Perbaikan kinerja pertumbuhan anak domba melalui superovulasi induk sebelum perkawinan dan pemberian ekstrak temulawak plus selama kebuntingan

(1)

PERKAWINAN DAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK

PLUS SELAMA KEBUNTINGAN

MOCHAMAD DARDJAT DARULFALLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

ABSTRACT

MOCHAMAD DARDJAT DARULFALLAH. Increased Growth Performances

of Lambs in Superovulated Ewes Administered Temulawak Extract Plus. Superviced by ANDRIYANTO and WASMEN MANALU

The requirement of animal protein, especially meat, increases from year to year. Superovulation is one of a reproductive technology to improve livestock productivity. The research was conducted to optimize the superovulation technology by combining with administration of temulawak extract plus. Sixteen ewes with body weight ranging from 20 to 25 kg were assigned into a randomized design with 2x2 factorial arrangement. Estrous cycle was synchronized by injection PGF2α intramuscularly at dose of 5-15 mg/sheep twice on the first day and the eleventh day to synchronize estrous cycle. On the eleventh day, superovulation was induced by injection of PMSG and hCG 75-125 mg/sheep. The ewes showing the estrous sign were mated naturally. Temulawak extract plus was administered weekly at the second month of pregnancy period with dose 1 mg/kg body weight. Variable measured in this study were lambs birth weight and preweaning growth. The result showed that superovulation increased lambs birth weight by 15% as compared to controls. Superovulation before mating and temulawak extract plus administration during pregnancy improved lambs growth in the first month and third month. Superovulation prior to mating increased lambs birth weight and improved lambs growth performance before weaning.


(3)

ABSTRAK

MOCHAMAD DARDJAT DARULFALLAH. Perbaikan kinerja pertumbuhan anak domba melalui superovulasi induk sebelum perkawinan dan pemberian ekstrak temulawak plus selama kebuntingan. Dibimbing oleh ANDRIYANTO

dan WASMEN MANALU

Kebutuhan protein asal hewan, terutama daging, meningkat dari tahun ke tahun. Superovulasi merupakan salah satu teknologi reproduksi untuk memperbaiki peroduktivitas ternak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh superovulasi yang dikombinasikan dengan pemberian ekstrak temulawak plus. Enam belas domba betina yang telah dewasa kelamin dengan bobot antara 20-25 kg digunakan dengan rancangan acak lengkap pola faktorial 2x2 dengan empat kali ulangan. Sinkronisasi estrus dilakukan dengan penyuntikan PGF2α secara intramuskuler dengan dosis 5-15 mg/ekor sebanyak dua kali pada hari pertama dan hari kesebelas untuk sinkronisasi estrus. Pada hari kesebelas, superovulasi dilakukan dengan menyuntikkan PMSG dan hCG dengan dosis 75-125 mg/ekor secara intramuskuler. Domba betina yang memperlihatkan gejala estrus kemudian dikawinkan secara alami dengan domba pejantan. Ekstrak temulawak diberikan setiap minggu selama periode kebuntingan dengan dosis 1 mg/kg bobot badan. Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah bobot lahir dan pertambahan bobot badan anak domba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa superovulasi meningkatkan bobot lahir sebesar 15% dibandingkan dengan kontrol. Superovulasi sebelum perkawinan dan pemberian ekstrak temulawak plus meningkatkan bobot badan anak domba pada bulan ke-1 dan ke-3. Superovulasi sebelum perkawinan meningkatkan bobot lahir anak dan memperbaiki pertumbuhan anak domba.

Kata kunci: domba betina, superovulasi, ekstrak temulawak plus, bobot badan, anak domba


(4)

PERBAIKAN KINERJA PERTUMBUHAN ANAK DOMBA

MELALUI SUPEROVULASI INDUK SEBELUM

PERKAWINAN DAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK

PLUS SELAMA KEBUNTINGAN

MOCHAMAD DARDJAT DARULFALLAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Perbaikan kinerja pertumbuhan anak domba melalui superovulasi induk sebelum perkawinan dan pemberian ekstrak temulawak plus selama kebuntingan adalah benar-benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya-karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

Mochamad Dardjat Darulfallah


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 Agustus 1989 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dengan ayah yang bernama Adang Tarjo dan ibu yang bernama Elis Suhaelis

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Bojong Kiharib Cigombong, Kab. Bogor pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Cigombong, Kab. Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Cigombong, Kab. Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama kuliah, penulis aktif di organisasi internal kampus, yaitu Himpunan Minat dan Profesi Ornithologi dan Unggas sebagai anggota periode 2008-2010 dan anggota seni teatrikal Fakultas Kedokteran Hewan IPB.


(7)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk, dan kasih sayangNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dan dapat dipergunakan sebagai salah satu prasyarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteraan Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan pada kita selaku umatNya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Andryanto, MSi dan Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu sebagai pembimbing atas segala kritik, saran, bimbingan dan arahan yang diberikan dari mulai dilaksanakannya penelitian ini sampai selesainya penelitian ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Sriyono, Bapak Tri, Bapak Dikdik.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sepenelitian (Ganjar dan Ridi) atas semua bantuan serta kerja samanya dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman polarbear, d’binderz, kosan C2, Wisma Geulis, Smeki, Wisma Tri Idiot, Gita, Uwen, dan semua teman Giannuzi 44.

Yang teristimewa penulis ucapkan kepada kedua orang tua (Adang Tarjo dan Elis Suhaelis) serta saudara-saudaraku (Fika Adriani dan Moch. Faizal Dzanah) yang senantiasa mendoakan, membimbing, dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak. Terakhir, semoga tulisan ini memberikan manfaat dan informasi bagi yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2011


(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

Judul skripsi : Perbaikan kinerja pertumbuhan anak domba melalui superovulasi induk sebelum perkawinan dan pemberian ekstrak temulawak plus selama kebuntingan

Nama : Mochamad Dardjat Darulfallah

NRP : B04070112

Disetujui

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini 19621205 198703 2 001

Tanggal lulus:

drh. Andriyanto, M.Si 19820104 200604 1 006

Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu 19571220 198312 1 001


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Manfaat Penelitian………. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Superovulasi ... 3

2.2. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ... 5

III. METODE ... 8

3.1. Waktu dan Tempat ... 8

3.2. Alat dan Bahan ... 8

3.3 Tahap Persiapan ... 8

3.3.1 Hewan Percobaan ... 8

3.3.2 Aklimatisasi Domba ... 8

3.3.3 Kandang, Pakan, dan Minum ... 9

3.4. Racangan Percobaan ... 9

3.5. Perlakuan Superovulasi ... 9

3.6. Pemberian Ekstrak Temulawak Plus ... 10

3.7. Parameter yang Diamati ... 10

3.8. Analisis Data ... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

V. PENUTUP ... 18

6.1. Kesimpulan ... 18

6.2. Saran ... 18

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 19


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis bulan ke-0 ……… 24

Lampiran 2. Analisis bulan ke-1 ……… 25

Lampiran 3. Analisis bulan ke-2 ……… 26

Lampiran 4. Analisis bulan ke-3 ……… 27

Lampiran 5. Analisis bulan ke-4 ……… 28

Lampiran 6. Analisis rasio anak per induk pada awal kelahiran………... 29

Lampiran 7. Analisi rasio anak yang disapih per induk ……… 30


(12)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan protein asal hewan, terutama daging, terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain daging sapi, alternatif daging lainnya ialah daging domba dan kambing. Produksi daging domba dan kambing baru memenuhi 40% dari kebutuhan daging dalam negeri. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan program swasembada daging dan rencana tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan protein yang berasal dari daging dan susu. Program swasembada daging ini tentunya memerlukan strategi yang tepat. Salah satunya dengan cara meningkatkan produktivitas ternak, baik secara kualitas dan kuantitas. Permasalahan yang dihadapi saat ini ialah produktivitas ternak domba dan kambing belum optimal yang antara lain dikarenakan masih tingginya kematian embrio selama periode kebuntingan dan kematian anak prasapih serta kecenderungan semakin tinggi jumlah anak sekelahiran semakin besar persentase anak yang lahir dengan bobot di bawah normal. Hal tersebut menyebabkan persediaan bibit unggul sangat kurang. Alternatif solusi untuk meningkatkan produktivitas ternak ialah metode superovulasi.

Superovulasi terbukti mampu meningkatkan jumlah korpus luteum (Manalu et al. 1996). Jumlah kopus luteum memiliki kaitan erat dengan tingkat sekresi endogen hormon kebuntingan dan hormon mamogenik, seperti estradiol dan progesteron, selama kebuntingan (Dziuk 1992; Manalu et al 2000). Peningkatan sekresi endogen hormon kebuntingan, estrogen dan progesteron, mampu meningkatkan pertumbuhan fetus, bobot lahir, serta pertumbuhan anak pascalahir (Manalu dan Sumaryadi 1998). Namun, potensi tersebut mengalami beberapa kendala, di antaranya kecenderungan tingkat kematian anak yang tinggi pada jumlah kelahiran yang lebih dari tiga ekor (Andriyanto dan Manalu 2010). Oleh karena itu, sesegera mungkin permasalahan tersebut perlu dicari solusi untuk mengatasi tingginya kematian anak pada litter size 3.

Temulawak memiliki zat utama yang berkhasiat, yaitu kurkumin dan minyak atsiri. Kurkumin berwarna kuning muda dengan bau yang khas, rasa yang tajam, serta bersifat antiseptik. Kandungan kurkumin pada temulawak jauh lebih


(13)

tinggi dibandingkan dengan temu-temu lainnya (Liang et al. 1985). Beberapa laporan penggunaan temulawak sebagai pengobatan telah banyak dilaporkan. Khasiat temulawak antara lain digunakan untuk mengurangi gangguan penyakit, seperti hepatitis, batu empedu, sakit maag, ginjal, asma, bisul, kolesterol, eksem, menambah nafsu makan, mengurangi bau badan, sembelit, memperbanyak produksi air susu, mengatasi sariawan, menghilangkan nyeri haid, meredakan batuk, antidiare, dan antiinflamasi.

Berdasarkan manfaat tersebut, maka temulawak berpotensi untuk dikombinasikan dengan superovulasi guna memperbaiki produktivitas induk dengan memperbaiki proses fisiologis pada induk domba yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas bakalan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh superovulasi serta pemberian ekstrak temulawak pada pertumbuhan anak domba. Selain itu, penelitian ini digunakan untuk mendapatkan kombinasi metode yang efektif superovulasi dan pemberian ekstrak temulawak untuk menghasilkan bobot badan yang optimal pada anak domba yang dihasilkan.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ialah mengoptimalkan teknologi reproduksi, yaitu superovulasi, yang dikombinasikan dengan pemberian ekstrak temulawak plus. Teknologi ini dapat digunakan dalam upaya peningkatan populasi dan performans ternak domba. Dengan demikian, pada masa yang akan datang, upaya pemenuhan produksi daging lokal dapat tercapai sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap kebutuhan protein hewani masyarakat.


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Superovulasi

Superovulasi merupakan suatu teknologi reproduksi yang mampu meningkatkan jumlah korpus luteum yang dihasilkan (Manalu et al. 1996). Jumlah korpus luteum ini memiliki kaitan erat dengan tingkat sekresi hormon kebuntingan dan hormon mamogenik seperti estradiol dan progesteron selama kebuntingan (Dzuik 1992; Kleeman et al. 1994; Manalu et al. 2000). Hormon-hormon tersebut selain berperan dalam memantapkan proses kebuntingan juga berfungsi dalam modulasi ekspresi sejumlah protein (Wheeler et al. 1987). Selain itu, hormon-hormon ini berperan sebagai faktor penentu pertumbuhan yang selanjutnya akan memelihara komunikasi antara embrio dan uterus serta memandu pertumbuhan embrio untuk menjadi fetus dengan pertumbuhan yang baik, bobot lahir anak menjadi meningkat dan tingkat mortalitas menjadi menurun (Schultz et al. 1993).

Gonadotrophin seperti FSH atau PMSG sering digunakan dalam metode superovulasi. Banyak penelitian yang bertujuan merangsang pertumbuhan folikel dan mengendalikan ovulasi pada hewan piara menggunakan sediaan hormon gonadotrophin hipofisis, akan tetapi kebanyakan perlakuan selama 20 tahun terakhir ini menggunakan sedian hormon gonadotrophin asal plasenta, terutama

pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) yang kaya akan aktivitas FSH dan

human chorionic gonadotrophin (hCG) yang kaya aktivitas LH (Hunter 1981). Hormon PMSG memiliki aktivitas ganda yang mirip dengan FSH dan LH yang dapat merangsang pertumbuhan folikel, menunjang sintesis estradiol, merangsang proses ovulasi, dan luteinisasi (Armstrong et al. 1982; Piper dan Bidon 1984; Gonzalez et al. 1994).

Superovulasi merupakan teknik reproduksi dalam meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan. Jumlah sel telur yang dilontarkan dari ovarium dalam satu periode ovulasi bergantung pada jenis hewannya. Pada ternak monotokous biasanya hanya sebuah sel telur yang dilontarkan, sedangkan pada ternak politokous sel telur yang dilontarkan lebih dari satu (Hafez 1980). Superovulasi sebelum perkawinan dapat meningkatkan jumlah korpus luteum sehingga terjadi


(15)

peningkatan konsentrasi estradiol dan progesteron, yang dapat memacu pertumbuhan prenatal anak dalam kandungan (Adriani et al. 2007). Peningkatan progesteron ini terjadi karena meningkatnya jumlah korpus luteum yang dihasilkan pada induk yang disuperovulasi sebelum perkawinan baik pada induk beranak tunggal maupun induk yang beranak kembar. Semakin banyak korpus luteum dan sel-sel lutein yang matang pada korpus luteum maka aktivitas progesteron dan sekresi progesteron akan meningkat (Adriani et al. 2007). Korpus luteum pada kambing merupakan organ utama penghasil progesteron (Nalbandov 1976; Reeves 1987). Hormon progesteron memiliki fungsi merangsang uterus mempersiapkan implantasi zigot untuk memelihara fetus selama kebuntingan (McDonald 1980; Stabendfelt dan Edqvist 1993; Manalu et al. 1996).

Peningkatan sekresi estradiol dan progesteron juga dapat meningkatkan jumlah sel-sel sekretoris kelenjar ambing yang terbentuk dan aktivitas sintesisnya. Hal ini dapat meningkatkan produksi susu baik pada induk kambing beranak tunggal maupun pada induk kambing beranak kembar (Adriani et al. 2007). Hal ini bermanfaat untuk menunjang kebutuhan susu anak sebelum disapih. Superovulasi pada domba dapat meningkatkan produksi susu sampai 59% (Manalu et al. 2000). Pemberian progesteron pada awal kebuntingan pada domba menghasilkan perbaikan pertumbuhan fetus (Kleeman et al. 1994), sementara penambahan estradiol pada babi dapat meningkatkan sistem pembuluh darah kapiler uterus (Keys dan King 1995). Perangsangan sekresi endogen hormon kebuntingan (estradiol dan progesteron) melalui superovulasi dapat meningkatkan jumlah korpus luteum, sehingga merangsang peningkatan sekresi endogen hormon kebuntingan dalam darah induk (Manalu et al. 1998, Manalu et al. 2000), yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan uterus, embrio dan fetus, perkembangan plasenta, dan kelenjar ambing (Manalu et al. 2000).

Perlakuan superovulasi mampu menurunkan tingkat mortalitas anak kambing sebesar 79% (Adriani et al. 2004a). Kejadian ini disebabkan karena induk kambing yang disuperovulasi melahirkan anak dengan bobot lahir dan bobot sapih yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh induk kambing yang tidak disuperovulasi, sehingga anak kambing memiliki daya hidup yang lebih tinggi pula (Adriani et al. 2004a). Namun, potensi tersebut tidak


(16)

selamanya berjalan dengan baik, kecenderungan tingkat kematian anak yang tinggi pada jumlah kelahiran yang lebih dari tiga ekor (Andriyanto dan Manalu 2010). Salah satu penyebab tingginya mortalitas anak yang dilahirkan adalah rendahnya bobot lahir, semakin banyak jumlah anak per kelahiran semakin tinggi pula tingkat mortalitasnya (Sutama et al. 1993). Kematian anak yang baru dilahirkan untuk induk ternak yang beranak 1, 2, 3, dan 4 masing-masing adalah 17, 18, 26, dan 43% (Sutama et al. 1999). Hal ini dikarenakan pada saat terjadinya implantasi, sel-sel blastosis akan membelah (mitosis) dengan cepat sehingga terjadi pertambahan jumlah dan massa sel yang pesat (Albert et al. 1994). Keadaan ini menyebabkan cadangan makanan dalam ovum sudah tidak mencukupi lagi, sehingga perkembangan dan daya tahan hidup embrio akan sangat bergantung pada sekresi zat-zat makanan yang dihasilkan oleh kelenjar uterus, selain pada lingkungan fisik dan kimia uterus secara keseluruhan (McDonald 1980; Miller dan Zhang 1984; Yamashita et al. 1990).

Pada domba yang disuperovulasi, aktivitas ovarium kiri lebih aktif dibandingkan dengan ovarium kanan berdasarkan jumlah korpus luteum, sementara pada domba yang tidak disuperovulasi tidak terlihat perbedaan aktivitas antara ovarium kanan dan ovarium kiri (Manalu dan Sumaryadi 1997). Hal ini yang menyebabkan hubungan antara jumlah korpus luteum dan konsentrasi hormon progesteron dan estrodiol dalam serum induk tidak linear. Semakin banyak jumlah korpus luteum pada satu sisi ovarium semakin sedikit aliran darah per individu korpus luteum (Manalu dan Sumaryadi 1997). Akibatnya, semakin sedikit perolehan zat-zat makanan dan substrat sehingga ukuran dan aktivitas sintetik per individu korpus luteum menjadi turun (Manalu dan Sumaryadi 1995).

2.2. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Menurut Purgeslove et al. (1981), klasifikasi tumbuhan temulawak ialah temulawak berasal dari divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Zingiberales, Keluarga Zingiberaceae, Genus Curcuma, dan Spesies Curcuma xanthorrhiza Roxb. Tanaman ini merupakan tanaman monokotil yang tidak memiliki akar tunggang melainkan rimpang (rhizoma),


(17)

berbatang semu dengan tinggi kurang dari 2 m, berwarna hijau atau cokelat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Setiap batang mempunyai daun antara 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau cokelat keunguan terang sampai gelap, panjang daun antara 31-84 cm dan lebar antara 10-18 cm dengan panjang tangkai daun antara 43-80 cm,. perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai antara 9-23 cm dan lebar antara 4-6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga, mahkota bunga berwarna putih berbulu, panjang antara 8-13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan antara 4-5 cm, helai bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang antara 1,25-2 cm dan lebar 1 cm (Sidik dan Muhtadi 1997). Karena penyebarannya yang cukup luas di beberapa daerah, tanaman ini mempunyai nama tersendiri, masyarakat Jawa Barat menyebut tanaman ini “koneng gede” dan di Sumatera disebut “tetemulawak” (Affifah 2003).

Masyarakat memanfaatkan tanaman rempah ini dalam pemeliharaan, peningkatan derajat kesehatan, pengobatan penyakit, maupun dalam industri obat tradisional dan komestika (Hernani 2001). Selain itu, tanaman temulawak ini bermanfaat sebagai antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, pencegah kanker, antitumor, dan menurunkan kadar lemak di dalam darah (Sudewo 2004). Rimpang temulawak memiliki kemampuan aktivitas kolagoga, yaitu meningkatkan produksi dan sekresi empedu (Hendrawati 1999). Antiinflamasi ekstrak temulawak dengan dosis 3 g/kg bobot badan menunjukkan aktivitas penghambatan pembengkakan yang disebabkan oleh induksi karagenan (Ozaki 1988).

Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak, selulosa, dan mineral. Di antara komponen yang dikandung oleh temulawak, yang paling banyak kegunaannya adalah pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (Husein 2008). Minyak atsiri dalam temulawak mengandung phelandren, kamfer, borneol, xanthorrizol, turmerol, turunan lisabolen, bisakuron A, bisakuron B, turmeron, germakron, seskuiterpen, dan sineal. Kandungan


(18)

kurkumin dalam rimpang temulawak sekitar 1,6%-2,22% (Sidik dan Muhtadi 2004). Kandungan utama dalam minyak atsiri temulawak adalah xanthorriza 21%, germaken, isofuranogermaken, trisiklin, dan alfa-aromadenren. Xanthorriza merupakan komponen volatile yang merupakan senyawa aktif yang terdapat dalam minyak atsiri temulawak (Nur 2006). Curcumin dan xanthorrhizol adalah komponen minyak atsiri khas temulawak (Sidik dan Muhtadi 1997).


(19)

III. METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember tahun 2010. Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Mitra Maju yang beralamat di Jl. Manunggal Baru No. 1, Tegal Waru, Ciampea, Bogor. Analisis sampel dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang domba, spuid, timbangan digital (Genius), penggaris, USG, tabung reaksi, selotip, kertas label, tabung kapiler, alat penghitung, tambang, dan selang berwarna. Bahan-bahan yang digunakan adalah anthelmentik, vitamin B kompleks, PGF2α, alkohol 70%, PMSG dan hCG, ekstrak temulawak plus, dan domba betina yang telah dewasa kelamin.

3.3 Tahap Persiapan

3.3.1 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini ialah domba betina yang telah dewasa kelamin yang memiliki bobot badan berkisar antara 20-25 kg. Domba-domba tersebut berasal dari Priangan Timur.

3.3.2 Aklimatisasi Domba

Domba dipelihara selama 2 minggu sebelum diberikan perlakuan. Pada tahap ini, domba diberikan anthelmentik, vitamin B kompleks, dan antibiotik. Pemberian anthelmentik dan antibiotik dilakukan untuk menghindari kesalahan akibat infeksi bakteri dan infeksi parasit.


(20)

3.3.3 Kandang, Pakan, dan Minum

Model kandang yang digunakan pada penelitian ini ialah kandang panggung dengan ketinggian kira-kira 50 cm. Ketinggian kandang tersebut didesain untuk mengurangi paparan gas amoniak yang berasal dari feses. Selanjutnya, domba diberikan makan sebanyak 3 kali, yaitu pada pagi dan siang diberi hijauan serta pada siang hari diberi singkong. Sementara itu, air minum disediakan secara ad libitum.

3.4. Racangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 2x2 dengan 4 ulangan. Faktor pertama ialah superovulasi sebelum perkawinan yang terdiri atas dua level, yaitu domba yang diinjeksi PMSG dan hCG dengan dosis 0 IU/ekor dan domba yang diinjeksi PMSG dan hCG dengan dosis 75-125 IU/ekor. Sementara itu, faktor kedua ialah dosis ekstrak temulawak plus yang terdiri atas dua level, yaitu domba yang diberi ekstrak temulawak plus 0 mg/kg bobot badan dan domba yang diberi ekstrak temulawak plus 1 mg/kg bobot badan.

3.5. Perlakuan Superovulasi

Sebelum percobaan dimulai, domba penelitian diperiksa status kebuntingannya dengan menggunakan ultrasonography (USG). Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan tidak ada domba yang bunting sebelum perlakuan diberikan. Apabila domba disuntik PGF2α dalam keadaan bunting maka akan menyebabkan keguguran. Selanjutnya, sinkronisasi estrus dilakukan dengan memberikan PGF2α secara intramuskuler dengan dosis 5-15 IU/ekor. PGF2α berfungsi untuk melisiskan corpus luteum sehingga siklus estrus domba sama. Penyuntikan PGF2α dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada hari 1 dan hari ke-11. Pada hari ke-11, dilakukan superovulasi dengan menyuntikkan hormon PMSG dan hCG secara intramuskuler dengan dosis 75-125 IU/ekor. Sekitar 24-36 jam setelah penyuntikan, domba akan menunjukkan gejala estrus, yang ditandai dengan perubahan pada vulva. Vulva betina yang sedang mengalami estrus akan terlihat merah, bengkak, dan berlendir. Kemudian, domba betina yang menunjukkan gejala estrus dikawinkan secara alami dengan domba jantan yang


(21)

telah diseleksi. Setelah 30 hari pascaperkawinan, domba penelitian di-USG kembali untuk mendeteksi kebuntingan dan menghitung jumlah anak yang dikandung.

3.6. Pemberian Ekstrak Temulawak Plus

Pemberian ekstrak temulawak dilakukan dengan cara pencekokan dengan dosis 1 mg/kg bobot badan. Ekstrak temulawak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak temulawak yang dikombinasikan dengan multivitamin (A, D, dan B kompleks). Pencekokan dilakukan seminggu sekali yang dimulai pada bulan ke-1 selama periode kebuntingan.

3.7. Variabel yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah bobot lahir. Bobot lahir ditentukan dengan menimbang anak domba segera setelah lahir (dengan kisaran sampai tidak lebih dari 24 jam). Bobot badan ditimbang pada bulan ke-1, 2, 3, dan 4.

3.8. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan General Linear Model. Hal ini bertujuan untuk melihat interaksi antara faktor superovulasi dengan pemberian ekstrak temulawak plus.


(22)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah anak, rataan bobot lahir, bobot sapih, total bobot lahir, dan jumlah anak sekelahiran pada kelompok domba kontrol dan superovulasi, baik yang tidak diberi dan diberi ekstrak temulawak plus disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah anak, rataan bobot lahir, bobot sapih, total bobot lahir, dan jumlah anak sekelahiran pada kelompok domba kontrol dan superovulasi, baik yang tidak diberi dan diberi ekstrak temulawak plus.

Ket: SO: Superovulasi, Tp: Temulawak, *: Signifikan (p<0,05)

Superovulasi induk sebelum perkawinan mampu meningkatkan jumlah anak hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kontrol. Walaupun superovulasi sebelum perkawinan meningkatkan jumlah anak, bobot badan lahir anak tidak turun, tetapi sebaliknya malah meningkat. Peningkatan jumlah anak dikarenakan jumlah sel telur yang dihasilkan lebih dari satu. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa induk kambing yang disuperovulasi sebelum perkawinan melahirkan anak yang lebih banyak 32% dibandingkan dengan induk kambing yang tidak disuperovulasi (Adriani et al. 2007). Peningkatan jumlah anak ini

Parameter Kontrol Tp

SO Tp SO*Tp

Kontrol SO Kontrol SO

Jumlah anak

(ekor) 6 10 7 11

Rataan bobot lahir (kg)

3,17±0,12 3,65±0,14 3,19±0,16 3,57±0,19 * - -

Total bobot lahir per induk (kg)

19,04 36,53 22,31 39,34

Rasio anak

per induk 1,5±0,58 2,5±0,58 1,75±0,96 2,75±0,5 * - - Tingkat

kematian prasapih (%)

12,5±25 8,25±16,5 16,75±33,5 8,25±16,5 - - -

Jumlah bakalan sapih (ekor)

5 9 5 10

Rataan bobot badan sapih (kg)

15,41±0,65 17,34±0,50 16,38±0,71 18,78±0,52 * * -

Total bobot badan sapih (kg)

77,05 156,08 81,91 187,76

Rasio anak yang disapih per induk


(23)

dikarenakan superovulasi mampu meningkatkan jumlah korpus luteum yang dihasilkan (Manalu et al. 1996) sehingga jumlah sel telur yang diovulasikan lebih banyak (Hafez 1980; Guiltbault et al. 1992; Bo et al. 1998). Sementara itu, peningkatan bobot lahir dikarenakan terjadinya peningkatan hormon estrogen dan progesteron selama kebuntingan (Asworth 1991). Tingginya bobot lahir anak domba sejalan dengan besarnya badan anak domba saat lahir. Besarnya badan anak domba diduga pada masa kebuntingan hormon estrogen berfugsi dalam metabolisme kalsium sehingga perkembangan kerangka fetus menjadi lebih baik. Superovulasi sebelum perkawinan pada kambing meningkatkan panjang badan, tinggi gumba, dan lingkar dada pada saat lahir (Andriani et al. 2004). Dengan menjumlahkan seluruh rataan bobot lahir anak per induk, per perlakuan, superovulasi induk sebelum perkawinan meningkatkan total bobot lahir anak per induk hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Superovulasi induk sebelum perkawinan meningkatkan jumlah anak sekelahiran hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.

Pemberian temulawak plus pada induk setelah umur kebuntingan 1 bulan selama periode kebuntingan tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada peningkatan bobot lahir anak domba tetapi pengaruh pemberian ekstrak temulawak plus pada induk pada anak domba terlihat secara signifikan pada peningkatan bobot badan anak domba pada periode berikutnya dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan bobot badan anak domba yang berasal dari induk yang diberi ekstrak temulawak plus pada periode berikutnya diduga dikarenakan asupan susu yang baik. Devendra dan Burn (1994) menyatakan bahwa anak kambing bergantung sepenuhnya pada susu induk sampai kurang lebih 7-8 minggu setelah lahir, ketika rumen mulai berfungsi dan pengambilan makanan hijauan dan bahan makanan lainnya bertambah nyata. Pertambahan ukuran dan perkembangan organ-organ tubuh anak selama periode menyusu sangat bergantung pada kualitas dan kuantitas susu yang diproduksi induk (Acker dan Cunningham 1991). Asupan susu yang baik ini diduga berasal dari khasiat temulawak, yaitu meningkatkan produktivitas air susu. Diduga pengaruh pemberian ekstak temulawak plus berlanjut sampai periode laktasi. Pemberian pasta tape-temulawak pada sapi madura dan sapi bali meningkatkan produksi susu


(24)

0,42 kg/ekor atau 9.5% lebih tinggi dibandingkan dengan sapi yang tidak diberi pasta tape-temulawak (Sulistyowati 1999). Bioaktif temulawak berfungsi menyerupai hormon prolaktin yang memelihara proses laktasi dan oksitosin yang merangsang keluarnya air susu (milk let down) (Sulistyowati dan Erwanto 2009).

Peningkatan produksi susu didukung oleh asupan makanan yang baik. Diduga temulawak mempengaruhi nafsu makan induk dan meningkatkan aktivitas pencernaan sehingga efisiensi pencernaan lebih baik. Minyak atsiri yang terkandung dalam temulawak bersifat antioksidan alami yang dapat menjaga dan memelihara membran sel mikroba dari kerusakan akibat radikal bebas. Dengan sifat tersebut memungkinkan sel mikroba menjadi lebih aktif dalam mencerna ransum. Menurut Wahjoedi et al. (1985), temulawak mengandung kamfor pada jumlah relatif sedikit dapat menyebabkan perasaan nyaman pada alat pencernaan dan menyebabkan rasa enak makan. Kandungan zat kimia dalam temulawak dapat merangsang fungsi pergerakan pada dinding lambung dan usus yang berperan sebagai digestivum. Hal ini memungkinkan kapasitas pencernaan menampung pakan lebih baik (Salim 1985). Pemberian tepung temulawak berpengaruh besar pada pankreas, di antaranya dapat mempengaruhi dan merangsang sekresi dan berfungsi sebagai penambah nafsu makan, mempengaruhi kontraksi dan tonus otot usus halus, bersifat bakterisida dan bakteriostastik, membantu kerja sistem hormonal, metabolisme, dan fisiologi organ tubuh (Widodo 2002). Sementara itu, kandungan vitamin yang terkandung dalam ekstrak temulawak plus seperti vitamin A, D, dan B kompleks diduga bermanfaat dalam meningkatkan fisiologis dan metabolisme induk. Vitamin A berperan dalam diferensiasi sel-sel epitel khusus seperti sel goblet, bila terjadi infeksi, sel-sel goblet akan mengeluarkan mukus yang akan mempercepat pengeluaran mikroorganisme yang menginfeksi (Azrimaidaliza 2007). Pemberian vitamin D dan K secara sinergis memberikan manfaat pada tulang dan sistem kardiovaskular (Kidd dan Parris 2010).

Superovulasi sebelum perkawinan, pemberian ekstrak temulawak plus, dan kombinasi superovulasi dengan pemberian ekstrak temulawak plus tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap penurunan tingkat kematian anak domba. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa superovulasi mampu menurunkan tingkat mortalitas sebesar 79% (Adriani et al. 2004). Rendahnya


(25)

bobot lahir merupakan salah satu faktor penyebab tingginya tingkat kematian, semakin banyak jumlah anak per kelahiran semakin tinggi pula tingkat kematiannya (Sutama et al. 1993). Namun, superovulasi induk sebelum perkawinan mampu meningkatkan rataan bobot sapih sebesar 12,5% dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan ini dikarenakan peningkatan hormon estrogen dan progesteron selama kebuntingan dan berlanjut hingga postnatal (Asworth 1991). Superovulasi sebelum perkawinan mampu meningkatkan total bobot sapih hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang tidak disuperovulasi.

Selanjutnya rataan bobot badan anak (kg) pada awal kelahiran sampai bulan ke-4 pada kelompok induk domba kontrol dan superovulasi, baik yang tidak diberi dan yang diberi ekstrak temulawak plus disajikan pada Grafik 1.

0

2

4

6

8

10

12 14 16 18

20

0 1 2 3 4

R

a

ta

a

n

Bob

ot

A

n

a

k

Bulan

Grafik 1. Rataan bobot lahir dan bobot badan anak pada bulan ke-1 sampai ke-4 pada kelompok kontrol ( ), pemberian ekstrak temulawak plus ( ), superovulasi ( ), dan kombinasi superovulasi dengan pemberian ekstrak temulawak ( X )


(26)

Superovulasi sebelum perkawinan meningkatkan bobot lahir anak domba sebesar 15% dibandingkan dengan kontrol. Superovulasi sebelum perkawinan pada induk yang beranak tunggal mampu meningkatkan bobot lahir anak sebesar 21% dibandingkan induk yang tidak disuperovulasi (Adriani et al. 2007). Tingginya bobot lahir anak pada perlakuan superovulasi dikarenakan terjadi peningkatan sekresi hormon kebuntingan dan hormon mamogenik, seperti estradiol dan progesteron selama kebuntingan. Meningkatnya jumlah korpus luteum karena superovulasi merupakan faktor yang menyebabkan peningkatan sekresi hormon kebuntingan dan hormon mamogenik. Selain untuk mempertahankan kebuntingan dan memelihara kebuntingan, estrogen dan progesteron juga berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan uterus, plasenta, serta kelenjar ambing (Anderson et al. 1981; Manalu dan Sumaryadi 1998). Pertumbuhan embrional sangat dipengaruhi oleh kesiapan endometrium uterus untuk menyediakan makanan dan senyawa kimia lain yang dibutuhkan selama perkembangan embrional (Ashworth 1991; Gandalfif et al.

1992). Peningkatan hormon progesteron dan estrogen selama kebuntingan berkolerasi positif dengan pertumbuhan uterus, embrio, fetus, dan bobot lahir anak (Manalu dan Sumaryadi 1999; Mege et al. 2007). Pertumbuhan dan perkembangan embrio yang baik selama kebuntingan akan menghasilkan dampak yang lebih luas, yaitu dapat meningkatkan bobot lahir, bobot prasapih, dan bobot akhir walaupun dengan jumlah anak sekelahiran yang lebih besar (Vallet et al. 2004). Peningkatan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan seperti estrogen dan progesteron mendukung proses fisiologis selama periode kebuntingan. Selain itu, peningkatan hormon estrogen dan progesteron menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan uterus dan plasenta yang ditunjukkan oleh pertambahan masa uterus dan plasenta. Pertumbuhan dan perkembangan uterus dan plasenta yang baik berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan fetus selama kebuntingan (Wilson et al. 1999; Vallet et al. 2002; Mege et al. 2007). Hasil penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya bahwa superovulasi mampu meningkatkan sekresi hormon endogen hormon-hormon kebuntingan terutama estrogen dan progesteron disertai peningkatan jumlah anak dan ekspresi genotipe pertumbuhan yang digambarkan


(27)

oleh fenotipe bobot lahir, panjang badan, dan tinggi badan saat lahir (Manalu et al. 1996; Manalu dan Sumaryadi 1998; Adriani et al. 2004b; Mege et al. 2007)

Superovulasi induk sebelum perkawinan, pemberian ekstrak temulawak plus pada induk setelah umur kebuntingan 1 bulan selama periode kebuntingan, dan kombinasi superovulasi induk sebelum perkawinan dengan pencekokan ekstrak temulawak plus setelah umur kebuntingan 1 bulan selama periode kebuntingan mampu meningkatkan pertambahan bobot anak domba pada bulan ke-1 dan ke-3. Superovulasi sebelum perkawinan mampu meningkatkan bobot anak domba dari bulan ke-1 sampai bulan ke-3 sebesar 18% dibandingkan dengan kontrol. Pemberian ekstrak temulawak plus pada induk setelah umur kebuntingan 1 bulan selama periode kebuntingan mampu meningkatkan bobot badan anak domba dari bulan ke-1 sampai bulan ke-3 sebesar 12% dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, superovulasi sebelum perkawinan yang dikombinasikan dengan pemberian ekstrak temulawak plus setelah umur kebuntingan 1 bulan selama periode kebuntingan mampu meningkatkan bobot badan anak domba dari bulan ke-1 sampai bulan ke-3 sebesar 27,5% dibandingkan dengan kontrol. Superovulasi induk sebelum perkawinan yang dikombinasikan dengan pemberian ekstrak temulawak plus setelah umur kebuntingan 1 bulan selama periode kebuntingan memberikan persentase pertumbuhan bobot badan anak yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Peningkatan bobot badan anak ini diduga akibat efek antara zat aktif dalam temulawak dan peningkatan hormon estrogen dan progesteron akibat superovulasi.

Salah satu zat aktif yang terkandung di dalam temulawak adalah minyak atsiri. Minyak atsiri banyak sekali mengandung manfaat antara lain berpotensi sebagai senyawa antioksidan, antihepatotoksik, meningkatkan sekresi empedu, antihipertensi, melarutkan kolesterol, merangsang air susu (laktogoga), tonik bagi ibu setelah melahirkan, dan antibakteri (Agusta dan Chairul 1994, Suksamrarn et al. 1994). Diduga efek superovulasi yang dikombinasikan dengan pemberian ekstrak temulawak plus saling menguatkan. Diduga pengaruh terbesar dari superovulasi yang dikombinasikan dengan pemberian ekstrak temulawak plus ialah pada peningkatan produksi susu induk. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, baik superovulasi maupun pemberian temulawak keduanya sama-sama


(28)

meningkatkan produktivitas air susu pada induk. Peningkatan produksi susu ini berdampak positif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak domba. Pertumbuahan periode menyusu antara lain dipengaruhi oleh faktor genotip, bobot lahir, jenis kelamin, litter size, dan produksi susu induk (Setiadi 1989). Sementara itu, superovulasi induk sebelum perkawinan meningkatkan bobot lahir anak dan pertumbuhan prasapih yang diduga merupakan respons peningkatan estrogen dan progesteron selama kebuntingan (Adriani et al. 2004a). Bobot lahir dan pertumbuhan anak kambing pada periode berikutnya sangat dipengaruhi oleh perkembangan periode prenatal (Dziuk et al.1992). Perkembangan prenatal tersebut di antaranya perubahan biokimia uterus yang terutama dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron (Kleeman et al. 1994; Manalu et al. 2000).

Superovulasi induk sebelum perkawinan dan pemberian ekstrak temulawak plus setelah umur kebuntingan 1 bulan selama periode kebuntingan memberikan pengaruh pada pertumbuhan anak domba pada bulan ke-4. Superovulasi induk sebelum perkawinan mampu meningkatkan bobot anak domba sebesar 12,5% dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pemberian ekstrak temulawak plus setelah umur kebuntingan 1 bulan selama periode kebuntingan mampu meningkatkan bobot anak domba sebesar 6% dibandingkan dengan kontrol. Jika dibandingkan, pertumbuhan bobot anak domba dari induk yang disuperovulasi memiliki pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bobot anak domba dari perlakuan pemberian ekstrak temulawak plus pada induk selama periode kebuntingan. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan hormon estradiol dan progesteron selama periode kebuntingan. Pada awal kebuntingan hormon-hormon ini merupakan sinyal bagi diferensiasi embrio dalam kandungan sehingga mampu memacu perkembangan prenatal, yang kemungkinan akan terbawa sampai pada periode postnatal (Ashworth 1991). Peningkatan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan tidak hanya penting dalam peningkatan laju pertumbuhan sejak diferensiasi sel jaringan embrio, memperbaiki bobot lahir, serta laju pertumbuhan prasapih, juga merupakan salah satu strategi yang potensial untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas produksi daging dalam memenuhi kebutuhan konsumen (Wray-Canen et al. 1999; Mege et al. 2007).


(29)

V. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Pemberian ekstrak temulawak plus setelah umur kebuntingan 1 bulan selama periode kebuntingan meningkatkan bobot sapih sebesar 6%. Kombinasi antara superovulasi induk sebelum perkawinan dengan pemberian ekstrak temulawak plus setelah umur kebuntingan 1 bulan selama periode kebuntingan meningkatkan bobot badan anak domba sebesar 27,5% pada bulan ke-1 sampai bulan ke-3. Superovulasi induk sebelum perkawinan mampu meningkatkan bobot lahir, bobot sapih, dan meningkatkan rasio anak per induk.

6.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa aktif dari ekstrak temulawak yang mempengaruhi pertumbuhan bobot badan anak domba.


(30)

VI. DAFTAR PUSTAKA

Acker D , Cunningham M. 1991. Animal Science and Industry. 4th Ed, A Simon and Schuster Company, New Jersey.

Adriani, Sudono A, Sutardi T, Manalu W, Sutama IK. 2004a. Pengaruh superovulasi dan suplementasi mineral seng dalam ransum pada induk kambing terhadap pertumbuhan anaknya. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 29(4): 180-182

Adriani, Sudono A, Sutardi T, Manalu W, Sutama IK. 2004b. Pengaruh superovulasi sebelum perkawinan dan suplement seng terhadap produksi susu kambing peranakan etawah. Animal Production 6: 86-94

Adriani, Sudono A, Sutardi T, Manalu W, Sutama IK. 2007. Pertumbuhan prenatal dalam kandungan kambing melalui superovulasi. Animal Production

14: 44-48.

Afiffah E. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak: Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Agusta A, Chairul S. 1994. Analisa komponen kimia minyak atsiri dari rimpang temulawak (Curcyma xanthorriza Roxb.). Prosiding Simposium Penelitian Bahan Obat Alami VIII, hlm 643-647.

Albert B, Bray J, Lewis M, Raff K, Robert A, Watson JD. 1994. Moleculer Biology of The Cell. 3rd Edition. Garland Publishing Inc, New York. P. 1294 Anderson RR, Harness JR, Sinead AF, Salah MS. 1981. Mammary gland growth

pattern in goat during pregnancy and lactation. J. Dairy Sci. 64: 427-432. Andriyanto, Manalu W. 2010. Prospek penerapan teknologi perbaikan sekresi

endogen hormon kebuntingan pada domba skala peternakan rakyat. Prosiding

Seminar Nasional Peranan Teknologi Reproduksi Hewan Dalam Rangka Swasembada Pangan Nasional. Bagian Reproduksi dan Kebidanan Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 125-127.

Arifin Z, Kardiyono. 1985. Temulawak dalam pengobatan tradisional. Prosiding

Simposium Nasional Temulawak. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran . Bandung. Hlm 210-219.

Armstrong DT, Miller BG, Walton EA, Pfitzner AP, Warnes GM. 1982. Ovarian Responses of Anoestrus Goats to Stimulation with Pregnant Mare Serum Gonadotrophin. Anim Repro Sci 5: 15-23

Ashworth CJ. 1991. Effect of pre-mating nutrition status and post-mating progesterone supplementation on embryo survivial and conceptus growth in gilts. Anim. Reprod. Sci. 26: 311-321

Azrimaidaliza. 2007. Vitamin A, imunitas, dan kaitannya dengan penyakit infeksi.


(31)

Bindon BM, Piper LR. 1984. Ovulation Rate as Selestion Criterion for Improving Litter Size in Merino Sheep. In: Lindsay DL, pearce DT (eds). Reproduction in Sheep. Cambridge: Canbridge Univ. p 237-239.

Bo GA, Tribulo H, Caccia M, Tribullo R. 1998. Superovulatory response of beef heifers treated with estradiol benzoate progesterone and CIDR-B vaginal device. Theriogenology 49: 375-379

Devendra C, Burn M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB, Bandung. (Diterjemahkan oleh I.D.K. Harya Putra)

Dziuk PJ. 1992. Embryonic development and fetal growth. Amin. Reprod. Sci. 28: 299-308.

Gandalfif B, Modina TAL, Posani L. 1992. Early embryonic signals: embryo-maternal interactions before implantation. Anim Reprod Sci 28: 269-276. Gonzalez A, Wang H, Carruthers TD, Murphy BD, Mafletoft RJ. 1994.

Superovulation in the cow with pregnant mare serum gonadotrophin serum.

Canad Veterin J 35: 158-162.

Guiltbault LA, Lussier JG, Grasso F. 1992. Interrelationship of hormonal and ovarian responses in superovulated response heifers pretreated with FSH-P at the beginning of the estrous cycle. Theriogenology 37: 1027-1040.

Hafez ESE. 1980. Reproduction In Farm Animal. 4th ed. Philadelphia: Lea & Febiger.

Hendrawati A. 1999. Penurunan kadar kolesterol daging dengan penambahan temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam ransum. tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Hernani. 2001. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Tumbuhan Obat Indonesia. Penggunaan dan Khasiatnya. Pustaka Popular Obor, Jakarta.p. 130-132.

Hunter RMF. 1981. Physiology and Technology of Reproduction in Female Domestic Annimals. Terjemahan oleh Dk. Harya Putra. 1995. Penerbit ITB dan Universitas Udayana.

Husein S. 2008. Kajian Aktivitas Antimikroba Ekstrak Rimpang Temulawak

(Curcuma xanthorriza Roxb.) Terhadap Kerusakan Sel Bakteri Patogen. Skripsi PS Teknologi Pangan. Universitas Pelita Harapan, Karawaci.

Keys JL, King GL. 1995. Morphology of pig uterine sub ephithelial capillaries after topikal and systemic estrogen treatment. J Reprod Fer 105: 287-294. Kidd P, Parris M. 2010. Vitamin D and K as pleiotropic nutrient: clinical

importance to the skeletal and cardiovaskular system and preliminary evidence for synergy. Alternative Medicine Review 15(3): 199-222.

Kleeman DO, Walker SK, Seamark RF. 1994. Enhanced fetal growth in sheep administered progesterone during the first three days of pregnancy. J Reprod Fertil 102: 411-417.


(32)

Liang BO, Apsarkon Y, Widjaja T. 1985. Darya Varia Laboratoria. Simposium Nasional Temulawak UNPAD, Bandung.

Manalu W, Sumaryadi MY. 1995. Penurunan sekresi progesteron dan estradiol perkorpus luteum dengan peningkatan jumlah korpus luteum pada ovary induk domba selama fase praplasentasi periode kebuntingan. Seminar Nasional Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia, Bandungan, Semarang 26-28 0ktober 1995.

Manalu W, Sumaryadi MY. 1997. Pengaruh superovulasi terhadap aktivitas sisi ovarium pada domba ekor tipis. Biosfera 6: 1-5

Manalu W, Sumaryadi MY. 1996. Effect of increasing number of corpora lutea by superovulasi on maternal serum progesterone concentration, uterine, and fetal weight at the end of embrional and the middle of placental phases of pregnancy in Javanese thin-tail ewes. Small Rumin Res 23: 117-124.

Manalu W, Sumaryadi MY. 1998. Maternal serum progesterone concentration during pregnancy and lamb birth weight at parturition in Javanese Thin-Tail Ewes with different litter size. Small Rumin. Res. 30: 163-169

Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 1999. Mammary glan indices at the end of lactation in the superovulated javanese thin-tail ewes. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 13: 440-445

Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 2000. The effect of superovulation prior to mating on milk production performance during lactation in ewes. J Dairy Sci 83: 477-484.

McDonald LE. 1980. Veteriniry endocrinology and Reproduction. Edisi ke-3. Philadelphia: Lea & Febiger

Mege AR, Nasution SH, Kusumorini N, Manalu W. 2007. Growth and development of the uterus and placental of superovulated gilts. HAYATI J Biosci 14: 1-6.

Miller BG, Ziang X. 1984. Protein Secreted by the Endometrium of the ewe during Pregnancy. In : Reproduction in Sheep. D.R Lindsay and D.T. Pearce Ed. Cambridge University Press, Cambridge p. 134-136.

Nalbandov AV. 1976. Reproduction Physiology of Mammals and Birds. San Francisco: W.H. Freeman & Company

Nur SW. 2006. Perbandingan Sistem Ekstraksi dan Validasi Penentuan Xanthorrizol dari Temulawak Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam InstitutPertanian Bogor, Bogor.

Ozaki Y, Oei BL. 1988. Cholagogic action the essential oil obtained from

curcuma xanthorriza Roxb. Shoyaku zasshi. 24: 257-263.

Purseglove JW, Brown EG, dan Green CL. 1981. Spices, Vol. 11. London: Longmans.


(33)

Reeves JJ. 1987. Endocrinology of Reproduction. In: Hafez ESE (ed).

Reproduction In Farm Animal. 5th ed. Philadelphia: Lea & Febiger. P 114-129.

Salim R. 1985. Khasiat rimpang temu putih (Curcuma Zedoria Berg Roscoe).

Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung. Hlm 120-126.

Schultz GA, Hahnel A, Arcellana-Panlilio L, Wang S, Goubau A, Watson S, Harvey M. 1993. Expreesion of IGF ligand and reseptor genes during preimplatation mammalian development. Mol. Reprod. Dev. 35: 414-420. Setiadi B. 1989. Beberapa faktor yang mempengaruhi bobot badan anak periode

pra-sapih pada kondisi pedesaan. Dalam: A. Djajanegara, M. Rangkuti, S.B Siregar, Suhardono, W.K. Sejati (Ed.). Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Pusat Penelitian dan pengembangan peternakan, Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Sidik MW, Muhtadi A. 1997. Temulawak, Curcuma xanthorriza (Roxb). Yayasan

Pengembangan Obat Alam. Hlm 102-105

Sidik MW, Muchtadi, A. 2004. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.). Phymedica: Yayasan pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica.

Sudewo B. 2004. Tanaman Obat Populer Penggempur Aneka Penyakit. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Suksamrarn A, Eiamong S, Piyachaturawat P, Charoenpiboonsin J. 1994. Phenolic diarylheptanoids from Curcuma xanthorriza. Phytochemistry. 36(6): 1505-1508.

Sulistyowati E. 1999. Meningkatkan produksi susu sapi lokal laktasi dengan bioadiditif pasta tapai dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza. Roxb). Jurnal Penelitian UNIB 5: 67-73.

Sulistyowati E, Erwanto. 2009. Produksi susu perah PFH laktasi yang disuplementasi dengan beberapa level blok tabut. J Indon Trop Anim Agric. 34(2): 84-85.

Sutama IK, Putu IG, Tomaszewska MW. 1993. Peningkatan Produktivitas Ternak Ruminansia Kecil Melalui Sifat Reproduksi yang Lebih Efesien. Dalam :

Reproduksi Kambing dan Domba di Indonesia (D.M. Tomaszewska, IM. Mastika, A, Djajanegara, S. Gardiner, dan T.R. Wiradya, Eds). Universitas Negeri sebelas Maret Press, Surakarta.

Sutama IK, Budiarsana IGM, Mathius IW, Juarini E. 1999. Pertumbuhan dan perkembangan anak kambing peranakan etawah dari induk dengan tingkat produksi susu yang berbeda. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. 4: 95-100.


(34)

Stabenfelt GH, Edqvist L. 1993. Female Reproduction in Dikes. Physiology of Domestic Animal. 11th ed. London: M.J. Swenson & W.O. Reece, Comstock Pulb ASS Cornel Univ London.

Vallet JL, Leymaster K.A, Chistenson RK. 2004. Effect of progesterone, mifepristone, and estrogen treatment during early pregnancy in swine. Biol Rep. 70: 92-98.

Wahjoedi B, Dzulkarnaen B, Nurendah P, Nurratmi B. 1985. Efek diuretic rebusan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) pada tikus putih. Prosiding

Simposium Nasional Temulawak. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung. Hlm 109-112.

Wheeler C, Khom B, Lyttle CR. 1987. Estrogen regulation of protein synthesis in the Immature rat uterus the effect of progesterone on protein released into medium during in vitro incubation. Endocrinology 120: 919-923.

Widodo W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Fakultas Peternakan Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Wilson M.E, Biensen NJ, Ford SP. 1999. Novel insight in to the control of litter size in the pig using placental efficiency as a selection tool. J. Anim. Sci. 77: 1654-1658.

Wry-Cahen D, Kerr CM, Evock-Clover Steele NC. 1999. Redefining omposition nutrition, hormones, and genes in meat production. Ann. Rev. Nutr. 18: 63-92.

Yamashita SR, Newbold R, Melachlan JA, Korach KS. 1990. The Role of Estrogen Receptor in Uterine Epithelial Proliferation and Cytodifferentiation in Noenatal Mice. Endocrinology 127: 2456-2463.


(35)

VII. LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis bulan ke-0

Between-Subjects Factors

N

F1 0 13

1 21

F2 1 16

2 18

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Bobot

F1 F2 Mean Std. Deviation N

0 1 3.1733 .12372 6

2 3.1871 .15756 7

Total 3.1808 .13726 13

1 1 3.6530 .13663 10

2 3.5718 .18777 11

Total 3.6105 .16660 21

Total 1 3.4731 .27170 16

2 3.4222 .25833 18

Total 3.4462 .26192 34

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Bobot Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.518a 3 .506 20.344 .000

Intercept 368.801 1 368.801 1.483E4 .000

F1 1.493 1 1.493 60.031 .000

F2 .009 1 .009 .365 .550

F1 * F2 .018 1 .018 .725 .401

Error .746 30 .025

Total 406.052 34

Corrected Total 2.264 33


(36)

Lempiran 2 Analisis bulan ke-1

Between-Subjects Factors

N

F1 0 11

1 19

F2 1 14

2 16

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Bobot

F1 F2 Mean Std. Deviation N

0 1 6.1000 .97586 5

2 7.6450 .56727 6

Total 6.9427 1.09216 11

1 1 7.4033 .36616 9

2 7.8250 .70632 10

Total 7.6253 .59651 19

Total 1 6.9379 .89192 14

2 7.7575 .64397 16

Total 7.3750 .86261 30

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Bobot

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 10.598a 3 3.533 8.364 .000

Intercept 1452.901 1 1452.901 3.440E3 .000

F1 3.808 1 3.808 9.017 .006

F2 6.694 1 6.694 15.850 .000

F1 * F2 2.184 1 2.184 5.171 .031

Error 10.981 26 .422

Total 1653.297 30

Corrected Total 21.579 29


(37)

Lampiran 3 Analisis bulan ke-2

Between-Subjects Factors

N

F1 0 10

1 19

F2 1 14

2 15

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Bobot

F1 F2 Mean Std. Deviation N

0 1 8.6180 .35436 5

2 10.2640 .70911 5

Total 9.4410 1.01581 10

1 1 10.9578 .50472 9

2 11.6090 .71231 10

Total 11.3005 .69175 19

Total 1 10.1221 1.24459 14

2 11.1607 .94898 15

Total 10.6593 1.20349 29

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Bobot

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 31.437a 3 10.479 28.731 .000

Intercept 2811.275 1 2811.275 7.708E3 .000

F1 22.218 1 22.218 60.917 .000

F2 8.635 1 8.635 23.677 .000

F1 * F2 1.619 1 1.619 4.440 .045

Error 9.118 25 .365

Total 3335.561 29

Corrected Total 40.555 28


(38)

Lampiran 4 Analisis bulan ke-3

Between-Subjects Factors

N

F1 0 10

1 19

F2 1 14

2 15

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Bobot

F1 F2 Mean Std. Deviation N

0 1 12.6560 .39791 5

2 12.7660 .27700 5

Total 12.7110 .32838 10

1 1 13.8522 .74042 9

2 15.4440 .63167 10

Total 14.6900 1.05353 19

Total 1 13.4250 .86017 14

2 14.5513 1.40924 15

Total 14.0076 1.29019 29

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Bobot

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 37.692a 3 12.564 35.224 .000

Intercept 4899.410 1 4899.410 1.374E4 .000

F1 24.561 1 24.561 68.860 .000

F2 4.739 1 4.739 13.286 .001

F1 * F2 3.593 1 3.593 10.073 .004

Error 8.917 25 .357

Total 5736.770 29

Corrected Total 46.609 28


(39)

Lampiran 5 Analisis bulan ke-4

Between-Subjects Factors

N

F1 0 10

1 19

F2 1 14

2 15

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Bobot

F1 F2 Mean Std. Deviation N

0 1 15.4100 .64988 5

2 16.3820 .71500 5

Total 15.8960 .82302 10

1 1 17.3422 .49992 9

2 18.7760 .51647 10

Total 18.0968 .88624 19

Total 1 16.6521 1.09857 14

2 17.9780 1.29696 15

Total 17.3379 1.36236 29

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Bobot

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 43.834a 3 14.611 44.907 .000

Intercept 7546.579 1 7546.579 2.319E4 .000

F1 30.627 1 30.627 94.128 .000

F2 9.471 1 9.471 29.108 .000

F1 * F2 .349 1 .349 1.072 .310

Error 8.134 25 .325

Total 8769.480 29

Corrected Total 51.968 28


(40)

Lampiran 6. Analisis Rasio anak per induk awal kelahiran

Between-Subjects Factors

N

Faktor1 1 8

2 8

Faktor2 1 8

2 8

Descriptive Statistics

Dependent Variable:RA

Faktor1 Faktor2 Mean Std. Deviation N

1 1 1.50 .577 4

2 1.75 .957 4

Total 1.62 .744 8

2 1 2.50 .577 4

2 2.75 .500 4

Total 2.62 .518 8

Total 1 2.00 .756 8

2 2.25 .886 8

Total 2.12 .806 16

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:RA

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 4.250a 3 1.417 3.091 .068

Intercept 72.250 1 72.250 157.636 .000

Faktor1 4.000 1 4.000 8.727 .012

Faktor2 .250 1 .250 .545 .474

Faktor1 * Faktor2 .000 1 .000 .000 1.000

Error 5.500 12 .458

Total 82.000 16

Corrected Total 9.750 15


(41)

Lampiran 7. Analisis rasio anak yang disapih per induk

Between-Subjects Factors

N

Faktor1 1 8

2 8

Faktor2 1 8

2 8

Descriptive Statistics

Dependent Variable:RA

Faktor1 Faktor2 Mean Std. Deviation N

1 1 1.25 .500 4

2 1.50 .577 4

Total 1.38 .518 8

2 1 2.25 .500 4

2 2.50 .577 4

Total 2.38 .518 8

Total 1 1.75 .707 8

2 2.00 .756 8

Total 1.87 .719 16

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:RA

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 4.250a 3 1.417 4.857 .019

Intercept 56.250 1 56.250 192.857 .000

Faktor1 4.000 1 4.000 13.714 .003

Faktor2 .250 1 .250 .857 .373

Faktor1 * Faktor2 .000 1 .000 .000 1.000

Error 3.500 12 .292

Total 64.000 16

Corrected Total 7.750 15


(42)

Lampiran 8. Analisis tingkat kematian prasapih

Between-Subjects Factors

N

Faktor1 1 8

2 8

Faktor2 1 8

2 8

Descriptive Statistics

Dependent Variable:RA

Faktor1 Faktor2 Mean Std. Deviation N

1 1 12.50 25.000 4

2 16.75 33.500 4

Total 14.63 27.459 8

2 1 8.25 16.500 4

2 8.25 16.500 4

Total 8.25 15.276 8

Total 1 10.38 19.741 8

2 12.50 24.865 8

Total 11.44 21.716 16

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:RA

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 198.688a 3 66.229 .116 .949

Intercept 2093.062 1 2093.062 3.653 .080

Faktor1 162.562 1 162.562 .284 .604

Faktor2 18.062 1 18.062 .032 .862

Faktor1 * Faktor2 18.062 1 18.062 .032 .862

Error 6875.250 12 572.938

Total 9167.000 16

Corrected Total 7073.938 15


(43)

PERKAWINAN DAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK

PLUS SELAMA KEBUNTINGAN

MOCHAMAD DARDJAT DARULFALLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(44)

ABSTRACT

MOCHAMAD DARDJAT DARULFALLAH. Increased Growth Performances

of Lambs in Superovulated Ewes Administered Temulawak Extract Plus. Superviced by ANDRIYANTO and WASMEN MANALU

The requirement of animal protein, especially meat, increases from year to year. Superovulation is one of a reproductive technology to improve livestock productivity. The research was conducted to optimize the superovulation technology by combining with administration of temulawak extract plus. Sixteen ewes with body weight ranging from 20 to 25 kg were assigned into a randomized design with 2x2 factorial arrangement. Estrous cycle was synchronized by injection PGF2α intramuscularly at dose of 5-15 mg/sheep twice on the first day and the eleventh day to synchronize estrous cycle. On the eleventh day, superovulation was induced by injection of PMSG and hCG 75-125 mg/sheep. The ewes showing the estrous sign were mated naturally. Temulawak extract plus was administered weekly at the second month of pregnancy period with dose 1 mg/kg body weight. Variable measured in this study were lambs birth weight and preweaning growth. The result showed that superovulation increased lambs birth weight by 15% as compared to controls. Superovulation before mating and temulawak extract plus administration during pregnancy improved lambs growth in the first month and third month. Superovulation prior to mating increased lambs birth weight and improved lambs growth performance before weaning.


(45)

ABSTRAK

MOCHAMAD DARDJAT DARULFALLAH. Perbaikan kinerja pertumbuhan anak domba melalui superovulasi induk sebelum perkawinan dan pemberian ekstrak temulawak plus selama kebuntingan. Dibimbing oleh ANDRIYANTO

dan WASMEN MANALU

Kebutuhan protein asal hewan, terutama daging, meningkat dari tahun ke tahun. Superovulasi merupakan salah satu teknologi reproduksi untuk memperbaiki peroduktivitas ternak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh superovulasi yang dikombinasikan dengan pemberian ekstrak temulawak plus. Enam belas domba betina yang telah dewasa kelamin dengan bobot antara 20-25 kg digunakan dengan rancangan acak lengkap pola faktorial 2x2 dengan empat kali ulangan. Sinkronisasi estrus dilakukan dengan penyuntikan PGF2α secara intramuskuler dengan dosis 5-15 mg/ekor sebanyak dua kali pada hari pertama dan hari kesebelas untuk sinkronisasi estrus. Pada hari kesebelas, superovulasi dilakukan dengan menyuntikkan PMSG dan hCG dengan dosis 75-125 mg/ekor secara intramuskuler. Domba betina yang memperlihatkan gejala estrus kemudian dikawinkan secara alami dengan domba pejantan. Ekstrak temulawak diberikan setiap minggu selama periode kebuntingan dengan dosis 1 mg/kg bobot badan. Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah bobot lahir dan pertambahan bobot badan anak domba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa superovulasi meningkatkan bobot lahir sebesar 15% dibandingkan dengan kontrol. Superovulasi sebelum perkawinan dan pemberian ekstrak temulawak plus meningkatkan bobot badan anak domba pada bulan ke-1 dan ke-3. Superovulasi sebelum perkawinan meningkatkan bobot lahir anak dan memperbaiki pertumbuhan anak domba.

Kata kunci: domba betina, superovulasi, ekstrak temulawak plus, bobot badan, anak domba


(46)

PERBAIKAN KINERJA PERTUMBUHAN ANAK DOMBA

MELALUI SUPEROVULASI INDUK SEBELUM

PERKAWINAN DAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK

PLUS SELAMA KEBUNTINGAN

MOCHAMAD DARDJAT DARULFALLAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(47)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Perbaikan kinerja pertumbuhan anak domba melalui superovulasi induk sebelum perkawinan dan pemberian ekstrak temulawak plus selama kebuntingan adalah benar-benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya-karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

Mochamad Dardjat Darulfallah


(48)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 Agustus 1989 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dengan ayah yang bernama Adang Tarjo dan ibu yang bernama Elis Suhaelis

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Bojong Kiharib Cigombong, Kab. Bogor pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Cigombong, Kab. Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Cigombong, Kab. Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama kuliah, penulis aktif di organisasi internal kampus, yaitu Himpunan Minat dan Profesi Ornithologi dan Unggas sebagai anggota periode 2008-2010 dan anggota seni teatrikal Fakultas Kedokteran Hewan IPB.


(49)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk, dan kasih sayangNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dan dapat dipergunakan sebagai salah satu prasyarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteraan Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan pada kita selaku umatNya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Andryanto, MSi dan Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu sebagai pembimbing atas segala kritik, saran, bimbingan dan arahan yang diberikan dari mulai dilaksanakannya penelitian ini sampai selesainya penelitian ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Sriyono, Bapak Tri, Bapak Dikdik.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sepenelitian (Ganjar dan Ridi) atas semua bantuan serta kerja samanya dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman polarbear, d’binderz, kosan C2, Wisma Geulis, Smeki, Wisma Tri Idiot, Gita, Uwen, dan semua teman Giannuzi 44.

Yang teristimewa penulis ucapkan kepada kedua orang tua (Adang Tarjo dan Elis Suhaelis) serta saudara-saudaraku (Fika Adriani dan Moch. Faizal Dzanah) yang senantiasa mendoakan, membimbing, dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak. Terakhir, semoga tulisan ini memberikan manfaat dan informasi bagi yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2011


(50)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(51)

Judul skripsi : Perbaikan kinerja pertumbuhan anak domba melalui superovulasi induk sebelum perkawinan dan pemberian ekstrak temulawak plus selama kebuntingan

Nama : Mochamad Dardjat Darulfallah

NRP : B04070112

Disetujui

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini 19621205 198703 2 001

Tanggal lulus:

drh. Andriyanto, M.Si 19820104 200604 1 006

Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu 19571220 198312 1 001


(52)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN ... xi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 2 1.3. Manfaat Penelitian………. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Superovulasi ... 3 2.2. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ... 5 III. METODE ... 8 3.1. Waktu dan Tempat ... 8 3.2. Alat dan Bahan ... 8 3.3 Tahap Persiapan ... 8 3.3.1 Hewan Percobaan ... 8 3.3.2 Aklimatisasi Domba ... 8 3.3.3 Kandang, Pakan, dan Minum ... 9 3.4. Racangan Percobaan ... 9 3.5. Perlakuan Superovulasi ... 9 3.6. Pemberian Ekstrak Temulawak Plus ... 10 3.7. Parameter yang Diamati ... 10 3.8. Analisis Data ... 10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11 V. PENUTUP ... 18 6.1. Kesimpulan ... 18 6.2. Saran ... 18 VI. DAFTAR PUSTAKA ... 19 VII. LAMPIRAN ... 24


(53)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis bulan ke-0 ……… 24 Lampiran 2. Analisis bulan ke-1 ……… 25 Lampiran 3. Analisis bulan ke-2 ……… 26 Lampiran 4. Analisis bulan ke-3 ……… 27 Lampiran 5. Analisis bulan ke-4 ……… 28 Lampiran 6. Analisis rasio anak per induk pada awal kelahiran………... 29 Lampiran 7. Analisi rasio anak yang disapih per induk ……… 30 Lampiran 8. Analisis tingkat kematian prasapih …….……….. 31


(54)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan protein asal hewan, terutama daging, terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain daging sapi, alternatif daging lainnya ialah daging domba dan kambing. Produksi daging domba dan kambing baru memenuhi 40% dari kebutuhan daging dalam negeri. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan program swasembada daging dan rencana tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan protein yang berasal dari daging dan susu. Program swasembada daging ini tentunya memerlukan strategi yang tepat. Salah satunya dengan cara meningkatkan produktivitas ternak, baik secara kualitas dan kuantitas. Permasalahan yang dihadapi saat ini ialah produktivitas ternak domba dan kambing belum optimal yang antara lain dikarenakan masih tingginya kematian embrio selama periode kebuntingan dan kematian anak prasapih serta kecenderungan semakin tinggi jumlah anak sekelahiran semakin besar persentase anak yang lahir dengan bobot di bawah normal. Hal tersebut menyebabkan persediaan bibit unggul sangat kurang. Alternatif solusi untuk meningkatkan produktivitas ternak ialah metode superovulasi.

Superovulasi terbukti mampu meningkatkan jumlah korpus luteum (Manalu et al. 1996). Jumlah kopus luteum memiliki kaitan erat dengan tingkat sekresi endogen hormon kebuntingan dan hormon mamogenik, seperti estradiol dan progesteron, selama kebuntingan (Dziuk 1992; Manalu et al 2000). Peningkatan sekresi endogen hormon kebuntingan, estrogen dan progesteron, mampu meningkatkan pertumbuhan fetus, bobot lahir, serta pertumbuhan anak pascalahir (Manalu dan Sumaryadi 1998). Namun, potensi tersebut mengalami beberapa kendala, di antaranya kecenderungan tingkat kematian anak yang tinggi pada jumlah kelahiran yang lebih dari tiga ekor (Andriyanto dan Manalu 2010). Oleh karena itu, sesegera mungkin permasalahan tersebut perlu dicari solusi untuk mengatasi tingginya kematian anak pada litter size 3.

Temulawak memiliki zat utama yang berkhasiat, yaitu kurkumin dan minyak atsiri. Kurkumin berwarna kuning muda dengan bau yang khas, rasa yang tajam, serta bersifat antiseptik. Kandungan kurkumin pada temulawak jauh lebih


(55)

tinggi dibandingkan dengan temu-temu lainnya (Liang et al. 1985). Beberapa laporan penggunaan temulawak sebagai pengobatan telah banyak dilaporkan. Khasiat temulawak antara lain digunakan untuk mengurangi gangguan penyakit, seperti hepatitis, batu empedu, sakit maag, ginjal, asma, bisul, kolesterol, eksem, menambah nafsu makan, mengurangi bau badan, sembelit, memperbanyak produksi air susu, mengatasi sariawan, menghilangkan nyeri haid, meredakan batuk, antidiare, dan antiinflamasi.

Berdasarkan manfaat tersebut, maka temulawak berpotensi untuk dikombinasikan dengan superovulasi guna memperbaiki produktivitas induk dengan memperbaiki proses fisiologis pada induk domba yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas bakalan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh superovulasi serta pemberian ekstrak temulawak pada pertumbuhan anak domba. Selain itu, penelitian ini digunakan untuk mendapatkan kombinasi metode yang efektif superovulasi dan pemberian ekstrak temulawak untuk menghasilkan bobot badan yang optimal pada anak domba yang dihasilkan.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ialah mengoptimalkan teknologi reproduksi, yaitu superovulasi, yang dikombinasikan dengan pemberian ekstrak temulawak plus. Teknologi ini dapat digunakan dalam upaya peningkatan populasi dan performans ternak domba. Dengan demikian, pada masa yang akan datang, upaya pemenuhan produksi daging lokal dapat tercapai sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap kebutuhan protein hewani masyarakat.


(1)

Lampiran 3 Analisis bulan ke-2

Between-Subjects Factors N

F1 0 10

1 19

F2 1 14

2 15

Descriptive Statistics Dependent Variable:Bobot

F1 F2 Mean Std. Deviation N

0 1 8.6180 .35436 5

2 10.2640 .70911 5

Total 9.4410 1.01581 10

1 1 10.9578 .50472 9

2 11.6090 .71231 10

Total 11.3005 .69175 19

Total 1 10.1221 1.24459 14

2 11.1607 .94898 15

Total 10.6593 1.20349 29

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Bobot

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 31.437a 3 10.479 28.731 .000

Intercept 2811.275 1 2811.275 7.708E3 .000

F1 22.218 1 22.218 60.917 .000

F2 8.635 1 8.635 23.677 .000

F1 * F2 1.619 1 1.619 4.440 .045

Error 9.118 25 .365

Total 3335.561 29

Corrected Total 40.555 28


(2)

Lampiran 4 Analisis bulan ke-3

Between-Subjects Factors N

F1 0 10

1 19

F2 1 14

2 15

Descriptive Statistics Dependent Variable:Bobot

F1 F2 Mean Std. Deviation N

0 1 12.6560 .39791 5

2 12.7660 .27700 5

Total 12.7110 .32838 10

1 1 13.8522 .74042 9

2 15.4440 .63167 10

Total 14.6900 1.05353 19

Total 1 13.4250 .86017 14

2 14.5513 1.40924 15

Total 14.0076 1.29019 29

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Bobot

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 37.692a 3 12.564 35.224 .000

Intercept 4899.410 1 4899.410 1.374E4 .000

F1 24.561 1 24.561 68.860 .000

F2 4.739 1 4.739 13.286 .001

F1 * F2 3.593 1 3.593 10.073 .004

Error 8.917 25 .357

Total 5736.770 29

Corrected Total 46.609 28


(3)

Lampiran 5 Analisis bulan ke-4

Between-Subjects Factors N

F1 0 10

1 19

F2 1 14

2 15

Descriptive Statistics Dependent Variable:Bobot

F1 F2 Mean Std. Deviation N

0 1 15.4100 .64988 5

2 16.3820 .71500 5

Total 15.8960 .82302 10

1 1 17.3422 .49992 9

2 18.7760 .51647 10

Total 18.0968 .88624 19

Total 1 16.6521 1.09857 14

2 17.9780 1.29696 15

Total 17.3379 1.36236 29

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Bobot

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 43.834a 3 14.611 44.907 .000

Intercept 7546.579 1 7546.579 2.319E4 .000

F1 30.627 1 30.627 94.128 .000

F2 9.471 1 9.471 29.108 .000

F1 * F2 .349 1 .349 1.072 .310

Error 8.134 25 .325

Total 8769.480 29

Corrected Total 51.968 28


(4)

Lampiran 6. Analisis Rasio anak per induk awal kelahiran

Between-Subjects Factors N

Faktor1 1 8

2 8

Faktor2 1 8

2 8

Descriptive Statistics Dependent Variable:RA

Faktor1 Faktor2 Mean Std. Deviation N

1 1 1.50 .577 4

2 1.75 .957 4

Total 1.62 .744 8

2 1 2.50 .577 4

2 2.75 .500 4

Total 2.62 .518 8

Total 1 2.00 .756 8

2 2.25 .886 8

Total 2.12 .806 16

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:RA

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 4.250a 3 1.417 3.091 .068

Intercept 72.250 1 72.250 157.636 .000

Faktor1 4.000 1 4.000 8.727 .012

Faktor2 .250 1 .250 .545 .474

Faktor1 * Faktor2 .000 1 .000 .000 1.000

Error 5.500 12 .458

Total 82.000 16

Corrected Total 9.750 15


(5)

Lampiran 7. Analisis rasio anak yang disapih per induk

Between-Subjects Factors N

Faktor1 1 8

2 8

Faktor2 1 8

2 8

Descriptive Statistics Dependent Variable:RA

Faktor1 Faktor2 Mean Std. Deviation N

1 1 1.25 .500 4

2 1.50 .577 4

Total 1.38 .518 8

2 1 2.25 .500 4

2 2.50 .577 4

Total 2.38 .518 8

Total 1 1.75 .707 8

2 2.00 .756 8

Total 1.87 .719 16

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:RA

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 4.250a 3 1.417 4.857 .019

Intercept 56.250 1 56.250 192.857 .000

Faktor1 4.000 1 4.000 13.714 .003

Faktor2 .250 1 .250 .857 .373

Faktor1 * Faktor2 .000 1 .000 .000 1.000

Error 3.500 12 .292

Total 64.000 16

Corrected Total 7.750 15


(6)

Lampiran 8. Analisis tingkat kematian prasapih

Between-Subjects Factors N

Faktor1 1 8

2 8

Faktor2 1 8

2 8

Descriptive Statistics Dependent Variable:RA

Faktor1 Faktor2 Mean Std. Deviation N

1 1 12.50 25.000 4

2 16.75 33.500 4

Total 14.63 27.459 8

2 1 8.25 16.500 4

2 8.25 16.500 4

Total 8.25 15.276 8

Total 1 10.38 19.741 8

2 12.50 24.865 8

Total 11.44 21.716 16

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:RA

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 198.688a 3 66.229 .116 .949

Intercept 2093.062 1 2093.062 3.653 .080

Faktor1 162.562 1 162.562 .284 .604

Faktor2 18.062 1 18.062 .032 .862

Faktor1 * Faktor2 18.062 1 18.062 .032 .862

Error 6875.250 12 572.938

Total 9167.000 16

Corrected Total 7073.938 15