Rumusan Masalah Penelitian Terdahulu

5

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjabaran di atas, rumusan masalah yang akan penulis angkat adalah ―Bagaimana upaya LGN Lingkar Ganja Nusantara dalam mendorong pelegalan ganja medis dan industri Di indonesia ?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh cultural framing tentang pemanfaatan ganja medis dan industri di berbagai negara terhadap upaya pelegalan ganja oleh LGN Lingkar Ganja Nusantara Di Indonesia.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain : a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih intelektual baru dalam hubungan internasional mengenai pengaruh cultural framing tentang suatu isu internasional dan diadopsi oleh organisasi domestik. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan juga memberikan pengetahuan baru kepada khalayakmasyarakat mengenai upaya pelegalan ganja organisasi LGN lingkar ganja nusantara Di Indonesia. 6

1.4 Penelitian Terdahulu

Sebelum memulai untuk menulis penelitian mengenai pengaruh cultural framing tentang pemanfaatan ganja di bidang medis dan industri di berbagai negara di dunia terhadap upaya pelegalannya oleh LGN Lingkar Ganja Nusantara di indonesia, penulis terlebih dahulu melakukan eksplorasi berbagai macam tulisan-tulisan ilmiah yang berkaitan dengan topik utama. Penelitian terdahulu yang pertama adalah tulisan Robin Room, The Cultural Framing of Addiction.Dalam tulisannya Room menjelaskan mengenai bagaimana konsepsi “addiction” lebih ditentukan pada cultural framing yang terbentuk di tengah masyarakat, konsepsi ini kemudian dikaitkan lebih pada pandangan konstruktivis dimana opini atau sebuah konsepsi tergantung pada bagaimana konsep itu sebetulnya dibangun dalam suatu masyarakat di wilayah tertentu. Dalam penelitian tersebut, Room tidak berfokus pada apa sebetulnya pengaruh alkohol atau bagaimana alkohol menjadi penyebab kecanduan di tengah masyarakat atau “addiction”. Tetapi, Room mengetengahkan argumen bahwa konsepsi addiction itulah yang culturally specific. 10 Lebih jelasnya, apabila dalam suatu masyarakat konsep kecanduan berkaitan dengan hal-hal buruk yang terjadi dikarenakan kecanduan itu, belum tentu di tengah masyarakat lain —dengan budaya yang lain —memiliki pengertian dan asumsi yang sama. Dalam kaitannya dengan lingkungan, Room kemudian memfokuskan penelitiannya terhadap delapan cultural frame yang dapat digunakan oleh 10 Robin Room, The Cultural Framing of Addiction. Hal. 2 7 organisasi yang dianalisanya. Fokus pada isu sosial mengenai perlindungan lingkungan juga didorong oleh fakta bahwa isu-isu tersebut sudah ada sejak lama, memiliki gabungan elemen sosial dan teknis yang memiliki dampak lebih luas daripada isu lain, serta memiliki dimensi yang hampir sama dengan isu-isu gender, aksi afirmatif maupun tenaga kerja. 11 Adanya hubungan sebab akibat antara kecanduan dengan tindakan buruk setelahnya ternyata merupakan sebuah pilihan kultural. Kemudian, mengenai konsepsi tersebut Room lebih jauh juga mengungkapkan karakterisasinya dari berbagai budaya. Karakterisasi tersebut meliputi faktor biologis atau psikologis, dan dianalisa baik dari kebudayaan di Amerika maupun di Eropa. Lebih jauh Room kemudian memberikan penjelasan tentang bagaimana konsepsi tersebut digunakan dalam penceritaan kisah-kisah di Amerika. Kesamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang teliti adalah pada konsep yang digunakan yaitu cultural framing. Hanya saja perbedaannya dalam penelitian terdahulu cultural framing dilihat sebagai sebuah proses yang membentuk sebuah konsepsi dalam masyarakat. Sementara penelitian ini berfokus pada cultural framing untuk membentuk kesamaan ide, visi dan misi dalam suatu organisasi level domestik yang dipengaruhi oleh isu atau organisasi lain di level internasional. Penelitian terdahulu yang kedua oleh Jennifer A Howard-Grenville dan Andrew J. Hoffmann: The Importance of Cultural Framing to the Success of Social Initiatives in Business, dalam penelitian terdahulu yang kedua ini, 11 Ibid. 8 dijelaskan mengenai bagaimana cultural framing digunakan untuk meningkatkan inisiatif sosial dalam bisnis, mengambil contoh dari sebuah organisasi internasional, penggunaan konsep cultural framing di sini hampir mirip dengan dalam penelitian ini, yaitu dimana cultural framing merupakan pembentuk inisiatif yang kemudian menyatukan setiap anggota organisasi dalam satu visi dan misi yang sama. Sehingga isu ini kemudian memiliki data dan contoh yang kaya yang dapat digunakan baik untuk melakukan framing dalam menggalang dukungan sosial maupun untuk mempertimbangkan tindakan yang dapat dilakukan dalam organisasi tersebut. Cultural frame dalam penelitian ini digunakan sebagai inisiatif sosial, yang kemudian meningkatkan kebersatuan dalam suatu organisasi. Kepentingan yang sama juga dibentuk oleh cultural framing yang kemudian menjadi lebih penting untuk kesuksesan sebuah organisasi dibandingkan dengan tujuan awal dari organisasi tersebut. Namun, di sini cultural frame lebih digunakan untuk membangun organisasi dan anggota-anggotanya, sementara dalam penelitian yang diteliti oleh peneliti adalah informasi yang diterima dari suatu negara menjadi bagian dari proses cultural framing dan memberikan pengaruh bagi pergerakan organisasi di negara lain. Selain itu, penelitian terdahulu dilakukan di bidang bisnis, sementara penelitian ini dilakukan di bidang sosial untuk menjelaskan fenomena pengaruh cultural frame terhadap legalisasi ganja oleh LGN Lingkar Ganja Nusantara di Indonesia. 9 Tulisan berikutnya berjudul The Federal Response to State Marijuana Legalization: Room for Compromise? 12 Dari Alex Kreit ini mencoba untuk menjabarkan bagaimana perjuangan legalisasi ganja di Amerika Serikat, negara yang notabene adalah induk paham liberal, tidak semulus yang dibayangkan. Semenjak tahun 1996, Amerika Serikat untuk pertama kalinya menelurkan kebijakan untuk melegalkan penggunaan ganja di California, Los Angeles. Akan tetapi, dalam peraturan ini hanya penggunaan ganja medis ganja untuk keperluan medis yang diperbolehkan. Hal ini kemudian menjadi pembuka jalan bagi masyarakat di distrik —distrik lain yang memiliki ide dan kepentingan yang sama dengan masyarakat California, hingga sampai saat ini terdapat delapan belas negara bagian yang berhasil memperjuangkan ide tersebut. Tantangan yang baru kemudian muncul, ketika masyarakat negara bagian Colorado dan Washington mencoba memperjuangkan aspirasi mereka untuk melegalkan penggunaan ganja untuk tujuan rekreasi. Tentu hal ini tidak bisa diberikan perlakuan yang sama dengan usaha-usaha pelegalan sebelumnya. Penelitian ini berusaha untuk memberikan alternatif yang bisa digunakan pemerintah Amerika Serikat untuk menghadapi aspirasi tersebut. Dalam penelitian ini, Kreit melakukan komparasi antara proses pelegalan yang sudah terjadi di Amerika Serikat dengan di Belanda. Ia melakukan perbandingan dalam hal komersialisasi serta efek-efek yang ditimbulkan –atau yang mungkin ditimbulkan di Amerika Serikat- ketika penggunaan ganja untuk kegiatan rekreasi dilegalkan. Dijelaskan bahwa di Belanda penggunaan ganja 12 Alex Kreit, The Federal Response to State Marijuana Legalization: Room for Compromise?, Center for Law and Social Justice, Thomas Jefferson School of Law. 10 untuk rekreasi sebenarnya masih berstatus semi-legal. Hal ini dikarenakan penggunaannya yang sangat dibatasi – seperti hanya dijual di beberapa coffee shops yang mendapat lisensi, kriteria konsumen yang ketat, serta jumlah penggunaan yang hanya beberapa gram saja. Bentuk kebijakan seperti ini bisa menjadi alternatif yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk mengakomodasi kepentingan masyarakatnya. Penelitian Kreit, jika dibandingkan dengan penelitian ini, lebih mengacu pada bagaimana proses pelegalan ganja di negara federal seperti amerika Serikat. Terjadinya perdebatan akan hukum pelegalan ganja dan juga pertentangan antara negara bagian satu dan lainnya menjadi fokus penelitain Kreit. Sementara penelitian ini lebih berfokus pada bagaimana proses upaya pelegalan ganja di Indonesia oleh satu organisasi tertentu. Di akhir penulisannya, Kreit menunjukkan bahwa dalam menyikapi hukum pelegalan itu, dapat dilakukan kompromi yang disesuaikan dengan kepentingan masing-masing negara bagian. Penelitian berikutnya adalah The Legalization of Medical and Recreational Marijuana in the United States’ state of Washington and the Impact on Mexican Cartels oleh J. Michael Olivero. 13 Dalam penelitian tersebut diperiksa tentang dampak legalisasi marijuana untuk keperluan medis di Washington terhadap organisasi criminal Mexico yang bergerak di bidang ganja. Organisasi kriminal ini disebut cartels yang mendapatkan keuntungan dari perdagangan ganja. Adanya larangan ganja yang dahulu diterapkan oleh AS menciptakan cartel-cartel yang kaya dan kejam. Dengan adanya legalisasi ganja untuk 13 J. Michael Olivero, The legalization of Medical and Recreational Marijuana in the United States’ state of Washington and the Impact on Mexican Cartels. Department of Law and Justice. Central Washington University 11 keperluan medis dan rekreasional di Washington, maka cartel-cartel ini kemudian merasa kesulitan untuk bergerak di kawasan tersebut. Beberapa Negara bagian lain selain Washington bahkan sudah melegalkan produksi ganja dalam skala tertentu. Tentu saja hal ini kemudian berimbas pada pengurangan pembelian pada cartel-cartel Meksiko tersebut. Dampak yang terjadi adalah banyaknya konsumsi ganja yang diproduksi di dalam AS sendiri yang mengurangi konsumsi ganja hasil produksi Meksiko. Analisa awal yang terjadi adalah kemungkinan terjadi persaingan antara cartel- cartel Meksiko dengan produsen di AS yang menyebabkan cartel Meksiko ini akan semakin kejam. Sehingga pada akhirnya legalisasi ganja yang terjadi tidak menghentikan kekejaman cartel Meksiko tersebut, namun jelas berdampak pada hasil penjualan mereka. Hal ini dibuktikan dengan data meningkatnya penjualan ganja hasil produksi AS dan menurunnya konsumsi ganja hasil produksi Meksiko. Perbedaan penelitian terdahulu Olivero dengan penelitian ini adalah penelitian Olivero sudah membahas mengenai dampak yang terjadi setelah pelegalan ganja di kawasan Negara bagian Washington. Sementara, penelitian ini hanya befokus pada bagaimana upaya pelegalan yang terjadi di Indonesia oleh LGN dengan mengadopsi fenomena-fenomena di Negara-negara lain. Sementara persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti secara umum mengenai pelegalan ganja di suatu Negara. Walaupun penelitian terdahulu lebih focus pada permasalahan hokum dan dampak yang terjadi setelah pelegalan tersebut. 12 Tabel 1.1 Posisi Penelitian No Judul dan Nama Peneliti Jenis Penelitian dan Teori Konsep Hasil 1 Robin Room : The Cultural Framing of Addiction Cultural Framing, Addiction Eksplanatif Room menjelaskan mengenai bagaimana konsep ―addiction‖ ini dibangun dalam perspektif konstruktif. Jadi konsep tersebut menjadi sebuah anggapan tertentu karena adanya cultural framing yang terbentuk di tengah masyarakat di wilayah tertentu. Dalam penelitiannya Room mengambil contoh Amerika Serikat. Namun bukan berarti konsepsi tersebut semata-mata menjadi salah atau benar. Hanya saja konsepsi tersebut harus dikaji lebih jauh karena terkait dengan cultural framing yang dibangun dalam persepsi konstruktivis masyarakat setempat. 2 Jennifer A Howard-Grenvill e dan Andrew J. Hoffmann : The Importance of Cultural Framing to the Success of Social Initiatives in Business Cultural Framing, Social Initiatives Eksplanatif Howard-Grenville dan Hoffmann disini menemukan bahwa cultural framing sangat penting untuk pembentukan inisiatif sosial dalam bisnis. Mengambil contoh tentang organisasi lingkungan, Howard-Grenville dan Hoffmann menunjukkan bahwa cultural framing justru lebih berperan untuk kesuksesan sebuah bisnis atau organisasi dibandingkan dengan tujuan asli atau visi asli dari organisasi tersebut. 13 3 Alex Kreit: The Federal Response to State Marijuana Legalization: Room for Compromise? Federal Law and Policy Eksplanatif Munculnya undang-undang pelegalan ganja di California memunculkan perdebatan antara pemerintah dan juga praktisi hukum di beberapa negara bagian lainnya. Kreit melakukan komparasi antara proses pelegalan yang sudah terjadi di Amerika Serikat dengan di Belanda. Ia melakukan perbandingan dalam hal komersialisasi serta efek-efek yang ditimbulkan –atau yang mungkin ditimbulkan di Amerika Serikat- ketika penggunaan ganja untuk kegiatan rekreasi dilegalkan. 4 J. Michael Olivero : The Legalization of Medical and Recreational Marijuana in the United States’ state of Washington and the Impact on Mexican Cartels Marijuana Legalization, Medical and Recreactional deskriptif Dampak legalisasi marijuana untuk keperluan medis di Washington terhadap organisasi criminal Mexico yang bergerak di bidang ganja. Adanya larangan ganja yang dahulu diterapkan oleh AS menciptakan cartel-cartel yang kaya dan kejam. Dengan adanya legalisasi ganja untuk keperluan medis dan rekreasional di Washington, maka cartel-cartel ini kemudian merasa kesulitan untuk bergerak di kawasan tersebut. Beberapa Negara bagian lain selain Washington bahkan sudah melegalkan produksi ganja dalam skala tertentu. Sehingga data menunjukkan terdapat peningkatan konsumsi ganja produksi AS dibandingkan produksi Meksiko. 14 5 Lalu Wimbarda P.N : Upaya LGN Lingkar Ganja Nusantara dalam pelegalan ganja di Indonesia Cultural Framing deskriptif Informasi mengenai legalisasi dan pemanfaatan ganja di bidang medis, industri, rekreasi dari negara-negara luar melalui berbagai macam media yang kemudian diterima oleh masyarakat di Indonesia. Hal ini mampu menjadi salah satu faktor cultural framing yang mempengaruhi LGN Lingkar Ganja Nusantara untuk melakukan berbagai upaya untuk mendorong pelegalan ganja di Indonesia.

1.5 Kerangka Teori dan Konsep