Adanya penggolongan narkotika yang bisa kita lihat dalam pasal 2 UU No. 22 tahun 1997 itu. Mengenai Pengadaan narkotika Adanya harus pencantuman label dari obat narkotika Lebih menegaskan peran serta dari masyarakat

2. Ada narkotika sebagai bahan zat baru, sedangkan sanksinya tergantung kepada bahaya dari narkotika tersebut kalau disalahgunakan. 3. Pengaturan bukan saja dibidang lalu lintas perdagangan tapi lebih luas lagi, yaitu tentang menanam, meracik narkotika tersebut. 4. Kalau PMO acaranya bersifat umum, maka UU No. 9 tahun 1976 tidak lagi mengikuti HIR, akan tetapi sudah bersifat khusus. 5. Adanya insentif terhadap mereka yang mengungkapkan narkotika ini 6. Mulai adanya kerjasama secara internasional dalam menanggulangi narkotika 7. Adanya beberapa ketentuan yang menyimpang dari pidana umum antara lain dapat dipidana badan hukum 8. Ancaman pidananya diperberat, bahkan bisa pidana mati. Dan berikut dend ditingkatkan dari Rp. 1 juta bisa menjadi Rp. 50 juta. Tetapi oleh karena berkembangnya narkotika itu dan semakin banyaknya jenis – jenis narkotika, maka oleh UU No. 22 tahun 1997 dicabut UU No. 9 tahun 1976 tadi, sehingga UU No. 22 tahun 1997 melengkapi, menambah isi UU No. 9 tahun 1976 tadi, antara lain :

1. Adanya penggolongan narkotika yang bisa kita lihat dalam pasal 2 UU No. 22 tahun 1997 itu.

Yang dalam hal ini penggolongan narkotika itu didasarkan kepada dapat tidaknya dijadikan obat dan ataupun akibat ketergantungan pemakai terhadap narkotika tersebut. Dalam pasal 2 ayat 2 nya dinyatakan bahwa narkotika ini ada 3 golongannya yaitu : 1. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat untuk kepentingan ilmu pengetahuan saja tidak boleh digunakan dalan terapi serta mempunyai potensi yang sangat tinggi dalam mengakibatkan ketergantunga. 2. Narkotika golongan II Narkotika yang berkhasiat didalam pengobatan dengan catatan sebagai ultimum remedium dan juga digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan mempunyai potensi yang tinggi untuk menimbulkan ketergantungan. 3. Narkotika golongan III Narkotika yang berkhasiat oengobatan biasanya digunakan didalam terapi dan ilmu pengetahuan dan potensi ringan untuk ketergantungan.

2. Mengenai Pengadaan narkotika

Pasal 6 : 2 UU No. 22 tahun 1997 mengatakan : Untuk keperluan tersedianya narkotika demi untuk kepentingan pelayanan ksesehatan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan meneliti kesehatan harus menyusun rencana kebutuhan narkotika tadi akan dapat dijadikan pedoman dalam pengadaan, pengendalian dan pengawasan narkotika secara nasional.

3. Adanya harus pencantuman label dari obat narkotika

Ini dilihat pada pasal 41 dan juga mengenai publikasi dari narkotika yang ditemukan pada pasal 42. Pasal 41 berbunyi : Pada kemasan narkotika harus dibuat labelmerek. Pasal 42 berbunyi : Hanya media tertentu saja yang boleh mengiklankan narkotika, yaitu media cetak ilmu kedokteran dan media cetak ilmu farmasi.

4. Lebih menegaskan peran serta dari masyarakat

Yang ditemukan dalam pasal 57 yang berbunyi : Masyarakat mempunyai kesempatan yang sangat luas dalam rangka membantu pencegahanpemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Penyalahgunaan narkotika : Artinya orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter Peredaran gelap : Adalah setiap kegiatanserangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak dan melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotikan Pengertian tanpa hak : Adalah semua perbuatan syah asal dilegalisir oleh UU kecuali yang tidak boleh Melawan hukum : Adalah menunjukkan tidak sah suatu tindakan atau suatu maksud Pasal 57 ayat 2 : Wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang, apabila mengetahui adanya penyalahgunaan dan peredaran tersebut. Pasal 57 ayat 3 : Pemerintah wajib memberikan jaminan keamanan dan perlindungan kepada pelapor tersebut.

5. Pemusnahan narkotika sebelum putusan yang incracht :