Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan oleh Induk Domba dari Disuperovulasi sebelum Perkawinan

ABSTRAK
ANDI NILLA WAJUANNA. Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan
oleh Induk Domba yang Disuperovulasi sebelum Perkawinan. Dibimbing oleh
ANDRIYANTO dan WASMEN MANALU.
Penelitian ini bertujuan mempelajari gambaran darah merah anak domba yang
dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan, yaitu jumlah
eritrosit (RBC), nilai hematokrit (PCV), dan konsentrasi hemoglobin (Hb) pada hari
pertama kelahiran. Penelitian ini menggunakan hewan percobaan sebanyak 18 ekor
anak domba, yaitu sembilan ekor anak domba kontrol dan sembilan ekor anak domba
hasil superovulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah eritrosit, nilai
hematokrit, dan konsentrasi hemoglobin anak domba hasil superovulasi memberikan
pengaruh yang sama dengan anak domba kontrol dan tidak berbeda nyata (P>0.05).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa superovulasi pada anak domba tidak
mempengaruhi gambaran sel darah merah berdasarkan jumlah eritrosit, nilai hematokrit,
dan konsentrasi hemoglobin.
Kata kunci: anak domba, eritrosit, hematokrit, hemoglobin, superovulasi

ABSTRACT
ANDI NILLA WAJUANNA. The effect of superovulation of ewes prior to mating on
lambs erytrocytes . Supersived by ANDRIYANTO and WASMEN MANALU.
This research was conducted to study the effect of superovulation of ewes prior to

mating on lambs erythrocytes, such as erythrocytes count (RBC), hematrocit percentage
(PCV), and haemoglobin concentration (Hb) on the first day after borned. This research
used eighteen lambs, which nine superovulation lambs and nine control lambs. The
result showed that erythrocytes count, hematocrit percentage, and haemoglobin
concentration were not affected by treatment (P>0.05). It was concluded that
superovulation of ewes prior to mating did not affected on erythrocytes count,
hematocrit percentage, and haemoglobin concetration.
Keywords: erythrocytes, haemoglobin, hematocrit, lambs, superovulation

GAMBARAN DARAH MERAH ANAK DOMBA YANG
DILAHIRKAN OLEH INDUK DOMBA YANG
DISUPEROVULASI SEBELUM PERKAWINAN

ANDI NILLA WAJUANNA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Darah Merah
Anak Domba yang Dilahirkan oleh Induk Domba yang Disuperovulasi sebelum
Perkawinan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Andi Nilla Wajuanna
NIM B04070060

ABSTRAK
ANDI NILLA WAJUANNA. Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan
oleh Induk Domba yang Disuperovulasi sebelum Perkawinan. Dibimbing oleh
ANDRIYANTO dan WASMEN MANALU.
Penelitian ini bertujuan mempelajari gambaran darah merah anak domba yang

dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan, yaitu jumlah
eritrosit (RBC), nilai hematokrit (PCV), dan konsentrasi hemoglobin (Hb) pada hari
pertama kelahiran. Penelitian ini menggunakan hewan percobaan sebanyak 18 ekor
anak domba, yaitu sembilan ekor anak domba kontrol dan sembilan ekor anak domba
hasil superovulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah eritrosit, nilai
hematokrit, dan konsentrasi hemoglobin anak domba hasil superovulasi memberikan
pengaruh yang sama dengan anak domba kontrol dan tidak berbeda nyata (P>0.05).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa superovulasi pada anak domba tidak
mempengaruhi gambaran sel darah merah berdasarkan jumlah eritrosit, nilai hematokrit,
dan konsentrasi hemoglobin.
Kata kunci: anak domba, eritrosit, hematokrit, hemoglobin, superovulasi

ABSTRACT
ANDI NILLA WAJUANNA. The effect of superovulation of ewes prior to mating on
lambs erytrocytes . Supersived by ANDRIYANTO and WASMEN MANALU.
This research was conducted to study the effect of superovulation of ewes prior to
mating on lambs erythrocytes, such as erythrocytes count (RBC), hematrocit percentage
(PCV), and haemoglobin concentration (Hb) on the first day after borned. This research
used eighteen lambs, which nine superovulation lambs and nine control lambs. The
result showed that erythrocytes count, hematocrit percentage, and haemoglobin

concentration were not affected by treatment (P>0.05). It was concluded that
superovulation of ewes prior to mating did not affected on erythrocytes count,
hematocrit percentage, and haemoglobin concetration.
Keywords: erythrocytes, haemoglobin, hematocrit, lambs, superovulation

GAMBARAN DARAH MERAH ANAK DOMBA YANG
DILAHIRKAN OLEH INDUK DOMBA YANG
DISUPEROVULASI SEBELUM PERKAWINAN

ANDI NILLA WAJUANNA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan oleh Induk
Domba dari Disuperovulasi sebelum Perkawinan
Nama
: Andi Nilla Wajuanna
NIM
: B04070060

Disetujui oleh

Drh. Andriyanto, M.Si
Pembimbing I

Prof. Dr. Ir Wasmen Manalu
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D ,APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya
skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ialah “Gambaran
Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan oleh Induk Domba yang Disuperovulasi
sebelum Perkawinan”.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut peran
serta dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak drh. Andriyanto, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu, selaku
pembimbing skripsi atas diskusi, dukungan, dan masukannya selama ini.
2. Ibu drh. Susi Soviana, M.Si selaku pembimbing akademik.
3. Keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan, semua dosen dan staff, sahabat FKH 44
dan 45 Terima kasih atas segala bentuk dukungan, semangat, dan do’a yang selalu
kalian berikan.
4. Ayahanda Andi Lubis Wajuanna, Ibunda Andi Nurhaedah Tahir, dan semua kakakku
Andi Sidi Gazalba Wajuanna, Andi Muh. Roem Wajuanna, Andi Amila Wajuanna,
Andi Rompe Gading Wajuanna, Andi Besse Wajuanna. Selain itu, saya ucapkan
kepada adikku Andi Wecudai Wajuanna, Andi Auliah Wajuanna, Andi Yuyun
Pinrapati Wajuanna dan anakku Teuku Iskandar Wajuanna yang penulis sayangi,

terima kasih atas segala dukungan, do’a, cinta, dan kasih sayang yang telah diberikan
selama ini.
5. Sahabat-sahabatku 395 asrama A3 TPB 2007 dan teman-teman kosan, terima kasih
atas bantuan, nasihat, dan atas kebersamaannya di Wisma Candy dan Wisma Ayu.
Penulis berharap semoga skripsi ini bisa memberikan informasi yang bermanfaat
bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang membaca.
Bogor, Maret 2013
Andi Nilla Wajuanna

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Domba

2

Superovulasi

3

Darah


3

Eritrosit

4

Hematokrit

4

Hemoglobin

5

METODE

6

Waktu dan Tempat


6

Alat dan Bahan

6

Tahap Persiapan

7

Hewan Percobaan

7

Aklimatisasi Domba

7

Kandang, Pakan, dan Minum


7

Tahap Pelaksanaan

7

Rancangan Percobaan

7

Superovulasi

8

Pengambilan dan Analisis Sampel

8

Parameter yang Diamati

9

Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Hasil

9

Pembahasan

9

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

18

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi protein hewani yang
rendah. Rata-rata orang Indonesia mengkonsumsi pangan asal hewan mencapai
81.9 g/orang/hari, sedangkan standar konsumsi Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi (WNPG) ialah 150 g/orang/hari (Westra 2009). Pada masa yang akan datang,
prospek pengembangan ternak domba cukup baik, yaitu untuk memenuhi
kebutuhan daging di dalam negeri dan memiliki peluang ekspor yang akan
membuka kesempatan kerja. Dengan demikian, secara tidak langsung, usaha
ternak domba akan meningkatkan pendapatan petani (Ramada 2008). Permintaan
domba semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk
Indonesia, terutama pada saat Idul Adha (Harianto 2010). Saat ini, aspek
reproduksi, usaha produktivitas, dan reproduktivitas peternakan domba
dimasyarakat masih perlu ditingkatkan. Hal-hal lain dalam usaha ternak domba
yang perlu ditingkatkan ialah faktor genetik, probabilitas jantan dan betina,
jumlah anak yang dilahirkan, dan bobot lahir anak (Soeharsono dan Musofie
2007). Salah satu upaya peningkatan populasi domba ialah teknologi
superovulasi.
Superovulasi merupakan suatu teknik untuk merangsang pembentukan
folikel dalam ovarium melebihi kemampuan alamiahnya. Domba, kambing, dan
sapi rata-rata mengovulasikan 12 sel telur setelah induksi superovulasi (Solihati
2005). Pemberian superovulasi sangat diperlukan untuk memperoleh anak domba
yang mempunyai kualitas dan produktivitas yang baik. Superovulasi dapat
meningkatkan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan, terutama
progesteron dan estrogen,yang disertai dengan peningkatan jumlah anak dan
ekspresi genotipe pertumbuhan yang digambarkan oleh fenotipe bobot lahir,
panjang badan, dan tinggi badan saat lahir (Manalu dan Adriani 2002). Teknik
superovulasi dapat dilakukan dengan pemberian hormon gonadotropin, seperti
Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone
(FSH). Kedua hormon tersebut dapat meningkatkan perkembangan folikel
ovarium sehingga meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan (Andriyanto
dan Manalu 2010).
Pada trimester akhir masa kebuntingan, terdapat perubahan-perubahan nyata
pada bobot fetus yang mencerminkan variasi faktor-faktor genetik, besar litter,
status nutrisi, dan kesehatan induk (Andriyanto dan Manalu 2011). Induk yang
memiliki littersize(jumlah anak) lebih dari dari tiga ekor biasanya melahirkan
anak dengan bobot lahir yang lebih kecil dan tingkat kematian yang tinggi
(Andriyanto dan Manalu 2011).
Mengingat hal tersebut, status fisiologis anak domba dari induk domba hasil
superovulasi perlu diamati. Status fisiologis dapat digambarkan melalui
pemeriksaan gambaran darah merah (Maheswari et al. 2001).Penelitian ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran darah merah anak domba yang dilahirkan
oleh induk domba yangdisuperovulasisebelum perkawinan,yaitu jumlah
eritrosit/Red Blood Cell (RBC), nilai hematokrit/Packed Cell Volume (PCV), dan
konsentrasi hemoglobin (Hb).

2

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah untuk memperolehgambaran darah merah anak
domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum
perkawinan, yaitu jumlahRBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang status
fisiologis anak domba yang dilahirkan oleh induk domba yang disuperovulasi
sebelum perkawinan dan mengoptimalkan teknologi reproduksi dengan
menggunakan teknik superovulasi pada domba.

TINJAUAN PUSTAKA
Domba
Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba
merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonsumsi pakan kualitas
rendah dan dipelihara untuk memproduksi daging, susu, wol, kulit, dan hasil
limbah yang dapat digunakan sebagai pupuk (Gatenby 1991). Bangsa domba
secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya
berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau
berdasarkan asal ternak. Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia
yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan.
Domba lokal adalah domba asli Indonesia yang mampu beradaptasi dengan baik
pada kondisi iklim tropis, mampu memakan pakan dengan kualitas rendah, dan
memiliki sifat seasonal polyestrus sehingga dapat beranak sepanjang tahun.
Domba lokal memiliki tubuh yang relatif kecil, warna bulu yang beragamdengan
bentuk ekor yang kecil dan tidak terlalu panjang.
Klasifikasi ilmiah domba menurut Damron (2006) ialah kerajaan Animalia,
filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, famili
Bovidae. Selanjutnya, domba masuk ke dalam subfamili Caprinae, genus Ovis,
dan memiliki nama ilmiah Ovis aries.
Domba yang terdapat di Indonesia terdiri atas beberapa jenis, yaitu domba
jawa ekor tipis, domba jawa ekor gemuk, domba garut, dan domba sumatera ekor
tipis (Iniguez et al. 1991). Dua tipe domba yang paling menonjol di Indonesia
ialah domba ekor tipis (DET) dan domba ekor gemuk (DEG) dengan perbedaan
galur dari masing-masing tipe. Asal-usul domba ini tidak diketahui secara pasti,
tetapi diduga domba ekor tipis berasal dari India dan domba ekor gemuk berasal
dari Asia Barat (Williamson dan Payne 1993).

3

Superovulasi
Superovulasi berasal dari kata super berarti luar biasa dan ovulasi berarti
pelepasan sel telur atau ovarium dari folikel de Graaf. Superovulasi adalah suatu
teknik untuk merangsang pembentukan sejumlah besar folikel di dalam ovarium
dan mematangkannya lebih cepat dari kemampuan alamiahnya. Pada domba,
seperti hewan menyusui lainnya, laju ovulasi dapat ditingkatkan apabila ovarium
sebagai produsen sel telur dirangsang dengan cara pemberian
hormongonadotropin, seperti PMSG/hCG pada hewan tersebut. Hormon PMSG
memiliki aktivitas ganda yang mirip dengan FSH dan LH yang dapat merangsang
pertumbuhan folikel, menunjang sintesis estradiol, merangsang proses ovulasi,
dan luteinisasi (Armstrong et al. 1982; Bidon dan Paper 1984; Gonzalez et al.
1994)
Keberhasilan penggunaan hormon PMSG/hCG dalam meningkatkan folikel
dan korpus luteum dapat dilihat dari peningkatan sekresi hormon kebuntingan,
pertumbuhan uterus, embrio, dan fetus, peningkatan bobot lahir dan bobot sapih,
pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu, dan produksi pada domba (Manalu
et al. 1998; Manalu et al. 1999; Manalu et al. 2000a; Manalu et al. 2000b).
Teori gelombang folikuler diperkirakan terjadi pada pertengahan siklus
estrus yang sekaligus pertengahan fase luteal, yaitu berkisar antara hari
kesembilan sampai ke-12 mengacu pada lamanya siklus estrus domba yang ratarata 21 hari (18−24 hari) (Lopez et. al. 2005). Pada domba yang disuperovulasi,
aktivitas ovarium kiri lebih aktif dibandingkan ovarium kanan berdasarkan jumlah
korpus luteum (Manalu dan Sumaryadi 1997).

Darah
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat tinggi yang
berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh,
mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan
tubuh terhadap virus atau bakteri (Ganong 2003). Istilah medis yang berkaitan
dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa
Yunani, haima yang berarti darah. Jumlah total volume darah berkisar antara
6−7% dari total bobot badan pada hewan ruminansia. Total volume darah pada
hewan muda pada masa pertumbuhan sering lebih dari 10% bobot badan (Meyer
dan Harvey 2004).
Darah tersusun atas plasma dan sel darah. Sel darah mencakup eritrosit,
leukosit, dan trombosit. Plasma darah mengandung 90% air dan berbagai zat
terlarut/tersuspensi di dalamnya. Zat tersuspensi tersebut mencakup beberapa jenis
bahan, seperti protein plasma (albumin, globulin, dan fibrinogen), sari makanan
(glukosa, asam amino, lipid, dan monosakarida), berbagai ion (kalium, klorida,
dan senyawa bikarbonat), dan bahan lainnya (hormon, gas respiratori, vitamin,
dan enzim) (Isnaeni 2006).
Sel darah terdiri atas beberapa golongan, yaitu eritrosit, leukosit (granulosit,
dan agranulosit), dan trombosit. Jenis sel darah yang termasuk leukosit granulosit
adalah neutrofil, eosinofil, dan basofil, sedangkan yang termasuk ke dalam
leukosit agranulosit adalah limfosit besar, limfosit kecil, dan monosit (Frandson

4

1996). Persentase sel darah adalah sekitar 40% (30−55%) dari total volume darah,
bergantung pada spesies (Samuelson 2007).
Hitungan darah menyajikan suatu prosedur laboratorium yang berguna
untuk memperkirakan jumlah dan jenis sel-sel dalam darah yang bersirkulasi pada
seekor hewan pada suatu waktu tertentu. Hitungan sel total dinyatakan dalam
jumlah sel dalam millimeter kubik darah. Hitungan ini berlaku baik untuk sel
darah merah atau sel darah putih, meski teknik dan peralatannya agak berbeda
(Frandson 1996).

Eritrosit
Sel-sel darah merah atau eritrosit berbentuk lempeng bikonkaf dengan
diameter rata-ratanya sebesar 7.8 mikrometer, dan ketebalan pada bagian yang
tebal 2.5 mikrometer dan pada bagian tengah satu mikrometer (Samuelson 2007).
Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut oksigen dari paru-paru kejaringan,
mengangkut karbon dioksida ke paru-paru, dan sebagai penyangga atau buffer ion
hidrogen. Menurut Frandson (1996), jumlah sel darah merah pada domba ialah11
juta/mm3.
Eritrosit mempunyai bentuk yang mirip piringan pipih yang menyerupai
donat. Sekitar 45% darah tersusun atas sel darah merah yang dihasilkan di
sumsum tulang. Setiap 1 cm3 darah terdapat 5.5 juta sel. Jumlah sel darah merah
yang diproduksi setiap hari mencapai 200.000 juta, rata-rata umurnya hanya 120
hari (Guyton dan Hall 2006). Semakin tua umur eritrosit semakin rapuh,
kehilangan bentuk, dan ukurannya menyusut menjadi sepertiga ukuran mulamula. Eritrosit mengandung hemoglobin yang kaya akan zat besi. Warnanya yang
merah cerah disebabkan oleh oksigen yang diserap dari paru-paru. Pada saat darah
mengalir ke seluruh tubuh, hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan mengikat
karbondioksida.
Eritrosit akan pecah menjadi partikel-partikel kecil di dalam hati dan limpa
setelah tua. Sebagian besar sel yang tua dihancurkan oleh limpa dan yang lolos
dihancurkan oleh hati. Hati menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang
kemudian diangkut oleh darah ke sumsum tulang untuk membentuk eritrosit yang
baru.Persediaan eritrosit di dalam tubuh diperbarui setiap empat bulan sekali.
Proses pembentukan sel darah merah di dalam tubuh disebut dengan eritropoiesis.
Faktor laju eritropoiesis dipengaruhi oleh eritropoietin yang dirangsang oleh
anemia dan hipoksia. Eritropoietin adalah hormon yang secara langsung
mempengaruhi aktivitas sumsum tulang. Eritropoietin ini sangat peka terhadap
perubahan kadar oksigen di dalam jaringan (Kahn 2005).

Hematokrit
Hematokrit berasal dari kata haimat yang berarti darah, dan krinein yang
berarti memisahkan. Nilai hematokrit/PCV adalah volume sel-sel eritrosit
seluruhnya dalam 100 mL darah dan dinyatakan dalam persen (%). Pengukuran
hematokrit diberi antikoagulan agar darah tidak menggumpal. Prinsip hematokrit
adalah darah yang tercampur dengan antikoagulan dipusing dengan alat

5

centrifugesehingga terbentuk lapisan-lapisan. Kolom atau lapisan yang terdiri atas
butir-butir eritrosit diukur dan dinyatakan sebagai % volume dari keseluruhan
darah. Prinsip pemeriksaan hematokrit cara manual ialah darah yang mengandung
antikoagulan dan total sel darah merah dapat dinyatakan sebagai persen atau
pecahan desimal (Simmons, 1989). Secara normal, nilai hematokrit pada hewan
bervariasi pada sapi 43% (0.43 L/L), sapi bali 39−40%, kuda 34%, anjing 46%,
domba 43%, babi 42%, kucing 40%, dan manusia (laki) 42%, perempuan 33%
(Dharmawan 2002).
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan hematokrit adalah tabung
mikrokapiler. Tabung ini dibuat khusus untuk mikrohematokrit dengan panjang
75mm dan diameter 1.2−1.5mm. Selain itu, ada pula tabung lain yang dilapisi
heparin dan tabung tersebut dapat dipakai untukdarah dari venadan terdapat juga
tabung kapiler tanpa heparin yang dipergunakan untuk darah dari vena
(Gandsoebrata 1992).
Pemeriksaan hematokrit digunakan untuk mengukur derajat anemia dan
polisitemia juga untuk mengetahui adanya ikterus yang dapat diamati dari warna
plasma, yaitu warna yang terbentuk kuning atau kuning tua dan untuk menentukan
rata-rata volume eritrosit yang merupakan tes screening dalam mendeteksi adanya
hiperbilirubinemia (Meyer dan Harvey 2004). Warna plasma yang diperoleh
dalam sentrifuge adalah warna kuning atau kuning tua, baik dalam keadaan
fisiologis atau patologis yang merupakan indikasi naiknya bilirubin dalam darah,
misalnya pada kasus infeksi hepatitis. Naiknya kolesterol juga dapat diketahui dari
warna plasma yang berwarna seperti susu, misalnya pada penderita diabetes
melitus. Plasma yang berwarna merah merupakan indikasi adanya hemolisis dari
eritrosit, seperti penggunaan spuid yang belum kering pada pengambilan darah
atau hemolisis intravaskuler dan untuk mengetahui volume rata-rata eritrosit dan
konsentrasi hemoglobin rata-rata di dalam eritrosit (Jain 1993).

Hemoglobin
Hemoglobin merupakan salah satu protein khusus yang ada dalam sel darah
merah dengan fungsi khusus untuk mengangkut O2 ke jaringan dan
mengembalikan CO2 dari jaringan ke paru-paru (Samauelson 2007). Hemoglobin
adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya ikat) terhadap
oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oksihemoglobin di dalam sel darah
merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke
jaringan-jaringan. Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang
terdiri atas 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang
berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang
mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin
dari molekul hemoglobin (Ganong 2003).
Kadar hemoglobin ialah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-butiran
darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram
setiap 100 mL darah dan jumlah ini biasanya disebut 100%. Batas normal nilai
hemoglobin sukar ditentukan karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap
jenis bangsa hewan. Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paruparu ke semua jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari semua

6

sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai
reservoir oksigen, yaitu menerima, menyimpan, dan melepas oksigen di dalam
sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% zat besi tubuh berada di dalam
hemoglobin Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan
yang paling sederhana untuk mengukur hemoglobin adalah metode sahli, dan
yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin (Bachyar 2002)
Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin
ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi
ferriheme yang akan segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid
yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna cokelat. Warna yang
terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang).
Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah
adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara
pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar.
Karena yang membandingkan adalah dengan mata telanjang, maka subjektivitas
sangat berpengaruh. Heme merupakan suatu molekul organik yang mengikat satu
atom besi. Adanya kandungan besi (Fe) dalam hemoglobin di sel darah merah
menyebabkan darah berwarna merah (Guyton dan Hall 2006).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan yang dimulai dari bulan Mei
sampai dengan November 2011, bertempat di kandang Mitra Tani Farm Jalan
Manunggal Baru No. 1, Tegal Waru, Ciampea, Bogor. Sampel dianalisis di
Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah seperangkat alat
ultrasoundography (USG), spuid 5 mL, 13 buah tabung reaksi 5 mL, kapas steril,
rak tabung, pipet eritrosit, gelas objek, kamar hitung Neubauer, selotip, marker,
kertas label, hemositometer, tabung kapiler, alat penghitung, Adam
mikrohematokrit reader, penyumbat tabung kapiler, alat sentrifuge, tambang, dan
mikroskop cahaya.

Bahan
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah 12 ekor induk
domba betina (6 ekor induk domba kontrol dan 6 ekor induk domba yang
disuperovulasi) dengan 18 ekor anak (9 ekor anak domba kontrol dan 9 ekor anak
domba superovulasi), obat cacing (albendazol®), vitamin B kompleks, hormon

7

prostaglandin (PGF2α), hormon pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG),
antikoagulan ethilen diamine tetra asetate (EDTA), alkohol 70%, kertas saring,
dan larutan Hayem.

Tahap Persiapan
Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah sebanyak 12
ekor domba betina dan 18 ekor anak domba yang berumur satu hari yang
dilahirkan oleh induk tersebut, anak domba memiliki bobot badan antara 3−4 kg.
Domba percobaan merupakan domba lokal yang berasal dari Jawa Timur.
Aklimatisasi Domba
Tahap awal dalam penelitian ini ialah aklimatisasi induk domba selama dua
minggu. Pada tahap ini, domba penelitian ditimbang bobot badannya dan
diperiksa menggunakan USG, diberikan obat cacing (albendazole®), vitamin B
kompleks, dan antibiotik. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui bobot badan
domba dan USG dilakukan untuk mengetahui domba coba belum bunting.
Pemberian albendazole® pada domba penelitian agar terbebas dari parasit cacing
dan antibiotik agar tidak terinfeksi bakteri. Hal ini dilaksanakan, untuk
meminimalisir kejadian infeksi parasit dan bakteri. Pemberian vitamin B
kompleks berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengoptimalkan
kondisi tubuh domba.
Kandang, Pakan, dan Minum
Kandang yang digunakan adalah kandang kelompok tipe panggung yang
berukuran 3 4 m per sekat yang cukup menampung 8 sampai dengan10 ekor
domba. Kandang tersebut memiliki ketinggian 50 cm dari permukaan tanah.
Kandang panggung bertujuan agar feses dan urin tidak bercampur dalam
kandangsehingga domba penelitian terhindar dari amonia. Pakan diberikan tiga
kali sehari tiap pagi, siang, dan sore hari. Pakan yang diberikan adalah rumput dan
konsentrat untuk pagi dan sore, serta umbi singkong pada siang. Sementara itu, air
minum tersedia secara ad libitum.

Tahap Pelaksanaan
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan
acak lengkap (RAL) pola faktorial 2 2. Faktor pertama adalah litter size yang
terdiri atas 2 level, yaitu anak domba litter size 1 dan 2, sedangkan faktor kedua
ialah pemberian superovulasi yang terdiri atas 2 level, yaitu anak domba kontrol
dan superovulasi. Selanjutnya, domba penelitian dibagi ke dalam 2 kelompok
perlakuan yang masing-masing kelompok terdiri atas 9 ekor anak domba (3 ekor
anak domba dari litter size 1 dan 6 ekor anak domba dari litter size 2).

8

Superovulasi
Tahap superovulasi diawali dengan pemeriksaan USG untuk mengetahui
bahwa domba penelitian tidak sedang bunting sebelum pemberian PGF2α agar
tidak terjadi abortus. Pemberian PGF2α dengan dosis berkisar 5−15 mg/ekor
secara intramuskuler berguna untuk menyinkronisasi estrus. Proses sinkronisasi
estrus dilakukan dengan menggunakan PGF2αuntuk merangsang lisis korpus
luteum.Secara alami, PGF2α dilepaskan oleh uterus hewan yang tidak bunting
pada hari ke-16 sampai ke-18 siklus yang berfungsi untuk menghancurkan CL.
Pemberian PGF2α dilakukan dua kali dengan interval 11 hari setelah
pemberian pertama. Pemberian kedua PGF2α disertai dengan pemberian PMSG
secara intramuskuler dengan dosis 75−125 IU/ekor untuk menampakkan gejala
induksi superovulasi. Pada 24−36 jam setelah pemberian PMSG, domba akan
menampakkan gejala estrus yang ditandai vulva merah, vulva membengkak, dan
meningkatnya jumlah lendir pada vulva. Setelah menampakkan gejala estrus,
pejantan dimasukkan ke dalam kandang untuk mengawini domba estrus secara
alami. Pada hari ke-30 setelah perkawinan, domba diUSG untuk pemeriksaan
kebuntingan untuk memastikan litter size penelitian.
Pengambilan dan Analisis Sampel
Pengambilan darah anak domba umur satu hari setelah dilahirkan tanpa
diberikan susu dari induk domba tersebut. Pengambilan darah melalui vena
jugularis dilakukan dengan menggunakan syringe 5 mL. Setelah itu, darah
ditampung di tabung yang telah diberi antikoagulan EDTA. Perhitungan jumlah
RBC dilakukan dengan metode kamar hitung (hemositometer) dengan
menggunakan larutan Hayem dengan menggunakan pipet eritrosit sampai batas
angka 0.5 dan kemudian diencerkan dengan larutan Hayem sampai batas angka
101. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan dengan membolak-balikan
seperti angka delapan. Campuran diteteskan di kamar hitung Neubauer dan
ditutup dengan cover glass. Kamar hitung diamati dengan menggunakan
mikroskop cahaya dengan pembesaran 40 , jumlah RBC dengan mengamati lima
kotak, yaitu pojok kanan atas dan bawah, pojok kiri atas dan bawah, serta satu
kotak yang tepat berada ditengah.
Perhitungan nilai PCV dilakukan dengan menggunakan Adam
mikrohematokrit reader. Tabung mikro yang digunakan adalah tabung
mikrokapiler dengan panjang 7 cm dan diameter 0.1 mm. Sampel darah diambil
dengan menempelkan bagian ujung dari tabung mikro tersebut ke dalam darah.
Posisi ujung tabung mikro hampir mendatar dan bagian ujung tabung yang lain
dikosongkan kira-kira 1 cm. Bagian ujung tabung disumbat. Setelah itu, tabung
mikro yang berisi sampel darah tersebut disentrifugasi kemudian dibaca
menggunakan Adam mikrohematokrit reader.
Pengukuran
konsentrasi
Hb
dilakukan
dengan
metode
Cyanmethaemoglobin. Metode ini dilakukan dengan mencampurkan reagen Hb
2.5 mL dengan sampel darah 10 µl di dalam tabung. Campuran reagen Hb dan
darah dibaca pada fotometer λ mm, sehingga didapatkan absorban. Konsentrasi
Hb diperoleh dengan cara absorban 36.8 g Hb/100 mL.

9

Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini ialah jumlah RBC, nilai PCV,
dan konsentrasi Hb.

Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji General Linear
Model (GLM) multivariat untuk melihat interaksi dari masing-masing faktor
perlakuan yang diberikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pemeriksaan darah merah (jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi
Hb) yang dilakukan pada anak domba, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah RBC (106/mm3), nilai PCV (%), dan konsentrasi Hb (g%) pada
anak domba
Parameter
RBC
PCV
Hb

Kontrol
LS1 (n=3)
LS2 (n=6)
10.46±0.74a
9.66±0.66a
a
28.20±1.26
24.40±1.80a
a
8.40±0.28
7.25±0.25a

SO
LS1 (n=3)
LS2 (n=6)
10.72±0.50a
9.40±0.48a
a
26.05±1.65
23.09±2.51a
a
9.16±0.09
7.65±0.63a

LS

SO

LS*SO

*

*
*
*

-

Keterangan: LS: Litter size; SO: Superovulasi; LS*SO: Litter size sekaligus Superovulasi; Tanda (*): signifikan (P0.05); Huruf superskrip (a) yang sama pada baris yang sama tidak berbeda
nyata (P>0.05).

Berdasarkan Tabel 1, hasil perhitungan jumlah RBC dan nilai PCV tidak
ada interaksi sedangkan konsentrasi Hb menunjukkan interaksi pada anak domba
litter size (LS). Selanjutnya, jumlah RBC, nilai PCV, dan konsentrasi Hb
memberikan pengaruh yang signifikan pada anak domba superovulasi (SO).
Terakhir, jumlah RBC, nilai PCV, dan kadar Hb menunjukkan tidak ada interaksi
antara litter size dan superovulasi (LS*SO). Berdasarkan perhitungan statistika,
faktor litter size dan faktor superovulasi tidak berbeda nyata dari jumlah RBC,
nilai PCV, dan konsentrasi Hb setiap kelompok perlakuan.

Pembahasan
Hasil perhitungan jumlah RBC dari setiap kelompok perlakuan memberikan
gambaran nilai yang berbeda meskipun dengan nilai yang tidak berbeda nyata
secara statistika, seperti terlihat pada Tabel 1. Jumlah RBC yang paling tinggi
ditemukan pada anak domba SO (LS 1, n=3) sebesar 10.72±0.50

10

106/mm3,dilanjutkan dengan anak domba kontrol (LS 1, n=3) sebesar 10.46±0.74
106/mm3 dan anak domba kontrol (LS 2, n=6) sebesar 9.66±0.66
106/mm3.
Jumlah terendah ditemukan pada anak domba SO (LS 2, n=6) sebesar 9.40±0.48
106/mm3. Satu-satunya faktor yang secara signifikan mempengaruhi jumlah
RBC ialah faktor superovulasi (SO). Faktor litter size (LS) dan kombinasi
superovulasi (LS*SO) tidak mempengaruhi perbedaan jumlah RBC dari setiap
kelompok perlakuan.
RBC mempunyai tiga fungsi penting, yaitu transportasi oksigen ke jaringan,
transportasi karbon dioksida ke paru-paru, dan sebagai penyangga atau buffer ion
hidrogen (Meyer dan Harvey 2004). Jumlah RBC dalam sistem sirkulasi tubuh
diatur terbatas sehingga memadai untuk selalu menyediakan oksigen bagi jaringan
(Guyton dan Hall 2006). Jumlah RBC dari setiap kelompok perlakuan memiliki
nilai yang sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Schalm et al.(1975). Pada
penelitian Schalm et al. (1975) didapatkan jumlah RBC anak domba yang
berumur 1−7 hari sebesar 9−14 106/mm3. Jumlah tersebut juga tidak berbeda
jauh dari hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Weiss dan Wardrop pada
tahun 2010 yang melaporkan bahwa jumlah RBC normal domba adalah sebesar
9−15 106/mm3 yang berarti bahwa jumlah RBC pada anak domba kontrol dan
superovulasi masih dalam rentang normal.
Hasil perhitungan nilai PCV dari setiap kelompok perlakuan memberikan
gambaran nilai yang berbeda meskipun dengan nilai yang tidak berbeda nyata
secara statistika, seperti terlihat pada Tabel 1.Faktor yang memberikan pengaruh
pada nilai PCV ialah faktor superovulasi (SO). Faktor litter size (LS) dan
kombinasi antara superovulasi (LS*SO) tidak memberikan nilai yang signifikan
pada perbedaan nilai PCV dari setiap perlakuan. Nilai PCV yang paling tinggi
adalah pada anak domba kontrol (LS 1, n=3) sebesar 28.20±1.26%, dilanjutkan
dengan anak domba SO (LS 1, n=3) sebesar 26.05±1.65%, dan anak domba
kontrol (LS 2, n=6) sebesar 24.40±1.80%. Nilai terendah ditemukan pada anak
domba SO (LS 2, n=6) sebesar 23.09±2.51%.
Nilai PCV memperlihatkan secara langsung viskositas darah dan secara
tidak langsung jumlah sel darah merah (Frandson 1996). Nilai PCV dari setiap
kelompok perlakuan memiliki nilai yang rendah dengan hasil penelitian yang
dilakukan Schalm et al. (1975). Nilai PCV yang dilaporkan Schalm et al. (1975)
pada anak domba yang berumur 60−80 hari ialahsebesar 35.7%. Nilai tersebut
juga berbeda jauh dari hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Weiss dan
Wardrop pada tahun 2010 yang melaporkan bahwa nilai PCV normal domba
adalah sebesar 27−45%.
Secara fisiologis, nilai PCV pada anak domba yang berumur satu hari akan
selalu lebih rendah dengan kondisi ketika dewasa. Hal tersebut dikarenakan nilai
PCV menggambarkan perbandingan jumlah RBC dengan kompenen darah lain
dalam volume tertentu. Pada hewan yang baru lahir,sela darah merah atau RBC
hanya diproduksi di sumsum tulang, sedangkan pada hewan dewasa diproduksi
dalam sumsum tulang membranosa, seperti vertebra, sternum, rusuk, dan ilium
(Guyton dan Hall 2006).
Hasil perhitungan konsentrasi Hb dari setiap kelompok perlakuan
memberikan gambaran nilai yang berbeda meskipun dengan nilai yang tidak
berbeda nyata secara statistika, seperti terlihat pada Tabel 1.Faktor yang
memberikan pengaruh pada konsentrasi hemoglobin ialah faktor superovulasi

11

(SO) dan faktor litter size (LS). Kombinasi antara Litter sizedan superovulasi
(LS*SO) tidak memberikan konsentrasi yang signifikan pada perbedaan kadar Hb
dari setiap perlakuan. Konsentrasi Hb yang paling tinggi ialah pada anak domba
SO (LS 1, n=3), yaitu sebesar 9.16±0.09 g%, dilanjutkan dengan anak domba
kontrol (LS 1, n=3) sebesar 8.40±0.28 g%, dan anak domba SO (LS 2, n=6)
sebesar 7.65±0.63 g%. Konsentrasi Hb terendah ditemukan pada anak domba
kontrol (LS 2, n=6) sebesar 7.25±0.25 g%.
Fungsi utama Hb ialah untuk pengangkutan oksigen dan karbondioksida di
dalam darah (Cunningham 2002). Konsentrasi Hb pada setiap kelompok
perlakuan lebih rendah dengan hasil penelitian yang dilakukan Schalm et al.
(1975). Konsentrasi Hb yang dilaporkan Schalm et al. (1975) pada anak domba
yang berumur 60−80 hari ialah sebesar 12.9 g%. Secara normal, menurut hasil
penelitian yang telah dilaporkan oleh Weiss dan Wardrop pada tahun 2010
konsentrasi Hb normal domba adalah sebesar 9−15 g%.
Secara fisiologis, konsentrasi Hb pada anak domba yang berumur satu hari
akan selalu lebih rendah dengan kondisi ketika dewasa. Hal tersebut dikarenakan
pembentukan Hb tidak tinggi karena masih kurangnya asupan bahan pembentukan
Hb, seperti zat besi. Sekitar80% zat besi dibutuhkan dalam pembentukan kadar
Hb (Ganong 2003).
Pola penurunan nilai PCV dan konsentrasi Hb yang terjadi pada anak domba
yang berumur satu hari terkait dengan metabolisme yang terjadi. Pola perubahan
gambaran darah tersebut dapat disebabkan oleh faktor instrinsik, diantaranya
umur, keadaan gizi, latihan, kesehatan, siklus reproduksi, dan kebuntingan (Jain
1993). Kondisi umur menyebabkan perubahan pada proses metabolisme yang
terlihat dari gambaran darahnya. Proses perubahan gambaran darah tersebut
merupakan mekanisme fisiologi yang berbeda yang merupakan proses adaptasi
tubuh anak yang baru lahir (Ganong 2003).
Perlakuan superovulasi dengan litter size secara nyata tidak mempengaruhi
gambaran sel darah merah anak domba berdasarkan jumlah eritrosit (RBC), nilai
hematokrit (PCV), dan konsentrasi hemoglobin (Hb).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan konsentrasi hemoglobin pada anak
domba hasil superovulasi dan litter sizemenunjukkan perlakuan memberikan
pengaruh yang sama dan tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan anak domba
kontrol sehingga superovulasi pada anak domba tidak mempengaruhi gambaran
sel darah merah anak domba berdasarkan jumlah eritrosit (RBC), nilai hematokrit
(PCV), dan konsentrasi hemoglobin (Hb).

12

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai profil biokimiawi darah anak
domba oleh induk domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan.

DAFTAR PUSTAKA
Andriyanto, Manalu W. 2010. Prospek penerapan teknologi perbaikan sekresi
endogen hormon kebuntingan pada domba skala peternakan rakyat. Prosiding
Seminar Nasional Peranan Teknologi Reproduksi Hewan dalam Rangka
Swasembada Pangan nasional. Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen
Klinik, Reproduksi,dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Hlm. 125−127.
Andriyanto, Manalu W. 2011. Potency of ethanol extract Curcuma xanthoriza as
natural growth promotor in pregnant ewes with superovulation. Globalization
of Jamu Brand Indonesia. The 2nd International symposium on Temulawak.
The 40th Meeting of National Working Group on Indonesian Medical Plant.
IICC. Bogor. Hlm. 134.
Armstrong DT, Miller BG, Walton EA, Pfitzner AP, Warnes GM. 1982. Ovarian
responses of anoestrusgoats to stimulation with pregnant mare
serumgonadotrophin.Anim Repro Sci.5:15−23.
Bachyar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Cunningham JG. 2002. Veterinary Physiology. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders
Company.
Damron WS. 2006. Introduction to Animal Science Global, Biological, Social and
Industry Perspectives. 3rd Ed. Oklahoma State University, Ohio.
Dharmawan S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner. Hematologi Klinik.
Cetakan II. Penerbit Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran. Denpasar.
Frandson RD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan
Srigandono dan K. Praseno. Gajah Mada University Press. Yokyakarta.
Grandasoebrata R. 1992. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Bandung.
Ganong WF. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-20.
Widjajakusumah D, Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah;
Widjajakusumah D, editor. Jakarta; ECG. Terjemah dari: Review of Medical
Physiology.
Gatenby RM. 1991. Sheep. First edition. Macmillan Education Ltd., London.
Gonzalez A, Wang H, Carruthers TD, Murphy BD, Mafletoft RJ. 1994.
Superovulation in the cow with pregnant mare serum gonadotrophin serum.
Canad Veterin J. 35:158−162.
Guyton AC, Hall EJ. 2006. Buku ajar fisiologi Kedokteran. Editor Irawati. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Harianto B, Tim Penulis MT Farm, 2010. Buku Pintar Berternak dan Bisnis
Domba. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Iniguez LM, Sanhez,Ginting SP. 1991. Productivity of Sumatran sheep in a
system integrated with rubber plantation. Small Ruminant Research. 5:
303−307.

13

Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Jain NC.1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea dan
Febiger.
Khan CM. 2005. The Merck Veterinary Manual Ed9. Philadephia, Nutrional
Publishing.
Lopez V, Bulnes G, Gracia G, Dominguez, Cocero. 2005. The effect of previous
ovarian status on rate and early embryo deveploment in response to
superovulatory FSH treatments in sheep. Theriogenol.63(7): 1973−1983.
Maheshwari H, Isdoni B, Satyaningtijas AS, Ekastuti DR, Kusumorini N. 2001.
Gambaran darah kambing yang bunting tunggal dan kembar. Med. Pet.
24(3):77−82.
Manalu W, Adriani. 2002. Peningkatan ekspresi gen pertumbuhan selama fase
diferensiasi embrio melalui peningkatan sekresi estrogen dan progesteron pada
kambing. Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX/2000. Lembaga Penelitian
IPB.
Manalu W, Sumaryadi MY. 1997. Pengaruh superovulasi terhadap aktivitas sisi
ovarium pada domba ekor tipis. Biosfera. 6:1−5.
Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, AS. 1998. Effect of superovulation on
maternal serum progesterone conceration, uterine and fetal weight at weeks 7
and 15 of pregnancy in Javanese thin-tail ewes. Small Rumin Res. 30: 171−176.
Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 1999. Mammary
gland differential growth during pregnancy in superovulated Javanese thin-tail
ewes. Small Rumin Res. 33: 279−284.
Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 2000a. Effect of
superovulaion prior to mating on milk production performance during lactation
in ewes. J Dairy Sci. 83: 477−483.
Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 2000b. The effect of
superovulation of Javanese thin-tail ewes prior to mating on lamb birth weight
and preweaning growth. Asian-Aust J Anim Sci. 13: 292−299.
Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine. Interpretation and
Diagnosis. Ed ke-3. Philadhelpia, USA: Saunders. 251−159.
Ramada A. 2008. Domba Garut, Peluang usaha membidik pasar lokal dan dunia.
http://www.langit-langit.com. Diakses tanggal 15 Agustus 2012.
Samoelson DA. 2007. Veterinary Histology. St. Louis: Saunders Elsevier.
Schalm OW, Jain NC, Carroll EJ. 1975. Veterinary Hematology. Edisi ke-3.
Philadelphia: Lea dan Febiger.
Soeharsono, Musofie A. 2007. Penampilan Cempe Hasil Persilangan Domba
Lokal Dengan Domba Ekor Gemuk yang Dipelihara Secara Tradisional.
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Yogyakarta. Hlm. 447−451.
Solihati, N. 2005. Pengaruh metode pemberian PGF2α dalam sinkronisai estrus
terhadap angka kebuntingan sapi perah anestrus. [Skripsi]. Bandung. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran.
Weist DJ, Wardrop KJ. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. State Avenue:
Blackwell Publising.
Westra P. 2009. Reformasi industri perunggasan menuju ketahanan pangan
(Protein hewani) bagi masyarakat miskin di Jawa Timur. Analis. Kebijak.
Pertan. 7(3):223−230.

14

Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press.Yokyakarta.

15

Lampiran 1 Hasil analisis penghitungan konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit,
dan jumlah eritrosit pada anak domba
GLM pcv rbc hb BY f1 f2
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/EMMEANS=TABLES(OVERALL)
/PRINT=DESCRIPTIVE
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/DESIGN= f1 f2 f1*f2.

General Linear Model
[DataSet0]
Between-Subjects Factors
N
f1

1

9

f2

2
1

9
6

2

12

Descriptive Statistics

Pcv

f1

f2

Mean

1

1

28.2000

1.25797

3

2

24.3958

1.80696

6

Total

25.6639

2.46054

9

1

26.0500

1.65303

3

2

23.0917

2.50827

6

Total

24.0778

2.60829

9

1

27.1250

1.76430

6

2

23.7438

2.19266

12

Total

24.8708

2.59162

18

1

10.4633

.74191

3

2

9.6550

.65534

6

2

Total

Rbc

1

Total
2

Total

Hb

1

2

Std. Deviation

N

9.9244

.75457

9

1

10.7167

.49085

3

2

9.4033

.47727

6

Total

9.8411

.79612

9

1

10.5900

.57948

6

2

9.5292

.56216

12

Total

9.8828

.75369

18

1

8.3933

.27683

3

2

7.2467

.24695

6

Total

7.6289

.62128

9

1

9.1600

.09539

3

16

Total

2

7.6467

.63399

6

Total

8.1511

.90887

9

1

8.7767

.45894

6

2

7.4467

.50404

12

Total

7.8900

.80159

18

b

Multivariate Tests
Effect
Intercept

Value
Pillai's Trace
Hotelling's Trace
Roy's Largest Root

Hotelling's Trace
Roy's Largest Root
f2

Pillai's Trace
Wilks' Lambda
Hotelling's Trace
Roy's Largest Root

f1 * f2

Sig.

3.000

12.000

.000

.001

3.029E3

a

3.000

12.000

.000

757.269

3.029E3

a

3.000

12.000

.000

3.029E3

a

3.000

12.000

.000

4.463

a

3.000

12.000

.025

.473

4.463

a

3.000

12.000

.025

1.116

4.463

a

3.000

12.000

.025

1.116

4.463

a

3.000

12.000

.025

.781

14.290

a

3.000

12.000

.000

.219

14.290

a

3.000

12.000

.000

3.573

14.290

a

3.000

12.000

.000

14.290

a

3.000

12.000

.000

.527

Wilks' Lambda

Error df

3.029E3

757.269

Pillai's Trace

Hypothesis df
a

.999

Wilks' Lambda

f1

F

3.573

Pillai's Trace

.088

.384

a

3.000

12.000

.767

Wilks' Lambda

.912

.384

a

3.000

12.000

.767

3.000

12.000

.767

3.000

12.000

.767

Hotelling's Trace

.096

.384

a

Roy's Largest Root

.096

.384

a

a. Exact statistic
b. Design: Intercept + f1 + f2 + f1 * f2

Tests of Between-Subjects Effects

Source
Corrected Model

Depend
ent
Variabl Type III Sum of
e
Squares

f1

f2

Mean Square

F

Sig.

Pcv

57.768

3

19.256

4.779

.017

Rbc

4.788

b

3

1.596

4.589

.019

c

3

2.812

15.837

.000

Pcv

10350.519

1

10350.519

2.569E3

.000

Rbc

1619.123

1

1619.123

4.656E3

.000

Hb

1052.786

1

1052.786

5.928E3

.000

Pcv

11.931

1

11.931

2.961

.107

Rbc

2.778E-6

1

2.778E-6

.000

.998

Hb

1.361

1

1.361

7.665

.015

Pcv

45.731

1

45.731

11.349

.005

Rbc

4.501

1

4.501

12.943

.003

Hb

7.076

1

7.076

39.844

.000

Hb
Intercept

df
a

8.437

17

f1 * f2

Error

Total

Corrected Total

Pcv

.715

1

.715

.178

.680

Rbc

.255

1

.255

.733

.406

Hb

.134

1

.134

.757

.399

Pcv

56.413

14

4.029

Rbc

4.869

14

.348

Hb

2.486

14

.178

Pcv

11248.231

18

Rbc

1767.704

18

Hb

1131.461

18

Pcv

114.180

17

Rbc

9.657

17

Hb

10.923

17

a. R Squared = .506 (Adjusted R Squared = .400)
b. R Squared = .496 (Adjusted R Squared = .388)
c. R Squared = .772 (Adjusted R Squared = .724)

Estimated Marginal Means
Grand Mean
Depend
ent
Variable
Pcv
Rbc
Hb

95% Confidence Interval
Mean
25.434
10.060
8.112

Std. Error
.502
.147
.105

Lower Bound
24.358
9.743
7.886

Upper Bound
26.511
10.376
8.338

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan pada
tanggal 1 Januari 1989, dengan nama lengkap Andi Nilla Wajuanna dari ayahanda
Andi Lubis Wajuanna dan Ibunda Andi Nurhaedah Tahir. Penulis merupakan
putri keenam dari sembilan bersaudara.
Tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 25
Radda, pendidikan menengah pertama diselesaikan tahun 2004 di SMP Negeri 1
Belopa, tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Belopa dan pada tahun yang
sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Kedokteran
Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti Himpunan Minat
Profesi Ornithologi dan Unggas sebagai sekretaris umum masa kepengurusan
2009/2010 dan 2010/2011 dan anggota staf sekretaris IMAKAHI kepengurusan
2009/2010.

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi protein hewani yang
rendah. Rata-rata orang Indonesia mengkonsumsi pangan asal hewan mencapai
81.9 g/orang/hari, sedangkan standar konsumsi Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi (WNPG) ialah 150 g/orang/hari (Westra 2009). Pada masa yang akan datang,
prospek pengembangan ternak domba cukup baik, yaitu untuk memenuhi
kebutuhan daging di dalam negeri dan memiliki peluang ekspor yang akan
membuka kesempatan kerja. Dengan demikian, secara tidak langsung, usaha
ternak domba akan meningkatkan pendapatan petani (Ramada 2008). Permintaan
domba semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk
Indonesia, terutama pada saat Idul Adha (Harianto 2010). Saat ini, aspek
reproduksi, usaha produktivitas, dan reproduktivitas peternakan domba
dimasyarakat masih perlu ditingkatkan. Hal-hal lain dalam usaha ternak domba
yang perlu ditingkatkan ialah faktor genetik, probabilitas jantan dan betina,
jumlah anak yang dilahirkan, dan bobot lahir anak (Soeharsono dan Musofie
2007). Salah satu upaya peningkatan populasi domba ialah teknologi
superovulasi.
Superovulasi merupakan suatu teknik untuk merangsang pembentukan
folikel dalam ovarium melebihi kemampuan alamiahnya. Domba, kambing, dan
sapi rata-rata mengovulasikan 12 sel telur setelah induksi superovulasi (Solihati
2005). Pemberian superovulasi sangat diperlukan untuk memperoleh anak domba
yang mempunyai kualitas dan produktivitas yang baik. Superovulasi dapat
meningkatkan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan, terutama
progesteron dan estrogen,yang disertai dengan peningkatan jumlah anak dan
ekspresi genotipe pertumbuhan yang digambarkan oleh fenotipe bobot lahir,
panjang badan, dan tinggi badan saat lahir (Manalu dan Adriani 2002). Teknik
superovulasi dapat dilakukan dengan pemberian hormon gonadotropin, seperti
Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone
(FSH). Kedua hormon tersebut dapat meningkatkan perkembangan folikel
ovarium sehingga meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan (Andriyanto
dan Manalu 2010).
Pada trimester akhir masa kebuntingan, terdapat perubahan-perubahan nyata
pada bobot fetus yang mencerminkan variasi faktor-faktor genetik, besar litter,
status nutrisi, dan kesehatan induk (Andriyanto dan Manalu 2011). Induk yang
memiliki littersize(jumlah anak) lebih dari dari tiga ekor biasanya melahirkan
anak dengan bobot lahir yang lebih kecil dan tingkat kematian yang tinggi
(Andriyanto dan Manalu 2011).
Mengingat hal tersebut, status fisiologis anak domba dari induk domba hasil
superovulasi perlu diamati. Status fisiologis dapat digamba