Agama Kristen baru berpengaruh di kalangan Angkola dan Batak setelah beberapa kali misi Kristen yang dikirimkan mengalami kegagalan. Misionaris yang
paling berhasil adalah I.L. Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya menyebarkan agama Kristen di wilayah Tapanuli. Ketika itu, masyarakat Batak yang
berada di sekitar Tapanuli, khususnya Tarutung, diberi pengajaran baca tulis, keahlian bertukang untuk kaum pria dan keahlian menjahit serta urusan rumah tangga bagi
kaum ibu. Pelatihan dan pengajaran ini kemudian berkembang hingga akhirnya berdiri sekolah dasar dan sekolah keahlian di beberapa wilayah di Tapanuli. Nommensen dan
penyebar agama lainnya juga berperan besar dalam pembangunan dua rumah sakit yang ada saat ini, RS Umum Tarutung dan RS HKBP Balige, yang sudah ada jauh
sebelum Indonesia merdeka.
3.2 Sub Suku Batak
Suku Batak terdiri dari beberapa sub-suku yang berdiam di wilayah Sumatera Utara
yakni sebagian besar di Tapanuli, Simalungun, Karo, serta Nias dan Pakpak-Dairi dan kedua wilayah terakhir ini termasuk wilayah Tapanuli. Sub-suku Batak terdiri dari
Toba yang bermukim di wilayah Toba yakni Toba, Silindung, Samosir, dan Humbang; Angkola yang bermukim di wilayah Tapanuli Selatan, Sipirok dan Angkola,
Mandailing yang bermukim di Mandailing Natal, Simalungun di daerah Simalungun, Karo di daerah Karo, Pakpak Dairi bermukim di daerah Pakpak dan Dairi. Namun
dalam beberapa pelajaran antropologi yang diajarkan di sekolah-sekolah bahwa Nias, Alas dan Gayo tidak lagi dikelompokkan dalam sub Suku Batak. Dalam dua
dasawarsa terakhir ini terbentuk pula sub-suku Batak lainnya, yakni Batak Pesisir. Ir. Akbar Tanjung, mantan Ketua DPR-RI, pertama kali menjadi ketua Persatuan Batak
Universitas Sumatera Utara
Pesisir ini. Sub-suku Batak Peisisir ini bermukim tersebar di daerah-daerah pesisir pantai Timur Sumatera yakni Asahan, Labuhan Batu dan Rantau Prapat, juga pantai
Barat Sumatera yakni Sibolga dan Barus di Tapanuli Tengah.
Pengelompokan sub suku Batak
dilakukan berdasarkan wilayah pemukimannya, daripada karena garis keturunan. Ada dua bentuk kekerabatan bagi
suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan genealogi dan berdasarkan wilayah pemukiman teritorial.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan genealogi terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua sub suku Batak memiliki
marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan wilayah pemukiman teritorial terlihat dari terbentuknya, tersepakatinya suatu tradisi adat-istiadat di setiap wilayah. Bagi
orang Batak yang bermukim di wilayah Mandailing, misalnya, terbentuk suatu tradisi adat-istiadat yang memiliki corak tersendiri dibandingkan dengan adat-istiadat suku
Batak yang bermukim di Toba, walaupun marga-marga yang bermukim di Mandailing dan Toba banyak yang sama, seperti marga Siregar, Lubis, Hasibuan dan Batubara.
Untuk menggambarkan betapa kedua bentuk kekerabatan ini memiliki daya rekat yang sama, ada perumpamaan dalam bahasa Batak Toba berbunyi demikian:
Jonok dongan pertubu jonokan do dengan parhundul. Artinya, semua orang mengakui bahwa hubungan garis keturunan adalah sudah pasti dekat, tetapi dalam sistem
kekerabatan Batak lebih dekat lagi hubungan karena bermukim di satu wilayah. Jadi
Universitas Sumatera Utara
pembagian sub-suku Batak lebih ditentukan oleh wilayah pemukiman atau Bius daripada garis keturunan silsilah.
3.3 Falsafah dan Sistem Kemasyarakatan Budaya Batak