Gambaran Locus of Control Pada Kelompok Musik Emo Di Kota Medan

(1)

GAMBARAN LOCUS OF CONTROL PADA KELOMPOK

MUSIK EMO DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

RAYEZ TF SIMANULLANG

041301039

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2009/2010


(2)

Gambaran Locus Of Control Pada Kelompok Musik Emo Di Kota Medan Rayez dan Rika Eliana

ABSTRAK

Kelompok emo merupakan salah satu kelompok baru yang sedang berkembang pesat saat ini baik di Indonesia maupun dunia. Beberapa saat lalu, muncul berbagai dugaan keterkaitan kelompok ini dengan perilaku bunuh diri dan kekaburan peran gender pada anggotanya yang disebut-sebut merupakan implikasi dari gaya hidup dan musik emo. Bila dikaitkan dengan konsep psikologi, perilaku bunuh diri merupakan hasil dari kurangnya kontrol individu terhadap dunia di sekitarnya, atau yang sering disebut locus of control eksternal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kelompok emo di kota Medan sekaligus melihat bagaimana locus of control pada anggota kelompok emo di kota Medan. Penelitian ini dilakukan pada 41 orang subjek yang seluruhnya adalah anggota kelompok emo yang aktif dalam kegiatan band emo. Pada penelitian ini digunakan skala locus of control dan angket emo.

Hasil dari penelitian diharapkan akan memperkaya literatur mengenai gambaran kelompok dan studi mengenai locus of control. Memberikan gambaran mengenai salah satu kelompok remaja di kota Medan dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang memiliki kaitan dengan penelitian ini.


(3)

Locus of Control Description on Emo Music Group in Medan Rayez and Rika Eliana

ABSTRACT

Emo is one new developing group around the world and in Indonesia. Recently, there is assumption about this group and its member suicidal attempt and gender role which is said to be emo music and lifestyle implication. Connected to the psychology concept, suicidal attempt is the result of individual lack of control toward his/her environmental world, or in other word external locus of control. This research try to get the description about emo group in Medan and also to see the emo group members locus of control in Medan. This research conducted to 41 subject which all are an active member on emo band activity. This research using locus of control scale and emo survey.

The result of this research hopefully can enrich the literature about description about group and study about locus of control. Giving the description about one teenage group in Medan and become the basic for the next research. Keywords : locus of control, emo group


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah Yehuwa yang telah memberikan karunia dan kekuatan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Locus of Control Pada Kelompok Musik Emo Di Kota Medan”. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Chairul, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Rika Eliana M.Si, psikolog selaku Pembimbing Skripsi yang selalu sabar menghadapi kelakuan dan kejadian-kejadian tidak terduga yang terjadi pada saya yang sering kali memperlambat proses penyelesaian skripsi ini.

3. Kak Ridhoi selaku Pembimbing II sekaligus kakak yang selalu setia menemani selama pengerjaanskripsi ini. Semoga tidak ada lagi mahasiswa yang memberatkan kakak.

4. Mama dan Bapak yang selalu memberikan kemampuan terbaik sebagai orangtua. Sedikit, tapi cukup. Sakit, tapi manis.

5. Seluruh keluarga besar yang selalu mendukung. Opung Manik, Opung LG, Tante Meg, Tante Em, Tante Ndang, Uda Naga, Uda Zef, para Tulang dan Nantulang serta sepupu dan adik.

6. Stefani Anastasia Nagel. Dukungan dan semangat yang tak pernah berhenti walaupun

7. Stefani, Kewong, Jen, Gandil, Eko, Aseng, Bima, Hendra, Butong, anak parkiran,


(5)

Akhir kata, penulis berharap semua kebaikan akan mendapat upah yang layak pada akhirnya, skripsi ini akan membawa saya kedalam dunia baru, dan semoga skripsi ini juga dapat membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medaan, November 2009 Penulis.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Tujuan Penelitian 11

C. Manfaat Penelitian 11

D. Sistematika Penelitian 12

BAB II LANDASAN TEORI 13

A. Kelompok 13

1. Definisi Kelompok 13 2. Macam-macam Kelompok 14 3. Aspek-aspek Kelompok 20

B. Aliran Musik Emo 21

1. Definisi Aliran Musik Emo 21

2. Sejarah Emo 23

3. Karakteristik Kelompok Emo 24

C. Locus Of Control 26

1. Locus of Control Eksternal 27 D. Gambaran Locus OfControl Pada Kelompok Aliran Musik Emo 29

BAB III METODE PENELITIAN 30

A. Variabel Penelitian 31

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 31 C.Prosedur Pengambilan Sampel 32 1. Populasi dan Sampel 32 2. Jumlah Subjek Penelitian 33 D. Metode Pengumpulan Data 33 1. Alat Ukur yang Digunakan 33 1.1. Angket Karakteristik Emo 33 1.1.1. Validitas 35 1.2. Skala Locus of Control 35 1.2.1. Validitas 35


(7)

2. Uji Daya Beda dan Reliabilitas 35 2.1. Uji Daya Beda 35 2.2. Reliabilitas 37

3. Hasil Uji Coba 37

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 38

F. Metode Analisa Data 39

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 40

A. Gambaran Subjek Penelitian 40 1. Usia Subjek Penelitian 40 2. Tingkat Pendidikan 41 B. Hasil Utama Penelitian 41 1. Locus of Control Kelompok Emo 41 2. Gambaran Kelompok Emo Kota Medan 43 C. Hasil Tambahan Penelitian 45 1.Gambaran Locus of Control Kelompok Emo di Kota Medan

Berdasarkan Usia Subjek Penelitian 45 2. Gambaran Locus of Control Kelompok Emo di Kota Medan

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Subjek Penelitian 46

D. Pembahasan 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 53

A. Kesimpulan 53

B. Saran 54

1. Saran Metodologis 54

2. Saran Praktis 54

DAFTAR PUSTAKA 56


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Blue-print Survei Kelompok Aliran Musik Emo 34

Tabel 2 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia 40

Tabel 3 Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan 41

Tabel 4 Kategorisasi Norma Nilai 42

Tabel 5 Kategorisasi Locus of Control Remaja Pria Kota Medan 42

Tabel 6 Karakteristik Emo Berdasarkan Item 43

Tabel 7 Locus of Control Kelompok Emo Berdasarkan Usia Subjek Penelitian

45

Tabel 8 Locus of Control Kelompok Emo Berdasarkan Tingkat Pendidikan Subjek


(9)

Gambaran Locus Of Control Pada Kelompok Musik Emo Di Kota Medan Rayez dan Rika Eliana

ABSTRAK

Kelompok emo merupakan salah satu kelompok baru yang sedang berkembang pesat saat ini baik di Indonesia maupun dunia. Beberapa saat lalu, muncul berbagai dugaan keterkaitan kelompok ini dengan perilaku bunuh diri dan kekaburan peran gender pada anggotanya yang disebut-sebut merupakan implikasi dari gaya hidup dan musik emo. Bila dikaitkan dengan konsep psikologi, perilaku bunuh diri merupakan hasil dari kurangnya kontrol individu terhadap dunia di sekitarnya, atau yang sering disebut locus of control eksternal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kelompok emo di kota Medan sekaligus melihat bagaimana locus of control pada anggota kelompok emo di kota Medan. Penelitian ini dilakukan pada 41 orang subjek yang seluruhnya adalah anggota kelompok emo yang aktif dalam kegiatan band emo. Pada penelitian ini digunakan skala locus of control dan angket emo.

Hasil dari penelitian diharapkan akan memperkaya literatur mengenai gambaran kelompok dan studi mengenai locus of control. Memberikan gambaran mengenai salah satu kelompok remaja di kota Medan dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang memiliki kaitan dengan penelitian ini.


(10)

Locus of Control Description on Emo Music Group in Medan Rayez and Rika Eliana

ABSTRACT

Emo is one new developing group around the world and in Indonesia. Recently, there is assumption about this group and its member suicidal attempt and gender role which is said to be emo music and lifestyle implication. Connected to the psychology concept, suicidal attempt is the result of individual lack of control toward his/her environmental world, or in other word external locus of control. This research try to get the description about emo group in Medan and also to see the emo group members locus of control in Medan. This research conducted to 41 subject which all are an active member on emo band activity. This research using locus of control scale and emo survey.

The result of this research hopefully can enrich the literature about description about group and study about locus of control. Giving the description about one teenage group in Medan and become the basic for the next research. Keywords : locus of control, emo group


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak awal masa kehidupan sosial kita, banyak dari kita yang membangun hubungan dengan orang-orang di sekitar yang memiliki minat yang sama. Hubungan seperti ini biasanya didasari oleh adanya afek positif yang mendorong orang untuk saling tertarik (Lyndon, Jamieson,& Holmes dalam Baron & Byrne, 2004). Pengaruh teman sebaya, terutama pada remaja, menjadi sangat besar selama periode ini dimana remaja cenderung mengikuti teman sebaya tanpa memperdulikan diri mereka sendiri (Hurlock, 1980). Dalam hal kehidupan sosialnya, remaja menunjukkan perubahan dimana remaja cenderung menjauh bahkan memisahkan diri dari keluarga. Remaja lebih sering menghabiskan waktu dengan teman-teman sebaya daripada dengan orangtua (Santrock, dalam Lahey, 2004).

Remaja mengalami kesulitan yang besar dalam banyak hal terutama karena terjadinya konflik-konflik dengan orangtua sebagai akibat pertentangan aturan yang berlaku, perubahan mood yang tidak menentu dan peningkatan perilaku berbahaya (Lahey, 2004). Hal ini sering ditemukan pada remaja pria yang cenderung lebih suka terlibat dengan perilaku agresif, beresiko dan berhubungan dengan kriminalitas (Bjorklund & Kipp, Eagly & Wood, Keenan & Shaw, dalam Lahey, 2004). Lebih lanjut lagi, Spear (dalam Lahey, 2004) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami kesulitan yang


(12)

diakibatkan oleh perubahan hormon, otak, peningkatan stres sosial dan konflik melawan otoritas sosial.

Salah satu cara melawan otoritas yang ditunjukkan remaja adalah dengan menjauhi aturan sosial dan masuk ke dalam subkultur-subkultur yang dibangun sendiri oleh remaja-remaja tersebut. Misalnya masuk dalam kelompok-kelompok musik yang menawarkan ruang bebas bagi remaja untuk menentukan sendiri cara hidup mereka (Strouse, 1995).

Kelompok diakui memiliki efek yang sangat besar terhadap perkembangan kepribadian dan interaksi sosial individu (Baron & Byrne, 2004). Aspek-aspek dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap perilaku individu di dalam dan di luar kelompok (Kallgren, Reno, dan Cialdini dalam Baron & Byrne, 2004). Bahkan ukuran kelompok juga memiliki pengaruh terhadap keterikatan diantara anggota kelompok; semakin kecil ukuran kelompok, maka semakin kuat ikatan antar anggota kelompok (Lickel dkk., dalam Baron & Byrne, 2004). Dalam hal ini, kelompok musik sebagai kelompok peer, yang lebih kecil daripada kelompok masyarakat pada umumnya, memberikan perubahan perilaku yang lebih besar terhadap individu di dalamnya (Baron & Byrne, 2004).

Norma kelompok sangat mempengaruhi perilaku individu, terutama saat individu benar-benar berfokus terhadap norma yang berlaku dalam kelompok (Kallgren, Reno, dan Cialdini dalam Baron & Byrne, 2004). Kelompok peer, sebagai kelompok yang dipilih sendiri oleh individu sebagai tempat bernaung, memiliki pengaruh yang sangat besar karena saat memasuki kelompok tersebut individu merasa sukarela (Walgito, 2007).


(13)

Kelompok musik, sesuai dengan pengertian secara harfiah, merupakan kelompok yang dibentuk oleh orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama dalam hal musik. Musik merupakan bagian dari kehidupan kita, sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari keseharian tiap-tiap individu. Musik menjadi sebuah bahasa universal yang dapat dimengerti oleh semua orang. Bisa dipastikan semua budaya yang ada di bumi memiliki musik dan alat-alat musik yang khas di dalamnya (Willoughby, 1996).

Musik memiliki beberapa definisi, pertama, musik adalah suara yang menyenangkan di telinga. Musik bisa saja ribut, keras, kasar, namun bukan berarti semua orang tidak menyukainya, beberapa orang menyenangi jenis musik seperti ini. Kedua, musik adalah suara dan diam yang diatur dalam waktu. Ketiga, musik adalah suara yang ingin didengar sebagai musik. Definisi terakhir memberi pandangan bahkan suara apapun bisa dikatakan sebagai musik bila dipersepsikan sebagai musik. Secara keseluruhan, musik dapat didefinisikan sebagai bentuk karya seni yang menggunakan suara sebagai medianya (Willoughby, 1996).

Musik diakui memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan manusia, mulai dari mengurangi stres, mengembangkan diri, sampai meningkatkan kemampuan akademis (Merritt, 2003). Namun disamping hal-hal baik tersebut, musik juga memiliki konsuekensi tertentu yang disebut-sebut sebagai salah satu penyebab kemunduran atau pengaruh buruk pada pendengar jenis musik tertentu yang memiliki ritme yang tidak sama dengan ritme tubuh manusia. Pengaruh buruk tersebut bisa saja penurunan sistem kekebalan tubuh, stres, depresi, perilaku hiperaktif dan kelelahan (Diamond dalam Merritt, 2003).


(14)

Menurut Rosenfeld (dalam Strouse,1995), musik juga merupakan media kuat yang dapat membangkitkan emosi tertentu, membantu pendengar mengalami pembentukan atau perubahan perilaku tertentu.

Kombinasi paparan audio dan visual juga sangat berpengaruh besar dalam pembentukan perilaku dan perubahan sikap terhadap suatu pesan tertentu (Rubin dalam Strouse, 1995).

Musik yang memiliki ritme yang tidak teratur, memberikan tekanan pada irama terakhir, memiliki jeda yang pendek sebelum memasuki irama pertama seperti yang terdapat dalam pola musik rock pada umumnya, yang biasa disebut musik anapestik, memiliki pola irama yang tidak sama dengan pola irama tubuh manusia pada umumnya dan dapat menyebabkan gangguan-gangguan terhadap sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh (Diamond dalam Merritt, 2003).

Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa musik terutama musik keras yang biasanya membahayakan dan menjadi tempat bernaung remaja yang menolak aturan atau biasa disebut dengan musik bermasalah, seperti rock, hard-core, punk, rap dan musik sejenisnya, membawa gaya hidup tertentu untuk dijalani oleh individu didalamnya (North dkk, 2006). Aliran musik di atas biasanya hadir dalam masyarakat sebagai sebuah subkultur yang terpisah dari budaya pusat yang diakui oleh masyarakat (Bennet dalam Haenfler, 2008). Subkultur ini merupakan sebuah alternatif budaya yang diciptakan oleh remaja yang mengalami ketidakpuasan terhadap budaya pusat yang dibentuk sebelumnya dalam masyarakat. Subkultur ini menawarkan mereka perlawanan untuk membentuk gaya hidup alternatif, “ruang budaya” yang menentang nilai dominan,


(15)

kepuasan yang berarti dan solusi untuk dilema-dilema terhadap pengakuan akan keberadaan mereka (Brake dalam Haenfler,2008).

Salah satu aliran musik yang belakangan ini mulai muncul dari pergerakannya yang awalnya bersifat underground adalah aliran musik emo yang merupakan aliran yang lahir dari musik punk dan rock. Emo merupakan singkatan dari emotional yang merupakan sebuah generasi dari punk rock. Komunitas ini ditandai dengan penggunaan kaos sempit dan kacamata, dasi-dasi, jeans ketat dan sepatu sneakers. Pengertian emo merupakan hal sulit untuk dijelaskan ke dalam definisi yang jelas, sampai-sampai ada penulis yang berpendapat menterjemahkan emo sama sulitnya dengan menterjemahkan arti pornografi karena keambiguan arti sebenarnya yang kemudian kabur melewati beberapa kali penafsiran asal oleh orang yang merasa tahu apa itu emo (Marni, 2008).

Emo sendiri secara global memiliki sejarah yang agak kabur dan tidak memiliki sumber yang benar-benar dapat menjelaskan kemunculannya pertama kali. Hal ini disebabkan oleh pergerakan emo yang hanya di tandai dan disosialisasikan lewat pertumbuhan komunitas yang sangat terbatas (Radin, 2008).

Emo pertama kali muncul pada dekade delapan puluhan dengan kemunculan band seperti Embrace dan Moss Icon yang merupakan band dengan latar belakang punk, namun kemudian memodifikasi permainan musik punk yang biasanya bersemangat dan terkesan keras lewat lirik-lirik dan tempo musik yang lebih lambat dan emosional. Pertama kali muncul, emo merupakan singkatan dari emocore, atau emotional-hardcore, nama yang dikenakan pada kelompok musik punk yang memisahkan diri dari kelompok utamanya dengan menambahkan unsur


(16)

emosional pada musik mereka, berhubungan dengan kesedihan, cinta dan kemarahan dalam lirik-lirik lagu mereka (Marni, 2008).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang pria emo Medan, kelompok emo mulai berkembang di kota Medan sekitar tahun 2003. Dari wawancara ini juga di dapat keterangan bahwa sudah ada banyak band emo yang cukup di kenal dalam dunia musik underground dan indie kota Medan, beberapa nama yang sering muncul seperti Sadness Stories, Blame to Weakness, Missin Envy, dan banyak band lain sejenis yang menurut sumber sering berkumpul di ”Tomato”, sebuah event organizer sekaligus studio musik yang sering mengurusi acara musik indie kota Medan.

Berdasarkan hasil observasi peneliti, ada sedikit perbedaan antara pria emo kota Medan dengan gambaran ideal pria emo secara fisik. Walaupun mirip, tetapi penggunaan aksesoris pada pria emo Medan tidak terlalu terlihat pada beberapa orang, hanya saja kesamaan perilaku terlihat di sikap mereka memandang atribut ”yang baik” dan ”tidak baik”, walaupun terbatas, pria emo sangat memperhatikan merek pakaian dan aksesoris yang mereka kenakan, penggunaan merek palsu atau yang tidak terkenal akan menjatuhkan harga diri mereka di antara sesama pria emo.

Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap komunitas emo di Medan, banyak band emo yang masih segan mengatakan mereka mengusung aliran musik emo atau screamo. Mereka lebih nyaman dilabel hard-core atau alternative. Namun tidak demikian dengan perilaku mereka, yang walaupun tidak persis benar dengan yang diketahui secara umum, mereka telah menunjukkan kesesuaian


(17)

dengan karakter ideal emo yang terlihat dari sifat sensitif mereka, termasuk perilaku emosional dan suka mendramatisir masalah mereka, beberapa bahkan telah mengembangkan kepribadian yang sangat pesimis.

Kelompok emo memiliki beberapa karakteristik khas yang dapat dilihat dari perilaku dan gaya hidup kelompok tersebut yang cukup eksentrik dan musik mereka yang sangat tidak biasa. Seperti yang telah dijelaskan diatas, anggota kelompok emo terutama pria, mengenakan pakaian-pakaian dan aksesoris yang menurut masyarakat lebih cocok bila digunakan oleh perempuan (G. Frouts & Burrgraf; Lin; Fraser; Massoth, dalam Matlin, 2004).

Hal inilah yang kemudian menjadi alasan utama mengapa masyarakat luas yang mengaku mengerti akan bahaya musik emo melakukan aksi menentang pergerakan musik emo (misalnya, Yancy, 2008). Musik emo ditandai dengan vokal yang dramatis, membuat pendengarnya merasa emosional lewat tangisan dan jeritan (Marni, 2008). Sejalan dengan pernyataan Rosenfeld (dalam Strouse, 1995), musik dan lirik-lirik emo yang cenderung emosional dan dramatis sangat berperan penting dalam pembentukan perilaku dan sikap pendengarnya untuk bersikap positif terhadap gaya hidup yang ditawarkan oleh aliran ini, terutama pada pendengar dan pelaku musik pria emo sendiri. Gaya hidup yang dimaksud peneliti mencakup emosi yang berlebihan pada remaja pria dalam kelompok emo, perhatian yang berlebihan pada penampilan, tangisan, drama berlebihan mengenai masalah dalam hidup, kecenderungan untuk merasa tertekan, dan banyak hal lain yang biasanya di asosiasikan dengan emo (Radin, 2008).


(18)

Bila menyinggung mengenai karakteristik emosional dan sensitifitas pria dan wanita, tokoh-tokoh psikologi setuju bahwa anak pria lebih dominan menunjukkan sedikit emosi dibandingkan anak wanita (Diener dalam Shaffer, 2005). Lebih jauh lagi, anak pria hanya menunjukkan secara baik satu emosi, kemarahan, dibandingkan anak wanita (Fabes dalam Shaffer, 2005). Dari hal-hal yang disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa sejak kecil pria sudah diajarkan untuk tidak terlalu menunjukkan emosi dan otomatis saat mulai dewasa, pria akan menjadi sosok yang lebih stabil dalam hal emosi karena tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh emosi-emosi tersebut (Shaffer, 2005). Berbeda dari pernyataan diatas, wawancara singkat oleh peneliti dengan salah satu pria emo menghasilkan jawaban sebagai berikut saat ditanyai mengenai apakah dia merasa malu untuk menunjukkan emosi atau bila harus menangis didepan umum:

“mana ada hak orang ngelarang-larang, ngelarang pula orang itu, suka ati aku lah. Mau nangis-nangis, mau njerit-jerit, itukan bukan orang itu yang atur. Pernah aku lagi putus datang ketempat kerjanya (menunjuk teman disampingnya)….nangis aku….ada yang urus? (peduli. red)….gada….kau urus?” (Komunikasi Personal, 15 Mei 2008)

Pria yang tidak malu menunjukkan emosi mereka pada penganut aliran musik emo juga terlihat dari kutipan hasil wawancara berikut ini:

“aku pernah tiba-tiba dicium si A (pria. red)…. kukira dia ntah kenapa kan, waktu kubonceng dia memang cerita-cerita kalo lagi ada masalah, ya ku iya-iyakan ajalah…. terus…. ‘ku peluk kau ya?’ katanya. Aku sebenarnya dah mulai geli kan…. Dah geli lah kurasa…. Aku diam aja…. Terus dipeluknya aku betul-betul, katanya lagi, ‘ku cium kau ya?’….mak….dah nggak jelas….tiba-tiba aja dah hangat leherku….dahlah….dah diciumnya aku….menyedihkan kali idup kawan tu….macam dah mau mati aja….main cium-cium pula dia.” (Komunikasi Personal, 15 Mei 2008)


(19)

Terdapat banyak ketakutan yang muncul sehubungan dengan kemunculan emo dan gaya hidup mereka. Salah satunya muncul dari kalangan orang yang merasa perduli dengan masalah kelompok remaja yang melabel emo sebagai kelompok yang hanya melemahkan anak muda, mengarahkan ke homoseksualitas, depresi dan feminisasi besar-besaran (Yancy, 2008).

Tekanan dan kecurigaan masyarakat terhadap komunitas ini bahkan meningkat sejalan dengan terjadinya beberapa kejadian bunuh diri yang dilakukan oleh pendengar musik emo. Beberapa kalangan meyalahkan musik emo sebagai pendorong terjadinya hal ini (Yancy, 2008). Emo dituduh telah mensugesti pendengarnya untuk melakukan tindakan bunuh diri dan hal semacamnya.

Bila dilihat lebih dekat, ternyata permasalahan yang menyangkut bunuh diri ini merupakan akibat dari depresi sosial yang tidak dapat diterima oleh beberapa orang. Perilaku bunuh diri merupakan masalah kontrol. Beberapa individu yang merasa tidak dapat mengendalikan lingkungan disekitarnya akan berusaha memanipulasi keadaan tak berdaya tersebut dengan usaha bunuh diri dengan harapan mendapatkan perhatian lebih dari lingkungan sekitarnya (Lifestrong, 2008). Dalam bahasa psikologi, masalah ini dikenali dengan sebutan locus of control, dimana individu membentuk keyakinan mengenai arah datangnya reinforcement terhadap hasil dari perilaku mereka (Schultz, 1994). Perilaku bunuh diri merupakan manifestasi dari locus of control eksternal (Lifestrong, 2008), dimana individu meyakini reinforcement yang mereka dapat berasal dari luar dirinya, nasib baik atau sekedar keberuntungan (Schultz, 1994). Perasaan tidak berdaya individu dalam mengendalikan lingkungan ini dipercaya


(20)

memaksa mereka untuk melakukan ”perjudian” dengan nyawa mereka sendiri demi mendapat perhatian dan pertolongan dari orang di sekitarnya (Lifestrong, 2008).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan antara locus of control eksternal dengan usaha bunuh diri. Salah satu penelitian yang dilakukan Martin dan kolega-koleganya (2004) melihat adanya hubungan yang signifikan antara locus of control eksternal dengan kecenderungan usaha bunuh diri pada remaja dan dewasa awal. Sebagai hasil tambahan; tingkat simptom depresi, pikiran-pikiran mengenai bunuh diri, harga diri yang rendah, pesimisme, kemampuan mengatasi masalah yang rendah, kompetensi sosial yang rendah, konflik dengan orang tua dan sedikitnya dukungan dari orang tua dan rekan sebaya mendukung terjadinya perilaku bunuh diri.

Hal di atas merupakan dasar pikiran dari penelitian ini. Menurut pengamatan peneliti, kelompok emo yang saat ini sedang berkembang dalam masyarakat kota Medan juga memiliki ciri yang sama dengan yang terdapat di tempat asalnya, dimana mayoritas pria emo yang ada di kota Medan memiliki ciri yang hampir sama seperti wanita pada umumnya seperti penggunaan anting, rambut lurus panjang, penggunaan make-up pada pria, gelang dan penggunaan pakaian yang menyerupai wanita, selain hal tersebut, musik dan gaya hidup yang mereka jalani juga memiliki kesamaan yang memungkinkan terjadinya kondisi yang serupa. Dari pemikiran diatas, peneliti tertarik untuk melihat lebih dekat gambaran kelompok emo secara khusus di kota Medan. Bagaimanakah gambaran


(21)

kelompok emo di kota Medan dilihat dari karakteristik fisik, psikologis dan musikal? Bagaimana locus of control pada kelompok emo di kota Medan?

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran locus of control pada kelompok aliran musik emo di kota Medan.

C. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, antara lain: 1. Manfaat teoritis 

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk  pengembangan kajian di bidang psikologi, khususnya bagian psikologi sosial  menyangkut gambaran kelompok aliran musik emo di kota Medan. Di samping  itu penelitian ini akan membantu memberikan kerangka teoritis yang berkaitan  dengan kelompok aliran musik emo

2. Manfaat praktis 

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca untuk  mengetahui gambaran kelompok aliran musik emo di kota Medan, terutama  mengenai locus of control pada kelompok ini. Penelitian ini juga diharapkan  dapat menjadi bahan referensi atau informasi tambahan bagi para praktisi  psikologi dalam mengetahui dan memahami kelompok emo


(22)

D. SISTEMATIKA PENULISAN 

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Terdiri dari kelompok: definisi kelompok, ciri-ciri kelompok, macam-macam kelompok, aspek-aspek kelompok; emo: definisi musik, efek emosional musik, definisi emo, sejarah emo, ciri-ciri emo, locus of control, locus of control eksternal, hubungan locus of control eksternal, dan pertanyaan penelitian.

BAB III : Metodologi Penelitian

Terdiri dari identifikasi variabel; definisi operasional variabel penelitian; subjek penelitian; instrumen/alat ukur penelitian; dan teknik pengumpulan data.

BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan

Terdiri dari uraian singkat hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan.


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KELOMPOK

A.1. Definisi Kelompok

Kelompok adalah sebuah unit yang berisi sejumlah organisme terpisah yang berbeda-beda yang memiliki persepsi yang sama mengenai kebersamaan mereka dan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk berperilaku secara bersama-sama dalam lingkungan mereka (Smith, dalam Shaw, 1979).

Menurut Bass, kelompok adalah sekumpulan individu dimana keberadaan mereka sebagai kumpulan menguntungkan bagi individu tersebut (Shaw, 1979). Titik berat pengertian ini lebih pada adanya reward dari kelompok terhadap individu dalam kelompok.

Selain pengertian kelompok di atas, ada pula pengertian kelompok yang didasari atas tujuan kelompok tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Mills (dlam Shaw, 1979) yang menyatakan kelompok adalah unit yang tersusun dari dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk tujuan tertentu dan memandang interaksi tersebut berarti.

Fiedler (dalam Shaw, 1979) menyatakan kelompok sebagai sekumpulan individu yang berbagi nasib yang sama, yaitu mereka yang saling bergantung dimana satu kejadian yang mempengaruhi salah satu anggota turut mempengaruhi anggota yang lain.


(24)

Berdasarkan definisi-definisi diatas, peneliti mendefinisikan kelompok sebagai sekumpulan individu yang memiliki persepsi yang sama mengenai kebersamaan mereka, memiliki tujuan dan nasib yang sama dan melakukan tugas dimana hasil kerja tiap anggota mempengaruhi anggota lainnya.

A.2. Macam-macam Kelompok

Santosa (1999) membagi kelompok menjadi dua bagian, yaitu: 1. Peer Group/Kelompok Sebaya

Menurut Santosa (1999), dalam kelompok sebaya (peer group), individu merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lainnya seperti di bidang usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat memperkuat kelompok itu. Peer group tidak mementingkan adanya struktur organisasi, namun di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Individu dalam peer group juga merasa menemukan dirinya (pribadi) serta dapat mengembangkan rasa sosialnya sejalan dengan perkembangan kepribadiannya.

a. Latar belakang timbulnya peer group

Individu hidup dalam tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut Havinghurst, individu tumbuh dan berinteraksi dalam dua dunia sosial yaitu dunia orang dewasa dan dunia sebayanya (peer group) (dalam Santosa, 1999).

Dalam dua dunia sosial tersebut maka timbullah latar belakang dari peer group:


(25)

i. Adanya perkembangan proses sosialisasi.

Pada usia remaja, individu mengalami proses sosialisasi, dimana mereka itu sedang belajar memperoleh kemantapan sosial dalam mempersiapkan diri untuk menjadi orang yang dewasa baru, sehingga individu mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya, dimana individu dapat saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompok.

ii. Kebutuhan untuk menerima penghargaan.

Secara psikologis, individu butuh penghargaan dari orang lain, agar mendapat kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu, individu bergabung dengan teman sebayanya yang mempunyai kebutuhan psikologis yang sama yaitu ingin dihargai, sehingga individu merasakan kebersamaan/kekompakan dalam kelompok teman sebayanya.

iii. Perlu perhatian dari orang lain.

Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang merasa senasib dengan dirinya. Hal ini dapat ditemui dalam kelompok sebayanya, dimana individu merasa sama satu dengan lainnya, mereka tidak merasakan adanya perbedaan status, seperti jika mereka bergabung dengan dunia orang dewasa.


(26)

iv. Ingin menemukan dunianya.

Dalam peer group individu dapat menemukan dunianya, dimana berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan di segala bidang.

b. Fungsi peer group

Peer group adalah kelompok anak sebaya yang sukses dimana mereka dapat berinteraksi. Hal-hal yang dialami oleh anak-anak tersebut adalah hal-hal yang menyenangkan saja. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

i. Mengajarkan kebudayaan.

Dalam peer group diajarkan kebudayaan yang berada di tempat tersebut.

ii. Mengajarkan mobilitas sosial.

Mobilitas sosial adalah perubahan status yang lain. iii. Membantu peranan sosial yang baru.

Peer group memberi kesempatan bagi anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru.

iv. Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk masyarakat.

Kelompok teman sebaya di sekolah dapat sebagai sumber informasi bagi guru dan orang tua tentang hubungan sosial individu. Peer group dapat menjadi sumber informasi di masyarakat jika salah satu anggotanya berhasil, maka di mata


(27)

masyarakat peer group tersebut berhasil atau bila peer group tersebut sukses, maka anggota-anggotanya juga baik.

v. Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain.

Peer group dapat merasakan kebersamaan dalam kelompok, mereka saling tergantung satu sama lainnya.

vi. Peer group mengajar moral orang dewasa.

      Anggota peer group bersikap dan bertingkah laku seperti orang  dewasa,  untuk  mempersiapkan  diri menjadi orang  dewasa  mereka  belajar memperoleh kemantapan sosial. Tingkah laku mereka seperti  orang dewasa, tapi mereka tidak mau disebut dewasa. Mereka ingin  melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang dewasa, mereka  ingin menunjukkan  bahwa mereka juga bisa berbuat seperti orang  dewasa. 

vii. Dalam peer group, individu dapat mencapai kebebasan sendiri. Kebebasan pada konteks ini diartikan sebagai kebebasan berpendapat, bertindak atau menemukan identitas diri. Anggota-anggota yang lain dalam kelompok tersebut juga mempunyai tujuan dan keinginan yang sama. Berbeda dengan kalau anak bergabung dengan orang dewasa, maka anak akan sulit untuk mengutarakan pendapat atau untuk bertindak, karena status orang dewasa selalu berada di atas dunia anak sebaya.


(28)

viii. Dalam peer group, anak-anak mempunyai organisasi sosial yang baru.

Anak belajar tentang tingkah laku yang baru, yang tidak terdapat dalam keluarga. Pada keluarga yang strukturnya lebih sempit, anak belajar bagaimana menjadi anak dan saudaranya. Sekarang dalam peer group mereka belajar tentang bagaimana menjadi teman, bagaimana mereka berorganisasi, bagaimana berhubungan dengan anggota kelompok yang lain, dan bagaimana menjadi seorang pemimpin dan pengikut.

c. Ciri-ciri peer group

Adapun cirri-ciri dari peer group adalah sebagi berikut: i. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas.

Peer group terbentuk secara spontan. Di antara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu di antara anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin dimana semua anggota beranggapan bahwa dia memang pantas dijadikan sebagai pemimpin, biasanya anak yang disegani dalam kelompok itu. Semua anggota merasa sama kedudukan dan fungsinya.

ii. Bersifat sementara.

Tidak ada struktur yang jelas, maka kelompok ini kemungkinan tidak bisa bertahan lama, lebih-lebih jika yang menjadi keinginan masing-masing anggota kelompok tidak tercapai, atau karena


(29)

keadaan yang memisahkan mereka seperti pada teman sebaya di sekolah.

iii. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas. Individu-indivudi berasal dari lingkungan yang berbeda-beda dengan aturan atau kebiasaan yang berbeda pula. Individu-individu tersebut akan memasuki peer group, sehingga mereka saling belajar secara tidak langsung tentang kebiasaan dan dipilih yang sesuai dengan kelompok kemudian dijadikan kebiasaan-kebiasaan kelompok.

iv. Anggotanya adalah individu yang sebaya.

Individu tersebut mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama.

2. Community/Masyarakat

Menurut Soerjono Soekanto (dalam Santosa, 1999), istilah community dapat diterjemahkan sebagai “masyarakat setempat”, istilah mana menunjuk pada warga-warga sebuah desa, sebuah kota, suku atau suatu bangsa. Bentuk kelompok ini tidak dijelaskan secara lanjut karena defenisi kelompok yang relevan terhadap penelitian ini adalah bentuk kelompok pertama.


(30)

A.3. Aspek-aspek Kelompok

Menurut Baron dan Byrne (2003), aspek-aspek yang memainkan peran utama dalam kelompok adalah :

1) Peran

Peran mengacu pada satu set perilaku yang diharapkan dilakukan oleh individu yang memiliki posisi spesifik dalam suatu kelompok. Peran dapat membantu memperjelas tanggung jawab dan kewajiban anggota kelompok. Pada saat mendapatkan perannya, individu cenderung menginternalisasikan peran tersebut ke dalam dirinya dan menghubungkannya dengan aspek-aspek kepribadian mereka. Hal ini menyebabkan individu tetap menjalani perannya walaupun berada di luar kelompok.

2) Status

Status adalah posisi atau tingkatan individu dalam kelompok. Peran atau posisi yang berbeda dalam suatu kelompok yang dihubungkan dengan tingkatannya dalam kelompok.

3) Norma

Norma adalah peraturan di dalam suatu kelompok yang mengindikasikan bagaimana anggota-anggota seharusnya atau tidak seharusnya bertingkah laku. Menuruzt Kallgren, Reno, dan Cialdini (dalam Baron & Byrne, 2004), norma mempengaruhi tingkah laku hanya jika norma-norma tersebut dirasakan penting dan dijadikan fokus perilaku oleh individu.


(31)

4) Kohesifitas

Kohesifitas adalah semua kekuatan (faktor-faktor) yang menyebabkan anggota kelompok bertahan dalam kelompok, seperti kesukaanpada anggota lain dalam kelompok dan keinginan untuk menjaga atau meningkatkan status dengan menjadi anggota dari kelompok tertentu (Festinger dalam Baron & Byrne, 2004).

B. ALIRAN MUSIK EMO

B.1. Definisi Aliran Musik Emo

Kesesuaian antara semua pendekatan teori musik adalah konsep emosional pada musik. Musik memiliki kekuatan untuk menimbulkan respon-respon mental, fisik, emosional dan spiritual dalam diri individu. Banyak penelitian menunjukkan bahwa efek ini akan semakin besar bila musik tersebut memiliki arti tertentu terhadap individu yang mendengarkannya. Bila dikaitkan dengan hal emosi, musik menciptakan lingkungan mood dimana kita merespon secara tidak sadar. Reaksi emosi kita terhadap musik menciptakan reaksi fisik seperti menangis, detak jantung yang lebih cepat atau berhenti bernafas untuk sesaat (Wilgram, 2004).

Musik memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan manusia, mulai dari mengurangi stres, mengembangkan diri, sampai meningkatkan kemampuan akademis (Merritt, 2003).

Menurut Rosenfeld (dalam Strouse,1995), musik juga merupakan media kuat yang dapat membangkitkan emosi tertentu, membantu pendengar mengalami


(32)

Musik yang memiliki ritme yang tidak teratur, memberikan tekanan pada irama terakhir, memiliki jeda yang pendek sebelum memasuki irama pertama yang biasa disebut musik anapestik, memiliki pola irama yang tidak sama dengan pola irama tubuh manusia pada umumnya dan dapat menyebabkan gangguan-gangguan terhadap sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh, stres, depresi, perilaku hiperaktif dan kelelahan (Diamond dalam Merritt, 2003).

Emo merupakan singkatan dari emotional atau emo-core, sebuah generasi musik dari punk rock. Komunitas ini ditandai dengan potongan rambut dengan poni yang panjang menutupi sebagian wajah dan penggunaan make-up dan pakaian wanita pada pria emo (Marni, 2008).

Banyak orang tidak tahu mengenai emo. Hal ini terjadi karena catatan dan dokumentasi perkembangan emo sebagian besar disosialisasikan secara terbatas dan hanya pada kalangan tertentu (Radin, 2008).

Aliran musik emo memiliki karakter musik punk, cepat dan bersemangat tetapi memiliki karakter vokal yang diubah. Vokal dalam emo terkesan kehabisan napas dan terengah-engah yang menimbulkan kesan emosional dan lelah. Terkadang vokal dalam aliran musik emo ini juga menggunakan jeritan dan teriakan yang sangat keras di puncak lagu-lagu mereka (Radin, 2008). Beberapa kelompok musik emo yang terkenal belakangan ini seperti My Chemical Romance, Dashboard Convensional, Fall Out Boy, Funeral for a Friend, dan lain-lain yang secara kelihatan memberikan gambaran mengenai emo.


(33)

B.2. Sejarah Emo

Dalam Wikipedia (2008) terdapat sejarah emo, yaitu sebagai berikut: Gelombang pertama (1985-1994)

Tahun 1985 di Washington D.C., Ian MacKaye dan Guy Picciotto, dua orang veteran musik hardcore memutuskan untuk berpindah haluan dari gaya dasar hardcore yang meninggikan kekerasan. Hasilnya, grup musik mereka membentuk sebuah revolusi yang dikenal dengan istilah “Revolution Summer” yang memperbaharui semangat eksperimen dan penemuan musik baru.

Istilah emo sebenarnya tidak memiliki asal yang jelas, tapi awalnya istilah ini muncul pada majalah Flipside untuk menggambarkan musik baru ini. Pada awal tahun 90-an, istilah ini mengacu pada emo-core, yang juga tidak diketahui kapan waktu persis istilah ini berubah. Awal tahun-tahun ini banyak grup musik emo yang bermunculan dengan kesamaan tema dalam politik dan sosial.

Disaat yang bersamaan, wilayah lain di Amerika juga mengalami perubahan yang serupa. Bahkan di San Diego, terjadi perubahan ke arah emo yang lebih kasar dan agresif yang sering disebut screamo.

Gelombang kedua (1994-2000)

Sejalan dengan semakin berkembangnya emo di awal tahun 90-an, grup-grup musik baru bermunculan. Momen kunci perkembangan ini adalah pelepasan album “Diary” oleh Sunny Day Real Estate pada tahun 1994. Dukungan label yang lebih besar juga memberi peluang bagi mereka untuk muncul dalam acara televisi yang menghasilkan perhatian masyarakat luas.


(34)

Pada tahun-tahun berikutnya, beberapa lingkupan luas “indie emo” muncul. Yang paling signifikan terjadi pada pertengahan 90-an. Banyak grup musik yang dipengaruhi oleh sumber yang sama, tapi dengan musik yang lebih temperamen.

Sebagaimana “indie emo” semakin dikenal dunia, sejumlah tindakan yang dianggap bukan emo mulai disebut sebagai emo karena kesamaannya dalam musik.

Akhir 90-an, gerakan emo lebih ke arah nasional daripada regional, label-label rekaman besar mulai berpaling kepada emo dengan harapan dapat menarik keuntungan dari kepopuleran emo saat itu. Hal ini menciptakan konflik bagi grup-grup musik yang berusaha loyal pada jenis musiknya yang independen. Konflik-konflik ini sering berujung pada pecahnya grup-grup musik emo. Tahun-tahun ini menjadi tahun hilangnya emo dari hadapan publik.

Gelombang III (2000- Sekarang)

Walaupun sudah hampir hilang secara keseluruhan, istilah musik emo tetap ada dan biasanya selalu dikenalkan pada grup-grup musik emo yang berasal dari tahun 90-an yang masih memainkan musik mereka.

B.3. Karakteristik Kelompok Emo

Kelompok emo menunjukkan karakteristik atau gaya tersendiri yang dimiliki oleh komunitas kelompok emo tersebut hampir secara universal dan biasanya dapat dibagi dalam tiga bagian utama (Marni, 2008; Radin, 2008), yaitu:


(35)

1. Secara psikologis memiliki emosi yang sangat sensitif dan dramatis, kecenderungan untuk menjadi pesimis dan depresif, sifat suka menolong kesulitan lewat bantuan secara emosional, menarik diri, dan merasa diabaikan.

2. Secara fisik memiliki potongan rambut panjang di bagian depan yang dibuat menutup sebagian besar wajah, biasanya di-rebonding dan dicat hitam pekat, rambut bagian belakang pendek dan dibuat acak-acakan atau spikey. Pakaian sempit, pria biasanya menggunakan pakaian wanita seperti celana jeans ketat dan kaos-kaos sempit hitam, memakai sepatu hitam yang sengaja dibuat kotor, memakai gelang-gelang karet yang berwarna hitam.Mempertahankan tubuh yang kurus. Kacamata tebal dengan gagang hitam.

3. Berdasarkan musik dan perilaku yang menyangkut musik mereka, yaitu penggunaan make-up yang menekankan bagian mata agar terlihat lelah dan tertekan saat berada di atas panggung, cara penyampaian lirik lagu yang membuat seolah-olah mereka tercekik atau sangat menderita akibat kesedihannya, lirik lagu yang sangat depresif dan pesimis namun dengan tempo yang biasanya cepat.


(36)

C. LOCUS OF CONTROL

Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Dr. Julian Rotter sekitar tahun 1960-an. Menurutnya, locus of control merupakan keyakinan individu mengenai sumber dari kontrol reinforcement yang individu terima (dalam Schultz, 1994).

Locus of control terbagi atas 2 bagian besar (Schultz, 1994) yaitu internal dan eksternal. Locus of control internal mengindikasikan keyakinan individu bahwa reinforcement datang atas kontrol yang terdapat pada individu itu sendiri; kita yang mengatur reinforcement yang kita terima. Locus of control eksternal, sebagai kebalikan dari internal, mengindikasikan keyakinan individu bahwa reinforcement yang diterimanya berada di bawah kuasa orang lain, nasib, atau keberuntungan semata.

Robinson dan Shaver (dalam Lina dan Rasyid, 1997) mengelompokan faktor yang mempengaruhi pengembangan locus of control menjadi 2, yaitu episodic antecendents dan accumulative antecendents. Episodic antecendents mengacu pada kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi perkembangan locus of control seseorang seperti kecelakaan atau kematian orang-orang yang berarti. Accumulative antecendents mengacu pada faktor-faktor seperti diskriminasi sosial, perasan tidak berdaya, dan pola asuh.

Menurut Lina dan Rasyid (1997), locus of control tidak bersifat tipologik melainkan kontinyu dimana internalitas yang tinggi akan diikuti dengan eksternalitas yang rendah, dan sebaliknya, internalitas yang rendah akan diikuti eksternalitas yang tinggi.


(37)

C.1. Locus of Control Eksternal

Schultz (1994) berpendapat bahwa locus of control eksternal mengindikasikan kepercayaan bahwa reinforcement berada di bawah kendali orang lain, nasib atau keberuntungan.

Individu dengan locus of control eksternal cenderung menyalahkan lingkungan luar terhadap kesalahan yang mereka lakukan dan menganggap keberhasilan yang mereka dapat lebih sebagai keberuntungan daripada hasil usaha mereka sendiri. (Crawford, 2003)

Terdapat beberapa karakteristik orientasi pada kedua locus of control, yaitu:

1. Internal lebih mengarah pada pencapaian yang tinggi dalam bekerja sementara eksternal membuat tujuan kerja yang rendah.

2. Internal lebih dapat menahan diri dibandingkan eksternal. 3. Internal lebih tahan terhadap tekanan.

4. Internal lebih toleran terhadap situasi-situasi yang ambigu.

5. eksternal kurang suka mengambil resiko untuk bekerja dalam pekerjaan yang lebih membangun, dan memperbaiki diri lewat latihan-latihan dibandingkan internal.

6. Internal mendapatkan lebih banyak keuntungan dari dukungan sosial 7. Internal menunjukkan penyembuhan masalah mental yang lebih baik


(38)

8. Internal cenderung lebih memilih permainan yang membutuhkan kemampuan, sementara eksternal cenderung memilih permainan yang didasari peluang atau keberuntungan.

Rotter (dalam Schultz, 1994) mengemukakan 3 aspek locus of control eksternal, yaitu kesempatan, tindakan orang lain dan faktor yang tidak dapat dikontrol.

D. GAMBARAN LOCUS OF CONTROL PADA KELOMPOK ALIRAN

MUSIK EMO

Terdapat hubungan yang signifikan, walaupun belum didasari penelitian ahli, antara locus of control eksternal dengan kelompok emo. Kelompok emo dikenal dengan karakteristik yang emosional, depresif dan beberapa waktu terakhir dicurigai sebagai pemicu terjadinya perilaku bunuh diri pada peminat musik mereka (Marni, 2008; Radin, 2008; Yancy, 2008; Levy, 2008). Karakteristik di atas terdapat pula dalam karakteristik umum locus of control eksternal (Schultz, 1994; Sacks & Krupat, 1988; Martin, 2005; Crawford, 2003). Hasil observasi dan wawancara singkat dengan anggota kelompok ini juga memberikan hasil yang mendukung signifikansi hubungan ini. Wawancara yang pertama memberikan kesimpulan bahwa itee sangat membutuhkan dukungan emosional saat mendapatkan tekanan, hal ini sesuai dengan karakteristik yang dikemukakan oleh Crawford (2003) yang mengatakan bahwa eksternal cenderung mencari opini terhadap masalah-masalah mereka, dan pendapat Sacks & Krupat


(39)

(1988) bahwa locus of external kurang aktif dalam menghadapi masalah kehidupan. Wawancara kedua juga menghasilkan kesimpulan yang serupa. Kedua wawancara dilakukan pada pria emo, padahal menurut Rotter (Inlightimes, 2006), pria cenderung lebih internal daripada perempuan.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penggunaan metodologi yang tepat sangat penting dalam suatu penelitian karena menentukan seberapa terpercayanya hasil yang diperoleh dari suatu penelitian. Metodologi penelitian mempengaruhi proses pengumpulan data, pengolahan data, serta bagaimana menarik kesimpulan yang tepat. Pembahasan dalam metodologi penelitian meliputi; identifikasi variabel, definisi operasional, pemilihan subyek penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisa data (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Menurut Azwar (2000), metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi dan mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.

Jenis penelitian ini tidak mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel. Dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata, atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori di suatu varibel. Dalam pengolahan dan analisis data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif.


(41)

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai gambaran kelompok aliran musik emo berdasarkan perhitungan statistik.

A. VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah gambaran karakteristik kelompok emo dan locus of control pada kelompok emo di kota Medan.

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Locus of control berhubungan dengan keyakinan individu mengenai kontrol reinforcement yang mereka dapatkan. Semakin tinggi skor pada item-item internal dalam skala locus of control, semakin internal individu tersebut. Semakin tinggi skor pada item-item eksternal dalam skala locus of control, semakin eksternal individu tersebut.

Karakteristik kelompok emo secara psikologis berhubungan dengan pola berpikir anggota kelompok mengenai apa yang dapat membuat mereka merasa menjadi bagian dari kelompok emo. Berpikir mengenai cara yang benar mengenai menjadi emo, internalisasi nilai kelompok, menjadi contoh elemen dalam aspek ini.

Karakteristik kelompok emo secara fisik berhubungan dengan cara anggota berperilaku untuk menjadi bagian dari kelompok emo. Menggunakan pakaian sempit, aksesoris, penampilan fisik, merupakan contoh elemen aspek ini.


(42)

Karakteristik kelompok emo secara musikal dan perilaku yang berhubungan dengan musik mereka adalah bagaimana anggota kelompok emo menampilkan diri dalam kelompok emo. Seperti mendengarkan musik-musik emo, mengikuti konser-konser emo, hanya memainkan musik emo dalam kesempatan konser maupun kehidupan sehari-hari dalam pergaulannya.

C. PROSEDUR PENGAMBILAN SAMPEL

C.1. Populasi dan Sampel

Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah seluruh subyek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subyek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama. Sampel merupakan sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja pria yang termasuk dalam kelompok aliran musik emo yang tinggal di kota Medan. Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan anggota dalam populasi yaitu remaja pria dalam kelompok aliran musik emo yang menjadi anggota aktif band emo.

Menurut Bungin (2005), populasi yang kecil dan dapat terjangkau seluruhnya sebaiknya diikutsertakan seluruhnya saat dilakukan penelitian. Dalam istilah kuantitatif, objek yang seperti ini disebut sebagai sampel total, yaitu keseluruhan populasi merangkap sebagai sampel penelitian. Hal ini menyebabkan


(43)

peneliti tidak lagi harus melakukan metode pengambilan sampel, karena seluruh populasi telah menjadi subjek dalam penelitian ini.

C.2. Jumlah Subjek Penelitian

Dari seluruh remaja pria yang termasuk dalam kelompok aliran musik emo yang tinggal di kota Medan (populasi), jumlah total sampel dalam penelitian ini direncanakan adalah sekitar 50 orang, yaitu seluruh populasi. Hal ini dikarenakan seluruh anggota populasi masih dapat dijangkau peneliti dan jumlah anggota populasi masih cukup kecil (Bungin, 2005)

D. METODE PENGUMPULAN DATA

D.1. Alat Ukur yang Digunakan

Data penelitian diperoleh dari alat ukur. Alat ukur yang diberikan kepada sampel dalam penelitian ini adalah angket berisi pertanyaan tertutup yang berkaitan dengan atribut emo dan skala locus of control.

D.1.1. Angket Karakteristik Emo

Proses pengumpulan data pertama dilakukan dengan menggunakan angket, atau yang biasa pula disebut sebagai kuesioner (Bungin, 2005). Metode angket merupakan serangkaian pertanyaan yang disusun secara sistematis dan kemudian diisi oleh responden. Beberapa keuntungan penggunaan angket menurut Bungin (2005) adalah:


(44)

2. pengumpulan data yang lebih mudah terutama pada sampel yang terpencar.

3. metode ini relatif membutuhkan waktu yang sedikit.

Menurut Azwar (2005), angket mempunyai kebaikan-kebaikan dan alasan-alasan penggunaan yaitu:

1. Angket mengungkap data faktual atau yang dianggap fakta dan kebenaran yang diketahui oleh subjek.

2. Asumsi dasar penggunaan angket adalah bahwa responden merupakan orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri sehingga pertanyaan dalam angket adalah pertanyaan langsung terarah terhadap informasi mengenai data yang hendak diungkap.

3. Subyek menyadari arah jawaban yang sesungguhnya dari pertanyaan dalam angket.

4. Angket dapat mengungkap informasi tentang banyak hal.

Survei stereotip gender akan disajikan dalam bentuk pernyataan yang diskor 1 dan 0, dimana 1 = Ya dan 0 = Tidak.

Penyusunan survey untuk kelompok aliran musik emo dapat dilihat pada blue print di bawah ini:

Tabel 1

Blue-print Survei Kelompok Aliran Musik Emo

No. Aspek Jumlah 1. Fisik 10 2. Psikologis 10 3. Musik 10


(45)

D.1.1.1. Validitas

Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah content validity yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi alat tes dengan analisis rasional atau lewat penilaian ahli. Validitas ini kemudian dibagi atas dua bentuk yaitu face validity dan logic validity. Face validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa face validity telah terpenuhi. Sedangkan logic validity merujuk pada tingkat relevansi aitem terhadap atribut yang hendak diukur (Azwar, 2004).

D.1.2. Skala Locus of Control

Skala locus of control yang akan digunakan adalah hasil adaptasi skala locus of control yang dikemukakan oleh Julian Rotter (1960) Berisi aitem-aitem yang mengacu pada locus of control internal dan eksternal yang kemudian mendapatkan penambahan-penambahan item dari peneliti untuk menghindari bila aitem yang di adaptasi masih ada yang gugur dalam uji coba alat ukur.

D.1.2.1. Validitas

Dalam penelitian ini, validitas dan reliabilitas untuk skala locus of control yang digunakan adalah content validity yang diestimasi lewat pengujian ulang terhadap isi alat tes hasil adaptasi dengan analisis rasional atau lewat penilaian ahli. Peneliti menggunakan bantuan seorang pakar dalam bahasa Inggris dalam


(46)

melakukan penerjemahan dan penyesuaian bahasa dalam skala ini. Validitas ini kemudian dibagi atas dua bentuk yaitu face validity dan logic validity. Face validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa face validity telah terpenuhi. Sedangkan logic validity merujuk pada tingkat relevansi aitem terhadap atribut yang hendak diukur (Azwar, 2004).

D.2. Uji Daya Beda dan Reliabilitas

D.2.1. Uji Daya Beda

Uji daya beda butir pernyataan untuk melihat sejauh mana butir pernyataan mampu membedakan antara individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis butir pernyataan ini adalah dengan memilih butir-butir pernyataan yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes (Azwar, 1999).

Pengujian daya beda butir pernyataan ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap butir pernyataan dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Product Moment Pearson. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda butir pernyataan (Azwar, 2000).


(47)

D.2.2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks seberapa jauh alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut Hadi (2000) reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda.reliabilitas alat ukur ini mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2002).

Uji reliabilitas alat ini menggunakan pendekatan konsistensi internal dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes pada sekelompok individu sebagai subjek. Teknik yang digunakan dalam mengukur reliabilitas skala ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach dengan koefisien > 0,05 dengan bantuan program SPSS for Windows.

D.3. Hasil Uji Coba

Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kaualitas dari masing-masing butir pernyataan. Pada uji coba alat ukur, jumlah pernyataan yang digunakan dalam skala locus of control adalah sebanyak 50 butir pernyataan. Jumlah yang relatif sedikit ini disebabkan karena skala adalah hasil adaptasi yang sebenarnya sudah terbukti reliabel dan hanya membutuhkan sedikit penyesuaian dan tambahan pada aspek-aspek tertentu saja.

Berdasarkan hasil estimasi daya beda butir pernyataan dan reliabilitas terhadap data uji coba yang telah dikumpulkan maka diperoleh koefisien alpha


(48)

keseluruhan butir pernyataan sebesar 0,808 yang bergerak dari 0,795 – 0,816. Berdasarkan daya beda butir pernyataan ditemukan 14 butir pernyataan yang gugur atau tidak dapat digunakan sehingga jumlah aitem yang akan digunakan dalam skala locus of control dalam penelitian ini adalah sebanyak 37 butir pernyataan.

E. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap; persiapan, pelaksanaan dan pengolahan data.

1. Tahap Persiapan

Pada tahapan ini hal-hal yang dilakukan peneliti adalah : a. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, peneliti mempersiapkan 50 item skala locus of control dan 30 item untuk angket emo. Skor untuk masing-masing item pada kedua alat ukur adalah 1 dan 0.

b. Uji coba alat ukur

Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 24 agustus – 27 agustus 2009 terhadap sekitar 75 orang mahasiswa pria USU. Dari seluruh subjek uji coba, hanya 50 subjek yang memenuhi kriteria untuk penelitian ini.

c. Revisi alat ukur

Peneliti kemudian melakukan pengujian reliabilitas dan validitas. Dari hasil pengujian ini peneliti mendapatkan 37 item yang dapat digunakan dalam skala locus of control sementara item yang lain gugur dalam uji coba.


(49)

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah dilakukan uji coba, peneliti melakukan pengambilan data terhadap sekitar 55 orang subjek dengan menggunakan skala locus of control dan angket emo. Dari keseluruhan subjek, hanya 41 orang yang mengembalikan skala yang dapat diolah menjadi data hasil penelitian. Penelitian dilakukan pada tanggal 8 September – 20 September 2009.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah data hasil penelitian lewat skala locus of control dan angket emo, maka untuk pengolaha data selanjutnya, data diolah menggunakan alikasi SPSS for windows.

F. METODE ANALISA DATA

Data yang akan diolah, yaitu skor persentase. Data yang diperoleh akan diolah dengan analisa statistik dengan menggunakan program SPSS version 15.0 for Windows, yaitu gambaran mean skor skala berdasarkan aspek-aspeknya secara keseluruhan akan diperoleh dengan perintah descriptive.


(50)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian yang berkaitan dengan analisa data penelitian.

A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 41 orang yang berasal dari kelompok band emo kota Medan. Seluruh subjek berjenis kelamin laki-laki dan merupakan anggota dari sebuah band emo di kota Medan.

A.1. Usia Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan usia dengan penyebaran data sebagai berikut:

Tabel 2

Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia N Persentase

<18 18-21 22-25 >25

7 24 10 0

17.07% 58.54% 24.39%

0%

Total 41 100%

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa terdapat 7 orang subjek yang berusia dibawah 18 tahun (17.07%), 24 orang subjek berusia antara 18-21 tahun (58.54%), 10 orang berusia antara 22-25 tahun (24.39%), dan tidak terdapat subjek yang berusia di atas 25 tahun.


(51)

A.2. Tingkat Pendidikan

Subjek dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan tingkat pendidikannya, yaitu SMA (sederajat) dan Perguruan Tinggi (S1 atau D3) adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan N Persentase

SMA Perguruan Tinggi

22 19

56.09% 43.9%

Total 41 100%

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki tingkat pendidikan SMA adalah sebanyak 23 orang dan subjek yang memiliki tingkat pendidikan akhir S1 atau D3 sebanyak 18 orang.

B. HASIL UTAMA PENELITIAN

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat locus of control pada kelompok emo Medan serta melihat gambaran umum kelompok tersebut lewat angket yang didasari komponen-komponen utama kelompok emo.

B.1. Locus of Control Kelompok Emo

Locus of control kelompok emo dalam penelitian ini dilihat melalui nilai mean dan frekuensi yang diperoleh dari skala subjektif locus of control.

Pada penelitian ini, subjek dikelompokkan ke dalam 4 kategori berdasarkan rentang nilai, yaitu internal, cenderung internal, cenderung eksternal dan eksternal.


(52)

Untuk mengelompokkan subjek ke dalam masing-masing kelompok, dibuat suatu kategorisasi nilai berdasarkan norma pada tabel 4 dan selanjutnya menghasilkan pengkategorian nilai locus of control seperti pada tabel 5.

Tabel 4

Kategorisasi Norma Nilai

Variabel Rentang nilai kategori

X ≥(µ + 1.0σ) Tinggi

µ < X ≤ (µ + 1.0σ) Cukup tinggi (µ -1.0σ) ≤ X < µ Cukup rendah

Locus of Control

X ≤ (µ -1.0σ) Rendah

Keterangan:

µ = rata-rata skor locus of control (23.06555) σ = standar deviasi (6.643)

Berdasarkan skor locus of control yang dimiliki oleh pria dalam band emo kota Medan, diperoleh penggolongan locus of control serta frekuensi subjek sebagai berikut.

Tabel 5

Kategorisasi Locus of Control Remaja Pria Kota Medan

Variabel Rentang nilai Kategori Frekuensi

X ≥ 29.71 internal 8 23.06 < X ≤ 29.71 Cenderung internal 14

16.42 < X ≤ 23.06 Cenderung eksternal 11 Locus of Control

X ≤ 16.42 eksternal 8

Jumlah 41

Dari tabel 5 diketahui bahwa jumlah subjek penelitian adalah sebanyak 41 orang. Dari pengkategorisasian ini dapat kita lihat bahwa jumlah subjek tersebar merata mulai dari cenderung internal sampai cenderung eksternal. Dalam tabel ini ternyata frekuensi subjek yang internal (22) lebih besar dibandingkan subjek yang


(53)

Gambaran lebih jelas mengenai locus of control ini dapat dilihat dari lampiran frekuensi hasil pengolahan data dari skala locus of control yang menunjukkan bahwa subjek malah cenderung memilih item-item internal walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok.

B.2. Gambaran Kelompok Emo Kota Medan

Gambaran kelompok emo kota Medan dapat dilihat melalui hasil pengolahan data angket gambaran kelompok emo kota medan yang menggambarkan kelompok ini lewat frekuensi pemilihan item-item tertentu. Dari populasi yang berjumlah 41 orang subjek, ditemukan bahwa pria emo Medan memiliki ketertarikan yang sama dalam hal yang tergambar dari pemilihan beberapa item populer dan tidak populer seperti dalam tabel 6 berikut.

Tabel 6

Karakteristik Emo Berdasarkan Item

Item Populer N Persentase

Poni panjang dengan rambut spikey di bagian belakang merupakan ciri yang wajib dimiliki seorang pria emo

36 87,8%

Emo menggunakan beberapa aksesoris yang seharusnya digunakan oleh wanita

34 82,9%

Saya hanya mengoleksi pakaian dan aksesoris yang bermerk populer

31 75,6% Saya berusaha menampilkan diri sebagai emo

didepan orang banyak

32 78%

Saya merasa lebih senang berkumpul dengan sesama emo di distro-distro, tempat latihan band atau mall


(54)

Saya menemukan identitas diri saya dengan menjadi seorang emo

30 73,2%

Musik emo adalah percampuran rock dan punk 41 100% Musik emo sangat dramatis dalam

menggambarkan pesan yang disampaikannya

31 75,6% Musik emo yang saya mainkan memiliki lirik yang

bersifat negatif dan pesimis

35 85,4% Memainkan musik emo menjadi pelepasan emosi

negatif bagi saya

33 80,5% Saya sebenarnya masuk emo karena musiknya

sangat menggambarkan emosi saya

34 82,9% Bermain musik emo dan menjadi emo pelan-pelan

merubah saya menjadi lebih emosional walaupun saya tidak berniat seperti itu awalnya

29 70,7%

Saya hanya memainkan musik emo di panggung 38 92,7% Saya tahu ada berita-berita mengenai pengaruh

musik emo terhadap kecenderungan perilaku negatif remaja, tetapi saya tidak perduli dengan hal tersebut

37 90,2%

Item Tidak Populer

Fisik pria emo cenderung menyerupai fisik seorang wanita

16 39% Emo hanya trend dan musik, saya tidak

menjadikannya pedoman berperilaku

17 41,5% Terkadang, pria emo menyukai pria emo lainnya

melebihi arti suka sebagai teman

7 17,1% Musik emo membuat terkadang membuat saya

menangis

14 34,1% Waktu berada di atas panggung kami lebih sering

menyebutkan kelompok kami punk-rock atau alternatif

17 41,5%

Dari tabel dapat kita lihat bahwa karakteristik yang memiliki frekuensi pemilihan yang paling tinggi adalah subjek mengetahui latar belakang musik emo (100%), dan karakteristik yang memiliki frekuensi pemilihan yang paling rendah adalah terkadang pria emo menyukai pria emo lainnya (17,1%). Dari keseluruhan angket, subjek cenderung lebih memilih untuk setuju dengan karakteristik fisik


(55)

dan musikal. Sementara item-item pada karakteristik emosional termasuk dalam item-item yang kurang populer dalam kelompok emo di kota Medan. Jadi secara keseluruhan dapat kita lihat bahwa emo Medan hanya memiliki ciri fisik dan musikal yang sama dengan emo pada umumnya.

C. HASIL TAMBAHAN PENELITIAN

Selain untuk memperoleh gambaran emo dan locus of control pada kelompok emo kota Medan lewat skala dan angket, penelitian ini juga memaparkan gambaran berdasarkan data kontrol subjek.

C.1. Gambaran Locus of Control Kelompok Emo di Kota Medan

Berdasarkan Usia Subjek Penelitian

Berdasarkan usia, gambaran locus of control kelompok emo dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 7

Locus of Control Kelompok Emo Berdasarkan Usia Subjek Penelitian

Usia N Persentase N LOC

Internal

N LOC Eksternal <18

18-21 22-25 >25

7 24 10 0

17.07% 58.54% 24.39% 0%

2 11

9 0

5 13

1 0

Jumlah 41 100% 22 19

Dari tabel diatas, kita dapat mengurutkan persentase usia subjek dan kecenderungan locus of control subjek penelitian dimana subjek yang berusia antara 18 sampai 21 tahun, yang menjadi mayoritas kelompok (58.54%).


(56)

Kelompok usia kedua, antara 22 sampai 25 tahun (24.39%). Dan kelompok usia dibawah 18 tahun (17.07%).

C.2. Gambaran Locus of Control Kelompok Emo di Kota Medan

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Subjek Penelitian

Berdasarkan usia, gambaran locus of control kelompok emo dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 8

Locus of Control Kelompok Emo Berdasarkan Tingkat Pendidikan Subjek

Tingkat Pendidikan N Persentase N LOC Internal

N LOC Eksternal SMA

Perguruan Tinggi

22 19

56.09% 43.9%

7 15

15 4

Jumlah 41 100% 22 19

Tabel di atas memberikan informasi yang cukup berimbang bila dibandingkan dengan hasil pengukuran berdasarkan usia subjek penelitian. Jumlah subjek dapat dikelompokkan dalam kelompok eksternal dan internal dimana dalam locus of control internal yang memiliki persentase keseluruhan 56,09% terdapat 21 subjek yang terdiri atas 8 subjek dengan tingkat pendidikan terakhir SMA dan 14 subjek dengan tingkat pendidikan terakhir perguruan tinggi dan setingkatnya; dan locus of control eksternal dengan persentase keseluruhan 43,9% yang terdiri dari 15 subjek SMA sederajat dan 4 subjek dengan tingkat pendidikan terakhir perguruan tinggi.

Berdasarkan informasi dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa jumlah subjek yang dikelompokkan dalam locus of control internal lebih banyak berasal


(57)

dari tingkat pendidikan perguruan tinggi dan locus of control eksternal lebih banyak berasal dari latar belakang tingkat pendidikan SMA sederajat.

Dari kedua tabel hasil tambahan penelitian di atas dapat kita lihat bahwa keberimbangan hasil tidak hanya terdapat pada hasil akhir penelitian mengenai locus of control, tetapi juga pada hasil tambahan penelitian. Hal ini di dukung dengan hasil angket emo yang memberikan hasil bahwa hanya ciri fisik saja yang benar-benar di adopsi oleh kelompok emo di kota Medan dari kelompok asli emo ini.

D. PEMBAHASAN

Asumsi dasar yang mencetuskan penelitian ini adalah kenyataan bahwa belakangan ini kelompok emo sedang berkembang pesat tidak hanya di kota-kota besar se-Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Yang menjadi permasalahan umum adalah bahwa kelompok ini ternyata kemudian dituduh membawa pengaruh buruk terhadap anggota kelompoknya karena kelompok emo mendorong sensitifitas emosional anggota kelompoknya secara berlebihan dan menurut publik terlalu negatif (Radin, 2008). Padahal mayoritas penganut emo ini, berdasarkan pengamatan peneliti di Medan, ternyata adalah remaja laki-laki yang dalam banyak kelompok sosial budaya diharapkan lebih kurang memperhatikan emosi tertentu, apalagi ternyata kesensitifan emosi ini disebut-sebut menjadi pemicu hal yang lebih besar lagi, kecenderungan bunuh diri pada anggotanya (Yancy, 2008).

Bila dikaitkan dengan locus of control, ternyata kecenderungan bunuh diri dipengaruhi oleh kurangnya kontrol terhadap dunia luar yang dianggap sangat mempengaruhi kehidupan individu (Lifestrong, 2008), hal ini biasa disebut locus


(58)

of control eksternal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rotter (dalam Fletcher & Clark, 2001), ternyata artis (termasuk musisi) memiliki kemampuan menanggapi emosi yang lebih besar bila dibandingkan dengan profesi yang lebih mengarah kepada ilmu secara akademis.

Berdasarkan kedua asumsi di atas, dapat disimpulkan bahwa musik dan gaya hidup emo yang emosional membuat musisi emo lebih mudah menyerap emosi yang terkandung dalam karya seninya, termasuk emosi yang mengarahkan individu pada perilaku destruktif pada diri sendiri. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri ini dipercaya terjadi karena individu merasa tidak dapat mengendalikan lingkungan disekitarnya yang merupakan manifestasi locus of control eksternal (Lifestrong, 2008). Hal inilah yang menjadi dasar timbulnya pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu apakah musik dan gaya hidup emo yang secara teoritis memfasilitasi terbentuknya locus of control eksternal memang mempengaruhi terbentuknya locus of control eksternal pada anggota kelompok yang menjadi personil dalam band-band emo di kota Medan.

Gambaran kelompok emo di kota Medan berdasarkan penelitian ini menunjukkan kesamaan dalam karakteristik fisik dan musikal saja. Subjek penelitian cenderung lebih memilih untuk setuju dengan item-item dari karakteristik fisik seperti potongan rambut spikey (87,8%), penggunaan aksesoris wanita (82,9%), mengoleksi barang-barang bermerk terkenal (75,6%), berusaha tampil sebagai emo (78%); dan karakteristik musikal seperti mengetahui latar belakang musik emo (100%), subjek mengetahui adanya dramatisasi dalam lagu-lagu emo (75,6%), alasan subjek bermain musik emo adalah untuk menyalurkan


(59)

emosinya (80,5%). Secara keseluruhan, subjek dalam penelitian ini kurang setuju dengan karakteristik psikologis emo, terlihat dari kecenderungan mereka untuk tidak memilih item-item dari kelompok karakteristik psikologis seperti fisik pria emo menyerupai fisik seorang wanita (39%), terkadang pria emo menyukai sesamanya (17,1%), musik emo terkadang membuat subjek menangis (34,1%). Hal ini mungkin berhubungan dengan konsep budaya timur yang diterapkan di Indonesia yang berbeda dengan budaya barat, tempat asal kelompok ini. Konsep budaya timur masih menerapkan maskulinitas tradisional yang menekankan atribut-atribut seperti bersikap aktif, arogan, memiliki kemampuan, kokoh dan atribut-atribut lain semacamnya pada pria (Williams & Best, dalam Matsumoto & Juang, 2008). Atribut-atribut ini kemudian mungkin membuat pria emo di Medan kesulitan untuk setuju dan menjadi emo berdasarkan karakter psikologis kelompok emo pada umumnya.

Hasil penelitian ini juga ternyata memberikan jawaban yang berbeda dengan asumsi awal bahwa kecenderungan eksternal pada musik emo kemudian akan mendorong anggota kelompok menjadi lebih eksternal. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran dengan skala locus of control yang menunjukkan bahwa ternyata tidak terdapat kecenderungan subjek untuk lebih memilih item-item yang bersifat eksternal, bahkan subjek secara keseluruhan cenderung menggambarkan locus of control internal dalam kelompok emo di kota Medan.

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang dapat dilihat pada tabel 5, dapat kita lihat bahwa nilai pengkategorian kelompok terendah di mulai dari angka yang tidak berimbang dengan nilai kategori teratas. Hal ini disebabkan oleh pemilihan


(1)

VAR00013

1.00 .00

Fre

que

nc

y

25

20

15

10

5

0

VAR00013

VAR00013

VAR00014

1.00 .00

Fre

que

nc

y

30

20

10

0

VAR00014

VAR00014

VAR00015

1.00 .00

Fre

que

nc

y

25

20

15

10

5

0

VAR00015

VAR00015

VAR00016

1.00 .00

Fre

que

nc

y

30

20

10

0

VAR00016

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 17 41.5 41.5 41.5

1.00 24 58.5 58.5 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 12 29.3 29.3 29.3

1.00 29 70.7 70.7 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 16 39.0 39.0 39.0

1.00 25 61.0 61.0 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 15 36.6 36.6 36.6

1.00 26 63.4 63.4 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent VAR00016


(2)

VAR00017

1.00 .00

Fre

que

nc

y

30

20

10

0

VAR00017

VAR00017

VAR00018

1.00 .00

Fre

que

nc

y

40

30

20

10

0

VAR00018

VAR00018

VAR00019

1.00 .00

Fr

e

qu

e

nc

y

25

20

15

10

5

0

VAR00019

VAR00019

VAR00020

1.00 .00

Fr

e

quen

c

y

30

20

10

0

VAR00020

.00 15 36.6 36.6 36.6

1.00 26 63.4 63.4 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 9 22.0 22.0 22.0

1.00 32 78.0 78.0 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 16 39.0 39.0 39.0

1.00 25 61.0 61.0 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 12 29.3 29.3 29.3

1.00 29 70.7 70.7 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 10 24.4 24.4 24.4

Valid

1.00 31 75.6 75.6 100.0


(3)

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 17 41.5 41.5 41.5

1.00 24 58.5 58.5 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 13 31.7 31.7 31.7

1.00 28 68.3 68.3 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 17 41.5 41.5 41.5

1.00 24 58.5 58.5 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 20 48.8 48.8 48.8

Valid

1.00 21 51.2 51.2 100.0

VAR00021

1.00 .00

Fr

equ

e

ncy

40

30

20

10

0

VAR00021

VAR00021

VAR00022

1.00 .00

Fr

equ

e

ncy

25

20

15

10

5

0

VAR00022

VAR00022

VAR00023

1.00 .00

Fr

equ

e

ncy

30

20

10

0

VAR00023

VAR00023

VAR00024

1.00 .00

Fr

eq

uen

c

y

25

20

15

10

5

0

VAR00024


(4)

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 16 39.0 39.0 39.0

1.00 25 61.0 61.0 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 18 43.9 43.9 43.9

1.00 23 56.1 56.1 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 20 48.8 48.8 48.8

1.00 21 51.2 51.2 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 17 41.5 41.5 41.5

1.00 24 58.5 58.5 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

VAR00025

1.00 .00

Fr

equ

e

ncy

25

20

15

10

5

0

VAR00025

VAR00025

VAR00026

1.00 .00

Fr

equ

e

ncy

25

20

15

10

5

0

VAR00026

VAR00026

VAR00027

1.00 .00

Fr

e

quen

c

y

25

20

15

10

5

0

VAR00027

VAR00027

VAR00028

1.00 .00

Fr

equ

e

ncy

25

20

15

10

5

0

VAR00028


(5)

VAR00029

1.00 .00

Fr

equ

e

ncy

25

20

15

10

5

0

VAR00029

VAR00029

VAR00030

1.00 .00

Fr

e

qu

e

nc

y

30

20

10

0

VAR00030

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 12 29.3 29.3 29.3

1.00 29 70.7 70.7 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 12 29.3 29.3 29.3

1.00 29 70.7 70.7 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 23 56.1 56.1 56.1

1.00 18 43.9 43.9 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 7 17.1 17.1 17.1

1.00 34 82.9 82.9 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

VAR00030

VAR00031

1.00 .00

Fr

e

q

uen

c

y

30

20

10

0

VAR00031

VAR00031

VAR00032

1.00 .00

Fr

equ

e

ncy

25

20

15

10

5

0

VAR00032

VAR00032

VAR00033

1.00 .00

Fr

equ

e

ncy

40

30

20

10

0


(6)

VAR00033

VAR00034

1.00 .00

Fr

e

qu

e

nc

y

30

20

10

0

VAR00034

VAR00034

VAR00035

1.00 .00

F

req

ue

nc

y

30

20

10

0

VAR00035

VAR00035

VAR00036

1.00 .00

Fr

e

qu

e

nc

y

25

20

15

10

5

0

VAR00036

VAR00036

VAR00037

1.00 .00

Fr

e

qu

e

nc

y

25

20

15

10

5

0

VAR00037

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 15 36.6 36.6 36.6

1.00 26 63.4 63.4 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 14 34.1 34.1 34.1

1.00 27 65.9 65.9 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 16 39.0 39.0 39.0

1.00 25 61.0 61.0 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 16 39.0 39.0 39.0

1.00 25 61.0 61.0 100.0

Valid

Total 41 100.0 100.0