Penggunaan Tepung Umbut Dan Hasil Samping Kelapa Sawit Terhadap Analisa Ekonomi Dan Income Over Feed Cost Domba Jantan Persilangan Sei Putih Selama Tiga Bulan Penggemukkan

(1)

PENGGUNAAN TEPUNG UMBUT DAN HASIL SAMPING KELAPA SAWIT TERHADAP ANALISA EKONOMI DAN INCOME OVER

FEED COST DOMBA JANTAN PERSILANGAN SEI PUTIH SELAMA TIGA BULAN PENGGEMUKKAN

SKRIPSI

OLEH:

M. INDRA SUBEKTI 030306001

IPT

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGGUNAAN TEPUNG UMBUT DAN HASIL SAMPING KELAPA SAWIT TERHADAP ANALISA EKONOMI DAN INCOME OVER

FEED COST DOMBA JANTAN PERSILANGAN SEI PUTIH SELAMA TIGA BULAN PENGGEMUKKAN

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN SKRIPSI OLEH:

M. INDRA SUBEKTI 030306001

IPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian


(3)

2007

Judu l Skripsi : Penggunaan Tepung Umbut dan Hasil Samping Kelapa Sawit Terhadap Analisa Usaha dan Income Over Feed

Domba Jantan Persilangan Sei Putih Selama Tiga Bulan Penggemukkan

Nama : M. Indra Subekti

NIM : 030306001

Departemen : Peternakan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Ir. Tri Hesti Wahyuni, MSc) (Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP) Ketua Anggota

Diketahui Oleh:

(Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP) Ketua Departemen


(4)

ABSTRACT

Muhammad Indra Subekti, 2007. “The Use of Umbut Powder of Oil Palm

on the Economic Analysis and Income Over Feed Cost of Male Sheep With Crossebreeding Sei Putih for Three Months of Fattening”. Under guidance and Counseling of both Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc as the coordinator and DR. Ir. Zulfikar Siregar, MP as sub coordinator.

The present research was carried out at Livestock Biology Laboratory of Livestock Departement of Agriculture Faculty, Sumatera Utara University Medan since Juni 2007 until September 2007.

The objective of the present research was to know the use of meal umbut powder by addition of ration as by-product of oil palm can improve economy analysis and income over feed cost of the male sheep crossebreeding of Sei Putih.

The measured parameters included profit/loss, benefit cost ratio (B/C), break even pint (BEP) of the production cost, break even pint (BEP) of production volume and income over feed cost.

The design used in the present research include Completed Randomized Design with 4 treatments and 5 replications. The treatments included percentage of the umbut flour P0 (0% of umbut flour), P1 (umbut flour 10%), P2 (umbut flour 20%), dan P3 (umbut flour 30%).

The result of the research showed that the highest average total production cost was of 538729.60 and the significance chi-square showed that P3 was significantly different to that of treatment , P1, P2; and the highest average total production volume was of 602488.36 and based on the Duncan-test , it could be known that P0 (0% of umbut flour), P1 (umbut flour 10%), P2 (umbut flour 20%), dan P3 (umbut flour 30%) had the same effect; the highest average profit/loss ratio was of 69021.76; the highest average b/c ratio was of 1.13; the highest average BEP of the production cost was of 5387729.60 and the significance chi-square showed that P3 (umbut flour 30%) was significantly different to that of P0 (0% of umbut flour), P1 (umbut flour 10%), P2 (umbut flour 20%); the highest average; the highest average BEP of production volume was of 1.10 and the highest average IOFC was of 67645.32.

The conclusion is that the use oil palm within by product ration of oil palm has no profitable effect on the profit/loss and has no effect on the business suitability based on benefit cost ratio, and even has no effect on the break even poin of the production volume but it has a large effect on the break even pont of production cost, and has a large effect on the output to total production cost ratio and has an effect on income to total production ratio.


(5)

ABSTRAK

Muhammad Indra Subekti, 2007. “Penggunaan Tepung Umbut Kelapa

Sawit Terhadap Analisa Ekonomi dan Income Over Feed Cost Domba Jantan Persilangan Sei Putih Selama Tiga Bulan Penggemukkan”. Dibawah bimbingan Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc sebagai ketua dan Bapak DR. Ir. Zulfikar Siregar, MP sebagai anggota.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, yang dimulai dari Juni 2007 sampai dengan September 2007.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penggunaan tepung umbut dalam pakan berbasis hasil samping kelapa sawit terhadap income over feed cost dan analisa ekonomi pada domba jantan persilangan Sei Putih.

Penggunaan tepung umbut sawit dalam pakan berbasis hasil samping kelapa sawit dapat meningkatkan nilai income over feed cost dan analisa ekonomi domba jantan persilangan Sei Putih.

Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah laba/rugi, benerfit cost ratio (b/c ratio), break even point (BEP) harga produksi, break even point (BEP) volume produksi dan income over feed cost.

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 5 ulangan, perlakuannya adalah pesentase tepung umbut yaitu P0 (tepung umbut sawit 0%), P1 (tepung umbut sawit 10%), P2 (tepung umbut sawit 20%), dan P3 (tepung umbut sawit 30%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter total biaya produksi berbeda sangat nyata dan dari uji beda nyata jujur diperoleh P3 berbeda sangat nyata dengan P tanpa umbut, P1, dan P2; parameter total hasil produksi adalah berbeda nyata dan dari uji Duncan diperoleh P tanpa umbut, P1, P2 dan P3 memberikan pengaruh yang sama; parameter laba/rugi adalah berbeda tidak nyata; parameter benefit cost rato ratio adalah berbeda tidak nyata; parameter BEP harga produksi adalah berbeda sangat nyata dan dari uji beda nyata jujur diperoleh P3 (tepung umbut 30%) berbeda sangat nyata dengan P0 (tepung umbut 0%), P1 (tepung umbut 10%), dan P2 (tepung umbut 20%); parameter BEP volume produksi adalah berbeda tidak nyata.

Penggunaan tepung umbut kelapa sawit dalam pakan berbasis limbah perkebunan kelapa sawit tidak memberikan keuntungan serta tidak layak (efisien) dijadikan suatu usaha pada penggunaan umbut 0 %, 10 % dan 20 %, tetapi pada penggunaan umbut 30% diikuti dengan bungkil inti sawit 26 % memberikan keuntungan yang baik dan layak dijadikan suatu usaha.


(6)

RIWAYAT HIDUP

M. Indra Subekti, dilahirkan pada 28 April 1985 di Kotamadya Medan

Sumatera Utara. Putra ketiga dari tiga bersaudara dari Ayahanda Alm. Bambang Syukri dan Ibunda H. Fatimah Sum.

Jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti :

1. Memasuki SD Negeri 3 Tapaktuan pada tahun 1991 dan kemudian pada tahun 1993 melanjutkannya ke SD Swasta Harapan di Medan dan menamatkannya pada tahun 1997.

2. Memasuki SLTP Swasta Harapan di Medan pada tahun 1997 dan menamatkannya pada tahun 2000.

3. Memasuki SMU Swasta Harapan di Medan pada tahun 2000 dan menamatkannya pada tahun 2003.

4. Memasuki Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2003 melalui jalur SPMB di Fakultas Pertanian Departemen Peternakan.

Aktivitas yang pernah diikuti penulis selama aktif di perkuliahan:

1. Menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD) Peternakan 2. Menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) 3. Menjadi Asisten Laboratorium Teknologi Hasil Ternak pada tahun 2007 4. Menjadi Asisten Laboratorium Manajemen Ternak Potong pada tahun 2007


(7)

5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di P.T. Lembu Andalas Langkat pada tahun 2006.

6. Melakukan Penelitian di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada bulan Juni sampai September 2007.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Penggunaan Tepung Umbut dan

Hasil Samping Kelapa Sawit Terhadap Analisa Ekonomi dan Income Over Feed Cost Domba Jantan Persilangan Sei Putih Selama Tiga Bulan Penggemukan “

yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Orang tua atas Do’a, dorongan, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Serta kepada Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini ke depan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas saran yang diberikan, dan berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


(9)

Medan, November 2007

Penulis

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba ... 4

Domba Sei Putih ... 4

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Domba ... 5

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ... 6

Pakan Domba ... 7

Pelepah Daun Sawit ... 10

Bungkil Inti Sawit ... 12

Serat Perasan Buah ... 13

Solid Dekanter ... 13

Tepung Umbut Sawit... 14

Urea ... 15


(10)

Garam ... 17

Analisis Ekonomi ... 17

Total Biaya Produksi ... 17

Biaya Tetap ... 17

Biaya Variabel ... 18

Total Hasil Produksi ... 18

Laba/rugi ... 18

B/C Ratio (benefit cost ratio) ... 19

Break even point (BEP) ... 20

Break even point (BEP) Harga Produksi ... 20

Break even point (BEP) Volume Produksi ... 21

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 21

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

Bahan dan Alat Penelitian ... 22

Bahan Penelitian ... 22

Alat Penelitian ... 23

Metode Penelitian ... 24

Parameter Penelitian ... 25

Analisis Ekonomi ... 25

Total Biaya Produksi ... 25

Total Hasil Produksi ... 26

Laba/Rugi ... 26

Benefit cost ratio (B/C Ratio) ... 26

Break even point (BEP) Harga Produksi ... 26

Break even point (BEP) Volume Produksi ... 27

Income Over Feed Cost ... 27

Pelaksanaan Penelitian ... 27

Persiapan Kandang ... 27

Pengacakan Domba ... 27

Pemberian Pakan dan Air Minum ... 27

Pemberian Obat-obatan ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 29


(11)

Total Biaya Produksi ... 29

Total Hasil Produksi ... 30

Laba/Rugi ... 30

Benefit cost ratio (B/C Ratio) ... 31

Break even point (BEP) Harga Produksi ... 32

Break even point (BEP) Volume Produksi ... 32

Income Over Feed Cost ... 33

Pembahasan ... 35

Analisis Ekonomi ... 35

Total Biaya Produksi ... 35

Total Hasil Produksi ... 36

Laba/Rugi ... 37

Benefit cost ratio (B/C Ratio) ... 38

Break even point (BEP) Harga Produksi ... 39

Break even point (BEP) Volume Produksi ... 40

Income Over Feed Cost ... 41

Rekapitulasi Hasil Penelitian... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(12)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi pakan domba ... 9

Tabel 2. Kandungan gizi pelepah daun sawit ... 11

Tabel 3. Kandungan gizi bungkil inti sawit ... 12

Tabel 4. Kandungan gizi serat perasan buah ... 13

Tabel 5. Kandungan gizi solid dekanter... 14

Tabel 6. Kandungan gizi umbut sawit ... 15

Tabel 7. Rataan total biaya produksi selama penelitian ... 29

Tabel 8. Rataan total hasil produksi selama penelitian ... 30

Tabel 9. Rataan laba/rugi selama penelitian ... 31

Tabel 10. Rataan B/C ratio selama penelitian ... 31

Tabel 11. Rataan BEP harga produksi selama penelitian ... 32

Tabel 12. Rataan BEP volume produksi selama penelitian ... 33

Tabel 13. Rataan IOFC selama penelitian ... 33


(13)

Tabel 15. Uji BNJ total biaya produksi... 35

Tabel 16. Analisis ragam total hasil produksi ... 36

Tabel 17. Uji Duncan total hasil produksi ... 36

Tabel 18. Analisis ragam laba/rugi ... 37

Tabel 19. Analisis ragam B/C ratio ... 38

Tabel 20. Analisis ragam BEP harga produksi ... 39

Tabel 21. Uji BNJ BEP harga produksi ... 39

Tabel 22. Analisis ragam BEP volume produksi ... 40

Tabel 23. Analisis ragam IOFC ... 41


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Lampiran kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba ... 48

2. Lampiran kandungan gizi bahan pakan ... 48

3. Lampiran susunan pakan domba... 48

4. Lampiran harga bahan pakan domba ... 50

5. Lampiran harga pakan domba per perlakuan ... 50

6. Lampiran penentuan biaya ... 51

7. Lampiran biaya dan analisa ekonomi ... 55

8. Lampiran data IOFC ... 57


(15)

DAFTAR GAMBAR

Hal


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, kemajuan teknologi dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi, maka kebutuhan akan protein hewani juga semakin meningkat. Dengan demikian akan sangat menguntungkan bila sub sektor peternakan dikedepankan, baik dalam skala kecil maupun besar termasuk di dalamnya peternakan domba yang juga punya andil dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat terutama di kawasan Sumatera Utara. Untuk dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat tersebut, para peternak harus menguasai ekonomi peternakan agar peternakan yang dikelolanya mampu memproduksi domba baik dari segi kuantitas dan kualitas yang akan membawa dampak nilai ekonomis atau keuntungan yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidupnya.


(17)

Dilain sisi peternak sebagai produsen protein hewani masyarakat juga mengalami kesulitan akibat harga pakan yang semakin meningkat. Dengan prinsip ekonomi meraih keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya maka solusi terbaik adalah dengan melihat potensi daerah ataupun kawasan negara tersebut, sampai sejauh mana terdapatnya nilai tambah dan ekonomis dalam penyediaan pakan.

Potensi Indonesia sangat besar dan dapat memenuhi kebutuhan pakan ternak dari tanaman kelapa sawit, sebab tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditi utama perkebunan di Indonesia, luas perkebunan sawit di Indonesia mencapai 4.686.000 ha dengan produksi tandan buah segar 5.456.700 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004). Perkebunan tersebut tersebar pada 16 provinsi termasuk provinsi Sumatera Utara dengan luas areal pada tahun 2005 telah mencapai 948.811 ha yang terdiri dari 196.654 ha perkebunan rakyat, 300.060 ha perkebunan negara dan 452.097 ha perkebunan swasta dengan produksi total 3.439.748 ton. Di perkebunan kelapa sawit tersedia limbah padat berupa pelepah daun sawit, bungkil inti sawit, solid dekanter, umbut kelapa sawit dan serabut buah (serat) yang mengandung protein kasar dan serat kasar yang nilai nutrisinya untuk ternak ruminansia tidak kalah dengan jerami dan rumput.

Oleh karena itu, ditinjau dari ketersediaan limbah perkebunan kelapa sawit yang cukup besar dan pemanfaatnnya dinilai belum optimal serta permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan alternatif pengadaan pakan yang bernilai ekonomis, maka integrasi perkebunan kelapa sawit dengan peternakan


(18)

khususnya ternak domba sebenarnya merupakan agroindustri masa depan yang memberikan harapan dan nilai tambah yang cukup menjanjikan asalkan dikelola dengan baik terutama di wilayah Sumatera Utara.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat penggunaan tepung umbut dalam pakan berbasis hasil samping kelapa sawit terhadap income over feed cost dan analisa ekonomi pada domba jantan persilangan Sei Putih.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi bagi masyarakat khususnya peternak domba dalam pemanfaatan tepung umbut kelapa sawit sebagai salah satu bahan pakan domba.

- Sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan akademis maupun instansi yang berhubungan dengan peternakan.

- Sebagai upaya alternatif dalam pemafaatan limbah tanaman kelapa sawit.

Hipotesis Penelitian

Penggunaan tepung umbut sawit dalam pakan berbasis hasil samping kelapa sawit dapat meningkatkan nilai income over feed cost dan analisa ekonomi domba jantan persilangan Sei Putih.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Domba

Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan hijauan) karena pakan utamanya adalah hijauan yang berupa rumput dan legum. Domba juga merupakan hewan mamalia, karena menyusui anak-anaknya. Sistem pencernaan pakan yang khas di dalam rumen menyebabkan domba juga digolongkan sebagai ternak ruminansia. Sistem pencernaan yang khas inilah yang menyebabkan domba mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas rendah menjadi produk bergizi tinggi, seperti daging dan susu, serta hasil ikutan yang berkualitas tinggi, seperti kulit dan wol (Sodiq dan Abidin, 2002).

Domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaannya, yakni:


(20)

• Cepat berkembang biak, dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali dalam satu tahun.

• Selalu bergerombol bila sedang merumput atau berjalan

• Kurang memilih dalam hal pakan sehingga memudahkan dalam

pemeliharaan

• Menghasilkan pupuk kandang untuk keperluan pertanian

• Sebagai sumber keuangan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang mendadak (Tomaszewska dkk., 1993).

Domba Sei Putih

Domba Sei Putih adalah bangsa domba yang diperoleh dari persilangan yang dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Ternak (SBPT) Sei Putih Galang, Sumatera Utara bekerjasama dengan Small Ruminant-Collaborative Research Support Program (SR-CRSP) sejak tahun 1986. Komposisi darahnya adalah 50% domba lokal Sumatera, 25% domba St. Croix (Virgin Island) dan 25% domba Barbados Blackbelly (Gatenby dkk., 1995).

Koefisien teknis domba Sei Putih (Hair Sheep) : 1. jumlah anak per kelahiran (litter size) adalah 1,35 2. interval beranak (lambing interval) adalah 8 bulan 3. mortalitas anak (lamb-mortality) adalah 15 %

4. produksi anak per induk (lamb production per ewe) adalah 1,7 per tahun yang merupakan perkalian dari litter size dengan angka persentase anak yang hidup dibagi dengan lambing interval


(21)

5. bobot sapih umur 3 bulan adalah 10 kg (Gatenby dkk., 1995).

Domba Sei Putih adalah domba unggul hasil persilangan antara domba lokal Sumatera, domba St. Croix (USA) dan domba Barbados Blackbelly (USA). Kelebihan domba Sei Putih :

• Mampu beradaptasi pada lingkungan tropis dan lembab • Siklus reproduksi sepanjang tahun

Mempunyai laju pertumbuhan yang baik ( 101 gram/hari)

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Domba

Anggorodi (1990) menyatakan bahwa pertumbuhan murni mencakup dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat, daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Pada umumnya pertumbuhan pada ternak mamalia dapat dibagi dalam dua periode utama yakni prenatal dan postnatal.

Domba yang masih muda mempunyai perbandingan tulang dan daging yang lebih tinggi serta mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah daripada hewan dewasa. Akhir-akhir ini diperoleh kecenderungan bahwa para konsumen lebih menyukai daging yang berasal dari domba muda dengan alasan lebih empuk dan hanya sedikit mengandung lemak. Domba yang sejak kecil terus-menerus menerima ransum yang banyak mengandung protein, maka pada waktu dipasarkan dan dipotong akan mempunyai banyak daging (Sumoprastowo, 1993).


(22)

Dalam masa pertumbuhan ada dua hal yang terjadi yaitu adanya kenaikan bobot badan atau komponen tubuh sampai mencapai ukuran dewasa yang disebut pertumbuhan dan adanya perubahan bentuk konformasi disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan jaringan atau bagian tubuh yang berbeda dengan perkembangan. Proses penggemukan termasuk kedalam perkembangan (Hammond dkk., 1976).

Pertumbuhan biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali terhenti. Pola seperti ini menghasilkan kurva pertumbuhan yang terbentuk sigmoid (S). Tahap cepat pertumbuhan terjadi pada saat kedewasaan tubuh hampir tercapai (Anggorodi, 1990).

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Sapi, kerbau, domba dan kambing adalah ternak ruminansia yang mempunyai perut majemuk secara fisiologis sangat berbeda dengan ternak berperut tunggal, seperti babi dan unggas. Ternak ini memamah kembali dan mengunyah pakannya (ruminasi) serta telah beradaptasi secara fisiologis untuk mengkonsumsi pakan yang berserat kasar tinggi (rumput dan hijauan makanan ternak) yang tidak bisa dimanfaatkan langsung oleh manusia. Pakan yang berserat kasar tinggi yang diberikan pada ternak kambing dan domba setelah melalui proses pencernaan dan metabolisme diubah menjadi daging dan susu (Tomaszewska dkk., 1993).

Ternak ruminansia berbeda dengan ternak mamalia lain karena mempunyai dua jenis lambung yaitu abomasum lambung sebenarnya dan lambung muka yang mempunyai tiga ruangan yaitu rumen, retikulum dan omasum. Ternak ruminansia mengunyah makanannya dan mencampurnya dengan sejumlah air liur (saliva)


(23)

sebelum ditelan kembali masuk ke dalam ruangan rumen. Cairan retikulo-rumen mengandung 85% air dan terdapat dalam dua bagian. Bagian bawah adalah cairan yang mengandung makanan halus dalam bentuk suspensi, sedangkan bagian atas terdiri dari makanan kasar dan padat. Isi retikulo-rumen dicampur aduk dengan kontraksi berirama yang terus-menerus dari dinding retikulo-rumen tersebut. Kemampuan lain dari ternak ruminansia adalah mengembalikan makanan dari retikulo-rumen ke mulut (regurgitasi) untuk dikunyah kembali. Oleh proses yang disebut ruminasi, bagian-bagian makanan dari ruang depan (anterior) rumen karena daya vakum/hampa udara ditarik kembali ke oesophagus dan mulut. Bagian cair segera ditelan kembali, sedangkan bagian yang kasar (bolus) dikunyah ulang sebelum dimasukkan kembali kedalam rumen (Tillman dkk., 1991).

Pakan Domba

Bahan baku pakan yang dapat diberikan pada domba terdiri dari dua jenis, yakni hijauan pakan, yang merupakan makanan kasar yang terdiri dari hijauan pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah diintroduksikan, juga beberapa jenis leguminosa. Hijauan pakan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi sebagai sumber gizi yaitu protein, energi, vitamin dan mineral. Jenis pakan yang lain adalah konsentrat, yang merupakan makanan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya akan karbohidrat dan protein seperti jagung kuning, bekatul, dedak, gandum dan bungkil-bungkilan seperti bungkil inti sawit, bungkil kelapa, bungkil kacang kedelai dan bungkil kacang tanah (Murtidjo, 1993).


(24)

Pemeliharaan domba yang efisien dan ekonomis untuk maksud pembibitan, penggemukan, peningkatan persentase kelahiran dan cepat tumbuh berpangkal pada pemberian pakan. Memang dalam hal ini, jumlah pakan dan mutu pakan yang baik tidak bisa merubah tubuh domba yang secara genetik bertubuh kecil menjadi domba yang besar tetapi pemberian pakan dalam jumlah dan mutu yang rendah tidak akan mampu menumbuhkan karkas sesuai dengan sifat genetik yang dimiliki ternak tersebut. Kebutuhan pakan yang dimaksud adalah zat makanan seperti lemak, protein, karbohidrat, vitamin-vitamin, mineral dan air (Sugeng, 1985).

Jumlah kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan setiap hari sangat tergantung pada jenis, umur domba, fase pertumbuhan domba (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh (normal dan sakit), bobot badan dan faktor lingkungan (Kartadisastra, 1997). Pakan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi produktivitas ternak. Kondisi pakan baik kualitas maupun kuantitas yang tidak mencukupi kebutuhan akan menyebabkan produktivitas ternak menjadi rendah yang ditujukkan oleh laju pertumbuhan yang lambat serta bobot badan yang rendah (Martawidjaya dkk., 1999).

Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba

BB BK Energi Protein Ca P (Kg) (Kg) %BB ME TDN Total DD (g) (g) (Mcal) (Kg) (g)

5 10 15 20 25 30 0.14 0.25 0.36 0.51 0.62 0.81 2.8 2.5 2.4 2.6 2.5 2.7 0.6 1.01 1.37 1.8 1.91 2.44 0.61 1.28 0.38 0.5 0.53 0.67 51 81 115 150 160 204 41 68 92 120 128 163 1.91 2.3 2.8 3.4 4.1 4.8 1.4 1.6 1.9 2.3 2.8 2.3


(25)

Dilihat dari kandungan gizinya hasil samping kelapa sawit dapat dijadikan sebagai konsentrat bagi ternak ruminansia seperti yang dituturkan oleh Hasan dan Ishida (1991) bahwa serat sabut sawit dapat digunakan untuk sapi sebesar 40% dan domba 25% sedangkan daun kelapa sawit dapat diberikan pada domba 20-40% dalam pakan. Bungkil Inti Sawit dapat digunakan sampai 30% pada domba sedangkan sludge sawit dapat diberikan 20-30% pada domba (Davendra, 1997).

Penelitian tentang limbah sawit akan semakin mendapatkan perhatian karena semakin sulitnya mencari dan mendapatkan hijauan yang bermutu baik dan ekonomis (Aritonang, 1986).

Skema hasil pengolahan buah kelapa sawit (Ginting dan Boer, 1992):

Pelepah Daun Sawit

Pelepah daun sawit meliputi helai daun, setiap helainya terdiri dari lamina dan midrib, racis tengah, petiol dan kelopak pelepah. Helai daun berukuran 55 cm hingga 65 cm dan menguncup dengan lebar 2.5 cm hingga 4 cm. Setiap pelepah mempunyai


(26)

lebih kurang 100 pasang helai daun. Jumlah pelepah yang dihasilkan meningkat 30-40 batang pada saat tanaman berumur tiga hingga empat tahun

Di perkebunan PT Agricinal, setiap pohon rata-rata dapat menghasilkan 22 pelepah/tahun dengan rataan bobot pelepah 3,25 kg. Dengan demikian setiap hektar tanaman dapat menghasilkan pelepah 9.292 kg. Total bahan kering pelepah yang dihasilkan dalam setahun untuk setiap hektar adalah 1.640 kg. Apabila 4,686 juta hektar pertanaman kelapa sawit Indonesia merupakan tanaman produktif maka bahan kering pelepah yang tersedia mencapai 3.302 ton. Setiap pelepah rata-rata dapat menyediakan daun 0,5 kg, setara dengan 658 kg bahan kering/ha/ tahun (http//www.pustaka.bogor.net, 2003).

Komposisi nutrisi pelepah daun sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan gizi pelepah daun sawit

Uraian Kandungan (%)

Protein Kasar 6,5 a

TDN 56,00 a

Serat Kasar 32,55 a

Lemak Kasar 4,47 a

Bahan Kering 93,4 a

Ca 0,568 b

P 0,157 b

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005) b. Siregar (2003)

Dilihat dari kandungan serat kasar, maka pelepah daun sawit dapat dijadikan sebagai sumber pengganti serat kasar. Pemanfaatan pelepah daun sawit sebagai bahan pakan ternak ruminansia disarankan tidak melebihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa


(27)

sawit seperti bungkil inti sawit, lumpur sawit, dan serat perasan buah (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2003).

Kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa mempengaruhi kecernaan pakan dan telah diketahui bahwa antara kandungan lignin dan kecernaan bahan kering berhubungan erat terutama pada rumput – rumputan (Hasan, 1990).

Lignin dan selulosa sering membentuk senyawa lignoselulose dalam dinding sel tanaman dan merupakan suatu ikatan yang sangat kuat (Sutardi dkk., 1999). Daun kelapa sawit bila dilihat dari kandungan protein kasarnya maka bisa dijadikan sebagai sumber protein dalam pakan ternak ataupun sebagai pengganti sumber protein yang harganya relatif mahal. Tetapi menurut Sutardi (1980) kandungan serat kasanya yang tinggi mempengaruhi kecernaan bahan pakan.

Bungkil Inti Sawit

Bungkil Inti Sawit adalah limbah ikutan proses ekstraksi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya cukup baik tetapi karena serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok untuk ternak monogastrik dan lebih sering diberikan pada ternak ruminansia Batubara, dkk (1992) menyatakan bahwa bungkil inti sawit dapat digunakan sebesar 40% dalam konsentrat domba yang ditambah dengan 20% molases karena bungkil inti sawit mengandung Cu yang cukup tinggi sehingga untuk mencegah timbulnya keracunan perlu dilakukan pembatasan bungkil inti sawit pada pakan ternak domba.


(28)

Bungkil kelapa sawit mengandung nilai nutrisi yang tinggi. Namun, penggunaan bungkil kelapa sawit sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan. Oleh karena itu, bungkil kelapa sawit tersebut

perlu diberikan bersama-sama bahan pakan lainnya (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2003).

Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit

Uraian Kandungan (%)

Protein Kasar 15,4 a

TDN 81 d

Serat Kasar 16,9 a

Lemak Kasar 2,4 a

Bahan Kering 92,6 a

EM (Kkal/kg) 2810 b

Ca 0,100 c

P 0,220 c

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005) b. Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2005)

c. Siregar (2003)

d. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000)

Serat Perasan Buah

Serat perasan buah merupakan hasil ekstraksi minyak sawit. Kandungan protein kasar serat perasan sekitar 6% dan serat kasar 48%. Kemampuan ternak untuk mengkonsumsi serat perasan buah cukup rendah akibat nilai kecernaan yang rendah, yakni hanya 24-30% (Warta penelitian dan pengembangan pertanian, 2003).


(29)

Tabel 4. Kandungan nilai gizi serat perasan buah kelapa sawit

Uraian Kandungan (%)

Protein Kasar 4,0

TDN 30

Serat Kasar 30,0

Lemak Kasar 16,5

Bahan Kering 66,0

Abu 8,5

Ca 0,110

P 0,080

Sumber : Tim Penulis PS (1998)

Serat perasan buah sawit adalah hasil limbah pengolahan kelapa sawit setelah minyak dan biji diambil dalam proses pemerasan. Serat buah sawit ini biasanya digunakan sebagai bahan bakar untuk boiler. Namun penggunaannya hanya cocok untuk ternak ruminansia. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan serat kasarnya (Siregar, 1994). Tingginya kandungan serat kasar tersebut menjadi faktor pembatas penggunaannya dalam pakan ternak. Kandungan serat kasar serat buah sawit hampir menyamai komposisi nutrisi rumput

(Hartadi dkk., 1990).

Solid Dekanter

Limbah minyak sawit “solid exdecanter” sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak, karena limbah ini diproduksi setiap hari sebanyak 6-11 ton (bahan segar) per unit pabrik kelapa sawit, tergantung kapasitas tandan buah segar/jam dari mesin “exdecanter” yang digunakan dan mengandung gizi protein kasar 13,30%, DE 2,7 Mkal/kg (Sianipar dkk., 1995). Kandungan nilai gizi solid dekanter dari berbagai sumber disajikan pada Tabel 5.


(30)

Uraian Kandungan (%)

Protein kasar 13,30 a

TDN 79 d

Serat Kasar 16,30 a

Lemak Kasar 13,70 a

Abu 13.9 b

Ca 0,230 c

P 0,200 c

Sumber : a. Arti (2001)

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000) c. Siregar (2003)

d. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005)

Tepung Umbut Sawit

Umbut kelapa sawit adalah ujung titik tumbuh batang kelapa sawit bertekstur lunak yang akan tumbuh menjadi pelapah dan daun kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit tiap 25 tahun akan melakukan peremajaan tanaman yang biasanya lebih dikenal dengan istilah “replanting”. Sampai saat ini setiap dilakukan replanting terhadap tanaman kelapa sawit, umbutnya tidak dimanfaatkan padahal umbut berpotensi sebagai bahan pakan alternatif karena mengandung energi yang tinggi.

Pada dekade ini, perkelapasawitan di Indonesia memasuki babak baru yaitu sebagian besar akan memasuki generasi kedua. Bahkan di Sumatera Utara dan sebagian Lampung rata-rata memasuki generasi ketiga atau keempat. Diperkirakan luas areal yang siap untuk di-replanting adalah 1,5 juta Ha sehingga dengan asumsi kelapa sawit yang akan replanting per tahun adalah 5% maka tiap tahun kebun di-replanting sebanyak 75.000 Ha/tahun. Kebun kelapa sawit ini sebagian besar terdapat di Sumatera Utara. Alasan replanting adalah produksi tanaman yang sudah turun dan sulitnya pemanenan karena tanaman sudah terlalu tinggi yakni sekitar 17 meter (Susanto dan Hartono, 2002).


(31)

Kandungan nilai gizi umbut kelapa sawit dari berbagai sumber disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan nilai gizi umbut kelapa sawit

Uraian Kandungan (%)

Protein Kasar 12,65 a

TDN 74,46b

Serat Kasar 20,72 a

Lemak Kasar 3,66 a

EM (Kkal/kg) 2630,1 b

Ca 0,45 c

P 1,21 c

Sumber: a. Laboratorium Ilmu MakananTernak, Departemen Peternakan FP USU (2005) b. Laboratorium Ilmu MakananTernak IPB, Bogor (2007)

c. Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU (2006)

Urea

Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi di dalam sistem pencernaan ruminansia. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi protein kasar dan daya cerna. Urea bila diberikan kepada ruminansia akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein, karena dapat disintesis menjadi protein oleh mikroorganisme dalam rumen (Anggorodi, 1984). Menurut yang dilaporkan Basir (1990) selain meningkatkan


(32)

kualitas hijauan, urea juga dapat dimanfaatkan sebagai pengganti protein butir-butiran. Urea juga dapat memenuhi kebutuhan protein untuk pertumbuhan pada produksi ternak ruminansia.

Utomo (1991) menyatakan bahwa penggunaan urea dalam ransum ternak domba sebanyak 4,5% dari pemberian konsentrat belum menunjukkan adanya gejala keracunan. Namun apabila urea diberikan terlalu banyak/berlebihan akan menyebabkan kenaikan pH rumen dan serum darah yang menyebabkan perkembangan dan perkembangbiakan mikroorganisme rumen terhambat.

Tepung Kerang

Sumber mineral adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan mineral yang

cukup tinggi, misalnya garam dapur, kapur makan, tepung ikan, grit kulit bekicot, grit kulit kerang dan grit kulit ikan

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan darah dan pembentukan jaringan yang tumbuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di dalam sel. Penambahan mineral dalam ransum

domba dapat mencegah kekurangan mineral di dalam pakan (Setiadi dan Inounu, 1991).

Bahan Pakan yang diberikan untuk domba tidak akan sempurna bila tidak mengandung mineral, sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan


(33)

gejala–gejala lain yang disebabkan mineral itu. Menurut Tillman dkk (1991) secara umum mineral berfungsi sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan yang keras dan kuat, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa tubuh, memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh, sebagai aktivator sistem enzim tertentu, sebagai komponen dari suatu sistem enzim, mempunyai kepekaan terhadap otot dan syaraf.

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi sebagai pembatas konsumsi yang berlebihan bagi ternak karena adanya rasa asin (Pardede dan Asmira, 1997).

Garam dapur ditambahkan sebanyak 0,5% untuk meningkatkan tingkat konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25–1,75 kg/ekor/hari. Semula pengaruhnya terlihat meningkatkan konsumsi kemudian menurunkan sampai jumlah yang dikehendaki (Parakkasi, 1995).

Analisis Ekonomi

Total Biaya Produksi

Dalam usaha penggemukan domba yang berorientasi bisnis, pencatatan mutlak perlu dilakukan. Tujuannya adalah agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usahanya, sehingga potensi – potensi kejadian yang tidak diinginkan, seperti terjadinya kerugian besar, bisa terhindarkan sejak dini. Selain itu analisis mengenai efisiensi usaha bisa terus dilakukan, sehingga usaha bisa


(34)

berjalan lebih efisien dari waktu ke waktu, yang secara keseluruhan akan semakin meningkatkan jumlah keuntungan.

Pencatatan perlu dilakukan untuk dua pos besar, yaitu pos pengeluaran atau biaya dan pos pendapatan. Pengeluaran atau biaya dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost).

a. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap diartikan sebagai biaya yang besarnya tetap, walaupun hasil produksinya berubah sampai batas tertentu. Termasuk dalam biaya tetap ini adalah sewa lahan, pembuatan kandang, pembelian peralatan dan tenaga kerja.

b. Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya variable (variable cost) adalah biaya yang jumlahnya berubah jika hasil produksinya berubah. Termasuk dalam biaya ini adalah biaya pembelian domba bakalan dan biaya pakan. Biaya pembelian domba bakalan dikatakan sebagai biaya variabel karena biaya tersebut sangat tergantung pada unit domba bakalan yang dibeli dan digemukkan (Sodiq dan Abidin, 2002).

Total Hasil Produksi

Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha, baik yang berupa hasil pokok (penjualan domba yang sudah digemukkan) maupun hasil sampingan (penjualan pupuk kandang) (Sodiq dan Abidin, 2002).


(35)

Laba/rugi

Keuntungan (laba) suatu usaha secara matematis dapat dituliskan K= TR – TC dimana K= Keuntungan, TR= Total penerimaan dan TC= Total pengeluaran (Soekartawi, 1995) mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode .Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk pos – pos pengeluaran (biaya) maupun pos–pos pendapatan. Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat.

Memperoleh suatu laba (keuntungan) dari setiap usaha adalah suatu sasaran dalam berusaha. Jadi, jika merencanakan suatu usaha walaupun sederhana sekalipun diperlukan analisa ekonomi dengan harapan mendapatkan keuntungan. Ini tidak terlepas dari modal saja tetapi juga manajemen dan pemasaran hasil produksi. Padahal tujuan perusahaan pada umumnya adalah mendapatkan laba (keuntungan), menampung tenaga kerja, menaikkan pendapatan masyarakat dan daerah, serta melangsungkan hidup dan usaha ternak tersebut (Murtidjo, 1988).

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan (total revenue) dengan total pengeluaran (total cost). Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat


(36)

digunakan parameter tingkat keuntungan dan kerugian suatu usaha yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya korbanan, dimana bila:

B/C Ratio lebih besar dari 1 : efisien B/C Ratio sama dengan dari 1 : impas B/C Ratio lebih kecil dari 1 : tidak efisien

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio di atas 1 ( >1). Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai B/C Ratio maka semakin tidak efisien usaha tersebut. Rumus untuk mencari B/C Ratio dapat dituliskan sebagai berikut:

B/C Ratio =

Output Input

Break even point (BEP)

Break even point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Jadi analisa BEP (break even point) atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan seorang manajer perusahaan yang mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang dijalankan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian.

Menurut Rahardi, dkk (1993), BEP (break even point) dimaksudkan untuk mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.


(37)

Analisis ini merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel dalam kegiatan usaha, yang menggambarkan posisi biaya total sama dengan penerimaan total. Dengan kata lain, titik ini disebut titik impas.

BEP (break even point) dapat dibagi menjadi dua yaitu :

- BEP harga produksi, dimana diperoleh dari hasil pembagian total

biaya produksi dengan berat hidup domba (kg). Diperoleh dengan rumus:

BEP harga produksi =

oduksi Total

Biaya Total

Pr

- BEP volume produksi, dimana diperoleh dari pembagian total

biaya produksi dengan harga domba (rupiah/kg). Diperoleh dengan rumus:

BEP volume produksi =

oduksi Hasil

Satuan a

H

Biaya Total

Pr arg

(Sodiq dan Abidin, 2002).

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income over feed cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan


(38)

perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini berlangsung selama Empat bulan (dengan persiapan penelitian satu bulan dan adaptasi pakan domba satu bulan) yang dimulai dari Juni 2007 sampai September 2007.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan antara lain:

• Dua puluh ekor domba jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 12,95 ± 2,05 kg.

• Rumput lapangan selama adaptasi domba terhadap pakan inkonvensional (pelepah dan daun sawit, bungkil inti sawit, solid dekanter, serat buah sawit, tepung umbut sawit, urea, garam dan kapur pertanian).


(39)

Pakan 1: 0% tepung umbut sawit + 100% (pelepah sawit + bungkil inti sawit + solid dekanter + serat buah sawit + urea + garam + kapur pertanian)

Pakan 2: 10% tepung umbut sawit + 90% (pelepah sawit + bungkil inti sawit + solid dekanter + serat buah sawit + urea + garam + kapur pertanian)

Pakan 3: 20% tepung umbut sawit + 80% (pelepah sawit + bungkil inti sawit + solid dekanter + serat buah sawit + urea + garam + kapur pertanian)

Pakan 4: 30% tepung umbut sawit + 70% (pelepah sawit + bungkil inti sawit + solid dekanter + serat buah sawit + urea + garam + kapur pertanian)

• Obat-obatan yaitu obat cacing (kalbazen), anti bloat untuk obat kembung, terramycin (salep mata), vitamin B kompleks dan Rhodalon sebagai desinfektan.

• Formalin, sebagai bahan untuk fumigasi • Air minum

Alat yang digunakan antara lain:

• Kandang individual 20 unit dengan ukuran 1 x 0,5 m beserta kelengkapannya


(40)

• Timbangan, untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 50 g, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan.

• Sapu

• Karung plastik • Pisau dan sabit • Alat tulis

• Alat penerangan • Chopper

• Grinder • Sekop • Terpal

Metode penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan.

Perlakuan yang diteliti adalah: P0: 0% tepung umbut sawit

P1: 10% tepung umbut sawit

P2: 20% tepung umbut sawit

P3: 30% tepung umbut sawit

Denah pemeliharaan yang dilaksanakan sebagai berikut: P01 P02 P03 P04 P05


(41)

P11 P12 P13 P14 P15

P21 P22 P23 P24 P25

P31 P32 P33 p34 P35

Dimana: Perlakuan (P0, P1, P 2, dan P3)

Ulangan (1, 2, 3, 4, dan 5)

Untuk ulangan diperoleh dengan rumus sebagai berikut: t (n-1) ≥ 15

4 (n-1) ≥ 15 4n-4 ≥ 15 4n ≥ 19 n ≥ 4,75 ≈ 5

Adapun metode linear yang digunakan adalah:

Yij = µ + τi+ Σij

Dimana:

Yij = hasil pengamatan dari perlakuan berbagai level umbut sawit tingkat ke-i

dan pada ulangan ke-j I = 0,1,2,3 (perlakuan) J = 1,2,3,4,5 (ulangan)

µ = nilai rata-rata (mean) harapan

τi = pengaruh perlakuan berbagai level umbut sawit ke-i

Σij = pengaruh galat (experimental error) perlakuan ke-i dan ulangan ke-j


(42)

Parameter Penelitian

1. Analisis Ekonomi

Analisis Ekonomi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau menguntungkan dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran.

Total Biaya Produksi

Total Biaya Produksi atau total pengeluaran yaitu biaya – biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung:

- Biaya bibit - Biaya pakan - Biaya obat-obatan - Biaya sewa kandang - Biaya perbaikan kandang - Biaya peralatan

- Biaya tenaga kerja

- Biaya fumigasi

Total Hasil Produksi

Total Hasil Produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi diperoleh dengan cara menghitung:


(43)

- Harga jual domba, dan - Penjualan kotoran domba

Laba/rugi

Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara K= TR – TC dimana K= Keuntungan, TR= Total penerimaan dan TC= Total pengeluaran

Benefit cost ratio (B/C Ratio)

Benefit cost ratio (B/C Ratio) diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi.

Break even point ( BEP )

Break even point ( BEP ) yaitu kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. BEP (break even point) dapat dibagi menjadi dua yaitu :

- BEP harga produksi, dimana diperoleh dari hasil pembagian

total biaya produksi dengan berat hidup domba (kg).

BEP harga produksi =

oduksi Total

Biaya Total

Pr

- BEP volume produksi, dimana diperoleh dari pembagian total

biaya produksi dengan harga domba (rupiah/kg).

BEP volume produksi =

oduksi Hasil

Satuan a

H

Biaya Total

Pr arg


(44)

2. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dengan dikurangi dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi petenakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan (dalam kg hidup) demgan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan ternak tersebut (Prawirokusumo, 1990).

Pelaksanaan Penelitian

• Persiapan Kandang

Kandang dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan tempat minum dibersihkan dengan larutan desinfektan.

• Pengacakan Domba

Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor. Penempatan domba dengan sistem acak yang tidak membedakan bobot badan domba. Sebelumnya dilakukan penimbangan awal bobot badan domba.

• Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan adalah pakan dalam bentuk tepung tanpa hijauan dimana semua bahan pakan yang digunakan dijadikan dalam bentuk seperti konsentrat. Pakan diberikan pada pagi hari pada pukul 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00 WIB. Sisa pakan ditimbang pada waktu pagi hari keesokan harinya sesaat sebelum ternak diberi makan kembali untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut. Sebelum dilaksanakan penelitian


(45)

diberikan waktu untuk beradaptasi selama 1 bulan (4 minggu) sedikit demi sedikit. Pemberian air minum dilakukan secara adlibitum, air diganti setiap harinya dan tempatnya dicuci bersih.

• Pemberian Obat – obatan

Ternak domba pertama masuk kandang diberikan obat cacing sebelum penelitian dimulai. Sedangkan obat lainnya diberikan bila ternak sakit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Ekonomi

Total Biaya Produksi

Total Biaya Produksi pada penelitian ini diperoleh dari penjumlahan semua biaya yang dikeluarkan untuk produksi meliputi biaya bibit, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya sewa kandang, biaya perbaikan kandang, biaya peralatan, biaya tenaga kerja dan biaya fumigasi. Rataan total biaya produksi dapat dilihat pada Tabel 7 . Tabel 7. Rataan total biaya produksi selama penelitian

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 524706 529078 527883 527304 525502 2634473 526894.60

P1 527299 530461 529451 527445 521415 2636071 527214.20

P2 538811 521944 529159 532402 535610 2657926 531585.20

P3 538311 538234 538727 538290 540086 2693648 538729.60

Total 2129127 2119717 2125220 2125441 2122613 10622118


(46)

Dari Tabel 7 terlihat bahwa rataan total biaya produksi penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih secara keseluruhan adalah Rp.531.105,90,- dengan kisaran Rp.526894,60,- sampai dengan Rp.538.729,60,- total biaya produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar Rp.538.729,60,- dan total biaya produksi terkecil terdapat pada perlakuan P1 sebesar Rp.526894,60,-.

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi pada penelitian ini diperoleh dari penjumlahan semua biaya yang diperoleh dari hasil produksi yaitu penjualan domba dan penjualan kotoran domba. Rataan total hasil produksi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan total hasil produksi selama penelitian

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 515059.4 585774 553631 541188.8 521488 2717141.2 543428.24

P1 540773.8 521488 489345 495773.6 405773.2 2453153.6 490630.72

P2 611488.4 373630.2 527916.6 579345.4 547202.4 2639583 527916.60

P3 630774.2 572916.8 566488.2 598631.2 643631.4 3012441.8 602488.36

Total 2298095.8 2053809 2137380.8 2214939 2118095 10822319.6

Rataan 574523.95 513452.25 534345.2 553734.75 529523.75 541115.98

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan total hasil produksi penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih secara keseluruhan adalah Rp. 541.115,98,- dengan pendapatan tertinggi pada perlakuan P3 sebesar Rp. 602.488,36,- sedangkan pendapatan terendah terdapat pada perlakuan P1 sebesar Rp.490.630,72,- sedangkan pada perlakuan lainnya P0 sebesar Rp.543.428,24,- dan P2 sebesar Rp.527.916,60,-.


(47)

Laba/Rugi

Laba/rugi pada penelitian ini diperoleh dari selisih antara total hasil produksi dengan total biaya produksi. Dimana total hasil produksi diperoleh dari hasil penjualan domba dan kotorannya, Sedangkan total biaya produksi diperoleh dari jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan. Rataan laba/rugi dapat dilihat pada Tabel 9 .

Tabel 9. Rataan laba/rugi selama penelitian

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 -9646.60 56696.00 25748.00 13884.80 -4014.00 82668.20 16533.64

P1 13474.80 -8973.00 -40106.00 -31671.40 -115641.80 -182917.40 -36583.48

P2 72677.40 -148313.80 -1242.40 46943.40 11592.40 -18343.00 -3668.60

P3 92463.20 34682.80 27761.20 60341.20 103545.40 318793.80 63758.76

Total 168968.80 -65908.00 12160.80 89498.00 -4518.00 200201.60

Rataan 42242.20 -16477.00 3040.20 22374.50 -1129.50 10010.08

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan laba/rugi penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih secara keseluruhan adalah Rp.10.010,08,- dengan keuntungan tertinggi pada perlakuan P3 sebesar Rp.63.758,76,- sedangkan keuntungan P0 sebesar Rp.16.533,64,- dan kerugian tertinggi dialami pada P1 sebesar - Rp. 36.583,48- sedangkan kerugian P2 sebesar - Rp. 3.668,60,-.

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

Untuk Mengetahui Efisiensi usaha yang dilakukan maka harus dicari nilai B/C Rationya. Pada penelitian ini B/C Ratio diperoleh dari hasil pembagian total hasil produksi dengan total biaya produksi. Sehingga diperoleh rataan B/C Ratio seperti pada Tabel 10.


(48)

Tabel 10. Rataan B/C ratio selama penelitian

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 0.98 1.11 1.05 1.03 0.99 5.16 1.03

P1 1.03 0.98 0.92 0.94 0.78 4.65 0.93

P2 1.13 0.72 1.00 1.09 1.02 4.96 0.99

P3 1.17 1.06 1.05 1.11 1.19 5.59 1.12

Total 4.31 3.87 4.02 4.17 3.98 20.36

Rataan 1.08 0.97 1.01 1.04 1.00 1.02

Dari Tabel 10 terlihat bahwa rataan B/C Ratio penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih secara keseluruhan adalah 1,02 dengan kisaran 0,93 sampai dengan 1,12. B/C Ratio tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar 1,12 dan B/C Ratio terkecil terdapat pada perlakuan P1 sebesar 0,93. Sedangkan pada perlakuan lainnya P0 sebesar 1,03 dan P2 sebesar 0,99.

Break Event Point harga produksi

Pada penelitian ini Break Event Point untuk harga produksi diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan jumlah ternak yang dipelihara per perlakuan per ulangan. Sehingga diperoleh analisis BEP Harga produksi seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan BEP harga produksi selama penelitian

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 524706 529078 527883 527304 525502 2634473 526894.60

P1 527299 530461 529451 527445 521415 2636071 527214.20

P2 538811 521944 529159 532402 535610 2657926 531585.20

P3 538311 538234 538727 538290 540086 2693648 538729.60

Total 2129127 2119717 2125220 2125441 2122613 10622118


(49)

Dari Tabel 11 terlihat bahwa rataan BEP harga produksi penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih secara keseluruhan adalah Rp.531.105,90,- dengan kisaran Rp.526894,60,- sampai dengan Rp.538.729,60,- BEP harga produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar Rp.538.729,60,- dan BEP harga produksi terkecil terdapat pada perlakuan P1 sebesar Rp.526894,60,-.

Break Event Point volume produksi

Untuk Break Event Point volume produksi diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan harga domba (rupiah/Kg). Sehingga diperoleh rataan BEP volume produksi seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan BEP volume produksi selama penelitian

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 1.03 0.91 0.97 0.99 1.02 4.92 0.98

P1 0.99 1.03 1.10 1.08 1.31 5.51 1.10

P2 0.89 1.42 1.02 0.93 0.99 5.25 1.05

P3 0.86 0.95 0.96 0.91 0.85 4.54 0.91

Total 3.78 4.32 4.04 3.91 4.17 20.22

Rataan 0.94 1.08 1.01 0.98 1.04 1.01

Dari Tabel 12 terlihat bahwa rataan BEP volume produksi penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih secara keseluruhan adalah 1,01 dengan BEP volume produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 1,10 dan BEP volume produksi terkecil terdapat pada perlakuan P3 sebesar 0,91 sedangkan pada perlakuan lainnya P0 sebesar 0,98 dan P2 sebesar 1,05.


(50)

Income Over Feed Cost diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dengan dikurangi dengan biaya pakan. Sehingga diperoleh rataan IOFC seperti pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan IOFC selama penelitian

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 51309.00 60737.25 84932.00 25711.00 68912.50 291601.75 58320.35

P1 39516.30 4153.80 23564.40 48569.65 -9800.25 106003.89 21200.78

P2 101603.71 -56329.04 46855.56 75812.83 22005.33 189948.39 37989.68

P3 83703.62 19380.53 55688.14 102124.84 77329.44 338226.58 67645.32

Total 276132.63 27942.54 211040.10 252218.31 158447.02 925780.60

Rataan 69033.16 6985.64 52760.03 63054.58 39611.75 46289.03

Dari Tabel 13 terlihat bahwa rataan IOFC penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar 67.645,32 dan IOFC terkecil terdapat pada perlakuan P1 sebesar 21.200,78 sedangkan pada perlakuan lainnya P0 sebesar 58.320,35 dan P2 sebesar 37.989,68. IOFC secara keseluruhan adalah 46.289,03 selama tiga bulan.


(51)

Pembahasan

Total Biaya Produksi

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung umbut kelapa sawit terhadap total biaya produksi domba persilangan Sei Putih maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14.Analisis ragam total biaya produksi

SK DB JK KT F Hitung

F Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 456154533.8 152051511.3 10.48** 3.24 5.29

Galat 16 232248716 14515544.75

Total 19 688403249.8

KK = 0,72% ** = sangat nyata

Hasil yang diperoleh dari Tabel 14 menunjukkan bahwa tepung umbut yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap total biaya produksi penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih. Menurut Hanafiah (2002), dari koefisien keragaman yang diperoleh 0,72% maka uji lanjutan yang digunakan adalah uji BNJ, disajikan pada Tabel 15.


(52)

Perlakuan Rataan N 0.05

P0 526894.60 a

P1 527214.20 ab

P2 531585.20 ab

P3 538729.60 c

Hasil yang diperoleh dari Tabel 15 menunjukkan bahwa tepung umbut yang diberikan menunjukkan bahwa penggunaan tepung umbut yang paling baik diperoleh pada P3, karena pengaruh P3 ini terhadap total biaya produksi berbeda sangat nyata dengan pengaruh penggunaan tepung umbut yang lain yaitu pada P tanpa umbut, P1 dan P2. Sedangkan P1 dan P2 mempunyai pengaruh yang sama terhadap total biaya produksi.

Total Hasil Produksi

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung umbut kelapa sawit terhadap total hasil produksi domba persilangan Sei Putih maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 .Analisis ragam total hasil produksi

SK DB JK KT F Hitung

F Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 32474503414 10824834471 3.31* 3.24 5.29

Galat 16 52367448580 3272965536

Total 19 84841951994

kk = 10,57% * = nyata

Hasil yang diperoleh dari Tabel 16 menunjukkan bahwa tepung umbut yang diberikan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap total hasil produksi penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih. Menurut Hanafiah (2002), dari koefisien


(53)

keragaman yang diperoleh 10,57% maka uji lanjutan yang digunakan adalah uji Duncan, disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji Duncan total hasil produksi

Perlakuan Rataan N 0.05 N 0.01

P1 490630.72 a A

P2 527916.60 ab AB

P0 543428.24 abc ABC

P3 602488.36 bcd ABCD

Hasil yang diperoleh dari Tabel 17 menunjukkan bahwa tepung umbut yang diberikan pada perlakuan P1 berbeda nyata dengan P tanpa umbut, P2 dan P3 karena pada semua perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda dalam menentukan total hasil produksi dari setiap individu domba yang dipelihara. Hal ini sesuai dengan pendapat Sodiq dan Abidin, (2002) menyatakan bahwa pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha, baik yang berupa hasil pokok (penjualan domba yang sudah digemukkan) maupun hasil sampingan (penjualan pupuk kandang).

Laba/Rugi

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung umbut kelapa sawit terhadap laba/rugi domba persilangan Sei Putih maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 .Analisis ragam laba/rugi

SK DB JK KT F Hitung

F Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 26447717784 8815905928 3.03tn 3.24 5.29

Galat 16 46478612862 2904913304


(54)

tn = tidak nyata

Hasil yang diperoleh dari Tabel 18 menunjukkan bahwa tepung umbut yang diberikan berpengaruh tidak nyata (P > 0,05) terhadap laba/rugi penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih. Hal ini dikarenakan total biaya produksi lebih tinggi dari total hasil produksi. Dimana total hasil produksi dipengaruhi oleh konsumsi, pertambahan bobot badan, konversi dan banyaknya kotoran yang dihasilkan. Tingkat konsumsi untuk pakan domba sudah sangat baik namun konversi yang rendah menyebabkan pertambahan bobot badannya tidak terlalu tinggi akibatnya harga penjualan menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo, (1988) menyatakan bahwa bila dalam suatu usaha peternakan dapat mengontrol konsumsi dan harga pakan serendah mungkin tanpa mengabaikan kualitas dari pakan tersebut maka akan diperoleh keuntungan dari usaha peternakan tersebut. Selain itu kotoran domba yang dipelihara dapat juga berperan dalam menambah pendapatan, hal ini sesuai dengan pernyataan Sodiq dan Abidin, (2002) menyatakan bahwa pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha, baik yang berupa hasil pokok (penjualan domba yang sudah digemukkan) maupun hasil sampingan (penjualan pupuk kandang). Namun dari hasil penelitian yang diperoleh penjualan kotoran belum cukup mendukung total hasil produksi dalam menutupi total biaya produksi yang tinggi.


(55)

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung umbut kelapa sawit terhadap B/C domba persilangan Sei Putih maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19.Analisis ragam B/C Ratio

SK DB JK KT F Hitung

F Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 0.093196831 0.03106561 2.96tn 3.24 5.29 Galat 16 0.167673122 0.01047957

Total 19 0.260869954

KK = 10,05% tn = tidak nyata

Hasil yang diperoleh dari Tabel 19 menunjukkan bahwa tepung umbut yang diberikan berpengaruh tidak nyata (P > 0,05) terhadap B/C Ratio penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih. Dimana hasil yang diperoleh total biaya produksi melebihi total hasil produksi sehingga nilai BEP <1 yang berarti penggemukan domba tersebut tidak efisien dan rugi. Hal ini dikarenakan pendapatan yang diperoleh dari total hasil produksi dibandingkan dengan total biaya produksi, yang hasilnya total biaya produksi nilainya melebihi nilai total hasil produksi. Total biaya produksi yang tinggi dipicu dari pembelian bibit yang terlalu mahal sedangkan total hasil produksi yang rendah dipengaruhi harga jual domba yang rendah.

Hal ini sesuai dengan pendapat Karo-karo dkk,(1995) bahwa nilai B/C Ratio >1 maka usaha tersebut menguntungkan, semakin besar nilai B/C Ratio maka usaha dinyatakan efisien.


(56)

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung umbut kelapa sawit terhadap BEP harga produksi domba persilangan Sei Putih maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20.Analisis ragam BEP harga produksi

SK DB JK KT F Hitung

F Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 456154533.8 152051511.3 10.48** 3.24 5.29

Galat 16 232248716 14515544.75

Total 19 688403249.8

KK = 0,72% ** = sangat nyata

Hasil yang diperoleh dari Tabel 20 menunjukkan bahwa tepung umbut yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap BEP harga produksi penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih. Menurut Hanafiah (2002), dari KK yang diperoleh 0,72% maka uji lanjutan yang digunakan adalah uji BNJ, disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Uji BNJ BEP harga produksi

Perlakuan Rataan N 0.05

P0 526894.60 a

P1 527214.20 ab

P2 531585.20 ab

P3 538729.60 c

Hasil yang diperoleh dari Tabel 21 menunjukkan bahwa tepung umbut yang diberikan menunjukkan bahwa penggunaan tepung umbut yang paling baik diperoleh pada P3, karena pengaruh P3 ini terhadap Break Event Point harga produksi berbeda sangat nyata dengan pengaruh penggunaan tepung umbut yang lain yaitu pada P


(57)

tanpa umbut, P1 dan P2. Sedangkan P1 dan P2 mempunyai pengaruh yang sama terhadap total biaya produksi.

Break Event Point harga produksi ini sebenarnya memberikan gambaran tentang harga produsen yang harus dicapai dengan volume produksi yang telah ditentukan agar modal/biaya yang dikeluarkan dapat kembali. Hal Ini sesuai dengan pendapat Rahardi, (1993) yang menyatakan bahwa BEP dimaksudkan untuk mengetahui titik impas (tidak untung tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan dimana dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang telah dikeluarkan.

Break Event Point volume produksi

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung umbut kelapa sawit terhadap BEP volume produksi domba persilangan Sei Putih maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22.Analisis ragam BEP volume produksi

SK DB JK KT F Hitung

F Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 0.105791495 0.035263832 2.13tn 3.24 5.29

Galat 16 0.26447793 0.016529871

Total 19 0.370269425

KK = 12,71% tn = tidak nyata


(58)

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tepung umbut yang diberikan berpengaruh tidak nyata (P > 0,05) terhadap BEP volume produksi penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih.

Break Event Point volume produksi ini sebenarnya memberikan gambaran tentang total produksi yang harus dicapai dalam usaha agribisnis dengan harga produksi (harga domba) yang telah ditentukan agar modal/biaya yang dikeluarkan dapat kembali. Dengan demikian dari Tabel 22 di atas dapat dilihat bahwa titik modal akan tercapai jika volume domba yang dihasilkan untuk P0 adalah sebesar 0.98, P1 sebesar 1.10, P2 sebesar 1.05 dan untuk P3 sebesar 0.91, agar modal/biaya yang dikeluarkan dapat kembali dan hasil uji statistik menunjukkan berpengaruh tidak nyata. Ini sesuai dengan pendapat Sigit, (1991) yang menyatakan bahwa apabila nilai titik impas tersebut telah tercapai maka usaha tersebut tidak mengalami kerugian dan tidak mengalami keuntungan. Sehingga bilamana nilai titik impas tersebut terlampaui maka profit yang diperoleh adalah sebesar selisih antara total pendapatan dengan nilai titik impas.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung umbut kelapa sawit terhadap IOFC domba persilangan Sei Putih maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23.Analisis ragam IOFC

SK DB JK KT F Hitung

F Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 6495716353 2165238784 1.51 tn 3.24 5.29


(59)

Total 19 29496634158

tn = tidak nyata

Hasil yang diperoleh dari Tabel 23 menunjukkan bahwa tepung umbut yang diberikan berpengaruh tidak nyata terhadap IOFC penggemukan domba jantan persilangan Sei Putih. Hal ini dipengaruhi pendapatan yang dihasilkan (pertambahan bobot badan dikali harga jual) dan biaya pakan yang dikeluarkan selama penelitian. Hasil IOFC penelitian ini lebih baik yaitu sebesar 46289,03 selama tiga bulan penelitian dibandingkan IOFC Hadi (2006) 45308,78 yang memberikan empat macam pakan inkonvensional dengan suplementasi EM-4 terhadap domba jantan lepas sapih selama tiga bulan penggemukkan. Pengaruh tepung umbut terhadap kenaikan IOFC (melalui pertambahan bobot badan) cukup baik, disamping juga karena biaya pakan yang murah. Menurut Prawirokusumo (1990) income over feed cost cost dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan biaya pakan yang dikeluarkan selama penelitian.

Rekapitulasi Hasil penelitian

Tabel 24. Rekapitulasi hasil penelitian penggunaan tepung umbut kelapa sawit terhadap analisa ekonomi dan income over feed cost domba jantan persilangan sei putih selama tiga bulan penggemukkan

Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Total Biaya Produksi 526894.60** 527214.20** 531585.20** 538729.60** Total Hasil Produksi 543428.24* 490630.72* 527916.60* 602488.36* Laba/rugi 16533.64 tn -36583.48 -3668.60 63758.76 B/C Ratio 1.03 tn 0.93 tn 0.99 tn 1.12 tn BEP Harga Produksi 526894.60** 527214.20** 531585.20** 538729.60** BEP Volume Produksi 0.98 tn 1.10 tn 1.05 tn 0.91 tn IOFC 58320.35 tn 21200.78 tn 37989.68 tn 67645.32 tn


(60)

* = nyata

** = sangat nyata

Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari total hasil produksi berbeda sangat nyata, total hasil produksi berbeda nyata, laba/rugi berbeda tidak nyata, B/C ratio berbeda tidak nyata, BEP harga produksi berbeda sangat nyata, BEP volume produksi berbeda tidak nyata, dan untuk IOFC berbeda tidak nyata.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan tepung umbut kelapa sawit dalam pakan berbasis limbah perkebunan kelapa sawit pada penggunaan umbut 0 %, 10 % dan 20 % tidak memberikan keuntungan serta tidak layak (efisien) dijadikan suatu usaha, akan tetapi pada penggunaan umbut 30% diikuti dengan bungkil inti sawit 26 % memberikan keuntungan yang baik dan layak dijadikan suatu usaha.


(61)

Saran

Peternak di dalam lahan kelapa sawit disarankan menggunakan tepung umbut kelapa sawit dengan menggunakan alat teknologi tepat guna dan perencanaan yang matang karena cukup sulit untuk dapat memperoleh bahan baku umbut kelapa sawit sehingga berdampak pada biaya produksi yang cukup besar.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta. Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.

Aritonang, D., 1986. Perkebunan Kelapa Sawit Sumber Pakan Ternak di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jakarta.

Arti, T., 2001. Pengujian Kecernaan BK, Organik, VFA Total dan KadarN-NH3

Melalui Suplementasi Seng Pada Ransum Domba Berbasis Limbah Perkebunan Secara In Vitro. Skripsi, Jurnusan Peternakan USU, Medan.


(62)

Basir, H. J., 1990, Penggunaan Limbah Pertanian sebagai Pakan Ternak, Laporan Penelitian Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.

Batubara, L.P., J. Sianipar, S. Elieser, S. Karokaro dan P. Barus, 1992. Pemanfaatan Agroindustri By Product/Waste Sebagai Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Sumatera Utara.

Davendra, C., 1997. Utilization of Feeding Stuff for Livestock in South East Asia. Malaysia Agricultural Research and Development Institute, Serdang Malaysia.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004, Statistik Perkebunan Kelapa Sawit dan Cokelat Indonesia, Jakarta.

Gatenby, R. M., M. Doloksaribu, G. E. Bradford, E. Romjali, L. Batubara and I. Mirza. 1995. Reproductive Performance of Sumatera and Hair Sheep

Crossbred Ewes. SR-CRSP annual report 1994-1995, Sungai Putih, Sumatera

Utara.

Ginting, S.P. dan M. Boer, 1992. Pemberian Bungkil Inti Sawit dan Ampas Minyak Sawit Sebagai Pakan Tambahan pada Sapi. Jurnal Penelitian Peternakan Sungai Putih (JPPS), Vol.1, No.1, Maret 1995, Sumatera Utara.

Hadi, U., 2006. Pemberian Beberapa Pakan Inkonvensional Dengan Suplementasi EM-4 Pada Domba Jantan Lepas Sapih Terhadap Performans dan Income Over Feed Cost Selama Tiga Bulan. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU Medan.

Hammond, J.R., I.L. Mason and T.J. Robinson, 1976. Hammonds Farm Animals. Edward Arnold, London.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan S. Lebdosoekodjo, 1990. Tabel-Tabel Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Published by The International Feedstuff, Institute Utah Agri, Logan, Utah.

Hanafiah, K. A., 2002, Rancangan Percobaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hasan, 1990. Optimum Steaming Condition of Oil palm Press Fiber Processing and Utilization of Oil Palm By Product For Ruminant.


(63)

Hasan, A. and M. Ishida, 1991. Chemical Composition and in vitro Digestibility of Leaf and Petiole from Various Location in Oil Palm Fronds. Malaysian Society of Animal Production, Malaysia.

http://www.pustaka.bogor.net,1993.

Kadariah., 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Karo-karo,S., Junias Sirait and Henk Knipscheer,1995. Farmers shares,Marketing Margin and Demand for small Ruminant in North Sumatera ,Working paper No.150 November.

Kartadisastra, H.R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000. IPB, Bogor.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2005. Departemen Peternakan FP USU, Medan. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2007. IPB, Bogor.

Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, 2004. Galang. Laboratorium Sentral, 2006. Fakultas Pertanian USU, Medan.

Loebis, B. dan P.L. Tobing, 1988. Potensi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Sumatera Utara.

Martawidjaya, M., B. Setiadi dan S.S. Sitorus, 1999. Pengaruh Tingkat Protein Energi Ransum Terhadap Kinerja Produksi Kambing Kacang Muda. Balai Penelitian Ternak, Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(3).


(64)

Murtidjo, B.A., 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta Sodiq, A. dan Z. Abidin, 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis: Penggemukan Domba. Agro Media Pustaka, Jakarta.

N.R.C., 1995. Nutrient Requirement of Sheep. National Academy of Science, Washington DC.

Parakkasi, A., 1995, Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia, UI Press, Jakarta.

Pardede, S. I. dan S. Asmira., 1997, Pengolahan Produk Sampingan Industri Pertanian Menjadi Permen Jilat Untuk Sapi Potong Yang di Pelihara Secara Tradisional, Karya Tulis Ilmiah Bidang Studi Peternakan, Universitas Andalas, Padang.

Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.

Rahardi, F., I. Satyawibawa dan R. N. Setyowati, 1993. Agribisnis Peternakan. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Sa’id, E.G., 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Trubus Agriwidya, Ungaran.

Setiadi, B., dan I. Inounu, 1991, Beternak Kambing-Domba Sebagai Ternak Potong, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Sianipar, J. Leo P. Batubara, Simon E., Artaria M. dan Peter H., 1995. Penggunaan Solid Sawit dalam Pakan Tambahan Domba, JPPS 1 (1), Februari 1995, Sub Balitnak Sei Putih, Galang-Sumut, Indonesia.

Sigit, S., 1991. Analisa Break Even. Rancangan Linier Secara Ringkas dan Praktis. BPFE, Yogyakarta.

Siregar, S. B., 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Siregar, Z., 2003. Peningkatan Pertumbuhan Domba Persilangan dan Lokal Melalui Suplementasi Hidrolisat Bulu Ayam dan Mineral Essensial dalam Ransum Berbasis Limbah Perkebunan. Disertasi Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Sodiq, A., dan Z. Abidin., 2002. Penggemukan Domba. (Kiat Mengatasi

Permasalahan Praktis). Agromedia Pustaka, Jakarta.

Soekartawi., 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.


(1)

Biaya obat-obatan yang dikeluarkan hanya berupa desinfektan yaitu rodhalon seharga Rp. Rp.40.800- dengan rincian per ekor domba dibagi 20 ekor :

D. Biaya sewa kandang

Biaya sewa per bulan Rp.100.000,-

Lama penyewaan 3 bulan = Rp.100.000 x 3 = Rp.300.000-

Dibagi jumlah domba maka biaya sewa setiap individu domba : =

= Rp.15.000,-

E. Biaya perbaikan kandang

Total biaya perbaikan kandang = Rp.74.500,- Dibagi dengan jumlah domba =

= Rp.3.725,-

P0 Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- P1 Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- P2 Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- P3 Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,- Rp.2.040,-

1 2 3 4 5

P0 Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- P1 Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- P2 Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- P3 Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,- Rp.15.000,-

1 2 3 4 5

P0 Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- P1 Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- P2 Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- P3 Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,- Rp.3.725,-


(2)

F. Biaya Peralatan

Total biaya peralatan yang dikeluarkan = Rp.156.000,- Dibagi dengan jumlah domba =

= Rp.7.800,-

G. Biaya tenaga kerja

1 tenaga kerja = 50 ekor domba intensif Jumlah tenaga kerja = 2 orang

Dipelihara = 20 ekor = = 0.4

UMR(upah minimum regional) = Rp.740.000/bulan Lama pemeliharan selama 84 hari (12 minggu) = 3 bulan Biaya 2 tenaga kerja/bulan = 0.4 x 740.000 = Rp.296.000,- Biaya 1 tenaga kerja/bulan =

= Rp.148.000,-

Biaya tenaga kerja untuk setiap individu domba =

= Rp.44.400,-

H. Biaya fumigasi

1 2 3 4 5

P0 Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- P1 Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- P2 Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- P3 Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,- Rp.7.800,-

1 2 3 4 5

P0 Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- P1 Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- P2 Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- P3 Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,- Rp.44.400,-


(3)

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli formalin = Rp.80.000,- Jadi, rincian biaya per individu =

= Rp.4.000,-

TOTAL HASIL PRODUKSI

A. Penjualan domba

Harga per kilogram domba = =

= Rp.32.143-

Cara menentukan harga jual domba, harga per kilogramnya Rp.32.143 x dengan bobot badan akhir dari setiap individu domba

B. Penjualan kotoran domba

Domba menghasilkan kotoran tiap minggunya = 2 karung, 1 karung = 30 kg Jadi kotoran yang dihasilkan = 60 kg/minggunya

Lama pemeliharaan 12 minggu = 12 x 2 karung

1 2 3 4 5

P0 Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- P1 Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- P2 Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- P3 Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,- Rp.4.000,-

1 2 3 4 5

P0 Rp.507.859,- Rp.578.574,- Rp.546.431,- Rp.533.989,- Rp.514.288,- P1 Rp.533.574,- Rp.514.288,- Rp.482.145,- Rp.488.574,- Rp.398.573,- P2 Rp.604.288,- Rp.366.430,- Rp.520.717,- Rp.572.145,- Rp.540.002,- P3 Rp.623.574,- Rp.565.717,- Rp.559.288,- Rp.591.431,- Rp.636.431,-


(4)

= 24 karung dengan berat total 720 kg Harga 1 karung = Rp.6.000

Harga total kotoran domba = 24 x 6000 = Rp.144.000,-

Jadi, setiap domba mampu menghasilkan pendapatan sebesar =

= Rp.7.200,-

7.Lampiran biaya dan analisa ekonomi

1 2 3 4 5

P0 Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- P1 Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- P2 Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- P3 Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,- Rp.7.200,-


(5)

No Uraian P0

1 2 3 4 5

A Biaya Produksi (Rp/ekor)

1.Bibit 416.250 416.250 416.250 416.250 416.250 2.Pakan 31.491 35.863 34.668 34.089 32.287 3.Obat-obatan 2.040 2.040 2.040 2.040 2.040 4.Sewa Kandang 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 5.Perbaikan Kandang 3.725 3.725 3.725 3.725 3.725

6.Peralatan 7.800 7.800 7.800 7.800 7.800

7.Tenaga Kerja (2 orang) 44.400 44.400 44.400 44.400 44.400

8.Fumigasi 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Total Biaya Produksi 524.706 529.078 527.883 527.304 525.502 B Hasil Produksi (Rp/ekor)

Penjualan domba 508.254 579.024 546.856 533.989 514.688 Penjualan kotoran domba 7.200 7.200 7.200 7.200 7.200 Total Hasil Produksi 515059 585774 553631 541189 521488 C Laba / Rugi (Rp) -9.647 56.696 25.748 13.885 -4.014

D B/C Ratio 0,98 1,11 1,05 1,03 0,99

E BEP Harga Produksi (Rp) 524.706 529.078 527.883 527.304 525.502 BEP Volume Produksi 1,03 0,91 0,97 0,99 1,2

No Uraian P1

1 2 3 4 5

A Biaya Produksi (Rp/ekor)

1.Bibit 416.250 416.250 416.250 416.250 416.250 2.Pakan 34.084 37.246 36.236 34.230 28.200

3.Obat-obatan 2.040 2.040 2.040 2.040 2.040

4.Sewa Kandang 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 5.Perbaikan Kandang 3.725 3.725 3.725 3.725 3.725

6.Peralatan 7.800 7.800 7.800 7.800 7.800

7.Tenaga Kerja (2 orang) 44.400 44.400 44.400 44.400 44.400

8.Fumigasi 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Total Biaya Produksi 527.299 530.461 529.451 527.445 521.415

B Hasil Produksi (Rp/ekor)

Penjualan domba 533.989 514.688 482.520 488.954 398.883 Penjualan kotoran domba 7.200 7.200 7.200 7.200 7.200 Total Hasil Produksi 540.774 521.488 489.345 495.774 405.773 C Laba / Rugi (Rp) 13.475 -8.973 -40.106 -31.671 -115.642

D B/C Ratio 1,03 0,98 0,92 0,94 0,78

E BEP Harga Produksi (Rp) 527.299 530.461 529.451 527.445 521.415 BEP Volume Produksi 0,99 1,03 1,10 1,08 1,31


(6)

1 2 3 4 5

A Biaya Produksi (Rp/ekor)

1.Bibit 416.250 416.250 416.250 416.250 416.250 2.Pakan 45.596 28.729 35.944 39.187 42.395

3.Obat-obatan 2.040 2.040 2.040 2.040 2.040

4.Sewa Kandang 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 5.Perbaikan kandang 3.725 3.725 3.725 3.725 3.725

6.Peralatan 7.800 7.800 7.800 7.800 7.800

7.Tenaga Kerja (2 orang) 44.400 44.400 44.400 44.400 44.400

8.Fumigasi 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Total Biaya Produksi 538.811 521.944 529.159 532.402 535.610

B Hasil Produksi (Rp/ekor)

Penjualan domba 604.758 366.715 521.122 572.590 540.422 Penjualan kotoran domba 7.200 7.200 7.200 7.200 7.200 Total Hasil Produksi 611.488 373.630 527.917 579.345 547.202 C Laba / Rugi (Rp) 72.677 -148.314 -1.242 46.943 11.592

D B/C Ratio 1,13 0,72 1,00 1,09 1,02

E BEP Harga Produksi (Rp) 538.811 521.944 529.159 532.402 535.610 BEP Volume Produksi 0,89 1,42 1,02 0,93 0,99

No Uraian P3

1 2 3 4 5

A Biaya Produksi (Rp/ekor)

1.Bibit 416.250 416.250 416.250 416.250 416.250 2.Pakan 45.096 45.019 45.512 45.075 46.871

3.Obat-obatan 2.040 2.040 2.040 2.040 2.040

4.Sewa Kandang 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 5.Perbaikan Kandang 3.725 3.725 3.725 3.725 3.725

6.Peralatan 7.800 7.800 7.800 7.800 7.800

7.Tenaga Kerja (2 orang) 44.400 44.400 44.400 44.400 44.400

8.Fumigasi 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000

Total Biaya Produksi 538.311 538.234 538.727 538.290 540.086

B Hasil Produksi (Rp/ekor)

Penjualan domba 624.059 566.157 559.723 591.891 636.926 Penjualan kotoran domba 7.200 7.200 7.200 7.200 7.200 Total Hasil Produksi 630.774 572.917 566.488 598.631 643.631 C Laba / Rugi (Rp) 92.463 34.683 27.761 60.341 103.545

D B/C Ratio 1,17 1,06 1,05 1,11 1,19

E BEP Harga Produksi (Rp) 538.311 538.234 538.727 538.290 540.086 BEP Volume Produksi 0,86 0,95 0,96 0,91 0,85


Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Limbah Perkebunan Dengan Suplementasi Hidrolisat Tepung Bulu Ayam dan Mineral Esensial Terhadap Performans Domba Jantan Lokal Sumatera dan Domba Jantan Persilangan Sei Putih.

0 35 62

Kajian Penggunaan Semak Bunga Putih (Chromolaena Odorata) Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Pada Domba Jantan Masa Pertumbuhan.

0 29 54

Pemanfaatan Beberapa Hasil Sampingan Tanaman Kelapa Sawit, Padi, dan Jagung terhadap Pertumbuhan dan IOFC Domba Lokal Betina Selama Penggemukan (The Utilization Several Feed Base on Oil Palm, Paddy and Corn by Product to Growth and Income Over Feed Cost o

0 24 6

Pemberian Tiga Macam Konsentrat Terhadap Kualitas dan Persentase Karkas Serta Income Over Feed Cost Domba Sungei Putih Selama Penggemukan (The Usage Three Kind of Concentrates on Quality and Carcass Percentage and Also Income Over Feed Cost of Sungei Puti

0 28 7

Suplementasi Blok Multinutrisi Terhadap Pertumbuhan Domba Jantan Berbasis Hijauan Lapangan

1 31 61

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH JAMUR CHAMPIGNON DALAM RANSUM TERHADAP EFISIENSI PAKAN DAN INCOME OVER FEED COST (IOFC) AYAM BROILER

0 3 1

Pengaruh Pemberian Limbah Sayuran Fermentasi Terhadap Performans dan Income Over Feed Cost (IOFC) Domba Hair Sheep

0 0 9

Pengaruh Pemberian Limbah Sayuran Fermentasi Terhadap Performans dan Income Over Feed Cost (IOFC) Domba Hair Sheep

0 1 3

Pengaruh Pemberian Limbah Sayuran Fermentasi Terhadap Performans dan Income Over Feed Cost (IOFC) Domba Hair Sheep

0 0 11

Pengaruh Pemberian Limbah Sayuran Fermentasi Terhadap Performans dan Income Over Feed Cost (IOFC) Domba Hair Sheep

0 0 2