Pengawasan Dan Karantina Terhadap Tumbuhan Dan Hewan Pada Balai Besar Belawan

(1)

DAFTAR PUSTSKA

A. Buku

Ismail Saleh, Ketertiban dan Pengawasan, Haji Mas Agung,Jakarta,1998

Jhon Salindeho, Tata Laksana Dalam Manajemen, Sinar Grafika, Jakarta, 1998

M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1995.

Musanef, Sistem Pemerintahan di Indonesia, Gunung Agung, Jakarta,1995

M. Solly Lubis., Asas-Asas Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1992

Moeljarto Tjokrowinoto, Meletakkan Mekanisme Pengawasan Yang Efisien dan Efektif, Prisma No.6 Tahun 1989

Nizar Dahlan., Pemerintahan Daerah, Durat Bahagia, Jakarta,2006

Prayudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981

Saiful Anwar., Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Glora Madani Press, 2004

SP.Siagian,Eksekutif Yang Efektif, Gunung Agung, Jakarta, 1997

Sujanto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, 1986

Sukarno K. Dasar-Dasar Managemen¸ Miswar, Jakarta, 1992

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Bina Cipta, Bandung, 2004


(2)

Soewarno Handayanihngrat, Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional, Gunung Agung,Jakarta, 1996

WJS. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN.Balai Pustaka,. Jakarta,1982


(3)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Keputusan Bersama Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kepala Badan Karantina Pertanian, Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.48/BC/2005, Nomor 115/Kptsd/PD.540/L/05, Nomor 02/Men/2005 Tentang Tatalaksana Pelayanan dan Pengawasan Impor dan Ekspor Komoditi Wajib Periksa Karantina.

Undang-undang No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan


(4)

BAB III

TINJAUAN TENTANG PENGAWASAN TERHADAP HEWAN DAN TUMBUHAN

A. Sistem Pengawasan Terhadap Hewan dan Tumbuhan

Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Karantina hewan dan tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dari tersebarnya hama dari penyakit hewan, hama dari penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan disebutkan bahwa karantina hewan, ikan, dan tumbuhan bertujuan :

1. Mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

2. mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia

3. Mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan karantina dari wilayah negara Republik Indonesia

4. Mencegah keluarnya hama dan penyakit ikan dari organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan menghendakinya.


(5)

B. Sertifikasi Terhadap Tumbuhan dan Hewan

Proses sertifikasi Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan adalah bertujuan untuk tidak terjadi penolakan produk Indonesia di luar negeri yang tidak memenuhi standar sertifikasi di negara tujuan ekspor. Sebab tanpa kelengkapan sertifikasi produk mereka tidak akan bisa diterima.

Dasar hukum diberlakukan sertifikasi bagi setiap produk yang dinilai bisa mengganggu tanaman pangan adalah Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan menyebutkan setiap media pembawa hama dari penyakit hewan karantina, hama dari penyakit ikan karantina atau organisme penggangu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib : a. Dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan negara transit bagi hewan

bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dari bagian-bagian tumbuhan kecuali media pembawa yang tergolong benda lain.

b. Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan.

c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan menyebutkan setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib :

(1) Dilengkapi sertifikasi kesehatan dari area asal bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dari bagian-bagian tumbuhan kecuali media pembawa yang tergolong benda lain.

(2) Melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan (3) Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat

pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan menyebutkan setiap media pembawa hama dan penyakit


(6)

hewan karantina yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia wajib :

(1) Dilengkapi sertifikat kesehatan bagi hewan, bahan asal hewan, dari hasil bahan asal hewan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain.

(2) Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan.

(3) Dilaporkan dari diserahkan kepada petugas karantina ditempat-tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.

(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi media pembawa hama dari penyakit ikan dan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia apabila disyaratkan oleh negara tujuan.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Tumbuhan dan Hewan.

Tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa berbagai jenis sumberdaya alam hayati berupa anekaragam jenis hewan, ikan, dan tumbuhan yang perlu dijaga dan dilindungi kelestariannya. Dengan meningkatnya lalu lintas hewan, ikan, dan tumbuhan antar negara dan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, baik dalam rangka perdagangan, pertukaran, maupun penyebarannya semakin membuka peluang bagi kemungkinan masuk dan menyebarnya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan yang berbahaya atau menular yang dapat merusak sumberdaya alam hayati.

Untuk mencegah masuknya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan ke wilayah negara Republik Indonesia mencegah tersebarnya dari suatu area ke area lain, dan mencegah keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia, di perlukan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dalam satu sistem yang maju dan tangguh.

Perlindungan hokum terhadap tumbuhan dan hewan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan di Indonesia berlaku peraturan-peraturan antara lain :


(7)

1. Ordonansi tentang Peninjauan Kembali Ketentuan-ketentuan tentang Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan

(Herziening van de Bepalingen Omtrent het Veeartsenijkundig Staatstoezicht en de Veeartsenijkundige Politie, Staatsblad 1912 No. 432)

2. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Peraturan tentang Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Wijziging en Aanvulling van het Reglement op het Veeartsenijkundige Staatstoezicht en de Veeartsenikundige Politie in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1913 No. 598)

3. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Lebih Lanjut Peraturan mengenai Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Nadere Aanvulling en. Wijziging van het Reglement op het Veeartsenijkundige Staatstoezicht en de Veeartse nijkundige Politie in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1917 No. 9)

4. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Lebih Lanjut Peraturan mengenai Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Nedere,Aanvulling en Wijziging van het Reglement op het Veearstsenijkundige Staatstoezicht en de Veearstsenijkundige Politie in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1923 No. 289) 5. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Peraturan mengenai Campur

Tangan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Wijziging en Aanvulling van het Reglement op de Veeartsenijkundige overheidsbemoienis en de Veeartsenijkundige Politie in Nederlandsch Indie, Staatsblad 1936 No. 205)

6. Ordonansi tentang Larangan Pengeluaran Buah Pisang, Tumbuhan Pisang, Umbi Pisang dan Bagian-bagiannya dari Sulawesi dan Daerah-Daerah Kekuasaannya, Manado (Ver bod op de Uitvoer van Pisang Vruchten, Planten, Knol len of Delen daarvan uit Celebes en onderhorigheden, Manado, Staatsblad 1921 No. 532)

7. Ordonansi tentang Peraturan Guna Mencegah Pemasukan Bubuk Buah Kopi ke Pulau-Pulau Sulawesi dan Daerah-Daerah Kekuasaamya, Manado, Amboina, Bali dan Lombok Timor dan Daerah-Daerah Kekuasaannya


(8)

(Maatregelen ter Voorkoming van den Invoer van den Koffiebessenboeboek op de Eilanden, Behorende tot Celebes en Ondehorigheden, Manado, Amboina, Bali en, Lombok, Timor en Onderhorigheden, Staatsblad 1924 No. 439)

8. Ordonansi tentang Peraturan Guna Mencegah Penyebaran Hama Belalang yang Terdapat di Kepulauan Sangihe dan Talaud (Maatregelen ter Voorkoming van de Verspreiding van de op Sangihe en Talaudeilanden voorkomende Sabelsprinkhaanplaag.Staatsblad 1924 No. 571)

9. Ordonansi tentang Peraturan Guna Mencegah Penyebaran Lebih Lanjut Ulat Umbi Kentang (Maatregelen cm verdere Verspreiding van de Aardappelenknollenrups tegen te gaan, Staatsblad 1925 No. 114)

10. Ordonansi tentang Ikhtisar dan Perbaikan Peraturan-peraturan tentang Pemasukan Bahan Tumbuhan Hidup Guna Mencegah Penularan Penyakit dan Hama Tumbuhan Budidaya di Hindia Belanda (Samenvatting en Herziening van de Regelen op de Invoer van Levend Plantenmateriaal, strekkende tot het Tegengaan van de Overbrenging van Ziekten en Plagen op Cultuurgewassen in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1926 No. 427)

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan disebutkan bahwa Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan bertujuan :

1. Mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia

2. Mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia

3. Mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia

4. Mencegah keluarnya hama dan penyakit ikan dari organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan menghendakinya


(9)

Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan disebutkan bahwa ruang lingkup pengaturan tentang karantina hewan, ikan, dari tumbuhan meliputi :

1. Persyaratan karantina. 2. Tindakan karantina 3. Kawasan karantina

4. Jenis hama dari penyakit, organisme pengganggu dari media pembawa. 5. Tempat pemasukan dari pengeluaran.

E. Penegakan Hukum dan Sanksi Terhadap Pelanggaran Karantina Tumbuhan dan Hewan.

Secara konseptional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai-nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Manusia di dalam pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai pandangan-pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu, sehingga misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi dan seterusnya. Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan, misalnya perlu penyesuaian antara nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman. Sebab nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketenteraman titik tolaknya adalah kebebasan. Di dalam kehidupannya, maka manusia memerlukan keterikatan maupun kebebasan di dalam wujud yang serasi.

Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut, memerlukan penjabaran secara lebih konkrit lagi, oleh karena itu nilai-nilai lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran secara lebih konkrit terjadi di dalam bentuk-bentuk kaidah-kaidah, dalam hal ini kaidah-kaidah hukum yang mungkin berisikan suruhan,


(10)

larangan atau kebolehan. Di dalam kebanyakan kaidah hukum pidana tercantum larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.

Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang pantas atau yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian.

Hukum merupakan tumpuan harapan dan kepercayaan masyarakat untuk mengatur pergaulan hidup bersama. Hukum merupakan perwujudan atau manifestasi dari nilai-nilai kepercayaan. Oleh karena itu penegakan hukum diharapkan sebagai orang yang sepatutnya dipercaya dan menegakan wibawa hukum yang pada hakekatnya berarti menegakkan nilai-nilai kepercayaan di dalam masyarakat.

Kebijakan yang akan ditempuh akan mencakup bidang kegiatan penegakan hukum pertama-tama ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Dalam rangka ini maka akan dimantapkan penyempurnaan sistem koordinasi serta penyerasian tugas-tugas instansi aparat penegak hukum. hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas, kekuasaan dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan hukum menurut profesi ruang lingkup masing-masing serta didasarkan atas sistem kerja sama yang baik.

Menurut Wayne Lafavre sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa penegakan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.25

Penegakan hukum dalam tulisan ini dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya

Dengan demikian pada hakikatnya diskresi berada diantara hukum dan moral (etika dalam arti sempit).

Istilah penegak hukum adalah luas sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum.

25

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Bina Cipta, Bandung, 2004, hal.17


(11)

mencakup law enforcement akan tetapi juga peace maintenance. Kalangan tersebut mencakup mereka yang bertugas di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan pemasyarakatan.

Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang merupakan peranan atau

role. Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant).

Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah tugas. Suatu peranan tertentu dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut :

1. Peranan yang ideal (ideal role).

2. Peranan yang seharusnya (expected role)

3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role)

4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role).

Masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Faktor hukumnya sendiri yaitu Undang-Undang

Gangguan hukum terhadap penegakan hukum yang berasal dari Undang-Undang disebabkan karena :

a. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya Undang-Undang

b. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan Undang-Undang

c. Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam Undang-Undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya. 2. Faktor pengak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.


(12)

4. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Penegakan hukum dalam dalam pelanggaran karantina tumbuhan dan hewan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan mengatur tentang sanksi pidana yaitu :

a. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 21, dan Pasal 25, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000. (seratus lima puluh juta rupiah).

b. Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 21, dan Pasal 25, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000. (lima puluh juta rupiah).

c. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), adalah pelanggaran.


(13)

BAB IV

PENGAWASAN DAN KARANTINA TERHADAP TUMBUHAN DAN HEWAN PADA BALAI BESAR KARANTINA

TUMBUHAN DAN HEWAN BELAWAN

A. Peranan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan

Belawan Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Tumbuhan dan Hewan.

Tahun 1930 pelaksanaan kegiatan operasional karantina di pelabuhan-pelabuhan diawasi secara sentral oleh Direktur Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya, serta ditetapkan seorang pegawai Balai yang kemudian diberi pangkat sebagai Plantenziektenkundigeambtenaar (pegawai ahli penyakit tanaman).

Pada tahun 1939 Dinas karantina tumbuh-tumbuhan (Planttenquarantine Diest) menjadi salah satu dari 3 seksi dari Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman

(Instituut voor Plantenziekten).

Kemudian pada tahun 1957 dengan Keptusan Menteri Pertanian, dinas tersebut ditingkatkan statusnya menjadi Bagian. Pada tahun 1961 BPHT diganti namanya menjadi LPHT (Lembaga Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman) yang merupakan salah satu dari 28 lembaga penelitian dibawah Jawatan Penelitian Pertanian.

Tahun 1966 dalam reorganisasi dinas karantina tumbuhan tidak lagi ditampung dalam organisasi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) yang merupakan penjelmaan LPHT. Kemudian Karantina menjadi salah satu Bagian di dalam Biro Hubungan Luar Negeri Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.

Pada tahun 1969, status organisasi karantina tumbuhan diubah kembali dengan ditetapkannya Direktorat Karntina Tumbuh-tumbuhan yang secara operasional berada dibawah Menteri Pertanian dan secara administratif dibawah Sekretariat Jenderal. Dengan status Direktorat tersebut, status organisasi karantina tumbuhan meningkat dari eselon III menjadi eselon II. Pada tahun 1974,


(14)

organisasi karantina diintegrasikan dalam wadah Pusat Karantina Pertanian dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Tahun 1980 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 453 dan No. 861 tahun 1980, organisasi Pusat Karantina Pertanian (yang notabene baru diisi karatina tumbuhan ex Direktorat Karantina Tumbuhan), mempunyai rentang kendali manajemen yang luas. Pusat Karantina Pertanian pada masa itu terdiri dari 5 Balai (eselon III), 14 Stasiun (eselon IV), 38 Pos (eselon V)dan 105 Wilayah Kerja (non structural) yang tersebar diseluruh Indonesia.

Salah satunya Balai Karantina Pertanian Medan dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, Riau dan Bengkulu. Khusus di propinsi Sumut baru dioperasionalkan di 2 pelabuhan yaitu; pelabuhan laut Belawan (Stasiun Karantina Pertanian Belawan) dan Bandara Polonia (Pos Karantina Pertanian Polonia).

Pada tahun 1994 dengan keluarnya SK Mentan No.800/Kpts/OT.210/12/94 Balai Karantina Pertanian Medan dan Stasiun Karantina Pertanian Belawan dilebur menjadi satu dan berubah nama menjadi Balai Karantina Tumbuhan Belawan dengan eselon III.a

Kemudian pada tahun 2003 keluar SK.Mentan No.618 / Kpts / OT.140 / 12 / 2003 yang merubah status Balai Karantina Tumbuhan Belawan menjadi Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan dengan Eseleon II.b ada 1, Eselon III,b ada 3 dan Eselon IV, ada 7.

Dengan demikian dasar Hukum Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan dibentuk berdasarkan SK. Mentan No.618/Kpts/OT.140/ 12/2003 tanggal 22 Desember 2003. Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan sebagai unit pelaksana teknis di bidang perkarantinaan tumbuhan dan hewan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian.

Tugas pokok Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan adalah melaksanakan kegiatan operasional perkarantinaan tumbuhan di Pelabuhan Belawan dan tempat-tempat pemasukan/pengeluaran lainnya wilayah kerjanya


(15)

dan pemberian dukungan teknis kepada Balai dan Stasiun Karantina Tumbuhan di wilayah Sumatera

Sedangkan fungsi Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan adalah :

1. Pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan dan hewan (pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan) terhadap tumbuhan, hasil tumbuhan dan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan lainnya di wilayah kerjanya

2. Pemantauan daerah sebar organisme pengganggu (hama, pnyakit dan gulma) tumbuhan dan hewan

3. Membuatan koleksi organisme pengganggu tumbuhan dan hewan

4. Pengelolaan data, informasi dan dokumentasi kegiatan operasional perkarantinaan tumbuhan dan hewan

5. Pemberian pelayanan teknis kegiatan perkarantinaan tumbuhan dan hewan 6. Pelaksanaan pengawasan dan penindakan pelanggaran peraturan-perundangan

perkarantinaan tumbuhan di wilayah kerjanya dan koordinasi penyelenggaraan fungsi PPNS pada Balai dan Stasiun Karantina Tumbuhan

7. Pemberian dukungan teknis pelaksanaan kegiatan operasional kepada Balai dan Stasiun Karantina Tumbuhan dan hewan

8. Pemberian dukungan teknis pelaksanaan kegiatan administratif kepada Balai dan Stasiun Karantina Tumbuhan dan hewan

9. Pelaksanaan urusan tata-usaha dan rumah tangga Balai Besar Karantina Tumbuhan dan hewan.

Adapun persyaratan karantina dan hewan diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan yang menyebutkan Setiap media pembawa hama dari penyakit hewan karantina, hama dari penyakit ikan karantina atau organisme penggangu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib :

1. Dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan negara transit bagi hewan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dari bagian-bagian tumbuhan kecuali media pembawa yang tergolong benda lain


(16)

3. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina.

Selanjutnya Pasal 6 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan yang menyebutkan Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib :

1. Dilengkapi sertifikasi kesehatan dari area asal bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dari bagian-bagian tumbuhan kecuali media pembawa yang tergolong benda lain

2. Melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan 3. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat

pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan yang menyebutkan :

1. Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia wajib :

a. Dilengkapi sertifikat kesehatan bagi hewan, bahan asal hewan, dari hasil bahan asal hewan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain. b. Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan.

c. Dilaporkan dari diserahkan kepada petugas karantina ditempat-tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina

2. Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi media pembawa hama dari penyakit ikan dan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia apabila disyaratkan oleh negara tujuan.

Pengawasan terhadap hewan dan tumbuhan di Balai Besar Karantina Tumbuhan Dan Hewan Belawan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (Hama dan Penyakit Tumbuhan) dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri atau keluar nya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.


(17)

Tujuan pengawasan terhadap hewan dan tumbuhan di balai besar karantina tumbuhan dan hewan Belawan adalah :

1. Mencegah masuknya organisme pengganggu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia

2. Mencegah tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan karantina dari satu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia

3. Mencegah keluarnya organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan menghendakinya.26

Untuk lebih jelasnya, maka akan penulis kemukakan tentang mekanisme pengawasan terhadap karantina :

1. Prosedur Pengawasan Karantina Tumbuhan

Setiap Pemilik yang memanfaatkan jasa atau sarana pemerintah dalam melaksanakan tindakan Karantina Tumbuhan, dikenakan pungutan jasa Karantina Tumbuhan sesuai ketentuan Pasal 72 PP. No. 14 Tahun 2002 . Pungutan Jasa Karantina Tumbuhan terdiri dari biaya penggunaan sarana pada instalasi karantina milik Pemerintah dan biaya jasa pelaksanaan tindakan Karantina Tumbuhan oleh Petugas Karantina Tumbuhan.

Besaran Jasa Karantina tumbuhan yang dikenakan kepada pemilik diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Pertanian.

a. Persy arat an Karant ina I m por :

Setiap Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (MP-OPTK) yang dimasukkan ke dalam wilayah negara RI wajib :

(1) Dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary Certificate)

dari Negara asal dan Negara Transit, dilengkapi dengan Surat Ijin dari Menteri Pertanian/Menteri Kehutanan (Khusus untuk pemasukan benih tumbuhan dan tanaman hidup)

26

Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010


(18)

(2) Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas Karantina Tumbuhan di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina tumbuhan (3) Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan


(19)

b. Persy arat an Karant ina Ek spor

Setiap Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (MP-OPTK) yang akan dikeluarkan dari dalam wilayah negara RI, apabila dipersyaratkan oleh negara tujuan wajib :

(1) Dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary Certificate) dari tempat pengeluaran.

(2) Dilengkapi ijin pengeluaran dari Menteri Pertanian dan atau Sertifikat CITES untuk MP-OPTK tertentu.

(3) Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas Karantina Tumbuhan di tempat-tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan Karantina

(4) Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan. c. Persy arat an Karant ina Dom est ik Masuk

Setiap MP-OPTK yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara RI, wajib :

(1) dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari areal asal bagi tumbuhan dan bagian-bagiannya

(2) Melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan (3) Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas Karantina Tumbuhan di

tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk tindak Karantina Tumbuhan

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran dan keabsyahan isi dokumen serta untuk mendeteksi organisme pengganggu tumbuhan karantina. Pemeriksaan dapat dilakukan secara visual ataupun laboratories

Pengasingan dan Pengamatan bertujuan untuk mendeteksi lebih lanjut organisme pengganggu tumbuhan karantina tertentu yang karena sifatnya memerlukan waktu lama, sarana dan kondisi khusus

Perlakuan merupakan tindakan membebaskan media pembawa, orang, alat angkut, perlatan dan pembungkus dari infestasi organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dilakukan dengan cara fisik atau kimiawi. Perlakuan diberikan apa bila setelah dilakukan pemeriksaan atau selama pengamatan dalam pengasingan


(20)

ternyata media pembawa tersebut tidak bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina

Penahanan dilakukan apabila setelah dilakukan pemeriksaan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina ternyata persyaratan karantina untuk pemasukannya ke dalam wilayah negara Republik Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia belum seluruhnya dipenuhi.

Terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukan ke dalam atau dimasukan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dilakukan penolakan apabila ternyata setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut tidak bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina tertentu tapkan pemerintah, atau busuk, atau rusak, atau merupakan jenis-jenis yang dilarang pemasukannya.

Selain itu, penolakan juga dapat dilakukan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina (MP-OPTK) yang akan diekspor apabila dari hasil pemeriksaan yang dilakukan ternyata bahwa MP-OPTK tersebut tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan di Negara tujuan atau tertular OPTK. Pemusnahan dilakukan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukan ke dalam atau dimasukan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia apabila.

Untuk komoditas impor, terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia dilakukan pembebasan dengan penerbitan Sertifikat Pelepasan apabila:

1. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina

2. Setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan ternyata bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina. setelah dilakukan perlakuan ternyata dapat dibebaskan dari organisme pengganggu tumbuhan karantina 3. Setelah dilakukan penahanan ternyata seluruh persyaratan yang diwajibkan


(21)

Untuk komoditas ekspor, terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina yang akan dikeluarkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia ATAU dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan mempersyaratkan dilakukan pembebasan dengan penerbitan Sertifikat Kesehatan apabila:

1. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina.

2. Setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan ternyata bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina

3. Memenuhi persyaratan negara tujuan.

Adapun prosedur tindakan karantina tumbuhan impor yaitu pemilik komoditas (media pembawa) atau kuasanya meyampaikan laporan pemasukan komoditas (tumbuhan, hasil tumbuhan atau media pembawa lainnya) dengan mengisi formulir KT-11 kepada petugas karantina tumbuhan melalui counter yang tersedia dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :

1. Phytosanitary Certificate, dalam lembar asli, dari instansi Karantina Tumbuhan Negara Asal dan Negara Transit;

2. Surat Izin Pemasukan dari Menteri Pertanian dalam lembar asli (khusus untuk pemasukan benih dan tanaman hidup).

Untuk keperluan silang data Petugas Karantina Tumbuhan membutuhkan

Bill of Lading (B/L), Invoice, Packing list, Cargo Manifest, Delivery Order (DO),

Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan/atau dokumen lain yang diperlukan seperti Surat Keterangan Bahan Baku Pakan Impor dari Menperindag, Surat Pendaftaran Barang dari Menperindag, dan/atau Persetujuan Pendaftaran Produk Pangan dari Badan POM Republik Indonesia

Untuk komoditas yang berupa bibit tanaman, laporan pemasukan disampaikan selambat-lambatnya 5 hari kerja sebelum media pembawa tiba di tempat pemasukan, sedangkan untuk media pembawa lainnya pelaporan dapat disampaikan saat tibanya media pembawa.

Khusus untuk buah-buahan dan sayuran buah segar, importir wajib memberitahuan rencana pemasukan buah-buahan dansayuran buah segar ke wilayah negara RI kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq Kepala Balai


(22)

Besar Karantina Tumbuhan Belawan sebelum buah dan sayuran buah segar tersebut dimuat ke atas alat angkut di negara asal.

Petugas counter membukukan laporan pemasukan ke dalam buku agenda serta dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkapan, kebenaran dan keabsyahan dokumen persyaratan oleh Petugas Karantina Tumbuhan. Jika dokumen yang dipersyaratkan tidak lengkap maka terhadap komoditas tersebut dilakukan penahan dan kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Penahanan (KT-24).

Selama komoditas berada dalam penahanan, pemilik komoditas atau kuasanya harus melengkapi semua dokumen yang dipersyaratkan. Apabila dokumen persyaratan tersebut tidak dapat dilengkapi dalam waktu 14 hari, maka terhadap media pembawa tersebut akan dilakukan penolakan dan kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Penolakan (KT-26).

Apabila setelah 14 hari sejak diterimanya Surat Penolakan komoditas tersebut tidak dikirim kembali ke luar negeri (direekspor), maka terhadap komoditas tersebut dilakukan pemusnahan dan kepada pemilik atau kuasanya akan diberikan Surat Perintah Pemusnahan (KT-28).

Apabila semua dokumen persyaratan dapat dilengkapi, maka terhadap komoditas tersebut dilakukan peme riksaan fisik / kesehatan. Untuk itu, kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan Fisik / Kesehatan / Pengasingan dan Pengamatan (KT-16). Atau di berikan Surat Persetujuan Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan di Luar.

Tempat Pemasukan/Pengeluaran (KT-19), jika pemeriksaan dilakukan di luar pabean atau diberikan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Tindakan Tumbuhan Terhadap Media Pembawa di atas Alat Angkut (KT-34) apabila pemeriksaan dilakukan diatas alat angkut.

Sedangkan Prosedur Tindakan Karantina Tumbuhan Domestik Keluar maka pemilik komoditas (media pembawa) atau kuasanya meyampaikan laporan pemasukan komoditas (tumbuhan, hasil tumbuhan atau media pembawa lainnya) dengan mengisi formulir KT-11 kepada petugas karantina tumbuhan melalui counter yang tersedia dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :


(23)

1. Surat Izin Pengeluaran dari Menteri Pertanian / Kehutanan dalam lembar asli (khusus untuk pengeluaran bibit tanaman tembakau, agave, abaca, kopi, kelapa sawit, kakao, tebu, karet, teh, kina, rauwolfia, cover crops, cengkeh, pala, lada, kelapa, raflesia, anggrek alam, beberapa spesies tanaman hutan). 2. Sertifikat CITES dalam lembar copy yang dilegalisir oleh Departemen

Kehutanan untuk jenis tumbuhan yang dilindungi.

3. Untuk keperluan silang data Petugas Karantina Tumbuhan juga membutuhkan dokumen lainnya seperti surat PEB (pemberitahuan ekspor barang), SI (hipping Intruction, dan / atau Bill of Lading. Laporan pengeluaran komoditas disampaikan paling lambat 1(satu ) hari sebelum komoditas tersebut dimuat ke dalam peti kemas (container ) atau, dalam hal muatan curah (break bulk), dikapalkan. Meskipun demikian, disarankan agar laporan pengeluaran tersebut disampaikan beberapa hari lebih lama lagi sebelum komoditas dimuat ke dalam peti kemas atau dikapalkan untuk mencegah terjadinya penundaan / pembatalan pemberangkatan apabila diperlukan tindakan perlakuan terhadap komoditas yang akan diekspor (tindakan fumigasi memerlukan waktu 2 x 24 jam)

4. Petugas counter membukukan laporan pengeluaran ke dalam buku agenda serta dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkap an, kebenaran dan keabsyahan dokumen persyaratan oleh Petugas Karantina Tumbuhan. Jika dokumen yang dipersyarat kan tidak lengkap maka pemilik komoditas atau kuasanya harus melengkapinya terlebih dahulu dan kepadanya akan diberikan Surat Pemberitahuan Untuk Melengkapi Dokumen Persyaratan Karantina Tumbuhan (KT-15).

5. Laporan pengeluaran media pembawa tersebut akan diproses lebih lanjut setelah dokumen persyaratan dilengkapi. Apabila dokumen persyaratan tidak dapat dilengkapi dalam waktu 14 hari, maka terhadap media pembawa tersebut akan dilakukan penolakan untuk diekspor dan kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Penolakan (KT-26). Apabila semua dokumen persyaratan telah dilengkapi, maka terhadap komoditas yang akan diekspor dilakukan pemeriksaan fisik / kesehatan. Untuk itu, kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Pemberitahuan


(24)

Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan Fisik / Kesehatan / Pengasingan dan Pengamatan ( KT-16).

6. Petugas Karantina Tumbuhan yang ditunjuk dengan di dampingi pemilik komoditas atau kuasanya, akan melakukan pemeriksaan terhadap komoditas yang akan diekspor. Untuk keperluan pemeriksaan tersebut, kepada Petugas Karantina Tumbuhan harus diberi kesempatan untuk melihat secara langsung seluruh partai komoditas yang akan diekspor Serta mengambil sampel (contoh) komoditas. Pemeriksaan atas dasar contoh semata - mata, di mana Petugas Karantina Tumbuhan tidak di beri kesempatan untuk melihat secara langsung se luruh partai komoditas yang akan diekspor, tidak diperbolehkan. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan di tempat (pelabuhan) pengeluaran atau di luar tempat pengeluaran (di gudang/depo/lokasi yang ditunjuk sesuai dengan permohonan pemilik komoditas atau kuasanya).

7. Dalam hal pemeriksaan dan/ atau tindakan karan tina lainnya dilakukan di luar tempat pemasukan, tempat tersebut harus dinilai terlebih dahulu kelayakannya oleh Petugas Karantina Tumbuhan sebelum dipergunakan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan. Semua fasilitas yang diperlukan untuk keperluan pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan di luar tempat pengeluaran, termasuk transportasi, akomodasi dan konsumsi bagi Petugas Karantina Tumbuhan, mejadi tanggungjawab pemilik komoditas atau kuasanya.

Selanjutnya prosedur tindakan karantina tumbuhan domestik masuk maka pemilik komoditas (media pembawa) atau kuasanya menyampaikan laporan pemasukan kmoditas (tumbuhan, hasil tumbuhan atau media pembawa lainnya) dengan mengisi formulir KT-11 kepada petugas counter yang tersedia dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :

1. Sertifikat Kesehatan Tumbuhan Antar Area (KT-5) asli dari daerah asal. 2. Delivery Order (DO)

Untuk komoditas yang berupa bibit tanaman, laporan pemasukan disampaikan selambat-lambatnya 5 hari kerja sebelum media pembawa tiba ditempat pemasukan, sedangkan untuk media pembawa lainnya pelaporan dapat disampaikan saat tibanya media pembawa.


(25)

Petugas counter membukukan laporan pemasukan ke dalam buku agenda serta dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkapan, kebenaran dan keabsyahan dokumen persyaratan oleh petugas karantina tumbuhan.

Apabila komoditas dilengkapi dengan Sertifikat Keshatan Tumbuhan Antar Area dari daerah asal, maka terhadap komoditas tersebut akan dibebaskan. Jika komoditas tidak dilengkapi dengan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan Antar Area dari daerah asal, maka terhadap komoditas tersebut akan dilakukan pemeriksaan fisik/kesehatan dilapangan dan kepada pemiliknya akan diberikan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan Fisik/Kesehatan/ Pengasingan dan Pengamatan (KT-16).

Petugas karantina tmbuhan yang ditunjuk dengan didampngi oleh pemilik komoditas atau kuasanya, akan melakukan pemeriksaan terhadap komoditas. Untuk keperluan pemeriksaan tersebut, kepada petugas karantina tumbuhan harus diberi kesempatan untuk melihat secara langsung seluruh partai komoditas serta mengambil sample (contoh) komoditas. Pemeriksaan atas dasar contoh semata-mata, dimana petugas karantina tumbuhan tidak diberi kesempatan untuk melihat secara langsung seluruh partai komoditas tidak diperbolehkan.

Apabila dalam pemeriksaan dilapangan diketemukan OPT/OPTK maka terhadap komoditas tersebut akan diberi perlakuan dan kpada pemiliknya akan diberikan Surat Pemberitahuan Tindakan Perlakuan (KT-22).

Jika dalam pemeriksaan komoditas tidak diketemukan OPT/OPTK atau dalam perlakuan komoditas dapat dibebaskan dari OPT/OPTK, maka terhadap komoditas tersebut dilakukan pembebasan dan kepada pemilik/kuasanya akan diberikan Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Antar Area (KT-2).

Bendaharawan Penerima memungut biaya jasa karantina tumbuhan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan menyerahkan lembar asli Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Antar Area (KT-2) kepada pemilik komoditas atau kuasanya.

Adapun prosedur tindakan karantina tumbuhan domestik keluar, Pemilik komoditas (media pembawa) atau kuasanya menyampaikan laporan pengeluaran kmoditas (tumbuhan, hasil tumbuhan atau media pembawa lainnya) dengan


(26)

mengisi formulir KT-11 kepada petugas counter yang tersedia dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :

1. Delivery Order (DO) 2. Surat keterangan lainnya

Untuk komditas yang berupa bibit tanaman, laporan pengeluaran disampaikan selambat-lambatnya 1 hari kerja sebelum media pembawa dikapalkan, sedangkan untuk media pembawa lainnya pelaporan dapat disampaikan saat tibanya media pembawa.

Petugas counter membukukan laporan pengeluaran ke dalam buku agenda serta dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkapan, kebenaran dan keabsyahan dokumen persyaratan oleh petugas karantina tumbuhan.

Jika komoditas tidak dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratan maka terhadap pemilik komoditas atau kuasanya harus melengkapinya terlebih dahulu dan kepadanya akan diberikan Surat Pemberitahuan Untuk Melengkapi Dokumen Persyaratan Karantina Tumbuhan (KT-15).

Apabila dalam waktu 14 hari pemilik komoditas tidak dapat melengkapi dokumen yang dipersyaratan, maka terhadap komoditas tersebut akan dilakukan penolakan untuk dikeluarkan ke area tujuan dan kepada pemilik komoditas atau kuasanya akan diberikan Surat Penolakan (KT-26).

Jika dokumen yang dipersyatkan dapat dilengkapi, maka terhadap komoditas tersebut akan dilakukan pemeriksaan fisik/kesehatan dilapangan dan kepada pemiliknya akan diberikan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan Fisik/Kesehatan/Pengasingan dan Pengamatan (KT-16).

Petugas karantina tumbuhan yang ditunjuk dengan didampingi oleh pemilik komoditas atau kuasanya, akan melakukan pemeriksaan terhadap komoditas. Untuk keperluan pemeriksaan tersebut, kepada petugas karantina tumbuhan harus diberi kesempatan untuk melihat secara langsung seluruh partai komoditas serta mengambil sample (contoh) komoditas. Pemeriksaan atas dasar contoh semata-mata, dimana petugas karantina tumbuhan tidak diberi kesempatan untuk melihat secara langsung seluruh partai komoditas tidak diperbolehkan.


(27)

Apabila dalam pemeriksaan dilapangan diketemukan OPT/OPTK maka terhadap komoditas tersebut akan diberi perlakuan dan kepada pemiliknya akan diberikan Surat Pemberitahuan Tindakan Perlakuan (KT-22).

Jika dalam pelaksanaan perlakuan, komoditas tidak dapat dibebaskan dari OPT/OPTK maka terhadap komoditas tersebut akan dilakukan penolakan kepada pemilik komoditas akan diberikan Surat Penolakan (KT-26).

Jika dalam pemeriksaan komoditas tidak diketemukan OPT/OPTK atau dalam perlakuan komoditas dapat dibebaskan dari OPT/OPTK, maka terhadap komoditas tersebut dilakukan pembebasan dan kepada pemilik/kuasanya akan diberikan Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Antar Area (KT-2).

2. Prosedur Pengawasan Karantina Hewan

Persyaratan umum karantina hewan adalah sebagai berikut :

a. Dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan/Sanitasi oleh pejabat yang berwenang dari negara asal/daerah asal.

b. Melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan. c. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina hewan di tempat

pemasukan atau tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina. Adapun persyaratan teknis impor dan ekspor hewan dan produk hewan, selain persyaratan karantina yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82/2000 sebagaimana tersebut diatas, diperlukan kewajiban tambahan berupa persyaratan teknis impor/ekspor hewan dan produk hewan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, sebagai berikut :

a. Negara yang belum melakukan kerjasama bilateral perdagangan :

(1) Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular atau berbahaya tertentu yang tidak terdapat di negara pengimpor

(2) Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.

(3) Perlakuan tindakan karantina di negara pengimpor bertujuan untuk memastikan bahwa ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan tersebut benar telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.


(28)

(4) Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas.

(5) Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara epidimilogy terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor secara tidak langsung melalui data-data yang ada dan tersedia.

(6) Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa melakukan transit di negara lain.

(7) Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya.

b. Negara yang telah melakukan kerjasama bilateral perdagangan :

(1) Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular dan berbahaya tertentu yang dipersyaratkan negara pengimpor

(2) Melakukan perjanjian kerjasama perdagangan dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor tersebut di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.

(3) Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan/ Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.

(4) Perlakuan tindakan karantina di negara pengekspor dengan tujuan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan dalam


(29)

perjanjian bilateral tersebut telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.

(5) Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor (approval and accreditation). (6) Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau

Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama dan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas.

(7) Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa transit di negara lain, kecuali telah disetujui oleh ke dua negara dalam perjanjian bilateral atau trilateral dengan ketentuan negara transit minimal mempunyai situasi dan kondisi penyakit hewan yang sama dengan negara pengimpor.

(8) Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya.

(9) Tindakan karantina diutamakan terhadap hewan yang tidak atau belum sempat dilaksanakan di negara pengekspor sesuai dengan persyaratan teknis yang telah disepakati

B. Hambatan-Hambatan Pengawasan Karantina Tumbuhan dan Hewan Dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan kiranya (menurut hasil penelitian penulis) masih terdapat berbagai macam hambatan yang ditemui oleh Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan yang dapat daiuraikan sebagai berikut :

1. Personil

Tenaga personil belum mampu untuk mengungkapkan temuana-temuan yang menonjol akibat kurangnya penguasaan mengenai materi, terutama di bidang


(30)

teknis (pemeriksaan) mengingat tenaga personil yang mempunyai bidang keahlian pada satu hal sangat kurang, misalnya tenaga yang memahami masalah tumbuhan dan hewan dan sebagainya.

Dari tenaga personil yang ada dirasakan sangat kurang sekali, mengingat banyaknya jumlah jenis tumbuhan dan hewan yang akan diawasi dan diproses. Jika dibandingkan dengan keadaan dan situasi serta luas wilayah kerja/bidang pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan, maka idealnya aparat pengawasan yang harus ada di daerah Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan dapat disesuaikan.

2. Sarana Pendukung Operaisonal

Dalam menjalankan tugasnya para pemeriksa pada Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan pada umumnya peralatanyang dipergunakan kurang didukung oleh teknologi yang canggih sehingga mengakibatkan pemeriksaan terhadap tumbuhan dan hewan yang membahayakan bagi kesehatan kurang dapat diperiksa dengan hasil yang maksimal.

3. Tindak Lanjut

Hambatan yang dirasakan lainnya adalah saeringnya tindak lanjut hasil pemeriksaan kurang ditanggapi/tidak ditanggapi oleh pihak yang menjadi obyek yang diperiksa, sehingga aparat pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan seolah-olah dianggap bekerja hanya untuk main-main dan menjadikan objek yang diperiksa meremehkan aparat pengawasan.

4. Mentalitas Aparat Yang Diperiksa

Adanya objek yang diperiksa (khususnya tumbuhan dan hewan) dimana pemilik tumbuhan dan hewan atau suatu badan usaha belum menyadari betapa pentingnya arti pengawasan sehingga mereka merasa antipati apabila pihak Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan melakukan pemeriksaan dan mengakibatkan ditemuinya kesulitan-kesulitan yang seharusnya tidak terjadi dalam proses pemeriksaan.

5. Pengusaha Abaikan Sertifikasi Karantina

Pelaku usaha di Sumatera Utara dinilai masih mengabaikan proses sertifikasi Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan, Medan. Penilaian itu didasarkan pada banyaknya kasus penolakan produk Indonesia melalui Pelabuhan


(31)

Belawan di luar negeri yang tidak memenuhi standar sertifikasi di negara tujuan ekspor.

Pelaku usaha tidak serius melengkapi sertifikasi yang diminta negara tujuan. Tanpa kelengkapan itu produk mereka tidak akan bisa diterima. Pengusaha ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan sertifikasi.27 Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan menyesalkan keengganan pengusaha melakukan melaporkan produknya kepada balai karantina. Tindakan pengusaha itu, kata dia, berdampaknya pada kelangsungan ekspor produk serupa di negara tertentu. “Padahal tujuan pemerintah memberlakukan sertifikasi pada setiap produk ekspor untuk melindungi kepentingan usaha. Jika tidak dilakukan, selain terjadi penolakan barang, kredibilitas balai karantina akan turun di mata dunia internasioal.28

Pada bulan yang sama, produk kayu karet 19.112 kg ditolak untuk negara tujuan China. Pada Oktober, 72.000 kg lidi sawit ditolak otoritas pelabuhan Pakistan, dan pada bulan yang sama Jepang menolak produk 7.775 batang bunga sansieviera. “Semua kasus penolakan produk itu karena tidak lengkap syarat sertifikasi yang diminta negara tujuan.

Dari catatan Kantor Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan sepanjang tahun 2009 terdapat enam kasus penolakan produk Indonesia. Kasus penolakan produk itu terjadi untuk pelapis lantai dari kayu pada Januari 2009 sebanyak enam kontainer dengan negara tujuan Guatemala. Pada Februari, produk biji cokelat sebanyak 58.000 kilogram (kg) dengan tujuan Singapura.

29

Kasus penolakan produk Indonesia di luar negeri bisa dipastikan lebih dari enam kasus selama 2007. Enam kasus yang ada dalam data BBKT adalah kasus yang sempat tersimpan dalam dokumen tertulis saja. Banyak pengusaha yang baru minta sertifikasi setelah barang berada di tempat tujuan.30

27

Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010

28

Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010

29

Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010

30

Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010


(32)

Para pengusaha, berupaya melobi pejabat balai karantina agar diterbitkan surat sertifikasi tanpa ada pemeriksaan langsung. Permintaan itu, kata dia, kerap dilakukan dengan cara menyuap atau memberi sesuatu agar urusan lancar. Hafni mengatakan BBKT tidak bisa memenuhi karena barang sudah ada di negara tujuan. “Kasus seperti ini banyak terjadi. Mereka diam-diam membawa barang ke luar negeri tanpa melapor terlebih dahulu.31

C. Upaya-Upaya Dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan Dalam Pengawasan Karantina Tumbuhan dan Hewan.

Dasar hukum diberlakukan sertifikasi bagi setiap produk yang dinilai bisa mengganggu tanaman pangan adalah Undang-Undang nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan. Para pengusaha yang mengabaikan ketentuan itu, bisa dikenai sanksi pidana selama-lamanya tiga tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp 100 juta sampai Rp 150 juta. Sanksi itu diberlakukan jika ada upaya sengaja dari pelaku .

Untuk mengatasi hambatan-hambatan di atas ada beberapa langkah yang telah diambil oleh Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan yang diuraikan sebagai berikut :

1. Mengadakan kursus-kursus yang menyangkut bidang pengawasan dan pemeriksaan serta keilmuan yang menyangkut teknik dan manageamen audit yang dilakukan oleh Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan. 2. Mengadakan penataran-penataran di lingkungan Balai Besar Karantina

Tumbuhan dan Hewan Belawan sendiri

3. Mengikutsertakan beberapa aparat pemeriksa untuk mengikuti pendidikan dan latihan di bidang penjajakan karier.

4. Melakukan penambahan anggaran Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan.

5. Pemeriksaan dilakukan lebih teliti dan akurat untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran dan keabsahan isi dokumen serta untuk mendeteksi organisme pengganggu tumbuhan karantina.

31

Hasil Wawancara Dengan Hafni Zahara Kabag Pengawasan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan Tanggal 17 Desember 2010


(33)

6. Memberikan sanksi yang tegas kepada Pelaku usaha yang tidak serius melengkapi sertifikasi yang diminta negara tujuan yang disebabkan pengusaha ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan sertifikasi.

7. Menolak dengan tegas terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukan ke dalam atau dimasukan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia apabila ternyata setelah dilakukan pemeriksaan tidak bebas dari organisme pengganggu tumbuhan dan hewan karantina atau merupakan jenis-jenis yang dilarang pemasukannya.

Demikian beberapa hambatan dan upaya-upaya yang telah dan akan dilakukan oleh Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan dalam melaksanakan tugasnya sebagai aparat pengawasan karantina tumbuhan dan hewan.


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

A. Kesimpulan

1. Sistem dan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan terhadap tumbuhan dan hewan yang masuk dan atau keluar melalui pelabuhan Belawan adalah sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (Hama dan Penyakit Tumbuhan) dan hewan dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri atau keluar nya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

2. Hambatan yang dihadapi Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan dalam pelaksanaan pengawasan dan karantina terhadap tumbuhan dan hewan yang masuk dan atau keluar melalui pelabuhan Belawan kota Medan disebabkan pelaku usaha masih mengabaikan proses sertifikasi Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan. Pelaku usaha tidak serius melengkapi sertifikasi yang diminta negara tujuan. Tanpa kelengkapan itu produk mereka tidak akan bisa diterima. Pengusaha ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan sertifikasi

B. Saran

1. Agar proses pelaksanaan pengawasan pelaksanaan pengawasan dan karantina terhadap tumbuhan dan hewan yang masuk dan atau keluar melalui pelabuhan Belawan hendaknya tersedia aparat dan sarana serta prasarana yang mendukung lancarnya proses pengawasan dimaksud.

2. Agar hasil dari proses pengawasan dimaksud dapat direalisasikan hendaknya perlu dipikirkan tindak lanjut dari proses pengawasan dan juga agar tekanan – tekanan yang ditujukan kepada pihak yang diberi wewenang memeriksa dikurangi, sehingga pada akhiarnya paroses pengawasan dimaksud lambat laun dapat diperlonggar seiring dengan makin terciptanya aparatura negara yang bersih dan berwibawa.


(35)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN

A. Pengertian dan Tujuan Pengawasan

Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila fungsi pengawasan ini tidak dilakukan dengan baik. Demikian pula halnya dengan fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan manajemen akan berhasil baik apabila fungsi pengawasan telah di lakukan dengan baik. Dalam kehidupan sehari-hari baik kalangan masyarakat maupun di lingkungan perusahaan swasta maupun pemerintahan makna pengawasan ini agaknya tidak terlalu sulit untuk di pahami. Akan tetapi untuk memberi batasan tentang pengawasan ini masih sulit untuk di berikan.

Bagi para ahli manajemen, tidak mudah untuk memberikan defenisi tentang pengawasan, karena masing-masing memberikan defenisi tersendiri sesuai dengan bidang yang di pelajari oleh ahli tersebut. Berikut ini Penulis akan mengambil beberapa pendapat dari beberapa serjana.

Dalam kamus bahasa Indonesia istilah “Pengawasan berasal dari kata awas yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat sesuatu dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali memberi laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari apa yang di awasi”.7

7

Sujanto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, 1986, hal 2. Menurut seminar ICW pertanggal 30 Agustus 1970 mendefenisikan bahwa “ Pengawasan sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah suatu pelaksaan pekerjaan / kegiatan itu dilaksanakan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah di tetapkan”.

Jika memperhatikan lebih jauh, yang menjadi pokok permasalahan dari pengawasan yang dimaksud adalah, suatu rencana yang telah di gariskan terlebih dahulu apakah sudah di laksanakan sesuai dengan rencana semula dan apakah tujuannya telah tercapai.


(36)

Sebagai bahan perbandingan diambil beberapa pendapat para sarjana di bawah ini antara lain:

Menurut Prayudi: “Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan”.8

Menurut Saiful Anwar, pengawasan atau kontrol terhadap tindakan aparatur pemerintah diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan dapat mencapai tujuan dan terhindar dari penyimpangan-penyimpangan.

9

Menurut M. Manullang mengatakan bahwa : “Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”10

Dilain pihak menurut Sarwoto yang dikutip oleh Sujamto memberikan batasan :”Pengawasan adalah kegiatan manager yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki”11

Pengukuran dan pembetulan terhadap kegiatan para bawahan untuk menjamin bahwa apa yang terlaksana itu cocok dengan rencana. Jadi pngawasan itu mengukur pelaksanaan dibandingkan dengan cita-cita dan rencana, memperlihatkan dimana ada penyimpangan yang negatif dan dengan menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan, membantu menjamin tercapainya rencana-rencana.

Menurut Harold Koonz,dkk, yang dikutip oleh John Salinderho mengatakan bahwa pengawasan adalah :

12

8

Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal 80 9

Saiful Anwar., Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Glora Madani Press, 2004, hal.127

10

M.Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995, hal.18. 11

Sujanto, Op.Cit, hal.13. 12

Jhon Salindeho, Tata Laksana Dalam Manajemen, Sinar Grafika, Jakarta, 1998, hal..39.

Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa:


(37)

1. Pengawasan adalah merupakan proses kegiatan yang terus-menerus di laksanakan untuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, kemudian di adakan penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaannya sesuai dengan semestinya atau tidak.

2. Selain itu Pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyata telah di capai dengan hasil-hasil yang seharusnya di capai. Dengan kata lain, hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan serta mengevaluasi sebab-sebabnya.

Akan tetapi kalau di terjemahkan begitu saja istilah controlling dari bahasa Inggris, maka pengertiannya lebih luas dari pengawasan yaitu dapat diartikan sebagai pengendalian, padahal kedua istilah ini berbeda karena dalam pengendalian terdapat unsur korektif.

Istilah pengendalian berasal dari kata kendali yang berarti mengekang atau ada yang mengendalikan. Jadi berbeda dengan istilah pengawasan, produk langsung kegiatan pengawasan adalah untuk mengetahui sedangkan kegiatan pengendalian adalah langsung memberikan arah kepada objek yang di kendalikan.

Dalam pengendalian kewenangan untuk mengadakan tindakan korektif itu sudah terkandung di dalamnya, sedangkan dalam pengertian pengawasan tindakan korektif itu merupakan proses lanjutan. Pengendalian adalah pengawasan ditambah tindakan korektif. Sedangkan pengawasan adalah pengendalian tanpa tindakan korektif. Namun sekarang ini pengawasan telah mencakup kegiatan pengendalian, pemeriksaan, dan penilaian terhadap kegiatan.

Menurut Prayudi, dalam mencapai pelaksanaan pengawasan terhadap beberapa asas antara lain :

1. Asas tercapainya tujuan, ditujukan ke arah tercapainya tujuan yaitu dengan mengadakan perbaikan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan atau deviasi perencanaan.

2. Asas efisiensi, yaitu sedapat mungkin menghindari deviasi dari perencanaan sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain diluar dugaan.

3. Asas tanggung jawab, asas ini dapat dilaksanakan apabila pelaksana bertanggung jawab penuh terhadap pelaksana perencanaan.


(38)

4. Asas pengawasan terhadap masa depan, maksud dari asas ini adalah pencegahan penyimpangan perencanaan yang akan terjadi baik di waktu sekarang maupun di masa yang akan datang.

5. Asas langsung, adalah mengusahakan agar pelaksana juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.

6. Asas refleksi perencanaan, bahwa harus mencerminkan karakter dan susunan perencanaan.

7. Asas penyesuaian dengan organisasi, bahwa pengawasan dilakukan sesuai dengan struktur organisasi dan kewenangan masing-masing.

8. Asas individual, bahwa pengawasan harus sesuai kebutuhan dan ditujukan sesuai dengan tingkat dan tugas pelaksana.

9. Asas standar, bahwa pengawasan yang efektif dan efisien memerlukan standar yang tepat, yang akan digunakan sebagai tolak ukur pelaksanaan dan tujuan. 10. Asas pengawasan terhadap strategis, bahwa pengawasan yang efektif dan

efisien memerlukan adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis.

11. Asas kekecualiaan, bahwa efisiensi dalam pengawasan membutuhkan perhatian yang di tujukan terhadap faktor kekecualian yang dapat terjadi dalam keadaan tertentu, ketika situasi berubah atau tidak sama.

12. Asas pengendalian fleksibel bahwa pengawasan harus untuk menghindarkan kegagalan pelaksanaan perencanaan.

13. Asas peninjauan kembali, bahwa pengawasan harus selalu ditinjau, agar sistim yang digunakan berguna untuk mencapai tujuan.

14. Asas tindakan, bahwa pengawasan dapat dilakukan apabila ada ukuran – ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan rencana, organisasi dan pelaksanaan.13

Oleh karena pengawasan tersebut mempunyai sifat menyeluruh dan luas, maka dalam pelaksanaanya diperlukan prinsip-prinsip pengawasan yang dapat dipatuhi dan dijalankan, adapun prinsip-prinsip pengawasan itu adalah sebagai berikut :

13


(39)

1. Objektif dan menghasilkan data. Artinya pengawasan harus bersifat objektif dan harus dapat menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

2. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan. Artinya untuk dapat mengetahui dan menilai ada tidaknya kesalahan-kesalahan dan penyimpangan, pengawasan harus bertolak pangkal dari keputusan pimpinan yang tercermin dalam:

a. Tujuan yang ditetapkan

b. Rencana kerja yang telah ditentukan

c. Kebijaksanaan dan pedoman kerja yang telah digariskan d. Perintah yang telah diberikan

e. Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.

3. Preventif. Artinya bahwa pengawasan tersebut adalah untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yang harus efisien dan efektif, maka pengawasan harus bersifat mencegah jangan sampai terjadi kesalahan-kesalahan berkembangnya dan terulangnya kesalahan-kesalahan-kesalahan-kesalahan.

4. Bukan tujuan tetapi sarana. Artinya pengawasan tersebut hendaknya tidak dijadikan tujuan tetapi sarana untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan organisasi.

5. Efisiensi. Artinya pengawasan haruslah dilakuan secara efisien, bukan justru menghambat efisiensi pelaksanaan kerja.

6. Apa yang salah. Artinya pengawasan haruslah dilakukan bukanlah semata-mata mencari siapa yang salah, tetapi apa yang salah, bagaimana timbulnya dan sifat kesalahan itu.

7. Membimbing dan mendidik. Artinya “pengawasan harus bersifat membimbing dan mendidik agar pelaksana dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang ditetapkan.”14

Pengawasan adalah sebagai suatu proses untuk mengetahui pekerjaan yang telah dilaksanakan kemudian dikoreksi pelaksanaan pekerjaan tersebut agar sesuai dengan yang semestinya atau yang telah ditetapkan.

14


(40)

Pengawasan yang dilakukan adalah bermaksud untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan sehingga dapat terwujud daya guna, hasil guna, dan tepat guna sesuai rencana dan sejalan dengan itu, untuk mencegah secara dini kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan.

Dengan demikian pada prinsipnya pengawasan itu sangat penting dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga pengawasan itu diadakan dengan maksud: a. Mengetahui lancar atau tidaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan yang telah

direncanakan.

b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dengan melihat kelemahan-kelemahan, kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalan dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan baru.

c. Mengetahui apakah penggunaan fasilitas pendukung kegiatan telah sesuai dengan rencana atau terarah pada pasaran.

d. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam perencanaan semula.

e. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan dapatkah diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut sehingga mendapatkan efisiensi yang besar.

Sedangkan tujuan pengawasan akan tercapai apabila hasil-hasil pengawasan maupun memperluas dasar untuk pengambilan keputusan setiap pimpinan. Hasil pengawasan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk penyempurnaan rencana kegiatan rutin dan rencana berikutnya.

Dari uraian di atas dapatlah kita ambil kesimpulam bahwa pada dasarnya pengawasan bertujuan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi nantinya dapat digunakan sebai pedoman untuk mengambil kebijakan guna mencapai sasaran yang optimal.

Selanjutnya pengawasan itu secara langsung juga bertujuan untuk:

1. Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijakan dan peringkat.

2. Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan. 3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan.


(41)

5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi.

Dari keseluruhan pendapat di atas dapat dilihat adanya persamaan pandangan yakni dalam hal tujuan dilakukannya kegiatan pengawasan, yaitu agar semua pekerjaa/kegiatan yang diawasi dilaksanakan sesuai dengan rencana. Rencana dalamhal ini adalah suatu tolok ukur apakah suatu pekerjaan/kegiatan sesuai atau tidak. Dan yang menjadi alat ukurnya bukan hanya rencana tetapi juga kebijaksanaan, strategi, keputusan dan program kerja. Pengawasan juga berarti suatu usaha atau kegiatan penilaian terhadap suatu kenyataan yang sebenarnya,mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan apakah sesuai dengan rencana atau tidak.

Berbicara tentang arti pengawasan dalam hukum administrasi negara maka hal ini sangat erat kaitannya dengan peranan aparatur pemerintah sebagai penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintah dan pembangunan. Tugas umum aparatur pemerintah dan tugas pembangunan haya dapat dipisahkan, akan tetapi tidak dapat dibedakan satu samalain. Aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan juga sekaligus melaksanakan tugas pembangunan, demikian juga halnya aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas pembangunan bersamaan juga melaksanakan tugas pemerintahan.

Supaya perencanaan dan program pembangunan di daerah dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, maka hendaknya diperlukan pengawasan yang lebih efektif di samping dapat mengendalikan proyek-proyerk pembangunan yang ada di daerah. Dengan demikian untuk lebih memperjelas arti pengawasan dalamkacamata hukum administrasi negara yang akan dilakukan oleh aparatur pengawasan maka berikut ini penulis akan mengemukakan pendapat guru besar hukum administrasi negara Prayudi Atmosudirdjo menyatakan bahwa : “Pengawasan adalah proses kegiatan – kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau diperintahkan”15

Berdasarkan kutipan di atas maka dapat difahami bahwa yang menjadi tujuan pengawasan adalah untuk mempermudah mengetahui hasil pelaksanaan

15


(42)

pekerjaana dari aparatur pemerintah di daerah sesuai dengan tahap-tahap yang telah ditentukan sebelumnya, dan sekaligus dapat melakukan tindakan perbaikan apabila kelak terjadi penyimpangan dari rencana/program yang telah digariskan. Sejalan dengan itu pemerintah pusat dalam hal melakukan pengawasan di daerah, juga melakukan pelimpahan bidang pengawasan ini kepada setiap Gubernur, dan Bupati.

Di samping itu gubernur dengan aparatur pemerintah Daerah seharusnya melakukan pengendalian terhadap semua proyek-proyek daerah, inpres dan sebagainya dalam arti untuk mengetahui tahap-tahap kemajuan hasil pelaksanaan pekerjaan untuk dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

B. Jenis-Jenis Pengawasan

Saiful Anwar menyebutkan bahwa berdasarkan bentuknya pengawasan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Pengawasan internal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan atau organ yang secara organisatoris/struktural termasuk dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri. Misalnya pengawasan yang dilakukan pejabat atasan terhadap bawahannya sendiri.

2. Pengawasan eksternal dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga yang secara organisatoris/struktural berada di luar pemerintah dalam arti eksekutif. Misalnya pengawasan keuangan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).16

Penyelenggaraan pengawasan dapat dilakukan berdasarkan jenis-jenis pengawasan yaitu :

1. Pengawasan dari segi waktunya 2. Pengawasan dari segi sifatnya.17

Pengawasan ditinjau dari segi waktunya dibagi dalam duya kategori yaitu sebagai berikut :

16

Saiful Anwar, Op.Cit, hal.127 17


(43)

1. Pengawasan a-priori atau pengawasan preventif yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah yang lebih tinggi terhadap keputusan-keputusan dari aparatur yang lebih rendah. Pengawasan dilakukan sebelum dikeluarkannya suatu keputusan atau ketetapan administrasi negara atau peraturan lainnya dengan cara pengesahan terhadap ketetapan atau peraturan tersebut. Apabila ketetapan atau peraturan tersebut belum disahkan maka ketetapan atau peraturan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum.

2. Pengawasan a-posteriori atau pengawasan represif yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah yang lebih tinggi terhadap keputusan aparatur pemerintah yang lebih rendah. Pengawasan dilakukan setelah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah atau sudah terjadinya tindakan pemerintah. Tindakan dalam pengawasan represif dapat berakibat pencabutan apabila ketetapan pemerintah tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam keadaan yang mendesak tindakan dapat dilakukan dengan cara menangguhkan ketetapan yang telah dikeluarkan sebelum dilakukan pencabutan.18

Pengawasan terhadap aparatur pemerintah apabila dilihat dari segi sifat pengawasan itu, terhadap objek yang diawasi dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu :

1. Pengawasan dari segi hukum (rechtmatigheidstoetsing) misalnya pengawasan yang dilakukan oleh badan peradilan pada prinsipnya hanya menitik beratka pada segi legalitas. Contoh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas menilai sah tidaknya suatu ketetapan pemerintah. Selain itu tugas hakim adalah memberikan perlindungan (law proteciton) bagi rakyat dalam hubungan hukum yang ada diantarra negara/pemerintah dengan warga masyarakat.

2. Pengawasan dari segi kemanfaatan (doelmatigheidstoetsing) yaitu pengawasan teknis administratif intern dalam lingkungan pemerintah sendiri

18


(44)

(builtincontrol) selain bersifat legalitas juga lebih menitik beratkan pada segi penilaian kemanfaatan dari tindakan yang bersangkutan.19

M. Manullang mengatakan bahwa tujuan utama diadakannya pengawasan adalah “mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan”20

a. Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang digariskan

Sedangkan tujuan pengawasan menurut Sukarno. K adalah sebagai berikut :

b. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas-asas yang telah diinstruksikan.

c. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan,kelemahan-kelemahan dalam bekerja. d. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan dengan efisien

e. Untuk mencari jalan keluar,bila ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan,kelemahan-kelemahan atau kegagalan-kegagalan ke arah perbaikan.21

Sedangkan menurut Soeharto (mantan Presiden RI) yang dikutip John Salindedho tujuan pengawasan adalah :”memahami apa yang salah demi perbaikan di masa yang akan datang”22

Masalah pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah antar satu instansi dengan instansi lainnya dipengaruhi oleh jenis dan sifat pekerjaan, dalam arti jarak antara unit kerja yang diawasi dengan jumlah tugas/aktivitas hendaknya Penulis berpendapat bahwa tujuan utama diadakannya pengawasan adalah mengusahakan agar apa yang direncanakan itu menjadi kenyataan, hal ini sejalan dengan pendapat M.Manullang.

Pelimpahan tugas pengawasan harus dibarengi dengan tanggung jawab yang dipikulkan kepundak si penerima tugas tersebut, dalam arti tanggung jawab itu adalah keharusan dilaksanakan tugas sebaik-baiknya sebagai suatu kewajiban, sehingga hak untuk melakukan suatu tindakan jangan disalahgunakan.

19

Ibid. hal.129 20

M.Manullang, Op-Cit, hal.173 21

Sukarno K. Dasar-Dasar Managemen¸ Miswar, Jakarta, 1992, hal.105. 22


(45)

dapat terkendali. Dan juga faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi seperti faktor objektif, karena hal ini berada di luar pribadi pejabat yang harus melaksanakan pengawasan.

Di samping itu terdapat juga faktor subjektif yang bersumber dan berkenaan dengan diri pribadi pejabat yang harus melaksanakan pengawasan, antara lain berkenaan dengan pengalaman kerja, kecakapan, pengetahuan bidang kerja yang diawasi. Singkatnya agar pengawasan berjalan secara efektif, sebaiknya seorang pejabat atasan terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan personil bawahan dan hal ini dilakukannya supaya tidak terlalu banyak unit-unit pelaksananya.

Jadi mengawasi bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan, akan tetapi suatu pekerjaan yang memerlukan kecakapan, ketelitian, kepandaian, pengalaman bahkan harus disertai dengan wibawa yang tinggi, hal ini mengukur tingkat efektivitas kerja dari pada aparatur pemerintah dan tingkat efesiensinya dalam penggunaan metode serta alat-alat tertentu dalam mencapai tujuan.

Pengawasan dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis, dengan tinjauan dari beberapa segi. Antara lain:

1. Pengawasan ditinjau dari segi cara pelaksanaanya dibedakan atas: a. Pengawasan Langsung

Pengawasan langsung adalah pangawasan yang dilakukan dengan cara mendatangi atau melakukan pemeriksaan di tempat terhadap objek yang diawasi. Pemeriksaan setempat ini dapat berupa pemeriksaan administratif atau pemeriksaan fisik di lapangan.

Kegiatan secara langsung melihat pelaksanaan kegiatan ini bukan saja dilakukan oleh perangkat pengawas akan tetapi perlu lagi dilakukan oleh pimpinan yang bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut.

Dengan demikian dapat melihat bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan dan bila dianggap perlu dapat memberikan petunjuk-petunjuk dan instruksi maupun keputusan-keputusan yang secara langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya pekerjaan.


(46)

Pengawasan tidak langsung adalah kebalikan dari pengawasan langsung, yang dilakukan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau objek yang diawasi. Pengawasan ini dilakukan dengan mempelajari dan menganalisa dokumen yang menyangkut objek yang diawasi yang disampaikan oleh pelaksana atau pun sumber lain. Dokumen-dokumen tersebut bisa berupa:

• Laporan pelaksanaan pekerjaan, baik laporan berkala maupun laporan insidentil.

• Laporan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari perangkat pengawas lainnya. • Surat pengaduan dari masyarakat.

• Berita atau artikel dari media massa. • Dokumen-dokumen lainnya.

• Disamping melalui laporan tertulis tersebut pengawasan ini juga dapat dilakukan dengan mempergunakan bahan yang berupa laporan lisan.

2. Pengawasan ditinjau dari segi hubungan antara subjek pengawasan dan objek yang diawasi.

Ditinjau dari segi pengawasan yang dilakukan oleh subjek pengawas, pengawasan ini masih dibagi atas beberapa bagian antara lain:

a. Pengawasan intern.

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Artinya bahwa subjek pengawas yaitu pengawas berasal dari dalam susunan organisasi objek yang diawasi. Pada dasarnya pengawasan ini harus dilakukan oleh setiap pimpinan akan tetapi dapat saja dibantu oleh setiap pimpinan unit sesuai dengan tugas masing-masing.

b. Pengawasan ekstern.

Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri, artinya bahan subjek pengawas berasal dari luar susunan organisasi yang diawasi dan mempunyai sistim tanggung jawab tersendiri.


(1)

ABSTRAK

Dalam upaya meningkatkan pelayanan dan pengawasan terhadp impor dan ekspor komoditi wajib periksa karantina, diperlukan penanganan secara terpadu antar instansi pemerintah. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka ditetapkan Keputusan Bersama Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Badan Karantina Pertanian dan Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor Kep-48/BC/2005, Nomor 114/Kpts/PD.540/05, Nomor : 02/MEN/2005 tentang Tatalaksana Pelayanan dan Pengawasan Wajib Periksa Karantina.

Dalam pembahasan skripsi ini penulis mengangkat permasalahan tentang bagaimana sistem dan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan terhadap tumbuhan dan hewan yang masuk dan atau keluar melalui pelabuhan Belawan, hambatan apakah yang dihadapi Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan dalam pelaksanaan pengawasan dan karantina terhadap tumbuhan dan hewan yang masuk dan atau keluar melalui pelabuhan Belawan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode telaah pustaka (library research) untuk menelaah data-data sekunder dan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan melakukan penelitian di Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan.

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka ditarik kesimpulan bahwa sistem dan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan terhadap tumbuhan dan hewan yang masuk dan atau keluar melalui pelabuhan Belawan adalah sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (Hama dan Penyakit Tumbuhan) dan hewan dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri atau keluar nya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Hambatan yang dihadapi Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan Belawan dalam pelaksanaan pengawasan dan karantina terhadap tumbuhan dan hewan yang masuk dan atau keluar melalui pelabuhan Belawan disebabkan pelaku usaha masih mengabaikan proses sertifikasi Balai Besar Karantina Tumbuhan


(2)

Belawan. Pelaku usaha tidak serius melengkapi sertifikasi yang diminta negara tujuan. Tanpa kelengkapan itu produk mereka tidak akan bisa diterima. Pengusaha ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan sertifikasi. Berdasarkan kesimpulan maka disarankan agar proses pelaksanaan pengawasan pelaksanaan pengawasan dan karantina terhadap tumbuhan dan hewan yang masuk dan atau keluar melalui pelabuhan Belawan hendaknya tersedia aparat dan sarana serta prasarana yang mendukung lancarnya proses pengawasan dimaksud. Agar hasil dari proses pengawasan dimaksud dapat direalisasikan hendaknya perlu dipikirkan tindak lanjut dari proses pengawasan dan juga agar tekanan – tekanan yang ditujukan kepada pihak yang diberi wewenang memeriksa dikurangi, sehingga pada akhiarnya paroses pengawasan dimaksud lambat laun dapat diperlonggar seiring dengan makin terciptanya aparatura negara yang bersih dan berwibawa.


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dengan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini.

Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum USU Medan

2. Bapak M. Husni, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan III FH. USU Medan 3. Bapak Dr.Pendastaren Tarigan, SH.MS, sebagai Ketua Departemen Hukum

Administrasi Negara sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi.

4. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum, sebagai Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

6. Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada orang tua tercinta ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan sangat banyak dukungan moril,


(4)

materil, dan kasih sayang mereka yang tak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, hanya Tuhan Yang Maha Esa yang dapat membalas budi baik semuanya.

Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.

Medan, Desember 2010 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI. ... iv

BAB I : P E N D A H U L U A N... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penelitian ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan... 10

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN ... 12

A. Pengertian dan Tujuan Pengawasan ... 12

B. Jenis-Jenis Pengawasan ... 22

C. Sistem dan Proses Pengawasan ... 31

BAB III : TINJAUAN TENTANG PENGAWASAN TERHADAP HEWAN DAN TUMBUHAN ... 34

A. Sistem Pengawasan Terhadap Hewan dan Tumbuhan ... 34

B. Sertifikasi Terhadap Tumbuhan dan Hewan ... 35

C. Perlindungan Hukum Terhadap Tumbuhan dan Hewan ... 37

D. Penegakan Hukum dan Sanksi Terhadap Pelanggaran Karantina Tumbuhan dan Hewan... 41

BAB IV : PENGAWASAN DAN KARANTINA TERHADAP TUMBUHAN DAN HEWAN PADA BALAI BESAR KARANTINA TUMBUHAN DAN HEWAN BELAWAN... 47 A. Peranan Balai Besar Karantina Tumbuhan dan Hewan


(6)

Belawan Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap

Tumbuhan dan Hewan ... 47

B. Hambatan-Hambatan Pengawasan Karantina Tumbuhan dan Hewan ... 69

C. Upaya-Upaya Dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan Dalam Pengawasan Karantina Tumbuhan dan Hewan ... 73

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA