2D dan 3D CRS Stack

Gambar 4.14 Aperture 2 XL10850 Range aperture 50 550 m Gambar 4.15 Aperture 3 XL10850 Range aperture 50 750 m Aperture merupakan salah satu atribut dari metode CRS yang sangat berpengaruh. Semakin besar radius CRS operator, maka semakin tinggi nilai rasio SN. Akan tetapi, berdampak pada berkurangnya resolusi reflektor. Nilai aperture besar, maka berbanding lurus dengan lamanya komputasi pengolahan data dan akan menyebabkan refleksi dekat permukaan menjadi tidak jelas. Kriteria pemilihan parameter yang sesuai pada akhirnya ditentukan oleh kualitas data dari penampang stack yang dinilai secara kualitatif. Gambar 4.16 Aperture 1=50 450 m, b Aperture 2=50550 m, c Aperture 3=50 750 m Dari penampang 2D CRS diatas dapat dilihat bahwa aperture 2 lebih baik kemenerusan reflektornya dibandingkan aperture 1 dan aperture 3 ditunjukkan pada kotak berwarna hitam. Jika dilihat gambar diatas nilai parameter aperture yang dipakai 50 750 m yang menimbulkan efek pada reflector didatarkan, ini dikarenakan pemilihan aperture sangat besar. Walaupun aperture yang optimal dicari dengan menggunakan trial and error, pada penelitian ini aperture 2 yang dipilih yaitu time 0 s digunakan minimum aperture 50 m dan time 3000 s digunakan aperture maksimum 550 m, dimana memiliki nilai aperture yang kecil untuk menghindari dihasilkannya penampang yang terlalu smooth artefak dimana noise dapat diperkuat sehingga sinyal melemah.

4.3.6 Final Stacking

Proses final stacking ini dilakukan untuk mendapatkan penampang stack CRS dengan memasukkan inputan CRS supergather menggunakan referensi analisis kecepatan kedua. Dengan menggunakan informasi refleksi yang terkandung di sekitar titik ZO, maka akan didapatkan suatu permukaan stacking untuk setiap sampel zero offset. Kemudian, dilakukan penjumlahan terhadap nilai sepanjang permukaan stacking tersebut, dan kemudian menaruh nilai tersebut pada titik ZO. Dengan melakukan proses ini untuk tiap titik ZO di sepanjang reflektor target, maka akan didapatkan penampang stacking CRS.

4.3.7 Pencarian Atribut CRS

Tahap ini dilakukan pada data 2D CRS dengan menggunakan inputan data dari konvensional gather dan referensi analisis kecepatan kedua. Pencarian atribut CRS untuk mendapatkan penampang R N , R NIP , dan  serta penampang koherensi. Setiap atribut ini menunjukkan konsistensi adanya kemenerusan reflektor pada penampang CRS stack yang memiliki penampang koherensi yang bernilai tinggi. Tahapan ini dilakukan di perangkat lunak WIT Wave Inversion Technology berbasis seismic unx untuk data 2D CRS, karena di ProMAX atribut CRS tidak dapat dikeluarkan melainkan hanya dapat mencari dan menghitung atribut CRS tersebut. Pada penelitian ini, dilakukan output atribut CRS data 3D dalam tampilan 2D.

4.4 Diagram Alir Penelitian

Gambar 4.17 Diagram Alir Penelitian Mulai Proses 3D CRS Proses 2D CRS CDP Gather Before PSTM SEGY Input 3D Post Geometri Stacking Konvensional QC Geometri 3D CRS ZO Search 3D CRS Stack Stacking Final SEGY Output 3D Konvensional Gather SEGY Input Stacking Konvensional 2D CRS ZO Search 2D CRS Stack Stacking Final SEGY Output Analisis Perbandingan 2D Stack CRS 2D Stack Kon CRS Supergather Kon Gather 3D Stack CRS 3D Stack Kon Kon Gather Analisis Pencarian Atribut CRS Analisis Perbandingan Selesai Dip, Aperture baik sesuai Ya Tidak Perbandingan 2D dan 3D CRS stack

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan : 1. Proses stacking pada 2D dan 3D CRS dipengaruhi oleh dip dan aperture pada operator CRS yang didasarkan pada kualitas data multicoverage, sehingga diperoleh hasil penampang stack yang paling optimal. 2. Penampang seismik yang dihasilkan dengan menggunakan metode CRS stack mampu memperlihatkan kemenerusan reflektor yang lebih baik dan amplitudo yang lebih meningkat dibandingkan hasil penampang seismik menggunakan metode konvensional 3. Hasil penampang CRS stack 3D mampu mempertegas pola reflektor yang lebih baik dibandingkan hasil penampang CRS stack 2D, sehingga memberikan peningkatan citra struktur bawah permukaan yang cukup signifikan.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan data keluaran berupa gather agar dapat dilakukan proses lanjut seperti PreStack ataupun Post Stack Time Migration untuk data 2D maupun 3D. 2. Supergather CRS yang dihasilkan dapat digunakan untuk analisis AVO. 3. Sebaiknya atribut 3D CRS dikeluarkan untuk penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Akbar, T., 2009, Penentuan Model Kecepatan Bawah Permukaan Dengan Metode Tomografi Refleksi Memanfaatkan Atribut Common Reflection Surface, ITB, Bandung. Ariesty, R. K. A., 2012, Aplikasi Metode Common Reflection Surface CRS Stack Pada Data Seismik 2D dan 3D, Thesis Magister, ITB, Bandung. Bakosurtanal, 2002, Peta Provinsi Jawa Barat, Bakosurtanal, Cibinong. Bemmelen, R.W.Van.,1949, The Geology Indonesia, Tha Hague Martinus. Bergler, S., Hubral, P., Marchetti, P., Cristini, A., and Cardone, G., 2002, 3D Common Reflection Surface Stack and Kinematic Wavefield Attributes, The Leading Edge, 21, 10, 1010 1015. Bergler, S., 2004, On The Determination and Use of Kinematic Wavefield Attributes for 3D Seismic Imaging, Dissertation, Universitat Karlshure TH. Djuri, 1973, Peta Geologi Lembar Arjawinangun, Jawa, P3G Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral, Bandung Dunveneck, E., 2004, Velocity Model Estimation With Data Derived Wavefront Attributes: Geophysics, 69, 265 274. Hamilton, W. R., 1979, Tectonics of The Indonesia Region, United States Geological Survey. Hertweck, T., J. Schleicher, and J. Mann, 2007, Data Stacking Beyond CMP: The Leading Edge, 26, 818 827.