Pengaruh Pemberian Limbah Sayuran Fermentasi Terhadap Performans dan Income Over Feed Cost (IOFC) Domba Hair Sheep

3

TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba
Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang
meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk
perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta
komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Faktor
jenis kelamin, hormon dan kastrasi serta genotif juga mempengaruhi pertumbuhan.
Dimana konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju
pertumbuhan yang lebih cepat (Soeparno, 1994).
Komponen tubuh secara keseluruhan mengalami pertambahan berat selama
pertumbuhan sampai mengalami kedewasaan. Bagian-bagian dan komponen tubuh
mengalami perubahan selama pertumbuhan dan perkembangan Jaringan-jaringan tubuh
mengalami pertumbuhan maksimal yang berbeda pula. Komposisi kimia komponenkomponen tubuh termasuk tulang, otot dan lemak. Tulang, otot dan lemak merupakan
komponen utama penyusun tubuh (Soeparno, 1994).
Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan pengukuran kenaikan bobot badan
yang dilakukan dengan cara penimbangan secara berkala dan dinyatakan sebagai
pertumbuhan berat badan dalam satuan waktu tertentu: tiap hari, tiap minggu atau tiap
waktu lainnya. Pertumbuhan mempunyai tahap yang cepat dan tahap yang lambat. Tahap

yang cepat terjadi pada saat sampai pubertas dan tahap lambat terjadi pada saat dewasa
tubuh telah tercapai (Tillman et al., 1991).
Pada ternak domba pertumbuhannya pada mulanya lambat, kemudian berubah
menjadi lebih cepat. Tetapi pertumbuhan itu akan kembali lambat sewaktu hewan itu
mendekati kedewasaannya. Pertumbuhan anak domba yang tercepat dimulai semenjak ia

Universitas Sumatera Utara

4

dilahirkan sampai berumur 3-4 bulan, selama inilah merupakan saat yang ekonomis di
dalam pemeliharaan domba. Pertumbuhan selanjutnya diperlukan lebih banyak makanan
karena pertumbuhannya memang telah lambat (Sumoprastowo, 1993).
Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan
mempunyai respon yang baik terhadap pakan yang diberikan dan memiliki efisiensi
produksi yang tinggi dan adanya ragam yang besar dalam konsumsi bahan kering
(Davendra, 1997).

Pakan Ternak Domba
Pakan bagi ternak domba dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang

sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Pakan
sangat esensial bagi ternak domba karena pakan yang baik akan menjadikan ternak
sanggup melaksanakan kegiatan serta fungsi proses dalam tubuh secara normal. Pada
batasan minimal, pakan bagi ternak domba berguna untuk menjaga keseimbangan
jaringan tubuh dan membuat energi sehingga mampu melaksanakan peran dalam proses
metabolisme (Murtidjo, 1993).
Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba

BK

BB
(Kg)

(Kg)

%BB

5
10
15

20
25
30

0,14
0,25
0,36
0,51
0,62
0,81

2,8
2,5
2,4
2,6
2,5
2,7

Energi
ME

TDN
(Mcal)
(Kg)
0,60
1,01
1,37
1,80
1,91
2,44

0,61
1,28
0,38
0,50
0,53
0,67

Protein
Total
DD

(g)
51
81
115
150
160
204

41
68
92
120
128
163

Ca (g)

P (g)

1,91

2,30
2,80
3,40
4,10
4,80

1,4
1,6
1,9
2,3
2,8
2,3

Sumber: NRC (1995) dalam Skripsi Putri (2014).

Rumput kolonjono memiliki kandungan nutrien sebagai berikut : bahan kering
91,60%, bahan organik 88,57%, protein kasar 6,82%, serat kasar 31,24%, lemak kasar

Universitas Sumatera Utara


5

1,63%, abu 16,13%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 44,19%, kalsium 0,35% dan
phosphor 0,87% (Harfiah, 2007).
Domba memerlukan lebih banyak pakan daripada sapi jika dibandingkan dengan
bobot badan, hal ini berhubungan dengan beberapa faktor yaitu bahwa hewan kecil pada
umumnya mempunyai proses pencernaan yang berjalan lebih cepat dan rapi daripada
hewan yang jauh lebih besar. Pakan ternak ruminansia terutama domba adalah rumput
dan hijauan lain yang umumnya berkadar serat kasar tinggi. Kebutuhan nutrien untuk
hidup pokok pada domba dengan bobot badan 30 kg adalah TDN 65%, DE 2,9 Mcal/kg,
ME 2,4 Mcal/kg, PK 13,5%, Ca 0,5 g/ekor/hari dan P 0,22 g/ekor/hari (Umbara, 2009).
Domba mampu mengkonsumsi bahan kering (BK) pakan sebanyak

2,5 - 4

persen dari bobot badan per hari, konsentrat dapat diberikan dua persen dan sisanya
adalah hijauan atau pakan yang berserat tinggi (NRC, 1985).
Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya
terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis,
umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh (normal atau

sakit), dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban dan nisbi udara) serta
bobot badannya. Jadi setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan
yang berbeda (Kartadisastra, 1997)

Limbah Sayuran
Menurut Hadiwiyoto (1993), sampah pasar yang banyak mengandung bahan
organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan dan daundaunan serta dari hasil perikanan dan peternakan. Limbah sayuran adalah bagian dari
sayuran yang sudah tidak dapat digunakan. Limbah buah-buahan terdiri dari limbah buah
semangka, melon, pepaya, jeruk, nenas dan lain-lain sedangkan limbah sayuran terdiri

Universitas Sumatera Utara

6

dari limbah daun bawang, seledri, sawi hijau, sawi putih, kol, limbah kecambah kacang
hijau, klobot jagung, daun kembang kol dan masih banyak lagi limbah-limbah sayur
lainnya. Namun yang lebih berpeluang digunakan sebagai bahan pengganti hijauan untuk
pakan ternak adalah limbah sayuran karena selain ketersediaannya yang melimpah,
limbah sayuran juga memiliki kadar air yang relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan limbah buah-buahan sehingga jika limbah sayuran dipergunakan sebagai bahan

baku untuk pakan ternak maka bahan pakan tersebut akan relatif tahan lama atau tidak
mudah busuk.
Limbah sayuran di pasar umumnya terdiri dari sisa sayur-mayur yang tidak
terjual dan potongan sayur yang tidak bisa dimanfaatkan untuk dikonsumsi manusia.
Limbah sayuran mempunyai kandungan gizi rendah, ditunjukkan dari kandungan serat
kasar yang tinggi dengan kandungan air yang tinggi pula, walaupun dalam basis kering
kandungan protein kasar sayuran cukup tinggi, yaitu
berkisar antara 15% sampai 24%. Limbah sayuran akan bernilai guna jika dimanfaatkan
sebagai pakan melalui pengolahan. Hal tersebut karena pemanfaatan limbah sayuran
sebagai bahan pakan dalam ransum harus bebas dari efek anti nutrisi, terlebih racun yang
dapat menghambat pertumbuhan ternak yang bersangkutan. Limbah sayuran mengandung
anti nutrisi berupa alkaloid dan rentan oleh pembusukan sehingga perlu dilakukan
pengolahan ke dalam bentuk lain agar dapat dimanfaatkan secara optimal dalam susunan
ransum ternak

(Rusmana, 2007).

Bila sampah organik langsung dikomposkan maka produk yang diperoleh hanya
pupuk organik. Namun bila diolah menjadi pakan, sampah tersebut dapat menghasilkan
daging pada ternak dan pupuk organik dari kotoran ternak. Dengan demikian nilai tambah

yang diperoleh akan lebih tinggi sekaligus dapat menyelesaikan masalah pencemaran
lingkungan dan mengatasi kekurangan pakan ternak. Membuat pakan dari sampah antara

Universitas Sumatera Utara

7

lain dapat dimulai dari pemisahan sampah organik dan anorganik, dilanjutkan dengan
pencacahan, fermentasi, pengeringan, penepungan, pencampuran dan pembuatan pelet
(Bestari et al., 2011).
Jenis limbah sawi yang banyak di pasaran yaitu limbah sawi hijau/caisim dan
sawi putih. Sawi memiliki kadar air yang cukup tinggi, mencapai lebih dari 95%,
sehingga umumnya sawi cenderung lebih mudah untuk diolah menjadi asinan. Jika akan
diolah, terlebih dahulu sawi harus dilayukan/dijemur atau dikering-anginkan untuk
mengurangi kadar airnya. Nilai energi dan protein kedua jenis sawi ini setelah
ditepungkan hampir sama, berada pada kisaran 3200 - 3400 Kcal/kg dan 25 - 32 g/100 g.
Kol juga termasuk sayuran dengan kadar air tinggi (>90%) sehingga mudah mengalami
pembusukan/kerusakan. Daun kembang kol merupakan bagian sayuran yang umumnya
tidak dimanfaatkan untuk dikonsumsi manusia. Meski demikian, hasil analisa
menunjukkan bahwa tepung daun kembang kol mempunyai kadar protein yang cukup

tinggi, yaitu 25,18 g/100 g dan kandungan energi metabolis sebesar 3523 Kcal/kg
(Saenab dan Retnani, 2011).
Tabel 2. Kandungan nutrisi beberapa limbah sayuran

Kandungan Nutrisi (%)
Nama Bahan
Daun Wortel a
Daun Kol a
Buncis b
Kol b
Sawi b
Klobot Jagung c
Sumber :

Air
86,22
93,64
90,96
83,61
93,82
-

Abu
2,66
0,29
0,59
1,76
1,30
2,80

Protein

Lemak

3,61
1,26
2,26
3,03
1,42
5,33

0,23
1,26
0,22
0,48
0,15
0,61

Serat
Karbohidrat
Kasar
1,38
5,90
1,73
1,65
2,34
3,75
1,03
48,19
-

a

Balai Riset dan Standarisasi Industri Manado (2014).

b

Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak UNILA (2015).

c

Syananta (2009).

Universitas Sumatera Utara

8

Pengolahan limbah sayuran untuk pakan alternatif ternak berpotensi untuk
membantu menekan biaya pakan ternak yang umumnya dapat mencapai 70% dari seluruh
biaya usaha tani ternak, serta untuk membantu dalam penyediaan bahan pakan ternak
dengan jumlah kebutuhan pakan ternak kambing atau domba per hari per ekor mencapai
4% dari bobot badan, sehingga untuk satu ekor kambing dan domba dengan bobot badan
20 - 30 kg membutuhkan 0,8 - 1 kg pakan

(Saenab dan Retnani, 2011).

Tabel 3. Kandungan nutrisi limbah sayuran (kol, sawi dan klobot jagung) sebelum dan
sesudah fermentasi dengan Effective Microorganism 4 (EM4)

Kandungan Nutrisi (%)
Zat Nutrisi
Kadar Air

Sebelum

Sesudah
5,60

6,51

Bahan Kering

94,40

93,49

Lemak Kasar

1,65

1,41

Protein Kasar

4,18

8,43

Serat Kasar

16,49

10,12

Abu

21,78

21,80

Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan USU (2016)

Fermentasi
Fermentasi secara sederhana didefinisikan sebagai salah satu cara pengolahan
dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang ditambahkan dari luar
ataupun secara spontan sudah terdapat dalam bahan bakunya. Fermentasi adalah suatu
proses perubahan kimia dari senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan
organik lainnya) baik dalam keadaan ada udara (aerob) maupun tanpa udara (anaerob)
melalui kerja enzim yang berasal dari mikroba yang dihasilkan (Tjitjah, 1997).
Limbah sayuran memiliki beberapa kelemahan sebagai pakan, antara lain
mempunyai kadar air tinggi (91,56%) yang menyebabkan cepat busuk sehingga
kualitasnya sebagai pakan cepat menurun. Oleh karena itu, limbah sayur yang tidak bisa
diberikan langsung kepada ternak perlu diolah terlebih dahulu untuk mempertahankan

Universitas Sumatera Utara

9

kualitasnya. Pengolahan dengan cara fermentasi telah mampu mengawetkan dan
mempertahankan

kualitas

sampah

organik

sebagai

bahan

pakan.

Fermentasi

menggunakan starter Lactobacillus bulgaricus dengan aditif dedak dan lama fermentasi
satu minggu menghasilkan produk sampah organik fermentasi dengan kecernaan bahan
kering, kecernaan bahan organik, dan produksi VFA yang sama dengan rumput, serta
produksi NH3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput (Muktiani et al., 2006).
Selama proses fermentasi, terjadi bermacam-macam perubahan komposisi kimia.
Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi
yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya
mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama
fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan enzim-enzim tertentu terhadap bahan
yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana.
Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkannya enzim juga
dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi
peningkatan kadar protein (Sembiring et al., 2006).

Proses Fermentasi
Fermentasi adalah proses perubahan kimiawi yang terjadi pada suatu bahan
sebagai akibat (hasil) dari aktivitas suatu enzim yang menghasilkan CO2 dan alkohol dari
gula dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winarno, 1980).
Perubahan sifat pada bahan fermentasi dapat terjadi sebagai akibat pemecahan
kandungan bahan-bahan pangan tersebut. Mikroba yang berperan dalam proses
fermentasi umumnya dari jenis kapang, khamir, dan bakteri (Winarno dan Fardiaz, 1990).
Fermentasi terbagi dua tipe berdasarkan tipe kebutuhan akan oksigen yaitu tipe
aerobik dan anaerobik. Tipe aerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya memerlukan

Universitas Sumatera Utara

10

oksigen. Sedangkan tipe anaerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya membutuhkan
keadaan tanpa oksigen (Afrianti, 2008).
Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahanperubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan pakan baik dari aspek
gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpannya. Produk fermentasi biasanya
mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya karena adanya enzim
yang dihasilkan dari mikroba itu sendiri (Winarno dan Fardiaz, 1980).

Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan
perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan
pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya
simpannya. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi
daripada bahan aslinya karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroba itu
sendiri (Winarno dan Fardiaz, 1980).
Penambahan bahan-bahan yang mengandung nutrient tertentu kedalam media
fermentasi dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu
bahan yang dapat digunakan sebagai sumber nitrogen pada proses fermentasi adalah urea.
Urea yang ditambahkan kedalam medium fermentasi akan diuraikan oleh enzim urease
menjadi ammonia dan karbondioksida selanjutnya ammonia digunakan untuk
pembentukan asam amino (Fardiaz, 1989).
Perbedaan kadar air dalam proses fermentasi memiliki pengaruh yang signifikan.
Raimbault (1998), menyatakan bahwa kadar air media dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme yang dihasilkan, karena air merupakan media untuk transport sekaligus
sebagai pereaksi pada proses metabolisme mikroorganisme tersebut. Kadar air media
yang terlalu rendah akan memperpanjang fase laju mikroorganisme sehingga
pertumbuhan menjadi lebih lambat. Walaupun tergantung pada jenis mikroorganisme dan

Universitas Sumatera Utara

11

substrat yang digunakan, poses fermentasi umumnya dilakukan pada media yang
mengandung air 30 – 85%.
Tabel 4.

Rataan perubahan jumlah serat kasar sebelum dan sesudah fermentasi
campuran limbah organik pasar dan tepung daun murbei

Perlakuan
P0
P1
P2
P3

Sebelum Fermentasi
(%)
(g)
25,65
18,14
25,07
23,87
23,28
22,70
24,63
23,96

Setelah Fermentasi
(%)
(g)
18,14
16,38
18,35
16,57
17,14
15,90
17,15
15,95

Selisih Serat Kasar
(%)
(g)
7,51
7,62
6,72
7,29
6,14
6,80
7,49
8,02

Sumber: Salido (2012)

Analisis ragam menunjukkan bahwa campuran limbah sayuran dan tepung daun
murbei (Morus alba) sebelum dan sesudah fermentasi tidak berpengaruh nyata (P> 0,05)
terhadap kandungan serat kasar. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang
ditimbulkan dengan penambahan tepung daun murbei dengan imbangan yang berbeda
pada setiap perlakuan. Oleh sebab itu berapapun penambahan tepung daun murbei pada
proses fermentasi, tidak berpengaruh terhadap pengurangan jumlah serat kasar sebelum
dan sesudah fermentasi.

Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan akan lebih banyak jika aliran atau lewatnya pakan cepat,
ukuran partikel yang kecil meningkatkan konsumsi pakan daripada ukuran
partikel yang besar dan konsumsi pakan bertambah jika diberikan pakan yang
berdaya cerna tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah Pakan berkualitas
tinggi akan menyebabkan konsumsi pakan relatif lebih besar dibandingkan pakan
yang berkualitas rendah (Arora, 1989).
Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila pakan
diberikan secara ad libitum. Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh

terhadap

konsumsi pakan. Ternak yang sakitt, walaupun gejala penyakitnya belum jelas, nafsu

Universitas Sumatera Utara

12

makannya turun dan cenderung malas berjalan ketempat pakan maupun minum. Pada
keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan
menurun dan konsumsi air meningkat. Akibatnya, otot-otot daging lambat membesar dan
daya tahan tubuhpun menurun (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa varibel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta
kualitas pakan. Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah
keseimbangan zat pakan dan makna palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan,
umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan palatabilitas) (Rasyaf, 1992).
Jumlah konsumsi pakan dipengaruhi beberapa faktor antara lain palatabilitas,
kecernaan pakan, laju alir pakan, dan status protein (Church,1988). jumlah konsumsi
pakan yang sama akan menghasilkan bobot potong yang sama, selain bobot potong
ternyata bobot tubuh kosong juga berpengaruh sehingga kebutuhan ternak akan terpenuhi
secara sama (Andiwinarti et al.,1999).

Konversi Pakan
Konversi merupakan salah satu indeks yang dapat memperlihatkan sampai sejauh
mana efisiensi usaha ternak dapat menentukan besar kecilnya keuntungan yang diterima
oleh peternak. Konversi ransum sangat penting artinya sebab berkaitan dengan biaya
produksi, biaya pakan adalah yang terbesar dari total biaya produksi (Rasyaf, 1992).
Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik dapat
menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan akan semakin
efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi rendah, namun menghasilkan pertambahan
bobot badan yang tinggi (Martawidjaja, 1998).

Universitas Sumatera Utara

13

Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total
biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. Income Over Feed Cost
merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya
terbesar dalam usaha penggemukan ternak. Income Over Feed Cost diperoleh dengan
mengitung selisih usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan
perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan
dengan harga jual

(Prawirokusumo, 1990 disitasi Mellisa 2010).

Pendapatan usaha adalah perkalian antara hasil produksi peternakan (dalam kg
hidup), sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya ransum yang dikeluarkan untuk
menghasilkan kilogram ternak hidup tersebut. Apabila berkaitan dengan pegangan
produksi dari segi teknis maka dapat diduga bahwa semakin efisien ternak mengubah
makanan menjadi daging semakin baik pula IOFC-nya (Rasyaf, 2004).

Universitas Sumatera Utara