Sistem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Sumatera Selatan

SISTEM PENYADAPAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)
DI TULUNG GELAM ESTATE, PT PP LONDON
SUMATERA INDONESIA, Tbk. SUMATERA SELATAN

ROBIANTO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Penyadapan
Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Tulung Gelam Estate, PT PP London
Sumatera Indonesia, Tbk. Sumatera Selatan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Robianto
NIM A24090118

ABSTRACT
ROBIANTO. Tapping System of Rubber (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) at
Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. South Sumatera.
Supervised by SUPIJATNO.
The internship was conducted in order to increase the knowledge, skills,
field experience, and aims to analyze tapping sistem of rubber. The internship
was conducted at Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk.
South Sumatera from February to June 2013. Tapping is the mayor activity in
rubber production system. The average percentage of trees that can be tapped at
Tulung Gelam Estate is 87.4 %. Brown blast disease on 2004 planted year were
higher than the 2006 planted year. Bark consumption at Tulung Gelam Estate was
less than bark consumption company standards but still be tolerated. Avarage
tapping depth was 1.62 mm that still under company recomendation (1-1.5 mm).
The usage of stimulant were higher than the recomended doses company. Factors

of education, age and exprience of tapper did not affect the production of latex
produced by tapper.
Key words : bark consumption, rubber, tapping system, tulung gelam estate

ABSTRAK
ROBIANTO. Sisitem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di
Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Sumatera Selatan.
Dibimbing oleh SUPIJATNO.
Kegiatan magang dilaksanakan untuk menigkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman lapangan, serta bertujuan menganalisis sistem
penyadapan karet. Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun Tulung Gelam Estate,
PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Sumatera Selatan pada bulan Februari
sampai Juni 2013. Penyadapan merupakan kegiatan utama dalam sistem produksi
karet. Rata-rata persentase pohon yang dapat disadap di Tulung Gelam Estate
adalah 87.4%. Penyakit brown blast (kering alur sadap) pada tanaman
menghasilkan (TM) 2004 lebih tinggi dibandingkan pada tanaman menghasilkan
(TM) 2006. Konsumsi kulit di Perkebunan Tulung Gelam Estate sedikit melebihi
standar perusahaan, namun masih dapat ditolerir. Rata-rata kedalaman sadapan
adalah 1.62 mm, masih dibawah rekomendasi perusahaan yaitu 1-1.5 mm.
Penggunaan stimulan lebih tinggi dari dosis anjuran. Faktor pendidikan, usia, dan

pengalaman tidak mempengaruhi terhadap produksi lateks yang dihasilkan oleh
penyadap.
Kata kunci : karet, konsumsi kulit, sistem penyadapan, tulung gelam estate

SISTEM PENYADAPAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)
DI TULUNG GELAM ESTATE, PT PP LONDON
SUMATERA INDONESIA, Tbk. SUMATERA SELATAN

ROBIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi: Sistem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di
Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Thk.
Sumatera Selatan
Nama
: Robianto
NIM
: A24090118

Disetujui oleh

Dr Ir Supiiatno, MSi
Pembimbing

Tanggal Lulus:

o8

r.T ? n


Judul Skripsi : Sistem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di
Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk.
Sumatera Selatan
Nama
: Robianto
NIM
: A24090118

Disetujui oleh

Dr Ir Supijatno, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam magang yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Juni
2013 ini adalah Sisitem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di
Tulung Gelam Estate PT PP London Sumatera Indonesia Tbk., Sumatera Selatan.
Proses pembuatan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang
mendukung dan membantu baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu
penuis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua Bapak Mukri dan Ibu Tini, serta keluarga yang senantiasa
memberikan doa, semangat, motivasi serta dukungannya kepada penulis.
2. Dr. Ir. Muhammad Syukur, MSi., selaku dosen pembimbing akademik atas
segala bimbingan dalam penyusunan rencana studi dan permasalahan
terkait akademik.
3. Dr. Ir. Supijatno, MSi., selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan,
arahan, dan saran-sarannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi.
4. Ir. Marlon Malau, MM., selaku Manajer Kebun Tulung Gelam Estate atas
penerimaan dan bantuan selama selama penulis melaksanakan kegiatan
magang.

5. Ir. Ali Osmar Ritonga selaku Asisten Divisi II, Bapak Tarmoko selaku
Mandor Satu, Bapak Sunargito selaku Mandor Sadap, Robin selaku
Mandor Perawatan, Heriyono, Edi Siswanto, Andi Herwan beserta seluruh
jajaran mandor dan karyawan Tulung Gelam Estate atas segala bimbingan,
bantuan, dan kerja samanya.
6. Ir. Ishak Idris selaku Asisten Administtrasi atas segala bantuan dan kerja
samanya dalam pemberian data-data kebun yang diperlukan kepada
penulis.
7. Ir. Mathius sebagai asisten Divisi I sekaligus pemilik rumah yang telah
mengizinkan penulis tinggal selama pelaksanaan magang.
8. Teman-teman Departemen Agronomi dan Hortikultura SOCRATES 46,
atas bantuan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
9. Teman-teman kos, Sukirman, Rian, Wahyu, Riski, dan Ivan, atas
kebersamaan dan persahabatannya selama ini.
10. Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Barat yang telah memberikan
bantuan beasiswa sarjana (S-I), Beasiswa Utusan Daerah (BUD) kepada
penulis selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

Robianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan

1

1
2

TINJAUAN PUSTAKA
Penyadapan
Konsumsi Kulit Sadapan
Kedalaman Sadapan
Kering Alur Sadap (KAS)
Tenaga Kerja Sadap
Penggunaan Stimulansia

2
2
3
3
3
4
4

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu
Metode Pelaksanaan
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Analisis Data dan Informasi

5
5
5
5
7

KEADAAN UMUM KEBUN
Letak Geografis
Keadaan Iklim dan Tanah
Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Keadaan Tanaman dan Produksi
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

7
7

7
8
8
10

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Pembibitan
Pemangkasan atau Prunning Cabang
Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Pengendalian Gulma
Penyadapan
Penimbangan Lateks dan Lump
Pengukuran Kadar Karet Kering (KKK)
Aspek Manajerial
Asisten Divisi
Mandor Satu
Mandor
Krani Divisi

11
11
11
14
14
15
16
17
18
19
19
19
20
20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Pohon yang Dapat Disadap
Persentase Pohon yang Terserang Kering Alur Sadap (KAS)
Kondisi Kulit Sadapan
Penggunaan Stimulansia
Tenaga Kerja Sadap Terhadap Produksi Lateks

21
21
22
23
25
27

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

29
29
29

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

30
31

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1 Luas Areal TGE
2 Luas areal tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum
menghasilkan (TBM) per tahun tanam di TGE
3 Produksi dan produktivitas lateks di TGE 2007-2012
4 Jumlah dan komposisi tenaga kerja di TGE
5 Jadwal pemupukan tanaman belum menghasilkan (TBM) di TGE
6 Persentase pohon yang dapat disadap per hanca sadap
7 Persentase pohon yang terserang kering alur sadap (KAS) pada dua
tahun tanam
8 Kondisi kulit sadapan beberapa penyadap di TGE pada tanaman
menghasilkan (TM) tahun tanam 2006
9 Standar konsumsi kulit sadapan di TGE
10 Perbandingan produksi yang dihasilkan penyadap yang berbeda usia
11 Perbandingan produksi yang dihasilkan penyadap yang berbeda
pengalaman
12 Perbandingan produksi yang dihasilkan penyadap yang berbeda
pendidikan

8
9
9
10
14
21
22
23
24
27
28
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kegiatan seleksi benih
Kegiatan penanaman benih
Kegiatan okulasi
Kegiatan penyerongan
Kegiatan pewiwilan
Kegiatan pemupukan tanaman belum menghasilkan (TBM)
Kegiatan pengendalian gulma
Kegiatan penyadapan
Kegiatan penimbangan hasil lateks dan lump di TPH
Pengukuran kadar karet kering (KKK) dengan Metrolac Hydrometer di
TPH
11 Pohon yang terserang kering alur sadap (KAS)
12 Aplikasi stimulansia

11
12
13
13
13
15
15
17
18
19
23
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Jurnal harian kegiatan magang sebagai karyawan harian
Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping mandor
Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping asisten
Peta TGE
Struktur organisasi TGE
Data curah hujan TGE 2003-2012

32
34
36
39
40
41

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi
perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian
Indonesia. Karet juga salah satu komoditi ekspor Indonesia yang cukup penting
sebagai penghasil devisa negara di luar minyak dan gas. Kebutuhan karet alam
dunia pun terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga Indonesia mempunyai
peluang paling besar untuk memanfaatkan potensi pasar tersebut (Damanik et al.
2010). Data BPS (2012) menyebutkan bahwa pada tahun 2011 volume ekspor
karet alam Indonesia mencapai 2 555 739 ton dengan total nilai ekspor sebesar
US$ 11.76 milyar. Sekitar 85.96% produksi karet alam Indonesia diekspor ke
mancanegara dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi dalam negeri. Pada tahun
2011 lima besar negara pengimpor karet alam Indonesia berturut-turut adalah
Amerika Serikat (23.78%), Cina (16.02%), Jepang (15.17%), Korea (4.70%), dan
Singapura (4.08%).
Perkembangan luas lahan dan produksi karet Indonesia terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2010 lahan perkebunan karet Indonesia seluas 3.45 juta
hektar, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 3.46 juta
hektar atau meningkat 0.31% dari tahun 2010, sedangkan untuk tahun 2012
diperkirakan luas areal perkebunan karet Indonesia masih akan meningkat sebesar
0.16%, sedangkan produksi karet Indonesia pada tahun 2010 mengalami
peningkatan 12.07% menjadi sebesar 2.73 juta ton dan terus mengalami
peningkatan pada tahun 2011 sebesar 12.93% atau menjadi 3.09 juta ton (BPS
2012)
Permasalahan utama perkaretan Indonesia saat ini adalah masih rendahnya
tingkat produktivitas karet rata-rata Indonesia jika dibandingkan dengan negara
pesaing utama, seperti Malaysia dan Thailand. Pada awal dekade 1990-an
produktivitas karet rata-rata Indonesia hanya berkisar 500 kg/ha/tahun, jauh
dibawah produktivitas karet Malaysia dengan 1 000 kg/ha/tahun dan Thailand 750
kg/ha/tahun (Setiawan dan Andoko 2008), sedangkan pada tahun 2010 tingkat
produktivitas karet Indonesia sebesar 986 kg/ha/tahun, Malaysia 1 100
kg/ha/tahun, dan Thailand 1 600 kg/ha/tahun (Boerhendhy dan Amypalupy 2010).
Salah satu faktor penting yang menyebabkan rendahnya produktivitas karet
Indonesia adalah masih rendahnya mutu penyadapan, terutama penerapan teknik
penyadapan yang tidak sesuai dengan aturan-aturan tertentu dan prinsip-prinsip
yang benar, seperti kedalaman sadapan yang tidak sesuai anjuran, terlalu dangkal
dan terlalu dalam hingga melukai kambium, konsumsi kulit sadapan yang terlalu
boros (lebih dari 2 mm), dan waktu penyadapan yang terlalu siang, serta efek
penggunaan stimulansia berlebihan yang disertai penyadapan yang terlalu tinggi
sehingga memicu terjadi penyakit kekeringan alur sadap (KAS) pada tanaman
karet. Teknik penyadapan menjadi penting karena sangat berkaitan dengan umur
ekonomis tanaman, produktivitas, produksi dan kualitas lateks yang dihasilkan
(Siregar dan Suhendry 2013).

2
Menurut Damanik et al. (2010) dalam pelaksanaan penyadapan ada hal-hal
yang harus diperhatikan, seperti penyadapan harus dilakukan sepagi mungkin
(05.00 WIB-08.00 WIB) saat tekanan turgor masih tinggi, kedalaman sadapan
yang sesuai dengan anjuran, yakni 1-1.5 mm dari lapisan kambium, konsumsi
kulit sadapan 1.5-2 mm, mempertahankan sudut sadap 35º-40º terhadap bidang
horizontal, dan penggunaan stimulansia yang sesuai dengan dosis anjuran.
Penyadapan pada tanaman karet merupakan tindakan panen yang
berkelanjutan hingga puluhan tahun, sehingga diperlukan penerapan sistem sadap
yang memerlukan suatu mekanisme panen dimana faktor frekuensi, panjang alur
sadap, arah sadapan, kedalaman sadap, dan aplikasi stimulan diformulasikan
sehingga dapat diterapkan secermat mungkin di lapangan serta dilakukan
pengawasan sadapan yang bertujuan menghindari terjadinya kesalahan
penyadapan.

Tujuan
Secara umum tujuan magang adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dan pengalaman, baik yang
menyangkut aspek teknis dan manajerial di lapangan.
Tujuan magang secara khusus adalah mengkaji aspek khusus yaitu
mempelajari dan menganalisis Sistem Penyadapan Karet di Tulung Gelam Estate,
PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Kabupaten Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan.

TINJAUAN PUSTAKA
Penyadapan
Penyadapan merupakan kegiatan pemutusan atau pelukaan lateks di kulit
pohon, sehingga dari luka tersebut akan keluar lateks. Pembuluh lateks yang
terputus atau terluka tersebut akan pulih kembali seiring dengan berjalannya
waktu, sehingga jika dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya tetap akan
mengeluarkan lateks (Setyamidjaja 1991). Menurut Setiawan dan Andoko (2008)
sebagai kegiatan yang berkesinambungan selama sekitar 30 tahun, penyadapan
harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip yang benar. Hal ini dikarenakan
teknik penyadapan sangat berkaitan dengan umur ekonomis tanaman,
produktivitas, dan kualitas lateks yang dihasilkan. Terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam pelaksanaan penyadapan antara lain waktu penyadapan,
frekuensi sadap, intensitas sadap, konsumsi kulit sadapan, kedalaman sadapan,
dan penggunaan stimulansia.

3

Konsumsi Kulit Sadapan
Konsumsi kulit merupakan tebalnya kulit tanaman karet yang diiris pada
kegiatan penyadapan. Pengirisan kulit tidak perlu tebal karena pemborosan dalam
pengirisan kulit berarti akan mempercepat habisnya kulit batang karet yang
produktif sehingga masa produksinya menjadi singkat. Ketebalan irisan yang
dianjurkan adalah 1.5-2 mm. Konsumsi kulit per bulan atau per tahun ditentukan
oleh rumus sadap yang digunakan. Contoh rumus sadap : ½ S, d/2, 100%.
Maksudnya adalah penyadapan pada setengah lingkaran batang dua hari sekali
dengan intensitas 100%. Dengan rumus tersebut berarti setiap bulan kulit yang
tersadap adalah 2.5 cm, 10 cm/4 bulan, atau 30 cm/tahun (Siregar dan Suhendry
2013).
Kedalaman Sadapan
Kedalaman sadap berpengaruh pada banyaknya kulit yang dikonsumsi pada
saat penyadapan dan berpengaruh pada jumlah berkas pembuluh lateks yang
terpotong. Semakin dalam irisannya, semakin banyak berkas pembuluh lateks
yang terpotong. Ketebalan kulit hingga 7 mm dari lapisan kambium memiliki
pembuluh lateks terbanyak. Oleh sebab itu, sebaiknya penyadapan dilakukan
sedalam mungkin, tetapi jangan sampai menyentuh lapisan kambiumnya.
Kedalaman irisan yang dianjurkan adalah 1-1.5 mm dari lapisan kambium. Bagian
ini harus disisakan untuk menutupi lapisan kambium. Jika dalam penyadapan
lapisan kambium tersentuh maka kulit pulihan akan rusak dan nantinya
berpengaruh pada produksi lateks (Setiawan dan Andoko 2008).
Kedalaman sadap yang tidak sesuai (lebih dalam) dari yang dianjurkan
menyebabkan semakin tipisnya kulit yang tersisa dan semakin besar resiko luka
kayu yang akan mengakibatkan semakin tipisnya kulit pulihan yang terbentuk
sehingga menyulitkan dalam kegiatan penyadapan selanjutnya (Kiswara 2007).

Kering Alur Sadap (KAS)
Gangguan kering alur sadap ini merupakan salah satu penyebab yang dapat
mengurangi tingkat produksi karet. Kering alur sadap (KAS) merupakan penyakit
fisiologis yang relatif terselubung karena kulit atau batang tanaman karet yang
disadap tidak mengeluarkan lateks secara normal ketika disadap (Siregar dan
Suhendry 2013).
Menurut Sumarmadji (2001) KAS disebabkan karena karena tanaman
disadap dengan intensitas tinggi (over eksploitasi) ataupun pemberian stimulansia
yang berlebihan tanpa disertai pemupukan. Tanaman yang berumur lebih tua
sering dilaporkan mengalami KAS lebih tinggi dikarenakan adanya interaksi
dengan tingkat eksploitasi yang lebih tinggi.

4
Tenaga Kerja Sadap
Menurut Siregar (1995) dalam penyadapan tanaman karet, faktor
pengelolaan tenaga kerja dinilai tidak kalah penting dengan aspek teknis lainnya.
Karena itu, penyadapan tanaman karet sering juga diidentifikasi sebagai suatu
kebijaksanaan panen yang merupakan perpaduan antara aspek teknis agronomi
dan pengelolaan tenaga. Kesinambungan produksi misalnya, sangat dipengaruhi
oleh perilaku penyadap terhadap hancanya.Turun-naiknya produksi juga
ditentukan oleh baik tidaknya penyadap dalam melakukan tugas, misalnya
penyadapan dilakukan di luar sistem yang telah ditetapkan.
Menurut Harahap (2001) terdapat banyak hal yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan hasil (produktivitas) lateks yang diperoleh. Di samping tenaga
kerja dan pengorganisasian karyawan yang tepat, teknik dan cara penyadapan
yang benar juga akan sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh.
Menurut Asim (2012) faktor tenaga kerja dilihat dari usia, pendidikan dan
pengalaman penyadap tidak selalu berpengaruh nyata terhadap produksi yang
dihasilkan penyadap di PT Air Muring, sehingga untuk menjadi seorang penyadap
lebih diperlukan ketekunan, kedisiplinan, dan keterampilan serta adanya
pembagian kelas sadap terhadap kualitas sadapan yang dihasilkan oleh setiap
penyadap. Menurut Ismail (2012) kelas penyadap mempengaruhi hasil lateks
yang dihasilkan oleh penyadap di PTPN X11, dimana rata-rata produksi lateks
kelas sadap B adalah 21.56 liter/hari, sedangakan rata-rata kelas sadap C adalah
14.00 liter/hari. Perbedaaan hasil lateks yang diperoleh kelas penyadap B dan
kelas penyadap C disebabkan oleh perbedaan keterampilan penyadap.

Penggunaan Stimulansia
Stimulansia merupakan zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk
merangsang keluarnya lateks pada tanaman karet dan biasanya berbahan aktif
ethepon. Menurut Karyudi et al. (1995) ethepon sangat efektif sebagai stimulan
karena memiliki peranan dalam meningkatkan tekanan turgor dan elastisitas
dinding sel serta dapat menunda terjadinya penyumbatan pembuluh lateks
sehingga dapat memperpanjang masa aliran lateks. Cara kerja ethepon yaitu
ethepon melepaskan gas etilen ke dalam jaringan kulit tanaman yang berfungsi
sebagai agen anti penyumbatan pembuluh lateks, menstabilkan lutoid, dengan
jalan meningkatkan permeabilitas membrannya, memperpanjang waktu pengaliran
lateks dengan menunda terbentuknya sumbat pada pembuluh-pembuluh lateks dan
memperluas drainase lateks.
Menurut Setiawan dan Andoko (2008) produksi lateks tanaman karet dapat
ditingkatkan dengan menggunakan stimulan atau zat perangsang tertentu.
Pemberian stimulan tanpa menurunkan intensitas sadapan akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman, terutama tanaman yang masih muda. Oleh karena
itu, tanaman karet hanya bisa ditingkatkan produksinya dengan stimulan jika
telah berumur lebih dari 15 tahun atau 10 tahun jika disadap dengan intensitas
rendah (½ S, 4/4, 50 % atau ½ S, d/3, 67%). Bahan perangsang yang biasa dipakai
untuk perangsangan dengan cara oles adalah stimulan berbahan aktif ethepon
dengan merek dagang Ethrel, ELS, dan Cepha.

5

METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang ini dilaksanakan di Tulung Gelam Estate (TGE), PT PP
London Sumatera Indonesia Tbk. Sumatera Selatan selama 4 bulan dimulai dari
bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013.

Metode Pelaksanaan
Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan mengikuti kegiatan teknis dan
kegiatan manajerial. Kegiatan teknis dilakukan untuk mendapatkan keterampilan
teknis. Kegiatan yang dilakukan adalah menjadi Karyawan Harian Lepas (KHL)
selama satu bulan, Pendamping Mandor selama satu bulan, dan Pendamping
Asisiten Divisi selama dua bulan dengan mengikuti kegiatan sesuai dengan yang
dilaksanakan di lapangan.
Kegiatan-kegiatan teknis yang dilakukan sebagai karyawan harian lepas
(KHL) antara lain pembibitan, pemupukan, pengendalian gulma, penyadapan, dan
aplikasi stimulansia. Prestasi kerja yang diperoleh saat melakukan kegiatan teknis
kemudian dibandingkan dengan karyawan-karyawan harian lepas yang ada di
perusahaan.
Kegiatan manajerial untuk memperoleh keterampilan manajerial
dilaksanakan dengan bekerja sesuai dengan tingkatan manajerial yang ada,
diantaranya menjadi Pendamping Mandor Sadap, Mandor Perawatan, Krani Divisi,
Krani Timbang dan menjadi Pendamping Mandor Satu, serta Pendamping Asisten
Divisi.
Metode pengumpulan data yang digunakan pada saat magang adalah metode
langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan mengumpulkan
data primer dengan cara wawancara, diskusi, dan pengamatan langsung
dilapangan yang meliputi : persentase pohon yang dapat disadap per hanca sadap,
persentase pohon yang terserang kering alur sadap (KAS), kondisi kulit sadapan,
penggunaan stimulansia, dan tenaga kerja sadap.
Metode tidak langsung dilakukan dengan studi literatur dan pengumpulan
data sekunder, yaitu data-data kebun seperti keadaan umum perusahaan dan kebun,
keadaan iklim, tata guna lahan, keadaan tanaman (klon, jarak tanam, dan umur
tanaman), struktur organisasi dan ketenagakerjaan, serta data produksi dan
produktivitas enam tahun terakhir.

Pengamatan dan Pengumpulan Data
Dalam kegiatan magang terdapat beberapa parameter khusus yang diamati,
yaitu mengenai aspek khusus sistem penyadapan karet, seperti : persentase pohon
yang dapat disadap per hanca sadap, persentase pohon yang terserang kering alur
sadap (KAS), kondisi kulit sadapan, penggunaan stimulansia, dan tenaga kerja
sadap. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran

6
langsung di lapangan serta melakukan wawancara dengan para penyadap dan
mandor.
a.

Persentase Pohon yang Dapat Disadap
Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung jumlah pohon yang dapat
disadap per hanca sadap. Data diperoleh dengan melakukan sensus langsung dan
wawancara terhadap mandor dan penyadap. Pengamatan dilakukan dengan
mengikuti 8 orang tenaga penyadap dengan frekuensi penyadapan tiga hari sekali
(d/3) atau sistem sadap ½ s d/3, sehingga diamati tiga hanca sadap pada masingmasing tenaga penyadap
b. Persentase Pohon yang Terserang Kering Alur Sadap (KAS)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang
kering alur sadap (KAS) per hanca sadap. Data diperoleh dengan sensus langsung
terhadap gejala kering alur sadap (KAS) dan wawancara terhadap mandor dan
penyadap. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti 8 orang tenaga penyadap
dengan setiap penyadap diamati sebanyak tiga hanca sadap (frekuensi sadap ½ s
d/3).
c.

Kondisi Kulit Sadapan
Pengamatan dilakukan dengan mengikuti 4 orang tenaga penyadap dengan
frekuensi penyadapan tiga hari sekali (d/3) sehingga setiap penyadap diamati
sebanyak tiga hanca sadap (hanca tetap), dengan masing-masing hanca sadap
diamati sebanyak 10 tanaman contoh. Adapun parameter kondisi sadapan yang
diamati adalah :
Panjang alur sadap. Diperoleh dengan mengukur panjangnya sadapan tanaman
yang diamati menggunakan meteran.
Tinggi alur sadap. Diperoleh dengan mengukur tinggi sadapan bagian paling
bawah menggunakan meteran diukur dari tautan okulasi.
Lingkar batang. Diperoleh dengan mengukur lilit batang yang diukur 100 cm
dari tautan okulasi.
Konsumsi kulit sadapan. Diperoleh dengan mengukur tebal kulit yang disadap
pada hari itu (tatal) menggunakan penggaris.
Kedalaman irisan sadapan dari lapisan kambium. Diperoleh dengan
mengukur dalamnya sadapan dengan menusuk kulit sisa sadapan menggunakan
alat tusuk berupa sigmat, quadri atau obeng negatif pada bidang sadapan tanaman
yang baru disadap. Pengamatan tebal irisan sadap dan kedalaman sadap diukur
menggunakan tiga titik, yaitu : bagian atas, tengah, dan bawah pada bidang
sadapan.
d. Penggunaan Stimulansia
Pengamatan penggunaan stimulan dilakukan dengan melihat proses
pengenceran, frekuensi pemberian, dosis stimulan per tanaman, merek dagang,
bahan aktif, dan cara aplikasinya dengan mengamati secara langsung pekerja di
lapangan. Pengamatan ini bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan
tingkat penggunaan stimulansia di lapangan dengan standar yang telah ditetapkan
perusahaan.

7
e.

Tenaga Kerja Sadap
Pengamatan ini bertujuan untuk melihat pengaruh faktor usia, pengalaman,
dan pendidikan terhadap tingkat produksi lateks yang dihasilkan oleh penyadap.
Data diperoleh melalui wawancara langsung setiap penyadap dan Mandor Sadap
pada satu kemandoran dengan tiga rotasi sadap pada masing-masing hancanya.

Analisis Data dan Informasi
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif dengan
melihat nilai rata-rata dari data yang didapat. Nilai rata-rata yang didapat
kemudian dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Selain itu juga dilakukan uji t-student pada taraf 5%.
Hasil t-hitung kemudian dibandingkan dengan t-tabel Apabila t-hitung
berada dalam wilayah kritik maka hasil pengamatan berbeda nyata. Sebaliknya,
jika t-hitung berada di luar wilayah kritik maka hasil pengamatan tidak berbeda
nyata (Walpole 1992).

KEADAAN UMUM KEBUN

Letak Geografis
Perkebunan Karet TGE terletak di Desa Talang Jaya, Kecamatan Sungai
Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Propinsi Sumatera Selatan dengan
terletak antara 03˚ 30’–03˚ 33’ LS dan 105˚17’–105˚ 35’ BT. Perkebunan Karet
TGE berbatasan dengan Kec. Cengal dan Desa Cengal di sebelah Utara, sebelah
selatan berbatasan dengan Kec. Sungai Menang, sebelah timur berbatasan dengan
Desa Cengal dan Kec. Sungai Menang, dan di sebelah barat berbatasan dengan
Desa Sedyomulyo dan Kayu Labu. Perkebunan Karet TGE berada pada
ketinggian ±100 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan kelerengan lahan datar
dan sedikit bergelombang dengan kemiringan 0–8%. Peta lokasi Perkebunan
Karet TGE dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keadaan Iklim dan Tanah
Kondisi iklim di TGE menurut klasifikasi Schmidth dan Ferguson memiliki
tipe iklim B dengan suhu rata-rata 30˚C dan kelembaban di atas 80%. Rata-rata
curah hujan tahunan 2 172.4 mm dengan rata-rata 8.7 bulan basah dan 2.6 bulan
kering, sedangkan rata-rata jumlah hari hujan tahunan 119 hari. Data curah hujan
Perkebunan Karet TGE dapat dilihat pada Lampiran 6. Jenis tanah di Perkebunan
Karet TGE merupakan tanah aluvial dengan tekstur liat berpasir sampai lempung
liat berdebu. Drainase baik, kedalaman efektif solum sangat rendah, yaitu kurang
dari 10 cm, sedangkan pH tanah berkisar antara 5- 6.5.

8
Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Perkebunan Karet TGE Memiliki luas lahan mencapai 2 777.67 ha yang
dibagi menjadi empat divisi, yaitu divisi Tulung Gelam Satu (TGS), divisi Tulung
Gelam Dua (TGD), divisi Tulung Gelam Tiga (TGT), dan divisi Tulung Gelam
Empat (TGE).
Lahan pertanaman karet di TGE merupakan lahan inti. Lahan inti
merupakan lahan resmi milik TGE yang dikelola langsung oleh kebun.
Pembagian luas areal di TGE dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Luas areal TGE
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Uraian

TM Karet
TBM Karet
Persiapan Tanam
Pembibitan
Kebun Percobaan
Penelitian
Lahan Terikut
Pabrik
Perumahan
Bangunan lain
Jalan
Tanah Konservasi
Jumlah

Divisi
I
22.78
586.94

10.00
14.20
18.00
178.82
830.74

Luas Areal (ha)
Divisi
Divisi
Divisi
II
III
IV
647.34
459.37
268.19
93.88
56.99
203.34
4.42
24.52
9.30
4.38
1.60

83.60

26.00

18.70
1.00
14.56

29.04

0.70

790.76

633.42

522.75

Jumlah

1 397.68
941.15
28.94
9.30
4.38
111.20
10.00
32.90
1.00
62.30
178.82
2 777.67

ª Sumber : Buku laporan hektar statement TGE (2013).

Keadaan Tanaman dan Produksi
Perkebunan TGE mulai melakukan pembukaan lahan dan penanaman pada
tahun 1995 dan mulai berproduksi pada tahun 2002 dengan tahun tanam terdiri
dari : 1995, 1996, 1997, 1998, 2001, 2004, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011,
dan 2012. Jenis klon yang ditanam di TGE antara lain PB 260, BPM1, BLIG, PB
311 dan RRIC 100. Jarak tanam yang digunakan adalah 6 m x 3.3 m. Luas areal
(ha) tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) per
tahun tanam di TGE dapat dilihat pada Tabel 2.

9
Tabel 2 Luas areal tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum
menghasilkan (TBM) per tahun tanam di TGE
Tanaman
Menghasilkan
Tahun Tanam
1995
1996
1997
1998
2001
2004
2006
2007
Total TM
Tanaman Belum
Menghasilkan
TahunTanam
2008
2009
2010
2011
2012
Total TBM

Divisi I

22.78

Luas (ha)
Divisi II
Divisi III
252.55
124.06
80.54
47.76
26.57
103.13
12.73

22.78

647.34

84.76
18.16
72.80
51.68
259.62
487.02

62.26
20.81

Divisi IV

181.06
110.12

106.17
27.83

96.86
41.10
30.23
459.37

134.19
268.19

56.99

172.72
8.52
22.10

56.99

203.34

10.81
93.88

ª Sumber : Buku Laporan hektar statement Kebun TGE (2012).

Pada awal produksi, yaitu pada tahun 2002-2008 hasil akhir dari kegiatan
produksi karet di TGE berupa slab yang diolah di tempat pengolahan slab dan
langsung dikirim ke Palembang, akan tetapi pada tahun 2008 telah dibangun
pabrik pengolahan karet CRF (Cengal Rubber Factory) yang berlokasi di sekitar
TGE dan menampung serta mengolah lateks dari tiga kebun yang berada di
perkebunan lokasi Cengal. Produksi dan produktivitas lateks TGE dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 Produksi dan produktivitas lateks di TGE 2007-2012
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Luas (ha)
2 517.5
2 490.7
2 724.3
2 477.8
1 557.3
1 375.3

Produksi (kg)
2 762 117
1 537 570
1 304 516
835 209
324180
246 803

ª Sumber : EST-830A - Estate Monitoring Matrix – Crop TGE.

Produktivitas (kg)
1 097.2
617.3
478.8
337.1
208.2
179.5

Tabel 3 memperlihatkan bahwa rata-rata produksi dan produktivitas di TGE
sejak tahun 2008 terus menerus
mengalami penurunan drastis dengan
produktivitas yang rendah, hal ini disebabkan adanya pencurian berupa
penyadapan liar, sehingga terdapat pohon karet yang disadap dua kali dalam satu
hari. Areal pohon karet yang teridentifikasi tersadap oleh penyadap liar hampir
ditemui disetiap tanaman menghasilkan (TM) pada setiap divisi. Penyadapan liar
yang tidak sesuai aturan juga menyebabkan banyak tanaman yang rusak, patah

10
dan tumbang, serta tidak produktif lagi. Penurunan produksi juga disebabkan
kepemilikan kebun plasma yang sebelumnya dikelola oleh perusahaan seluas
907.70 ha, pada tahun 2010 dikembalikan ke masyarakat, sehingga ikut
mempengaruhi dalam penurunan produksi.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Perkebunan TGE dipimpin oleh seorang Manajer yang memiliki tugas dan
tanggung jawab administrasi dan operasional secara keseluruhan terhadap kebun
yang dikelolanya sesuai kebijakan yang berlaku di perusahaan. Struktur organisasi
dan tenaga kerja di TGE dapat dilihat pada Lampiran 5. Manajer Kebun
melaksanakan pengelolaan kebun berdasarkan kebijakan perusahaan sesuai
dengan rencana kerja dan anggaran atau budget tahunan. Manajer Kebun
bertanggung jawab terhadap semua kegiatan perkebunan meliputi penanaman,
perawatan, teknik, administrasi, dan keuangan kebun. Dalam melaksanakan
tugasnya Manajer dibantu oleh Asisten Administrasi, dan Asisten Divisi.
Karyawan atau tenaga kerja di TGE dibedakan menjadi staf, karyawan, dan
pekerja harian lepas (PHL) atau biasa disebut PW (piece worker). Staf terdiri dari
Manajer Kebun, Asisten Administrasi, dan Asisten Divisi. Karyawan dibedakan
menjadi Karyawan Harian Tetap atau DRP (daily rated personil) dan Karyawan
Bulanan Tetap atau MRP (monthly rated personil). Jumlah tenaga kerja di TGE
adalah 1 070 orang. Indeks tenaga kerja (ITK) di TGE adalah 0.38 orang/ha.
Jumlah dan komposisi tenaga kerja di TGE dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah dan komposisi tenaga kerja di TGE
Jabatan
Staff
Karyawan Tetap
MRP (monthly rated personil)
DRP (daily rated personil)
Karyawan Tidak Tetap
PW (piece worker)
Total

Jumlah (orang)
6
82
90
892
1 070

ª Sumber : Buku laporan ketenagakerjaan TGE.

=

= 0.38 orang/ha

Sistem kerja yang berlaku di TGE terdiri dari sistem kerja harian, harian
target, dan borongan. Sistem kerja harian biasanya diterapkan pada jenis
pekerjaan yang rutin dikerjakan setiap bulan, dengan waktu kerja 7 jam/HK. Jenis
pekerjaan untuk sistem harian antara lain pembibitan, pengendalian gulma,
pemangkasan, penyadapan dan perawatan jalan.
Sistem kerja harian target sama dengan sistem kerja harian, jenis
pekerjaannya rutin akan tetapi waktunya tergantung dari target pekerjaan. Artinya
jika target pekerjaan selesai dalam waktu 4 jam maka pekerja sudah memperoleh
1 HK. Jenis pekerjaan untuk sistem ini antara lain pemupukan, penyemprotan, dan
stimulansia.

11
Sistem kerja borongan diterapkan untuk pekerjaan yang tidak rutin
dilakukan setiap bulannya dan perlu waktu yang cepat untuk menyelesaikannya.
Jenis pekerjaan untuk sistem ini antara lain pemancangan dan pekerjaan lubang
tanam. Upah untuk sistem kerja harian Rp 65 200,00 /HK, sedangkan untuk upah
borongan tergantung dengan jenis pekerjaannya. Contohnya untuk okulasi Rp
500,00 per batang okulasi hidup dan untuk penanaman di upah Rp 1 100,00 per
tanaman.

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis
Pembibitan
Total luas areal pembibitan (nursery) di TGE adalah 13.68 ha. Klon karet
yang digunakan sebagai batang atas (entres) terdiri dari PB 260, PB 235, PB 340,
RRIC 100, PB 314, PB 217, PM 10. Kegiatan pembibitan dimulai pengumpulan
benih karet, seleksi benih, pengisian tanah dalam polybag, penyemaian dan
okulasi. Kegiatan pemeliharaan meliputi pemupukan, penyiraman, prunning
(pewiwilan), pengendalian gulma, dan pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan
di pembibitan dimulai pada pukul 06.30 WIB-14.00 WIB (7 jam/hari) dengan
waktu istirahat 12.00 WIB-12.30 WIB, kecuali hari jumat kegiatan hanya
berlansung sampai jam 12.00 WIB (5 jam/HK). Kegiatan teknis yang dilakukan di
lahan pembibitan, yaitu seleksi benih, pengecambahan benih dan penyemaian
kecambah, okulasi, seleksi hasil okulasi, penyerongan (cut back), dan pewiwilan.
Seleksi Benih. Metode seleksi benih yang dilakukan di TGE adalah dengan
cara merendamkan benih karet ke dalam ember. Benih karet yang baik untuk
dikecambahkan ditandai dengan posisi benih karet sepertiga atau setengah bagian
dari benih karet tenggelam saat direndam, sedangkan benih karet yang dinilai
tidak baik untuk dikecambahkan ditandai dengan seluruh bagian benih karet
mengapung saat direndam. Norma kerja yang berlaku dilapangan untuk seleksi
benih karet adalah 7 jam/HK, sedangkan norma kerja pengumpulan benih karet 16
kg/HK. Kegiatan seleksi benih dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kegiatan seleksi benih

12
Penyemaian. Proses kegiatan pengecambahan benih dan penyemaian di
TGE dilakukan dalam satu tahapan dimana pengecambahan benih langsung di
polybag yang berukuran 25 cm x 45 cm sehingga proses pengecambahan benih
disatukan dengan proses penyemaian bibit. Setiap polybag ditanami sebanyak 2
benih karet, hal ini untuk meminimalisir kemungkinan benih yang tidak tumbuh
atau mati sehingga dari benih yang tumbuh akan dibiarkan satu tanaman yang
tumbuh untuk dijadikan bibit batang bawah, sedangkan sisa kecambah yang
lainnya akan dipindahkan ke bagian polybag yang kosong atau yang bijinya tidak
tumbuh semua dalam polybag.
Penanaman benih di polybag denga cara benih-benih karet dibenamkan
dengan perut benih terletak dibawah kemudian benih dibumbun dengan tanah .
Keuntungan proses pengecambahan langsung di polybag adalah proses
pengecambahan benih dan penyemaian berlangsung satu tahapan saja dalam satu
polybag sehingga tidak ada proses pemindahan hasil pengecambahan ke
penyemaian di polybag sehingga secara finansial akan menghemat biaya, tetapi
kelemahan dari penanaman benih langsung di polybag adalah bibit tumbuh tidak
seragam dan benih tumbuh lebih lama. Norma kerja untuk pengecambahan benih
adalah 7 jam/HK, sedangkan norma untuk pengisian tanah ke dalam polybag
adalah 200 polybag/HK. Kegiatan penanaman benih dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kegiatan penanaman benih
Okulasi. Jenis okulasi yang digunakan di lahan pembibitan TGE adalah
okulasi coklat, dimana umur batang bawah telah mencapai 8-9 bulan di
pembibitan, sedangkan batang atas (mata entres) yang digunakkan untuk okulasi
kebanyakan berasal dari klon PB 260. Kegiatan okulasi dilakukan langsung di
dalam polibag yang berukuran 25 cm x 40 cm oleh pekerja dengan sistem
borongan dengan upah Rp 500,00 per okulasi hidup.
Tahapan okulasi cokelat di TGE dimulai dengan menorehkan sepertiga dari
lingkaran batang pada ketinggian 5-10 cm dari permukaan tanah. Arah penoresan
dari atas ke bawah dan bagian atas diiris melintang atau miring. Kemudian di sela
menunggu getah jendela okulasi mengering, mata tunas diambil dari kayu okulasi
dengan menyertakan sedikit kayu yang menutupi jiwa. Perisai yang telah siap
segera ditempelkan ke jendela okulasi dengan hati-hati kemudian dibalut dengan
plastik okulasi dimulai dari bawah ke atas dengan tujuan agar air hujan tidak
masuk ke dalam. Kegiatan Okulasi dapat dilihat pada Gambar 3.

13

Gambar 3 Kegiatan okulasi
Seleksi (Culling). Seleksi dilakukan dengan melihat dan menghitung satu
per satu tanaman hasil okulasi , tanaman yang berhasil ditandai dengan mata tunas
yang berwarna hijau, sedangkan hasil okulasi yang gagal ditandai denga mata
tunas berwarna cokelat atau hitam. Tanaman hasil okulasi yang pertumbuhannya
jelek atau mati, dicabut dan dibuang kemudian dihitung untuk mengetahui tingkat
kegagalan pada akhir pencatatan data di pembibitan. Pemeriksaan dilakukan
setelah 20-21 hari pengokulasian dengan membuka pembalutnya.
Saat menghitung jumlah okulasi yang berhasil di TGE dari 4 971 batang
bawah yang diokulasi pada petak 4 AB yang berhasil hanya mencapai 3 716 atau
66.72%, sedangkan pada petak 4 C dari 4 971 batang bawah yang diokulasi
tingkat keberhasilannya hanya mencapai 3 744 atau 75.30%. Tingkat persentase
keberhasilan okulasi di pembibitan TGE masih tergolong rendah. Keterampilan
dalam mengokulasi sangat diperlukan agar persentase tingkat keberhasilan okulasi
lebih tinggi.
Penyerongan. Pemotongan batang bawah dilakukan dengan kemiringan 45˚
pada posisi 5-10 cm diatas jendela okulasi. Pemotongan dilakukan dengan
menggunakan gergaji serong dan dilakukan saat umur okulasi telah mencapai 25
hari dimana saat kantong plastik okulasi telah dibuka. Hasil dari okulasi
dinamakan bud graft yang nantinya akan digunakan sebagai bahan tanam di
lapangan.
Pewiwilan. Pewiwilan dilakukan dengan membuang tunas-tunas yang
tumbuh pada bibit hasil okulasi dengan tetap menjaga tunas yang tumbuh hanya
satu yakni tunas yang tumbuh dari mata okulasi yang bertujuan agar batang
tanaman terus tumbuh ke atas. Hal ini dimaksudkan agar pada saat bibit ditanam
di lapang, batang tanaman tumbuh lurus tanpa percabangan pada ketinggian yang
tidak dikehendaki. Kegiatan penyerongan dan pewiwilan dapat dilihat pada
Gambar 4 dan 5.

Gambar 4 Kegiatan penyerongan

Gambar 5 Kegiatan pewiwilan

14
Pemangkasan atau Prunning Cabang
Pemangkasan atau prunning cabang pada tanaman karet merupakan kegiatan
membuang tunas cabang agar terbentuk bidang sadap yang ideal yaitu bulat, lurus,
tegak dan panjang. Oleh karena itu, untuk mendapatkan bidang sadap yang ideal
serta penyadapan bisa lebih maksimal, maka batang tanaman karet dibebaskan
dari cabang sampai ketinggian 3.10 m. Proses pemangkasan dilakukan secara
bertahap, mulai dari saat penanaman, tunas dan cabang-cabang yang tumbuh pada
ketinggian kurang dari 170 cm dari tanah dibuang secara teratur setiap bulan
sampai pada ketinggian 3 m. Norma kerja yang berlaku di lapangan adalah 7
jam/HK dengan pengawasan secara langsung oleh mandor perawatan.
Pemupukan pada Tanaman Karet Belum Menghasilkan (TBM)
Pemupukan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) merupakan salah
satu penunjang produksi yang sangat penting untuk menigkatkan pertumbuhan
tanaman melalui pemberian unsur hara sehingga tanaman akan berproduksi tinggi
dan dapat dipanen sesuai waktunya. Jadwal dan dosis pemupukan tanaman belum
menghasilkan di TGE dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jadwal pemupukan tanaman belum menghasilkan (TBM) di TGE
Bulan ke0
1
3
5
8
12
16
20
24
28
32
36
40
46

Tempat Aplikasi
Lubang
Piringan
Piringan
Piringan
Piringan
Piringan
Piringan
Piringan
Piringan
Piringan
Piringan
Piringan
Piringan
Piringan

Pupuk
CIRP
NPK 15.15.6.4
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2
NPK 12.12.17.2

Dosis (g/pohon)
Lahan Datar
Lahan Teras
200
250
50
75
75
100
75
100
100
125
100
125
100
150
100
150
150
200
150
200
200
250
200
250
200
250
250
300

ª Sumber : SOP 3.3 Jadwal Pemupukan TBM PT PP London Sumatera.

Kegiatan pemupukan yang dilakukan pada saat magang adalah pemupukan
tanaman belum menghasilkan (TBM) 2010 klon PB 260 seluas 35 hektar yang
dikerjakan oleh 22 orang pekerja menggunakan pupuk NPK 12.12.17.2. Aplikasi
pemupukan dilakukan dengan menabur pupuk di sisi batang tanaman dengan
dosis yang digunakan adalah 200 g/pohon. Norma kerja pemupukan adalah 2
ha/HK. Prestasi kerja karyawan adalah 1.9 ha/HK, sedangkan penulis hanya ikut
mengawasi kegiatan pemupukan yang berlangsung di lapangan. Kendala dalam
pemupukan adalah keterlambatan dalam distribusi pupuk ke lahan sehingga waktu
kegiatan pemupukan dimulai lebih lambat dari jadwal seharusnya. Kegiatan
pemupukan tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat dilihat pada Gambar 6.

15

(a) Pelangsiran pupuk

(b) Aplikasi pupuk

Gambar 6 Kegiatan pemupukan tanaman belum menghasilkan (TBM)
Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma dilakukan dengan mengunakan dua cara, yaitu secara
mekanis dan secara kimiawi. Secara mekanis dilakukan dengan menggunakan
parang, cangkul, clurit dan arit, sedangkan secara kimiawi menggunakan herbisida.
Gulma yang umum ditemui pada tanaman belum menghasilkan (TBM) di TGE
adalah alang-alang (Imperata Cylindrica), sembung rambat (Mikania micrantha),
dan teki (Cyperus rotundus). Pengendalian gulma di piringan tanaman belum
menghasilkan (TBM) merupakan salah satu kegiatan perawatan tanaman belum
menghasilkan (TBM) yang selalu diperhatikan di TGE agar pertumbuhan tanaman
karet dapat tumbuh dengan baik dan mempercepat matang sadap. Kegiatan
pengendalian gulma di piringan TBM, yaitu membersihkan gulma yang tumbuh
dipiringan tanaman serta menyingkirkan LCC yang merambat pada tanaman
menggunakan arit atau dongkel. Norma kerja untuk pekerjaan ini adalah 0.2
ha/HK, tetapi norma yang berlaku di lapangan adalah 7 jam/HK dengan
pengawasan secara langsung dari mandor perawatan.
Pengendalian gulma secara kimiawi yang dilakukan di TGE adalah semprot
barisan (strip spraying) dengan cara menyemprot barisan tanaman selebar 1.5-2
meter ke kiri dan ke kanan barisan tanaman. Penyemprotan herbisida dilakukan
dengan menggunakan alat semprot micron herbi. Herbisida yang digunakan
adalah herbisida kontak dan sistemik dengan konsentrasi disesuaikan dengan alat
yang digunakan dan tingkat kerapatan gulma. Jika menggunakan alat semprot
gendong maka digunakan herbisida sistematik dengan dosis 4 l/ha, sedangkan
menggunakan micron herbi dipakai herbisida kontak dengan dosis 50 cc/ha dan
sistematik 150 cc/ha. Norma kerja yang berlaku untuk pekerjaan ini adalah 4
ha/HK. Kegiatan pengendalian gulma dapat dilihat pada Gambar 7.

(a) Pengendalian gulma di piringan TBM (b) strip spraying pada TM
Gambar 7 Kegiatan pengendalian gulma

16
Penyadapan
Penyadapan merupakan kegiatan pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks
dikulit pohon, sehingga dari luka tersebut akan keluar lateks. Sistem sadap yang
diterapkan di Divisi II (TGD), TGE adalah sistem sadap ½ S d/3 dan ½ S d/2.
Sistem sadap ½ S d/3, artinya tanaman disadap setengah spiral setiap tiga hari
sekali dimana setiap penyadap memiliki tiga hanca tetap untuk disadap secara
bergiliran. Sistem sadap ½ S d/3 di Divisi II (TGD), TGE diterapkan pada tahun
tanam muda yaitu ; tahun tanam 2004, 2006 dan 2008, sedangkan sistem sadap ½
S d/2, artinya tanaman disadap setengah spiral setiap dua hari sekali. Penerapan
sistem sadap ½ S d/2 di Divisi II (TGD), TGE diterapkan pada tahun tanam 1995,
1996, 1997 dan 2001. Setiap hanca yang disadap oleh penyadap sangat bervariasi
mencapai 400-500 tanaman atau setara dengan luasan satu hektar.
Penentuan Matang Sadap. Cara menentukan kesiapan atau kematangan
matang sadap adalah dengan mengukur lilit batang. Pengukuran lilit batang
dilakukan pada saat umur tanaman 5 tahun. Penentuan matang sadap di TGE
untuk tanaman hasil okulasi dengan mengukur lilit batang pada ketinggian 150 cm
dari permukaan tanah dan lilit batang telah mencapai 45 cm.
Pembukaan Bidang Sadap. Ketinggian bidang sadap pada saat pembukaan
pertama kali berbeda-beda untuk tanaman asal biji dan okulasi. Pembukaan
bidang sadap di TGE untuk tanaman hasil okulasi yaitu panel pertama (A) dibuka
pada ketinggian 150 cm dari permukaan tanah. Panel (B) dibuka pada ketinggian
150 cm atau sama tinggi dengan bukaan pertama.
Arah dan Sudut Sadap. Arah sadap dari kiri atas ke kanan bawah
membentuk irisan sadap ½ S untuk sistem sadap bawah dan ¼ S untuk sistem
sadap atas. Pembuatan sudut yang miring ini dibantu dengan mal sadap. Arah
bidang sadap jangan sampai terbalik karena sangat erat hubungannya dengan
produksi lateks. Arah sadap yang benar akan memotong pembuluh lateks lebih
banyak dibandingkan arah sadap yang terbalik. Karenanya, penyadapan harus dari
kiri atas ke arah kanan bawah membentuk sudut 35º-45º.
Alat yang digunakan untuk penyadapan di Divisi II (TGD), TGE pada
umumnya sama dengan perkebunan karet lainnya antara lain pisau sadap, talang
lateks, mangkuk lateks, kawat mangkuk, wadah lump, ember kapasitas 10 kg, dan
tong kapasitas 30 kg serta adanya sebuah meja (anjang-anjang) yang terbuat dari
kayu yang berfungsi sebagai tempat meniriskan lump dan ember atau tong serta
sebagai penanda hanca sadap seorang penyadap.
Kegiatan Penyadapan di TGE dimulai sekitar pukul 05.30WIB atau 06.00
WIB. Setiap penyadap biasanya menyelesaikan penyadapan satu hanca 400-500
pohon dalam waktu 2-3.5 jam yaitu sekitar pukul 09.30 WIB. Disela-sela
menuggu waktu pengumpulan lateks biasanya dipergunakan oleh para penyadap
untuk istirahat, seperti sarapan pagi dan pengecekan kembali hanca yang telah
disadap untuk menghindari lateks yang mengalir tidak pada alur sadap atau lateks
tidak jatuh ke mangkuk lateks, hal ini biasanya sering terjadi saat kondisi batang
yang masih basah karena turun hujan pada malam harinya, sedangkan waktu
pengambilan lateks atau pengutipan dimulai pukul 10.30 WIB atau pukul 11.00
WIB kecuali pada hari jumat waktu pengambilan lateks dilakukan lebih awal,
yaitu pukul 10.15 WIB. Kegiatan penimbangan hasil lateks di tempat
pengumpulan hasil (TPH) biasanya dilakukan pada pukul 11.30 WIB atau 12.00

17
WIB, penimbangan sendiri dilakukan oleh Krani Timbang dibantu oleh Mandor
Sadap. Kegiatan penyadapan dapat dilihat pada Gambar 8.

(a) Pemotongan atau pelukaan lateks

(b) Pengumpulan lateks

Gambar 8 Kegiatan penyadapan

Premi yang diberikan terutama jenis pekerjaan panen atau sadap,
perhitungan premi di Perkebunan TGE adalah sebagai berikut :
1. Penyadap
Jika penyadap mendapat (3-5 kg karet kering x Rp 750,00),(6-8 kg karet
kering x Rp 1 000,00)/(9 kg karet kering x Rp 1 250,00), (10 kg karet
kering x Rp 1 750,00),( 11-12 kg karet kering x Rp 2 000,00), (13-14 kg
karet kering x Rp 2 250,00), dan (lebih dari 15 kg x Rp 2 500,00)
2. Mandor Sadap
Rata-rata premi penyadap anggota x 1.5
3. Krani Timbang
Rata-rata premi penyadap satu TPH x 1.25
4. Mandor Satu
Rata-rata premi mandor satu divisi x 1.5
Penimbangan Lateks dan Lump
Penimbangan lateks dilakukan setelah kegiatan pengutipan atau
pengumpulan lateks dari mangkok selesai, biasanya penimbangan hasil lateks di
Divisi II TGE dilakukan pada pukul 11.30 WIB atau 12.00 WIB di tempat
pengumpulan hasil (TPH). Penimbangan dilakukan oleh Krani Timbang dengan
diawasi mandor sadap. Hasil penimbangan lateks masing-masing penyadap
kemudian dicatat untuk dilaporkan ke kantor divisi. Tujuan dari penimbangan
hasil adalah untuk mengetahui jumlah lateks, cuplump dan slab yang diperoleh
penyadap guna menentukan besarnya premi penyadap.
Lateks yang sudah selesai ditimbang kemudian dituang ke dalam tangki
yang berkapasitas 2 ton sambil disaring menggunakan saringan dengan ukuran 40
mesh, sedangkan cuplump dan slab ditempatkan pada bak-bak penampungan.
Selanjutnya ke dalam tangki ditambahkan amoniak 15% dengan dosis 1:1, yaitu
setiap 1 ton lateks dicampur amoniak sebanyak 1 liter. Pemberian amoniak
tersebut bertujuan untuk memperlambat proses pembekuan lateks, agar lateks

18
tetap dalam keadaan cair sampai tiba ke pabrik pengolahan. Kegiatan
penimbangan hasil lateks dan lump dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Kegiatan penimbangan hasil lateks dan lump di TPH
Pengangkutan lateks di tempat pengumpulan hasil (TPH) harus segera
dilakukan untuk mencegah prakoagulasi. Lateks di dalam tangki dialirkan dengan
pipa menuju tangki pada traktor yang selanjutnya dibawa menuju gudang lateks,
sedangkan cuplump dan slab yang telah terkumpul di tempat pengumpulan hasil
(TPH) juga diangkut dengan cara diletakkan pada bak di depan tangki traktor
untuk diolah lebih lanjut.
Pengukuran Kadar Karet Kering (KKK)
Pengukuran kadar karet kering (KKK) atau dry rubber content (DRC)
merupakan kegiatan mengukur kadar karet kering dari lateks yang dihasilkan
masing-masing penyadap di tempat pengumpulan hasil (TPH). Pengukuran kadar
karet kering (KKK) dilakukan dengan menggunakan alat Metrolac Hydrometer.
Metrolac Hydrometer

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Stump Karet (Hevea Brassiliensis Muell Arg.) Terhadap Pemberian Growtone Pada Berbagai Komposisi Media Tanam

7 52 92

Induksi Tunas Mikro TanamanKaret (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Medium WPM dengan Pemberian Benzil Amino Purin (BAP) Dan Naftalen Asam Asetat (NAA)

0 44 74

Peningkatan Mutu Kayu Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) dengan Bahan Pengawet Alami dari Beberapa Jenis Kulit Kayu

2 55 78

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Penyadapan Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) di Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

0 18 86

Manajemen penyadapan karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Dolok Merangir Estate, PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Simalungun, Sumatera Utara

0 28 83

Pengelolaan Penyadapan Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Di Gurach Batu Estate, Pt Bakrie Sumatera Plantation Tbk Kisaran, Asahan, Sumatera Utara

0 14 70