Posisi Dominan Yang Dapat Mengakibatkan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus Putusan KPPU No. 02 / KPPU-L / 2005 Tentang Carrefour)

(1)

POSISI DOMINAN YANG MENGAKIBATKAN PRAKTIK

MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

(STUDI KASUS PUTUSAN KPPU NO. 02/KPPU-L/2005 TENTANG CARREFOUR)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

JOHANNES TARE PANGARIBUAN NIM: 070200235


(2)

POSISI DOMINAN YANG MENGAKIBATKAN PRAKTIK

MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

(STUDI KASUS PUTUSAN KPPU NO. 02/KPPU-L/2005 TENTANG CARREFOUR)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

JOHANNES TARE PANGARIBUAN NIM: 070200235

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, S.H., M.Hum. NIP. 197501122005012002

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.Li Windha, S.H., M.Hum. NIP. 195603291986011001 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Penulis sadar bahwa menyelesaikan perkuliahan adalah awal dari sebuah perjalanan kehidupan penulis menuju kesuksesan. Sungguh senang dan bahagia rasanya ketika penulis memenangkan 1 (satu) bangku PTN tepatnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 2007. Namun ketika ditanya kepadaku apa yang memotivasi diriku agar cepat menyelesaikan perkuliahan ini adalah kejenuhan ku dengan Fakultas ini, fakultas yang telah membesarkanku, karena aku ingin mengabdi pada negeri ini. Puji Tuhan akhirnya penantian panjang penulis telah penulis lewati, setelah melewati masa sedih karena ditinggal tamat sahabat-sahabatku yang telah terlebih dahulu menyelesaikan perkuliahannya, kini skripsi ini selesai juga. Sudah tepatlah penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan atas nikmat karunia yang telah diberikan-Nya kepada penulis selama pengerjaan tersebut. Pada kesempatan ini, penulis dengan rendah hati mempersembahkan skripsi yang berjudul “Posisi Dominan Yang Dapat

Mengakibatkan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi

Kasus Putusan KPPU No. 02 / KPPU-L / 2005 Tentang Carrefour)” kepada

dunia pendidikan, guna menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan hukum.

Adapun salah satu tujuan dari disusunnya skripsi ini adalah untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini menguraikan berbagai seluk beluk Persaingan Usaha,


(4)

khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan Posisi Dominan dan mengkaji mengenai perilaku Carrefour.

Tujuan lainnya adalah untuk mengembangkan pengetahuan mengenai Persaingan Usaha agar dapat dipelajari oleh mahasiswa, kalangan pelaku pasar, maupun masyarakat umum, serta bertujuan agar para pelaku pasar dan konsumen dapat mengetahui hak perlindungan hukum dalam hal berbisnis dan bersaing.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Reguel Pangaribuan dan Ibu

Tarima Rajuma Marpaung (Alm), serta saudara kandung penulis, yaitu

Juli Wanto Pangaribuan dan Istri, Rohani Jelita Pangaribuan,

Peronika Wati Pangaribuan (Mak Dapit) dan Keluarga, Theresia

Novita Pangaribuan (Teremutz), Jeremia Hadi Broto Pangaribuan.

Mereka yang telah menjadi sumber semangat terbesar bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(5)

5. Ibu Windha, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Pembimbing II penulis dalam pengerjaan Skripsi ini;

6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasha Sirait, S.H., M.Li., selaku Pembimbing I penulis dalam pengerjaan Skripsi ini;

8. Bapak Hasim Purba, S.H., M.Hum.,selaku Dosen Penasehat Akademik selama penulis mengenyam bangku pendidikan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Bapak Edi Ikhsan, S.H., M.A., Bapak Edy Zulham, S.H., M.H., dan Ibu Rafiqoh Lubis, S.H., M.Hum., yang penuh tanggung jawab menjalankan tugas membimbing kami ketika mengikuti MCC Udayana di Bali, sehingga menyisakan kesan yang mendalam, serta Pak Edy Zulham untuk buku-buku yang telah beliau pinjamkan sehinggap penulis bisa menyelesaikan pengerjaan ini;

10.Bapak Nazaruddin, S.H., M.A yang telah membimbing kami Delegasi Lomba Debat UNPAR 2011 di Bandung, terimakasi pak, Salut dan Bangga punya dosen seperti Bapak, terimakasi untuk peringakat 4 (empat)nya pak;

11.Seluruh Dosen pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baik yang masih mengabdikan diri ataupun yang sudah pensiun; 12.Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(6)

13.Keluarga Besar Kelompok Belajar Gemar Belajar, Trimakasi Keluarga kecilku;

14.Sahabat-sahabatku: Moratua Janatama Purba, Alboin Fransius Aditra Roga Pasaribu, Gading Satria Nainggolan, Satra Lumban Toruan, Sera Ricky Swanri Sialagan, dan Saor Mardongan Siahaan, Love You guys;

15.Keluarga Besar DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI), Cabang Medan;

16.Keluarga Besar Meriam Debating Club (MDC) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bg Anof, Bg Ucup, Kak Irma, Kak Witra, Miranda, Satra, Dian, Udur, Agmal, Othy, Een, Fika, Lusi, Yudha, Utami, Sahat, Revani, Zebua, Reza Rewin, Rezki dan Isma, kalian harus tetap menjadi yang terbaik;

17.Rekan-rekan seperjuangan yang tergabung dalam TIM DELEGASI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DALAM MENGIKUTI KOMPETISI PERDILAN SEMU PIALA TJOKORDA RAKA DHERANA, DENPASAR, 6-9 AGUSTUS 2010, yaitu Sera Ricky Siallagan, Gading Satria Nainggolan, Dermawanty Lumbantoruan, Whenny Maranatha Siregar, Suhardi Fonger Sinaga, Esteria Maya Rita Lingga, Yusty Riana Purba, Riswendang Purba, Melda Lumbantoruan, Ristama Situmorang, Dedi Ronald Gultom, Fika Habbina Nababan, Paruhum Purba, Fransisca Purba, Wanelfi Simangunsong, Dorothy Rumapea;


(7)

18.Keluarga Besar Pangaribuan, Abang-abang, Kakak-kakak ku terimakasi untuk perhatian kalian semua;

19.Keluarga Besar Op Magdalena Marpaung, terimakasih Opung, Tulang, Nantulang, Inang uda, Bapa Uda, Tante dan Amang Boru dan Para lae-lae ku;

20.Keluarga besar UKM KMK UP FH USU;

21.Kordinasi Tahun 2011; Marthin (Lampard), Fonger (soulmateku), Togi, John, Marupa, Fernandes, Juli, Dessy, Bona, Monica, Immanuel, Erikson, Suspim, Santi (si puli), Joice, Esra, Rikson Serly, Yesaya dan Rebeca serta Kordinasi Tahun 2010; Kak Cory (Bere ku), Evi, Adhi, Lusiana (itok) dan Yeni, tetap berjuang dengan Pelayanannya ya teman-teman;

22.Kelompok Kecil di UKM KMK UP FH USU, Kakak Cristina Purba, Boyle dan Satra;

23.Adik-adik Kelompok ku SOLI DEO GLORIA, Dedi Ronald Gultom dan Melda Theresia Sihombing, harus jadi manusia rohani yang dewasa bukan bayi-bayi rohani;

24.Anak-anak Paduan Suara SMA Negri 7 Medan HALELUJA CHOIR; specialy to Saor, Wiwiek, Nova, Januar, Oliver, Debora (mereka kepala-kepala suku PS selama kurun 6 Tahun) dan semua anggota PS selama 6 Tahun, trimakasih telah mau setia melayani Tuhan dengan suara yang kalian miliki, serta tak lupa juga untuk para pelatih, Bg Cristian, dan Bg Juna, trimakasih banyak ya bang.


(8)

25.Anak-anak KOOR NATAL 2010, tetap layani Tuhan ya dek dengan suara kalian;

26.Adek-adek kesayangan: Yusty Riana Purba (karena 1 Jeruk tapi sekarang uda gak donk), Immanuel Rumapea (boy,,, sehat boy?) makasi ya untuk laptop mu hehehe_, Joice Simatupang, Tamak, Eyak, Melda, Dedi, Een dan Cristopel (anak Padus HC);

27.Untuk dia, wanita dalam doa ku, Tuhan yang akan memastikan siapa yang terbaik untuk ku dan dia;

28.Seluruh Rekan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu. Hidup Mahasiswa!;

29.Para penulis buku-buku dan artikel-artikel yang penulis jadikan referensi data guna pengerjaan skripsi ini, dan

30.Seluruh orang yang Penulis kenal dan mengenal Penulis. Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkat dan perlindungan-Nya kepada kita semua. Penulis berharap kiranya skripsi ini tidak hanya berakhir sebagai setumpuk kertas yang tidak berguna, tapi dapat dipakai oleh setiap orang yang membutuhkan pengembangan pengetahuan mengenai Persaingan Usaha. Penulis juga mengaharapkan kritik dan saran yang konstruktif terhadap skripsi ini. Atas segala perhatiannya, Penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 25 Mei 2011 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ... vii

ABSTRAKSI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 12

E. Tinjauan Kepustakaan ... 13

F. Metode Penelitian ... 23

G. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Persaingan Usaha 1. Persfektif Non Ekonomi ... 34

2. Persfektif Ekonomi ... 35

B. Sejarah Hukum Persaingan Usaha di Beberapa Negara 1. Amerika ... 44

2. Jepang ... 44

3. Uni Eropa ... 45

4. Indonesia a. Perkembangan Persaingan Usaha di Indonesia.. ... 48

b. Berbagai Peraturan Perundang-undangan Tentang Persaingan Usaha sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ... 54


(10)

c. Lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ... 60 d. Azas dan Tujuan Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999 ... 64 C. Konsep Pendekatan Perse Illegal dan Rule Of Reason dalam

Persaingan Usaha ... 71

BAB III POSISI DOMINAN YANG BERTENTANGAN DENGAN

UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999

A. Pasar Persaingan Sempurna dan Pasar Tidak Sempurna Dalam Ekonomi

1. Karakteristik Pasar Persaingan Sempurna (Perfect

Competition) ... 84

2. Karakteristik Pasar Monopoli (Monopoly) ... 87 3. Karakteristik Monopolistis (Monopolistic Competition) .. 92 4. Karakteristik Pasar Oligopoli (Oligopoly) ... 95 B. Posisi Dominan Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999

1. Pengertian Posisi Dominan ... 100 2. Jenis-jenis Posisi Dominan ... 106 C. Posisi Dominan yang Bertentangan Dengan Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1999 ... 120

BAB IV PENERAPAN HUKUM TERHADAP PENYALAHGUNAAN

POSISI DOMINAN

A. Penegakkan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dampak Merger Terhadap Persaingan ... 139 B. Duduk Perkara Kasus Putusan KPPU Nomor 02 / KPPU-L /


(11)

C. Penerapan Hukum Terhadap Penyalahgunaan Posisi Dominan dalam Putusan KPPU No. 02 / KPPU-L / 2005 Tentang Carrefour ... 154

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 171 B. Saran ... 173


(12)

ABSTRAK

Johannes Tare P *

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait,S.H.,M.LI ** Windha,S.H.,M.Hum ***

Setiap pelaku usaha menginginkan keuntungan sebesar-besarnya, sehingga kebanyakan dari para pelaku usaha akan memakai berbagai cara untuk memaksimalkan keuntungan yang diperolehnya. Cara yang dipakai mulai dari mengefesiensikan pengeluaran, memperbaiki jasa pelayanan, memperluas pangsa pasar bahkan memakai strategi bisnis tertentu. Strategi bisnis inilah yang pada akhirnya perlu dikhawatirkan, karena apabila strategi bisnis bertemu dengan posisi dominan sebuah perusahaa maka akan berpotensi mengakibatkan praktek monopoli. Dalam perangkat hukum persaingan usaha di Indonesia pada dasarnya tidak melarang sebuah perusahaan memiliki posisi dominan, namun tegas melarang penyalahgunaan posisi dominan.

PT. Carrefour Indonesia, salah satu Perusahaan retail terbesar di Indonesia ini diindikasikan melakukan penyalahgunaan posisi dominan sehingga mengakibatkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Indikasi tersebut terlihat dari putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2005.

Pada dasarnya posisi dominan tidak dilarang, lalu posisi dominan yang bagaimanakah yang bertentangan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dan bagaimakah penerapan hukum terhadap penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan PT. Carrefour Indonesia dalam putusan KPPU no. 02/KPPU-L/2005. Kedua permasalahan itulah yang akan dikaji dalam tulisan ini dengan menggunakan metode pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library

research) yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai

sumber bacaan seperti perundang–undangan, buku–buku, majalah dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.

Posisi dominan yang bertentangan dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 diatur secara tegas dalam pasal 25-29. Salah satu indikasi yang ada adalah dengan menetapkan syarat-syarat perdagangan. Syarat-syarat perdagangan inilah yang dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia, dalam putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2005 ditegaskan bahwa PT. Carrefour Indonesia menetapkan traiding

term. Traiding terms merupakan salah satu bentuk syarat perdagangan. Walaupun

pada saat ini tidak didapatkan bukti bahwa perusahaan retail terbesar ini telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, namun tidak dapat dipungkiri kalau PT. Carrefour Indonesia telah melakukan syarat perdagangan. Sehingga tepatlah kalau Pasal 25 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 merupakan kategori pasal Rule Of Reason.

* Mahasiswa

** Dosen pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(13)

ABSTRAK

Johannes Tare P *

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait,S.H.,M.LI ** Windha,S.H.,M.Hum ***

Setiap pelaku usaha menginginkan keuntungan sebesar-besarnya, sehingga kebanyakan dari para pelaku usaha akan memakai berbagai cara untuk memaksimalkan keuntungan yang diperolehnya. Cara yang dipakai mulai dari mengefesiensikan pengeluaran, memperbaiki jasa pelayanan, memperluas pangsa pasar bahkan memakai strategi bisnis tertentu. Strategi bisnis inilah yang pada akhirnya perlu dikhawatirkan, karena apabila strategi bisnis bertemu dengan posisi dominan sebuah perusahaa maka akan berpotensi mengakibatkan praktek monopoli. Dalam perangkat hukum persaingan usaha di Indonesia pada dasarnya tidak melarang sebuah perusahaan memiliki posisi dominan, namun tegas melarang penyalahgunaan posisi dominan.

PT. Carrefour Indonesia, salah satu Perusahaan retail terbesar di Indonesia ini diindikasikan melakukan penyalahgunaan posisi dominan sehingga mengakibatkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Indikasi tersebut terlihat dari putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2005.

Pada dasarnya posisi dominan tidak dilarang, lalu posisi dominan yang bagaimanakah yang bertentangan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dan bagaimakah penerapan hukum terhadap penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan PT. Carrefour Indonesia dalam putusan KPPU no. 02/KPPU-L/2005. Kedua permasalahan itulah yang akan dikaji dalam tulisan ini dengan menggunakan metode pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library

research) yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai

sumber bacaan seperti perundang–undangan, buku–buku, majalah dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.

Posisi dominan yang bertentangan dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 diatur secara tegas dalam pasal 25-29. Salah satu indikasi yang ada adalah dengan menetapkan syarat-syarat perdagangan. Syarat-syarat perdagangan inilah yang dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia, dalam putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2005 ditegaskan bahwa PT. Carrefour Indonesia menetapkan traiding

term. Traiding terms merupakan salah satu bentuk syarat perdagangan. Walaupun

pada saat ini tidak didapatkan bukti bahwa perusahaan retail terbesar ini telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, namun tidak dapat dipungkiri kalau PT. Carrefour Indonesia telah melakukan syarat perdagangan. Sehingga tepatlah kalau Pasal 25 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 merupakan kategori pasal Rule Of Reason.

* Mahasiswa

** Dosen pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu permasalahan yang tegas akan kita dapati ketika berbicara iklim usaha adalah adanya tindakan persaingan yang tidak sehat. Pada dasarnya dunia usaha mementingkan atau mendambakan keuntungan yang besar pada sektor usahanya. Hal ini yang secara langsung akan menuntut mereka memiliki posisi dominan dalam suatu pasar.

Memiliki posisi yang dominan di dalam suatu pasar adalah impian dari setiap pelaku usaha. Hal ini adalah wajar, dengan menjadi dominan dalam suatu pasar tentu akan memberikan keuntungan yang lebih maksimal terhadap para pelaku usaha. Oleh karena itu menjadi lebih ungggul (market leader) pada suatu pasar bukanlah merupakan suatu hal yang dilarang, bahkan hal ini tentunya akan memacu para pelaku usaha untuk melakukan efisiensi dan inovasi-inovasi untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan harga yang kompetitif di dalam persaingan yang ada dengan pelaku usaha lainnya dalam pasar tersebut.

Namun, dalam mencapai posisi dominan di suatu pasar bukanlah perkara yang mudah bagi setiap pelaku usaha, misalkan si pelaku usaha harus meningkatkan kemampuan keuangannya, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang


(15)

atau jasa tertentu terlebih dahulu, barulah kemudian si pelaku usaha bisa mencapai kedudukan posisi dominan di dalam pasar.1

Pesatnya perkembangan dunia usaha adakalanya tidak diimbangi dengan penciptaan rambu-rambu pengawas. Dunia Usaha yang berkembang terlalu pesat sehingga meninggalkan rambu-rambu yang ada jelas tidak akan menguntungkan Oleh karena di dalam mencapai suatu posisi dominan dalam suatu pasar adalah hal yang tidak mudah, maka si pelaku usaha cenderung akan terdorong untuk melakukan segala cara untuk mencapai posisi dominan serta mempertahankannya agar tidak tergoyahkan oleh pelaku usaha lain, bahkan terkadang si posisi dominan melakukan tindakan-tindakan yang anti persaingan dalam mempertahankan posisi dominannya.

Suatu hal yang tidak dapat dipungkirin bahwa negara tidak dapat berjalan maju tanpa adanya dunia usaha yang berkembang secara pesat dan efisien. Dunia usaha merupakan suatu dunia yang boleh dikatakan tidak dapat berdiri sendiri. Banyak aspek dari berbagai macam dunia lainnya turut terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan dunia usaha ini. Meskipun banyak orang yang beranggapan bahwa peningkatan perekonomian suatu negara bergantung dari kerja keras pelaku bisnis dan para pekerja lainnya, namun peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pembuatnya juga mempunyai andil yang besar.

1

Ditha Wiradiputra, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Materi Kuliah HPU, 2005, Universitas Indonesia hal 65-66


(16)

pada akhirnya.2

Bagi dunia usaha persaingan harus dipandang sebagai hal positif. Persaingan disebut sebagai suatu elemen yang esensial dalam perekonomian modern. Pelaku usaha menyadari bahwa dalam dunia bisnis adalah wajar untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, tetapi sebaiknya dilakukan melalui persaingan usaha yang jujur.

Salah satu peraturan yang penting untuk mengatur kegiatan dunia usaha adalah yang mengatur bagaimana para pelaku usaha melakukan persaingan antar sesamanya.

3

Persaingan memberikan keuntungan pada para pelaku usaha itu sendiri dan juga kepada konsumen. Dengan adanya persaingan, pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus memperbaiki produk ataupun jasa yang dihasilkan, terus-menerus melakukan inovasi dan berupaya keras member produk untuk jasa yang terbaik bagi konsumen. Persaingan akan berdampak pada semakin efesiennya pelaku usaha dalam menghasilkan produk atau jasanya. Di sisi lain, dengan adanya persaingan, maka konsumen sangat diuntungkan karena mereka mempunyai pilihan dalam membeli produk atau jasa tertentu dengan harga yang murah dan kualitas yang baik.4

Para ahli ekonomi mengatakan bahwa masyarakat yang ekonominya terbuka terhadap persaingan akan memiliki tingkat harga yang lebih rendah, produk yang lebih baik dan pilihan yang lebih luas bagi konsumennya. Untuk

2

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis – Anti Monopoli, PT. RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, hal. 1

3

Ayudha D. Prayoga, et.al. (ed.) Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya di

Indonesia, ELIPS dan Partnership for Business Competition, Jakarta, 1999, hal. 27 4

Hikmahanto Juwana, Sekilas Tentang Hukum Persaingan dan Undang-Undang No. 5

Tahun 1999, dalam jurnal Magister Hukum, Vol 1 No. 1, September 1999, Program Pasca Sarjana


(17)

melaksanakan dan mengawasi hal tersebut maka undang-undang anti monopoli sangat diperlukan, karena dengan adanya undang-undang ini diharapkan adanya pengawasan terhadap tindakan para pelaku usaha, dan selanjutnya diharapkan pula akan tercapai adanya efesiensi ekonomi dan akan terpelihara tingkat harga barang dan jasa yang wajar dengan kualitas yang tinggi.5

Dunia usaha merupakan suatu dunia yang tidak dapat berdiri sendiri. Banyak aspek dari berbagai macam dunia lainnya turut terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan dunia usaha ini. Keterkaitan antara satu dengan yang lainnya kadangkala tidak memberikan prioritas atas dunia usaha, yang pada akhirnya membuat dunia usaha harus tunduk dan mengikuti rambu-rambu yang ada dan seringkali bahkan mengutamakan dunia usaha sehingga mengabaikan aturan-aturan yang telah ada. Negara memang tidak dapat berjalan dan maju tanpa adanya dunia usaha yang berkembang secara pesat dan efisien sebagai faktor penunjang. Pesatnya perkembangan dunia usaha ada kalanya tidak diimbangi dengan “penciptaan” rambu-rambu pengawas, baik itu yang terbentuk sebagai suatu aturan main peraturan perundang-undangan maupun hanya dalam bentuk-bentuk “Kode etik” dunia usaha. Dunia usaha yang berkembang terlalu pesat sehingga akhirnya meninggalkan rambu-rambu yang ada jelas tidak akan menguntungkan pada akhirnya6

5

Asril Sitompul, Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan Terhadap

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 1 6

Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, selanjutnya disebut

Ningrum Natasya Sirait I, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal 78

. Sehingga kebutuhan akan suatu perangkat hukum yang mengatur persaingan saha antar pelaku usaha tidak dapat ditawar-tawar lagi.


(18)

Salah satu bentuk dari aturan dalam hukum persaingan usaha adalah mengenai posisi dominan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Penyalahgunaa posisi dominan sangat erat kaitannya dengan market power yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Memiliki posisi yang dominan di dalam suatu pasar adalah impian dari setiap pelaku usaha. Hal ini adalah wajar, dengan menjadi dominan dalam suatu pasar tentu akan memberikan keuntungan yang lebih maksimal terhadap para pelaku usaha. Oleh karena itu menjadi lebih ungggul (market

leader) pada suatu pasar bukanlah merupakan suatu hal yang dilarang, bahkan hal

ini tentunya akan memacu para pelaku usaha untuk melakukan efisiensi dan inovasi-inovasi untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan harga yang kompetitif di dalam persaingan yang ada dengan pelaku usaha lainnya dalam pasar tersebut.

Namun, dalam mencapai posisi dominan di suatu pasar bukanlah perkara yang mudah bagi setiap pelaku usaha, misalkan si pelaku usaha harus meningkatkan kemampuan keuangannya, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu terlebih dahulu, barulah kemudian si pelaku usaha bisa mencapai kedudukan posisi dominan di dalam pasar.7

Oleh karena di dalam mencapai suatu posisi dominan dalam suatu pasar adalah hal yang tidak mudah, maka si pelaku usaha cenderung akan terdorong untuk melakukan segala cara untuk mencapai posisi dominan serta

7


(19)

mempertahankannya agar tidak tergoyahkan oleh pelaku usaha lain, bahkan terkadang si posisi dominan melakukan tindakan-tindakan yang anti persaingan dalam mempertahankan posisi dominannya.

Suatu hal yang tidak dapat dipungkirin bahwa negara tidak dapat berjalan maju tanpa adanya dunia usaha yang berkembang secara pesat dan efisien. Dunia usaha merupakan suatu dunia yang boleh dikatakan tidak dapat berdiri sendiri. Banyak aspek dari berbagai macam dunia lainnya turut terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan dunia usaha ini. Meskipun banyak orang yang beranggapan bahwa peningkatan perekonomian suatu negara bergantung dari kerja keras pelaku bisnis dan para pekerja lainnya, namun peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pembuatnya juga mempunyai andil yang besar.

Saat ini, salah satu dunia usaha yang berada dalam arus persaingan adalah usaha dibidang retail atau perusahaan retail. Retail adalah bagian paling akhir dari proses panjang sebuah pemasaran.8

8

Dalam artian, proses penjualan suatu produk yang ditujukan langsung untuk kebutuhan konsumen akhir. Konsumen akhir ini adalah pembeli barang atau pun jasa yang memamfaatkan produk yang dibelinya untuk keperluan personal atau untuk dikonsumsi secara pribadi. Pembeli terakhir ini membeli produk eceran dari sebuah perusahaan retail semacam supermarket atau mini market tanpa ada niatan untuk menjual kembali.


(20)

Perusahaan Retail adalah perusahaan yang mengincar konsumen atau pembeli akhir. Dengan begitu, persebarannya pun tidak berpusat pada satu titik keramaian, tetapi menyebar ke hampir seluruh pelosok suatu daerah. Maka, tidak perlu heran jika pada saat ini perusahaan retail sekelas minimarket yang berkembang dan memenuhi tiap pelosok daerah layaknya pertumbuhan jamur di musim penghujan. Satu tujuan pasti yang ingin diraih perusahaan retail apapun tentu keuntungan yang maksimal. Alasan ini lah yang mendorong pemilik perusahaan retail semacam Yogya Departement Store, Circlek, Alfamart, Indomart, Yomart, dan lain sebagainya, untuk membangun dan membuka cabang sebanyak-banyaknya guna mengeruk seluruh uang dari konsumen akhir tadi.

Meskipun teori Darwin sudah tidak diakui lagi dalam dunia pendidikan, dalam dunia retail, sepertinya teori ini masih sangat dipertahankan. Siapa yang kuat, dialah yang bertahan. Kuat disini bukan hanya bergantung pada modal (meski tak dapat dipungkiri bahwa modal adalah kekuatan utama bagi para

retailler), melainkan pada strategi penjualan. Salah satu bentuk nyata dari

kekuatan modal merupakan kekuatan utama dari retailler adalah adanya bentuk-bentuk retail yang dipengaruhi oleh modal besar. Muncullah perusahaan retail-retail besar seperti Hypermart, Carrefour, Matahari Departement Store, Ramayana, Suzuya, Macan Yohan, Naga Mas, Berastagi Departement Store dan lain sebagainya. Perusahaan retail ini memiliki perbedaan yang mendasar dengan perusahaan retail yang disebutkan diatas, hal ini dikarenakan perusahaan retail ini memiliki modal yang besar.


(21)

Perbedaan diatas seharusnya hanya terjadi sebatas pengadaan atau kuantitas pasokan barang bukan pada sektor-sektor lain yang akan berdampak pada adanya hambatan-hambatan yang akan dirasakan oleh para pelaku retail /

retailler yang lain. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi

perkembangan ekonomi Indonesia. Dalam sebuah klaimnya, asosiasi perusahaan ritel Indonesia (Aprindo), yang selama ini banyak mewakili kepentingan peritel modern menyatakan bahwa sektor ritel merupakan sektor kedua yang menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia, dengan kemampuan menyerap sebesar 18,9 juta orang, di bawah sektor pertanian yang mencapai 41,8 juta orang.9

Saat ini Carrefour Indonesia mengoperasikan 79 gerai (63 hypermarket, 16 supermarket) di 22 kota. Di tahun 2009 Carrefour Indonesia memperoleh nilai penjualan sebesar Rp 11.7 triliun. Perusahaan ini mempunyai 12.000 karyawan dan bekerjasama dengan ribuan supplier, termasuk banyak perusahaan menengah ke bawah (small medium enterprise). Dalam wacana kedepan, Carrefour akan Tidaklah mengherankan apabila persoalan ritel merupakan persoalan yang sangat pelik bagi bangsa Indonesia.

Sebagai salah satu perusahaan retail terbesar, Carrefour, namanya begitu mudah dikenal. Sepak terjang raksasa retail asal Prancis ini kerap mencemaskan para pesaingnya. Dalam tempo cepat, Carrefour sudah menjadi alternatif belanja pilihan bagi keluarga, khususnya di kota-kota besar. Bahkan, 84 gerai Carrefour telah hadir di lebih dari 60 lokasi yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Semarang, Medan, Palembang dan Makasar.

9

diakses pada tanggal 2 juni 2011 Pukul


(22)

membuka 13 gerai baru di tahun 2010. Para Group sampai dengan saat ini telah mempekerjakan lebih dari 50.000 orang di Indonesia. Bisnis ritel untuk kelas hipermarket masih berpotensi berkembang. Tercatat hanya ada beberapa pemain besar di Indonesia, yakni Carrefour, Giant, dan Matahari. Sejarah baru saja tergores pada bisnis ritel di Indonesia. Hal itu terjadi ketika Trans Corp, kelompok usaha yang didirikan pengusaha Chairul Tanjung, secara resmi membeli 40 persen saham PT Carrefour Indonesia, anak usaha Carrefour SA, senilai 300 juta dollar AS atau sekitar 3 triliun rupiah.10

Di tengah kesuksesan yang didapati oleh PT. Carrefour Indonesia, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), yang merupakan lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerinta serta pihak lainnya dan KPPU bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden selaku kepala Negara11

Hal ini yang akan kita bahas dalam tulisan ilmiah ini, apakah PT. Carrefour Indonesia melakukan penyalahgunaan posisi dominan sehingga mengakibatkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?. Pertanyaan tersebut akan kita analisa dari putusan KPPU sebagai lembaga independen yang

, mendapati laporan dari masyarakat bahwa perusahaan retail ini telah melakukan perbuatan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dapat kita lihat dari keluarnya surat pemeriksaan dengan nomor 02/KPPU-L/2005 Tentang Permasalahan Carrefour. Pemeriksaan ini sampai atau berujung pada keluarnya putusan dari KPPU dengan nomor putusan yang sama.

10

11


(23)

mengawasi persaingan usaha dalam putusan KPPU No. 02 / KPPU-L / 2005 Tentang Permasalahan Carrefour.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka pembahasan permasalahan akan dititikberatkan pada bagaimana posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta menganalisis putusan KPPU Nomor 02 / KPPU-L / 2005 Tentang Carrefour untuk dapat melihat apakah Carrefour telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui posisi dominan yang perusahaan ini miliki. Atas dasar itulah, penulis membatasi ruang lingkup kajian permasalahan yang ada sebagai berikut:

1. Bagaimana Posisi Dominan yang bertentangan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999?

2. Bagaimana penerapan hukum terhadap penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan Carrefour dalam putusan KPPU Nomor 02 / KPPU-L / 2005?

C. Tujuan dan Manfaat Tulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah:


(24)

1. Untuk mengetahui gambaran umum tentang pengaturan Posisi Dominan di Indonesia dari perspektif hukum persaingan usaha.

2. Untuk mengetahui pengaturan posisi dominan yang bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999.

3. Untuk mengetahui apakah perusahaan retail Carrefour telah melakukan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat dilihat dari tindakan Posisi Dominan yang dimilikinya, ditinjau dari putusan KPPU.

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:

1. Secara Teoritis:

a. Dapat memberikan pandangan umum tentang Persaingan Usaha dan pengaturan Persaingan Usaha di Indonesia.

b. Dapat mengetahui serta memahami bentuk posisi dominan serta posisi dominan yang bertentangan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.

c. Dapat memberikan pandangan mengenai posisi dominan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

2. Secara Praktis

Untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan penulis dalam mererapkan ilmu yang diperoleh, serta memberikan manfaat bagi setiap pihak


(25)

yang berkepentingan dalam kaitannya dengan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui orisinalitas penulisan, sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul “Posisi Dominan yang Mengakibatkan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat ( Studi Kasus Putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2005 Tentang Carrefour )”, penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran

terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum / Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 08 Januari 2011 (terlampir) menyatakan bahwa “Tidak ada Judul yang Sama”

Adapun beberapa judul yang memiliki sedikit kesamaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain:

1. Perilaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham yang bertetangan dengan UU No. 5 / 1999. (Disusun oleh Manahan /

020200031)

2. Persekongkolan Tender Ditinjau Dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (Disusun oleh Eva Nirwana Sitompul / 0020200135)


(26)

3. Usaha Kecil dihubungkan dengan upaya pengecualian dari Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999. (Disusun oleh Maria Kurnia Munthe / 010200030 )

Surat dari Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum / Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU tersebut kemudian dijadikan dasar bagi Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum (Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara) untuk menerima judul yang diajukan oleh penulis.

Penulis juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Sekalipun ada, hal itu adalah diluar sepengetahuan penulis dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi dalam skripsi ini. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran Penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Oleh karena itu, Penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi ini berkisar tentang Posisi Dominan yang Mengakibatkan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Studi Kasus Putusan KPPU


(27)

No. 02 / KPPU-L / 2005 Tentang Carrefour. Adapun Tinjauan Kepustakaan mengenai skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Posisi Dominan

Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah keadaan di

mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan clalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barangatau jasa tertentu. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap pelaku usaha

mempunyai kemungkinan untuk menguasai pangsa pasar secara dominan, sehingga dirinya dianggap menduduki posisi dominan atas pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha lainnya yang menjadi pesaingnya dalam menguasai pangsa pasar; atau suatu posisi yang menempatkan pelaku usaha lebih tinggi atau paling tinggi di antara pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha lain yang menjadi pesaingnya dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau pernintaan barang arau jasa tertentu, sehingga dirinya dianggap menduduki posisi dominan atas pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha lainnya yang menjadi pesaingnya.


(28)

Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dianggap memiliki "posisi dominan" apabila ;

1. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu; atau

2. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Dari bunyi ketentuan Pasal 25 ayat (2) ini, dapat disimpulkan bahwa jika posisi dominan itu terkait dengan "penguasaan pasar" atas satu jenis barang atau jasa tertentu di pasar bersangkutan oleh satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha sebesar 50% atau lebih, atau dua atau tiga pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha sebesar 75% atau lebih, hal ini akan mengakibatkan hanya ada satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang bersangkutan. Penguasaan pasar yang demikian dinamakan "posisi dominan".

2. Praktik Monopoli

Umumnya, monopoli merupakan istilah yang dipertentangkan dengan persaingan. Meskipun demikian, ternyata belum ada kesepakatan luas mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah ini. Secara etimologi, kata monopoli berasal dari kata Yunani ‘monos’ yang berarti sendiri dan ‘polein’ yang


(29)

berarti penjual. Dari akar kata tersebut, secara sederhana orang lantas memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu.12

Monopoli terbentuk jika hanya satu pelaku mempunyai kontrol eksklusif terhadap pasokan barang dan jasa di suatu pasar, dan dengan demikian juga terhadap penentuan harganya. Karena pada kenyataannya monopoli sempurna jarang ditemukan, dalam praktiknya sebutan monopoli juga diberlakukan bagi pelaku yang menguasai bagian terbesar pasar. Secara lebih longgar, pengertian monopoli juga mencakup struktur pasar dimana terdapat beberapa pelaku, namun karena peranannya yang begitu dominan, maka dari segi praktis pemusatan kekuatan pasar sesungguhnya ada di satu pelaku saja.

13

Sebagai perbandingan pengertian berdasarkan pengamatan penulis diatas, secara akademis dikutipkan pengertian monopoli berdasarkan Black Law

Dictionary14

Monopoly as prohibited by section 2 of Sherman Antitrust Act has two elements: possessions of monopoly power in relevant market and willful acquisition or maintenance of that power, as distinguished from growth or

:

Monopoly. A priviledge or peculiar advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the excelusive rights (or power) to carry on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control the sale of the whole supply of a particular commodity. A form of market structure in which one or only a few firms dominate the total sales of a product or services.

12

Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Bogor, Ghalia Indonesia, 2004, hal.18 13

Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal 5-6


(30)

development as consequence of a superior product, business acumen or historic accident.

It is monopolization in violation of Sherman Antitrust Act for persons to combine or conspire to acquire or maintain power to exclude competitors from any part of trade commerce, provided they also have such power that they are able, as group, to exclude actual or potential competition and provided that they have intent and purpose to exercise that power.

Natural monopoly: Natural monopoly is one result where one firm of efficient size can produced all or more than market can take as remunerative prices.

Adapun ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:15

1. Hanya ada satu produsen yang menguasai penawaran

2. Tidak ada barang pengganti / pengganti yang mirip (close subtitude)

3. Produsen memiliki kekuatan untuk menentukan harga

4. Tidak ada pengusaha lain yang bisa memasuki pasar tersebut karena ada hambatan berupa keunggulan perusahaan.

Dalam kaitannya dengan Hukum Persaingan Usaha, Undang-Undang No 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.16

15

Wieniawski, Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dapat diakses dalam: Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu

16


(31)

sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.17

Meskipun telah dijelaskan bahwa secara sederhana monopoli melibatkan pemusatan suatu kekuatan tunggal di pasar, dengan beberapa kriteria bisa ditemukan beberapa variasi monopoli.18

17

Lihat pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 18

Arie Siswanto, Op.cit hal 22

Pertama, monopoli bisa dibedakan menjadi private monopoly (monopoli

swasta) dan public monopoly (monopoli publik). Pembedaan ini didasarkan pada kriteria siapa yang memegang atau memiliki kekuasaan monopoli. Dikatakan ada monopoli publik, jika monopoli itu dipunyai oleh badan publik (public body), seperti negara, negara bagian, pemerintah daerah, dan sebagainya. Sebaliknya, monopoli swasta adalah ,monopoli yang dipegang oleh pihak nonpublik, seperti perusahaan swasta, koperasi, dan perorangan.

Kedua, dari sisi keadaan yang menyebabkan monopoli bisa dibagi menjadi natural monopoly dan social monopoly. Natural monopoly adalah monopoli yang

disebabkan oleh faktor-faktor alami yang ekslusif. Jika di suatu daerah terdapat bahan tambang yang tidak dijumpai didaerah lain, pengelola sumber daya di wilayah itu akan memiliki natural monopoly. Sebaliknya, social monopoly merupakan monopoli yang tercipta dari tindakan manusia atau kelompok sosial. Monopoli terhadap hak cipta yang diberikan oleh negara kepada seorang pencipta, misalnya, merupakan contoh dari monopoli sosial.


(32)

Ketiga, dalam kaitannya dengan tulisan ini, perlu juga dibedakan antara

monopoli legal dan monopoli illegal. Secara sederhana, monopoli legal adalah monopoli yang tidak dilarang oleh hukum di suatu negara. Sebaliknya, monopoli dikatakan illegal kalau dilarang oleh hukum. Mengingat banyaknya sistem hukum yang memiliki peraturan berbeda-beda, tentu saja kriteria legal dan illegal antara negara yang satu dengan negara yang lain juga berlainan. Apa yang dikatakan sebagai monopoli legal di suatu negara belum tentu merupakan monopoli legal pula di negara lain. Demikian pula sebaliknya di Amerika Serikat, suatu perusahaan yang memegang posisi monopoli atau mencoba meraih posisi monopoli tidak dengan sendirinya dianggap melakukan tindakan illegal. Menurut

Sherman Act posisi monopoli dan upaya mencapai posisi itu menjadi illegal jika

dilakukan melalui cara-cara yang tidak wajar.

3. Persaingan Usaha Tidak Sehat

Persaingan yang dalam bahasa Inggris disebut ‘competition’ adalah “situation in which people compete for something that not everyone can have”.19 Selanjutnya, Webster memberi definisi yaitu “… the effort of two or more parties

acting independently to secure the business of a third party by offering the most favorable terms”.20

Dengan memperhatikan terminologi persaingan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:21

a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli.

19

Oxford Learner’s Pocket Dictionary Third Edition, Oxford, Oxford University Press, 2003, hal 82

20

Merriam Webster Dictionary, dapat diakses dala

21


(33)

b. Ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.

Dengan definisi yang demikian, kondisi persaingan sebenarnya merupakan satu karakteristik yang lekat dengan kehidupan manusia yang cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Meskipun demikian, Anderson berpendapat bahwa persaingan di bidang ekonomi merupakan salah satu bentuk persaingan yang paling utama di antara sekian banyak persaingan antarmanusia, kelompok masyarakat, atau bahkan bangsa.

Salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi adalah persaingan usaha (business competition) yang secara sederhana bisa didefinisikan sebagai persaingan antara para penjual di dalam merebut pembeli dan pangsa pasar.22

“In economics, he stated, competition referred to the capacity of the `market to adopt new techniques of production and distribution, to respond to variations in the needs and requirements of the buyers thereof, to avoid excessive profits or selling costs and to distribute goods and services efficiently”

Oleh karena itu, konsep persaingan dalam hal ini dipersempit sehingga hanya mencakup persaingan usaha sebagai salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi.

Sehubungan dengan hal ini, Dr. Norman, seorang dosen senior di bidang ekonomi menyatakan bahwa:

23

Dalam kaitannya dengan Hukum Persaingan Usaha, maka persaingan dapat dilakukan dengan cara yang sehat dan juga secara tidak sehat. Persaingan

22

Ibid, hal. 13-14 23

Anne Hurley, Restrictive Trade Practices, Sydney, The Law Book Company Limited, 1990, hal. 33


(34)

usaha tidak sehat adalah persaingan usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.24

Dengan demikian, seperti yang dikemukakan diatas, bahwa suatu persaingan dikatakan tidak sehat apabila dilakukan dengan tidak jujur dan melawan hukum di dalam merebut pembeli dan pangsa pasar. Anne Hurley di dalam bukunya “Restrictive Trade Practices” menyatakan bahwa ada beberapa elemen dari struktur pasar yang perlu dilihat dalam kasus persaingan usaha tidak sehat yaitu:25

1. The number and size distribution of independent sellers, especially the degree of market concentration;

2. The height of barriers to entry, that is the ease with which new firms may enter and secure a viable market;

3. The extent to which the products of the industry are characterised by extreme product differentiation and sales promotion;

4. The character of “vertical relationships” with customers with

suppliers and the extent of vertical integration; and

5. The nature of any formal, stable and fundamental arrangements

between firms which restrict their ability to function as independent entities.

4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha

KPPU ini merupakan lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerinta serta pihak lainnya dan KPPU bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden selaku kepala Negara26

24

Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 25

Anne Hurley, Op.cit, hal. 32 26

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.cit, hal. 53 .


(35)

Hukum Persaingan Usaha dengan substansinya sesungguhnya memiliki karakteristik yang unik. Ia tidak hanya ditujukan pada terciptanya ketertiban masyarakat (public order) namun juga sedikit banyak berkepentingan dengan terciptanya efesiensi ekonomi melalui penciptaan dan pemeliharaan iklim persingan usaha yang kondusif. Mengingat bahwa Hukum Persaingan Usaha berkaitan dengan aktivitas berusaha (business activity) dan masyarakat usaha sebagai tempat berlakunya, dapat dimengerti apabila di banyak negara yang telah memiliki Hukum Persaingan Usaha yang Komperhensif lantas dibentuk organ khusus untuk mengelola penegakan Hukum Persaingan Usaha. Di Indonesia organ khusus yang dimaksud adalah KPPU itu sendiri. Dengan kewenangan yang dimilikinya, organ-organ khusus semacam ini memikul tanggung jawab untuk menegakkan Hukum Persaingan Usaha di satu sisi dan di sisi lain sekaligus menjaga supaya iklim berusaha tidak terganggu oleh “intervensi” Hukum Persaingan Usaha27

KPPU diberikan kewenangan dan tugas yang sangat luas meliputi wilayah konsultatif, yudikatif, legislatif, serta eksekutif. Kewenangan-kewenangan tersebut menyebabkan KPPU dapat dikatakan memiliki fungsi yang menyerupai lembaga kosultatif, yudikatif, legislatif, serta eksekutif sehingga seringkali lembaga ini dikatakan memiliki wewenang yang tumpang tindih, karena bertindak sebagai investigator (investigative function), penyidik, pemeriksa, penuntut (prosecuting function), pemutus (adjudication function) maupun sebagai fungsi konsultatif (consultative function). Walupun demikian sebagian kalangan juga

.

27


(36)

berpendaopat bahwa meskipun KPPU bukan lembaga judicial maupun penyidik, tetapi KPPU adalah lembaga penegak hukum yang tepat untuk menyelesaikan masalah persaingan usaha karena peran multifunction serta keahlian yang dimilikinya akan mampu mempercepat proses penangan perkara28

1. Jenis, Sifat, dan Pendekatan Penelitian

.

G. Metode Penelitian

Diperlukan metode penelitian sebagai suatu tipe pemikiran yang secara sistematis dipergunakan dalam penelitian dan penilaian skripsi ini, yang pada akhirnya bertujuan mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut:

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan29

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin yang dalam hal ini, antara lain: Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan beberapa Peraturan dan Pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

28

Syamsul Maarif, “Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia” Jurnal Hukum Bisnis, Vol 19, Mei – Juni 2002

29

Diambil dari Law Education,


(37)

tentang keadaan yang menjadi obyek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau membuat teori baru.30

2. Jenis dan Sumber Data

Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan Yuridis Normatif, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum, yang mengacu pada norma–norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang–undangan.

Penelitian Yuridis Normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapat data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode, baik secara komersial maupun nonkomersial.31

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain:

Data sekunder yang dipakai penulis adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

30 Ibid. 31


(38)

2. Beberapa Peraturan dan Pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha

b. Bahan hukum sekunder, berupa Putusan KPPU No. 02 / KPPU-L / 2005, buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui teknik studi pustaka (library research) dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu internet. Untuk memperoleh data dari sumber ini penulis memadukan, mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang berhubungan dengan judul skripsi Posisi Dominan yang Mengakibatkan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Studi Kasus Putusan KPPU No. 02 / KPPU-L / 2005 Tentang Carrefour ini.


(39)

Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka bisaanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya.32

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.

Metode analisis data yang dilakukan penulis adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan:

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas.

c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan.

d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dan Penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar terciptanya karya ilmiah yang baik. Maka dari itu, penulis membagi skripsi ini dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

32

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Depok, 1994, hal. 69


(40)

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan, yang semuanya berkaitan dengan Posisi Dominan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

BAB II: HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

Pada Bab ini, yang menjadi pembahasan adalah Tinjauan Umum Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, dan diperbandingkan dengan Hukum Persaingan Usaha di berbagai negara serta Keterkaitan Posisi Dominan dengan UU No. 5 Tahun 1999

BAB III: POSISI DOMINAN DALAM UU NO 5 TAHUN 1999

Pada Bab ini, yang menjadi pembahasan adalah Pengertian Posisi Dominan, Jenis-jenis Posisi Dominan dan Persyaratan Posisi Dominan sesuai dengan Hukum Persaingan Usaha serta Sanksi dalam Penyalahgunaan Posisi Dominan.

BAB IV: PENERAPAN HUKUM DALAM PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN


(41)

Pada Bab ini, yang menjadi pembahasan adalah Penerapan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Mengenal lebih lanjut Carrefour serta menganalisa Putusan KPPU terhadap perkara Carrefour serta Menyelidiki apakah Carrefour telah melakukan Penyalahgunaan Posisi Dominan.

BAB V: PENUTUP

Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran yang penulis ciptakan dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas


(42)

BAB II

HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Persaingan Usaha

Wiston Churchill pernah menyatakan bahwa pokok dari pidato seorang sosialis yang dihormati adalah dosa apabila seseorang memperoleh keuntungan, tetapi menurut beliau justru dosa yang sesungguhnya apabila seseoerang mengalami kerugian.33 Seiring dengan pernyataan Churchill tersebut, pelaku usaha mendirikan dan menjalankan usahanya murni bertujuan untuk memperoleh keuntungan, dengan menggapai kesempatan-kesempatan atau peluang-peluang yang ada.34 Peluang-peluang usaha yang tercipta dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyrakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan di sektor ekonomi.35

Untuk itu setiap pengusaha sebaiknya mengetahui dalam sistem perekonomian mana ia sedang bergerak.36

33

“The substance of the eminent Socialist gentleman’s speech is that makin a profit is a sin,

but it is my belief that the real sin is taking a loss” Wiston Churchill, The New International Webster’s Pocket Questations Dictionary, Trident Press International, United States 2005, hal. 44

34

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 9

35

R. Mujiyanto, Pengantar Hukum Dagang, Aspek-Aspek Hukum Perusahaan dan

Larangan Praktik Monopoli, Liberty bekerja sama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Jayanabra Yogyakarta, Yogyakarta, 2002, hal. 49 36

M. Manullang, Pengantar Ekonomi Perusahaan, Liberty, Yogyakarta, 1991, hal. 47 Campur tangan pemerintah atau kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi harus menjadi bahan yang diperhatikan oleh setiap pemimpin perusahaan. Campur tangan seperti itu tentu berbeda bagi masing-masing sistem perekonomian, mulai dari paham


(43)

merkantilisme, kapitalisme, komunisme maupun sosialisme yang berbeda satu di antaranya.37 Menurut Sombart, terdapat tiga macam sistem perekonomian yang pernah berlaku di Eropa secara berturut-turut yaitu: pertama, perekonomian tersendiri; kedua, kerajinana dan pertukangan38; ketiga, kapitalisme. Pada sistem perekonomian pertama belum ada tukar menukar, ekonomi pada umumnya bersifat setempat dan mencukupi diri sendiri. Sedangkan pada sistem ekonomi kedua, tukar menukar atau barter sudah lazim sehingga perkonomian berpusar pada manorial estate.39 Setelah itu beralihlah kepada paham Merkantilisme, di mana negara berusaha mendapatkan emas sebanyak mungkin melalui perdagangan luar negeri.40

Paham Merkantilisme ini kemudian menuai pertentangan dari mereka yang mementingkan pertanian, yaitu paham Physiocratisme, yang dianjurkan oleh Quesnay. Ia berpendapat bahwa hanya pertanian yang produktif sedangkan perniagaan dan industri tidak, sebab mereka tidak menghasilkan barang, hanya mengubah atau mengedarkan hasil-hasil pertanian41

37 Ibid 38

Kedua sisitem ini disebut juga masa sebelum Kapitalisme atau Pra Kapitalisme 39

Di dalam manorial estate, pelaku utama perekonomian adalah orang-orang yang bekerja di lapangan pertanian dengan pimpinan kaum bangsawan. Susunan masyarakat pada masa itu sedemikian rupa sehingga seorang bangsawan dapat mengatakan bahwa semua kekuasaan yang ada padanya untuk memimpin masyarakat dalam lingkungannya berdasarkan kehendak Tuhan; di mana kehidupan yang dialami seseorang menurut pendapat pada masa itu merupakan nasib, yang sudah ditakdirkan Tuhan, lihat M. Manullang, loc.cit.

40

Menurut paham ini, sumber kekayaan adalah perdagangan. 41

Kaum Physiocrat berpendapat bahwa untuk mencapai kemakmuran, manusia membutuhkan bahan-bahan atau barang-barang yang nyata dan ini hanya dapat dihasilkan oleh pertanian.

Tidak lama kemudian, kedua ajaran tersebut ditinggalkan dan digantikan dengan sistem perekonomian


(44)

Kapitalisme.42

Di bidang perekonomian, gerakan tersebut terjelma dengan adanya kebebasan perseorangan di setiap sektor ekonomi, bukan hanya sektor ekspor seperti pada sistem mekanitilisme. Campur tangan pemerintah pada bidang perekonomian tidak perlu sebab dengan demikian akan tercipta kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, di mana dikenal dengan suatu semboyan

laissez faire, laisser aller, le monde va de lui meme.

Ajaran pokok dari gerakan besar, individualis-rasionalis di berbagai bidang seperti keagamaan, politik, ilmu pengetahuan dan ekonomi, itu adalah kebebasan perseorangan yang terkenal dengan semboyan “Liberte, Egalite,

Freternite” pada zaman revolusi Prancis.

43

Adapun sistem lain yang telah berkembang ialah sistem ekonomi Komunisme atau ekonomi Pemerintah yang bersifat totaliter dengan putusan-putusan ekonomi dibuat oleh pusat, dimana sistem ini sangat berbeda dengan sistem Kapitalis atau ekonomi pasar tersebut di atas. Negara menetapkan di mana seseorang harus bekerja, pekerjaan apa yang harus dipilih, apa yang harus dimakan, apa yang harus dihasilkan, berapa tinggi harga yang harus ditetapkan, bagaimana cara menanamkan modal simpanan dan lainnya.44

42

Kapitalisme pada mulanya berkembang di Inggris pertengahan abad ke-18. Tepatnya pada masa Adam Smith mengeluarkan bukunya “The Wealth of Nation” pada tahun 1776. Yang kemudian paham ini dibawa dan dikembangkan di daerah Barat Laut Eropa dan Amerika Utara, lihat M. Manullang, loc.cit.

43

Ibid, hal 76 44

Ibid, hal 78

Karena akibat-akibat yang dinilai merugikan dari sistem Komunisme dan Kapitalis tersebut, maka paham Sosialisme dalam perekonomian mendapat perhatian orang. Sosialis


(45)

dan Komunisme merupakan dua paham yang berbeda meskipun ada orany yang berpendapat bahwa itu merupakan dua hal yang semacam/sejenis. Perbedaannya dapat dilihat dari tujuan sistem ekonomi Sosialisme adalah ekonomi kesejahteraan sedangkan dalam sistem ekonomi Komunisme adalah ekonomi perintah. Dalam ekonomi Sosialisme, lebih banyak bersifat anjuran daripada bersifat perintah.45 Di Indonesia sendiri, Pasal 33 UUD tahun 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian nasional yang menjelaskan bahwa tujuan pembangunan ekonomi ialah berdasarkan demokrasi yang bersifat kerakyatan dengan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar.46

a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli. Persaingan atau competition dalam bahasa Inggris oleh Webster didefinisikan sebagai “… a struggle or contest between two or more persons for

the same objects”. Dengan memperhatikan terminology tersebut, dapat

disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut.

b. Ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.

Persaingan sering dikonotasikan negatif karena dianggap mementingkan kepentingan sendiri. Walaupun pada kenyataannya seorang manusia, apakah pada kapasitasnya sebagai individual maupun anggota suatu organisasi, secara ekonomi

45

Ibid, hal 80 46

Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, selanjutnya disebut sebagai


(46)

tetap akan berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Alfred Marshal, seorang ekonom terkemuka sampai mengusulkan agar istilah persaingan digantikan dengan istilah “economic freedom” (kebebasan ekonomi) dalam menggambarkan atau mendukung tujuan positif dari proses persaingan. Oleh karena sebab itu pengertian kompetisi atau persaingan usaha dalam pengertian yang positif dan independent sebagai jawaban terhadap upaya mencapai

equilibrium.47

1. Persaingan menunjukkan banyaknya pelaku usaha yang menawarkan / memasok barang atau jasa tertentu ke pasar yang bersangkutan. Banyak sedikitnya pelaku usaha yang menawarkan barang atau jasa ini menunjukkan struktur pasar (market structure) dari barang atau jasa tersebut.

Dalam konsepsi persaingan usaha, dengan asumsi bahwa faktor yang mempengaruhi harga adalah permintaan dan penawaran, dengan kondisi lain berada dalam cateris paribus, persaingan usaha akan dengan sendirinya menghasilkan barang atau jasa yang memiliki daya saing yang baik, melalui mekanisme produksi yang efesien dan efektif, dengan mempergunakan seminimum mungkin faktor-faktor produksi yang ada. Dalam sistem ekonomi pasar yang demikian, persaingan memiliki beberapa pengertian :

47


(47)

2. Persaingan merupakan suatu proses dimana masing-masing perusahaan berupaya memperoleh pemberli / pelanggan bagi produk yang dijualnya, antra lain dapat dilakukan dengan :48

a. Menekan harga (price competition);

b. Persaingan bukan harga (non-price competition), misalnya yang dilakukan melalui diferensiasi produk, pengembangan hak atas kekayaan intelektual, promosi, pelayanan purna jual, dan lain-lain;

c. Berusaha secara lebih efisien (low cost-production);

Secara garis besar, persaingan bisa membawa aspek positif apabila dilihat dari dua persfektif yaitu ekonomi dan non ekonomi.49

a. Persfektif non ekonomi

Selama ini memang orang lebih banyak mengajukan argumentasi ekonomi (efesiensi) untuk menyetujui keberadaan persaingan. Namun, dilihat dari persfektif non ekonomi akan didapati pula bahwa kondisi persaingan ternyata juga membawa aspek positif. Dari sisi politik, Arie Siswanto mengutip pendapat Scherer yang mencatat bahwa setidaknya ada tiga argumen yang mendukung persaingan dalam dunia usaha. Pertama, dalam kondisi penjual maupun pembeli terstruktur secara atomistik (masing-masing berdiri sebagai unit-unit terkecil dan independen) yang ada dalam persaingan, kekuasaan ekonomi atau yang didukung

48

Gunawan Widjaja, Merger dalam Persfektif Monopoli, Jakarta , PT. Raja Grafindo Perkasa, 1999, hal 10.

49


(48)

oleh faktor ekonomi (economic or economic-supported power) menjadi tersebar dan terdesentralisasi.

Dengan demikian pembagian sumber daya alam dan pemerataan pendapat akan terjadi secara mekanik, terlepas sama sekali dari campur tangan kekuasaan pemerintah maupun pihak swasta yang memegang kekuasaan. Kedua, berkaitan erat dengan hal diatas, sistem ekonomi pasar yang kompetitif akan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi secara impersonal, bukan melalui personal pengusaha maupun birokrat. Dalam keadaan seperti ini, kekecewaan politis masyarakat yang usahanya terganjal keputusan penguasa tidak akan terjadi. Dalam kalimat yang lebih sederhana dalam kondisi persaingan, jika seseorang warga masyarakat terpuruk dalam bidang usahanya, ia tidak akan terlalu merasa sakit karena ia jatuh bukan karena kekuasaan orang tertentu tetapi karena suatu proses yang mekanistik (permintaan-penawaran). Ketiga, kondisi persaingan juga berkaitan erat dengan kebebasan manusia untuk mendapatkan kesempatan yang sama di dalam berusaha. Dalam kondisi persaingan, pada dasarnya setiap orang mempunyai kesempatan yang sama di dalam berusaha. Dalam kondisi persaingan, pada dasarnya setiap orang akan mempunyai kesempatan yang sama untuk berusaha dan demikian hak setiap manusia untuk mengembangkan diri (the right

to self development) menjadi terjamin.

b. Perspektif ekonomi

Dari sudut pandang ekonomi, argumentasi sentral untuk mendukung persaingan berkisar di seputar masalah efesiensi. Argumentasi efesiensi ini


(49)

sebenarnya merupakan idealisasi teoritis dari mazhab ekonomi klasik tentang struktur yang terbaik. Mengikuti sumber daya ekonomi akan bisa dialokasikan dan didistribusikan secara paling baik, apabila para pelaku ekonomi dibebaskan untuk melakukan aktivitas mereka dalam kondisi bersaing dan bebas menentukan pilihan mereka.

Pada umumnya persepsi tentang persaingan juga selalu dikaitkan dengan kultur barat dengan sistem ekonomi kapitalisnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut :50

1. Diakuinya sistem kepemilikan individual, dimana seseorang diperbolehkan untuk membeli atau memiliki alat produksi dan berhak mendapat keuntungan dari dirinya. Hal ini berbeda dengan sistem sistem ekonomi komunis atau sosialis dimana pemerintahlah yang berhak memiliki modal dan menentukan apa yang diproduksi, menerima dan membagi penghasilan.

2. Kebebasan untuk konsumen untuk memilih dan menolak apa yang ditawarkan, pekerja bebas menentukan bekerja dimanapun dan investor bebas melakukan investasi dimanapun. Dengan kata lain maka setiap usaha bebas menentukan untuk masuk dan keluar dari pasar, bebas menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan masing-masing.

50

Edwin Mansfield, Principles of Microekonomics, WW Norton & Company, New York, 3rd editon, 1980, hal 51-55 (dalam Ningrum Natsya Sirait I, Op.Cit., hal. 56)


(50)

3. Persaingan dimana dalam konteks persaingan yang sempurna terdapat banyak produser yang memproduksi barang yang hampir sama sehingga mereka harus bersaing baik di tingkat produser maupun dalam tingkat pemilik modal sekalipun.

4. Ketergantungan terhadap pasar, dimana pasar yang dikenal dengan free

market atau pasar bebas adalah fungsi utamanya.

Di samping itu, dalam konteks pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, persaingan juga membawa implikasi positif berikut:51

1. Persaingan merupakan sarana melindungi para pelaku ekonomi terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan. Kondisi persaingan menyebabkan kekuatan ekonomi para pelaku ekonomi tidak terpusat pada tangan tertentu. Dalam kondisi tanpa persaingan, kekuatan ekonomi akan terealisasikan pada beberapa pihak saja. Kekuatan ini pada tahap berikutnya akan menyebabkan kesenjangan besar dalam posisi tawar-menawar (bargaining position), serta pada akhirnya membuka peluang bagi penyalahgunaan dan eksploitasi kelompok ekonomi tertentu. Sebagai contoh sederhana, persaingan antar penjual dalam industri tertentu akan membawa dampak protektif terhadap para konsumen/pembeli, karena mereka diperebutkan oleh para penjual serta dianggap sebagai sesuatu yang berharga.

51 Ibid


(51)

2. Persaingan mendorong alokasi dan realokasi sumber-sumber daya ekonomi sesuai dengan keinginan konsumen. Karena ditentukan oleh permintaan (demand), perilaku para penjual dalam kondisi persaingan akan cenderung mengikuti pergerakan permintaan para pembeli. Dengan demikian, suatu perusahaan akan meninggalkan bidang usaha yang tidak memiliki tingkat permintaan yang tinggi. Singkatnya, pembeli akan menentukan produk apa yang dan produk yang bagaimana yang mereka sukai dan penjual akan bisa mengefisienkan alokasi sumber daya dan proses produksi seraya berharap bahwa produk mereka akan mudah terserap oleh permintaan pembeli.

3. Persaingan bisa menjadi kekuatan untuk mendorong penggunaan sumber daya ekonomi dan metode pemamfaatannya secara efisien. Dalam perusahaan yang bersaing secara bebas, maka mereka akan cenderung menggunakan sumber daya secara efesien. Jika tidak demikian, resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan adalah munculnya biaya berlebihan (excessive cost) yang pada gilirannya akan menyingkirkan dia dari pasar.

4. Persaingan bisa merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, proses produksi dan tekhnologi. Dalam kondisi persaingan, setiap pesaing akan berusaha mengurangi biaya produksi serta memperbesar pangsa pasar (market share). Metode yang bisa ditempuh untuk mencapai tujuan itu diantarnya adalah dengan meningkatkan mutu pelayaan, produk, proses produksi, serta inovasi tekhnologi. Dari sisi konsumen, keadaan ini akan


(52)

memberikan keuntungan dalam hal persaingan akan membuat produsen memperlakukan konsumen secara baik.

Selain aspek positif tersebut diatas, persaingan juga diasumsikan sebagai solusi yang baik dalam perekonomian.52 Adam smith mengemukakan bahwa prinsip dasar utama untuk keunggulan ekonomi pasar adalah kemauan untuk mengejar keuntungan dan kebahagiaan terbesar bagi setiap individu yang dapat direalisasikan melaui proses persaingan.53

B. Sejarah Hukum Persaingan Usaha di beberapa Negara

Setelah runtuhnya sistem-sistem ekonomi perencanaan di Eropa Timur lebih dari satu dasawarsa yang lalu, banyak negara dunia ketiga juga mulai memilih kebijakan ekonomi yang baru. Negara-negara berkembang semakin sering memanfaatkan instrumen-instrumen seperti harga dan persaingan, untuk meningkatkan dinamika pembangunan di negara masing-masing. Hal ini disebabkan oleh pengalaman menyedihkan dari kegagalan birokrasi, yang terlalu membebani pemerintah dan penjabat negara dalam sistem ekonomi terencana. Seperti negara-negara bekas blok timur, negara-negara berkembang juga harus membayar mahal akibat kebijakan ekonomi perencanaan ini. Hal ini terlihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat mereka. Inilah akibat penyangkalan terhadap “prinsip ekonomi” yang melekat pada sistem ekonomi terencana padahal prinsip tersebut merupakan syarat mendasar bagi aktivitas ekonomi yang sehat.

52

Ibid, hal. 58 53

Adam Smith, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, London, Modern Library edition, 1973, hal 423 (dalam Ningrum Natasya Sirait I, Op.cit., hal. 53).


(53)

Dewasa ini sudah lebih 80 negara di dunia yang telah memiliki Undang-Undang Persaingan Usaha dan Anti Monopoli dan lebih dari 20 negara lainnya sedang berupaya menyusun aturan perundangan yang sama. Langkah negara-negara tersebut, sementara mengarah pada satu tujuan yaitu meletakkan dasar bagi suatu aturan hukum untuk melakukan regulasi guna menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Persaingan usaha yang sehat (fair competition) merupakan salah satu syarat bagi Negara-negara mengelola perekonomian yang berorientasi pasar. Inti dari ekonomi pasar adalah desentralisasi keputusan, berkaitan dengan “apa”, “berapa banyak”, dan “bagaimana” produksi. Ini berarti individu harus diberi ruang gerak tertentu untuk pengambilan keputusan. Suatu proses pasar hanya dapat dikembangkan di dalam struktur pengambilan keputusan yang terdesentralisasi artinya bahwa terdapat individu-individu independen dalam jumlah secukupnya, yang menyediakan pemasokan dan permintaan dalam suatu pasar, karena proses-proses pasar memerlukan saat-saat aksi dan reaksi pelaku-pelaku pasar yang tidak dapat diprediksi. Ini adalah satu-satunya cara untuk menjamin bahwa kekeliruan-kekeliruan perencanaan oleh individu tidak semakin terakumulasi sehingga akhirnya menghentikan fungsi pasar sebagai umpan balik sibernetis (cybernetic).

Kecenderungan dan kegandrungan negara-negara di dunia terhadap pasar bebas telah diprediksikan sebelumnya oleh Francis Fukuyama pada era tahun 1990-an. Menurut Fukuyama, prinsip-prinsip liberal dalam ekonomi “pasar bebas”, telah menyebar dan berhasil memproduksi kesejahteraan material yang belum pernah dicapai sebelumnya. Kedua hal tersebut terjadi di negara-negara


(54)

industri dan di negara-negara berkembang. Padahal menjelang Perang Dunia II, negara-negara tersebut masih merupakan negara dunia ketiga yang sangat miskin. Oleh karena itu, menurut Fukuyama sebuah revolusi liberal dalam pemikiran ekonomi kadang-kadang mendahului dan kadang-kadang mengikuti gerakan menuju kebebasan politik di seluruh dunia. Bagaimanapun juga, untuk memastikan terselenggaranya pasar bebas versi Fukuyama tersebut, rambu-rambu dalam bentuk aturan hukum, tetap perlu dipatuhi oleh para pelaku pasar.

Salah satu essensi penting bagi terselenggaranya pasar bebas tersebut adalah persaingan para pelaku pasar dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam hal ini persaingan usaha merupakan sebuah proses di mana para pelaku usaha dipaksa menjadi perusahaan yang efisien dengan menawarkan pilihan-pilihan produk dan jasa dalam harga yang lebih rendah. Persaingan hanya bila ada dua pelaku usaha atau lebih yang menawarkan produk dan jasa kepada para pelanggan dalam sebuah pasar. Untuk merebut hati konsumen, para pelaku usaha berusaha menawarkan produk dan jasa yang menarik, baik dari segi harga, kualitas dan pelayanan. Kombinasi ketiga faktor tersebut untuk memenangkan persaingan merebut hati para konsumen dapat diperoleh melalui inovasi, penerapan teknologi yang tepat, serta kemampuan manajerial untuk mengarahkan sumber daya perusahaan dalam memenangkan persaingan. Jika tidak, pelaku usaha akan tersingkir secara alami dari arena pasar.

Sementara itu para ekonom dan praktisi hukum persaingan sepakat bahwa umumnya persaingan menguntungkan bagi masyarakat. Pembuat kebijakan


(55)

persaingan pada berbagai jenjang pemerintahan perlu memiliki pemahaman yang jelas mengenai keuntungan persaingan, tindakan apa saja yang dapat membatasi maupun mendorong persaingan dan bagaimana kebijakan yang mereka terapkan dapat berpengaruh terhadap proses persaingan. Pemahaman ini akan membantu pembuat kebijakan untuk bisa mengevaluasi dengan lebih baik apakah kebijakan tertentu, misalnya dalam hukum persaingan usaha atau perdagangan menciptakan suatu manfaat luas bagi rakyat.

Agar persaingan dapat berlangsung, maka kebijakan ekonomi nasional di negara-negara berkembang pertama-tama harus menyediakan sejumlah prasyarat: yang pertama-tama diperlukan adalah mewujudkan pasar yang berfungsi dan mekanisme harga. Dalam konteks tersebut, yang dituju adalah penyediaan akses pasar sebebas mungkin dan pada saat yang sama menyediakan insentif untuk meningkatkan jumlah dari pengusaha nasional. Tingkat integrasi sejumlah pasar setempat dan regional juga harus ditingkatkan melalui peningkatan infrastruktur negara (misalnya jaringan komunikasi dan transportasi). Akhirnya, suatu kebijakan moneter yang berorientasi stabilitas merupakan prasyarat bagi berfungsinya ekonomi persaingan. Hanya dengan cara ini distorsi-distorsi persaingan yang berpotensi melumpuhkan mekanisme harga dapat dihindari.

Dapat dipahami mengapa dalam pasar bebas harus dicegah penguasaan pasar oleh satu, dua, atau beberapa pelaku usaha saja (monopoli dan oligopoli), karena dalam pasar yang hanya dikuasai oleh sejumlah pelaku usaha maka terbuka peluang untuk menghindari atau mematikan bekerjanya mekanisme pasar (market


(56)

mechanism) sehingga harga-harga ditetapkan secara sepihak dan merugikan

konsumen. Pelaku usaha yang jumlahnya sedikit dapat membuat berbagai kesepakatan untuk membagi wilayah pemasaran, mengatur harga, kualitas, dan kuantitas barang dan jasa yang ditawarkan (kartel) guna memperoleh keuntungan yang setinggi-tingginya dalam waktu yang relatif singkat. Persaingan di antara para pelaku usaha juga dapat terjadi secara curang (unfair competition) sehingga merugikan konsumen, bahkan negara. Oleh karena itu, pengaturan hukum untuk menjamin terselenggaranya pasar bebas secara adil mutlak diperlukan.

Gagasan untuk menerapkan Undang-Undang Antimonopoli dan mengharamkan kegiatan pengusaha yang curang telah dimulai sejak lima puluh tahun sebelum Masehi. Peraturan Roma yang melarang tindakan pencaturan atau pengambilan keuntungan secara berlebihan, dan tindakan bersama yang mempengaruhi perdagangan jagung. Demikian pula Magna Charta yang ditetapkan tahun 1349 di Inggris telah pula mengembangkan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan restraint oftrade atau pengekangan dalam perdagangan yang mengharamkan monopoli dan perjanjian-perjanjian yang membatasi kebebasan individual untuk berkompetisi secara jujur.54

1. Amerika

Hukum Persaingan Usaha menjadi sesuatu hal yang sangat diperhatikan pada saat ini di berbagai negara. Walaupun dalam beberapa konteks, cara pandang dan sikap terhadap Hukum ini memiliki beberapa perbedaan di beberapa negara:

54

Insan Budi Maulana, Catatan Singkat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,


(57)

Berbagai nama telah diberikan terhadap aturan hukum yang menjadi dasar terselenggaranya persaingan usaha yang sehat. Pada tahun 1980, atas inisiatif senator John Sherman dari partai Republik, Kongres Amerika Sertikat mengesahkan undang-undang dengan judul “Act to Protect Trade and Commerce

Againts Unlawful Restraints and Monopolies”, yang lebih dikenal dengan

Sherman Act disesuaikan dengan nama penggagasnya. Akan tetapi, dikemudian hari muncul serangkaian aturan perundang-undangan sebagai perubahan atau tambahan untuk memperkuat aturan hukum sebelumnya. Kelompok aturan perundang-undangan tersebut diberi nama “Antitrust Law”, karena pada awalnya aturan hukum tersebut ditujukan untuk mencegah pengelompokan kekuatan industri-industri yang membentuk “trust” (sejenis kartel atau penggabungan) untuk memonopoli komoditi-komoditi strategis dan menyingkirkan para pesaing lain yang tidak tergabung dalam trust tersebut. Antitrust Law terbukti dapat mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada sekelompok perusahaan sehingga perekonomian lebih tersebar, membuka kesempatan usaha bagi para pendatang baru, serta memberikan perlindungan hukum bagi terselenggaranya proses persaingan yang berorientasi pada mekanisme pasar.

2. Jepang

Pada tanggal 14 April 1947, Majelis Nasional (Diet) Jepang mengesahkan undang-undang yang diberi nama “Act Concerning Prohibition of Private

Monopoly and Maintenance of Fair Trade” (Act No. 54 of 14 April 1947). Nama


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam tulisan ini, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitannya dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitannya dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Posisi dominan ini diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yaitu dari Pasal 25 sampai dengan Pasal 29 dan diatur dengan pendekatan rule of reason. Posisi dominan dilarang karena setiap pelaku usaha yang ingin memperoleh keuntungan lebih besar akan cenderung menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan posisi dominan serta menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk menyingkirkan para pesaingnya. Ada beberapa jenis dari Posisi Dominan, dalam hal ini jenis Posisi Dominan menunjukkan bagaimana bentuk-bentuk dari Posisi Dominan sehingga mengakibatkan Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat, antara lain; Kegiatan Posisi Dominan yang bersifat umum (Pasal 25 Undang-undang No. 5 Tahun 1999); Memiliki jabatan baik sebagai direksi maupun


(2)

komisaris di beberapa perusahaan yang bergerak di dalam pasar yang sama (Pasal 26 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999); Memiliki saham secara mayoritas di beberapa perusahaan yang bergerak di dalam pasar yang sama (Pasal 27 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999); Melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha (Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999).

2. PT. Carrefour Indonesia telah melakukan penyalahgunaan posisi dominan dan persaingan usaha tidak sehat, hal tersebut tampak dari pemberlakuan

traiding terms oleh perusahaan ini kepada para pemasok barang kedalam

perusahaan retail ini. Data yang diperoleh oleh KPPU sangat jelas menunjukkan adanya pemberlakuan traiding term, serta perusahaan ini mengakui hal tersebut. Namun Putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2005, tidak menjelaskan bahwa perusahaan ini melakukan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui Posisi Dominan yang perusahaan ini miliki. KPPU hanya menyebutkan kalau PT. Carrefour Indonesia hanya melakukan traiding terms, dalam pasal 25 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dijelaskan bahwa setiap pelaku usaha dilarang untuk menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang / jasa yang bersaing dalam harga & kualitas, maka jelaslah PT. Carrefour Indonesia telah melakukan penyalahgunaan posisi dominan. Mungkin pada saat ini belum terbentuk monopoli namun kita harus pahami bahwa perbuatan ini memiliki indikasi yang kuat akan memunculkan tindakan monopoli dan persaingan usaha


(3)

tidak sehat. Pasal 25 merupakan salah satu bentuk pasal yang menggunakan konsep rule of reason, maka akan terlihat susah untuk menetapkan perusahaan yang melakukan tindakan ini telah melakukan monopoli. Ini lah yang terjadi pada putusan KPPU No. 02 /KPPU-L/2005.

B. Saran

Berdasarkan pemaparan dan kesimpulan yang disampaikan di atas, maka terdapat beberapa hal yang disarankan oleh Penulis, yaitu:

1. Untuk menentukan bahwa suatu Posisi Dominan dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah sangat rumit dan rentan terhadap berbagai benturan kepentingan antara pelaku usaha dengan alasan efisiensi dan antara otoritas persaingan usaha yang selalu melihat dari segi persaingannya, maka sangat diperlukan untuk menjalin komunikasi yang baik antara pelaku usaha maupun asosiasi pelaku usaha dengan pihak otoritas persaingan baik di dalam perumusan Undang-undang maupun didalam teknis pengawasan dan pengontrolannya.

2. Hendaknya KPPU sebagai lembaga Independen yang mengawasi persaingan usaha lebih menunjukkan sikap tegasnya terhadap pelaku usaha yang memiliki indikasi melakukan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Walaupun dalam hal ini sangat sulit untuk menentukan suatu pelaku usaha telah melakukan monopoli, namun bagi komisi yang pada dasarnya telah ditetapkan sebagai suatu lembaga penentuan kepastian suatu persaingan berjalan secara sehat seharusnya dapat belajar dari pengalaman dan menguatkan kemampuan dalam menganalisa kejadian.


(4)

DAFTAR PUSTAKA 1. Buku-buku

ELIPS, Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya Di Indonesia, Proyek ELIPS, Jakarta: 1999.

Fuady, Munir, Hukum Tentang Merger, Citra Aditya Bakti, Bandung: 1999. Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta: 2008

Hurley, Anne, Restrictive Trade Practices, The Law Book Company Limited, Sydney:1990.

Kartte, Wolfgang et.all, Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, GTZ, Deperindag dan Lembaga Pengkajian Hukum Ekonomi UI, Jakarta: 2000

Maarif, Syamsul, Merger Dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha, Penebar Swadaya, Jakarta: 2010.

Margono, Suyud, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta: 2009.

Oxford Learner’s Pocket Dictionary Third Edition, Oxford University Press, Oxford: 2003.

Purba, Hasyim, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, CV. Cahaya Ilmu, Medan: 2006

Silalahi, M. Udin, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, CICODS FH-UGM, Yogyakarta: 2009


(5)

Sirait, Ningrum Natasya, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pustaka Bangsa Press, Medan: 2003

Siswanto, Arie, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Bogor: 2004. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,

Depok: 1994.

Soeroso., R, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta: 1995 Soeroso., R, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta: 2004

Usman, Rahmadi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2004

Usman, Rahman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Banjarmasin: 2004.

Wibowo, Destivano dan Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha , PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2005

Widjaja , Gunawan, Merger Dalam Perspektif Monopoli, PT.Raja Grafindo Perkasa, Jakarta: 2002.

Wiradiputra, Ditha, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Universitas Indonesia, Materi Kuliah HPU, Jakarta: 2005

Yani Ahmad dan Widjaya Gunawan, Seri Hukum Bisnis – Anti Monopoli, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta: 2006

2. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata Kitab Undang-undang Hukum Pidana


(6)

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pasar Bersangkutan

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara

3. Jurnal Hukum