pengelompokkan Pendapatan Berdasarkan Desil dan

Kriteria Bank Dunia pada Dataran Tinggi Pegunungan ... 112 13. Lembar Kerja Penghitungan Gini Rasio pada Dataran Tinggi

Pegunungan ... 119 14. Regression (Daerah Pantai)... 120 15. Peta Kabupaten Deli Serdang... 125


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan di daerah secara umum adalah untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan di dalam semua sendi kehidupan masyarakat. Wujud dari pembangunan di antaranya meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan penerapan hukum yang berkeadilan. Di antara aspek-aspek tersebut pembangunan ekonomi merupakan aspek yang paling esensial dalam menunjang pembangunan daerah.

Dengan diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka telah terjadi perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia yang sebelumnya menganut sistem sentralistik menjadi sistem desentralistik. Tentu saja, keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah sekarang ini dan dimasa yang akan datang akan sangat ditentukan oleh peran aktif dan inovatif pemerintah daerah itu sendiri.

Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah, pemerintah berperan sebagai fasilitator dan mediator bagi sektor swasta dan masyarakat serta berkewajiban memproduksi kebijakan dan regulasi yang pro-bisnis dan pro-lingkungan, menyediakan infrastruktur dasar, serta informasi dan komunikasi yang dapat memenuhi kebutuhan dunia usaha dan masyarakat.


(17)

Perkembangan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya alam, sumberdaya manusia, infrastruktur, institusi, serta faktor lokasi dan geografi. Dalam kenyataan, penyebaran faktor-faktor penentu berkembangnya suatu daerah tidak tersebar secara merata ke seluruh wilayah sehingga terjadi perbedaan tingkat pembangunan dan tingkat kesejahteraan antar wilayah atau daerah. Jika kesenjangan antar wilayah dalam suatu daerah dibiarkan terus-menerus akan berpeluang menghasilkan malapetaka yang tidak diinginkan serta dampak negatif bagi suatu daerah.

Ketidak-seimbangan dalam pembangunan ekonomi suatu daerah biasanya terjadi kalau hanya diserahkan kepada kekuatan-kekuatan mekanisme pasar. Perkembangan ekonomi daerah yang diserahkan pada kekuatan-kekuatan mekanisme pasar cenderung memperbesar ketidakmerataan pembangunan antar wilayah. Sebab dalam kenyataan, kegiatan dan perkembangan ekonomi lebih sering terjadi dan terkonsentrasi pada wilayah-wilayah tertentu saja. Sebaliknya, pada wilayah lain yang nampak terjadi hanyalah semakin ketertinggalan saja.

Pesatnya perkembangan ekonomi suatu wilayah akan kurang menguntungkan untuk wilayah-wilayah lainnya karena terjadi ketertarikan sumberdaya. Realitanya, tenaga kerja, modal, perdagangan akan mengalir pada wilayah-wilayah yang berkembang lebih cepat. Sebagai contoh, tenaga kerja produktif dan profesional akan bermigrasi ke wilayah-wilayah yang kegiatan ekonominya berkembang cepat. Mengalirnya sumberdaya-sumberdaya pada wilayah yang ekonominya berkembang


(18)

pesat memperlambat berkembangnya wilayah-wilayah lain yang kehilangan sumberdaya seperti tenaga kerja, sumberdaya alam, dan modal.

Myrdal dalam Sari (2007), dari hasil penelitiannya mengemukakan teori “back-wash effects”. Teori ini menunjukkan perubahan yang terjadi pada wilayah-wilayah yang dirugikan disebabkan oleh terjadinya ekspansi ekonomi di suatu wilayah tertentu. Di sisi lain, dapat juga terjadi keuntungan-keuntungan untuk wilayah-wilayah tertentu di sekitar wilayah yang terjadi ekspansi ekonomi yang pesat. Terjadinya pengaruh yang menguntungkan karena akibat dari ekspansi ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah-wilayah sekitarnya disebut efek penebaran (spread effects). Pada wilayah-wilayah kurang berkembang, spread effects yang terjadi lebih kecil daripada backwash effects. Ekspansi ekonomi pada wilayah-wilayah yang maju akan memperlambat pembangunan pada wilayah-wilayah-wilayah-wilayah yang terbelakang. Hal ini menyebabkan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah-wilayah tersebut akan semakin melebar.

Terjadinya perbedaan tingkat perkembangan antar wilayah atau daerah akan mengakibatkan terjadi perbedaan tingkat kesejahteraan dalam masyarakat. Ketidakmerataan pembangunan seperti ini dapat dengan mudah menyebabkan terjadinya rasa ketidakpuasan antar wilayah serta membuka peluang munculnya ketidakstabilan politik di daerah. Jika terjadi ketidakstabilan politik, akan sangat merugikan daerah dalam jangka menengah dan panjang.

Perencanaan pembangunan daerah merupakan refleksi dari turut campur tangan Pemerintah untuk mendorong dan memacu pembangunan wilayah-wilayah


(19)

terbelakang. Walaupun campur tangan pemerintah secara langsung dalam pembangunan daerah masih banyak dipertanyakan efektivitas pelaksanaannya. Kelompok pemikir yang tidak setuju dengan keterlibatan pemerintah secara langsung berargumentasi bahwa kemungkinan terjadi inefisiensi ekonomi dilihat dari aspek keruangan dan kewilayahan. Mereka percaya bahwa mekanisme pasar akan mampu menciptakan perkembangan yang harmonis antar wilayah. Kelompok pemikir yang sependapat dengan keikutsertaan campur tangan Pemerintah berpendapat bahwa intervensi Pemerintah sangat dibutuhkan untuk daerah-daerah yang baru akan berkembang karena efisiensi ekonomi masih rendah, dapat lebih efektif memanfaatkan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan wilayah dan daerah dimasa mendatang, serta tujuan pembangunan wilayah tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi saja, tetapi juga aspek sosial, budaya, lingkungan, institusi, dan politik.

Nampaknya, intervensi pemerintah melalui perencanaan-perencanaan pembangunan wilayah dan daerah akan memberikan manfaat-manfaat yang sangat signifikan. Selain mencegah terjadinya kesenjangan antar daerah, juga menghindari perasaan ketidakpuasan masyarakat, serta melestarikan budaya-budaya lokal. Terwujudnya masyarakat yang sejahtera akan menciptakan kestabilan sosial, politik, dan keamanan, yang menjadi syarat utama untuk membangun wilayah dan daerah berkelanjutan.

Salah satu data yang dapat digunakan sebagai indikator untuk perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan regional adalah data Produk Domestik Regional


(20)

Bruto (PDRB). Data PDRB ini dapat menunjukkan tingkat perkembangan perekonomian daerah secara makro, agregatif dan sektoral. Pembentukan angka PDRB ini dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor ekonomi seperti produktivitas dan efisiensi. Selain itu, dapat diketahui juga bahwa peningkatan PDRB dalam segi ekonomi merupakan cerminan dari tingkat pendapatan masyarakat yang lebih baik didaerah tersebut, sedangkan dalam bidang non ekonomi peningkatan tersebut mengindikasikan adanya perbaikan tingkat kesehatan, pendidikan, perumahan, lingkungan hidup dan aspek lainnya dalam masyarakat.

Dengan demikian jelaslah, pembangunan memerlukan PDRB yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Namun, masalah dasarnya bukan hanya bagaimana menumbuhkan PDRB, tetapi juga siapakah yang akan menumbuhkan PDRB, sejumlah masyarakat yang ada di daerah ataukah hanya segelintir orang saja didalamnya. Jika yang menumbuhkannya hanya orang-orang kaya yang berjumlah sedikit, maka manfaat pertumbuhan PDRB itupun hanya akan dinikmati oleh mereka saja, sehingga kemiskinan dan ketimpangan akan semakin parah. Namun, jika pertumbuhan dihasilkan oleh orang banyak, mereka pulalah yang akan memperoleh manfaat terbesarnya, dan buah pertumbuhan ekonomi akan terbagi secara lebih merata. Oleh karena itu, pertumbuhan PDRB yang tinggi belum tentu memberikan manfaat kepada kaum miskin.

Berdasarkan data sekunder yang dihimpun, pertumbuhan PDRB Kabupaten Deli Serdang menunjukkan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Jika pada tahun 2003 pertumbuhan PDRB sebesar 3,02 persen, maka pada tahun 2006 telah


(21)

menjadi sebesar 5,26 persen. Sumbangan PDRB Kabupaten Deli Serdang terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara juga tergolong besar, pada tahun 2006 sebesar 13,62 persen dari total PDRB Propinsi Sumatera Utara. Kontribusi PDRB Deli Serdang terhadap PDRB Sumatera Utara dapat di lihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Perbandingan PDRB Kabupaten Deli Serdang terhadap PDRB Sumatera Utara Tahun 2003-2006

DELI SERDANG SUMATERA UTARA Tahun Besaran PDRB Besaran PDRB

Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Per- Tum- Buhan

Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Per - Tum- buhan (Jutaan Rp.) (Jutaan Rp.) (%) (Jutaan Rp.) (Jutaan Rp.) (%) 2003 14.448.907,04 10.067.908,77 3,02 103.401.370,46 78.805.608,56 4,81 2004 15.872.389,17 10.478.375,19 4,08 118.100.511,82 83.328.948,58 5,74 2005 19.136.227,10 10..999.416,24 4,97 139.618.313,54 87.897.791,20 5,48 2006 21.800.417,13 11.577.509,50 5,26 160.033.719,48 93.330.108,25 6,18 Sumber : BPS Kabupaten Deli Serdang (2007)

Menarik untuk diteliti, meski pertumbuhan PDRB Kabupaten Deli Serdang menunjukkan angka yang cukup signifikan setiap tahunnya, dan bahkan sumbangan Kabupaten Deli Serdang terhadap Propinsi Sumatera Utara termasuk tinggi, namun jumlah rumah tangga miskin juga masih tergolong besar (jika rujukannya data penerima bantuan langsung tunai (BLT), penerima BLT di Kabupaten Deli Serdang sebesar 25, 94 persen). Hal yang lebih menarik lagi adalah di antara rumah tangga miskin penerima BLT tersebut, sebagian besar yaitu sekitar 50,12 persen berada pada daerah pantai dan dataran tinggi pegunungan, sedangkan selebihnya sekitar 49,88 persen berada pada dataran rendah, padahal sekitar 67,86 persen luas wilayah Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah pantai dan dataran tinggi pegunungan (Tabel 1.2).


(22)

Tabel 1.2. Persentase Luas Wilayah, Rumah Tangga, dan Rumah Tangga Miskin Penerima BLT Berdasarkan Kelompok Wilayah Di Kabupaten Deli Serdang No. Kelompok Wilayah Persentase Luas Wilayah (%) Persentase Desa/ Kel. (%) Persentase Rumah Tangga (%) Persentase Rumah Tangga Miskin Penerima BLT Persentase Rumah Tangga Miskin Penerima BLT *) 1. Daerah Pantai

(Utara)

25,22 15,88 33,54 32,33 25,00

2. Dataran Rendah (Tengah)

32,14 49,14 55,44 49,88 23,34

3. Dataran Tinggi Pegunungan (Selatan)

42,64 34,98 11,02 17.79 41,88

Deli Serdang 100,00 100,00 203100,00 100,00 25,94 Sumber : BPS Kabupaten Deli Serdang , 2007 (Data di Olah)

Ket : *) Terhadap jumlah rumah tangga pada masing-masing wilayah

Todaro dan Smith (2004), mengatakan penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan merupakan inti dari semua masalah pembangunan dan merupakan tujuan utama kebijakan pembangunan di banyak daerah.

Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pada dua faktor utama, yaitu 1. tingkat pendapatan nasional rata-rata, dan 2. lebar-sempitnya kesenjangan distribusi pendapatan. Jelas, bahwa setinggi apapun tingkat pendapatan nasional per kapita yang dicapai oleh suatu negara, selama distribusi pendapatannya tidak merata, maka tingkat kemiskinan di negara tersebut pasti akan tetap parah. Demikian pula sebaliknya, semerata apapun distribusi pendapatan disuatu negara, jika tingkat pendapatan nasional rata-ratanya rendah, maka kemelaratan juga akan semakin luas.


(23)

Todaro dan Smith (2004), mengatakan tidak ada satu negarapun yang memperlihatkan pemerataan sempurna atau ketidakmerataan sempurna didalam distribusi pendapatannya, yang mungkin terjadi adalah distribusi pendapatan yang relatif merata (ketimpangan tidak parah) atau distribusi pendapatan yang relatif tidak merata (ketimpangannya parah).

Atas latar belakang ilustrasi di atas lah kami fokuskan penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran ketimpangan pendapatan di Kabupaten Deli Serdang secara umum dan secara khusus pada masing-masing daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan. Untuk mempertajam analisis, penelitian ini juga diarahkan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan rumah tangga, khususnya faktor-faktor sosial yang mempengaruhi.

Mengingat data PDRB per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang sampai saat ini belum tersedia, maka pada penelitian ini kami mencoba menganalisis ketimpangan pendapatan rumah tangga pada daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga per bulan baik untuk makanan maupun non makanan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah ketimpangan pendapatan rumah tangga pada daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli Serdang.


(24)

2. Bagaimanakah ketimpangan pendapatan rumah tangga di Kabupaten Deli Serdang secara umum.

3. Faktor-faktor sosial apakah yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga pada wilayah yang mempunyai ketimpangan kategori sedang atau tinggi (distribusi pendapatan yang relatif tidak merata), kaitannya terhadap pengembangan wilayah.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis bagaimana ketimpangan pendapatan rumah tangga pada daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk menganalisis bagaimana ketimpangan pendapatan rumah tangga di Kabupaten Deli Serdang secara umum.

3. Untuk menganalisis faktor-faktor sosial apa yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga pada wilayah yang mempunyai ketimpangan kategori sedang atau tinggi (distribusi pendapatan yang relatif tidak merata), kaitannya terhadap pengembangan wilayah.

1.4. Manfaat Penelitian


(25)

1. Sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah daerah untuk lebih memfokuskan pembangunan selanjutnya ke depan pada wilayah yang masih mempunyai ketimpangan kategori sedang atau tinggi (distribusi pendapatan yang relatih tidak merata), dan berkonsentrasi pada pembangunan faktor-faktor sosial yang mempengaruhinya, kaitannya terhadap pengembangan wilayah tersebut.

2. Pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan evaluasi dini terhadap pembangunan yang telah dilakukan selama ini, apakah telah dinikmati oleh rumah tangga secara merata.

3. Sebagai bahan studi bagi akademisi untuk mengkaji lebih jauh tentang kemiskinan dan ketimpangan pendapatan rumah tangga di Kabupaten Deli Serdang.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Distribusi Pendapatan dalam Pembangunan Ekonomi

Sukirno (1985), menyatakan penggunaan data pendapatan per kapita sebagai indeks untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan laju nya pembangunan ekonomi yang dicapai setiap negara, antara lain telah dikritik karena pengukuran secara demikian tidak memberikan gambaran tentang bentuk perubahan dalam distribusi pendapatan maupun perkembangan dalam kesempatan kerja.

Sejak beberapa tahun akhir-akhir ini banyak diantara ahli-ahli ekonomi dan ahli-ahli ilmu sosial lainnya telah menunjukkan rasa ketidakpuasan mereka terhadap corak pembangunan yang berlaku di negara-negara berkembang hingga kini. Kekecewaan ini disebabkan karena, walaupun tingkat pembangunan ekonomi di negara-negara tersebut telah menunjukkan gambaran yang jauh lebih menggembirakan daripada apa yang mereka capai sebelum perang dunia kedua, tetapi pembangunan tersebut belum menciptakan corak distribusi pendapatan seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu, sebagai pelengkap dari usaha kita untuk menunjukkan kelemahan-kelemahan dari menggunakan data pendapatan per kapita negara-negara sebagai indeks tingkat kesejahteraan dari berbagai masyarakat dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang mereka capai, rasanya akan bermanfaat untuk membicarakan mengenai masalah distribusi pendapatan dan masalah pengangguran dalam proses pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang.


(27)

Todaro dan Smith (2004), menyatakan sudah jelas bahwa pembangunan memerlukan GNP yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Namun masalah dasarnya bukan hanya bagaimana menumbuhkan GNP, tetapi juga siapakah yang akan menumbuhkan GNP, sejumlah besar masyarakat yang ada didalam sebuah negara ataukah hanya segelintir orang didalamnya. Jika yang menumbuhkannya hanyalah orang-orang kaya yang berjumlah sedikit, maka manfaat pertumbuhan GNP itupun hanya dinikmati oleh mereka saja, sehingga kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pun semakin parah. Namun jika pertumbuhan dihasilkan oleh orang bayak, maka mereka pulalah yang akan memperoleh manfaat terbesarnya, dan buah pertumbuhan ekonomi akan terbagi secara lebih merata. Oleh karena itu, banyak negara berkembang yang dalam sejarahnya menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi menemukan bahwa pertumbuhan semacam itu kurang memberikan manfaat kepada kaum miskin. Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan merupakan inti dari semua masalah pembangunan dan merupakan tujuan utama kebijakan pembangunan di banyak negara.

Menurut Hasibuan dalam Harahap (1998), usaha untuk meningkatkan

pendapatan perkapita diperlukan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi hingga dapat melampaui pertumbuhan penduduk yang terjadi dalam periode yang sama. Akan tetapi pembangunan ekonomi yang berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi melahirkan masalah merawankan dalam pemerataan ekonomi dan sosial yang bermula dari penemuan Kuznets, Mangahas, dan lainnya. Hasil penemuan mereka membuktikan, bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat selalu dibarengi kenaikan


(28)

dalam ketimpangan pembagian pendapatan (ketimpangan relatif). Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sumitro Djojohadikusumo (1976), bahwa ”terdapat kecendrungan seakan-akan pola dan sifat pertumbuhan justru menambah kepincangan pembagian pendapatan ”.

Alasan-alasan yang dikemukakannya antara lain adalah :

1. Karena untuk mencapai laju pertumbuhan yang tinggi maka sektor modern pasti mendapat tempat karena dapat meningkatkan pertumbuhan yang pesat. Hal ini akan menyebabkan tidak meratanya pembagian kesempatan kerja.

2. Mengejar pertumbuhan sama artinya mengutamakan daerah yang sebelumnya sudah maju, sehingga daerah yang sudah maju akan semakin maju, sedangkan daerah yang tadinya terbelakang akan semakin tertinggal. Kondisi ini akan menghambat tercapainya pemerataan pembagian pendapatan.

2.2. Teori dan Pengukuran Distribusi Pendapatan

Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif. Kedua ukuran tersebut adalah ukuran distribusi pendapatan, yakni besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang ; dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro dan Smith, 2004).

Pada dasarnya kedua pendekatan inilah yang digunakan untuk menganalisis dan menilai distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan fungsional berasal dari teori produktivitas marginal, atau yang dikenal sebagai distribusi balas jasa input dalam


(29)

teori ekonomi mikro. Perangkat analisis dari distribusi fungsional adalah fungsi produksi serta alokasi faktor-faktor produksi yang diikutsertakan dalam fungsi produksi. Pendekatan ini jarang dipakai karena teori yang mendasarinya menilai hubungan antara balas jasa input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan didalam suatu proses produksi spesifik.

Pendekatan yang lazim dipergunakan adalah pendekatan distribusi personal atau rumahtangga. Pendekatan ini dilakukan dengan mengelompokkan perorangan atau individu-individu berdasarkan pendapatan perorangan kedalam kelompok (deciles atau quintiles) yang akan menggambarkan pola pembagian pendapatan didalam suatu kelompok masyarakat, kemudian menetapkan proporsi yang diterimanya oleh masing-masing kelompok dari pendapatan total (Nasional maupun Daerah).

Dalam penerapannya seringkali dikombinasikan untuk mendapatkan gambaran dari distribusi pendapatan secara menyeluruh maupun kelompok, masing-masing kelompok bawah, menengah, dan kelompok atas dari penerima pendapatan. Metode dan teori yang digunakan meliputi koefisien pareto, koefisien Gini, Index Gibrat, Indeks Kuznets, Indeks Theil, Indeks Oshima, dan lainnya (Hari Susanto dalam Harahap, 1998).

Untuk menganalisis dan mengukur distribusi pendapatan perorangan pada umumnya menggunakan Kurva Lorenz, Koefisien Gini, Indeks Kuznets, Kriteria Bank Dunia, dan Indeks Oshima. Namun Dumairy dalam Harahap (1998), menyebutkan yang lazim digunakan adalah Kurva Lorenz, Koefisien Gini dan


(30)

Kriteria Bank Dunia. Untuk mengadakan pengukuran distribusi pendapatan nampaknya koefisien Gini lebih dikenal dan sering digunakan. Koefisien Gini umumnya telah diterima sebagai alat ukur distribusi pendapatan, karena rumusnya dapat dijabarkan kedalam Kurva Lorenz yang dapat memberikan visual ketimpangan pembagian pendapatan didalam kelompok masyarakat tertentu. Namun demikian tidak menutup kemungkinan penggunaan beberapa teori sekaligus dalam pengukuran distribusi pendapatan.

2.3. Pengeluaran dan Pendapatan Rumah Tangga

Menurut Engel ada suatu hubungan antara konsumsi rumah tangga untuk suatu barang atau golongan barang dengan penghasilan rumahtangga. Dia menemukan bahwa proporsi dari penghasilan yang dikeluarkan untuk membeli makanan berkurang dengan naiknya penghasilan (Sumardi, Mulyanto & Dieter Evers dalam Harahap,1998).

Tingkat pendapatan rumah tangga bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi konsumsi, tetapi juga antara lain dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga, komposisi umur, jenis kelamin, letak geografis, dan pendidikan. Dalam analisis tidak mungkin memperhitungkan semua faktor ini. Biasanya di batasi pada faktor-faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh penting, misalnya jumlah tanggungan, umur dan pendidikan.

Untuk mengetahui besarnya pendapatan rata-rata rumah tangga dapat di ukur melalui pengeluaran dan penerimaan. Pada umumnya di Indonesia untuk mengukur


(31)

Koefisien Gini biasanya digunakan data pendapatan masyarakat berdasarkan belanja atau pengeluaran.

Sukirno (2006), menyatakan terdapat beberapa faktor yang menentukan tingkat pengeluaran rumah tangga (secara se unit kecil atau dalam keseluruhan ekonomi), yang terpenting adalah pendapatan rumah tangga. Ciri-ciri dari hubungan di antara pengeluaran konsumsi dan pendapatan disposeibel adalah sebagai berikut : 1. Pada pendapatan yang rendah, rumah tangga harus menggunakan harta atau

tabungan masa lalu untuk membiayai pengeluaran konsumsinya.

2. Kenaikan pendapatan menaikkan pengeluaran konsumsi, biasanya pertambahan pendapatan adalah lebih tinggi daripada pertambahan konsumsi. Sisa pertambahan pendapatan itu akan ditabung.

3. Pada pendapatan yang tinggi rumah tangga menabung. Disebabkan pertambahan pendapatan selalu lebih besar dari pertambahan konsumsi maka pada akhirnya rumah tangga tidak mengorek tabungan lagi.

Supriana (2008), menyatakan konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan yang dapat dibelanjakan. Ada beberapa hipotesis tentang perilaku konsumsi yang dikemukakan, diantaranya hipotesis pendapatan absolut (absolute income hypothesis) yang dikemukakan oleh Keyness. Keyness menduga bahwa fungsi konsumsi memiliki karakteristik :

1. Kecenderungan mengkonsumsi merupakan fungsi yang stabil dan besarnya konsumsi agregat ditentukan oleh besarnya pendapatan agregat.


(32)

2. Konsumsi akan meningkat jika pendapatan meningkat, tetapi peningkatan konsumsi yang terjadi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan.

3. Semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin besar jarak (gap) antara pendapatan dan konsumsi. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan, semakin besar proporsi dari pendapatan yang ditabung.

4. Peningkatan pendapatan akan diikuti dengan peningkatan tabungan, dan turunnya pendapatan akan diikuti dengan penurunan tabungan dalam jumlah yang lebih besar.

Murni (2000), menyatakan pendapatan nasional dalam keadaan Break Event Point (BEP) adalah suatu kondisi besar pendapatan sama dengan besar konsumsi,

artinya semua pendapatan yang diterima masyarakat habis digunakan untuk keperluan konsumsi atau masyarakat tidak punya tabungan. Kondisi tersebut dapat diformulasikan dengan Y = C dan S = 0, dimana Y = pendapatan, C = Konsumsi, dan S = Saving atau tabungan.

2.4. Pengembangan Wilayah

Pada dasarnya pengembangan adalah proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi dan masyarakat meningkatkan kemampuannya untuk : 1. Menjalankan fungsi pokok, memecahkan masalah, menentukan dan mencapai tujuan ; 2. Memahami dan menghubungkan kebutuhan pengembangan mereka dalam konteks yang luas dan dengan cara yang terus-menerus (Milen dalam Sinaga, 2006).


(33)

Wilayah sebagai suatu kesatuan geografis memiliki potensi bagi dijalankannya suatu aktifitas pembangunan dan pengembangan wilayah. Dan wilayah (region) juga merupakan suatu unit geografi yang membentuk suatu kesatuan. Pengertian unit geografi adalah ruang sehingga bukan merupakan aspek fisik tanah saja, tetapi lebih dari itu meliputi aspek–aspek lain, seperti ekonomi, biologi, sosial dan budaya (Wibowo dan Soetriono dalam Sinaga, 2006).

Menurut Sirojuzilam (2005), pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya. Sedangkan menurut Misra dalam Sinaga (2006), pengembangan wilayah ditopang oleh empat pilar (tetraploid discipline) yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota dan teori lokasi, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

GEOGRAFI

PERENCANAAN KOTA

TEORI LOKASI PENGEMBANGAN

WILAYAH

Gambar 2.1 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah ( Misra dalam Sinaga, 2006)


(34)

Namun pendapat Misra (1977), mengenai pengembangan wilayah ini terlalu sederhana. Aspek biogeofisik tidak hanya direpresentasikan dengan teori geografi maupun teori lokasi. Oleh karena itu menurut Budiharsono dalam Sinaga (2006) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1). aspek biogeofisik; (2). aspek ekonomi; (3). aspek sosial budaya; (4). aspek kelembagaan; (5). aspek lokasi dan (6). aspek lingkungan.

Dari Gambar 2.2 dapat dilihat berbagai analisis yang dapat dilakukan terhadap pengembangan wilayah, yaitu aspek biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut.

Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (dalam bidang politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan.

Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak.


(35)

ASPEK BIOGEOFISIK

ASPEK EKONOMI

ASPEK LINGKUNGAN ASPEK

SOSIAL

ASPEK LOKASI PENGEMBANGAN

WILAYAH

ASPEK KELEMBAGAAN

Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam

Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di wilayah tersebut.

Gambar 2.2 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah (Budiharsono dalam

Sinaga, 2006)

Analisis pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat dari aspek ekonomi dan sosial. Di dalam aspek ekonomi akan di analisis ketimpangan pendapatan rumahtangga pada daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan dari aspek sosial akan dianalisis apakah faktor-faktor sosial seperti jumlah tanggungan rumahtangga, pendidikan, dan umur kepala rumahtangga mempengaruhi ketimpangan pendapatan


(36)

rumahtangga pada wilayah yang mempunyai tingkat ketimpangan masih memprihatinkan (sedang dan berat).

2.5. Penelitian Terdahulu

Ahluwalia dalam Sukirno (1985), dengan sponsor Badan Riset dari Bank Dunia bekerjasama dengan Institute of Development Studies dari universitas Sussex melakukan analisis terhadap keadaan distribusi pendapatan di beberapa negara. Mengenai keadaan distribusi pendapatan di beberapa negara, analisisnya memberikan gambaran mengenai distribusi pendapatan mutlak dan distribusi pendapatan relatif. Untuk menggambarkan distribusi pendapatan relatif di beberapa negara, Ahluwalia menggolongkan penerima-penerima pendapatan dalam tiga golongan, yaitu 40 persen penduduk yang menerima pendapatan paling rendah, 40 persen penduduk yang menerima pendapatan menengah, dan 20 persen penduduk yang menerima pendapatan tinggi. Hasil penelitiannya, di negara-negara komunis 40 persen dari penduduk yang berpendapatan paling rendah menerima 25 persen dari seluruh pendapatan masyarakat. Di negara maju golongan penduduk ini menerima kurang lebih sebesar 16 persen saja. Sedangkan di negara berkembang golongan penduduk kelompok ini hanya menerima kurang lebih 12,5 persen saja dari keseluruhan pendapatan masyarakatnya. Dari gambaran tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi pendapatan yang lebih merata dijumpai pada negara-negara komunis, sedangkan distribusi pendapatan yang paling tidak merata terdapat di negara-negara berkembang.


(37)

Lumbanraja (1997), melakukan penelitian dengan judul analisis distribusi pendapatan nelayan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kotamadya Sibolga. Hasil yang diperoleh, Rasio Gini bagi kelompok nelayan dengan menggunakan perahu tanpa motor tempel sebesar 0,20 sedangkan Rasio Gini bagi kelompok nelayan yang menggunakan perahu motor tempel sebesar 0,45. Dengan demikian berdasarkan penelitiannya Distribusi pendapatan kelompok nelayan yang menggunakan perahu tanpa motor tempel adalah lebih merata bila dibandingkan dengan distribusi pendapatan kelompok nelayan dengan menggunakan perahu motor tempel. Lebih jauh Prihatin Lumbanraja juga telah menguji bahwa variabel jumlah hasil tangkapan, biaya melaut, waktu, dan pengaruh musim secara bersama-sama mampu memberikan penjelasan secara nyata terhadap pendapatan para nelayan.

Harahap (1998), melalui penelitiannya dengan judul analisis distribusi pendapatan masyarakat pada wilayah pembangunan di Kabupaten Asahan, menyimpulkan bahwa wilayah pembangunan I dan III ketika itu di Kabupaten Asahan mempunyai tingkat pemerataan pendapatan dengan kategori sedang, sementara wilayah pembangunan II dan Kota Kisaran masuk kategori ketimpangan yang ringan.

Silaen (1999), melalui penelitiannya dengan judul analisis distribusi pendapatan perwilayahan pembangunan dan titik pertumbuhan di Kabupaten Simalungun, menyimpulkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan antar golongan masyarakat di Kabupaten Simalungun adalah tergolong rendah.


(38)

Sumarto dalam Kuncoro (2004), dari SMERU Research Institute yang disponsori oleh World Bank, melakukan studi hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pada 100 desa selama periode Agustus 1998 hingga Oktober 1999. Hasil studinya menemukan antara lain bahwa pengurangan ketimpangan mengurangi kemiskinan secara signifikan. Sehingga sangat penting untuk mencegah pertumbuhan yang meningkatkan ketimpangan.

Suryadarma dalam Kuncoro (2004), dari SMERU menganalisis Koefisien Gini di Indonesia 1990 – 2002, hasilnya selama masa prakrisis antara 1990 dan 1996, ketimpangan di Indonesia terus menerus meningkat. Akibat krisis, turun secara dramatis pada tahun 1999.

Alisjahbana (2005), mengatakan masalah kesenjangan regional bisa semakin besar terutama bila daerah-daerah yang mewarisi sumber daya alam tertentu tidak mendapatkan kembali hasil sumber daya alamnya. Demikian pula bila daerah-daerah yang miskin sumber daya alamnya tidak mendapatkan bantuan yang diperlukan untuk mengatasi masalah pembangunannya. Pemerintah pusat dan daerah harus duduk bersama mengatasi berbagai faktor yang mempengaruhi kesenjangan regional dengan metode yang lebih sistematis.

Meirnasari (2007), melalui penelitiannya dengan judul analisis ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar berbagai daerah di Propinsi Sumatera Utara, menyimpulkan antara lain terjadi peningkatan ketimpangan pembangunan antar Kabupaten/Kota pada periode 1995 s/d 2005 di Propinsi Sumatera Utara.


(39)

2.6. Kerangka Konseptual

Secara teoretis pengembangan wilayah dapat dilakukan melalui 6 (enam) aspek yaitu : aspek ekonomi, biogeofisik, sosial, lingkungan, kelembagaan dan aspek lokasi. Namun dalam penelitian ini pengembangan wilayah Kabupaten Deli Serdang dilihat dari sisi aspek ekonomi dan sosial nya saja.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari keberhasilan program pembangunan yang telah dilaksanakan, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari seluruh sektor ekonomi dan juga menggambarkan tingkat perubahan struktur ekonomi yang terjadi pada suatu periode. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 (BPS, 2006).

Sebagaimana yang dijelaskan terdahulu, pembangunan memerlukan PDRB yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Namun masalah dasarnya bukan hanya bagaimana menumbuhkan PDRB, tetapi juga siapakah yang akan menumbuhkan PDRB, sejumlah masyarakat yang ada di daerah atau kah hanya segelintir orang saja didalamnya. Jika yang menumbuhkannya hanya orang-orang kaya yang berjumlah sedikit, maka manfaat pertumbuhan PDRB itupun hanya akan dinikmati oleh mereka saja, sehingga kemiskinan dan ketimpangan akan semakin parah.

Langkah awal dalam usaha memeratakan pembangunan adalah mengenali pokok-pokok permasalahan yang dihadapi, tantangan, dan kendala yang ada, serta peluang yang tersedia. Permasalahan ketidakmerataan secara umum dibagi dalam 3


(40)

(tiga) kelompok, yaitu : ketidakmerataan secara umum antar golongan penduduk, antar sektor dan antar daerah. Secara singkat ketiga kelompok ketidakmerataan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Ketidakmerataan antar golongan penduduk dapat dilihat melalui pergeseran distribusi pendapatan dan perkembangan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kecendrungan perkembangan tingkat kesejahteraan.

2. Ketidakmerataan antar sektor dapat dilihat melalui pergeseran peranan masing-masing sektor melalui sumbangannya terhadap produksi nasional. Sebagaimana terlihat bahwa seiring dengan gerak pembangunan yang semakin cepat yang memungkinkan perkembangan sektor industri dan jasa, maka persentase sumbangan produksi pertanian dalam produksi nasioanl semakin menurun.

3. Ketidakmerataan antar daerah dapat terjadi oleh karena tingkat kemajuan pembangunan antar daerah beragam, sehingga menghasilkan tingkat kemakmuran yang berbeda pula. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah pada hakikatnya ditentukan oleh potensi sumber daya alam yang ada, prasarana dan sarana yang dibangun, modal yang tersedia serta kemampuan sumber daya manusia di masing-masing daerah. Potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah yang bertalian erat dengan lokasi pada dasarnya berbeda.


(41)

Aspek Ekonomi

Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga

Konsumen

Dataran Rendah Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB)

Dataran Tinggi Pegunungan Daerah

Pantai

Faktor Sosial penyebab Ketimpangan

Pendapatan

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

2.7. Hipotesis

1. Ada perbedaan kategori ketimpangan pendapatan rumah tangga pada daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli Serdang.


(42)

2. Ketimpangan pendapatan rumah tangga di Kabupaten Deli Serdang secara umum tergolong kategori sedang atau tinggi (distribusi pendapatan yang relatif tidak merata).

3. Variabel tanggungan rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan umur kepala rumah tangga signifikan mempengaruhi pendapatan rumah tangga pada wilayah yang mempunyai ketimpangan pendapatan rumah tangga kategori sedang atau tinggi (distribusi pendapatan yang relatif tidak merata).


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan metode survei dengan teknik berwawancara secara langsung terhadap responden. Untuk melengkapi analisis, digunakan pula data sekunder. Adapun lokasi dan unit penelitian, jenis dan sumber data yang digunakan, banyaknya sampel dan metode penarikannya, serta alat analisis data yang digunakan pada penelitian dipaparkan sebagaimana dibawah ini.

3.1. Lokasi dan Unit Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada daerah pantai (wilayah bagian Utara), dataran rendah (wilayah bagian Tengah), dan dataran tinggi pegunungan (wilayah bagian Selatan) di Kabupaten Deli Serdang dengan unit penelitian rumah tangga.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data cross section yang bersumber dari data primer seperti pengeluaran rumah tangga baik untuk konsumsi makanan maupun konsumsi non makanan. Pengelompokkan komoditi makanan dan non makanan mengikuti konsep yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini sebagaimana yang diterapkan dalam pengumpulan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Untuk mempertajam analisis, pengumpulan data primer dilengkapi dengan data sosial rumahtangga lainnya seperti pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga, dan banyaknya tanggungan rumah tangga sesuai keperluan penelitian.


(44)

Penelitian juga menggunakan data sekunder seperti data time series perkembangan PDRB Kabupaten Deli Serdang dan Propinsi Sumatera Utara tahun 2003 – 2006, data penerima bantuan langsung tunai (BLT), data demografis wilayah, serta data sekunder lainnya yang bersumber dari BPS dan Bappeda Kabupaten Deli Serdang.

3.3. Metode Penarikan Sampel

Penelitian menggunakan sampel sebanyak 256 rumahtangga dengan rincian sebanyak 80 rumah tangga berada pada daerah pantai, sebanyak 128 rumah tangga berada pada dataran rendah, dan 48 rumah tangga berada pada dataran tinggi pegunungan. Penyebaran sampel menurut daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan didasarkan pada banyaknya rumahtangga pada wilayah tersebut.

Sekaran (2006), menyatakan desain pengambilan sampel area (area sampling design) merupakan kluster geografis, yaitu jika penelitian berkaitan dengan populasi

dalam area geografis yang dapat di identifikasi, seperti negara, blok kota atau batas tertentu dalam suatu lokasi, pengambilan sampel area dapat dilakukan. Soetrisno dan Hanafie (2007), menyatakan Cluster sampling dapat digunakan pada daerah yang luas dan medannya sulit. Metode pengambilan sampel secara acak dengan banyak sekali pentahapan sampling, maka teknik tersebut dinamakan multiple stage cluster sampling (Nazir, 1983).


(45)

Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan

Desa/Kelurahan

Blok Survei

Rumah Tangga

Gambar 3.1. Sketsa Tahapan Pengambilan Sampel

Adapun tahapan pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut (rincian penyebaran sampel penelitian menurut wilayah daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi pegunungan sebagaimana Tabel 3.1) :

1. Pengambilan sampel wilayah (area sampling), dengan pertimbangan letak geografis area dan penyebaran sampel. Tahap pertama, pengambilan sampel area Kecamatan. Pada daerah pantai, di pilih semua atau 4 (empat) Kecamatan, pada


(46)

dataran rendah di pilih 8 (delapan) Kecamatan, dan pada dataran tinggi pegunungan dipilih 3 (tiga) Kecamatan ; Tahap kedua, pengambilan sampel area Desa. Pada masing-masing wilayah, dari setiap area Kecamatan terpilih, dipilih lagi secara acak masing-masing 1 (satu) Desa, kecuali Kecamatan Percut Sei Tuan 2 Desa, sesuai jumlah rumahtangganya ; Tahap ketiga, pengambilan sampel area blok survei (mengikuti pembagian wilayah desa/kel berdasarkan blok sensus yang di lakukan oleh BPS). Pada masing-masing wilayah dari setiap area Desa terpilih, di pilih lagi secara acak masing-masing 1 (satu) blok survei.

2. Pengambilan sampel rumah tangga. Tahap pertama, pada area blok survei terpilih di masing-masing desa terpilih, dilakukan listing (pendaftaran rumahtangga) yang mana setiap rumah tangga di kelompokkan berdasarkan pengeluarannya ; Tahap kedua, dari hasil listing yang di peroleh pada masing-masing area blok survei terpilih, ditarik 16 rumah tangga (lebih kurang 10 persen) dengan cara sistematis (Systematic Sampling) sebagai unit penelitian.


(47)

Tabel 3.1 Rincian Penyebaran Sampel Menurut Wilayah Penelitian Wilayah Sampel Kecamatan Sampel Desa/Kel. Sampel Blok Survei Jumlah Sampel (RT)

I. Pantai 1. Hamparan Perak Tandam Hilir I 018B 16

(Utara) 2. Labuhan Deli Pematang Johar 011B 16

3. Percut Sei Tuan Sampali 029B 16

Bandar Klippa 036B 16

4. Pantai labu Durian 003B 16

Jumlah 4 5 5 80

II. Rendah 1. Pancur Batu Bintang Meriah 002B 16

(Tengah) 2. Namorambe Namorambe 002B 16

3. Galang Bandar Kwala 003B 16

4. Tanjung Morawa Bangun Sari 023B 16

5. Patumbak SiGara-Gara 010B 16

6. Deli Tua Mekar Sari 007B 16

7. Sunggal Purwodadi 006B 16

8. Beringin

-9. Lubuk Pakam Cemara 007B 16

10. Pagar Merbau - -

11. Batang Kuis

-Jumlah 8 8 8 128

III. Pegunungan 1. Gunung Meriah - -

(Selatan) 2. STM Hulu Rumah Sumbul 003B 16

3. Sibolangit Suka Makmur 003B 16

4. Kutalimbaru

5.Biru-biru Candi Rejo 001B 16

6. STM Hilir - -

-7. Bangun Purba - -

-Jumlah 3 3 3 48

Total 15 16 16 256

3.4. Metode Analisis

Dengan menggunakan aplikasi komputer program excel 2000, dilakukan analisis terhadap hipotesis 1 berdasarkan 3 alat analisis sekaligus yaitu dengan Kriteria Bank Dunia, Kurva Lorenz, dan Gini Rasio dengan ketentuan masing-masing sebagai berikut (Tabel 3.2):


(48)

1. Kriteria Bank Dunia

Dengan Kriteria Bank Dunia, seluruh pendapatan rumah tangga dibagi ke dalam tiga kelompok yakni : i. Tingkat ketimpangan tinggi, apabila 40 % penduduk kelompok bawah menerima lebih kecil dari 12 % jumlah pendapatan total ; ii. Tingkat ketimpangan sedang, apabila 40 % penduduk kelompok bawah menerima antara 12 % – 17 % jumlah pendapatan total ; dan Tingkat ketimpangan rendah, apabila 40 % penduduk dalam kelompok bawah menerima 17 % atau lebih dari jumlah pendapatan total.

2. Kurva Lorenz dan Gini Rasio

Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase penerimaan pendapatan dan persentase total pendapatan yang benar-benar diperoleh selama kurun waktu tertentu misalnya satu tahun (Todaro dan Smith, 2004). Kurva terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk/penerima pendapatan. Kurva Lorenz didasarkan atas perhitungan decile pendapatan yang menjadi 10 bagian yang sama, masing-masing 10 persen pertama, 10 persen kedua, dan seterusnya hingga 10 persen kesepuluh. Kurva nya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka akan mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan semakin timpang atau tidak


(49)

merata. Sisi lain dari Kurva Lorenz adalah dapat menghitung Gini Rasio yaitu suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga angka 1, menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan. Semakin kecil atau semakin mendekati nol pertanda semakin baik atau semakin merata distribusinya. Di lain pihak, apabila koefisiennya semakin besar atau semakin mendekati satu, mengisyaratkan distribusi semakin timpang atau senjang. Secara visual angka Gini Rasio dapat ditaksir langsung dari Kurva Lorenz, yaitu perbandingan luas area yang terletak antara Kurva Lorenz dengan diagonal terhadap luas area segi tiga OBC. Semakin melengkung Kurva Lorenz akan semakin luas area yang dibagi, Gini Rasionya semakin besar, mengisyaratkan distribusi pendapatan yang semakin timpang. Gini Rasio berkisar antara 0 dan 1, 0 (Nol) berarti kemerataan mutlak dan 1 (satu) berarti ketimpangan mutlak. Menurut Oshima dalam Harahap (1998), Keadaan pembagian pendapatan dikatakan Ketimpangan rendah jika nilai Gini Rasionya antara 0,20 – 0,35 dan disebut ketimpangan sedang jika nilai Gini Rasionya antara 0,36 – 0,50 serta disebut ketimpangan tinggi jika nilai Gini Rasionya diatas 0,50.

Tabel 3.2 Kategori Ketimpangan menurut Kriteria Bank Dunia dan Gini Rasio No. Kategori

Ketimpangan

Bank Dunia (40 % Rumah Tangga Kelompok Bawah Menikmati Pendapatan Total Wilayah nya)

Gini Rasio

1. Rendah > 17 0,20 – 0,35

2. Sedang 12 - 17 0,36 – 0,50

3. Tinggi < 12 > 0,50


(50)

Kriteria uji yang diberlakukan untuk hipotesis 1 adalah menerima hipotesis, apabila salah satu kelompok wilayah atau masing-masing kelompok wilayah mempunyai kategori ketimpangan pendapatan rumah tangga yang berbeda dengan lainnya untuk ketiga alat analisis tersebut, sebaliknya menolak hipotesis.

C

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

% Kumulatip Pendapatan

II

% Kumulatip Penduduk

B

Gambar 3.2 Kurva Lorenz (Todaro dan Smith , 2004)

Gini Rasio juga dapat dihitung secara matematis dengan rumus :

{ [ Pi – P(i - 1) ] [ Qi + Q (i - 1) ] }

k

i

GR = 1 - __________________________________ 10.000

Dimana : Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas i k = Banyaknya kelas


(51)

Pi = Persentase kumulatif rumah tangga pada kelas pendapatan ke i.

Untuk hipotesis ke 2 digunakan alat analisis yang sama dengan hipotesis ke 1 dengan kriteria uji menerima hipotesis, apabila ketimpangan pendapatan rumah tangga Kabupaten Deli Serdang tergolong kategori sedang atau tinggi untuk ketiga alat analisis tersebut, sebaliknya menolak hipotesis.

Pada hipotesis ke 3, untuk mengetahui faktor-faktor sosial apa yang mempengaruhi pengeluaran rumah tangga pada wilayah yang mempunyai ketimpangan pendapatan rumah tangga yang tergolong kategori sedang atau tinggi (distribusi pendapatan yang relatif tidak merata), digunakan analisis regresi linear berganda dengan variabel jumlah tanggungan rumah tangga, lama pendidikan kepala rumah tangga, dan umur kepala rumah tangga sebagai variabel yang mempengaruhi dan digambarkan dalam bentuk fungsi :

Y = f ( T, P, U )

Kemudian fungsi tersebut di atas di analisis menggunakan model persamaaan regresi linear berganda yaitu :

Y = a + b T + c P + d U + e Dimana :

Y = Pengeluaran (Rp)

T = Tanggungan Rumah Tangga (jiwa)

P = Pendidikan Kepala Rumah Tangga (tahun) U = Umur Kepala Rumah Tangga (tahun)


(52)

E = Gallat (term error) a = Intercep

b,c,d = Koefisien Regresi.

Dari model tersebut akan dapat dilihat seberapa besar pengeluaran rumah tangga di pengaruhi oleh jumlah tanggungan rumah tangga, lama pendidikan kepala rumah tangga, dan umur kepala rumah tangga. Kemudian dilakukan pengujian secara serempak dengan menggunakan alat uji F dan pengujian secara parsial untuk masing-masing variabel yang mempengaruhi tersebut dengan menggunakan alat uji t melalui Program SPSS Versi 14.0. Pengujian kesignifikanan total, untuk mengetahui pengaruh variabel secara serempak dapat digunakan uji F sebagai berikut :

Hipotesis Ho : Pengeluaran rumah tangga tidak signifikan di pengaruhi oleh jumlah tanggungan (T), lama pendidikan kepala rumah tangga (P) dan umur kepala rumah tangga (U) secara serempak.

H1 : Pengeluaran rumah tangga signifikan di pengaruhi jumlah tanggungan (T), lama pendidikan kepala rumah tangga (P), dan umur kepala rumah tangga (U) secara serempak.

Apabila : F hitung < F tabel, Ho diterima dan H1 ditolak sebaliknya jika F hitung > F tabel, Ho ditolak dan H1 diterima.

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel secara parsial di uji dengan menggunakan uji t sebagai berikut :

Hipotesis Ho : Pengeluaran rumah tangga tidak signifikan di pengaruhi oleh jumlah tanggungan rumah tangga (T) atau lama pendidikan


(53)

kepala rumah tangga (P) atau umur kepala rumah tangga (U) secara parsial.

H1 : Pengeluaran rumah tangga signifikan di pengaruhi oleh jumlah tanggungan rumah tangga (T) atau lama pendidikan kepala rumah tangga (P) atau umur kepala rumah tangga (U) secara parsial.

Apabila : t hitung < t tabel, Ho diterima dan H1 ditolak sebaliknya jika t hitung > t tabel, Ho ditolak dan H1 diterima.

Pada bagian akhir analisis hipotesis ke 5 akan dilakukan pengujian asumsi regresi seperti mendeteksi adanya Heteroskedastisitas, adanya autokorelasi, dan adanya gejala multikolinearitas terhadap model regresi yang diperoleh.

3.5. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Rumah tangga adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya makan bersama dari satu dapur. Yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah jika penggunaan kebutuhan sehari harinya dikelola bersama menjadi satu.

2. Konsumsi ialah kegiatan membeli barang dan jasa untuk memuaskan keinginan, memiliki dan menggunakan barang dan jasa tersebut.


(54)

3. Pengeluaran konsumsi rumah tangga sebulan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga selama sebulan untuk konsumsi seluruh anggota rumah tangga baik untuk kebutuhan makanan maupun kebutuhan non makanan. 4. Pengeluaran rata-rata perkapita/bulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan

rumah tangga sebulan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga baik untuk kebutuhan makanan maupun non makanan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga.

5. Distribusi pendapatan relatif adalah perbandingan jumlah pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan penerima pendapatan, dan penggolongan ini didasarkan kepada besarnya pendapatan yang mereka terima.

6. Pendapatan rumah tangga di ukur dengan pendekatan pengeluaran konsumsi dalam situasi Break Even Point (BEP), situasi dimana semua pendapatan masyarakat digunakan habis untuk konsumsi atau saving tidak ada.


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Letak dan keadaan geografis

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Deli Serdang berada pada 2057’’ Lintang Utara, 3016’’ Lintang Selatan dan 98033’’– 99027’’ Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Letak dan Geografi Kabupaten Deli Serdang

Karakteristik Deskripsi

1.Letak : 2º 57’’ Lintang Utara

3º 16’’ Lintang Selatan

98º 33’’- 99º 27’’ Bujur Timur

2.Luas Wilayah : 2.497,72 Km2 / 249.772 Ha

3.Letak di Atas Permukaan Laut : 0 – 500 M

4.Batas-Batas : Utara , Kab. Langkat dan Selat Malaka

Selatan , Kab. Karo dan Simalungun Barat , Kab.Langkat dan Karo Timur , Kab. Serdang Bedagai

5.Daerah Administratif : Terdiri dari 22 Kecamatan dan 403

Sumber : BPS Deli Serdang, Daerah Dalam Angka 2007

Kabupaten Deli Serdang menempati area seluas 2.497,72 Km2 yang terdiri dari 22 Kecamatan dan 403 Desa/Kelurahan Definitif. Wilayah Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka, di sebelah


(56)

Selatan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Karo dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.

Berdasarkan tinggi di atas permukaan laut, Kabupaten Deli Serdang dikelompokkan menjadi daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi Pegunungan. Pengelompokkan wilayah berdasarkan ketinggian dari atas permukaan laut, mengikuti acuan sebagai berikut (Bappeda Deli Serdang,1995) :

1. Daerah Pantai (Utara), Ketinggian 0 – 10 M di atas permukaan laut. 2. Dataran Rendah (Tengah), Ketinggian 11 – 500 M di atas permukaan laut. 3. Dataran Tinggi Pegunungan (Selatan), Ketinggian > 500 M di atas permukaan

laut.

Dengan pengelompok kan tersebut, maka yang tergolong ke dalam kelompok daerah pantai ada sebanyak 4 Kecamatan dengan 64 Desa/Kelurahan, yang tergolong ke dalam kelompok dataran rendah ada sebanyak 11 Kecamatan dengan 198 Desa/Kelurahan, dan yang tergolong ke dalam kelompok dataran tinggi pegunungan ada sebanyak 7 Kecamatan dengan 141 Desa/Kelurahan. Luas masing-masing kelompok wilayah adalah daerah pantai seluas 630,02 km2 (25,22 %), dataran rendah seluas 802,65 km2 (32,14 %), dan dataran tinggi pegunungan seluas 1065.05 km2 (42.64 %). Rincian secara lengkap tentang luas wilayah, jumlah Kecamatan, jumlah Desa/Kel, dan jumlah rumahtangga menurut pengelompokkan wilayah berdasarkan ketinggian di atas permukaan laut di Kabupaten Deli Serdang dijelaskan sebagaimana Tabel 4.2.


(57)

Tabel 4.2 Pengelompokkan Wilayah Kecamatan Berdasarkan Ketinggian di

Kabupaten Deli Serdang

Kategori Kecamatan Luas

Wilayah (Km-2) Jumlah Desa/Kel. Jumlah Rumah tangga

I. Pantai 1. Hamparan Perak 230.15 20 32028

(Utara) 2. Labuhan Deli 127.23 5 11239

3. Percut Sei Tuan 190.79 20 67836

4. Pantai labu 81.85 19 8680

Jumlah 4 630,02 64 119783

II. Rendah 1. Pancur Batu 122.53 25 18373

(Tengah) 2. Namorambe 62.30 36 6350

3. Galang 150.29 29 14991

4. Tanjung Morawa 131.75 26 38266

5. Patumbak 46.79 8 14874

6. Deli Tua 9.36 6 11386

7. Sunggal 92.52 17 47141

8. Beringin 52.69 11 11595

9. Lubuk Pakam 31.19 13 17067

10. Pagar Merbau 62.89 16 7504

11. Batang Kuis 40,34 11 10453

Jumlah 11 802,65 198 198000

III.Pegunungan 1. Gunung Meriah 76.65 12 735

(Selatan) 2. STM Hulu 223.38 20 2870

3. Sibolangit 179.96 30 5055

4. Kutalimbaru 174.92 14 8086

5.Biru-biru 89.69 17 7300

6. STM Hilir 190.50 15 6977

7. Bangun Purba 129.95 33 8331

Jumlah 7 1065.05 141 39354

Total 22 2497.72 403 357137

Sumber : BPS Deli Serdang, Daerah Dalam Angka 2007 (Data di Olah)

4.1.2. Iklim

Seperti umumnya daerah-daerah lainnya yang berada di kawasan Sumatera Utara, Kabupaten Deli Serdang termasuk daerah yang beriklim tropis dan memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau dan


(58)

musim hujan biasanya ditandai dengan sedikit banyaknya hari hujan dan volume curah hujan pada bulan terjadinya musim.

Menurut catatan Stasiun Klimatologi Sampali, pada tahun 2006 terdapat 16 rata-rata hari hujan dengan volume curah hujan sebanyak rata-rata 223 mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan September yaitu 331 mm dengan hari hujan sebanyak 17 hari. Sedangkan curah hujan paling kecil terjadi pada bulan Januari sebesar 120 mm dengan hari hujan 10 hari.

4.1.3. Sarana dan prasarana pendidikan pada daerah pantai

Tabel 4.3 memberikan gambaran tentang banyaknya sekolah, kelas, guru, maupun keadaan jumlah murid TK negeri maupun swasta menurut Kecamatan pada wilayah pantai Kabupaten Deli Serdang. Terlihat bahwa pada setiap Kecamatan telah mempunyai fasilitas untuk pendidikan pra sekolah, meskipun semua di kelola oleh pihak swasta.

Tabel 4.3 Banyak nya Sekolah, Kelas, Guru, dan Murid TK Negeri dan Swasta pada Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang tahun 2006

Sekolah Kelas Guru Murid

Kecamatan Neg Swas Neg Swas Neg Swas Neg Swas

01. Hamparan

Perak - 13 - 13 - 36 - 508

02. Labuhan

Deli - 3 - 7 - 17 - 135

03. Percut Sei

Tuan - 10 - 10 - 29 - 173

04. Pantai Labu - 2 - 4 - 2 - 48

Jumlah - 28 - 34 - 84 - 864


(59)

Tabel 4.4 memberikan gambaran tentang banyaknya sekolah, kelas, guru, dan keberadaan murid SD baik negeri maupun swasta pada masing-masing Kecamatan di wilayah pantai Kabupaten Deli Serdang. Terlihat bahwa pada setiap Kecamatan telah tersedia fasilitas yang memadai termasuk tenaga pengajar pada tingkat SD.

Tabel 4.4 Banyak nya Sekolah, Kelas, Guru, dan Murid SD Negeri dan Swasta pada Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang tahun 2006

Sekolah Kelas Guru Murid

Kecamatan Neg Swa Neg Swas Neg Swas Neg Swas

01. Hamparan

Perak 63 11 477 75 663 103 15158 2849

02. Labuhan

Deli 11 11 121 92 183 132 4118 3359

03. Percut Sei

Tuan 68 31 718 289 1009 383 25956 9071

04. Pantai Labu 22 3 161 18 201 18 4965 375

Jumlah 164 56 1477 474 2056 636 50197 15654

Sumber : BPS Deli Serdang, Daerah Dalam Angka 2007 (Data di Olah)

Tabel 4.5 memberikan gambaran tentang banyaknya sekolah, kelas, guru, dan keberadaan murid SLTP baik negeri maupun swasta pada masing-masing Kecamatan di wilayah pantai Kabupaten Deli Serdang. Terlihat bahwa pada setiap Kecamatan telah tersedia fasilitas pendidikan SLTP dengan di dukung oleh tenaga pengajar memadai.


(60)

Tabel 4.5 Banyak nya Sekolah, Kelas, Guru, dan Murid SLTP Negeri dan Swasta pada Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang tahun 2006

Sekolah Kelas Guru Murid

Kecamatan Neg Swa Neg Swas Neg Swas Neg Swas

01. Hamparan

Perak 2 15 27 64 80 236 1079 3013

02. Labuhan

Deli 2 6 27 54 103 160 853 3170

03. Percut Sei

Tuan 4 22 73 147 263 435 3050 6543

04. Pantai Labu 2 3 13 3 55 10 871 233

Jumlah 10 46 140 268 501 841 5853 12959

Sumber : BPS Deli Serdang, Daerah Dalam Angka 2007 (Data di Olah)

Tabel 4.6 memberikan gambaran tentang banyaknya sekolah, kelas, guru, dan keberadaan murid SMU baik negeri maupun swasta pada masing-masing Kecamatan di wilayah pantai Kabupaten Deli Serdang. Terlihat bahwa pada setiap Kecamatan telah tersedia fasilitas pendidikan SMU dengan di dukung oleh tenaga pengajar yang memadai.

Tabel 4.6 Banyak nya Sekolah, Kelas, Guru, dan Murid SMU Negeri dan Swasta pada Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang tahun 2006

Sekolah Kelas Guru Murid

Kecamatan Neg Swas Neg Swas Neg Swas Neg Swas

01. Hamparan

Perak 1 4 11 18 53 97 450 791

02. Labuhan Deli 1 3 3 40 17 98 161 2213

03. Percut Sei

Tuan 1 13 16 72 90 251 616 2782

04. Pantai Labu - 2 - 3 - 14 - 110

Jumlah 3 22 30 133 160 460 1227 5896

Sumber : BPS Deli Serdang, Daerah Dalam Angka 2007 (Data di Olah)

Tabel 4.7 memberikan gambaran tentang banyaknya sekolah, kelas, guru, dan keberadaan murid SMK baik negeri maupun swasta pada masing-masing


(61)

Kecamatan di wilayah pantai Kabupaten Deli Serdang. Terlihat bahwa pada Kecamatan Pantai Labu tidak memiliki satu pun fasilitas SMK baik negeri maupun swasta.

Tabel 4.7 Banyak nya Sekolah, Kelas, Guru, dan Murid SMK Negeri dan Swasta pada Wilayah Pantai di Kabupaten Deli Serdang tahun 2006

Sekolah Kelas Guru Murid

Kecamatan Neg Swa Neg Swas Neg Swas Neg Swas

01. Hamparan

Perak - 4 - 24 - 42 - 853

02. Labuhan

Deli - 5 - 38 - 64 - 4608

03. Percut Sei

Tuan 1 11 36 69 157 162 1040 2422

04. Pantai

Labu - - - -

-Jumlah 1 20 36 131 157 268 1040 7883

Sumber : BPS Deli Serdang, Daerah Dalam Angka 2007 (Data di Olah)

4.1.4. Potensi perkebunan rakyat pada dataran tinggi pegunungan

Tabel 4.8 memberikan gambaran luas areal dan produksi tanaman kopi perkebunan rakyat pada dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli Serdang. Terlihat bahwa potensi tersebut menyebar di Kecamatan Gunung Meriah, STM Hulu, Sibolangit dan Kutalimbaru.


(62)

Tabel 4.8 Luas Areal dan Produksi Tanaman Kopi Perkebunan Rakyat di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006

Kecamatan TBM

(Ha) TM (Ha) TTM (Ha) Rata-rata Produksi (Kg/Ha) Jumlah Produksi (Ton) 01. Gunung Meriah 87,00 374,00 - 1100,00 411,40

02. S.T.M Hulu - 27,00 - 950,00 25,65

03. Sibolangit 37,00 204,70 - 790,00 161,71 04. Kutalimbaru 3,00 9,00 11,00 800,00 7,20

05. Biru – biru - - - - -

06. S.T.M Hilir - - - - -

07. Bangun Purba - - - - -

Jumlah 127,00 614,70 11,00 3640,00 605,96

Sumber : BPS Deli Serdang, Daerah Dalam Angka 2007 (Data di Olah)

Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan TM = Tanaman Menghasilkan

TTM = Tanaman Tidak Menghasilkan

Tabel 4.9 memberikan gambaran luas areal dan produksi tanaman kelapa perkebunan rakyat pada dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli Serdang. Terlihat bahwa potensi tersebut menyebar di setiap Kecamatan pada dataran tinggi pegunungan.

Tabel 4.9 Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa Perkebunan Rakyat di Dataran Tinggi Pegunungan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006

Kecamatan TBM

(Ha) TM (Ha) TTM (Ha) Rata-rata Produksi (Kg/Ha) Jumlah Produksi (Ton) 01. Gunung Meriah 16,50 36,00 6,00 800,00 28,80

02. S.T.M Hulu - 19,00 - 1.200,00 22,80

03. Sibolangit 19,50 59,50 6,00 800,00 47,60 04. Namo Rambe 38,50 134,50 46,00 900,00 121,05 05. Biru – biru 80,00 155,00 - 860,00 133,30 06. S.T.M Hilir 2,00 198,00 - 900,00 178,20 07. Bangun Purba 0,50 21,00 39,00 800,00 16,80

Jumlah 157,00 623,00 97,00 6260,00 548,55

Sumber : BPS Deli Serdang, Daerah Dalam Angka 2007 (Data di Olah)

Tabel 4.10 memberikan gambaran luas areal dan produksi tanaman karet perkebunan rakyat pada dataran tinggi pegunungan di Kabupaten Deli Serdang.


(1)

Lampiran 14. Regression (Daerah Pantai)

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Y 2126564.5125 2203463.11294 80

T 4.4750 1.63021 80

P 8.7375 3.41161 80

U 46.5000 13.13031 80

Correlations

Y T P U

Y 1.000 .217 .492 .117

T .217 1.000 .200 -.151

P .492 .200 1.000 -.248

Pearson Correlation

U .117 -.151 -.248 1.000

Y . .027 .000 .151

T .027 . .037 .090

P .000 .037 . .013

Sig. (1-tailed)

U .151 .090 .013 .

Y 80 80 80 80

T 80 80 80 80

P 80 80 80 80

N

U 80 80 80 80

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1

U, T, P(a) . Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Y


(2)

Lampiran 14. Lanjutan

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .570(a) .325 .299 1845486.90176

Model Summary(b)

Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

Durbin-Watson

.325 12.207 3 76 .000 .658

a Predictors: (Constant), U, T, P b Dependent Variable : Y

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 12472226077

0585.800 3 41574086923528.600 12.207 .000(a)

Residual 25884246474

6676.300 76 3405821904561.531

Total 38356472551

7262.100 79

a Predictors: (Constant), U, T, P b Dependent Variable: Y


(3)

Lampiran 14. Lanjutan

Coefficientsa

-3892529 1205732 -3.228 .002 6293952.594 1491104.505

205218.6 130752.5 .152 1.570 .121 -55197.619 465634.754 .217 .177 .148 .949 1.054

341760.5 63745.201 .529 5.361 .000 214800.945 468720.085 .492 .524 .505 .912 1.097

45475.430 16416.527 .271 2.770 .007 12779.082 78171.777 .117 .303 .261 .928 1.078

Model

1 (Constant)

VAR00002 VAR00003 VAR00004

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval for B

Zero-order Partial Part

Correlations

Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: VAR00001 a.

Coefficient Correlations(a)

Model VAR00004 VAR00002 VAR00003

1 Correlations VAR00004 1.000 .107 .224

VAR00002 .107 1.000 -.170

VAR00003 .224 -.170 1.000

Covariances VAR00004 269502366.191 230193859.785 234878145.871 VAR00002 230193859.785 17096218035.295 -1416305130.362

VAR00003 234878145.871 -1416305130.362 4063450610.543

a Dependent Variable: VAR00001

Collinearity Diagnostics(a)

Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

(Constant) VAR00002 VAR00003 VAR00004 (Constant) VAR00002

1 1 3.751 1.000 .00 .01 .01 .00

2 .132 5.325 .01 .05 .38 .25

3 .096 6.267 .00 .76 .36 .03

4 .021 13.433 .99 .18 .25 .71


(4)

Lanjutan 14. Lanjutan

Residuals Statistics(a)

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value -387098.6875 5308099.5000 2126564.5125 1256488.27872 80

Std. Predicted Value -2.001 2.532 .000 1.000 80

Standard Error of

Predicted Value 216986.141 807965.750 395468.836 118622.877 80

Adjusted Predicted

Value -477437.7500 5004646.0000 2130204.1947 1259117.06760 80

Residual -2709731.75000 4664145.50000 .00000 1810106.87406 80

Std. Residual -1.468 2.527 .000 .981 80

Stud. Residual -1.543 2.634 -.001 1.006 80

Deleted Residual -2993188.75000 5072939.50000 -3639.68222 1906738.58689 80

Stud. Deleted Residual -1.558 2.745 .007 1.024 80

Mahal. Distance .105 14.155 2.963 2.562 80

Cook's Distance .000 .154 .013 .024 80

Centered Leverage

Value .001 .179 .038 .032 80

a Dependent Variable: Pengeluaran

Regression Standardized Residual

3 2

1 0

-1 -2

F

reque

ncy

20

15

10

5

0

Histogram

Dependent Variable: Pengeluaran

Mean =2.52E-17 Std. Dev. =0.981


(5)

Lanjutan 14. Lanjutan

Observed Cum Prob

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Ex

pe

cted Cum

P

rob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Pengeluaran

Regression Standardized Predicted Value

3 2

1 0

-1 -2

-3

Reg

re

ssion Studentize

d Delete

d (Pres

s

)

Residual

3

2

1

0

-1

-2

Scatterplot


(6)