mengandung resiko yang lebih besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. 5. Kehidupan nelayan yang miskin juga diliputi oleh kerentanan, misalnya ditunjukkan
oleh terbatasnya anggota keluarga yang secara langsung dapat ikut dalam kegiatan produksi dan ketergantungan nelayan yang sangat besar pada satu mata pencaharian yaitu
menangkap ikan. Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa nelayan adalah orang yang menggantungkan
hidupnya pada sumber daya laut yaitu melalui kegiatan menangkap ikan. Rumah tangga nelayan pada umumnya memiliki persoalan yang kompleks dibandingkan dengan rumah
tangga petani. Rumah tangga nelayan memiliki ciri-ciri khusus seperti penggunaan wilayah pesisir dan lautan sebagai faktor produksi, pendapatan sulit ditentukan karena
tergantung pada musim dan status nelayan, pendidikan nelayan relatif rendah, dan nelayan membutuhkan investasi yang besar tanpa mengetahui hasil yang akan dicapai.
Yang di maksud keluarga nelayan dalam penelitian ini adalah suatu keluarga yang dalam menggantungkan hidupnya melakukan usaha menangkap ikan di laut.
D. Kerangka pikir
Penelitian ini memahami lebih jauh kontribusi sosial budaya penyebab malnutrisi pada balita di keluarga nelayan, dilihat dari penanggulangannya yang tidak dapat dituntaskan
melalui pendekatan secara medis dan bidang kesehatan karena pendekatan tersebut hanya melihat masalah malnutrisi dari aspek biologi manusia. Maka dalam upaya
penanggulangan dan pencegahan masalah malnutrisi memerlukan pendekatan dari segi sosial budaya pada masyarakat. Peneliti melihat adanya kontribusi sosial budaya
mengenai pola asupan pada keluarga yang berkaitan dengan budaya makan, prioritas makan, pola konsumsi dan distribusi, kepercayaan, mitos dan tahayul yang diyakini yang
menjadi penyebab kondisi malnutrisi.
Kesehatan masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan. Kesehatan terjadi di dalam interaksi antara manusia yang berbudaya. Budaya meliputi segala sesuatu yang berada di
sekitar manusia baik secara individu maupun kelompok yang memiliki nilai-nilai atau paham-paham yang berkembang disekitar kehidupan masyarakat. Jadi budaya memiliki
hubungan yang sangat penting bagi kesehatan masyarakat. Budaya di dalam kehidupan masyarakat memiliki berbagai aspek di dalam menunjang kesehatan masyarakat. Sebab
bila budaya dalam masyarakat yang bersifat positif dalam hal kesehatan maka akan sangat menunjang bagi keberhasilan dunia kesehatan dalam menangani permasalahan
gizi. Koentjaraningrat 1984 yang dikutip oleh Santoso dan Ranti, 2003 : 97 menyatakan
bahwa kebiasaan makan individu, keluarga dan masyarakat dipengaruhi oleh: 1. Faktor perilaku termasuk di sini adalah cara berpikir, berperasaan, berpandangan
tentang makanan. Kemudian dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Kejadian ini berulang kali dilakukan sehingga menjadi kebiasaan makan.
2. Faktor lingkungan sosial, segi kependudukan dengan susunan, tingkat, dan sifat- sifatnya.
3. Faktor lingkungan ekonomi, daya beli, ketersediaan uang kontan, dan sebagainya. 4. Lingkungan ekologi, kondisi tanah, iklim, lingkungan biologi, sistem usaha tani,
sistem pasar, dan sebagainya. 5. Faktor ketersediaan bahan makanan, dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang bersifat
hasil karya manusia seperti sistem pertanian perladangan, prasarana dan sarana kehidupan jalan raya dan lain-lain, perundang-undangan, dan pelayanan pemerintah.
6. Faktor perkembangan teknologi, seperti bioteknologi yang menghasilkan jenis-jenis bahan makanan yang lebih praktis dan lebih bergizi, menarik, awet dan lainnya.
Di dalam penelitian malnutrisi dengan pendekatan sosial budaya, ada sebuah model
ekologi antropologi gizi yang dikembangkan oleh Jerome, Kandel, dan Pelto 1980 untuk melihat masalah malnutrisi dan sosial budaya. Sebagaimana model berikut :
Gambar. 1. Model Ekologi dalam Antropologi Gizi
Lingkungan sosial Lingkungan
fisik Individual Biological
Psychobiological needs Makanan
Organisasi sosial Teknologi
Kebudayaan dan
Ideologi
Sumber : Jerome, Pelto Kandel. 1980. “ An Ecological Approach to Nutritional Anthropology.” USA: Redgrave Publishing Company. dalam Nurdin, 2008 : 5.
Dalam gambar model ekologi antropologi gizi Jerome, Kandel, dan Pelto ini dapat dilihat sebuah analisa yang menempatkan pusat modelnya adalah makanan sebagai kebutuhan
biologi. Sedangkan kebudayaan dan ideologi merupakan pelengkap model. Di mana menunjukkan makanan sebagai kebutuhan biologi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Seperti lingkungan sosial, lingkungan fisik, organisasi sosial, teknologi, kebudayaan dan ideologi. Makanan sebagai kebutuhan biologi akan mengalami perubahan apabila
berinteraksi dengan faktor-faktor tersebut. Namun dalam realita pada kehidupan masyarakat masih banyak pula kasus yang
menunjukkan bahwa di dalam kehidupan masyarakat masih sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dan ideologi. Seperti budaya makan, priorotas makan, pola konsumsi dan
distribusi, kepercayaan, mitos, dan tahayul yang ada pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam memilih dan menentukan makanan masyarakat masih dipengaruhi
oleh kebudayaan dan ideologi yang ada secara turun temurun. Hal tersebut dapat berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat. Perilaku dan kebiasaan makan
masyarakat yang salah dapat menyebabkan malnutrisi. Oleh karena itu, di dalam menangani masalah malnutrisi perlu dilihat dengan menggunakan pendekatan sosial
budaya.
III. METODE PENELITIAN