Studi Pengaruh Pemberiau Makauan Terhadap Pertumbuhan Buaya Muara (Crocodylus porosus) pada Penaugkarau PT Ekanindya Karsa di Cikande, Kabupaten Serang

STUD1 PENGARUH PEMBERJAN MAKANAN TERHADAP
PERTUMBUHAN BUAYA MUARA (Crocodylusporosus) PADA
PENANGKARAN PT EKANZNDYA KARSA DI CIKANDE,
KABUPATEN SERANG

MAGHLEB YUDINNA ELMIR

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERUCANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi "Studi Pengaruh Pemberian
Makanan Terhadap Pertumbuhan Buaya Muara (Crocodylus porosus) Pada
Penangkaran PT Ekanindya Karsa di Cikande, Kabupaten Serang" adalah
benar merupakao hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2008

MAGHLEB YUDINNA ELMIR
C24103050

STUD1 PENGARUH PEMB&&AN MAKANAN TERHADAP
PERTUMBUHAN BUAYA MUARA (Crocodylusporosus) PADA
PENANGKARAN PT E m Y A KARSA DI CIKANDE,
KABUPATEN SERANG

Oleh:
MAGHLEB YUDINNA ELMIR
C24103050

SKIUPS1
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

LER/IBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian :

Studi

Pengaruh

Pemberian

Makanan

Terhadap

Pertumbuhan Buaya Muara (Crocodylus porostrs) Pada

Penangkaran PT

Ekanindya

Karsa

di

Cikande,

Kabupaten Serang
Nama Mahasiswa :

Maghleb Yudinna Elmir

Nomor Pokok

:

C24103050


Program studi

:

Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:
I. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. I Nvoman S Nuitia M.Sc, MM
130 350 060

Drs. Ismu Sutanto Suwelo
130 055 774

11. Pakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

-. .


i.
s,

,~
-,.,

>.

%,

..

., .

.

'

Dr. Ir. lndra Java. M.Sc
131 578 799


Tanggal Ujian : 2 November 2007

.

.

Maghleb Yudinna Elmir C24103050 Studi Pengaruh Pemberiau Makauan
Terhadap Pertumbuhan Buaya Muara (Crocodylus porosus) pada
Penaugkarau PT Ekanindya Karsa di Cikande, Kabupaten Serang
Dibawah bimbiugan I Nyoman S. Nuitja dan Ismu Sutanto Suwelo

.

Buaya Muara merupakan satwa yang bernilai ekonomis tinggi, karena
buaya tersebut tidak hanya diimanfaatkan untuk industri kulit saja, bahkan telah
diketahui pula bahwa banyak industri lain seperti industri obat - obatan, makanan,
dan pupuk yang memanfaatkan buaya sebagai bahan baku industrinya. Pola
pemanfaatan Buaya Muara yang masih mengupayakan metode eksploitatif ini
mengakibatkan dampak pada terjadinya p e n m a n populasi buaya di dam,

sehingga perlu dilakukan upaya penangkaran. Pennasalahan pada penangkaran
buaya umumnya adalah berkaitan dengan pembiayaan yang cukup tinggi dalam
memenuhi kuantitas pembelian pakan buaya dalam jumlah besar. Sehingga
diperlukan pencarian jenis pakan altematif yang dapat rnemenuhi syarat
ketersediaan dan harga yang terjangkau.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari jenis pakan yang dapat dijadiikan
altematif pilihan, mendeskripsikan keefektifan (secara kualitas dan kuantitas)
kegiatan pemberian pakan, dan melakukan pendugaan terhadap hubungan panjang
- berat buava dan hubuncran berat - lebar dada buava oada Buava Muara di
penangkar&. Penelitian berlangsung pada penangkaran buaya milk PT
Ekanindya Karsa yang terletak di Desa Parigi,
. Kecamatan Cikande, Kabupaten
Serang, Banten.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa jenis pakan limbah ikan dapat
menjadi pilihan pakan pengganti yang sebelumnya hanya mengandalkan jenis
pakan kepala ayam. Hal ini terbukti dari tidak adanya perbedaan yang nyata
terhadap komposisi gizi, pertarnbahan panjang total, berat tubuh, dan lebar dada.
Bahkan apabila dilihat dari efisiensi biaya produksi pakan dengan luasan M i t
yang dihasilkan antara buaya percobaan yang diberikan pakan jenis kepala ayam
dan limbah ikan, dapat terlihat bahwa jenis pakan limbah ikan dapat memberikan

hasil yang lebii baik dengan harga pakan yang relatif lebih murah dibandimgkan
jenis pakan kepala ayam. Namun tingkat konsumsi limbah ikan tidak terlalu baik.
Dari hubungan panjang - berat diketahui bahwa buaya mengalami
pertambahan berat yang lebih dominan dibandingkan pertambahan panjang.
Sementara itu dari hubungan berat tubuh - lebar dada diketahui bahwa setiap
pertambahan berat tubuh sebesar 1 satuan akan diibti dengan pertambahan lebar
dada sebesar nilai pangkat yang berkisar antara 0,3115 hingga 0,3444. Informasi
tersebut dapat memberikan gambaran tentang hasil bantitatif terhadap hasil
pemberian jenis pakan yang dicobakan terhadap berbagai diimensi pertumbuhan
buaya. Perlu diperhatikan bahwa pemanfaatan buaya lebih dititik - beratkan pada
luasan bidang M i t yang dapat dihasilkan. Oleh karena itu dengan memacu
pertumbuhan dimensi panjang dan lebar dada buaya oleh pilihan jenis pakan yang
tepat, akan lebih menguntungkan bagi penangkaran tersebut.

.

A

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat clan

rahmat-Nya, d i i a penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Studi
Pengaruh Pemberian Makanau Terhadap Pertumbuhan Buaya Muara
(Crocodylus porosus) Pada Penangkaran PT Ekanindya Karsa di Cikande,

Kabupaten Serang" ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. I Nyoman S. Nuitja, M.Sc, MM dan Drs. Ismu Sutanto

Suwelo yang telah memberikan arahan dan biibingannya dalam
penyusunan skripsi ini

2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku Komisi Pendidikan S1
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
3. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS yang

telah berkenan menguji hasil penelitian ini serta memberi masukan yang
sangat berarti bagi penulis
4. Ir. Zairion, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing Akademik, Dr. Ir. Kardiyo


Prapto Kardiyo, serta Ir. Yon Vitner, M.Si atas nasehat dan b i i n g a n
selama masa studi penulis di Institut Pertanian Bogor
5. Bapak Rachmat, Bapak Erick, Bapak Yana, Bapak Djoko, Bapak Eman,

Bapak Iyon dan seluruh pekerja di penangkaran atas bantuan dan
kesabarannya selama penulis melakukan pengambilan data di penangkaran

6. Seluruh dosen dan segenap Civitas Akademika Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan serta Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
7. Keluarga tercinta, papa, mama, dan adik

-

adii atas dukungan, doa,

semangat, dan kasih sayangnya yang begitu tulus kepada penulis

8. Rekan - rekan MSP40 atas semangat dan bantuannya selama masa studi
penulis dii Institut Pertanian Bogor

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena iQ penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun untuk penulisan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Januari 2008

Penulis

DAFTAR IS1
Halaman

...........................................................................................
DAFTAR IS1 ........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
I.PENDAHULUAN
PRAKATA

1.1
1.2
1.3
1.4

Latar Belakang ...........................................................................
Perurnusan masalah ....................................................................
Tujuan ........................................................................................
Manfaat ........................................................................................

.

I1 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Buaya Muara (Crocodylusporosus)
2.1.1 Taksonomi, Morfologi. Biologi. Habitat dan Penyebaran ......
2.1.2 Makanan, Tingkah Laku Makan dan Sistem Pencemaan ......
2.1.3 Perhmbuhan ...........................................................................
2.2
Kegiatan Penangkaran ...............................................................
2.2.1 PT Ekanindya Karsa ...............................................................

.

111 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................
3.2
Alat clan Bahan ...........................................................................
3.3
Prosedur Penelitian
3.3.1 Studi Pengamh Perbedaan Pemberian Perlalpan Makanan ...
3.3.2 Studi Pertumbuhan ..................................................................
3.4
Analisa Data
3.4.1 Rancangan Percobaan .............................................................
3.4.2 Analisa Proksimat Kandungan Gizi ........................................
3.4.3 Konsumsi
. . Pakan ......................................................................
3.4.4 Efisiensi Pakan .......................................................................
3.4.5 Hubungan Panjang-Berat ........................................................
3.4.6 Hubungan Berat-Lebar Dada ..................................................
3.4.7 Analisa Efisiensi Biaya Pakan dan Waktu Pembesaran Buaya .

.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Komposisi Kimia Pakan Percobaan ...........................................
4.2
Konsumsi Pakan Percobaan .......................................................
Pertambahan Panjang Total Buaya Muara .................................
4.3
Pertambahan Berat Tubuh Buaya Muara ...................................
4.4
Pertambahan Lebar Dada Buaya Muara .....................................
4.5
4.6
Efisiensi Pakan ............................................................................
4.7
Hubungan Panjang - Berat ..........................................................
Hubungan Berat - Lebar Dada ....................................................
4.8

vi
vii

4.9
4.10

.

Efisiensi Biaya Pakan dan Waktu Pembesaran Buaya .................
Pengelolaan Sumberdaya Hayati Buaya ........................................

49
51

V KESWPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan ..................................................................................
5.2
Saran ............................................................................................

53
54

.............................................................................

55

DAFTAR PUSTAKA

Halaman

Gambar
1.

Crocodylusporosus Schneider (1801) ...........................

5

2.

Peta penyebaran buaya muara di dunia ..........................

10

3.

Flowchart prosedur penelitian

.........................................

20

.............................................
berat .....................................
5. Kurva hubungan panjang .
(a). dengan pemberian kepala ayam
(b). dengan pemberian l i b a h ikan
Kurva hubungan panjang .
berat 300 ekor buaya ...........

4.

Jenis pakan yang dicobakan

21
43

45

.................................

47

Kurva hubungan berat .
lebar dada 300 ekor buaya .......

48

Kurva hubungan berat .
lebar dada
(a) . dengan pemberian kepala ayam
(b). dengan pemberian l i b a h ikan

DAFTARTABEL
Tabel

Halaman

1. Jumlah makanan untuk setiap individu buaya per hari di
penangkaran .................................................................................

11

2. Perbandingan pertumbuhan buaya muara di penangkaran dan

buaya muara liar .............................................................................

15

3. Perbandiigan pertumbuhan buaya muara dan buaya air tawar di
penangkaran ..................................................................................

15

4. Struktur tabel sidii ragarn (Uji F .
Tk. Kepercayaan 95 %)
RAL ..............................................................................................

24

5. Perbandingan satuan harga bahan makanan tiap perlakuan
perbedaan berat makanan dengan pertumbuhan ..........................

30

............................................

31

7. Konsumsi pakan rata .
rata per ekor per bulan ............................

33

8. Tabel hubungan antara konsumsi pakan setiap perlakuan dengan
temperatur udara dan temperatur air ............................................

35

9. Pertambahan panjang total rata - rata per ekor per bulan ..............

37

10. Pertambahan berat tubuh rata - rata per ekor per bulan .................

38

11. Pertambahan lebar dada rata .
rata per ekor per bulan ..................

40

12. Efisiensi pakan per ekor per bulan ...............................................

41

13. Konversi harga dan pertambahan berat tubuh ..............................

50

14. Biaya produksi pakan tiap perlakuan (1 buaya I 1 tahun)

50

6 . Komposisi kimia pakan percobaaan

............

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

Halaman

...........................................

59

2. Data pengukuran pertumbuhan panjang, berat dan lebar dada 8
ekor buaya yang dicobakan .........................................................

61

3. Data rnentah pengukuran temperatur udara dan air harian ............

62

4. Data mentah pengukuran pertumbuhan diiensi panjang, berat dan
lebar dada 300 ekor buaya ...........................................................

63

1. Data mentah konsumsi pakan harian

...................................................................
........................................................................

5.

TSR konsumsi pakan

66

6.

TSR panjang total

66

...........................................................................
8. TSR lebar dada ............................................................................
9. Efisiensi pakan .............................................................................

66

.................................

67

7.

TSR berat tubuh

10. Grafik olahan hubungan berat - lebar dada

66
66

1.1

Latar Belakang

Kekayaan sumber daya perikanan Indonesia, secara garis besar terdiri dari
sumber daya yang hidup liar di perairan dan sebagian kecil sudah mampu
didomestikasi dalam bentuk budidaya, termasuk pula binatang buaya. Industri
kerajinan kulit buaya mempakan salah satu industri yang kini sudah berkembang
di berbagai belahan dunia. Demikian pula halnya di Indonesia, dimana buaya
cukup banyak ditemukan baik jenis maupun jumlahnya. Di Indonesia diietahui
terdapat 5 jenis buaya, yaitu Buaya Muara (Crocodylus porosus), Buaya Rawa
(Crocodylus palustuis), Buaya Siam (Crocodylus siamensis), Buaya Papua
(Crocodylus novaeguineae), dan Senyulong/Julung (Tomistoma schlegelii).
Seiring dengan perkembangan industri ini, kini semua jenis buaya tersebut diburu
pada habitatnya karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tidak hanya untuk
industri kulit saja, bahkan telah diketahui pula bahwa banyak industri lain seperti
industri obat - obatan, makanan, dan pupuk yang memanfaatkan buaya sebagai
bahan baku industrinya. Pemburuan sejak lama dan tems menems mengakibatkan
turunnya jumlah populasi buaya secara drastis di alam, bahkan beberapa jenis
buaya sudah punah dari wilayah Indonesia. Pemerintah menetapkan bahwa
seluruh jenis buaya, masuk ke dalam daftar binatang yang dilindungi berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian No. 327/Kpts/U/5/1978 dalam mang lingkup satwa satwa yang dilindungi.
Dari berbagai jenis buaya yang dimanfaatkan kulitnya, Buaya Muara
m e ~ p a k a njenis buaya yang paling banyak diminati pasar. Motif - motif kulit
Buaya Muara yang kecil - kecil serta ukuran buaya yang cukup besar, membuat
industri kerajinan kulit banyak menggunakan jenis Buaya Muara sebagai bahan
baku kulit untuk dijadikan produk kerajinan tas, dompet, ikat pinggang, dan
kerajinan lainnya.
Pola pemanfaatan buaya yang masih mengupayakan metode eksploitatif
ini mengakibatkan dampak pada terjadinya p e n m a n populasi buaya di dam.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh manusia adalah dengan
membudidayakan berbagai ukuran buaya dalam penangkaran sehingga mampu

menghasilkan ketunman yang pada taraf yang dianggap memuaskan baik dari segi
kualitas dan kuantitas. Lembaga Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) telah menetapkan bahwa

jenis Buaya Muara telah masuk ke dalam Appendix 11, dimana tejadi pelarangan
segala bentuk perdagangan buaya kecuali berupa hasil

-

hasil penangkaran.

Seperti yang dilakukan oleh PT Ekanindya Karsa. Perusahaan industri produk
kerajinan kulit pemegang merk mode RAFLO ini telah berdiri sejak tahun 1990.
Buaya yang ditangkarkan di perusahaan ini adalah jenis Buaya Muara dan Buaya
Papua dengan jumlah buaya yang ditangkarkan mencapai lebih dari 3000 ekor.
Kapasitas produksi barang jadi yang dapat dihasilkan perusahaan ini sebulannya
dapat mencapai 3500 pcshulan. Pasaran produk jadi Raflo sekitar 90% diekspor
ke negara-negara Jepang, Hongkong, Italia, dan Perancis.
Makin bertambah tingkat pemanfaatan buaya di pasaran nasional dan
intemasional, maka keperluan jumlah perusahaan penangkaran buaya akan terns
bertambah. Diharapkan penangkaran buaya ini dapat mengakomodir kebutuhan
ekonomi manusia tersebut tanpa mengesampingkan upaya pemulihan jumlah
populasi Buaya Muara pada habitat aslinya.
1.2

Perumusan Masalah
Makanan merupakan salah satu aspek penting bagi setiap makhluk hidup

untuk dapat melakukan berbagai kegiatan secara optimal. Jenis dan jumlah
makanan yang tepat akan memberikan pengaruh pada besarnya laju pertumbuhan
makhluk hidup tersebut, begitu pula halnya pada buaya. Pada habitat buatan atau
penangkaran diketahui bahwa buaya diberikan makanan secara teratur dalam
seharinya. Hal ini berbeda sekali dengan buaya pada habitat aslinya dimana ia
memperoleh makanan dengan terlebih dahulu memburu mangsanya. Oleh karena
itu dapat mengakibatkan perbedaan tingkah laku (respon) buaya dalam menerima
makanannya dan tentu saja pengaruhnya pada kecepatan pertumbuhan buaya
tersebut. Tingkah laku dapat dideterminasi menggunakan beberapa parameter
biologi seperti tunman genetik (genetic inheritance) yang dipelajari dengan
melalui pemberian perlakuan yang dicobakan serta faktor - faktor fisiologi seperti

umur dan seksual. Sementara itu pertumbuhan dapat diamati dengan melakukan

perhitungan pertambahan ukuran buaya tersebut. Dimensi pengukuran yang
m u m dilakukan pada buaya di penangkaran adalah pengukuran panjang, berat,
dan lebar dada.
Jumlah dan jenis makanan yang berbeda diduga dapat memberikan
pengaruh pada kecepatan dan besarnya pertumbuhan buaya. Dari sejumlah
penelitian sebelumnya diietahui bahwa buaya khususnya spesies Crocodylus

porosus atau Buaya Muara mempakan tipe pemakan segala jenis daging. Selama
ini penangkaran milik PT Ekanindya Karsa memberikan jenis makanan kepala

ayam kepada buaya yang ditangkarkan mulai dari kelas ukuran hatchling, raising,

slaughter, hingga buaya breeding. Permasalahan terjadi ketika ketersediaan jenis
pakan kepala ayam mulai mengalami gangguan akibat isu flu burung yang
merebak di tanah air akhir - akhir ini. Begitu pula halnya dalam pembelian jenis
pakan yang jumlahnya harus tepat dalam rangka pemenuhan kebutuhan makan
buaya. Hal ini berkaitan dengan permasalahan pembiayaan yang cukup tinggi

untuk diieluarkan perharinya hanya untuk membeli makanan dalam jumlah besar.
Sehingga diperlukan pencarian jenis pakan alami alternatif lainnya selain kepala
ayam yang mampu memenuhi syarat ketersediaan dan harga yang tidak terlalu
jauh berbeda atau bahkan lebih murah dibandingkan dengan pakan sebelumnya,
tanpa

mengesampingkan upaya

pengelola

pemsahaan

untuk memacu

pertumbuhan buaya di penangkaran.
1.3

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari jenis pakan alami selain kepala
ayam untuk dijadikan pilihan pengganti serta mendeskripsikan keefektifan
kegiatan pemberian makanan kepada Buaya Muara yang terdapat di penangkaran.
Selain itu diharapkan pula penelitian ini dapat melakukan analisa terhadap
pengamatan pengaruh pemberian makanan terhadap pertumbuhan Buaya Muara
tersebut. Percobaan dilakukan dengan melakukan studi kesukaan makanan antara
jenis pakan kepala ayam dan pakan alternatif alami lain (dalam penelitian ini
dicobakan jenis pakan limbah ikan). Pengamatan terhadap konsumsi pakan
dilakukan dalam rentang waktu yang teratur. Selain itu dilakukan pula
pengamatan pengaruh pemberian jenis makanan yang berbeda tersebut terhadap

pertumbuhan buaya. Dalam ha1 ini dilakukan pengukuran terhadap dimensi
panjang total, berat tubuh, dan lebar dada kepada buaya percobaan yang memiliki
ukuran yang sama / relatif homogen.
Pengamatan lain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan
pendugaan terhadap hubungan panjang - berat buaya dan hubungan berat - lebar
dada buaya dalam penangkaran. Untuk mengetahui ha1 ini perlu dilakukan
pencatatan terhadap dimensi pertumbuhan panjang, berat, dan lebar dada buaya
dalam berbagai kelompok ukural yang akan digunakan sebagai data penunjang.
Pola pertumbuhan yang ditemukan dapat dijadikan asumsi untuk melakukan
pendugaan kecepatan pertumbuhan dimensi panjang, berat, dan lebat dada pada
umur buaya tertentu.

1.4

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah :

1.

Sebagai sumber informasi mengenai keefektifan kegiatan pemberian
makanan Crocodylus porosus di habitat penangkaran diliiat dari
parameter tertentu yaitu pertumbuhan (dimensi panjang total, berat tubuh,
dan lebar dada), hubungan panjang - berat buaya, dan hubungan berat

-

lebar dada buaya terhadap jenis makanan yang diberikan kepada buaya
tersebut.

2.

,

Sebagai informasi awal untuk melakukan pemikiran selanjutnya tentang
manajemen pengelolaan d m konservasi terhadap Buaya M~mrayang
populasinya di alam sudah semakin berkurang.

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Buaya Muara (Crocodylus porosus)
2.1.1

Taksonorni, Morfologi, Biologi, Habitat, dan Penyebaran

Taksonomi Buaya Muara (Gambar 1) menurut Goin et al. (1978) adalah :
Kingdom :Animalia
Kelas

: Reptilia

Sub kelas : Archosauria
Ordo

: Crocodylia

Famili

: Crocodylidae

Sub Famili : Crocodylinae
Genus

:Crocodylus

Spesies

:porosus

Nama ilrniah : Crocodylusporosus Schneider (1801)
Nama mum : Saltwater crocodile, Salty crocodile, Estuarine crocodile,
Indo-Pacific crocodile, Buaya muara (Indonesia), Kone Huala (Papua New
Guinea), Jara Kaenumkem (Thailand)

Buaya muara dikenal sebagai jenis buaya yang berukuran besar dan
bermoncong pendek. Masing - masing ahli memiliki data kisaran ukuran jenis
Buaya Muara yang berbeda - beda. Nuitja (1979) mengemukakan bahwa ukuran
Buaya Muara terpanjang yang pemah ditemui adalah 20 feet (6,l meter) dengan
rata - rata panjangnya berkisar antara 12 - 14 feet (3,65 - 4,27 meter). Sementara
itu, Masyud et al. (1993) menjelaskan bahwa panjang badan jantan dewasa bisa
mencapai 6 meter - 10 meter dan panjang betina dewasa mencapai 4 meter. Tak
jauh

berbeda

dengan

kedua

pemyataan

di

atas,

sebuah

situs

l~tt~~://~~~~~~.~1i~111h.~iii.eclu
(5 Februari 2007) menyebutkan bahwa buaya jantan
dewasa dapat menjangkau ukuran dari 6 hingga 7 meter, sementara betina
dewasanya berukuran lebii kecil yaitu berkisar antara 2,5 hingga 3 m. Bobot
Buaya Muara dewasa bervariasi, tetapi umumnya diietahui bahwa untuk bobot
yang melebii 1.000 kg menunjukkan pendugaan ukuran panjangnya yang dapat
mencapai sekitar 6 meter.
Buaya Muara merniliki kulit yang benvama coklat kotor sampai hitam
dengan bentuk kepala yang lonjong dan bentuk moncong yang bervariasi menurut
umur dan ukuran tubuh (Masyud et al., 1993). Sementara itu Nuitja (1979)
menyebutkan bahwa bagian atas tubuh Buaya Muara dewasa berwama gelap
kuning kehijauan dan bagian bawah tubuhnya benvama kekuningan. Pada sitw
l~~tp:~~~~~~~~.llmi~1i.~1tl.ed~i
(5 Februari 2007) ditambahkan pula bahwa Buaya

Muara memiliki corak tubuh belang - belang hingga bagian bawah panggul, tetapi
tidak ditemukan pada bagian perut.
Buaya Muara memiliki ekor yang panjang dan h a t , yang selain digunakan
untuk berenang, dapat pula digunakan sebagai alat persenjataan d i i y a dalam
menyerang maupun bertahan (Goin et al., 1978). Untuk membedakan jenis buaya
jantan dan betina, D i e n PHPA (1985) menjelaskan bahwa perbedaan jenis
kelamin dapat dilihat dari perbedaan bentuk ekor. Umumnya buaya jantan berekor
tegak, sementara buaya betina berekor rebah. Akan tetapi hal ini masih menjadi
perdebatan ilmiah di kalangan para ahli, karena sebagian besar berpendapat bahwa
tidak terdapat ciri - ciri kelamin sekunder yang jelas pada jenis hewan buaya.
Sandjojo (1982) mengatakan bahwa buaya bernafas dengan menggunakan
paru - p m . Sementara itu jantung buaya terdiri dari dua atrium dan dua ventrikel

yaig sudah terpisah sempurna oleh sekat serambi dan lebih sempurna
dibandigkan dengan reptil lainnya. Buaya tidak dapat bernafas dalam air tetapi
dapat tinggal di dalam air dengan mengurangi kecepatan metabolisme tubuhnya.
Buaya kecil dapat bertahan dalam air selama 30 menit, sementara itu buaya besar
dapat bertahan sampai 2 jam. Pada saat di dalam air, buaya bemafas dengan
mengeluarkan nostril (berfungsi sebagai hidung) dari dalam air. Lever (1975)
dalam Sandjojo (1982) juga menambahkan bahwa ketika beristirahat, buaya akan
bernafas dengan sangat lambat karena hanya -membutuhkan s e d i t energi.
Kecepatan bernafas buaya akan meningkat ketika ia melakukan gerakan
penyerangan, kopulasi, dan lainnya.
Dalam perilaku sosialnya, buaya umumnya mempunyai tingkatan
kekuasaan sendiri di dalam kelompoknya (Harto, 2001). Buaya jantan yang
menguasai teritori akan berenang di sekitar teritorinya dan hanya akan beristirahat
sejenak pada waktu siang hari pada saat buaya lainnya berjemur di daratan. Jika
ada

buaya

lain

yang

mernasuki

wilayahnya,

buaya

tersebut

akan

mempertahankannya dengan berkelahi. Buaya jantan yang mempunyai wilayah
tersendi diketahui bahwa buaya tersebut tidak mau mempunyai pasangan atau
istri bersama dengan buaya jantan lainnya (Grzirnek, 1975 in Sandjojo, 1982).
Buaya merupakan binatang berdarah d i g i n yang temperatur tubuhnya
bervariasi tergantung dengan temperatur di limgkungan sekitarnya (Garnett, 1989).
Harto (2001) menjelaskan bahwa pada pagi hari, buaya akan k e l w dari dalam air
untuk berjemur. Hal ini diaksudkan untuk menaikkan suhu tubuhnya hingga
mencapai suhu tub& yang normal untuk melakukan kegiatan, serta untuk
mengembaliian kalori yang hilang selama di dalam air pada malam hari. Pada
saat matahari inulai terik, umumnya buaya akan membuka mulutnya sebagai
mekanisme pendinginan dimana evaporasi dari membran mulutnya membantu
menjaga temperatur tubuhnya menjadi konstan pada tingkat yang panas. Harto
(2001) juga memaparkan bahwa pada siang hari, buaya akan masuk ke dalam
semak yang lembab, dan kadang - kadang berkubang atau kembali ke dalam air.
Buaya M w a diketahui mencapai kedewasaannya pada ukuran panjang 3
hingga 3,6 meter. Panjang minimum Buaya Muara pada saat memijah adalah 2,2

meter pada buaya betina dan 3 meter untuk buaya jantan atau umur minimum 10
tahun untuk buaya betina dan 15 tahun untuk buaya jantan (Dirjen PHPA, 1985).
Masyud et al., (1993) menjelaskan bahwa di alam, Buaya Muara mulai
berkembang biak apabila telah mencapai umur 10 tahun pada betina dan 15 tahun
pada jantan. Disebutkannya juga bahwa masa hidup buaya dapat mencapai 60 80 tahun dengan masa potensial reproduksi 25 - 30 tahun. Buaya bereproduksi
pada musim hujan yang berlangsung antara bulan November hingga Maret.
Disamping itu umumnya Buaya Muara ditemukan memijah di perairan tawar,
dimana jantan menetapkan serta mempertahankan wilayahnya apabila jantan
lainnya bemaha masuk ke daerah tersebut.
Buaya berkembang biak dengan cara bertelur, dimana jumlah telur yang
dihasilkan setiap musim adalah sebanyak 10 - 75 butir dengan rata-rata 44 butir
dan lama pengeraman 78 - 114 hari dengan rata-rata 98 hari, sementara itu berat
telur yang dihasilkan sebesar 69 - 118 gram dengan rata-rata 93 gram. Setelah
telur menetas, panjang anak buaya yang dihasilkan adalah 20 - 30 cm (Masyud et
al., 1993).
D i e n PHPA (1985) menyebutkan bahwa tipe sarang telur Buaya Muara
adalah tipe mound, dengan diameter, tinggi, clan suhu dalam sarang berukuran
masing - masing 1,2 meter hingga 2,3 meter, 0,4 meter hingga 0,76 meter, dan 30
OC

-

37,2

OC.

Musirn bertelur Buaya Muara berbeda - beda berdasarkan daerah

penyebarannya. Di Australia Utara berlangsung antara Bulan Oktober - Juni, di
Srilanka pada Bulan Juni - September dan di daerah Papua pada Bulan Oktober
sampai April.
~ ~ Febmari
l ~ . ~ ~ f l2007)
. e d ~dijelaskan
i
bahwa tipe
Pada l ~ n p : ~ I ~ ~ ~ ~ ~ . i l i ~ ~(5

sarang rnound adalah tipe sarang yang terdiri dari bagian - bagian tanaman dan
lurnpur. Sarang dibangun selama Bulan November hingga Maret selama musim
hujan dan ditempatkan pada bagian atas permukaan daratan agar terhindar dari
kemgian akibat banjir. Situs tersebut juga menyebutkan bahwa hasil riset untuk
kepentingan penangkaran dan konservasi telah mengetahui adanya perbedaan
suhu pengeraman yang dapat menentukan jenis kelamin dari anak buaya mana
yang dapat bertahan hidup. Anak buaya jantan akan lebii banyak dihasilkan pada
suhu sarang yang berada pada kisaran 31,6 OC, sementara anak buaya betina akan

lebih banyak diasilkan pada sarang yang memiliki suhu di atas maupun di
bawahnya.
Nuitja (1979) mengemukakan bahwa habitat peneluran Buaya Muara
umumnya ditumbuhi oleh formasi tumbuhan Paku (Acrostichum aureum), Bluntas
(Pluchea indica), Bakung (Susum malayanum), Gelam (Melaleuea sp.), Pulai
(Alstonia angustiloba), Terenteng (Cemnpnosperma auriculata), Ketapang
(Terminalia cattapa), Ramin (Cenysty2us bancanus), Geranggang (Cratoxylon
arborescens), Meranti Batu (Shorea teysmaniana), Merbau (Zntsia palembanica),
dan Raja Bunga (Adenanthera temarindifiia).
Sandjojo (1982) mengatakan bahwa buaya adalah jenis satwa yang sangat
tergantung pada adanya air, dimana air berperan sebagai media hidup bagi buaya
tersebut. Lebii lanjut, Sandjojo (1982)menambahkan pula bahwa pada siang hari,
buaya biasa berjemur di tepi sungai terbuka.
Buaya jenis ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap tingkat salinitas
perairan. Oleh karena itu, Buaya Muara yang juga dikenal dengan nama Bakatak
ini umumnya ditemukan di perairan payau di sekitar kawasan pantai dan saliitas
< 0,5. Terkadang Buaya Muara juga dapat ditemukan hadir di sungai air tawar,

peralihan (billabongs), dan rawa. Pergerakan menuju habitat yang berbeda - beda
umumnya terjadi antara musim hujan dan kemarau. Juvenil dari jenis buaya ini
tumbuh di perairan tawar. Setelah mencapai ukuran semi dewasa, terkadang buaya

- buaya ini dipaksa untuk mencari teritorinya yang lain menuju area bersalinitas
oleh buaya

-

buaya dewasa yang telah terlebih dahulu mendominasi habitat

tersebut untuk kepentingan bereproduksinya ( i ~ n p : / l \ z ~ ~ ~ ~ . t l m ~ i h .5~ ~ f l . e d ~ ~ ,
Februari 2007). Selain itu diketahui pula bahwa tanaman jenis Nipah (Nypa
fiuticans), Paku (Acrostichum aureum), dan Pidada (Sonneratia sp.) umumnya
mudah ditemui di sekitar daerah habitat Buaya Muara (Nuitja, 1979).
Menurut Dirjen PHPA (1985), penyebaran Buaya Muara sangat luas yaitu
meliputi daerah delta Sungai Gangga, Pantai Bengal di India bagian Tenggara
hingga Ceylon, Birma, Malaysia, Thailand, Indochina, Philipina, Australia, Papua
New Guinea, Pulau Solomon, Pulau Kokos, Fiji, dan daerah barat daya daratan
China. Di Indonesia, daerali penyebarannya meliputi hampir seluruh wilayah
daerah - daerah sungai di Indonesia, diantaranya adalah di Pulau Sumatera, Jawa,

Kalimantan, Sulawesi, T i o r , Halmahera, Kepulauan AITL dan Irian Jaya
(Gambar 2).

Gambar 2. Peta penyebaran buaya muara di dunia (littp:ii~~u-i+.flmnl~.~~il.edu,
5
Februari 2007)
2.1.2

Makanan, Tingkah Laku Makan, dan Sistem Pencernaan

Makanan merupakan faktor pembatas bagi makhluk hidup. Makanan
dibutuhkan sebagai sumber energi yang digunakan setiap makhluk hidup untuk
tumbuh dan berkembang biak. Buaya Muara adalah tipe hewan kamivora
sehingga memakan berbagai jenis daging. Kemampuan buaya untuk hidup baik di
darat maupun di air menyebabkan buaya mendapatkan jenis makanan yang sangat
beragam.
Pada situs &>:l'n~n.mnri~lebio.orr:(5 Februari 2007), ketika muda
Crocodylus porosus memangsa terbatas hanya pada organisme kecil seperti
serangga, amphibi, crustacea, ikan kecil, dan reptil. Ketika mulai dewasa, Buaya
Muara memakan mangsa yang berukuran lebih besar dibandiigkan sebelumnya
seperti kepiting lumpur, kura-kura, ular, burung, kerbau, babi jantan liar, dan
monyet. Ross (1989) menambahkan bahwa pada dasarnya jenis Crocodilian di
berbagai habitat akan memakan jenis mangsa apapun yang tersedia. Idealnya,
dengan bertambahnya ukuran tubuh maka buaya tersebut akan memakan jenis

mangsa berukuran besar. Namun buaya tersebut tetap tidak kehilangan
kemampuannya dalam menangkap mangsa berukuran kecil.
Buaya bermoncong panjang dan langsing seperti Gavialis gangeticus,
Tomistoma sp., dan beberapa spesies dari jenis Crocodylus adalah pemangsa ikan

sejati, meskipun buaya tersebut juga memakan berbagai jenis hewan air lainnya
serta mamalia dalam ukuran kecil. Sementara itu buaya yang bermoncong lebih
berat, lebar, dan kuat seperti jenis porosus dan paIushis memakan mangsa yang
berukuran lebii besar. Jenis buaya tersebut juga ditemukan menyerang dan
memangsa manusia (Ross, 1989). Sandjojo (1982) mengatakan bahwa buaya juga
memakan bangkai dan terkadang bahkan mengubur mangsanya terlebih dahulu
untuk dimasakkan. Fungsi dimasakkan disini diduga adalah sebagai cara untuk
membuat makanan tersebut mengalami pembusukan.
Pada Tabel 1 di bawah ini, Soewarno in Sarwono (1993) menuliskan
bahwa perbedaan umur juga menjadi faktor pembeda jenis dan jumlah makanan
yang diberikan.
Tabel 1. Jumlah makanan untuk setiap individu buaya per hari di penangkaran

Dirjen PHPA (1985) mengemukakan bahwa variasi jenis makanan buaya
tergantung pada usianya. Setelah ukuran buaya mencapai panjang 2 meter ke atas,
maka buaya tersebut dapat mulai memangsa jenis mamalia dan bahkan bangkai
dari makhluk hidup lainnya. Dari hasil andisa makanan terhadap isi perut 4 ekor

Buaya Muara berukuran 1,5 hingga 1,67 meter di Sungai Paloh (Kalimantan
Barat), diietahui bahwa porsi terbesar makanan buaya tersebut adalah Ikan
Belanak (Mugil sp.) disusul oleh berbagai jenis crustacea dan Ikan Bulan - Bulan
(Megalop sp.). Berbeda dengan hasil analisa makanan terhadap jenis Buaya
Muara lainnya di daerah Australia, bahwa buaya muda memakan jenis ikan - ikan
kecil, burung, insekta, dan crustacea, sedangkan buaya dewasa memakan jenis
ikan, kepiting, reptil, burung, dan mamalia.
Hasil penelitian Taylor (1979) pada 289 ekor Buaya Muara di alam,
Australia Utara yang berukuran tidak lebih dari 180 cm menunjukkan bahwa porsi
terbesar makanan buaya tersebut adalah Kepiting Mangrove dari sub famili
Sesarminae dan udang dari genus Macrobrachiurn. Selain itu diietahui pula
bahwa jenis ikan yang ditemukan paling banyak adalah jenis Pseudogobius sp.
yang merupakan jenis ikan perenang lambat yang terdapat di tepi permukaan air.
Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Garnett dan Murray (1986) pada
Buaya Muara di penangkamn telah berhasil menyimpulkan bahwa Buaya Muara

akan mendapatkan hasil pertumbuhan yang lebih baik dengan pemberian makanan
jenis daging babi dan daging sapi dibandingkan dengan jenis ikan.
Ross (1989) menjelaskan bahwa buaya bukan tipe pemangsa aktif, tetapi
lebii sering menunggu mangsa yang datang ke tempat sekitar habitatnya. Hal ini
dilakukan dalam rangka menghemat energinya. Situs http://v,,i\\\z.mariilehio.olg (5
Februari 2007) juga mencantumkan bahwa ketika sedang mengintai mangsa,
umumnya Buaya Muara bersembunyi di dalam air dengan hanya memperlihatkan
lubang hidung, mata, dan bagian punggungnya saja. Ketika mangsa mendekat, ia
dengan cepat keluar dari air dan menyerang. Setelah berhasil membunuh, buaya
akan langsung menelan mangsanya. Selanjutnya Goin et al. (1978) menjelaskan
bahwa pada saat melumpuhkan mangsanya, Buaya Muara menggunakan gigi,
ekor, dan kaki-kakinya yang kuat. Gigi digunakan untuk memotong tapi tidak
digunakan untuk mengunyah. Susunan gigi Buaya Muara terdii dari Pre-Maxilla
sebanyak 4-5 buah, Maxilla sebanyak 13-14 buah, dan Mandibular sebanyak 15
buah, sehingga jumlah total gigi Buaya Muara berkisar antara 64-68 buah gigi
(http:J1\r,~%w
.flinah.ufi.edu, 5 Februari 2007). Goin ef al. (1978) juga menyebutkan

bahwa ekor dan kakinya digunakan untuk menenggelarnkan mangsanya agar tidak

dapat melarikan cliri, sedangkan apabila mangsanya berukuran terlalu besar maka
buaya akan melakukan teknik merotasi mangsanya tersebut secara berulang-ulang
di dalam air. Sementara itn Pope (1956) mengatakan bahwa setelah buaya
melumpuhkan mangsanya dengan cara menyeretnya ke dalam air, setelah itu
buaya tersebut akan cepat menelannya. Sedangkan bagi mangsa yang lebih besar
akan dibunuh terlebih dahulu dan kemudian dibagi menjadi beberapa bagian

sehingga akan lebii mudah untuk ditelan.
Dalam menangkap mangsanya, buaya menggunakan berbagai indera yang
dimilikinya. Pada Buaya Muara, diketahui bahwa baik indera penciuman maupun
indra pendengarannya berkembang dengan baik. Alat penciuman buaya disebut
dengan organ Jacobson yang digunakan untuk mengenal musuh, mangsa, dan
pasangannya (Harto, 2001). Sedangkan indera penglihatan pada jenis Alligator
dan Caiman diketahui berperan lebih penting dibandingkan indera penglihatan
pada jenis Crocodilian. Jenis Crocodilian umumnya akan menggunakan indera
pengliatannya untuk menangkap mangsa di atas permukaan air, tetapi akan
bergantung pada indera lainnya bila akan menangkap mangsa di dalam air (Ross,
1989).
Sandjojo (1982) menjelaskan bahwa sistem pencemaan buaya bermula
dari rongga mulut dengan gigi

-

gigi penggunting yang kuat untuk menangkap

dan mengoyak mangsa. Lidah terdapat di dasar mulut dan tidak dapat dijulurkan
keluar. Antara rongga mulut dan kerongkongan dipisahkan oleh dua katup besar
(Velum platinum). Kerongkongan (oesophagus) bermula dari pharynx sampai
perut dan berselaput lendir. Antara ujung oesophagus dengan perut dijaga oleh
sphincter. Oesophagus ini dapat dipakai untuk menyirnpan makanan sementara
(Harto, 2001). Sebelah perut bagian kiri dipisahkan dengan sebelah kanan dengan
"kerah" tebal dari otot dan selaput spons. "Kerah" ini diduga memiliki fungsi
sebagai penggiliig makanan hingga menjadi partikel yang kecil. Perut dipisahkan
dengan usus kecil oleh pyroric sphincter tebal. Usus dua belas jari terletak pada
permukaan anterior dan dorsal dari perut bergabung dengan usus halus. Buaya
memiliki panheas, hati, dan liipa. Usus besar (rectum) berdiameter dua kali
lebih besar dari usus kecil dan dipisahkan dengan usus kecil oleh ileoconic kloaka.
Kloaka m e ~ p a k a nakhir dari pencemaan yang berakhir pada vent. Otot perut

buaya memiliki fungsi yang sama seperti gizzard pada b-g,

dan seperti halnya

pada b w g , buaya juga diketahui menelan objek yang keras untuk membantu
menghancurkan makanan (Goin et al. , 1978).
Kebutuhan makanan buaya berbeda - beda tergantung dari berbagai
faktor, seperti spesies, jenis kelamin, umur, keaktivan, dan keadaan lingkungan
(Masyud et al., 1993). Buaya liar di dam umurnnya mencari makanan pada
malam hari saat suhu lingkungan men-

(Lang, 1987 in Harto, 2001). Selain

temperatur juga salinitas perairan, dan tipe habitat yang berbeda juga turut
mempengarulli komposisi fiekuensi makanan yang dimakan oleh Buaya Muara
liar (Taylor, 1979). Garnett dan Murray (1986) turut menjelaskan bahwa
kepadatan populasi buaya di kandang pada sistem penangkaran yang terlalu tinggi
akan menimbulkan interaksi signifikan pada tingkat stres buaya. Hal ini dapat
mempengaruhi tingkat konsumsi buaya tersebut pada makanannya.
Permatasari (2002) inenjelaskan bahwa tingkat kelaparan buaya
dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, penyakit maupun stres. Buaya dapat
bertahan hidup tanpa makanan selama beberapa bulan karena buaya dapat
menyimpan dan mengkonversi energi hasil yang dimakan dalam bentuk lemak
(Ross, 1989). Jika terlalu lama berpuasa, mengakibatkan pertumbuhan buaya
terhambat dan kondisi buaya menjadi lemah.
2.1.3

Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah suatu perubahan d i e n s i panjang, ukuran, berat,
jurnlah, dan volume dalam waktu tertentu. Seperti makhluk hidup pada umumnya,
bahwa pada suatu waktu tertentu buaya akan melewati batas pertumbuhan
maksimum dimana laju pertumbuhan buaya tersebut akan menjadi terhambat.
Masyud et al. (1993) menjelaskan bahwa dengan sistem pemeliharaan yang baik,
kecepatan pertumbuhan buaya di penangkaran akan lebii baik dibandingkan
buaya liar yang hidup di dam, juga Buaya Muara di penangkaran mempunyai
kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Buaya Air Tawar
(Tabel 2 dan 3).

Tabel 2. Perbandingan pertumbuhan buaya muara di penangkaran dan buaya
muara liar di dam

I

I

I

I

Sumbcr : Whittakcr et al. (1985) &an Webb (1978) in Masyud er al. (1993)
Tabel 3. Perbandingan pertumbuhan buaya muara dan buaya air tawar di
penangkaran

Surnber : Lever (1978) in Masyud et al. (1993)
Balton (1979) in Masyud et al. (1993) mengemukakan bahwa rata - rata
pertumbuhan panjang total Buaya Muara (C. porosus) yang dipelihara dalam
kandang dan diberi makan rata - rata 80 gram ikan per ekor per hari adalah
sebesar 40 cm per tahun pada tiga tahun pertama, atau diperoleh pertambahan
panjang total selama tiga tahun sebanyak 120 cm. Selain it-

dikatakan pula

bahwa dengan sistem pemeliharaan yang baik dan pemberian makanan yang
lengkap dan sempuma baik jurnlah maupun mutunya, serta penanganan
perkandangan secara baik dengan sistem pengaliran air dalarn kandang yang
teratur dan bersih maka pertumbuhan buaya akan mencapai ukuran potong
ekonomis yang relatif lebih cepat. Ukuran potong ekonomis berdasarkan
Keputusan Dirjen PHPA adalah lebar perut (lebar dada) 30 - 46 cm atau sekitar
15 inci (Masyud et al., 1993).

2.2

Kegiatan Penangkaran
Sejak tahun 1978 Pemerintah Indonesia menetapkan Buaya Muara sebagai

satwa yang di'ndungi

berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.

327Kpts/U/5/1978. Di dunia internasional C. porosus yang hidup di Indonesia
ditetapkan ke dalam Appendix 11, yang melarang segala bentuk perdagangan
buaya kecuali berupa hasil - h a i l penangkaran. Maka sejak tahun 1980-an, telah
banyak dikembangkan upaya - upaya penangkaran buaya di Indonesia. Pada
tahun 2006, menurut httn:~.'sca.uneu-~~ci~~c.o~~r
(5 Februari 2007), CITES telah
mengatur kuota terbaru bagi pemanfaatan Buaya Muara di Indonesia yaitu
sebanyak 15 ribu ekor yang berasal dari F1 (keturunan pertama dari induk PI)
melalui perkawinan individu induk yang juga berasal dari penangkaran.
Yang dimaksudkan dengan penangkaran buaya adalah usaha pengembang
-

biakan jenis buaya tertentu serta mengatur kehidupan buaya dengan teknii

-

teknik tertentu sehingga diperoleh manfaat yang sebesar - besarnya bagi manusia
tanpa mengganggu keseiinbangan populasi buaya tersebut di alam (Dirjen PHPA,
1985). Manfaat dari usaha penangkaran buaya ini, antara lain adalah sebagai
berikut (Diien PHPA, 1985) :
1. Diperoleh hasil berupa kulit buaya untuk bahan baku industri kerajinan kulit
2. Diperoleh h a i l berupa daging buaya sebagai bahan makanan substitusi protein
hewani untuk peningkatan pendapatanatau peningkatan gizi masyarakat

3. Sebagai suatu upaya peningkatan produktivitas lahan
4. Menciptakan I penyediaan lapangan kerja baru bagi masyarakat

5. Sebagai usaha pelestarian buaya

2.2.1

PT Ekanindya Kana

Usaha produk fashion berbahan baku M i t hewan reptil seperti buaya, ulm
piton, dan biawak yang dibangun oleh PT Ekanindya Karsa, telah dirintis sejak
tahun 1990. Pada awal berdii, kulit buaya sebagai bahan baku produk kerajinan
didapatkan dari pengambilan langsung di dam. Akan tetapi sejak tahun 1999, PT
Ekanindya Karsa telah memiliki penangkaran sendiri. Jenis buaya yang
ditangkarkan terdiri dari Buaya Muara (C. porosus) dan Buaya Papua (C.
novaeguineae). Kelompok ukuran buaya yang terdapat pada penangkaran ini

terbagi menjadi 4 kelas (PT Ekanindya Karsa, 2007) seperti dijelaskan sebagai
berikut :
1. Anak buaya (Hatchling) : ukuran panjang tubuh < 60 cm
2. Buaya muda (Raising) : ukuran lebar dada c: 12 inchi
3. Buaya potong (Slaughter) : ukuran lebar dada

12 inchi

4. Induk (Parent Stock) : ukuran lebar dada > 25 inchi
Perusahaan yang dibangun pada lahan seluas 11.000 m2 ini dapat
menghasilkan produk kulit reptil hingga 15.000 lembar/bulan. Khusus untuk M i t
buaya, kapasitas produksi PT Ekanindya Karsa dapat mencapai 2.000 lembar kulit
setiap bulannya. Kulit - kulit tersebut dapat dijadian produk fashion dan
kerajinan seperti tas, dompet, ikat pinggang, dan lainnya. Sementara kapasitas
produk jadi tersebut dapat mencapai 3.500 pcs setiap bulannya. Produk
perusahaan dengan lisensi bermerek RaJo mencapai pasar lokal dan intemasional.
Produk - produk RaJo dapat ditemukan di Jakarta dan Bali maupun di luat negeri
seperti Jepang, Australia, Amerika, dan Korea.
Dari berbagai jenis M i t buaya yang dijadikan bahan baku kerajinan Mit,
Buaya Muara merupakan jenis buaya yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Disamping ukuran tubuh yang besar, juga karena memilii motif kulit yang kecil,
dan tidak adanya pengapuran (osteoderms) pada Mit perutnya (Bolton, 1989).
Setiap kulit buaya yang dihasilkan terbagi berdasarkan mutu kulit tersebut ke

dalam 3 kelas. Kelas 1 terklasifikasi sebagai mutu terbaik, d i a n a anggota badan
(kepala hingga ekor) dan Mitnya, lengkap dan mulus, serta bentuk morfologi
buaya yang normal. Sementara kelas 2 merupakan M i t dengan kategori dengan
adanya sediit kecacatan pada bagian ekorl kepala/ pinggiran badan, akan tetapi
bagian tengah badan harus tetap lengkap dan mulus. Kemudian bentuk badan
buaya normal, jurnlah sisik ekor tidak sampai 20 baris. Cacat pada kulit hewan
dapat disebabkan oleh 2 hal, yaitu cacat alamiah, dan cacat akibat kesalahan
pekerja saat pengulitan. Mutu kulit terendah yang dapat diproduksi termasuk ke

dalam kelas 3, dimana standat kulit berada di bawah standat kelas 1 dan 2 yaitu
keadaan sisik yang sudah terlepas.
Selain menjalankan industri tersebut secara mandiri, PT Ekanindya Karsa
juga menerapkan prinsip zero waste pada perusahaannya. Hal ini terlihat dari

pemanfaatan kulit yang dapat dijadikan bahan baku kerajinan kulit, daging yang
dapat dikonsumsi sebagai sumber bahan makanan dan obat - obatan. Gigi dan
tengkorak dapat dijadikan sebagai benda dekoratif, off-set, asbak, dan aksesori
lainnya. Sisa potongan kulit yang tidak dapat dirnanfaatkan sebagai produk tas,
dompet maupun ikat pinggang dapat diolah kembali menjadi gantungan kunci dan
kolase produk tekstil. Bahkan tinja buayapun dapat dijadikan sebagai pupuk
penyubut tanaman.
Selain sebagai penyedia sunber bahan baku kulit, penangkaran buaya
milik PT Ekanindya Karsa dikenal sebagai salah satu penangkaran buaya terbesar
di Indonesia, mampu memberikan nilai lebih bagi kebutuhan masyarakat. PT
Ekanindya Karsa (2007) memaparkan target dan langkah - langkah ke depan
dengan adanya penangkaran buaya tersebut sebagai berikut :
1. Sebagai sarana pendidikan dan sosialisasi antara manusia dengan buaya

2. Pola

pemanfaatan

lestari

yang

diharapkan

pada

akhiniya

dapat

menyeimbangkan populasi buaya eksitu dan insitu

3. Menambah peluang kerja bagi masyarakat sekitar

4. Menghasilkan produk nilai tarnbah
5. Meningkatkan riset dan pembangunan teknologi yang berkaitan dengan

konse~asibuaya

III. METODE PENELITIAN
3.1

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian tentang studi pengaruh perbedaan pemberian perlakuan

makanan dan pertumbuhan Buaya Muara ini berlangsung dari akhir bulan Mei
sampai akhir bulan Juli tahun 2007. Penelitian berlangsung pada penangkaran
buaya milik PT Ekanindya Karsa yang terletak di Desa Parigi, Kecamatan
Cikande, Kabupaten Serang, Banten. Analisa proksiiat kandungan gizi dilakukan
di Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Antar Universitas (PAU), Institut
Pertanian Bogor.
3.2

Alat dan Bahan
Penelitian mengenai pengaruh perbedaan pemberian perlakuan makanan

pada pertumbuhan ini membutuhkan materi sebagai berikut yakni 8 ekor Buaya
Muara dengan h a n lebar dada 12

* 1 inchi. Untuk melengkapi percobaan ini

dilakukan juga pengukuran terhadap 300 ekor buaya terdiri dari baby hingga
pembesaran (rearing).Bahan makanan yang digunakan pada percobaan ini adalah
kepala ayam sebagai perlakuan 1 dan limbah ikan sebagai perlakuan 2. Peiientuan
jenis makanan telah mempertimbangkan ketersediaan sumber makanan yang
murah, berkualitas dan mudah didapat. Yang digunakan pada penelitian ini adalah
alat tulis, tagging, alat pelumpuh listrik berkekuatan 12 volt, tali, timbangan
digital, plastik, alat ukur panjang, alat ukur berat, alat pengukur temperatur udara,
alat pengukur temperatur air, dan kamera.
3.3

Prosedur Penelitian
3.3.1

Studi Pengaruh Perbedaan Pemberian Perlakuan Makanan

Penelitian dilakukan dengan mengamati sampel acak dari populasi yang
homogen yaitu Buaya Muara berukuran lebar dada 12

* 1 inchi. Pengamatan

dilakukan terhadap junlah sampel sebanyak 8 ekor buaya, diiana masing

-

masing perlakuan dicobakan kepada 4 ekor buaya yang berlaku sebagai
ulangannya. Alur prosedur pada penelitian ini digambarkan pada Gambar 3
berikut.

(Parameter Penunjang)

1. Konsumsi Pakan (setiap pemberian pakan)

c.Lebar Dada

Gambar 3. Flowchart prosedur penelitian
Setiap dua ekor buaya menempati kandang berukuran 2 meter x 1 meter x

1 meter. Kandang terdiri dari bagian kering yang digunakan oleh buaya untuk
berjemur serta bagian yang terendam air dengan ketinggian air sekitar 20 cm.
Sumber air baku yang digunakan berasal dari pengolahan air yang terpusat,
sehingga diharapkan tidak adanya fluktuasi terhadap faktor - faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas air. Nilai pH air dipertahankan 6,5

-

7 dan air diganti

setiap dua hari sekali sebagai bagian dari sanitasi kandang.
Buaya Muara tersebut diberikan makanan berupa kepala ayam (perlakuan

1) dan limbah ikan (perlakuan 2) setiap dua hari, masing

-

masing buaya

diberikan