Kemurnian Selulosa Serabut Ampas Sagu pada Berbagai Perlakuan Isolasi

KEMURNIAN SELULOSA SERABUT AMPAS SAGU
PADA BERBAGAI PERLAKUAN ISOLASI

EGI MARIAH NURPAGI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kemurnian
Selulosa Serabut Ampas Sagu pada Berbagai Perlakuan Isolasi adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Egi Mariah Nurpagi
NIM G44080073

ABSTRAK
EGI MARIAH NURPAGI. Kemurnian Selulosa Serabut Ampas Sagu pada
Berbagai Perlakuan Isolasi. Dibimbing oleh MUHAMAD FARID dan TUN
TEDJA IRAWADI.
Serabut ampas sagu merupakan limbah yang dihasilkan dari industri
pengolahan pati sagu dan mengandung 42% selulosa. Selulosa ini diisolasi untuk
mendapatkan isolat terbaik melalui beberapa tahapan dan perlakuan, yaitu
preparasi dengan dan tanpa penggilingan, pemasakan dengan NaOH dengan dan
tanpa pemanasan dengan HCl, serta delignifikasi. Penggilingan dan pemanasan
dengan HCl dapat meningkatkan kadar selulosa alfa. Pemanasan dengan HCl
dengan dan tanpa penggilingan menghasilkan kadar selulosa alfa berturut-turut
sebesar 79.96% dan 74.70%, lebih besar dibandingkan dengan tanpa pemanasan
dengan HCl, yaitu berturut-turut sebesar 72.98% dan 63.20%. Spektrum
inframerah transformasi Fourier menunjukkan serapan yang tidak jauh berbeda
antara isolat selulosa dan selulosa komersial dengan serapan khas ikatan βglikosida pada bilangan gelombang 894 cm-1. Pemanasan dengan HCl dengan dan

tanpa penggilingan dapat meningkatkan indeks kristalinitas dengan
menghilangkan sebagian daerah amorf. Termogram diferensial menunjukkan
bahwa isolat mulai kehilangan massa pada suhu 98–102 C dan kehilangan massa
maksimum terjadi pada suhu 352–377 C.
Kata kunci: isolasi, sagu, selulosa

ABSTRACT
EGI MARIAH NURPAGI. Sago Waste Fiber’s Cellulose Purity on Various
Isolation Treatment. Supervised by MUHAMAD FARID and TUN TEDJA
IRAWADI.
Sago waste fibers is wasted by sago starch industry and contain 42%
cellulose. The cellulose was isolated to obtain the best isolate through various
processes and treatments, including preparation with and without grinding,
pulping in NaOH with and without heating in HCl, as well as delignification.
Grinding and heating in HCl treatment were found to increase the alpha cellulose
content. Heating treatment in HCl with and without grinding produced 79.96%
and 74.70%, of alpha cellulose, respectively, higher than without heating in HCl
that was 72.98% and 63.20%, respectively. Fourier transform infrared spectra of
the isolates were not significantly different from a commercial cellulose showing
characteristic by β-glycoside absorption at 894 cm-1. Heating in HCl with and

without grinding also increased the crystallinity index by removing part of the
amorphous region. The differential thermogram showed that the isolates started to
lose the mass at around 98–102 °C and lost the maximum weight lost at around
352–377 oC.
Key words: cellulose, isolation, sago

KEMURNIAN SELULOSA SERABUT AMPAS SAGU
PADA BERBAGAI PERLAKUAN ISOLASI

EGI MARIAH NURPAGI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi :
Nama
NIM

:
:

Kemurnian Selulosa Serabut Ampas Sagu pada Berbagai
Perlakuan Isolasi
Egi Mariah Nurpagi
G44080073

Disetujui oleh

Drs Muhamad Farid, MSi
Pembimbing I


Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun
berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2012 hingga Februari
2013 yang berjudul Kemurnian Selulosa Serabut Ampas Sagu pada Berbagai
Perlakuan Isolasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Muhamad Farid, MSi dan
Ibu Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr Henny Purwaningsih Suyuti, MSi,
Bapak Mohammad Khotib, MSi, Bapak Novriyandi Hanif, DSc, Ibu Prof Ir
Suminar S Achmadi, PhD, dan Bapak Budi Arifin, MSi atas segala diskusi dan

saran berkaitan dengan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ibu, Ayah, serta keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ika, Indah, Baim,
dan staf analis Laboratorium Terpadu atas bantuan dan masukan selama
penelitian. Apresiasi juga penulis ucapkan kepada Ade Irma, Dwi utami, dan Itoh
Khitotul Hayati serta teman-teman Kimia 45 atas saran, semangat, dan
pengalaman selama studi dan penelitian.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2013
Egi Mariah Nurpagi

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


PENDAHULUAN

1

METODE

1

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Selulosa Serabut Ampas Sagu
Analisis Komponen Kimia
Analisis Gugus Fungsi
Analisis Kristalinitas
Analisis Termal
SIMPULAN DAN SARAN

4

11


DAFTAR PUSTAKA

11

RIWAYAT HIDUP

24

5
7
8
9
10

viii

DAFTAR GAMBAR
1
2

3

4
5
6

7

Serabut ela: (a) basah (b) kering
5
Reaksi pencoklatan (browning)
5
Selulosa: a) grinding dengan pemanasan HCl, b) grinding tanpa pemanasan
HCl, c) tanpa grinding dan tanpa pemanasan HCl, dan d) tanpa grinding
dengan pemanasan HCl
6
Persen rendemen isolat selulosa serabut ampas sagu
7
Komposisi kimia selulosa komersial dan isolat selulosa
8

Spektrum FTIR selulosa komersial (---), SE1: perlakuan grinding dengan
pemanasan HCl (---), SE2: perlakuan grinding tanpa pemanasan HCl (---),
SE3: perlakuan tanpa grinding tanpa pemanasan HCl (---), dan SE4:
perlakuan tanpa grinding dengan pemanasan HCl (---).
9
Difraktogram selulosa komersial (---), SE1: perlakuan grinding dengan
pemanasan HCl (---), SE2: perlakuan grinding tanpa pemanasan HCl (---),
SE3: perlakuan tanpa grinding tanpa pemanasan HCl (---), dan SE4:
perlakuan tanpa grinding dengan pemanasan HCl (---).
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7


Pengolahan tepung sagu
Diagram alir penelitian
Data tahap dan perlakuan isolasi selulosa serabut ela
Analisis komponen kimia
Hasil analisis FTIR
Difraktogram Selulosa komersial dan isolate selulosa dari serabut ampas
sagu
Kurva DTA (-) /TGA (---) selulosa komersial dan isolat selulosa dari
serabut ampas sagu

14
14
16
18
19
19
21

1

PENDAHULUAN
Ampas sagu merupakan limbah yang dihasilkan oleh industri pengolahan
pati sagu (Lampiran 1). Areal tanaman sagu di Indonesia sekitar 1.4 juta ha,
dengan 90% luasan terbesar berada di Papua. Satu hektar lahan sagu
menghasilkan 100–200 pohon sagu dan setiap pohon sagu menghasilkan 200–400
kg pati sagu (Bintoro et al. 2010). Jumlah ampas sagu yang dihasilkan bergantung
pada kualitas proses pengolahan pati sagu tersebut. Menurut Matitaputty dan
Alfons (2006), jumlah ampas sagu yang dihasilkan 6 kali lebih banyak
dibandingkan dengan produksi pati sagunya. Sampai saat ini, ampas sagu hanya
sebagian kecil digunakan sebagai pupuk, media tanam (Syakir et al. 2009; Bintoro
2008; Leksana 2000), dan pakan ternak (Sangadji 2009). Penimbunan dan
pembuangan ampas sagu yang berlebih ini akan mencemari lingkungan karena
menimbulkan bau yang tidak sedap (Syakir et al. 2009). Bau ini disebabkan oleh
asam-asam organik yang terbentuk dari proses penguraian bahan organik dengan
bantuan mikroorganisme pada proses pengenapan (Zaitun et al. 2001).
Ampas sagu (ela) mengandung 58.21% pati, 22.45% selulosa, 11.8%
hemiselulosa, 8.95% lignin, dan 1.60% senyawa ekstraktif (Irawadi 2010).
Namun, saat ini teknologi proses pengolahan pati sagu telah berkembang sehingga
menurunkan keberadaan pati pada ampasnya. Menurut Pushpamalar et al. (2006),
selulosa merupakan polimer alami non-pati yang paling banyak terdapat dalam
ampas sagu. Jumlahnya yang cukup banyak menjadikan selulosa sebagai bahan
baku potensial di berbagai industri. Beberapa kajian tentang pemanfaatan selulosa
serabut ela yang dimodifikasi diaplikasikan pada teknologi plastik, membran, dan
fase diam kromatografi kolom. Rojali (2011) telah melakukan modifikasi selulosa
menjadi selulosa benzoat, sedangkan Setyorini (2011) telah memodifikasi selulosa
menjadi selulosa-g-akrilamida sebagai fase diam kromatografi kolom. Oleh
karena itu, proses isolasi selulosa dari serabut ela merupakan tahapan yang
penting.
Penelitian ini bertujuan mengisolasi selulosa dari ampas sagu melalui
beberapa tahap dan perlakuan, yaitu preparasi sampel dengan dan tanpa grinding,
proses pulping dengan dan tanpa pemanasan dengan HCl, dan delignifikasi
menggunakan peroksida. Selanjutnya, isolat selulosa tersebut dicirikan dan
dibandingkan dengan selulosa komersial melalui analisis komponen kimia
(selulosa alfa, holoselulosa, dan lignin), analisis gugus fungsi dengan
spektrometer inframerah transformasi Fourier (FTIR), analisis kristalinitas dengan
difraktometer sinar-X (XRD), dan analisis termal dengan penganalisis termal
diferensial/penganalisis termogravimetri (DTA/TGA).

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, mesin penggiling, pengaduk
magnet, motor pengaduk, hot plate, termometer, spektrofotometer FTIR IR

2

Prestige-21 Shimadzu, XRD Rigaku D/Max 2500, DTG-60H FC-60A TA-60WS,
neraca analitik, dan oven.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serabut ela dari
industri pati sagu (Tanah Baru, Bogor), selulosa komersial (Sigma-Aldrich), HCl
p.a (Merck), NaOH teknis, H2O2 teknis, H2SO4 p.a (Merck), dan KBr untuk
spektroskopi IR.

Lingkup Kerja
Penelitian ini terbagi dalam beberapa tahap, yaitu isolasi selulosa (preparasi
sampel, pulping, dan delignifikasi), pencirian isolat selulosa (penetapan kadar
holoselulosa, α-selulosa, dan lignin), analisis gugus fungsi, analisis kristalinitas,
dan analisis termal (Lampiran 2). Empat kombinasi perlakuan isolasi serabut ela
ditunjukkan pada Tabel 1.

Perlakuan
SE1
SE2
SE3
SE4

Tabel 1 Tahap dan perlakuan isolasi serabut ampas sagu
Tahap preparasi
Tahap pulping
Tahap
delignifikasi
Grinding
Pemanasan dengan HCl









Isolasi Selulosa
Preparasi Sampel Ampas Sagu
Serabut ela yang diambil dari industri sagu di daerah Tanah Baru, Bogor
dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Serabut yang sudah kering
sebagian di-grinding (E1, E2), sebagian lagi tidak (E3, E4). Selanjutnya, isolat
selulosa dicirikan yang terdiri atas kadar holoselulosa, kadar selulosa alfa, dan
kadar lignin.
Pemasakan (Pulping) (modifikasi Akpabio et al. 2012)
Pulping dilakukan dengan 2 perlakuan. Perlakuan pertama, sampel (E1, E4)
ditimbang sebanyak 50 g, dimasukkan ke dalam gelas piala 1 L, dan ditambahkan
1 L HCl 3%. Campuran dipanaskan pada suhu 80 C sambil diaduk selama 1 jam
hingga campuran bebas-pati. Setelah 1 jam, dilakukan uji iodin untuk mengamati
keberadaan pati dengan mencampurkan 2 tetes larutan iodin ke dalam 2 tetes
sampel. Pemanasan dihentikan saat campuran menunjukkan hasil negatif (tidak
menimbulkan warna biru). Sampel bebas-pati kemudian disaring dan dicuci
hingga bebas asam. Sampel bebas-pati kemudian dikeringkan di bawah sinar
matahari hingga kering (E’1, E’4).
Sampel (E’1, E2, E3, E’4) masing-masing ditimbang 50 g, ditambahkan
dengan 1 L NaOH 20%, dan dipanaskan hingga mencapai suhu 80 C selama 2
jam sambil diaduk dengan motor pengaduk. Setelah itu, sampel disaring dan
dialiri air hingga pH-nya netral dan dikeringkan di bawah sinar matahari.

3

Delignifikasi (modifikasi Sun et al. 2005)
Sebanyak 20 g sampel hasil pulping (E’1, E2, E3, E’4) ditambahkan dengan
500 mL H2O2 5% pH 12 (dikondisikan dengan NaOH 40%) di dalam gelas piala 1
L. Campuran dipanaskan pada suhu 70–80 C sambil diaduk menggunakan motor
pengaduk dengan kecepatan pengadukan 200 rpm, secara bertahap selama 2, 3,
dan 3 jam. Pada setiap tahapan, residu disaring sambil dialiri air hingga pH-nya
netral. Setelah 8 jam, serabut ela hasil delignifikasi dikeringkan dalam oven pada
suhu 60 C sampai kering (SE’1, SE2, SE3, SE’4).
Pencirian Isolat Selulosa
Penetapan Kadar Holoselulosa (ASTM D 1104-56)
Sebanyak 2 g sampel selulosa (isolat SE’1, SE2, SE3, dan SE’4) dimasukkan
ke dalam erlenmeyer 250 mL dengan tutup kaca. Sampel ditambahkan 150 mL air
suling dan 0.2 mL asam asetat glasial, lalu ditambahkan 1 g NaClO2. Campuran
dipanaskan selama 5 jam dengan suhu 70–80 °C dalam penangas air sambil
ditambahkan 0.2 mL asam asetat glasial dingin dan 1 g NaClO2 setiap jam dan
sering diaduk. Labu didinginkan di dalam air es hingga suhu 10 °C, kemudian
campuran disaring menggunakan cawan masir G2 sambil divakum. Residu bebasClO2 dicuci dengan air suling hingga berwarna putih, selanjutnya dikeringkan di
dalam oven suhu 105 °C hingga bobot tetap, didinginkan dalam desikator, dan
ditimbang.
oloselulosa

o o selulosa
o o on oh ke ing

Penetapan Kadar α-Selulosa (ASTM D 1103-60)
Sebanyak 2 g holoselulosa kering oven dimasukkan ke dalam erlenmeyer
250 mL. Labu dimasukkan ke dalam penangas air untuk menjaga suhu 20 °C dan
ditutup dengan cawan petri. Sebanyak 50 mL NaOH 17.5% ditambahkan sambil
diaduk selama 1 menit lalu dibiarkan selama 5 menit. Campuran kemudian
disaring menggunakan cawan G2 kapasitas 30 mL. Residu dicuci menggunakan
larutan NaOH 8.3% dan air suling, dilanjutkan menggunakan 40 mL asam asetat
10%. Residu dicuci hingga bebas asam dengan 1 L air suling panas, lalu
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama 6 jam. Setelah didinginkan
dalam desikator selama 30 menit, ditimbang hingga bobotnya tetap.
o o selulosa
o o on oh ke ing o en
emiselulosa
oloselulosa α elulosa

α elulosa

Penetapan Kadar Lignin (ASTM D 1106-56)
Sebanyak 2 g sampel selulosa dimasukkan ke dalam cawan masir G2 dan
ditutup dengan kertas saring, lalu dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Ekstraksi
dilakukan dengan alkohol 95% selama 4 jam, dilanjutkan dengan alkohol-benzena
(1:2) selama 6 jam. Setelah selesai, pelarut dikeluarkan dengan pengisapan.
Sampel dipindahkan ke dalam gelas piala 500 mL dan dipanaskan dengan 400 mL

4

air panas di atas penangas air pada suhu 100 °C selama 3 jam, kemudian disaring
dan dicuci dengan 100 mL air panas.
Sampel dikeringudarakan kemudian dipindahkan ke dalam gelas piala kecil
dan ditambahkan asam sulfat 72% dingin perlahan-lahan sambil diaduk pada suhu
12–15 °C selama 1 menit. Campuran didiamkan selama 2 jam dan suhu dijaga
tetap 18–20 °C. Sampel lalu dipindahkan ke dalam erlenmeyer 1 L dan diencerkan
dengan air suling 560 mL hingga konsentrasinya 3%, kemudian direfluks selama
4 jam dengan volume tetap. Bahan yang tidak larut disaring dan dicuci dengan air
panas hingga bebas asam. Hasilnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105° C,
didinginkan dalam desikator, dan ditimbang hingga bobotnya tetap.
ignin

o o lignin
o o on oh ke ing o en

Analisis Spektrum FTIR
Sebanyak 0.01 g sampel selulosa dicampur dengan 0.1 g KBr. Campuran
digerus sampai halus dan homogen kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 40
C selama 24 jam. Campuran lalu dianalisis dengan spektrofotometer FTIR IR
Prestige–21 Shimadzu dengan resolusi 4 cm-1.
Analisis Kristalinitas dengan Difraktometer Sinar X
Difraksi sinar-X dihasilkan oleh difraktometer Rigaku D/Max 2500. Radiasi
yang digunakan adalah Ni-filtered Cu-Kα pada panjang gelom ang .1541 nm.
Difraktometer dioperasikan pada 40 kV dan 200 mA. Contoh dipayar pada kisaran
2 = 10–60o. Kristalinitas dihitung berdasarkan
(

)

dengan CI adalah indeks kristalinitas, Iam adalah intensitas puncak fase amorf, dan
I002 adalah intensitas maksimum pada kisi difraksi 002.
Analisis Termal dengan TG/DTA
Analisis termal dilakukan dengan DTG-60H FC-60A TA-60WS. Suhu yang
digunakan sampai 600 °C dengan laju pemanasan 10 °C menit-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Serabut ela merupakan serat-serat empulur hasil pemarutan dan pemerasan
isi batang sagu. Serabut ela awalnya berwarna putih (Gambar 1a) dan berubah
menjadi cokelat setelah dikeringkan (Gambar 1b). Perubahan ini karena adanya
reaksi pencokelatan, yaitu oksidasi senyawa fenol atau turunannya yang
terkandung dalam serabut ela. Gambar 2 menunjukkan reaksi oksidasi senyawa
tirosina (monofenol) menjadi kuinon yang akan membentuk warna cokelat.
Menurut Aditria et al. (2013), keberadaan fenol dan turunannya dipengaruhi oleh
kandungan lignin.

5

(a)
(b)
Gambar 1 Serabut ela basah (a) dan kering (b)

Gambar 2 Reaksi pencokelatan (browning)

Isolat Selulosa Serabut Ampas Sagu
Isolasi selulosa dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu preparasi sampel,
pemasakan (pulping), dan delignifikasi. Perlakuan terdiri atas 2 faktor, yaitu
preparasi dengan/tanpa grinding dan pulping dengan/tanpa pemanasan dengan
HCl. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan HCl 3% pada suhu 80 °C.
Pemanasan dengan asam encer bertujuan menghidrolisis sebagian besar
hemiselulosa menjadi gula dan menghidrolisis pati (Achmadi 1990). HCl dipilih
karena ion Cl– yang terbentuk tidak cukup reaktif untuk bereaksi dengan gugus
OH selulosa sehingga diharapkan tidak mengganggu komponen nonpati (selulosa)
atau menghasilkan reaksi samping. Suhu yang digunakan kurang dari 100 °C
untuk menghindari kerusakan bahan. Rendemen pemanasan dengan HCl pada
sampel dengan dan tanpa proses grinding berturut- u u se esa 53 (E’1) dan
55 (E’4).
Pemasakan (pulping) bertujuan menghilangkan hemiselulosa dan lignin.
Pulping dilakukan dengan menggunakan NaOH. Larutan NaOH lazim digunakan
untuk memekarkan selulosa dan menurunkan gaya antarmolekul. Pemekaran
disebabkan oleh kemampuan larutan alkali untuk mengurangi ikatan hidrogen di
dalam molekul selulosa sehingga menjadi membengkak dan melarutkan
hemiselulosa. Pemekaran juga dapat melemahkan ikatan lignoselulosa sehingga
akan mempermudah reaksi delignifikasi. Rendemen pulping sampel dengan
perlakuan grinding dengan dan tanpa pemanasan dengan HCl berturut-turut

6

se esa 55 (E’1) dan 48% (E2), sedangkan untuk sampel tanpa perlakuan
grinding dengan dan tanpa pemanasan dengan HCl berturut-turut sebesar 50%
(E’4) dan 51% (E3).
Delignifikasi (pemutihan) merupakan metode penghilangan lignin dengan
mendegradasi dan melarutkannya melalui reaksi oksidatif (Achmadi 1990).
Tahapan delignifikasi dilakukan dengan menggunakan H2O2 5%. Oksidator ini
digunakan karena ramah lingkungan. Hidrogen peroksida bereaksi optimum
dalam kondisi basa. Nilai pH optimum untuk penghilangan lignin berkisar 11.5–
11.6 karena H2O2 akan terdisosiasi menjadi anion hidroperoksida dan bereaksi
dengan H2O2 menghasilkan radikal •O dan •O2‾ yang merupakan spesi aktif
delignifikasi (Fang et al. 2000). Anion ini akan menyerang gugus etilena dan
gugus karbonil dari lignin dan mengubahnya menjadi gugus yang tidak
berkromofor. Berikut ini mekanisme reaksi pembentukan anion hidroperoksida
serta radikal •O dan •O2‾.
H2O2 + HO–
HOO– + H2O
H2O2 + HOO–
HO• + •O2– + H2O
Radikal bebas yang dihasilkan dari dekomposisi hidrogen peroksida berperan
dalam proses delignifikasi dan melarutkan hemiselulosa (Pan dan Sano 1999).
Rendemen tahap delignifikasi sampel dengan perlakuan grinding dengan
dan tanpa pemanasan dengan HCl berturut- u u se esa 63 (E’ ) dan 42 (E2),
sedangkan untuk sampel tanpa perlakuan grinding dengan dan tanpa pemanasan
HCl berturut- u u se esa 54 (E’4) dan 47 (E3) (Lampiran 3). Gambar 3
menunjukkan isolat selulosa hasil delignifikasi yang berwarna putih.. Warna putih
ini berkaitan dengan jauh berkurangnya gugus kromofor pada lignin yang masih
tersisa dalam isolat. Semakin rendah kadar lignin, warna akan semakin putih
(Hisyam 2012). Perlakuan dengan grinding dan pemanasan dengan HCl
menghasilkan isolat yang paling putih.

a)

(b)

c)

(d)

Gambar 3 Isolat selulosa dari sampel dengan perlakuan grinding dengan (a) dan
tanpa pemanasan dengan HCl (b) serta tanpa perlakuan grinding tanpa
(c) dan dengan pemanasan dengan HCl (d)
Rendemen total isolat selulosa hasil berbagai perlakuan ditunjukkan pada
Gambar 4. Rendemen yang dihasilkan bergantung pada perlakuan yang diberikan
selama tahap isolasi. Rendemen total isolat selulosa dari serabut ela dengan

7

perlakuan grinding dengan dan tanpa pemanasan dengan HCl berturut-turut
sebesar 18% (SE1) dan 20% (SE2), sedangkan yang tanpa perlakuan grinding
dengan dan tanpa pemanasan dengan HCl berturut-turut sebesar 15% (SE4) dan
24% (SE3). Hal ini menunjukkan bahwa tahapan pemanasan dengan HCl dapat
menyebabkan kehilangan bobot sekitar 44–48% dari bobot kering bahan awalnya.

Persen rendemen (%)

25
20

SE1

15

SE2

10

SE3
SE4

5

0
Isolat selulosa serabut ampas sagu

Gambar 4 Persen rendemen isolat selulosa serabut ampas sagu
SE1: perlakuan grinding dengan pemanasan HCl
SE2: perlakuan grinding tanpa pemanasan HCl
SE3: perlakuan tanpa grinding tanpa pemanasan HCl
SE4: perlakuan tanpa grinding dengan pemanasan HCl
Komponen Kimia dalam Isolat Selulosa
Analisis komponen kimia dilakukan untuk mencirikan bahan, meliputi
kandungan holoselulosa (selulosa alfa dan hemiselulosa), dan lignin (Lampiran 4).
Kandungan komponen kimia bahan sebelum perlakuan dibandingkan dengan
sesudah perlakuan untuk mengevaluasi tahapan isolasi. Menurut Achmadi (1990),
setiap metode isolasi tidak dapat menghasilkan selulosa dalam bentuk murni,
melainkan hanya sebagai bahan kasar (crude) yang disebut selulosa alfa.
Keberhasilan isolasi dilihat dari kadar selulosa alfa serta penurunan kandungan
hemiselulosa dan lignin.
Gambar 5 menunjukkan hasil analisis komponen kimia pada selulosa
komersial dan isolat selulosa. Kandungan hemiselulosa menurun oleh pemanasan
dengan HCl dan pulping dengan NaOH. Kandungan hemiselulosa isolat pada
perlakuan grinding dengan dan tanpa pemanasan dengan HCl berturut-turut
sebesar 14.09% dan 16.92%, sedangkan pada perlakuan tanpa grinding dengan
dan tanpa pemanasan dengan HCl berturut-turut sebesar 13.12% dan 28.51%.
Menurut Zhang et al. (2010), pemanasan dengan asam dapat menghidrolisis pati
dan hemiselulosa menjadi mono- atau oligosakarida yang dapat larut. Sementara
itu, tahap delignifikasi, berhasil mengurangi kandungan lignin isolat selulosa
hampir 67–90% dari kandungan lignin dalam serabut ela awal (31.09%).
Kandungan lignin terendah didapatkan pada perlakuan grinding dengan
pemanasan dengan HCl (3.24%).
Parameter keberhasilan isolasi selulosa adalah kadar selulosa alfa.
Kandungan selulosa alfa pada perlakuan grinding dengan dan tanpa pemanasan
dengan HCl berturut-turut sebesar 79.96% dan 72.98%, sedangkan pada perlakuan

8

tanpa grinding dengan dan tanpa pemanasan dengan HCl berturut-turut sebesar
74.7% dan 63.2%. Nilai ini meningkat 1.5–1.9 kali dari kandungan selulosa alfa
serabut awal, yaitu 41.47%. Berdasarkan analisis komponen kimia, perlakuan
grinding dan pemanasan HCl dapat meningkatkan kadar selulosa alfa. Hal ini
berkaitan dengan penurunan kandungan hemiselulosa dan lignin pada isolat yang
dihasilkan.

80
Persen kemurnian (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
Lignin

Hemiselulosa

Selulosa Komersial

SE1

alfa Selulosa

SE2

SE3

SE4

Gambar 5 Komposisi kimia selulosa komersial dan isolat selulosa
Selulosa komersial (Sigma-Aldrich)
SE1: perlakuan grinding dengan pemanasan HCl
SE2: perlakuan grinding tanpa pemanasan HCl
SE3: perlakuan tanpa grinding tanpa pemanasan HCl
SE4: perlakuan tanpa grinding dengan pemanasan HCl

Gugus Fungsi dalam Isolat Selulosa
Vibrasi molekul dari senyawa organik dapat diamati melalui spektrum IR
pada daerah 4000–400 cm-1. Setiap gugus fungsi pada senyawa organik memiliki
frekuensi vibrasi yang khas. Oleh karena itu, spektroskopi FTIR menjadi metode
yang sederhana dan cepat untuk menentukan jenis senyawa berdasarkan vibrasi
khasnya (Silverstein et al. 2005).
Keberhasilan tahapan isolasi selulosa ditunjukkan oleh kemiripan serapan
FTIR isolat selulosa dengan selulosa komersial (Sigma-Aldrich) (Gambar 6).
Terdapat serapan pada bilangan gelombang 3340 cm-1 (ulur O-H), 2899 cm-1 (ulur
C-H), 1639 (tekuk O-H), 1427 cm-1 (tekuk C-H), 1100–1000 cm-1 (ulur C-O-C
dan C-O), dan 896 cm-1 (ika an β-glikosida) yang khas untuk selulosa (Lampiran
5) (Abidi et al. 2013; Lanthong et al. 2006).
Isolat selulosa dengan perlakuan grinding dan pemanasan dengan HCl
memiliki intensitas serapan lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pemanasan
dengan HCl. Penurunan intensitas serapan ini disebabkan oleh penurunan kadar
hemiselulosa dan lignin pada isolat. Hemiselulosa memiliki gugus fungsi yang
hampir sama dengan selulosa, dan dibedakan dengan serapan IR asam uronat
(1593 cm-1) dan xilan (1150 cm-1) pada hemiselulosa (Fang et al. 2000).

9

Sementara lignin memiliki serapan IR khas dari gugus aromatik (ulur C-H) pada
bilangan gelombang 1500, 1650, dan 3017 cm-1 (Silverstein et al. 2005), serta
serapan benzena tersubstitusi pada bilangan gelombang 750–850 cm-1 (Creswell et
al. 1972). Hisyam (2012) menyatakan, penghilangan hemiselulosa dan lignin
dapat menurunkan intensitas serapan pada bilangan gelombang sekitar 3260–3280
(ulur O-H), 3000 (ulur C=O), 2900 (ulur C-H), 1500 (ulur C=O), dan 1040 cm-1
(ulur C-O). Oleh karena itu, perlakuan grinding dan pemanasan dengan HCl yang
diberikan pada tahap isolasi berpengaruh pada intensitas serapan FTIR.

SE1
SE2
SE4

Tekuk O-H

SE3
SK

Ulur C-H
Ulur O-H

Gambar 6

Tekuk C-H
Ulur C-O-C

Ika an β-glikosida
C-O asimetrik

Spektrum FTIR selulosa komersial (---), SE1: perlakuan grinding
dengan pemanasan dengan HCl (---), SE2: perlakuan grinding tanpa
pemanasan dengan HCl (---), SE3: perlakuan tanpa grinding tanpa
pemanasan dengan HCl (---), dan SE4: perlakuan tanpa grinding
dengan pemanasan dengan HCl (---).

Kristalinitas Isolat Selulosa
Molekul-molekul selulosa secara agregat membentuk mikrofibril yang
sangat teratur (kristalin) diselingi dengan bagian-bagian yang kurang teratur
(amorf) (Fengel dan Wegener 1984). Bahan kristalin dapat mendifraksi dan
membentuk pola khusus apabila diradiasi oleh sinar-X.
Gambar 7 menunjukkan pola difraksi sinar-X dari isolat selulosa dan
selulosa komersial. Puncak difraksi isolat selulosa mun ul pada 2θ seki a 20o dan
22o. Perbedaan dengan selulosa komersial terletak pada pun ak dif aksi 2θ 2 o
(Lampiran 6). Lu et al. (2013) menyatakan bahwa puncak difraksi selulosa berada
pada 2θ 22. o. Pu waningsih (2 ) menya akan ahwa pun ak pada 2θ 22o
berasal dari selulosa dalam bentuk kristalin, sedangkan Park et al. (2010)
menya akan ahwa pun ak pada 2θ 2 .7o berasal dari selulosa dalam bentuk
amorf. Ke e adaan pun ak dif aksi 2θ
2 o ini sesuai dengan nilai indeks
kristalinitas isolat selulosa yang lebih rendah daripada selulosa komersial

10

(37.35%). Perlakuan pemanasan dengan HCl dengan atau tanpa grinding
menurunkan intensitas pun ak dif aksi pada 2θ 2 o (daerah amorf). Oleh karena
itu, perlakuan ini menghasilkan indeks kristalinitas yang lebih tinggi (30.86% dan
28.91%) dibandingkan dengan tanpa pemanasan dengan HCl (23.64% dan
25.45%).
Perlakuan dengan grinding juga dapat meningkatkan kristalinitas isolat.
Nilai indeks kristalinitas berkaitan dengan penurunan kadar hemiselulosa dan
lignin pada selulosa. Menurut Zhang et al. (2010), indeks kristalinitas meningkat
pada saat penghilangan lignin dan hemiselulosa. Sebaliknya, pemanasan dengan
HCl dapat menurunkan derajat kristalinitas isolat. Menurut Achmadi (1990), HCl
dapat menghidrolisis sebagian besar hemiselulosa dan menyerang sebagian
selulosa.

Gambar 7 Difraktogram selulosa komersial (---), SE1: perlakuan grinding
dengan pemanasan HCl (---), SE2: perlakuan grinding tanpa
pemanasan HCl (---), SE3: perlakuan tanpa grinding tanpa pemanasan
HCl (---), dan SE4: perlakuan tanpa grinding dengan pemanasan HCl
(---).
Hasil Analisis Termal
Analisis termal didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisis dan kimia
material sebagai fungsi suhu. Informasi tersebut dapat menjelaskan perubahan
yang terjadi selama selulosa selama proses pemanasan. Degradasi selulosa terjadi
dalam beberapa tahap, yaitu proses dehidrasi, dekarboksilasi, dan dekarbonisasi.
Kurva DTA/TGA menunjukkan pola degradasi tersebut pada selulosa komersial
dan isolat selulosa (Lampiran 7). Dekomposisi selulosa mulai terjadi pada 98–102
C dengan kehilangan massa 6–8%. Pada tahap ini, kehilangan massa terjadi
karena hilangnya gugus hidroksil atau molekul air (Ibrahim 2011). Sementara
proses dekarboksilasi yang ditandai dengan putusnya ikatan C-C dan C-O (rantai

11

selulosa) terjadi pada 352–377 C dengan kehilangan massa 85–91%. Perlakuan
pemanasan dengan HCl dengan atau tanpa grinding dapat meningkatkan
kestabilan termal isolat selulosa.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Selulosa berhasil diisolasi dengan beberapa tahapan dan perlakuan, yaitu
preparasi dengan dan tanpa grinding, pulping dengan dan tanpa pemanasan
dengan HCl, serta delignifikasi. Parameter keberhasilan isolasi ini ditunjukkan
melalui kadar selulosa alfa. Perlakuan grinding dan pemanasan dengan HCl dapat
meningkatkan kadar selulosa alfa dari 63.20% menjadi 79.96%. Spektrum FTIR
menunjukkan serapan yang tidak jauh berbeda antara isolat selulosa dan selulosa
komersial dengan se apan khas selulosa, yai u ika an β-glikosida diperoleh pada
bilangan gelombang 894 cm-1. Perlakuan grinding dengan pemanasan dengan HCl
menunjukkan indeks kristalinitas paling tinggi (30.86%). Analisis termal
menunjukkan bahwa semua isolat mulai kehilangan massa pada suhu sekitar 98–
102 C dan mengalami kehilangan massa maksimum pada suhu sekitar 352–377
C.

Saran
Kajian lanjut perlu dilakukan terkait dengan karakteristik isolat selulosa
seperti ukuran partikel, derajat polimerisasi dan derajat keputihan.

DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing Materials. 1975a. Standard test methods
for holocellulose in wood. ASTM Standard D 1104-56 (reaffirmed 1972).
Philadelphia (US): ASTM.
[ASTM] American Society for Testing Materials. 1975b. Standard test methods
for cellulose in wood. ASTM Standard D 1103-60 (reaffirmed 1968).
Philadelphia (US): ASTM.
[ASTM] American Society for Testing Materials. 1975c. Standard test methods
for lignin in wood. ASTM Standard D 1106-56 (reaffirmed 1966).
Philadelphia (US): ASTM.
Abidi N, Cabrales L, Haigler CH. 2013. Changes in the cell wall and cellulose
content of developing cotton fiber investigated by FTIR spectroscopy.
Carbohydr Polym.xxx:8-16 doi: 10.1016/j.carbol.2013.01.074.
Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Bogor (ID): IPB Pr.

12

Aditria R, Cahyono B, Swastawati F. 2013. Identifikasi komponen penyusun asap
cair dari ampas sagu dan kulit batang tanaman sagu (Metroxylon sagu
Rottb) serta penentuan senyawa fenolat total dan aktivitas antioksidan.
Chem Info. 1:240-246.
Akpabio UD, Effiong IE, Akpapan AE. 2012. Preparation of pulp and cellulose
acetate from nypa palm leaves. Int J Environ Bioeng. 1:179-194.
Bintoro MH. 2008. Bercocok Tanam Sagu. Bogor (ID): IPB Pr.
Bintoro MH, Yanuar M. Purwanto, Amarillis S. 2010. Sagu di Lahan Gambut.
Bogor (ID): IPB Pr.
Creswell CJ, Runquist OA, Campbell MM. 1972. Spectrum Analysis of Organic
Compound. Minnesota (US): Burgess.
Fang JM, Sun RC, Tomkinson J. 2000. Isolation and characterization of
hemicellulose and cellulose from rye straw by alkaline peroxide extraction.
Cellulose. 7:87-107.
Fengel D, Wegener G. 1984. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. New
York (US): J Wiley.
Hisyam. 2012. Isolasi selulosa ampas sagu dengan delignifikasi menggunakan
hidrogen peroksida [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ibrahim SF. 2011. Thermal analysis and characterization of some cellulosic
fabrics dyed by a new natural dye and mordanted with different mordants.
Int J Chem. 3(2):40-54. doi: 10.5539/ijc.v3n2p40
Irawadi TT. 2010. Teknologi separasi bahan aktif temu lawak menggunakan
biopolimer termodifikasi berbasis limbah produksi sagu [laporan
penelitian]. Bogor (ID): Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Lanthong P, Nuisin R, Kiatkamjornwong S. 2006. Graft copolymerization,
characterization and degradation of cassava starch-g-acrylamide/itaconic
acid superabsorbents. Carbohydr Polym. 66:229-245. doi: 10.1016/
j.carbol.2006.03.006
Leksana YK. 2000. Pemanfaatan limbah ampas sagu untuk budidaya tanaman
sayuran [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lu H, Gui Y, Zheng L, Liu X. 2013. Morphological, crystalline, thermal, and
physicochemical properties of cellulose nanocrystals obtained from sweet
potato residue. Food Res Int. 50:121-128. doi: 10.1016/
j.foodres.2012.10.013.
Matitaputty PR, Alfons JB. 2006. Inovasi teknologi pakan berbahan dasar ela sagu
untuk ternak. Di dalam: Hetharia Maris ET, editor. Sagu dalam Revitalisasi
Pertanian Maluku, 2006 Mei 29-31; Ambon, Indonesia. Ambon (ID):
Badan Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Patimura. hlm 100-106.
Pan X, Sano Y. 1999. Atmospheric acetic acid pulping of the rice straw.
Holzforschung. 53:49-55.
Park S, Baker J, Himmel M, Parilla P, Jhonson D. 2010. Cellulose crystallinity
index: measurement techniques and their impact on interpreting cellulose
performance. Biotechnol Biofuel. 3:1-10. Tersedia pada: http://www.
biotechnologyforbiofuel.com/conten/3/1/10.
Purwaningsih H. 2011. Rekayasa biopolimer dari limbah pertanian berbasis
selulosa dan aplikasinya sebagai material separator [disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.

13

Pushpamalar V, Langford SJ, Ahmad M, Lim YY. 2006. Optimization of reaction
conditions for preparing carboxymethyl cellulose from sago waste.
Carbohydr Polym. 64:312-318. doi: 10.1016/j.carbpol.2005.12.003
Rojali A. 2011. Sintesis fase diam kromatografi kolom berbasis selulosa benzoate
dari serabut ampas sagu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.
Sangadji I. 2009. Mengoptimalkan pemanfaatan ampas sagu sebagai pakan
ruminansia melalui biofermentasi dengan jamur tiram (Pleirotus ostreatus)
dan amoniasi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setyorini A. 2011. Sintesis dan aplikasi selulosa-g-poliakrilamida sebagai fase
diam kromatografi kolom dari serabut ampas sagu [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sun JX, Xu F, Sun XF, Xiao B, Sun RC. 2005. Physico-chemical and thermal
characterization of cellulose from barley straw. Polym Degrad Stability.
88:521-531. doi: 10.1016/j.polymdegradstab.2004.12.013
Silverstein RM, Bassler GC, Morrill TC. 2005. Spectrometric Identification of
Organic Compound. Ed ke-7. New York (US): J Wiley.
Syakir M, Bintoro MH, Agusta H. 2009. Pengaruh ampas sagu dan kompos
terhadap produktivitas lada perdu. J Litri. 4:168-173.
Zaitun, Saeni MS, Irawadi TT, Djoefrie B. 2001. Pemanfaatan limbah industri
tapioka sebagai pupuk cair pada tanaman sayuran [laporan penelitian].
Bogor (ID): Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Institut Pertanian Bogor.
Zhang M, Qi W, Liu R, Su R, Wu S, He Z. 2010. Fractionating lignocellulose by
formic acid: characterization of major components. Biomass Bioeng.
34:525-532. doi: 10.1016/j.carbpol.2010.10.029.

14

Lampiran 1 Pengolahan tepung sagu

Batang Sagu

Pengupasan kulit dan pemotongan
Kulit batang -------------Pemarutan

Peremasan

Penyaringan
Ampas sagu -------------Pengendapan
Air sisa -------------------Pengeringan

Tepung sagu

Keterangan:
(----) Limbah hasil prosesnya

15

Lampiran 2 Diagram alir penelitian
Serabut ampas sagu

Tanpa grinding

Grinding 40 mesh

Dikeringkan

50 g sampel dipanaskan dengan 1 L HCl 3%
(80 C, 1 jam)

Uji iodin (negatif)
50 g sampel dipulping dengan 1 L NaOH 20% (80 C, 2 jam)
20 g hasil pulping didelignifikasi dengan 500 mL H2O2 5% pada pH 12 (70 C)
Delignifikasi dilakukan secara bertahap selama 2, 3, 3 jam

SE3

SE1

SE4

SE2

Pencirian isolat
selulosa
Analisis
komponen
kimia

Analisis
gugus fungsi
Analisis
kristalinitas

Analisis
termal

16

Lampiran 3 Rendemen setiap tahap dan perlakuan isolasi selulosa serabut ela
Pemanasan dengan HCl 3%
Sampel
Hasil
Rendemen
(g)
(g)
(%)
Dengan grinding
300
204.64
68.21
600
321.00
53.50
450
201.00
44.67
450
313.00
69.56
300
140.00
46.67
600
207.00
34.50
450
201.00
44.67
450
225.00
50.00
450
268.10
59.58
100
58.00
58.00
100
54.00
54.00
100
52.00
52.00
Tanpa grinding
75
41.00
54.67
75
49.00
65.33
75
34.00
45.33
75
46.00
61.33
75
40.00
53.33
Pulping dengan NaOH
Sampel
(g)

Dengan
grinding

450
310
150
150
150
150
300
150
300
150
150

Hasil
(g)

Rendemen
(%)

Pemanasan HCl
211.00
46.89
137.00
44.19
108.00
72.00
98.00
65.33
95.00
63.33
94.00
62.67
186.00
62.00
76.00
50.67
156.00
52.00
96.00
64.00
93.00
62.00

Tanpa
grindin
g

100
40.00
40.00
50
25.00
50.00
50
26.00
52.00
50
27.00
54.00
100
43.00
43.00
100
46.00
46.00
50
28.00
56.00
50
31.00
62.00
50
29.00
58.00
Tanpa pemanasan HCl
100
41.00
41.00
100
46.00
46.00
100
57.00
57.00
Dengan pemanasan HCl
100
50.00
50.00
Tanpa pemanasan HCl
100
51.00
51.00

Delignifikasi dengan H2O2 5%
Sampel
Hasil
Rendemen
(g)
(g)
(%)
Dengan pemanasan HCl
60
34.49
57.50
60
34.036
56.73
180
158.48
88.05
60
34.42
57.38
Dengan
60
73.36
61.14
grinding
120
107.27
59.60
120
113.00
62.78
60
105.44
58.58
Tanpa pemanasan HCl
40
17.00
42.50
Dengan pemanasan HCl
25
13.58
54.33
Tanpa
grinding
Tanpa pemanasan HCl
40
19.00
47.50

17

lanjutan Lampiran 3
Grinding
SE1

Tanpa grinding
SE2

SE3

-

-

SE4

Serabut
Awal

Pemanasan
HCl
Rendemen 53%

Rendemen 56%

Pulping
NaOH
Rendemen 55%

Rendemen 48%

Rendemen 51%

Rendemen 50%

Rendemen 62%

Rendemen 42%

Rendemen 47%

Rendemen 54%

Delignifikasi

Perlakuan isolasi dan persen rendemennya
Sampel
SE1
Serabut
40 mesh
SE2
Serabut
40 mesh
SE3

SE4

Perlakuan isolasi
HCl 3% (1g:20mL), T =80 , t = 1 jam
NaOH 20% (1g:20mL), T = 80 , t = 2 jam
H2O2 5% pH = 12 (1g:25mL), T = 80 , t = 70 , t = 2,
3, 3 jam
NaOH 20% (1g:20mL), T = 80 , t = 2 jam
H2O2 5% pH = 12 (1g:25mL), T = 70–80 , t = 70 , t
=2, 3, 3 jam
NaOH 20% (1g:20mL), T = 80 , t = 2 jam
H2O2 5% pH = 12 (1g:25mL), T = 70–80 , t = 70 , t
= 2, 3, 3 jam
HCl 3% (1g:20mL), T = 80 , t = 1 jam
NaOH 20% (1g:20mL), T =80 , t = 2 jam
H2O2 5% pH = 12 (1g:25mL), T = 70–80 , t = 70 , t
= 2, 3, 3 jam

Rendemen
sisa (%)
18

20

24

15

18

Lampiran 4 Hasil analisis komponen kimia isolat selulosa dan selulosa komersial

Lignin
Hemiselulosa
α-Selulosa
Holoselulosa

Serabut
awal
31.09
18.16
41.47
70.63

Persen Komposisi (%)
Selulosa
SE1
SE2
SE3
komersial
3.17
3.24
8.93
4.55
31.15
14.09
16.92
28.51
65.87
79.96
72.98
63.20
97.02
94.05
89.9
91.71

Keterangan:
SE1: perlakuan grinding dengan pemanasan dengan HCl
SE2: perlakuan grinding tanpa pemanasan dengan HCl
SE3: tanpa perlakuan grinding dan tanpa pemanasan dengan HCl
SE4: tanpa perlakuan grinding dengan pemanasan dengan HCl

SE4
10.20
13.12
74.70
87.82

19

Lampiran 5

Interpretasi spektrum FTIR isolat selulosa dibandingkan dengan
selulosa komersial

Bilangan gelombang (cm-1)
Serapan

Selulosa
Komersial

SE1

SE2

SE3

SE4

3340

3282

3167

3278

3275

Ulur O-H

2899

2893

2900

2893

2900

Ulur C-H

1639

1647

1651

1645

1651

Tekuk O-H

1427

1419

1419

1419

1423

-

1373

1338

1315

1315

1159

1157

-

1157

1157

-

1056;
1033

1056;
1026

1029

1029

896

894

894

894

894

Tekuk C-H
Tekuk O-H
atau
Tekuk C-H
-CO
asimetrik
C-O-C
cincin
piranosa
Ikatan βglikosida
antar
glukosa

Acuan
Abidi et al. (2013)
Liu et al.(2009)
Abidi et al. (2013)
Abidi et al. (2013)
Liu et.al (2009)
Abidi et al. (2013);
Pushpamalar et al.
(2006)
Liu et al. (2009)
Abidi et al. (2013)
Liu et al. (2009)
Liu et al. (2009)
Abidi et al. (2013);
Purwaningsih
(2011)

Keterangan:
SE1: perlakuan grinding dengan pemanasan dengan HCl
SE2: perlakuan grinding tanpa pemanasan dengan HCl
SE3: tanpa perlakuan grinding dan tanpa pemanasan dengan HCl
SE4: tanpa perlakuan grinding dengan pemanasan dengan HCl

20

Lampiran 6 Difraktogram isolat selulosa dan selulosa komersial
Selulosa komersial (Sigma-aldrich)

SE1: perlakuan grinding dengan pemanasan dengan HCl

SE2: perlakuan grinding tanpa pemanasan dengan HCl

SE3: tanpa perlakuan grinding dan tanpa pemanasan dengan HCl

SE4: tanpa perlakuan grinding dengan pemanasan dengan HCl

21

Lampiran 7 Kurva DTA/TGA isolat selulosa dan selulosa komersial

Selulosa komersial (Sigma-aldrich)

SE1: perlakuan grinding dengan pemanasan dengan HCl

22

lanjutan Lampiran 7

SE2: perlakuan grinding tanpa pemanasan dengan HCl
Kurva

SE3: tanpa perlakuan grinding dan tanpa pemanasan dengan HCl

23

lanjutan Lampiran 7

SE4: tanpa perlakuan grinding dengan pemanasan dengan HCl

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 16 April 1990 dari Ayah
Saepudin Bagus Salam dan Ibu Dedeh Suaebah. Penulis adalah putri keempat dari
4 bersaudara. Tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cilaku, Cianjur dan
pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Instititut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis juga pernah aktif dalam Ikatan
Mahasiswa Kimia sebagai staf Departemen Pengembangan Sumber Daya
Mahasiswa (PSDM) periode 2009/2010 dan pada tahun yang sama penulis aktif
dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM IPB sebagai sekretaris Biro IPB
Sosial Politik Center (ISPC), serta Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FMIPA,
IPB sebagai staf Komisi II periode 2010/2011. Penulis juga pernah menjadi
asisten praktikum Kimia Organik D3, Analisis Kimia D3, Kimia Pangan D3,
Kimia Organik Layanan TPB S1 ITP dan Biokimia tahun 2012. Selain itu, pada
bulan Juli–Agustus 2011 penulis melaksanakan praktik lapangan di Pusat
Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional
(PTKMR Batan), Jakarta Selatan dengan judul Penentuan Rekoveri dan Aktivitas
Alfa Total dalam Air Laut dengan Metode Pengendapan.