Seni Pertunjukan Tortor Dan Gondang Sabangunan Di Huta Bolon Sebagai Atraksi Wisata
SENI PERTUNJUKAN
TORTOR
DAN
GONDANG
SABANGUNAN
DI HUTA BOLON SEBAGAI
ATRAKSI WISATA
KERTAS KARYA
OLEH
EVANNY ROMAS SITIO
082204059
PROGRAM STUDI D3 PARIWISATA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(2)
LEMBAR PERSETUJUAN
SENI PERTUNJUKAN
TORTOR
DAN
GONDANG
SABANGUNAN
DI HUTA BOLON SEBAGAI
ATRAKSI WISATA
OLEH
EVANNY ROMAS SITIO
082204059
Dosen Pembimbing,
Dosen
Pembaca,
Dr. Asmyta Surbakti, M.Si Drs. Ridwan Azhar, M.Hum
NIP. 19600325 198601 2 001 NIP. 19550923 198203 1 001
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Kertas Karya : Seni Pertunjukan
Tortor
dan
Gondang Sabangunan
di Huta
Bolon Sebagai Atraksi Wisata
Oleh
: Evanny Romas Sitio
NIM
: 082204059
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP. 19511013 197603 1 001
PROGRAM STUDI D3 PARIWISATA
Ketua,
Arwina Sufika, S.E.M.Si
NIP. 19640821199802 2 001
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya memberikan kesempatan dalam menyelesaikan kertas karya ini. Kertas karya berjudul Tortor dan Gondang Sabangunan di Huta Bolon Simanindo sebagai Seni Pertunjukan, disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Diploma III pada Program Studi Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis merasakan dalam penulisan kertas karya ini banyak kendala dan kesusahan yang ditemui, akan tetapi berkat bantuan dan dorongan moral berbagai pihak, akhirnya kertas karya ini dapat terselesaikan. Untuk itu, selayaknyalah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Asmitha Surbakti sebagai pembimbing pertama, yang telah memberikan dorongan dan motivasi serta masukan selama dalam bimbingan.
Penulis menyadari sepenuhnya, kertas karya ini masih perlu masukan dari semua pihak. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya. Akhir kata, semoga kertas karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pariwisata.
Medan, Maret 2011 Penulis,
Evanny Romas Sitio NIM: 082204059
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini membahas pengembangan pariwisata budaya melalui pertunjukan tortor dan gondang sabangunan. Tortor dan gondang sabangunan merupakan warisan leluhur yang tidak dapat dipisahkan, selalu dilaksanakan seiring dengan aturan-aturan atau adat ni gondang yang mengikatnya. Adat ni gondang sangat erat hubungannya dengan kepercayaan hasipelebeguan. Oleh karena itu, pelaksanaan tortor dan gondang sabangunan pernah tidak diperbolehkan oleh aturan gereja dan keemudian diperbolehkan kembali tetapi sudah berubah fungsi menjadi alat hiburan.
Bentuk pertunjukan tortor di Huta Bolon Simanindo dilaksanakan pada panggung terbuka di dalam perkampungan tua Huta Bolon. Pertunjukan tidak sakral walaupun masih mengikuti aturan adat ni gondang. Walaupun sudah banyak yang mengalami perubahan, pertunjukan masih terikat adat ni gondang seperti, jumlah jenisgondang, aturan meminta jenisgondang, aturan gerak dalam tortor, pakaian dan peralatan. Secara keseluruhan pertunjukan dibagi dua sesi. Sesi pertama, masih mengikuti sebagian besar adat ni gondang tetapi nilai kesakralannya sudah dihilangkan. Jenisgondangyang disajikan pada sesi pertama adalah Gondang Lae-lae, Gondang Mula-mula, Gondang Sahat Mangaliat, Gondang Marsiolop-olopan, Gondang Si doli/Si boru, Gondang Pangirason, dan Gondang Si tio-tio. Pertunjukan sesi kedua sudah dikemas sesuai tujuannya. Jenis gondang yang disajikan adalah Gondang Pananti/Embas, Gondang Tungkot Tunggal Panaluan,danGondang Si gale-gale.
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
Kata pengantar... i
Abstrak... ii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Alasan Pemilihan Judul... 6
1.3. Pembatasan Masalah ... 6
1.4. Tujuan Penelitian... 6
1.5. Metode Penelitian... 7
1.6. Sistematika Penulisan... 7
BAB II. URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN... 9
2.1. Pengertian Pariwisata ... 9
2.2. Pengertian Kepariwisataan... 11
2.3. Industri Pariwisata... 11
2.4. Motivasi Perjalanan Wisata... 14
BAB III. GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMOSIR... 16
3.1. Letak Geografis dan Batas Administratif... 17
3.2. Kehidupan Masyarakat dan Mata Pencaharian ... 18
3.3.Potensi Wisata dan Kebudayaan di Kabupaten Samosir... 20
BAB IV. SENI PERTUNJUKANTOTORDANGONDANG SABANGUNAN DI HUTA BOLON SEBAGAI ATRAKSI WISATA... 28
4.1. Pengemasan Waktu dan Durasi... 46
4.2. Tempat dan Panggung... 49
4.3. Pemain... 50
BAB V. SIMPULAN dan SARAN... 53
5.1. Simpulan... 53
5.2. Saran... 55
(7)
ABSTRAK
Penelitian ini membahas pengembangan pariwisata budaya melalui pertunjukan tortor dan gondang sabangunan. Tortor dan gondang sabangunan merupakan warisan leluhur yang tidak dapat dipisahkan, selalu dilaksanakan seiring dengan aturan-aturan atau adat ni gondang yang mengikatnya. Adat ni gondang sangat erat hubungannya dengan kepercayaan hasipelebeguan. Oleh karena itu, pelaksanaan tortor dan gondang sabangunan pernah tidak diperbolehkan oleh aturan gereja dan keemudian diperbolehkan kembali tetapi sudah berubah fungsi menjadi alat hiburan.
Bentuk pertunjukan tortor di Huta Bolon Simanindo dilaksanakan pada panggung terbuka di dalam perkampungan tua Huta Bolon. Pertunjukan tidak sakral walaupun masih mengikuti aturan adat ni gondang. Walaupun sudah banyak yang mengalami perubahan, pertunjukan masih terikat adat ni gondang seperti, jumlah jenisgondang, aturan meminta jenisgondang, aturan gerak dalam tortor, pakaian dan peralatan. Secara keseluruhan pertunjukan dibagi dua sesi. Sesi pertama, masih mengikuti sebagian besar adat ni gondang tetapi nilai kesakralannya sudah dihilangkan. Jenisgondangyang disajikan pada sesi pertama adalah Gondang Lae-lae, Gondang Mula-mula, Gondang Sahat Mangaliat, Gondang Marsiolop-olopan, Gondang Si doli/Si boru, Gondang Pangirason, dan Gondang Si tio-tio. Pertunjukan sesi kedua sudah dikemas sesuai tujuannya. Jenis gondang yang disajikan adalah Gondang Pananti/Embas, Gondang Tungkot Tunggal Panaluan,danGondang Si gale-gale.
(8)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata pada abad ke-21, menjadi salah satu kegiatan yang membentuk percepatan globalisasi dimana terjadi pertukaran pengalaman dan usaha untuk memahami kebudayaan yang berbeda. Pariwisata menciptakan sebuah gejala baharu yang mencari nuansa baharu kembali pada nilai-nilai tradisi. Fenomena ini mempertunjukkan keingintahuan terhadap identiti atau jati diri, Konsep pariwisata, pada sisi lain merupakan kesadaran moden dan dinamik. Kedinamikan berlaku kerana interaksi dengan warisan budaya seringkali menghasilkan tafsiran ulang terhadap apa yang terjadi sebelumnya. Situasi demikian, menciptakan suatu pemikiran bahawa hubungan antara warisan budaya dengan pariwisata terjadi pertentangan masyarakat tradisi dengan masyarakat moden (Trijono Dalam Analisis CSIS, 1996:136). Untuk itu, diperlukan suatu konsep yang boleh menyelesaikan pertentangan tersebut. Salah satu daripada konsep tersebut adalah dengan cara mengemas warisan budaya yang dijadikan sebagai daya tarik, disajikan kepada para pariwisata.
Pariwisata mengalami perubahan besar dengan beberapa indikator penilaian, antara lain: Pertama, organisasi industri pariwisata tumbuh secara cepat ke seluruh penjuru dunia dan bekerjasama secara multinasional secara vertikal dan horizontal. Terutama pada penjualan paket liburan terjadi kerjasama
(9)
yang melibatkan semua jasa dalam penjualan paket pariwisata, mulai daripada penjual eceran, toko, transportasi, hotel, dan tempat hiburan malam. Kedua, teknologi pariwisata yang moden yang direkayasa dengan inovasi dan kreativiti bersifat future. Teknologi transportasi menembus seluruh penjuru dunia, tidak ada satu kawasan yang tidak boleh ditembus teknologi tersebut. Jenis transportasi pesawat jet dirancang dalam ukuran besar dan kecepatan yang tinggi memegang peranan penting dalam menciptakan perjalanan jauh sebagai paket liburan.Ketiga, perubahan alam lingkungan pada masa yang akan datang.
Sebuah tulisan mengenai pariwisata budaya menyebutkan bahawa pada akhir tahun 1970-an. Semula, para pakar pemasaran dan peneliti kepariwisataan menjumpai adanya orang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan semata-mata hanya untuk memahami secara mendalam obyek atau peristiwa budaya di suatu tempat tertentu. Akhirnya, baharulah dikenali adanya pariwisata budaya yang secara jelas boleh dikelompokkan sebagai salah satu produk kepariwisataan (Tighe, 1986 dalam McKercher, 2002). Semula, produk tersebut dipandang sebagai suatu kegiatan khusus yang diminati oleh sedikit pariwisata, perjalanan berpengalaman untuk memperolehkan sesuatu yang berbeda daripada hanya pengalaman berlibur yang biasa mereka peroleh. Sekitar tahun 1990-an pariwisata budaya sudah dikenal sebagai aktivitas pasar masal dengan harga jual yang tinggi.
Di Indonesia umumnya dan di Sumatera Utara pada khusunya di daerah pulau Samosir yang memiliki potensi pariwisata yang sangat penting untuk
(10)
Sumatera Utara adalah pulau Samosir yang terletak di tengah-tengah Danau Toba. Di samping memiliki alam yang mempesona di pulau ini juga terdapat nilai seni budaya yang mempesona dan sangat tinggi nilainya untuk dijadikan salah satu produk wisata. Kedua produk tersebut (alam dan budaya) belum memiliki keterpaduan yang serasi, dikatakan tidak terpadu dan serasi sebab kegiatan atraksi wisata tersebut selalu disuguhkan pada waktu-waktu tertentu dan event-event tertentu saja
Kecamatan Simanindo bagai salah satu DTW terdapat di Pulau Samosir, letaknya terbentang sepanjang sisi tepi selatan danau Toba. Objek wisata di kecamatan Simanindo secara spesifik berdasarkan jenisnya dibagi tiga, yaitu: desa Tomok dijadikan tempat penjualan souvenir di sepanjang jalan masuk ke objek wisata kuburan tua marga Sidabutar; desa Tuktuk Siadong dijadikan lokasi penginapan dan akomodasi yang berjejer sepanjang danau Toba, sekaligus tempat permandian; dan desa Simanindo dijadikan sebagai daerah budaya, tempat berdirinya museum dan pertunjukan atraksi tari-tarian tradisional Batak Toba.
Penggunaantortorselalu diiringigondang sabangunan,kedua kegiatan ini merupakan bagian dari adat hasipelebeguan menurut kepercayaan Batak Toba sebelum mengenal agama. Tortor adalah gerakan tubuh manusia mengandung nilai-nilai estetis sesuai aturan-aturan yang mengikat, sedangkan gondang sabangunan adalah seperangkat peralatan musik tradisional yang mengeluarkan suara harmonis. Keterpaduan antara gerakan dengan alunan suara gondang sabangunan diusahakan harmonis, jangan sampai gerak tersebut menimbulkan kesan tabu atau tidak sopan.
(11)
Gondang sabangunan dan tortor menjadi satu kesatuan, mengkondisikan upacara yang berlangsung memiliki nilai-nilai kesakralan. Pargonsi (pemain) gondang sabangunanketika beratraksi memiliki status lebih tinggi dari kehidupan sehari-hari. Pargonsi dianggap sama statusnya dengan dewa, disaat bermain mewakili atau jelmaan dari Batara Guru, salah satu nama dewa dalam mitologi masyarakat Batak Toba.
Pada saat sekarang, masyarakat Batak Toba memberikan maknatortordan gondang sabangunan bukan lagi sebagai kegiatan yang berhubungan dengan kekuatan supranatural, pargonsi dianggap tidak lagi punya kemampuan untuk berhubungan dengan dewa-dewa. Perubahan pemahaman terhadap tortor dan gondang sabangunan dilakukan oleh kekuatan gereja dengan tidak mempercayai dewa-dewa mitologi Batak Toba dan tidak mengakui kekuatan supranatural. Selain itu, paham rasionalisasi yang dibawa oleh pendidikan begitu eksis pada sebagian besar anggota masyarakat. Pandangan terhadap tortor dan gondang sabangunan akhirnya berubah dari orientasi religious ke orientasi sosial-budaya. Tortor dan gondang sabangunan sudah dianggap sebagai alat hiburan, bahkan pada acara-acara tertentu dalam konteks pembangunan gereja sudah menggunakan tortordangondang sabangunan.
Yayasan Huta Bolon di Simanindo memberdayakan sumber daya budaya dan mengikutsertakan potensi sumber daya masyarakat lokal, mempertunjukkan tortor dan gondang sabangunan sebagai atraksi budaya. Atraksi budaya diharapkan punya kontribusi dalam pelestarian budaya bagi masyarakat lokal.
(12)
bertambahnya penghasilan masyarakat lokal dan keuntungan lainnya. Pertunjukan tortor dan gondang sabangunan dimainkan tidak lagi menurut pemahaman masyarakat Batak Toba sebelum mengenal agama.
Tortor dan gondang sabangunan sudah dijadikan sebagai hiburan untuk menarik perhatian wisatawan. Walaupun demikian, perlu dipikirkan secara matang dampak positif dan negatif dari kegiatan ini. Dampak positif tidak hanya di bidang materi saja, perlu dijaga kesinambungan dari kegiatan tersebut agar dapat member keuntungan bagi semua unsure yang terlibat. Sebaliknya, diperlukan evaluasi untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan jangan sampai merugikan sumber daya yang ada. Semua unsur yang terkait bias saja lepas kontrol secara tidak sengaja telah mengekploitasi sumber daya secara berlebihan.
Dalam hal ini, tortor dan gondang sabangunan perlu dikemas atau dikomodifikasi sedemiian rupa agar sesuai dengan selera wisatawan, tetapi sebaliknya nilai- nilai yang dikandungnya janngan sampai terkikis habis tanpa identitas lagi. Pengemasan yang baik dengan mempertimbangkan segala aspek, akan menjadikan pertunjukan tortor dan gondang sabangunan sebagai atraksi budaya sekaligus salah satu cara pelestarian budaya itu sendiri.
(13)
Adapun alasan penulis memilih judul makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk seni pertunjukan tortor dan gondang sabangunan.
2. Sebagai mahasiswa Program Studi Pariwisata merasa berkewajiban untuk membicarakan masalah tersebut.
3. Masalah ini belum pernah digarap dan dibicarakan secara terperinci.
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah ini sangat penting karena hal-hal yang menyangkut produk industri pariwisata sangat luas. Di sini penulis tidak mungkin membicarakannya secara menyeluruh. Karena itu penulis membuat batasan-batasan yang akan dibicarakan yaitu hanya mengenai Bagaimana bentuk seni pertunjukan tortor dan gondang sabangunan Huta Bolon di Simanindo sebagai atraksi wisata.
1.4 Tujuan Penelitian
Setiap peneliyian akan mempunyai tujuan agar penelitian tersebut mempunyai arah dan sasaran yang akan dicapai. Tujuan dari penalitian ini adalah Menjelaskan bentuk seni pertunjukan tortor dan gondang sabangunan serta hubungannya dengan revitalisasi budaya Batak Toba yang dapat menunjang pengembangan pariwisata budaya di kabupaten Samosir
(14)
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis menggunakan 2 metode, yaitu : 1. Penelitian lapangan, pengumpulan data secara langsung ke daerah obyek
wisata pulau Samosir dan sekitar Danau Toba.
2. Penelitian perpustakaan, Untuk menyelesaikan makalah ini penulis memanfaatkan buku-buku perpustakaan.
1. 6 Sistematika Penulisan
Di dalam pembahasan kertas karya ini, penulis mengadakan pembabakan, adapun tujuan pembabakan ini untuk mempermudah hal-hal yang akan dibahas.
Untuk itu penulis menguraikannya dalam V bab yaitu adalah :
Bab I. Merupakan pendahuluan, latar belakang, alasan pemilihan judul, pembatasan masalah, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II. Uraian Teoritis Mengenai beberapa pengertian kepariwisataan, industri pariwisata, motivasi perjalanan wisata, dan Kepariwisataan dan Kebudayaaan.
Bab III. Gambaran Umum Kebudayaan Samosir.
Meliputi sejarah kabupaten samosir, letak geografis, dan batas administratif, penduduk, mata pencaharian, potensi wisata dan kebudayaan di kabupaten Samosir.
(15)
Bab IV. Membicarakan tentang Tortor dan Gondang Sabangunan di Huta Bolon sebagai seni pertunjukan, pengemasan waktu dan durasi, tempat dan panggung, pemain, pakaian dan peralatan.
Bab V. Akhirnya pada bab ini penulis dapat menarik kesimpulan dan saran yang mungkin akan bermanfaat untuk membina kegiatan tersebut dalam rangka peningkatan selanjutnya.
(16)
BAB II
Uraian Teoritis Tentang Kepariwisataan dan
Kebudayaan.
2. 1 Pengertian Pariwisata
Kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yakni ; pari dan wisata. Pari artinya dari dan ke, sedangkan wisata artinya perjalanan atau kunjungan. Jadi kata pariwisata dapat didefinisikan yaitu suatu perjalanan atau kunjungan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Pengertian tentang pariwisata muncul pada akhir abad ke-17 pada masa De St Maurice menerbitkan buku petunjuk The true guide for foreigners travelling in France, to appreciate its beauties, learn the language and take axcercise . Buku ini pada dasarnya sebagai buku pegangan (pocket book) untuk belajar bahasa Perancis, tetapi kerana isinya petunjuk perjalanan bagi orang asing untuk menikmati keindahan alam, maka lama kelamaan menjadi buku petunjuk perjalanan. Perjalanan ada dua, iaitu le petit tour (perjalanan kecil meliputi kota Paris dan kawasan Barat Daya Perancis ) dan le Grand tour (perjalanan besar meliputi kawasan-kawasan Perancis lainnya). Aktifitas perjalanan menimbulkan pengertian istilah tour untuk menyatakan perjalanan, dan touriste untuk menyatakan orang yang melakukan perjalanan untuk menikmati keindahan alam, (Soekadijo, 2000: 4).
(17)
Pariwisata merupakan salah satu kegiatan yang membentuk percepatan globalisasi dimana terjadi pertukaran pengalaman dan usaha untuk memahami kebudayaan yang berbeda, tanpa dibatasi oleh tempat. Pariwisata juga merupakan suatu fenomena yang relative masih baru maka banyak masalah yang belum terselesaikan dengan tuntas. Salah satu masalah tersebut adalah mengenai siapa yang dianggap sebagai wisatawan dan siapa yang tidak.
Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya.
Menurut Marpaung dan Bahar (Dalam Richard Sihite, 2000:46-47) mengatakan: ... pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam . Definisi yang lebih luas oleh Kodhyat (1983:4) mengatakan:
Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu . Manakala menurut pendapat James J.Spillane (1982:20) mengatakan ... pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan memperolehkan kenikmatan, mencari kepuasan,
(18)
mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah dan lain-lain .
Pengertian pariwisata berdasarkan UU no 10 tahun 2009 adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
2. 2 Pengertian Kepariwisataan
Pada dasarnya kata kepariwisataan berasal dari kata pariwisata menjadi kepariwisataan, hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan untuk memberikan pengertian yang lebih luas lagi, bagi suatu kata atau pengertian jamaknya. Maka kepariwisataan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata yang dalam bahasa Inggris disebut tourism .
Menurut UU no 10 tahun 2009 memberikan pengertian bahwa kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
2. 3 Pengertian Industri Pariwisata
Bila orang mendengar kata industri, gambaran dari kebanyakan orang tentang suatu industry adalah suatu bangunan pabrik yang mempunyai cerobong asap dengan menggunakan mesin-mesin dalam proses produksinya. Ini adalah gambaran industry pada umumnya, tetapi industri pariwisata jauh berbeda dengan itu.
(19)
G. A. Schmoll dalam bukunya Tourism Promotion memberi batasan tentang industry pariwisata sebagai berikut: Tourism is a highly decentralized industry consisting of enterprises different in size, location, function, type organization, range of service provided and method used to market and sell them . Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industry yang terdiri dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa atau produk yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan, tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi tempat kedudukan, letak geografis, fungsi, bentuk organisasi yang mengelola dan metode arau cara pemasarannya.
Prof. Hunziker memberikan rumusan definisi industry pariwisata sebagai berikut: Tourism enterprises are all business entities which, by combining various means of production, provide goods and services of a specifically tourist-nature .
Pengertian industri pariwisata akan semakin lebih jelas bila kita mempelajarinya dari jasa atau produk yang dihasilkannya atau pelayanan yang diharapkan wisatawan bilamana ia sedang dalam perjalanan atau perlawatannya. Dengan tujuan ini akan terlihat tahap-tahap di mana konsumen (wisatawan) memerlukan pelayanan (service) tertentu. Pendekatan ini beranggapan bahwa produk dari industri pariwisata adalah semua jasa yang diberikan oleh macam-macam perusahaan, semenjak seseorang wisatawan meninggalkan tempat kediamannya, sampai di tempat tujuan, hingga kembali ke tempat asalnya.
(20)
Dapat dibayangkan betapa banyaknya jasa-jasa yang diperlukan oleh wisatawan kalau hendak melakukan perjalanan pariwisata, semenjak ia berangkat sampai ia kembali ke rumah kediamannya. Jasa-jasa yang dibutuhkan wisatawan tersebut tidak hanya dihasilkan oleh satu perusahaan saja, tetapi oleh banyak dan macam-macam perusahaan. Jadi ada serangkaian jasa-jasa yang diperlukan wisatawan, oleh karena itu produk industri pariwisata adalah merupakan suatu package, baik perjalanan itu diurus oleh travel agent atau tidak. Pengertian ini akan lebih jelas lagi kalau membeli suatu inclusive package tour bila hendak melakukan perjalanan pariwisata.
Industri pariwisata juga istilah yang digunakan untuk menunjukkan semua cabang perekonomian yang produksinya baik barang-barang maupun jasa-jasa digunakan untuk memenuhi permintaan wisatawan asing maupun dalam negeri.
Dalam UU no 10 tahun 2009, tercantum pengertian industri pariwisata yaitu kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait Dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
Industri pariwisata juga memiliki pengertian yaitu kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and services) yang dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya, selama dalam perjalanannya.
Dalam buku Pengantar Pariwisata Indonesia yang diterjemahkan oleh Direktur Jenderal Pariwisata (1976: 40-41) disebutkan antara lain bahwa: kata industri menganvung pengertian suatu rangkaian perusahaan-perusahaan yang
(21)
menghasilkan barang (product) tertentu. Produk wisata sebenarnya bukan merupakan suatu produk nyata, melainkan rangkaian jasa-barang yang tidak hanya mempunyai segi-segi yang bersifat ekonomis, tetapi juga segi-segi yang bersifat social dan psikologis serta alam. Jasa-jasa yang diusahakan oleh berbagai perusahaan itu terkait menjadi suatu produk wisata. Sebagai industri, maka rangkaian perusahaan yang biasa merupakan unsur industri pariwisata ialah: perusahaan-perusahaan penginapan, angkutan wisata, biro perjalanan, restoran dan perusahaan hiburan.
2. 4 Motivasi Perjalanan Wisata
Motivasi berwisata bila diartikan sama halnya dengan dorongan untuk melakukan perjalanan. Sebelum penulis melanjutkan uraian tersebut, mungkin akan timbul pertanyaan yang berbunyi seperti ini; hal-hal apa sajakah yang mendorong manusia untuk melakukan perjalanan? atau mengapa manusia melakukan perjalanan?. Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut penulis tidak terlepas dari sejarah secara sepintas mengenai kepariwisataan yang telah penulis kemukakan dalam bab ini. Untuk lebih jelasnya penulis mengutip kembali apa yang telah dikemukakan oleh; Nyoman S. Pendit dalam bukunya yang berjudul : Pengantar Ilmu Kepariwisataan, terbitkan Pradya Paramita, Jakarta, tahun 1967. Mobilitas manusia didorong oleh berbagai dorongan kebutuhan yang biasa disebutkan dengan istilah motivasi. Motivasi dimaksud digolongkan sebagai berikut :
(22)
1. Dorongan kebutuhan dagang atau ekonomi. 2. Dorongan kebutuhan kepentingan politik. 3. Dorongan kebutuhan keamanan.
4. Dorongan kebutuhan kesehatan dan pemukiman. 5. Dorongan kebutuhan keagamaan, pendidikan/studi.
6. Dorongan minat kebudayaan, hubungan keluarga dan untuk rekreasi.
Bukti sejarah telah menyatakan bahwa sejak dahulu manuusia telah bergerak, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ciri ini selalu tampak pada pola kehidupan manusia sebagai bangsa primitif maupun modern. Pada hakekatnya mobilitas manusia merupakan salah satu sifat utama kehidupan manusia itu sendiri yang tidak pernah puas terpaku pada suatu tempat saja untuk memenuhi kehidupannya, baik itu kebutuhan akan jasmani maupun rohani.
Arus wisatawan yang datang dari luar negeri maupun pengunjung dari dalam negeri serta pengunjung lokal, yang berkunjung ke daerah objek wisata Pulau Samosir sudah tentu tidak akan berhenti pada satu tempat saja, tetapi selalu saja ingin mengetahui dan mengelilingi segala tempat yang indah di sekitar Pulau Samosir, baik itu mengenai masyarakat, adat istiadat, kesenian daerahnya dan lain sebagainya. Perlu diingat bahwa manusia di muka bumi ini mempunyai satu kesamaan sifat yaitu rasa ketidak puasan dan mudah merasa bosan. Kalaulah hanya keindahan alam Danau Toba saja yang dilihat dan disaksikan setiap harinya, niscaya para wisatawan akan cepat merasa bosan dan jenuh.
(23)
BAB III
GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMOSIR
Berdasarkan penelitian secara ilmiah mengatakan terjadinya Danau Toba adalah akibat letusan gunung merapi kira-kira 300,000 tahun yang lalu, kemudian disusul dengan patahnya kulit bumi. Danau Toba mempunyai luas 1100 Km2 ,dengan panjang 82 Km serta lebar 39 Km, memiliki kandungan 1,860 ton. Danau Toba berada di ketinggian 903,7 m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun.
Menurut cerita rakyat terjadinya Danau Toba karena seorang suami yang telah mengingkari sumpahnya, bernama si Pogos-pogos, ia adalah seorang pencari ikan yang pada suatu waktu dia mendapat seekor ikan besar dan tiba-tiba menjelma menjadi wanita cantik. Kemudian wanita tersebut kawin dengan si Pogos-pogos dengan syarat asal usulnya jangan diberitahukan kepada orang lain.
Hasil dari perkawinan tersebut lahirlah seorang anak laki-laki, dan mereka beri nama si Samo adalah anak nakal dan rakus, karena terlalu rakusnya suatu ketika ia disuruh ibunya untuk mengantar makanan untuk bapaknya tetapi di perjalanan ia memakan makanan tersebut sehingga ia dimarahi bapaknya, karena kesalnya tanpa sadadr bapaknya mengatakan kepada anaknya tersebut dasar anak ikan . Karena perkataan tersebut tiba-tiba istrinya menjelma kembali menjadi ikan, ia terus menangis dan berdo untuk diberikan sebuah telaga yang luas dan doa tersebut terkabul sehingga terjadilah Danau Toba, Samo yang saying pada
(24)
Pulau Samosir memiliki luas 63.050 km2 , dengan panjang 38 km dan
lebarnya 18 km. Pulau Samosir mempunyai 3 desa kunjungan wisata antara lain: Tomok, Ambarita, dan Simanindo. Masih banyak lagi tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi. Dari ketiga desa kunjungan wisata tersebut dan daerah sekitarnya mempunyai daya tarik yang merupakan produk wisata yang berpotensial yaitu: Pertama, Alam, pemandangan alam yang indah, udara yang sejuk, Danau Toba yang indah, kawasan hutan yang masih hijau. Kedua, budaya, kesenian asli daerah (musik dan tarian), hasil-hasil kerajinan tangan rakyat (ukir-ukiran, anyaman, ulos dan tenunan), benda-benda purba kala, rumah-rumah tradisional dan tata kehidupan masyarakat Batak yang masih tradisional.
3 . 1 Letak Geografis dan Batas Administratif
Secara umum, wilayah kecamatan Simanindo berada di lereng atau punggung bukit, sedangkan tanah datar hanya ada di sekitar pinggiran danau Toba. Wilayah kecamatan Simanindo secara administratif, di sebelah Utara berbatasan dengan Danau Toba; di sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Onan Runggu; di sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Pangururan dan Palilpi; dan di sebelah Timur berbatasan dengan Danau Toba. Kecamatan Simanindo terdiri atas 16 desa/kelurahan, yaitu: Tanjungan, Parbalohan, Pardomuan, Parmonangan, Huta Ginjang, Tomok, Garoga, Tuktuk Siadong, Ambarita, Martoba, Sihusapi, Maduma, Simanindo Sangkal, Cinta Dame, Simarmata, dan Dosroha. Letak dan posisi 12 desa berada di pinggir danau Toba
(25)
dan 4 desa lagi berada di lereng/punggung gunung. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani.
3 . 2 Kehidupan Masyarakat dan Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk sebagian besar adadalah petani padi sawah dan padi ladadng. Petani padi sawah berada di daerah pantai yang tanahnya datar, tidak menggunakan pengairan atau irigasi permanen karena komposisi tanah berbatuan. Mereka lebih cenderung mengharapkan datangnya hujan. Kondisi pertanian kurang menguntungkan, karena bila musim kering datang lahan pertanian akan kekeringan. Keadaan ini membuat mereka turun ke sawah hanya sekali dalam setahun. Sedangkan masyarakat yang tinggal di desa Tanjungan, Sihusapi, Maduma, dan Parmonangan, keadaan lahan pertanian umunya, berasa di lereng/punggung bukit memungkinkan menanam padi lading, jagung, ubi kayu, ubi jalar, bawang dan kacang-kacangan. Selain sebagai petani, ada juga anggota masyarakat sebagai peternak dan nelayan menagkap ikan di danau untuk mengisi hari-hari luang karena waktu yang dibutuhkan di pertanian padi sawah lebih sedikit.
Pekerjaan alternatif sebagai nelayan dilakukan hanya pada waktu tertentu saja, yaitu pada pagi dan sore hari. Penghasilan yang didapat hanya untuk kebutuhan sehari-hari atau dijual sebahagian untuk penghasilan sampingan, dan hasilnya pun tidak begitu banyak karena peralatan yang digunakan sangat sederhana, selain itu ikan yang didapat jumlahnya relatif sedikit karena
(26)
keterbatasan peralatan dan jenisnya sudah tertentu, seperti: Ikan Mas, Nila, Mujahir, Porapora, dan Jurung atau Ikan Batak
Tabel 3.1
Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Samosir Tahun 2009
Kecamatan
Luas Wilayah
(km2)
Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk Km2/Jiwa
Rumah Tangga Persen ART/Rumah Tangga Jumlah (Jiwa) Laki-laki (Jiwa) Perem-puan (Jiwa) Sex Ratio
Sianjur Mulamula 140,24 11098 5.488 5.610 97,83 79,14 2.598 2.598
Harian 560,45 6.835 3.347 3.488 95,96 12,20 1.965 1.965
Sitiotio 50,76 8,749 4.311 4.438 97,14 172,36 2.062 2.062
Onanrunggu 60,89 12.722 6.235 6.487 96,12 208,93 2.941 2.941
Nainggolan 87,86 13.302 6.535 6.767 96,57 151,40 3.366 3.366
Palipi 129,55 18.895 9.380 9.515 98,58 145,85 4.089 4.089
Ronggurnihuta 94,87 9.967 4.909 5.058 97,05 105,06 2.070 2.070
Pangururan 121,43 30.069 14.807 15.262 97,02 247,62 6.964 6.964
Simanindo 198,20 19.912 9.754 10.158 96,02 100,46 5.219 5.219
Wilayah Studi 1.444,25 131.549 64.766 66.783 96,98 91,08 31.274 31.274
Sumber: Kabupaten Samosir Dalam Angka, 2010
Jumlah penduduk di Kabupaten Samosir berdasarkan data tahun 2009 berjumlah 131,549. jiwa. Jumlah penduduk yang terbesar terdapat pada Kecamatan Pangururan yaitu berjumlah 30,069 jiwa atau 22.85 %, disusul kecamatan Simanindo dengan jumlah 19,912 jiwa atau 15.13 %, kecamatan Palipi
(27)
dengan jumlah 18,895 jiwa atau 14.36 %, kecamatan Nainggolan dengan jumlah 13,302 jiwa atau 10.11 %, kecamatan Onanrunggu dengan jumlah 12,722 jiwa atau 9.67 %, kecamatan Sianjur Mulamula dengan jumlah 11,098 jiwa atau 8.43 %, kecamatan Ronggurnihuta dengan jumlah 9,967 jiwa atau 7.57 %, kecamatan Sitiotio dengan jumlah 8,749 jiwa atau 6.65 %. Sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat pada Kecamatan Harian dengan jumlah 6,835 jiwa 5.19 %.
Angka kepadatan penduduk di kabupaten Samosir sebesar 91.08 jiwa/km2,
angka kepadatan penduduk wilayah studi ini masih tergolong rendah. DariTabel 3.1terlihat bahawa angka kepadatan penduduk tertinggi terdapat pada Kecamatan Pangururan dengan jumlah 341 jiwa/km2, disusul kecamatan Onanrunggu dengan
jumlah 208 jiwa/km2, dan kecamatan Sitiotio dengan jumlah 172 jiwa/km2.
Sedangkan angka kepadatan penduduk terendah terdapat pada Kecamatan Harian dengan jumlah 12 jiwa/km2.
3 . 3 Potensi Wisata dan Kebudayaan di Kabupaten Samosir
Kabupaten Samosir merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Sumatera Utara. Letaknya strategis karena berada pada lintasan Sumatera dan tempat persinggahan bagi arus transportasi orang maupun barang. Di samping itu, kabupaten Samosir juga memiliki berbagai spesifikasi daerah yang dapat dijadikan sebagai pembangunan ekonomi, dengan meningkatkan pengembangan pada sector pariwisata yang didukung lagi oleh potensi keindahan alam, kekayaan
(28)
Kabupaten Samosir merupakan kabupaten yang sangat kaya akan objek wisata. Kekayaan objek wisata yang dimiliki beraneka ragam jenisnya, antara lain: wisata air, agro wisata, wisata olah raga, wisata rohani, wisata alam, dan wisata budaya. Walaupun demikian masih banyak potensi objek yang belum ditangani secara serius oleh masyarakat lokal, pemerintah, dan unsur-unsur terkait. Wisata Alam dengan mengandalkan keindahan panorama masih menjadi idola pengembangan. Keindahan panorama kawasan danau Toba sangat spesifik dengan beberapa kelebihan yang dimiliki, seperti: airnya jernih, udara sejuk, danau terbesar, terdapat pulau yang cukup besar, berada diketinggian 906 M di atas permukaan laut, kedalamannya sampai 400 M. Selain itu, ada lagi objek wisata paling menarik yang belum dikelola, yaitu terdapat danau di atas danau memiliki warna air dapat berubah-ubah.
Ada 122 objek wisata dengan berbagai jenis pariwisata. Sebagian besar kawasan objek wisata belum mendapat sentuhan pengelolaan dalam pembangunan terencana. Jadi objek wisata yang akan dibangun masih dalam bentuk potensi yang memerlukan pengelolaan, hanya sebagian kecil yang telah terkenal dan mempunyai kontribusi bagi masyarakat local, seperti: Kawasan wisata Tomok dengan objek wisata Makam Raja Sidabutar dan penjualan souvenir; Kawasan Siallagan dengan objek wisata Batu Persidangan; Kawasan Simanindo dengan objek wisata museum dan atraksitortorBatak Toba.
(29)
Objek Pelancongan Di Kabupaten Samosir
Menurut Nama Objek Pelancongan Kecamatan Tahun 2009 Nama Objek Wisata Kecamatan Jenis ObjekWisata
Makam Tua Raja Sidabutar Simanindo Sejarah danBudaya
Batu Kursi Parsidangan Simanindo Sejarah
Museum Huta Bolon Simanindo Sejarah danBudaya Kawasan Agro Wisata Aek Natonang Simanindo Alam
Pertunjukan Sigale-gale Simanindo Budaya
Kawasaan Hotel dan Restoran Tuktuk
Siadong Simanindo Alam
Kawasan Wisata Siulakhosa Bukit Beta Simanindo Alam Pantai Pasir Putih Parbaba Panguraran Alam
Pemandian Air Panas Panguraran Alam
Museum Gereja Katholik Inkulturatif Panguraan Budaya Kawasan Tano Ponggol Panguraan Alam danSejarah Kawasan Pohon Bora Naibaho Panguraan Sejarah
Menara Pandang Tele Harian Alam
Air Terjun Sampuran Efrata Sosor Dolok Harian Alam Pemandian Aek Sipitu Dai SianjurMulamula Sejarah danBudaya
Batu Hobon SianjurMulamula Sejarah
Komplek Guru Tatea Bulan SianjurMulamula Sejarah Kawasan Peninggalan Sejarah SianjurMulamula Sejarah Huta Si Raja Batak
Perkampungan Si Raja Batak di Sigulatti SianjurMulamula Sejarah Kawasan Wisata Pusuk Buhit
(Batu Sawan, Tala, Tempat Doa) SianjurMulamula Sejarah danBudaya Kawasan Wisata Tirta Pea Parogan
di Desa Salaon Ronggurnihuta Alam
Kawasan Wisata Tirta Danau Sidihoni Ronggurnihuta Alam Pantai Pasir Putih di Sukkean Onanrangggu Alam Mual Si Raja Sonang di Pakpahan Onanrangggu Sejarah Kawasan Wisata Remaja Lagundi Onanrangggu Alam
(30)
Pardomuan Urat Palipi Sejarah Mual Bora Saroding di Desa Sabulan Sitiotio Sejarah
Mual Data Parngongo Sitiotio Sejarah
Sumber : Dinas Pariwisata, Seni Dan Budaya Kabupaten Samosir BPS: Samosir Dalam Angka 2010
Jumlah Wisatawan Yang Berkunjung Ke Kabupaten Samosir
Menurut Tahun Dan Jenis Wisatawan Tahun 1998-2009
Jenis Pelancong
Tahun Antarabangsa Domestik Jumlah
Year Foreign Domestic Total
1998* 9101 25539 34640
1999* 3563 13003 16566
2000* 3580 14111 17691
2001* 2532 16267 18799
2002* 4349 15861 20210
2003* 5739 19192 24931
2004* 5856 19575 25431
2005 12 068 16 218 28 286
2006 12 331 17 242 29 573
2007 4 908 21 873 26 781
2008 32278 73593 105871
2009 22207 87257 109464
Sumber : Dinas Pariwisata, Seni Dan Budaya Kabupaten Samosir BPS: Samosir Dalam Angka 2010
*) = Kabupaten Samosir Masih Bergabung dengan Kabupaten Tobasa
Jumlah Pelancong Antarabangsa Dan Domestik
Yang Berkunjung Ke Kabupaten Samosir Menurut Bulan 2005-2009 (Orang/Person)
Bulan Tahun/Year
Month 2005 2006 2007 2008 2009
Januari/January 2 884 2916 1 727 4 656 14 356
Februari/February 1 840 1870 1 506 4 947 7 347
Maret/March 1 740 1580 1 810 6 709 6 711
April/April 1 578 1580 1 452 5 034 6 583
Mei/May 1 615 1574 2 233 8 399 7 946
(31)
Juli/July 3 158 3228 2 194 8 296 9 477
Agastus/Agustus 2 487 2597 1 299 10 249 7 208
September/September 2 166 2262 712 6 489 19 368
Oktober/October 1 874 2245 7 522 22 658 5 117
November/November 1 678 2275 1 385 6 030 3 735
Desember/December 3 375 3417 2 256 13 779 13 321 Jumlah/Total 28 286 29573 26 781 105 871 109 464
Sumber : Dinas Pariwisata, Seni Dan Budaya Kabupaten Samosir BPS: Samosir Dalam Angka 2010
Budaya Batak Toba menjiwai sistem kemasyarakatan dalihan na tolu mengatur dan menciptakan suasana harmonis di dalam masyarakatnya. Ketiga unsure kemasyarakatannya mempunyai status dan peran masing-masing. Unsur-unsur tersebut adalah hula-hula atau keluarga istri, dongan sabutuha atau teman berasal dari perut yang sama atau keturunan laki-laki dari satu leluhur, dan boru atau anak perempuan.
Penentuan sistem kemasyarakatan Batak Toba ditarik berdasarkan garis patrilineal atau mengikuti garis ayah, setiap orang diwarisi marga.Marga adalah identitas Clan atau keturunan yang diteruskan oleh laki-laki, sedangkan bagi perempuan hanya terbatas pada individunya saja tidak sampai kepada anak-anaknya karena anak-anak-anaknya akan mengikuti garis keturunan ayahnya.
Pergaulan dalam sistem kemasyarakatan Batak Toba dapat dikatakan demokrasi, artinya setiap individu diberikan kebebasan untuk menentukan posisi kedudukannya terhadap orang lain sesuai dengan identitas marga. Dapat sebagai Dongan sabutuha,Boru,danHula-hula. Apabila seseorang telah menentukan dan mengetahui posisinya, maka dia akan menunjukan sikapnya. Jika sebagaiDongan Sabutuha, dia akan memotivasi diri agar selalu seia-sekata, seperasaan,
(32)
adat, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Jika sebagaiBoru, wajib menghormati Hula-hula karena Hula-hula dianggap mempunyai sahala wibawa Roh dapat memberikan berkat kepada pihak Boru. Sebaliknya, Hula-hula juga harus elek
sayang kepadaBoruagar bertambah kualitas wibawanya.
Posisi hubungan yang saling menghormati, membuat masyarakat Batak Toba tidak mengenal kelas. Semua anggota masyarakat yang ada dalam ketiga unsur dalihan na tolu keberadaannya di hormati, Sehingga pada upacara formal ketiga unsur dari dalihan na tolu dipanggil atau disapa dengan raja hula-hula, raja dongan sabutuha, dan raja boru. Prinsipnya setiap anggota masyarakat dianggap/menganggap dirinya raja tetapi harus mengetahui posisi agar mengetahui peran yang diatur oleh adat. Ada kesetaraan bagi individu walau posisi berbeda karena saling mementingkan.
Sistem kemasyarakatan pada masyarakat Batak Toba masih dipegang teguh sampai sekarang, seperti yang terdapat pada umpama Somba marhula-hula, Manat mardongan sabutuha, Elek marboru . Somba marhula-hula artinya Hula-hula adalah kelompok yang harus dihormati karena mempunyai anugerah memberikan berkat kehidupan kepada kelompok Boru. Hula-hula bagaikan matahari menyinari bumi dengan cahayanya maka terjadi kehidupan. Manat mardongan tubu artinya harus ada kehati-hatian dalam hubungan satu marga karena hubungannya sejajar sehingga sangat sensitif bila terjadi perselihan. Hubungan satu marga diharapkan selalu bersatu bagai memotong air yang tidak akan putus atau songon tampulon aek.Elek marboruartinya kelompok hula-hula juga harus menyayangi dan menuruti kemauan boru. Hubungan harmonis
(33)
berdampak sosiologis kepada hula-hula. Hula-hula dihormati dan memmpunyai wibawa karena sikap hormat kelompok boru, selalu menopang, memberikan bantuan ketika melakukan kegiatan upacara adat atau dalam upacara formal lainnya.
Hubungan ketiga unsur sistem kemasyarakatan Batak Toba memiliki nilai-nilai persatuan dan memiliki keinginan berintegrasi untuk menciptakan keharmonisan. Paling nyata dapat diamati ketika pelaksanaan upacara adat. Ketiga unsur kelompok masyarakat akan melakukan fungsinya dan menentukan kedudukannya pada upacara adat tersebut.Dongan sabutuhaakan selalu bertukar pikiran dengan sesamanya dan mereka merasakan bahwa upacara adat menjadi milik bersama yang harus disukseskan. Sedangkan kelompok boru akan melaksanakan atau penggerak segala rencana-rencana yang sudah dibicarakan berkenaan dengan pelaksanaan upacara (parhobas) serta penyumbang dalam bentuk materi demi tercapainya kesuksesan. Kelompok hula-hula akan merasa bahagia dan merasa dihormati melihat pelaksanaan upacara adat tersebut dilakukan dengan kerjasama dan mengikutsertakan semua pihak berperan aktif, sehingga berkat yang diberikan hula-hula akan sampai kepada tujuannya (Simanjuntak, 2001:268-259). Demikian halnya dalam dalihan na tolu bila mengalami gangguan hubungan, maka ada unsur lain menjadi mediator/penghubung untuk mengatasi gangguan tersebut. Unsur itu adalah paribanatau istri berkakak-adik,dongan sahuta(perkumpulan satu kampung) dan ale-ale(teman baik) (Sangti, 1973:290-291).
(34)
Dalihan na tolu menjadi gagasan kolektif (Emile Durkheim) merupakan falsafah yang mempengaruhi setiap anggota masyarakat. Sehubungan dengan itu, dalam pembangunan pariwisata di kabupaten Samosir perlu diterapkan konsep dalihan na tolu sebagai falsafah yang menjiwai segenap anggota masyarakat. Penggunaan konsep dalihan na tolu dalam pembangunan pariwisata akan menciptakan pemahaman baru terhadap sektor pariwisata. Pariwisata menjadi milik bersama masyarakat yang harus dijaga dan dikembangkan secara berkelanjutan.
(35)
BAB IV
Seni Pertunjukan Tortor dan Gondang Sabangunan di
Huta Bolon Sebagai Atraksi Wisata
Tortor adalah nama sebutan tari-tarian tradisional Batak Toba yang selalu dilaksanakan dengan mengikuti alunan irama gondang sabungunan. Tortor artinya tari-tarian, sedangkan panortor berarti orang yang menari. Gerakan tubuh di dalamtortortidak begitu sulit, penonjolan gerakan lebih terfokus pada gerakan tangan. Gerak yang digunakan laki-laki dan perempuan berbeda, tetapi perbedaannya tidak banyak hanya saja gerakan untuk laki-laki lebih bebas dibandingkan gerekan perempuan. Selain itu, gerakan serseratau gerakan telapak kaki tidak ada padagerakanlaki-laki.
Secara umum jenis gerak dalamtortordapat dibagi atas lima bagian, yaitu: Pertama, pangurdot berupa gerakan anggota tubuh mulai dari daun kaki, tumit, sampai ke bahu. Kedua, pangeal berupa gerakan anggota tubuh yang dihasilkan oleh pinggang, tulang punggung, sampai daun bahu (sasap). Ketiga, pandenggal berupa gerakan anggota tubuh mulai dari tangan, telapak tangan, sampai ke ujung jari-jari. Keempat, siangkupna berupa gerakan tubuh leher sekitarnya. Kelima, Hapunanna berupa raut wajah sebagai pusat perhatian. Pusat dari semua gerakan mulai dari pangurdot, pangeal, pandenggal, dan siangkupna berada pada wajah. Wajah orang yang menari harus dibarengi dengan posisi mata terfokus ke depan dan tidak liar dalam memandang. Orang yang mengetahui gerakan-gerakantortor
(36)
Pakaian atau kostum yang digunakan parapanortoradalahulos. Pakaianpanortor laki-laki sangat sederhana, bagian pinggang ke bawah hanya ditutupi ulos yang lilitkan pada bagian atas pinggang, sedangkan tubuh bahagian atas telanjang hanya ditutupi ulos yang disandang di atas bahu. Pada bagian kepala menggunakan bulang-bulang, yaitu sejenis tenunan ulos tetapi bentuknya lebih kecil dan tidak untuk dipergunakan sehari-hari. Bulang-bulang lalu dibentuk sedemikan rupa sampai menyerupai topi, pada bagian depannya dibuat lebih tinggi dari pada bagian belakang.
Ketika dipakai bulang-bulang diselipkan daun beringin. Khusus pada pemintagondang,menggunakan baju berwarna hitam serta di kepala dilingkarkan kain berwarna merah, putih, dan hitam yang menggambarkan peran seorang dukun atau orang pintar.
Panortor perempuan pakaiannya pun sangat sederhana hampir sama dengan pakaian laki-laki, bedanya hanya pada tubuh bagaian atas menggunakan pakaian, sedangkan pada kedua bahunya menyandang ulos. Pada bagian kepala dilingkarkansortali, yaitu sejenis tenunan yang dibentuk sesuai dengan relief atau ornament Batak Toba, tenunan ini khusus diikatkan pada kepala perempuan. Kelima panortor perempuan menggunakan pakaian yang bervariasi warnanya. Variasi warna pakaian ada dalam tiga warna, yakni: merah, putih, dan hitam. Menurut kepercayaan Batak Toba ketiga warna ini mempunyai makna tersendiri, warna merah melambangkan kekuatan, warna hitam melambangkan kerajaan atau kekuasaan, sedangkan warna putih melambangkan kesucian.
(37)
Selain menggunakan pakaian, sortali dan bulang-bulang ketika pertunjukan berlangsung, juga menggunakan perlengkapan lain. Perlengkapan itu terdiri dari: kerbau, borotan, piring putih, daun sirih seperangkat, cawan putih, ari, daun beringin, beras, pandahanan atau tempat beras yang dianyam, telur, Tungkot Tunggal Panaluan, dan pertunjukan berlangsung sesuai dengan nilai-nilai budaya ketika berlangsung upacara sungguhan.
Seluruh pemain instrumen dalam gondang sabangunan disebut pargonsi atau pargondang. Sebagian besar masyarakat Batak Toba tertarik mendengar alunan suara yang dikeluarkan instrument musik gondang sabangunan, tetapi tidak semua dapat memainkannya apalagi sampai pada tahap pargonsi. Dahulu, istilahpargonsi hanya diberikan kepada pemaintaganing saja, sedangkan pemain instrument lain diberikan julukan nama sesuai dengan alat musik yang dimainkannya, misalnya: parogung atau pemain gong, parsarune atau pemain sarune, dan parhesek atau pemain hesek. Perbedaan sebutan terhadap pemain gondang sabangunan berdasarkan jenis instrument yang dimainkan menimbulkan suatu arti di tengah masyarakat, bahwa di kalangan pemain ada perbedan satu dengan yang lainnya.
Menurut konteks sosiobudaya, kedudukan pargonsi mendapat perlakuan khusus. Perlakuan khusus timbul karena pargonsi dianggap sebagai penjelmaan dewa yang dapat menyampaikan keinginan-keinginan suhut atau pemilik hajatan sampai pada tujuannya. Selain mempunyai ketrampilan teknis dan mengetahui ruhut-ruhut paradatonatau aturan-aturan adat, pargonsi juga dianggap mendapat
(38)
julukan Batara Guru Hundul atau Batara Guru Duduk dan pemain sarunediberi julukanBatara Guru Manguntar.Kedua pemain disejajarkan dengan dewa. Tanpa disadari semua yang terlibat dalam upacara memberikan perlakuan istimewa kepada mereka dan pemain instrument lainnya.
Pargonsi selalu ditempatkan pada posisi terhormat, mulai dari mengundang sampai dengan berakhirnya upacara. Ketika mengundang, pemilik hajatan harus langsung datang memohon dengan memberikan berkatnapuran tiar atau sirih yang diletakkan di dalam piring, sebagai jalan untuk menyampaikan keinginannya. Pada saat upacara berlangsung, tempat pargonsi dibuat di pansa-pansa atau bagian atas rumah adat Batak Toba. Tempat ini dianggap suci, selalu ada pada setiap rumah adat sebagai lambang kesakralan yang tidak sembarang dimasuki orang. Demikian halnya, ketika pemilik hajatan atau kelompok dalihan na tolu manortor, mereka bermohon dengan menyebutkan bahasa hormat seperti berbicara kepada para dewa, seperti di bawah ini:
Ale Amang panggual pargonsi, Batara Guru Humundul, Batara Guru Manguntar, na nialapan manogot, nitaruhon botari, parindahan na suksuk, parlompan na tabo, paraluaon na tingkos, para tarias ba malo, ndang dope hupangido hami, alai mangan diboto ho. Di son ro do hami sian hula-hula, bahen hamu ma gondang mula-mula i .
Artinya, Yang terhormat bapak-bapak para pemain musik, Batara Guru Humundul, Batara Guru Manguntur, yang dijemput pada pagi hari, diantarkan pada sore hari. Penikmat nasi yang empuk, penikmat lauk yang lezat, yang mengetahui segalanya, belum lagi kami pinta, tetapi sudah kamu ketahui. Kami datang dari unsurhula-hula,sudilah kiranya memainkangondang mula-mula .
(39)
Kalimat di atas, menunjukkan begitu terhormatnya kedudukan pargonsi. Pargonsidianggap mempunyai banyak kelebihan setaraf dengan dewa yang harus disuguhi makanan lezat dan nikmat, harus dijemput dan diantarkan kemballi. Penyampai pesan yang benar dan berperilaku jujur, mengetahui segalanya walaupun belum diminta tetapi sudah diketahui.
Sikap hormat yang diberikan kepadapargonsitidaklah permanen. Artinya, tidak mutlak tetapi hanya sesaat ketika sedang melakukan tugas pada suatu upacara atau pada konteks upacara.
Dalam kehidupan sehari-hari atau di luar konteks upacara, mereka sama seperti anggota masyarakat lainnya. Rasa hormat yang diberikan ketika konteks upacara, hilang ketika berbaur di tengah masyarakat dan konsep dalihan na tolu berlaku kembali pada mereka.
Tradisi gondang dan tortor adalah bagaian dari adat hasipelebeguan atau menyembah berhala yang selalu digunakan dalam berbagai upacara religius dan magis. Kedua praktek dilakukan selalu bersamaan bila ada gondang pasti ada tortor, demikian sebaliknya. Setiap pelaksanaan gondang dan tortor orang-orang yang terlibat di dalamnya harus mengikuti aturan adat ni gondang. Adat ni gondangtidak sama dalam setiap daerah, biasa berbeda pada setiap daerah. Untuk itu, adat ni gondang yang dipakai pada setiap upacara selalu mengikuti adat dimana tempatgondang sabangunanberlangsung.
Pada saat sekarang, masyarakat Batak Toba memberi makna terhadap tortor dan gondang sabangunan bukan lagi sebagai kegiatan yang berhubungan
(40)
untuk berhubungan dengan dewa-dewa. Perubahan pemahaman terhadap tortor dan gondang sabangunan dilakukan oleh kekuatan gereja dengan menanamkan dogma agama yang tidak mempercayai dewa-dewa mitologi Batak Toba dan tidak mengakui kekuatan supranatural. Selain itu, paham rasionalisasi yang dibawa oleh pendidikan begitu eksis pada sebagian besar anggota masyarakat. Pandangan terhadaptortor dan gondang sabangunanakhirnya berubah dari orientasi religius ke orientasi sosial-budaya. Tortor dan gondang sabangunan sudah dianggap sebagai alat hiburan, bahkan pada acara-acara tertentu dalam konteks pembangunan gereja sudah menggunakantortordangondang sabangunan.
Seni pertunjukan sebagai salah satu kegiatan yang mempertontonkan hasil budaya mendapat porsi sebagai pendukung keberhasilan industri pariwisata. Di samping sebagai kegiatan yang menyemarakkan suasana, seni pertunjukan juga telah ikut dalam memperkaya batin para wisatawan. Atraksi seni menjadi sesuatu yang unik dan eksotis, tidak akan ditemukan di daerah asal wisatawan. Tanda-tanda etnik atau ethnic markers, seperti: pakaian, ukiran, musik, dan tari, semua dapat dipakai sebagai tanda keeksotisan dari masyarakat lokal. Masyarakat lokal akan menampilkan ciri khasnya sebagai daya tarik wisata (Hutajulu, 1997:26).
Pertunjukan tortor di Huta Bolon Simanindo adalah atraksi wisata yang dikomodifikasi sedemikian rupa untuk dinikmati para wisatawan. Ada beberapa jenis tortor yang dibarengi gondang sabangunan, yaitu: Gondang lae-lae, Gondang Mula-mula, Gondang Sahata Mangaliat, Gondang Marsiolop-olopan, Gondang Siboru, Gondang Sidoli, Gondang pangurason, sebagai topik dari pertunjukan. Topik dari pertunjukan adalah Mangalahat Horbo atau membunuh
(41)
qurban kerbau, tetapi dalam pertunjukan ini kerbau tidak dibunuh. Kerbau dijadikan qurban persembahan kepada para dewa dengan menggunakan media gondang sabangunan. Pada upacara ritual, kerbau dibunuh dengan tombak dan dibiarkan untuk beberapa lama agar para dewa terlebih dahulu menikmatinya. Setelah itu, daging kerbau dibagi-bagikan kepada seluruh masyarakat yang menghadiri upacara (Hutajulu,1997:26).
Gondang Lae-lae adalah jenis gondang khusus ditujukan kepada para dewa agar kerbau yang menjadi qurban tidak bertingkah jelek. Kerbau diarak oleh semua panortor masuk ke lokasi pertunjukan. Arah kematian dan tingkah laku kerbau ketika prosesi berlangsung mempunyai pertanda. Pertanda baik dan buruk yang ditunjukkan kerbau akan beralamat kepada pemilik hajatan. Gondang Lae-lae hanya menggunakan instrument musik, dimana pargonsi mengadakan hubungan komunikasi kepada para dewa agar pemilik hajatan dan semua pihak yang berpartisipasi mendapat keselamata
Foto 4.1
Gondang Lae-lae ni Horbo, kerbau diarak keliling lokasi pertunjukan dan bermohon kepadaOmpu Mulajadi na Bolonagar kerbau bertingkah laku baik
(42)
Gondang Mula-mula adalah gondang awal dari kegiatan upacara, ditujukan kepada Ompu Mulajadi Na Bolon yang menciptakan bumi, langit, manusia, binatang, tumbuhan dan memberikan nafas kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya agar dapat mengelola isi bumi. Panortormemulai gerakan tangan dalam keadaan tertutup, diletakkan di depan ulu hati. Posisi ini mempunyai arti bermohon atau marsantabi. Irama gondang hanya diiringi oleh gerakan pangurdot atau gerakan yang dihasilkan dari daun kaki, tumit sampai ke bahu. Selanjutnya, gondang Mula-mula menandakan bahwa permohonan telah dikabulkan Tuhan.
Gondang Sahata Mangaliat adalah jenis gondang dimana suhut atau pemilik hajatan berputar mengelilingi lokasi pertunjukan untuk menjamu para undangan. Prosesi seperti ini merupakanadat ni gondang, marsiadop-adopanatau
(43)
saling berhadap-hadapan sebagai tanda penghormatan bagi para undangan yang datang. Di tengah lokasi pertunjukan terdapat tonggak kayu atau borotan yang dihiasi oleh daun beringin. Setelah kerbau diarak lalu diikat pada tonggak borotan. Suhut menjamu dan maniuk-niuk atau mengelus dagu para undangan yang datang menghampiri mereka, artimaniuk-niukadalah memohon berkat. Pada Gondang Sahata Mangaliat semua jenis gerakan mulai dari pangurdot, pangeal, pandenggal, siangkupna, dan hapunanna sudah dapat diperagakan, tergantung kepada keinginan dan kemampuan individu yang melaksanakannya.
Foto 4.2
Gondang Sahata Mangaliat, suhutmenjamuhula-huladan para undangan berputar mengelilingi lokasi pertunjukan.
(44)
menunjukkan kemampuannya dalam gerak yang diatur oleh adat ni gondang. Mereka saling bergembira, rasa persatuan dalam kekeluargaan terpancar dari isyarat gerak dan raut wajah yang memancarkan keceriaan. Pada Gondang Marsiolop-olopan unsur hula-huladatang menghampiri suhut untuk memberikan berkat dengan cara meletakkan kedua telapak tangan di atas kepala atau meletakkan ulos ke pundak para suhut. Gerakan ini menandakan bahwa segala cita-cita dan keinginan telah sampai.
Gondang Siboru adalah satu rangkaian dengan Gondang sidoli yang digabung menjadi satu. Gondang Siboru adalah jenis gondang yang penarinya dimainkan perempuan belum menikah. Fungsi dari pelaksanaan Gondang Siboru untuk memperkenalkan putri suatu keluarga kepada khalayak ramai, sebagai pertanda bahwa putrinya telah dewasa. Para gadis diberi kesempatan mengisi acaramanortor.Kesempatan ini mempunyai banyak arti bagi mereka, antara lain: memperlihatkan kebolehan masing-masing, memperkenalkan diri kepada khalayak ramai, media cari jodoh, dan lain sebagainya.
Mendengar Gondang Siboru ditabuh, para pemuda datang untuk menyaksikan acara tersebut. Kehadiran para pemuda sangat penting memberikan respons kepada gadis. Semua gerakan yang dilakukan panortor perempuan mempunyai penilaian tersendiri bagi penonton, bahkan kecantikan tidak menjadi pusat perhatian, mulai dari cara berjalan, berdiri,serseratau bergerak dengan cara menggeser telapak kaki, berpakaian, posisi bola mata.
Foto 4. 3
Gondang Siboru, para gadis mempertunjukkan kebolehannya melakukan gerakan-gerakan indah dalamtortor
(45)
Gondang Sidoli merupakan rangkaian dari Gondang Siboru yang dimainkan oleh para pemuda untuk mencari pasangan hidupnya. Para pemuda mempertunjukan kebolehannya menarikan gerakan yang estetis. Gerakan mempunyai makna tersendiri yang dapat diinterpretasikan para pemain dan penonton lainnya. Selanjutnya, para gadis membalas gerakan tersebut. Dalam tarian ini antara panortor laki-laki dan panortor perempuan menggunakan alat sebagai media.Panortor laki-laki atau pemuda menggunakan piring putih yang di dalamnya terdapat seperangkat sirih siap untuk dimakan, dengan kebolehannya dia merayu salah seorang dari panortor perempuan. Mereka saling menunjukkan kebolehannya, panortor perempuan berusaha menghindar tetapi pada akhirnya menerima sirih yang diberikan panortor laki-laki. Sebaliknya, panortor
(46)
panortor laki-laki. Saling memberi dan menerima merupakan simbol bahwa kedua-duanya sepakat untuk melanjutkan ke jenjang perkawinan. Mereka mempertunjukkan keinginan mereka kepada khalayak ramai, lalu pergi menghampiri kedua orang tua perempuan minta restu. Kedua orang tua perempuan merestui dengan menaburkan beras ke arah kepala kedua pasangan.
Foto 4. 4
Gondang Sidoli,seorang pemuda sedang merayu dengan memberikan seperangkat sirirh di dalam piring.
Gondang Pangurason adalah gondang sakral berfungsi sebagai alat komunikasi kepada roh-roh leluhur. Komunikasi terhadap roh-roh leluhur dilakukan dengan media instrumen, dibantu dengan kehadiran panguras atau orang yang membersihkan. Panguras berpakaian putih bersih, kehadirannya berguna untuk menyucikan atau membersihkan orang-orang dan lokasi tempat pelaksanaan upacara. Alat yang digunakan terdiri dari air suci, daun beringin, cawan putih, dan beras. Cawan putih berisi air suci dan daun beringin terlebih dahulu ditarikan
(47)
dengan gerakan erotis dan posisi cawan dibuat di atas kepala. Setelah ditarikan, cawan diturunkan dan airnya dipercikkan dengan menggunakan daun beringin mengenai semua orang dan semua sudut tempat. Percikan menandakan bahwa situasi upacara telah bersih.
Diakhir tariannya, panguras meminta beras sebagai lambung kehidupan kepada suhut, lalu melemparkannya ke atas sambil mengatakan horas, horas, horas.
Foto 4. 5
Gondang Pangurason,seorang panguras sedang membersihkan lokasi pertunjukan
Gondang Sitio-tio merupakan gondang penutup, melalui gondang sabangunan doa dipanjatkan agar segala permohonan dan permintaan dikabulkan
(48)
Rangkaian seluruh pertunjukan dapat dibagi dua, pada sesi pertama mempertunjukkan rangkaian upacara ritual mangalahat horbo dan jenis gondang lain yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Batak Tradisional ketika itu. Upacara ritual mangalahat horbo merupakan upacara qurban yang dipersembahkan kepada para dewa yang terlebih dahulu didoakan dengan media gondang sabangunan dan tortor sesuai dengan keinginan pemilik hajatan. Jenis gondang ini merupakan pertunjukan inti. Selanjutnya, sesi kedua lebih mengutamakan hiburan dengan melibatkan para wisatawan sebagai partisipan, mempertunjukkan tiga jenis gondang yakni gondang Pananti gondang Embas, gondang Tungkot Tunggal Panaluan, dangondang Si Gale-gale.
Gondang Pananti adalah salah satu dari jenis gondang, khusus diberikan kepada tamu atau sahabat yang datang. Istilah Gondang Pananti pada Seni pertunjukan ini disebut dengan gondang Embas dilaksanakan atas inisiatif pengelola dan seniman, untuk mengikutsertakan para wisatawan dalam kegiatan pertunjukan. Gondang Embas diiringi tari bersama, dimana pihak suhut mengundang semua wisatawan ikut manortor yang dipandu salah seorang dari anggota seni pertunjukan. Para wisatawan mengikuti gerak pemandu mengelilingi lokasi pertunjukan, walaupun gerak tari tidak sempurna mereka merasa senang karena ikut dilibatkan. Sambil berkata Horas, mereka mengikuti gerak tari yang terkadang gerakannya berbeda dengan gerakantortor.
(49)
Foto 4. 6
Gondang Pananti/ gondang Embas, kesempatan khusus diberikan kepada wisatawan untuk ikutmanortor
Gondang Tungkot Tunggal Panaluan adalah sejenis gondang menunjukkan kekuatan gaib atau kesaktian berasal dari Tungkot Tunggal Panaluan, yang ,mempunyai arti palang penunjuk jalan atau yang mengalahkan kesesatan/kegelapan bagi masyarakat pemiliknya. Salah seorang dari panortor mempertunjukkan Tungkot Tunggal Panaluan, dengan kemahirannya tongkat itu seakan-akan mempunyai kekuatan, dan diakhir pertunjukan Tungkot Tunggal Panaluan ditancapkan di atas tanah berdekatan dengan telur yang terlebih dahulu
(50)
Gondang Si gale-gale adalah tari patung boneka yang mirip dengan manusia dibuat dari bahan kayu, mulai dari penebangan kayu sampai selesai selalu mengikuti aturan-aturan religius dengan harapan patung itu mempunyai kekuatan gaib, dapat bergerak menyerupai manusia. Patung Si gale-gale yang dipertunjukkan sudah dimodifikasi dengan menambah satu patung perempuan yang ikutmanortormeratapi nasibSi gale-gale. KataSi gale-galemempunyai arti lemah gemulai sesuai dengan gerak yang dihasilkan patung Si gale-gale. Diakhir gondang Si gale-gale, salah seseorang dari mereka secara spontanitas sambil manortor pergi ke depan memberikan sumbangan, dimasukkan ke dalam saku patung Si gale-gale atau ke tempat khusus yang telah disiapkan. Spontanitas ini diikuti oleh wisatawan lain, mereka berbasis datang ke depan memberikan sumbangan sambil mengatakan katahoras.
Foto 4. 7
(51)
Ada satu hal terpenting untuk segera dibenahi dalam kelangsungan Seni Pertunjukan tortor di Huta Bolon Simanindo, yaitu membuat pemandu pertunjukan sebagai pusat informasi. Pemandu pertunjukan sebagai pusat informasi sangat penting dalam kegiatan pariwisata, terutama pada konteks pertunjukan untuk mengakomodir keingintahuan wisatawan terhadap nilai-nilai budaya. Jika keingintahuan mereka terjawab terasa kepuasan akan membentuk citra baik yang menjadi modal dalam pengembangan pariwisata di desa Simanindo.
4 . 1 Pengemasan Waktu dan Durasi
Pelaksanaan seni pertunjukan tortor di Huta Bolon dilaksanakan setiap hari dalam dua kali pertunjukan, pertunjukan pertama pukul 10.30 sampai dengan 11.45 WIB dan pertunjukan kedua pukul 11.45 sampai dengan 12.30 WIB, kecuali pada hari minggu pertunjukannya hanya sekali dan dan waktunya dirubah menjadi 11.45 sampai 12.30 WIB. Penentuan waktu pertunjukan dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi para pemain, maupun para penonton atau wisatawan.
Para pemain seni pertunjukan pada umumnya sudah menikah dan mereka tidak dapat menggantungkan sumber ekonomi keluarga dari hasil pertunjukan. Penghasilan yang didapat dari pertunjukan hanya sebagai tambahan, sedangkan penghasilan utama bersumber dari hasil pertanian atau bertenun. Untuk itu,
(52)
dahulu mengurus keperluan rumah tangga atau bekerja di lading. Pada pagi hari mereka berangkat ke ladang, sekitar pukul 09.00 atau 10,00 WIB ketika matahari sudah mulai terik, mereka kembali ke rumah dan mempersiapkan diri dalam pertunjukan. Pukul 13.00 WIB mereka telah menyelesaikan pertunjukan dan kembali ke rumah. Pada sore hari, sekitar pukul 15.00 WIB mereka kembali bekerja ketika matahari mulai terbanam.
Waktu pertunjukan disesuaikan juga dengan jarak tempuh lokasi penginapan wisatawan. Tempat penginapan wisatawan ada dua, yaitu langsung dari Parapat dan dari Tuktuk Siadong. Waktu perjalanan dari Parapat ke Simanindo sekitar 2 jam, sedangkan dari Tuktuk Siadong sekitar 1 jam dengan menggunakan kapal penumpang. Jadi jika wisatawan bermalam di Parapat, mereka sudah harus berangkat pukul 08.00 atau 08.15 WIB, dan dari Tuktuk Siadong mereka harus berangkat pada pukul 09.00 atau 09.15 WIB untuk mengejar pertunjukan pertama.
Khusus pada hari Minggu pertunjukan hanya sekali, tetapi waktu pertunjukan dirubah menjadi pukul 11.45 sampai dengan 12.45 WIB. Perubahan waktu pertunjukan dilakukan karena para pemain lebih dahulu mengikuti kebaktian minggu di Gereja. Sebaliknya, pada hari Minggu dan hari Besar adalah hari kunjungan wisatawan nusantara. Pada hari Minggu dan Hari Besar biasanya jumlah penonton jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan hari-hari biasa yang hanya berorientasi kepada wisatawan nusantara.
Seni Pertunjukan Tortor di Huta Bolon Simanindo tidak lagi melakukan kegiatan adat ni gondang secara utuh yang mengikuti nilai-nilai ritual dengan
(53)
baik. Mereka lebih bebas, tidak terikat pada waktu, kedudujan, dan pemberian rasa hormat terhadap pargonsi. Panortor dan pargonsi menjadi satu tim, secara tidak disadari mereka sepakat untuk tidak kaku mengikuti adat ni gondang, tanpa disadari menyebabkan nilai-nilai ritual padaadat ni gondangmulai bergeser. Pada sisi lain, seni sebagai bahagian dari kebudayaan harus mampu mengetahui perkembangan budaya yang ada di sekitarnya, karena seni tidak dapat lagi hidup dan berkembang sendirian. Soedarsono (1996:3) mengatakan,
Pengembangan konsep seni wisata harus dilakukan secara benar. Dalam kaitan ini ada lima ciri seni wisata yang baik, yakni yang singkat dan padat, penuh variasi, telah dihilangkan dari unsur ritualnya, merupakan tiruan asli, dan murah harganya. Dengan ciri-ciri inilah paket-paket tontonan akan lebih menarik bagi wisatawan.
Durasi waktu pertunjukan berlangsung selama 40 menit dalam 10 jenis gondang yang dapat dibagi dua sesi. Sesi pertama sebagai Pertunjukan inti dari seni pertunjukan terdiri atas 7 jenis gondang, berlangsung selama 26 menit. Gondang Lae-lae tu Borotan 3 menit; Gondang Sahata Mangaliat 3 menit; Gondang Marsiolop-olopan 3 menit; Gondang Si Raja Doli 8 menit; Gondang Pangurason 7 menit; dan Gondang Sitio-tio 1 menit. Sesi kedua sebagai pertunjukan tambahan, terdiri atas 3 jenis gondang,berlangsung selama 14 menit. Gondang Pananti 6 menit; Gondang Tungkot Tunggal Panaluan 5 menit; dan Gondang Si Gale-gale3 menit.
Pertunjukan sesi pertama dikemas dalam waktu yang cukup singkat sekitar 26 menit, menampilakn situasi upacara ritual mangalahat horbo yang menjadi
(54)
melaksanakan bagian-bagian dari gondang, ada gondang mula-mula, gondang pasu-pasu, dangondang hasahatan.Selain itu, jumlah gondang yang diminta dan ditortorkan berjumlah ganjil sebanyak 7 jenis, sesuai dengan konsep religi Batak Toba. Bilangan ganjil atau bilangan na pisik dianggap membawa berkat dan kehidupan, karena penciptanya adalah yang tidak tampak dan kekal sifatnya.
Pertunjukan sesi kedua dilaksanakan dengan menampilkan tiga jenis gondang, yaitu Gondang Pananti, Gondang Tungkot Tunggal Panaluan, dan Gondang Si Gale-gale.
4 . 2 Tempat dan Panggung
Tempat pelaksanaan seni pertunjukan dalam satu perkampungan yang terdiri atas lima Ruma Bolon (rumah adat Batak Toba) dan lima Ruma Sopo (berbentuk rumah adat tetapi bukan untuk tempat tinggal, tempat penyimpanan padi atau hasil panen lainnya).
Seni Pertunjukan tortor di Huta Bolon Simanindo tidak mempunyai panggung, pertunjukan dilaksanakan di alam terbuka sama seperti pelaksanaan upacara sungguhan tepatnya diantara bangunan ruma bolon dengan ruma sopo. Jaraknya sekitar 15 sampai 20 M dimanfaatkan sebagai tempat pertunjukan tortor, sedangkan para pargonsi berada pada sebuah bangunan menyerupai ruma bolon, di belakang para panortor. Para penonton dibuat di dalamruma sopo atau duduk di atas batu penyekat antara panortor dengan ruma sopo. Batu Penyekat dibuat khusus bagi penonton yang tidak ada pada bangunan asli sebelumnya.
(55)
Pertunjukan dilakukan di panggung terbukti agar pertunjukan benar-benar tiruan dari upacara sebenarnya sehingga terkesan alami.
Tempat pargonsi pada pertunjukan sebenarnya bukanlah pada bangunan berbentukruma bolon, tetapi diruma bolonsungguhan tepatnya pada bagian atas depan disebut pansa-pansa (dibaca panca-panca). Pansa-pansa atau tempat khusus bagi pargonsi pada ruma bolon dianggap suci sesuai dengan kehormatan dan kesucian yang diberikan masyarakat kepada pargonsi, dengan kesucian itu mereka dapat berkomunikasi kepada Tuhan Pencipta atau roh-roh leluhur untuk menyampaikan keinginan dan permohonan suhut.
Perubahan tempat bagi pargonsi pada pertunjukan ini bukanlah suatu wujud dari kemasan yang dibuat secara sadar, akan tetapi karena paksaan situasi dan kondisi Karena pada tanggal 20 Oktober 2001, ruma bolon di Huta Bolon terbakar menghanguskan seluruh bangunan yang tersusun berdampingan. Sedangkanruma sopo tempat para penonton dapat terselamatkan. Ada limaruma bolonyang terbakar dan satu diantaranya berada paling tengah adalah rumahRaja Ihutan. Sekarang telah dibangun kembali dan sudah berdiri sebuah ruma bolon di atas pertapakan yang lama, dirakit dari tigaruma bolonberasal dari tempat lain.
4 . 3 Pemain
Jumlah seluruh anggota yayasan sebanyak 22 orang, terdiri dari 17 laki-laki dan 5 perempuan, empat diantaranya sebagai karyawan administrasi yang mengkordinir pelaksanaan Seni Pertunjukan. Kebanyakan mereka telah menikah
(56)
terdiri dari 6 orang pargonsi atau pemain musik dan 12 orang sebagai panortor atau penari, direkrut dari anggota masyarakat local yang memiliki kemampuan bakat senin tari dan musik tradisional Batak Toba.
Pargonsi atau pemain gondang sabangunan semuanya laki-laki, mereka diberi nama sesuai dengan jenis instrument yang dimainkannya, parogung atau pemain ogung, parsarune atau pemain sarune, parhesek atau pemain hesek, dan lain sebagainya, khusus pada pemain taganing disebut pargonsi. Sebutan pargonsi pada pemain taganing merupakan perlakuan khusus secara otomatis diakui oleh masyarakat Batak Toba sebagai penjelmaan Dewa Batara Guru. Pengangkatan parsarune sebagai pemberi komando berdasarkan pengalaman empirik para pemain dimana tingkat kesusahan parsarune lebih tinggi, dan tidak semua pemain dapat memainkannya, serta energi yang dibutuhkan parsarune sangat menguras tenaga. Mereka sadar akan hal itu dan memberikan jabatan kepada parsarune. Kerjasama para pargonsi, dapat dirasakan oleh panortor dengan cara mengikuti alunan irama musik. Ada kecenderungan bahwa keharmonisan irama musik sangat mempengaruhi seni gerak yang dipertunjukkan parapanortor.
Salah seorang diantara mereka diberikan wewenang sebagai penanggung-jawab yang mengkordinir para panortor. Selain itu, di diberikan tugas dalam meminta jenisgondangkepadapargonsisesuai dengan urutan dalam pertunjukan. Banyaknya jenis gondang yang dipertunjukkan, dan masing-masing jenis gondang membutuhkan peran para pemaian sebagai fokus, maka setiap pemain harus mampu memainkan peran yang berbeda pada setiap peran yang
(57)
dilakonkannya. Untuk itu, bagi panortor yang memainkan peran ganda membutuhkan kecekatan dalam mengganti pakaian dan keterampilan dalam memainkan perannya.
Pada Seni pertunjukan ini, masih memegang teguh konsep marsiadop-adopan atau saling berhadap-hadapan. Artinya, suhut sebagai pemilik hajatan selalu siap menghadapi tamu yang datang dari semua unsur dari dalihan na tolu atau di luar unsurdalihan na tolu, seperti ale-ale(teman kerabat),dongan sahuta (teman sekampung), dan semua orang yang hadir. Hampir semua jenis gondang memerankan suhut, suhut selalu menghadapi atau melayani tamu yang datang, kecuali padaGondang Tungkot Tunggal Panaluan tidak mempunyaisuhut, hanya memerankan kemahiran datu dalam membangkitkan kekuatan atau kesaktian Tongkat Tunggal Panaluan.
(58)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1. 1 Simpulan
Berdasarkan uraian bab terdahulu dalam kertas karya ini akhirnya penulis mengampil simpulan sebagai berikut :
1 . Bentuk pertunjukan tortor dan gondang sabangunan di Huta Bolon Simanindo dilaksanakan pada panggung terbuka dalam perkampungan tua. Pertunjukan dilaksanakan dengan menabuh seperangkat alat musik tradisional Batak Toba, berupa: taganing, gordang, sarune, ogung, dan hesek, serta diiringi oleh gerakan tubuh penari yang memiliki nilai keindahan. Gerak tortor pada laki-laki terdiri atas tangan di butuha, mangaot-aothon tabina, marsantabi di bohina, marnaek mijur huhut talak, sedangkan gerak tortor pada perempuan terdiri atas tangan di butuha, marsantabi di parate-atean, bungka tangan, ampe di abara, rap udur juruk tu jolo, margolomgolom masak.
2 . Seni pertunjukantortordangondang sabangunantidak sakral lagi walaupun masih mengikuti aturan adat ni gondang. Pertunjukan sudah mengalami perubahan, walaupun masih terikat pada adat ni gondang seperti, jumlah jenis gondang harus ganjil, aturan meminta jenis gondang, aturan gerak dalamtortor, pakaian dan peralatan. Secara keseluruhan pertunjukan dibagi dua sesi. Sesi pertama, masih mengikuti sebagian besar adat ni gondang
(59)
tetapi nilai kesakralannya sudah dihilangkan. Jenis gondang yang disajikan pada sesi pertama adalah gondang Lae-lae, gondang Mula-mula, gondang Sahat Mangaliat, gondang Marsiolop-olopan, gondang Si doli/Si boru, gondang pangurason,dan gondang Si tio-tio.Pertunjukan sesi kedua sudah dikemas sesuai tujuannya disajikan kepada wisatawan. Jenis gondang yang disajikan adalah gondang Pananti/Embas, gondang Tungkot Tunggal Panaluan,dangondang Si Gale-gale.
3 . Seni pertunjukan tortordangondang sabangunan belum ditangani serius dan mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Samosir. Pertunjukan masih murni hasil inisiatif masyarakat lokal dan Yayasan Huta Bolon yang didirikan salah seorang putra daerah. Sedangkan pemerintah daerah dan industri pariwisata yang telah memanfaatkan seni pertunjukan seni tersebut dalam mendapatkan penghasilan asli daerah (PAD) dan menggerakkan usaha jasa, belum memberikan kontribusinya secara maksimal.
4 . Pertunjukan tortor dan gondang sabangunan disesuaikan dengan situasi dan kondisi kehidupan para seniman, serta keterbatasan waktu para wisatawan. Durasi waktu pertunjukan disesuaikan agar penonton tidak sampai bosan; tempat dan panggung pertunjukan sama seperti pelaksanaan upacara sungguhan agar menimbulkan kesan sebagai tiruan dan alami; jumlah pemain sangat terbatas menuntut keprofesionalan para seniman melaksakan peran yang berbeda pada setiap jenis gondang; tidak merubah pakaian dan
(60)
peralatan dilakukan agar simbol-simbol tetap utuh berisikan nilai-nilai budaya.
5 . 2 Saran
Agar para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Samosir memperoleh kesan yang baik dan memuaskan, sekaligus menghabiskan uang yang lebih banyak lagi. Setelah mereka kembali ke Negara asalnya masing-masing, mereka akan bercerita kepada keluarga ataupun temam-temannya atas kesan yang baik yang diperolehnya selama berada pada objek yang dikunjunginya, sehingga mereka ingin kembali datang untuk kedua kalinya. Untuk itu penulis mencoba memberikan saran yang mungkin berguna untuk kemajuan dan perkembangan pariwisata di Kabupaten Samosir.
Dalam pengembangan ini hendaknya :
1 . Pemerintah daerah memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang materi pelayanan pariwisata, secara kontiniu sampai berdampak positif dalam pengembangan pariwisata.
2 . Seni pertunjukan tortor di Huta Bolon Simanindo sudah perlu menggunakan pemandu pertunjukan bukan bagian dari panortor dan pargonsi. Pemandu pertunjukan harus dapat menciptakan suasana lebih bermakna dan hidup, serta memberikan penjelasan jika ada diantara wisatawan yang merasa kurang jelas.
(1)
dilakonkannya. Untuk itu, bagi panortor yang memainkan peran ganda membutuhkan kecekatan dalam mengganti pakaian dan keterampilan dalam memainkan perannya.
Pada Seni pertunjukan ini, masih memegang teguh konsep marsiadop-adopan atau saling berhadap-hadapan. Artinya, suhut sebagai pemilik hajatan selalu siap menghadapi tamu yang datang dari semua unsur dari dalihan na tolu atau di luar unsurdalihan na tolu, seperti ale-ale(teman kerabat),dongan sahuta (teman sekampung), dan semua orang yang hadir. Hampir semua jenis gondang memerankan suhut, suhut selalu menghadapi atau melayani tamu yang datang, kecuali padaGondang Tungkot Tunggal Panaluan tidak mempunyaisuhut, hanya memerankan kemahiran datu dalam membangkitkan kekuatan atau kesaktian Tongkat Tunggal Panaluan.
(2)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1. 1 Simpulan
Berdasarkan uraian bab terdahulu dalam kertas karya ini akhirnya penulis mengampil simpulan sebagai berikut :
1 . Bentuk pertunjukan tortor dan gondang sabangunan di Huta Bolon Simanindo dilaksanakan pada panggung terbuka dalam perkampungan tua. Pertunjukan dilaksanakan dengan menabuh seperangkat alat musik tradisional Batak Toba, berupa: taganing, gordang, sarune, ogung, dan hesek, serta diiringi oleh gerakan tubuh penari yang memiliki nilai keindahan. Gerak tortor pada laki-laki terdiri atas tangan di butuha, mangaot-aothon tabina, marsantabi di bohina, marnaek mijur huhut talak, sedangkan gerak tortor pada perempuan terdiri atas tangan di butuha, marsantabi di parate-atean, bungka tangan, ampe di abara, rap udur juruk tu jolo, margolomgolom masak.
2 . Seni pertunjukantortordangondang sabangunantidak sakral lagi walaupun masih mengikuti aturan adat ni gondang. Pertunjukan sudah mengalami perubahan, walaupun masih terikat pada adat ni gondang seperti, jumlah jenis gondang harus ganjil, aturan meminta jenis gondang, aturan gerak dalamtortor, pakaian dan peralatan. Secara keseluruhan pertunjukan dibagi
(3)
tetapi nilai kesakralannya sudah dihilangkan. Jenis gondang yang disajikan pada sesi pertama adalah gondang Lae-lae, gondang Mula-mula, gondang Sahat Mangaliat, gondang Marsiolop-olopan, gondang Si doli/Si boru, gondang pangurason,dan gondang Si tio-tio.Pertunjukan sesi kedua sudah dikemas sesuai tujuannya disajikan kepada wisatawan. Jenis gondang yang disajikan adalah gondang Pananti/Embas, gondang Tungkot Tunggal Panaluan,dangondang Si Gale-gale.
3 . Seni pertunjukan tortordangondang sabangunan belum ditangani serius dan mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Samosir. Pertunjukan masih murni hasil inisiatif masyarakat lokal dan Yayasan Huta Bolon yang didirikan salah seorang putra daerah. Sedangkan pemerintah daerah dan industri pariwisata yang telah memanfaatkan seni pertunjukan seni tersebut dalam mendapatkan penghasilan asli daerah (PAD) dan menggerakkan usaha jasa, belum memberikan kontribusinya secara maksimal.
4 . Pertunjukan tortor dan gondang sabangunan disesuaikan dengan situasi dan kondisi kehidupan para seniman, serta keterbatasan waktu para wisatawan. Durasi waktu pertunjukan disesuaikan agar penonton tidak sampai bosan; tempat dan panggung pertunjukan sama seperti pelaksanaan upacara sungguhan agar menimbulkan kesan sebagai tiruan dan alami; jumlah pemain sangat terbatas menuntut keprofesionalan para seniman melaksakan peran yang berbeda pada setiap jenis gondang; tidak merubah pakaian dan
(4)
peralatan dilakukan agar simbol-simbol tetap utuh berisikan nilai-nilai budaya.
5 . 2 Saran
Agar para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Samosir memperoleh kesan yang baik dan memuaskan, sekaligus menghabiskan uang yang lebih banyak lagi. Setelah mereka kembali ke Negara asalnya masing-masing, mereka akan bercerita kepada keluarga ataupun temam-temannya atas kesan yang baik yang diperolehnya selama berada pada objek yang dikunjunginya, sehingga mereka ingin kembali datang untuk kedua kalinya. Untuk itu penulis mencoba memberikan saran yang mungkin berguna untuk kemajuan dan perkembangan pariwisata di Kabupaten Samosir.
Dalam pengembangan ini hendaknya :
1 . Pemerintah daerah memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang materi pelayanan pariwisata, secara kontiniu sampai berdampak positif dalam pengembangan pariwisata.
2 . Seni pertunjukan tortor di Huta Bolon Simanindo sudah perlu menggunakan pemandu pertunjukan bukan bagian dari panortor dan pargonsi. Pemandu pertunjukan harus dapat menciptakan suasana lebih bermakna dan hidup, serta memberikan penjelasan jika ada diantara wisatawan yang merasa
(5)
3 . Pengembangan pariwisata di Kabupaten Samosir perlu mengubah strategi yaitu dengan menerapkan program pariwisata budaya berbasis kerakyatan. Artinya masyarakat lokal mempunyai peran dan berinisiatif memberikan pelayanan.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Samosir. 2010. Kabupaten Samosir dalam Angka 2010.
Samosir.
Hutajulu, Rithaony. 1997. Dampak Pariwisata Terhadap Upacara Tradisional pada masyarakat Batak Toba. Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.
Hutasoit, M. 1973.Gondang dan Tortor Batak.Tarutung.
Panggabean, Emma S.M. 1991. Fungsi Gondang Sabangunan dalam Upacara Kematian Saur Matua pada Masyarakat Batak Toba. Medan : Antropologi USU.
Pendit, Nyoman S. 1999. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana.Jakarta : Pradnya Paramita.
Purba, O.H.S. dan Elvis F. Purba. 1997. Migrasi Spontan Batak Toba (Marserak).Medan : Monora.
Sangti, Batara. 1973.Sejarah Batak.Balige : Kali Sianipar Company.
Siahaan, N. 1964.Sejarah Kebudayaan Batak.Medan : Napitupulu & Sons.
Sihite, Richard. 2000.Tourism Industry.Surabaya : SIC. Soekadijo. 2000.Anatomi Pariwista. Jakarta : Gramedia.
Spillane, James J. 1982. Ekonomi Pariwisata, sejarah, dan prospeknya. Yogjakarta : Kanisius.
Wahab, Salah. 1997.Pemasaran Pariwisata.Jakarta : Pradnya Paramita.