3 pengendalian secara kimiawi. Efektivitas herbisida dalam penggunaan tenaga
kerja dan biaya yang cenderung lebih ekonomis menyebabkan penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma di areal perkebunan sangat dominan.
Selain itu keuntungan herbisida lainnya adalah mampu menekan pertumbuhan gulma tanpa mengganggu tanaman pokok Sukman dan Yakup, 1995.
Konsumsi herbisida semakin tinggi seiring dengan semakin majunya teknologi
budidaya tanaman. Maka upaya-upaya untuk mencari senyawa-senyawa kimia baru yang berpotensi untuk menjadi salah satu herbisida komersial atau
memperoleh formulasi baru dari bahan aktif yang sudah ada atau juga hanya sekedar melakukan tindakan regulasi terus dilakukan. Fluroksipir merupakan
salah satu jenis herbisida yang terus dikembangkan dalam upaya mengendalikan gulma di areal perkebunan kelapa sawit.
Herbisida fluroksipir merupakan herbisida yang bersifat sistemik dan purna
tumbuh yang berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan serta efektif dalam mengendalikan gulma terutama gulma daun lebar seperti Ageratum conyzoides,
Borreria latifolia , Mikania micrantha serta jenis kacang-kacangan seperti
Pueraria javanica Dowagro, 2007.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penelitian ini dilakukan untuk
menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1.
Bagaimana efektivitas herbisida fluroksipir dalam mengendalikan gulma pada gawangan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan?
4 2.
Apakah terjadi perubahan komunitas gulma pada gawangan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan setelah aplikasi fluroksipir?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah tujuan penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut: 1.
Mengetahui efektivitas herbisida fluroksipir dalam mengendalikan gulma pada gawangan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan.
2. Mengetahui perubahan komunitas gulma pada gawangan tanaman kelapa
sawit belum menghasilkan setelah aplikasi fluroksipir.
1.4 Landasan Teori
Gulma dapat menyebabkan kehilangan hasil yang diperkirakan mencapai 10-20.
Sifat kompetitif dari gulma terhadap tanaman budidaya merupakan penyebab dasar dampak negatif yang ditimbulkan. Gulma yang berada di areal pertanaman
akan menyebabkan terjadinya kompetisi diantara keduanya. Kompetisi ini terjadi karena adanya persamaan kebutuhan yang sama untuk tumbuh dan berkembang di
alam. Ruang tumbuh, unsur hara, air, cahaya matahari dan CO
2
merupakan beberapa hal yang diperebutan oleh keduanya. Namun persaingan atau lebih
tepatnya kompetisi diantara gulma dan tanaman tidak akan terjadi apabila unsur- unsur yang diperebutkan dalam jumlah yang cukup. Apabila kebutuhan tanaman
tidak terpenuhi secara optimal, maka hal inilah yang menyebabkan adanya penurunan hasil produksi dari tanaman budidaya Moenandir, 1993.
5 Kehilangan hasil akibat gulma menyebabkan perlu dilakukannya tindakan
pengendalian. Pengendalian gulma pada dasarnya adalah menekan pertumbuhan gulma agar populasinya di areal pertanaman tidak mengganggu kepentingan
manusia. Salah satunya adalah pengendalian secara kimiawi yaitu dengan menggunakan herbisida.
Lahan yang luas, efisiensi tenaga kerja dan waktu, hasil yang tampak lebih cepat,
dan pertimbangan ekonomis menyebabkan pengendalian dengan herbisida lebih dipilih daripada pengendalian gulma dengan cara lainnya. Menurut Sukman dan
Yakup 1995, pengendalian gulma secara kimiawi memiliki keuntungan antara lain dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu tanaman, mencegah
kerusakan perakaran tanaman, lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar dan dapat meningkatkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan
perlakuan biasa. Selain itu cara aplikasi penting dalam penentuan derajat keberhasilan pengendalian gulma, seperti aplikasi yang mengurangi kontak
dengan tanaman budidaya dan memperbanyak kontak dengan gulma sehingga herbisida tidak sampai meracuni tanaman pokok.
Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida akan menyebabkan
perubahan komunitas gulma di lahan tesebut. Perubahan jenis gulma yang lebih besar kemungkinan disebabkan oleh adanya tekanan selektivitas yang lebih tinggi
dari herbisida yang digunakan. Selain diduga karena adanya perbedaan tanggapan masing-masing jenis gulma terhadap perlakuan yang diberikan, serta masih
terdapat jenis gulma lain di sekitar lahan, sehingga diduga perubahan komunitas
6 tersebut diakibatkan oleh pemencaran biji dari daerah sekitarnya dan tumbuh
kembali bagian vegetatif yang tersisa dalam tanah Sastroutomo, 1990. Salah satu herbisida yang sering digunakan untuk mengendalikan gulma pada
lahan sawit adalah herbisida dengan bahan aktif fluroksipir. Fluroksipir adalah herbisida pasca tumbuh yang bersifat sistemik. Herbisida sistemik yaitu herbisida
yang dapat ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama dengan organ gulma ke bagian tubuh lainnya yang menyebabkan seluruh bagian gulma tersebut
akan mengalami kematian total Sukman dan Yakup, 1995.
1.5 Kerangka Pemikiran