Kitosan Tripolifosfat Alat Bahan Hasil

2.9. Kitosan Tripolifosfat

O NH 2 + OH CH 2 OH O O n O P O P O P O HO HO HO O O O O NH 2 + OH CH 2 OH O O n Gambar 2.6. Ikat silang ionik kitosan dengan natrium tripolifosfat Bhumkar, 2006 Kitosan mikropartikel dan nanopartikel telah dibuat dengan cara ikat silang menggunakan glutaraldehid, glioksal, dan etilen glikol diglicidil eter. Walaupun senyawa berikut merupakan agen pengikat silang yang baik namun jarang digunakan karena toksisitasnya. Ikatan silang antara kitosan dengan natrium tripolifosfat bergantung pada ketersediaan gugus kationik dan gugus anionik. Pada proses terjadinya ikatan silang tersebut ada 3 faktor yang berperan penting yaitu konsentrasi kitosan, pH, dan konsentrasi natrium tripolifosfat. Pada larutan natrium tripolifosfat dengan pH asam pH 3 hanya akan dihasilkan ion tripolifosfat yang akan berinteraksi dengan gugus –NH 3 + dari kitosan. Sedangkan pada pH basa pH 9 dihasilkan ion OH - dan tripolifosfat dan keduanya dapat berkompetisi untuk dapat berinteraksi dengan –NH 3 + dari kitosan Lee, 2000.

2.10. Karakteristik Nanopartikel

2.10.1. Particle Size Analyzer PSA

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui ukuran suatu partikel yaitu : 1. Metode ayakan sieve analyses 2. Laser diffraction LAS 3. Metode sedimentasi 4. Electronical zone sensing EZS 5. Analisis gambar mikrografi 6. Metode kromatografi 7. Ukuran aerosol submikron dan perhitungan Sieve analyses analisis ayakan dalam dunia farmasi sering kali digunakan dalam bidang mikromeritik, yaitu ilmu yang mempelajari tentang ilmu dan teknologi partikel kecil. Metode yang paling umum digunakan adalah analisis gambar mikrografi. Metode ini meliputi metode mikroskopi dan metode holografi. Alat yang sering digunakan biasanya SEM, TEM, dan AFM. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era nanoteknologi, para peneliti mulai menggunakan laser diffraction LAS. Metode ini dinilai lebih akurat bila dibandingkan dengan metode analisis gambar maupun metode ayakan, terutama untuk sampel-sampel dalam orde nano maupun submikron Lusi, 2011. Contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah particle size analyzer PSA. Metode LAS dibagi dalam dua metode : 1. Metode basah, metode ini menggunakan media pendispersi untuk mendispersikan material uji. 2. Metode kering, metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik digunakan untuk ukuran yang kasar, di mana hubungan antar partikel lemah dan kemungkinan untuk beraglomerasi kecil. Keunggulan penggunaan particle size analyzer PSA untuk mengetahui ukuran partikel : 1. Lebih akurat. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat jika dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti XRD ataupun SEM. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. 2. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. 3. Rentan g pen g ukuran dari 0,6 nanometer hingga 7 mikrometer.Rusli, 2011 Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisis gambar. Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submikron yang biasanya memiliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi menggumpal. Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Beberapa analisis yang dilakukan, antara lain : 1. Menganalisis ukuran partikel. 2. Menganalisis nilai zeta potensial dari suatu larutan sampel. 3. Mengukur tegangan permukaan dari partikel clay bagi industri keramik dan sejenisnya. 4. Mengetahui zeta potensial koagulan untuk proses koagulasi partikel pengotor bagi industri water treatment plant Nanortim, 2010.

2.10.2. FTIR Fourier Transform Infra Red

Jumlah energi yang diperlukan untuk meregangkan suatu ikatan tergantung pada tegangan ikatan dan massa atom yang terikat. Bilangan gelombang suatu serapan dapat dihitung menggunakan persamaan yang diturunkan dari hukum Hooke : � = 1 2 �� � �� 1 + � 2 � 1 . � 2 � 1 2 � 2.2 Persamaan di atas menghubungkan bilangan gelombang dari vibrasi regangan � terhadap konstanta gaya ikatan � dan massa atom dalam gram yang digabungkan oleh ikatan m 1 dan m 2 . Konstanta gaya merupakan ukuran tegangan dari suatu ikatan. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa ikatan yang lebih kuat dan atom yang lebih ringan menghasilkan frekuensi yang lebih tinggi. Semakin kuat suatu ikatan, makin besar energi yang dibutuhkan untuk meregangkan ikatan tersebut. Frekuensi vibrasi berbanding terbalik dengan massa atom sehingga vibrasi atom yang lebih berat terjadi pada frekuensi yang lebih rendah Bruice, 2001. Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Sebagian besar kegunaannya terbatas di daerah antara 4000 cm -1 dan 666 cm -1 2,5-15,0 µm. Akhir-akhir ini muncul perhatian pada daerah infra merah dekat, 14290-4000 cm -1 0,7-2,5 µm dan daerah infra merah jauh, 700-200 cm -1 14,3-50 µm Silverstain, 1967. Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data seperti Fourier Transform Infra Red FTIR. Teknik ini memberikan informasi dalam hal kimia, seperti struktur dan konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Degradasi atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi Kroschwitz, 1990. Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram Bassler, 1986. Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor diubah secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain, tiap- tiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap fourier transform. Kemudian sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana. Spektrofotometer FTIR digunakan untuk : 1. Mendeteksi sinyal lemah. 2. Menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah. 3. Analisis getaran Silverstain, 1967. BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Alat

- Batang pengaduk - Bola karet - Gelas beaker Pyrex - Labu ukur Pyrex - Pipet ukur Pyrex - Neraca analitik Mettler PM 400 - Magnet pengaduk - Seperangkat alat stirer Fisher - Seperangkat alat sentrifuge Hitachi CF 16RX II - Seperangkat alat freeze dryer Alpha 1-2 LD plus - Seperangkat alat particle size analyzer Horiba LA-950V2 - Seperangkat alat spektrofotometer FTIR Shimadzu -

3.2. Bahan

- Kitosan cangkang belangkas - Asam asetat glasial p.a E.Merck - Natrium tripolifosfat p.a E.Merck

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Pereaksi

a. Larutan asam asetat 2 Sebanyak 2 mL asam asetat glasial dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan akua steril sampai garis tanda, dan dihomogenkan. b. Larutan natrium tripolifosfat 0,75 mg mL Sebanyak 0,0375 g natrium tripolifosfat dilarutkan dengan akua steril, kemudian diencerkan dengan akua steril dalam labu ukur 50 mL sampai garis tanda, dan dihomogenkan.

3.3.2. Pembuatan Nanopartikel Kitosan

Sivakami, 2013 Sebanyak 0,02 g kitosan cangkang belangkas dilarutkan dengan 40 mL larutan asam asetat 2, ditambahkan 20 mL larutan natrium tripolifosfat 0,75 mg mL secara perlahan-lahan dengan pengadukan hingga terbentuk suspensi nanopartikel kitosan, kemudian disentrifugasi dan direndam dalam akua steril dan didekantasi supernatan yang terbentuk. Nanopartikel kitosan dikeringkan menggunakan freeze dryer dan dikarakterisasi dengan PSA dan FTIR.

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Pereaksi

a. Larutan asam asetat 2 2 mL asam asetat glasial diencerkan dengan akua steril sampai garis tanda dihomogenkan Hasil dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL b. Larutan natrium tripolifosfat 0,75 mg mL 0,0375 g natrium tripolifosfat Hasil dilarutkan dengan akua steril dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL diencerkan dengan akua steril sampai garis tanda dihomogenkan

3.4.2. Pembuatan Nanopartikel Kitosan

0,02 g kitosan cangkang belangkas dilarutkan dengan 40 mL larutan asam asetat 2 ditambahkan 20 mL larutan natrium tripolifosfat 0,75 mg mL secara perlahan-lahan dengan pengadukan suspensi nanopartikel kitosan disentrifugasi direndam dengan akua steril didekantasi supernatan yang terbentuk dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer dikarakterisasi menggunakan PSA dan FTIR Hasil BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Grafik distribusi persen jumlah dan ukuran partikel dari nanopartikel kitosan dapat dilihat di bawah ini. Gambar 4.1. Grafik Distribusi Persen Jumlah dan Ukuran Partikel Dari hasil karakterisasi menggunakan particle size analyzer terhadap nanopartikel kitosan didapatkan diameter nanopartikel kitosan sebesar 58 nm. Secara umum nanopartikel didefinisikan sebagai partikel dengan ukuran 10 – 1000 nm Mohanraj dan Chen, 2006. Artinya, nanopartikel kitosan yang dibuat telah berukuran nano. 0,1180 0,1890 0,3170 0,5400 0,8960 1,4940 2,4740 3,9950 6,1570 8,8640 0,0000 1,0000 2,0000 3,0000 4,0000 5,0000 6,0000 7,0000 8,0000 9,0000 10,0000 0,0000 0,0100 0,0200 0,0300 0,0400 0,0500 0,0600 0,0700 x 10 3 Ukuran Partikel

4.2. Pembahasan