kitosan dilarutkan dalam larutan asam lemah kemudian ditambahkan larutan yang bersifat basa seperti larutan amoniak, natrium hidroksida atau kalium hidroksida,
distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan akuades sampai netral. Kemudian, ditempatkan dalam ultrasonic
batch untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. Sebagian ahli juga mencoba metode lain untuk menyiapkan nanopartikel kitosan dengan
menambahkan larutan tripolifosfat ke dalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm kemudian emulsi
dibuat pH 3,5 dengan menambahkan asam asetat hasilnya akan berupa suspensi kitosan.
Pembuatan nanopartikel menggunakan kitosan dapat dilakukan dengan metode gelasi ionik. Metode ini cukup sederhana. Salah satu contoh metode gelasi
ionik ini yaitu dengan mereaksikan kitosan dengan natrium tripolifosfat. Metode ini menghasilkan interaksi antara muatan positif pada gugus amino kitosan dengan
muatan negatif pada tripolifosfat Mohanraj dan Chen, 2006. Noviary 2012 telah berhasil mensintesis kitosan dari cangkang belangkas dan memodifikasi
nanopartikelnya melalui ikat silang dengan genepin, sedangkan Kurniawan 2012 membuat nanopartikel kitosan dengan metode gelasi ionik dan dihasilkan
nanopartikel kitosan dengan ukuran 62,2 nm.
Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk membuat nanopartikel kitosan cangkang belangkas.
1.2. Permasalahan
Bagaimana pengaruh dari polianion tripolifosfat dalam pembuatan nanopartikel kitosan ?
1.3. Pembatasan Masalah
1. Sampel yang digunakan adalah kitosan cangkang belangkas. 2. Pelarut yang digunakan adalah larutan asam asetat 2.
3. Polianion yang digunakan berasal dari natrium tripolifosfat. 4. Karakteristik yang dilakukan menggunakan PSA dan spektrofotometer
FTIR.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah kitosan cangkang belangkas dapat dimodifikasi menjadi nanopartikel kitosan.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi ilmiah bahwa modifikasi pada kitosan cangkang belangkas dapat
memperkecil pori hingga berukuran nano.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Pengeringan suspensi nanopartikel kitosan menggunakan freeze dryer dan pengukuran ukuran partikel menggunakan Particle Size Analyzer di Laboratorium
Kimia Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer Fourier
Transform Infra Red FTIR di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada.
1.7. Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium. 2. Pembuatan nanopartikel kitosan dengan melarutkan kitosan cangkang
belangkas dengan asam asetat 2, kemudian ditambahkan natrium tripolifosfat. Suspensi nanopartikel kitosan yang terbentuk
disentrifugasi dan didekantasi supernatan yang terbentuk, kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer. Produk dianalisis dengan PSA
dan spektrofotometer FTIR.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitin
Kitin adalah kopolimer dari unit N-asetil-D-glukosamin dan D-glukosamin yang bertautan dengan ikatan β-1-4 glikosida, di mana unit N-asetil-D-glukosamin
adalah yang mendominasi dalam rantai polimerik. Bentuk deasetilasi dari kitin adalah kitosan. Kitin dan kitosan dapat ditemukan sebagai material penyusun
dalam banyak organisme akuatik, organisme yang hidup di daratan, dan beberapa mikroorganisme Tokura dan Tamura, 2007.
Kitin dan kitosan adalah polisakarida yang menarik karena kehadiran gugus fungsi amino yang cocok untuk memodifikasi struktur yang diinginkan.
Selain dari gugus amino, mereka memiliki 2 gugus hidroksil untuk membantu modifikasi kimia. Sama seperti selulosa, kitin dan kitosan dapat mengalami
banyak reaksi seperti eterifikasi, esterifikasi, dan ikat silang.
Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan berbeda pada gugus yang terikat di posisi atom C-2. Gugus pada C-2 selulosa adalah gugus hidroksil,
sedangkan pada C-2 kitin adalah gugus N-asetil -NHCOCH
3
, asetamida seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini Gambar 2.1. :
O
R OH
CH
2
OH O
O O
R OH
CH
2
OH O
n
Gambar 2.1. Struktur polimer selulosa R= -OH dan kitin R= -NHCOCH
3
Sugita, 2009
Kitin merupakan bahan yang tidak beracun dan bahkan mudah terurai secara hayati biodegradabel. Bentuk fisiknya merupakan padatan amorf yang
berwarna putih dengan kalor spesifik 0,373±0,03
kal g
̊ C
Knorr, 1984 dan derajat rotasi spesifik [
α]
D
18
+ 22 ̊ pada konsentrasi asam metanasulfonat 1,0. Sebagai
biopolimer kristalin, kitin terdapat dalam 3 bentuk kristal di alam, yaitu α, β, dan γ
Sugita, 2009.
Kitin hampir tidak larut dalam air, asam encer, dan basa, tetapi larut dalam asam format, asam metanasulfonat, N,N-dimetilasetamida yang mengandung 5
litium klorida, heksafluoroisopropil alkohol, heksafluoroaseton, dan campuran 1,2-dikloroetana-asam trikloroasetat dengan nisbah 35:65[
vv] Hirano, 1986. Asam mineral pekat seperti H
2
SO
4
, HNO
3
, dan H
3
PO
4
dapat melarutkan kitin sekaligus menyebabkan rantai panjang kitin terdegradasi menjadi satuan-
satuan yang lebih kecil Bastaman, 1989. Sifat fisika dan kimia kitin di atas telah dijadikan bagian dalam spesifikasi kitin Tabel 2.1..
Tabel 2.1. Spesifikasi kitin
Parameter Ciri – ciri
Ukuran partikel Serpihan dalam bentuk serbuk
Kadar air
≤ 10,0
Kadar abu
≤ 2,0
N-deasetilasi
≥ 15,0
Kelarutan dalam :
- Air
Tidak larut -
Asam encer Tidak larut
- Pelarut organik
Tidak larut -
LiCl
2
dimetilasetamida Sebagian larut
Enzim pemecah Lisozim dan kitinase
Sugita, 2009
2.2. Kitosan