Pengelolaan Kesejahteraan Buaya Muara (Crocodylus Porosus) Dan Pemanfaatannya Sebagai Jasa Wisata Di Penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya, Bekasi.

PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN BUAYA MUARA (Crocodylus porosus)
DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI JASA WISATA DI PENANGKARAN
TAMAN BUAYA INDONESIA JAYA, BEKASI

HULTRELDA WAYORI

DEPARTEMENKONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan
Kesejahteraan Buaya Muara (Crocodylus porosus) dan Pemanfaatannya Sebagai
Jasa Wisata di Penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya, Bekasi adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Hultrelda Wayori
NIM E34100146

2

ABSTRAK
HULTRELDA WAYORI. Pengelolaan Kesejahteraan Buaya Muara (Crocodylus
porosus) dan Pemanfaatannya sebagai Jasa Wisata di Penangkaran Taman Buaya
Indonesia Jaya, Bekasi. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan LIN
NURIAH GINOGA.
Taman Buaya Indonesia Jaya merupakan salah satu penangkaran buaya
yang terdapat di Bekasi, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji
pengelolaan kesejahteraan satwa, menganalisis indikator keberhasilan

penangkaran, mengkaji pemanfaatan buaya muara sebagai produk dan jasa wisata
serta persepsi dan minat pengunjung mengenai pengelolaan buaya muara muara
sebagai obyek wisata. Penilaian Pengelolaan kesejahteraan buaya muara di
penangkaran TBIJ memiliki rataan nilai terbobot sebesar 63.1 sampai 71.2
sehingga termasuk dalam kategori cukup sampai baik. Indikator keberhasilan
penangkaran di TBIJ dilihat dari aspek reproduksi satwa, terdiri dari persentasi
daya tetas telur 33.67% (kategori sedang), angka kematian 88.46% (kategori
tinggi), dan tingkat perkembangbiakan 44.67% (kategori sedang). Untuk aspek
sosial ekonomi masyarakat sekitar penangkaran cukup berhasil karena adanya
keikutsertaan masyarakat sekitar terhadap kegiatan penangkaran. Jasa wisata yang
ditawarkan di Penangkaran TBIJ adalah pertunjukan atraksi buaya muara.
Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan buaya muara yaitu kurang sejahtera,
sedangkan persepsi pengunjung terkait fasilitas dan pelayanan cukup memuaskan.
Kata kunci: buaya muara, keberhasilan, kesejahteraan satwa,penangkaran.
ABSTRACT
HULTRELDA WAYORI. Saltwater Crocodile (Crocodylus porosus) Welfare
Management and its utilization as Tourism Services in Taman Buaya Indonesia
Jaya Captivity, Bekasi. Supervised by BURHANUDDIN MASY’UD and LIN
NURIAH GINOGA.
Taman Buaya Indonesia Jaya (TBIJ) is one of the crocodile captivity located

in Bekasi, West Java. This research purposes are to study the animal welfare
management, analyze the captivity success indicator, and to study the utilization
of saltwater crocodile as a product and tourism services (visitor perception and
preference). Scoring of saltwater crocodile welfare management in TBIJ captivity
had resulted an average score between 63,1 to 71,2 and categorized as medium to
good. Captivity success indicator in TBIJ was seen from animal reproduction
aspect, consists of egg-hatching rate 33,67% (medium), mortality rate 88,46%
(high), reproduction rate 44,67% (medium). Social economy aspect is categorized
to good because the involvement of local people is quite high. Tourism services
provided are crocodile show. The visitor perception of this saltwater crocodile is
that those crocodile is less prosperous, but they are quite attracted, while the
perception of facility and service is quite satisfying.
Keywords: animal walfare, captive breeding, Crocodylus porosus, successfully.

3

PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN BUAYA MUARA (Crocodylus porosus)
DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI JASA WISATA DI PENANGKARAN
TAMAN BUAYA INDONESIA JAYA, BEKASI


HULTRELDA WAYORI

Skripsi
sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

vii

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan berkah serta rahmat Nya, sehingga penyusunan skripsi dengan

judul “Pengelolaan Kesejahteraan Buaya Muara (Crocodylus porosus) dan
Pemanfaatannya Sebagai Jasa Wisata di Penangkaran Taman Buaya Indonesia
Jaya, Bekasi” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni
sampai Juli 2014 bertempat di Taman Buaya Indonesia Jaya, Bekasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masyud,
MSdan Ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas
segala bimbingan, arahan, nasehat serta motivasinya dalam menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS
serta Ibu Eva Rachmawati, S. Hut, M.Si sebagai dosen penguji di ujian skripsi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda Yoel Wayori dan Ibunda
Martha Abrawi, kakak Maikel Wayori dan adik Widelmina Watopa atas
partisipasi, doa, kasih sayang, dan dukungannya. Tak lupa juga terimakasih
penulis ucapkan kepada pengelola, yakni bapak Sudrajat Arifin, ibu Linda,
pegawai TBIJ dan semua pihak yang telah membantu selama penelitian ini
berlangsung. Keluarga Nephentes rafflesiana 47 terimakasih atas persahabatan,
bantuan, dukungan, kerjasama, dan kebersamaannya selama ini.
Pada akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat dan
kebaikan bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2015


Hultrelda Wayori

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

3

Lokasi dan Waktu


3

Alat dan Bahan

3

Jenis Data

3

Metode Pengumpulan Data

4

Pengolahan dan Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Kesejahteraan Buaya Muara di Penangkaran TBIJ


8
8

Indikator Keberhasilan Penangkaran Buaya Muara di Penangkaran TBIJ 17
Pemanfaatan Penangkaran Buaya Muara Sebagai Jasa Wisata

18

Karakteristik, Minat dan Persepsi Pengunjung Terhadap Wisata di
Penangkaran TBIJ

20

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan


24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

28

x

DAFTAR TABEL
1 Kategori responden sebagai contoh pengunjung dalam penelitian
2 Bobot parameter kesejahteraan satwa
3 Klasifikasi penilaian kesejahteraan buaya muara di Penangkaran Taman

Buaya Indonesia Jaya
4 Perkiraan jumlah pemberian pakan di penangkaran TBIJ
5 Cara penyajian dan pemberian pakan berdasarkan kelas umurbuaya
6 Jenis, ukuran, fungsi kandang buaya muara di penangkaran TBIJ
7 Gambaran kondisi pengelolaan buaya muara di TBIJ untuk aspek bebas
dari rasa sakit, luka, dan penyakit
8 Capaian implementasi kesejahteraan buaya muara di TBIJ
9 Persentasi indikator keberhasilan penangkaran buaya muara di TBIJ
tahun 2014
10 Produk yang dihasilkan dari bagian tubuh buaya muara yang pernah
dijual di Penangkaran TBIJ
11 Minat pengunjung yang datang di penangkaran TBIJ
12 Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan buaya muara di TBIJ

5
6
7
9
10
11
14
16
17
19
22
23

DAFTAR GAMBAR
1 Pakan buaya muara (a) ayam, (b) ikan, (c) daging sapi, (d) kambing
2 Jenis kandang buaya muara (a) kandang pertunjukkan, (b) kandang
anakan
3 Kandang pembesaran
4 Kandang induk
5 Pagar pengaman
6 Buaya muara menyendiri dan tidak aktif bergerak
7 (a) Sari rendaman tangkur buaya; (b) tangkur buaya muara; (c) dompet;
(d) tas; (e) kulit buaya muara
8 Atraksi pawang buaya bercengkrama dengan buaya muara
9 Karakteristikpengunjung berdasarkan kelompok umur pengunjung di
Taman Buaya Indonesia Jaya

10
12
13
13
15
15
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Penilaian kriteria capaian implementasi kesejahteraan satwa di TBIJ
2 Karakteristik pengunjung di Penangkaran TBIJ

28
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buaya muara merupakan salah satu jenis reptil di Indonesia yang termasuk
hampir punah. Berdasarkan data IUCN (2008) populasinya di dunia terus
menurun dan dimasukkan ke dalam satwa yang terancam punah, sedangkan
berdasarkan CITES (2010), buaya muara termasuk dalam Appendix II CITES
yang artinya secara internasional perdagangan buaya muara hanya dapat
dibenarkan jika berasal dari hasil penangkaran. Menurut IUCN Red List of
Threatened Speciesversion2010, diperkirakan populasi buaya muara yang hidup
liar di alam sekitar 20.000 hingga 30.000 ekor. Keberadaan buaya muara
(Crocodylus porosus) di alam terancam punah yang diakibatkan oleh adanya
kerusakan habitat, berkurangnya habitat dan perburuan secara liar (Ariantiningsih
2008). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan agar
kelestariannya dapat terus terjaga.
Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
nomor P.9/IV-SET/2011 pasal 1 ayat 2, menyebutkan bahwa kesejahteraan satwa
adalah keberlangsungan hidup satwa yang perlu diperhatikan oleh pengelola agar
satwa hidup sehat, cukup pakan, dapat mengekspresikan perilaku secara normal,
serta tumbuh dan berkembangbiak dengan baik dalam lingkungan yang aman dan
nyaman. Adapun standar minimum prinsip kesejahteraan satwa yang terdapat
pada pasal 6 ayat 3 antara lain (1) Bebas dari rasa lapar dan haus, (2) Bebas dari
ketidaknyamanan lingkungan, (3) Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, (4)
Bebas dari rasa takut dan tertekan, (5) Bebas untuk berperilaku alami. Kelima
standar tersebut merupakan kriteria yang menjadi indikator terhadap ketercukupan
kesejahteraan hidup satwa di suatu lembaga konservasi.
Pemanfaatan buaya memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi
sumber ekonomi. Produk yang dihasilkan dari buaya dapat berupa kulit, daging,
dan bagian lain seperti empedu, tangkur, lemak, kuku, dan gigi. Kulit buaya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tas, ikat pinggang, dompet, sepatu dan
sebagainya. Daging dapat digunakan sebagai sumber protein. Bagian organ lain
seperti empedu, tangkur, dan lemaknya banyak digunakan sebagai obat
tradisional, sedangkan kuku dan giginya dapat digunakan untuk asesoris.Harga
kulit buaya berkisar antara US$ 500 sampai US$ 1.000 per ekor tergantung
ukuran (Suara Media 2010). Nilai ekonomi tinggi inilah yang menyebabkan
permintaan terhadap buaya muara terus meningkat setiap tahunnya dan
menimbulkan rangsangan kepada masyarakat untuk mengeksploitasi buaya muara
sebanyak mungkin dari alam.
Upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi dan mencegah penurunan
populasi buaya akibat tingginya pemanfaatan yaitu dengan mengeluarkan SK
No.716/Kpts/Um/10/1980 tentang perlindungan buaya muara. Pemerintah
kemudian menetapkan buaya dan jenis satwa lain yang dilindungi dalam UndangUndang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya yang tercantum dalam peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar. Salah satu bentuk usaha
pelestarian dan pemanfaatan buaya adalah dengan kegiatan penangkaran. Fungsi

2

penting penangkaran buaya adalah untuk menjaga kelestarian populasi buaya di
alam dan pemanfaatan secara lestari dengan tujuan ekonomi, antara lain
menghasilkan produk bernilai tinggi, sebagai objek rekreasi, sarana pendidikan,
penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan, serta dapat memberikan
lapangan pekerjaan.
Penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya (TBIJ) merupakan salah satu
penangkaran yang terletak di Kecamatan Serang, Bekasi, Jawa Barat.TBIJ juga
melakukan upaya konservasi terhadap buaya muara. Bentuk pemanfaatan buaya
muara di TBIJ adalah sebagai jasa wisata dan juga sebagai satwa peraga yang
dapat menjadi obyek wisata bagi pengunjung. Pengusahaan obyek dan daya tarik
wisata alam (UU No. 9 Tahun 1990) merupakan usaha pemanfaatan sumberdaya
alam untuk dijadikan sebagai sasaran wisata. Selain itu, dalam PP No.8 Tahun
1999 pasal 27 dijelaskan bahwa peragaan jenis satwa liar dapat berupa koleksi
hidup serta hasil dari padanya. Terkait dengan pemanfaatannya sebagai jasa
wisata dan satwa peragaan, maka perlu adanya pengelolaan yang tepat untuk
menjamin kesejahteraan satwa dalam hal ini buaya muara, sehingga berada pada
keadaan yang mampu mendukung kehidupannya walaupun dikelola secara exsitu.
Indikator keberhasilan penangkaran, yakni aspek reproduksi dan aspek
sosial ekonomi masyarakat sekitar penangkaran juga sangat penting untuk
menghasilkan keturunan jenis buaya yang ditangkarkan dan memberikan manfaat
sosial ekonomi bagi masyarakat sekitar penangkaran TBIJ. Pengembangan
pemanfaatan satwa sebagai jasa wisata di Penangkaran Taman Buaya Indonesia
Jaya selaras dengan prinsip-prinsip kesejahteraan satwa serta persepsi pengunjung
mengenai
pengelolaan
satwa
khususnya
buaya
muara,
sehingga
pengembangannya sebagai satwa peraga menjadi lebih baik. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut baik terkait dengan pengelolaan
kesejahteraan satwa yang dilakukan oleh pengelola, indikator keberhasilan
penangkaran, pemanfaatannya sebagai jasa wisata serta persepsi pengunjung yang
dapat digunakan sebagai salah satu pertimbanganperlindungan dan pelestarian
satwa dalam audit pengelolaan Penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya
kedepannya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji pengelolaan buaya muara berdasarkan prinsip-prinsip kesejahteraan
satwa di Penangkaran TBIJ.
2. Menganalisis indikator keberhasilan penangkaran buaya muara di Penangkaran
TBIJ.
3. Mengkaji pemanfaatan buaya muara sebagai jasa wisata, meliputi jenis atraksi
wisata, karakteristik, minat, dan persepsi pengunjung di Penangkaran TBIJ.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak
pengelola. Sebagai bahan masukan dalam mengembangkan dan mengoptimalkan
potensi pemanfaatan buaya muara sebagai jasa wisata yang sesuai dengan prinsip-

3

prinsip kesejahteraan satwa serta memperhatikan persepsi pengunjung di
Penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya
(TBIJ), Desa Suka Ragam Kecamatan Serang, Bekasi, Jawa Barat. Penangkaran
TBIJ didirikan pada tahun1993 dengan luas 1.5 hektar. Jenis buaya yang
ditangkarkan di TBIJ antara lain buaya supit (Tomistoma schlegelii), buaya muara
(Crocodylus porosus) dan buaya air tawar irian (Crocodylus novaeguineae).
Jumlah populasi buaya yang terdapat di penangkaran ini ± 500 ekor buaya, untuk
buaya supit (Tomistoma schlegelii) berjumlah 60 ekor, buaya muara (Crocodylus
porosus) 438 ekor dan buaya air tawar irian (Crocodylus novaeguineae) 2 ekor.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah kamera, termometer dry-wet, meteran. Bahan
yang digunakan yaitu pH indikator, tallysheet, panduan wawancara, dan alat tulis
menulis. Objek yang dijadikan penelitian adalah buaya muara (Crocodylus
porosus).
Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi pengelolaan buaya muara di TBIJ, indikator keberhasilan
penangkaran dan minat serta persepsi pengunjung. Jenis data pengelolaan
kesejahteraan buaya muara di TBIJ meliputi:
1. Aspek bebas dari rasa lapar dan haus: frekuensi pemberian pakan dan minum,
waktu pemberian pakan dan minum, jenis pakan dan minum yang diberikan
kepada satwa, kebersihan pakan dan minum, kontrol pakan dan minum, jumlah
pakan, letak dan bentuk tempat penyimpanan pakan.
2. Aspek bebas dari rasa ketidaknyamanan lingkungan: ketersediaan tempat
berlindung atau beristirahat, bentuk tempat berlindung atau beristirahat, bentuk
kandang, luas kandang, jenis material kandang, jumlah satwa/kandang, kondisi
suhu dan kelembaban, jenis kandang untuk fungsi lain (misal: kandang
karantina).
3. Aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit: frekuensi pemeriksaan
kesehatan, tindakan kontrol dan pencegahan penyakit, jenis obat, kelengkapan
dan kondisi fasilitas peralatan medis, ketersediaan ruang atau kandang medis,
ketersediaan tenaga ahli medis, pemeriksaan kesehatan pada betina yang hamil.
4. Aspek bebas untuk menampilkan perilaku alami: pengkayaan kandang, ukuran
kandang, perubahan perilaku satwa, kandang khusus bagi pejantan dan betina
yang kawin, keamanan kandang.

4

5. Aspek bebas dari rasa takut dan tertekan: pengaturan sex ratio, bulan-bulan
kawin dan lahir, manajemen reproduksi, ketersediaan staf ahli, tanda-tanda
perilaku satwa yang menunjukkan stress, penanganan satwa yang baru
dipindahkan ke kandang baru.
Jenis data indikator keberhasilan penangkaran meliputi:
1. Aspek reproduksi satwa: persentasi daya tetas telur buaya muara, angka
kematian anakan buaya muara dan tingkat perkembangbiakan induk betina
buaya muara.
2. Aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar penangkaran: jumlah dan asal
pekerja, persepsi masyarakat sekitar penangkaran TBIJ, jumlah warung di
sekitar penangkaran TBIJ serta dampak keberadaan penangkaran TBIJ.
Jenis data pemanfataan penangkaran berupa produk dan jasa wisata
meliputi:
1. Pemanfaatan penangkaran berupa produk: bagian tubuh yang
dimanfaatkan.
2. Pemanfaatan penangkaran sebagai jasa wisata: atraksi wisata, karakteristik
pengunjung, minat dan persepsi pengunjung terkait pengelolaan buaya muara
di TBIJ sebagai obyek wisata.
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data asal-usul buaya muara
yang ditangkarkan, populasi buaya muara, sejarah kegiatan penangkaran TBIJ dan
struktur organisasi penangkaran serta jumlah tenaga kerja (sumberdaya manusia).

Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi (pengamatan),
pengukuran, wawancara, studi pustaka dan dokumentasi.
Metode pengamatan
Kegiatan pengamatan yang dilakukan mencakup 5 aspek kesejahteraan
satwa (Lampiran 1).Pengamatan dilakukan dengan mengikuti secara langsung
pengelolaan buaya muara di penangkaran meliputi: pemberian pakan,
pembersihan kandang, pemberian obat, kegiatan lain yang bersinggungan
langsung dengan kesejahteraan satwa.Waktu pengamatan dilaksanakan pada pagi
sampai sore hari. Pagi dimulai pukul 08.00 WIB sampai sore pukul 16.00 WIB
selama penelitian berlangsung.
Pengukuran
Kegiatan pengukuran yang dilakukan mencakup: pengukuran pH air,
pengukuran suhu dan kelembaban, serta pengukuran kandang.
a. Pengukuran pH air dengan mencelupkan kertas lakmus (pH indikator) ke
dalam kolam (sumber air) yang digunakan untuk pengairan ke kandang atau
kolam buaya.
b. Pengukuran suhu dan kelembaban kandang dengan menggunakan termometer
dry-wet pada ketinggian 1.5 m diatas permukaan tanah (Suyanti et al. 2008)

5

yang dilakukan pada pagi hari pukul 08.00 WIB, siang hari pukul 13.00 WIB,
dan sore hari pukul 16.00 WIB selama penelitian berlangsung.
c. Pengukuran kandang dengan mengukur panjang, tinggi, dan lebar kandang
menggunakan meteran.
Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan dengan pendekatan purposive sampling.
Responden yang diwawancarai yakni pengelola (pemilik penangkaran Taman
Buaya Indonesia Jaya, staf administrasi penangkaran, kepala bagian umum
penangkaran, karyawan khususnya petugas (animal keeper) penangkaran,
masyarakat sekitar lokasi penangkaran dan pengunjung.
a. Wawancara kepada pemilik penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya
mengenai sejarah, tujuan dan manfaat didirikan penangkaran.
b. Wawancara kepada staf administrasi penangkaran berkaitan dengan surat-surat
ijin yang dikeluarkan penangkaran dan laporan pengelolaan penangkaran.
c. Wawancara kepada kepala bagian umum penangkaran mengenai seluruh aspek
pengelolaan penangkaran.
d. Wawancara kepada karyawan khususnya petugas penangkaran (animal keeper)
mengenai 5 aspek pengelolaan kesejahteraan buaya di penangkaran, dan
pengelolaan pemanfaatan hasil penangkaran sebagai produk dan jasa wisata.
e. Wawancara kepada masyarakat sekitar lokasi penangkaran yang terkena
dampak positif (ekonomi, kenyamanan) maupun dampak negatif (bau, sampah,
limbah) dari keberadaan penangkaran (Lampiran 4). Jumlah responden yang
diwawancarai adalah 20 orang.
f. Wawancara pengunjung dilakukan melalui penyebaran kuesioner di
Penangkaran TBIJ (Lampiran 3). Pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan Stratified Random Sampling, yaitu pengunjung dikelompokkan
berdasarkan strata umur dengan jumlah yang sama. Kelompok umur diacu
dalam Wibowo (1987) yang disajikan pada Tabel 1. Jumlah responden
pengujung yang diambil pada tiap kelas umur masing-masing adalah 30 orang.
Hal ini didasarkan pada jumlah responden yang dikehendaki tergantung pada
kemampuan peneliti (Nasution 2007). Responden dari masing-masing kelas
umur berjumlah 30 orang, selanjutnya akan dibedakan kembali sesuai jenis
kelaminnya dan diambil sample masing-masing 15 orang. Proporsi untuk setiap
kelompok umur secara rinci disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kategori responden sebagai contoh pengunjung dalam penelitian
Kategori Responden
Strata Umur
Jumlah Responden (orang)
Remaja
13-19 tahun
30
Dewasa muda
20-24 tahun
30
Dewasa
25-55 tahun
30
Tua
>55 tahun
30
Jumlah total
120

6

Pengolahan dan Analisis Data
Analisis pengelolaan kesejahteraan satwa
Metode yang digunakan dalam menganalisis pengelolaan data
kesejahteraan satwa di Penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya yaitudengan
memberikan nilai pada setiap variabel yang ditetapkan.Nilai untuk setiap variabel
yaitu 1= buruk, 2= kurang, 3= cukup, 4= baik, 5= memuaskan. Nilai tersebut
diberikan pada parameter yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan lima
prinsip kesejahteraan satwa (Lampiran 1).Penilaian dilakukan oleh pengamat dan
pengelola agar didapatkan hasil penilaian yang objektif. Total nilai dari setiap
parameter dimasukkan ke dalam kolom skoring (Tabel 3) dan untuk mendapatkan
nilai terbobot menggunakan rumus:
Nilai terbobot = bobot x skoring
Penentuan
bobot
komponen
dilakukan
berdasarkan
tingkat
kepentingannya. Komponen bebas dari rasa lapar dan haus memiliki bobot yang
paling tinggi karena pakan merupakan faktor pembatas bagi kelangsungan hidup
satwa. Menurut Thohari (1987) faktor makanan merupakan pemegang peran kunci
dalam suatu usaha penangkaran.Aspek kesehatan merupakan faktor yang
memiliki bobot tertinggikedua setelah aspek pakan dan minum, hal ini
dikarenakan aspek penyakit sangat berpengaruh terhadap kehidupan satwa dan
apabila tidak segera dilakukan penanganan secara cepat dan tepat maka dapat
memicu timbulnya penyakit dan ancaman transmisi penyakit baik bagi satwa lain
bahkan manusia. Pada aspek kenyamanan merupakan aspek dengan bobot yang
setara dengan aspek kesehatan. Aspek kenyamanan berkaitan dengan respon
satwa berupa stres atau tekanan sehingga berpengaruh pula terhadap
kemampuannya untuk berperilaku alami di habitatnya. Berdasarkan prinsip
tersebut maka penetapan besar bobot untuk kelima komponen kesejahteraan satwa
seperti pada Tabel 2.

No.
1.
2.
3.
4.
5.

Tabel 2 Bobot parameter kesejahteraan satwa
Komponen
Bobot
Skoring
Bebas dari lapar dan haus
Bebas dari ketidaknyamanan
Bebas dari rasa sakit, penyakit, dan
luka
Bebas berperilaku alami
Bebas dari rasa takut dan tertekan
Rataan

Nilai kesejahteraan satwa menggunakan rumus:


30
20
20

1-5
1-5
1-5

Nilai
terbobot
30-150
20-100
20-100

15
15
100

1-5
1-5

15-75
15-75

Skor penilaian akan dimasukkan dalam klasifikasi penilaian kesejahteraan
satwa (Tabel 3) yang mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan

7

Hutan dan Konservasi Alam nomor P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian
Lembaga Konservasi.
Tabel 3 Klasifikasi penilaian kesejahteraan buaya muara di Penangkaran Taman
Buaya Indonesia Jaya
No
Klasifikasi penilaian
Skor
1
Sangat baik
80,00 ─ 100
2
Baik
70,00 ─ 79, 99
3
Cukup
60, 00 ─ 69,99
4
Kurang
< 60
Sumber: Peraturan Dirjen PHKA No. P.6/IV-SET/2011

Indikator keberhasilan penangkaran
Analisis untuk menentukan keberhasilan pengelolaan penangkaran,
dilakukan dengan menggunakan kriteria utama, yakni (i) aspek reproduksi satwa
dan (ii) aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar penangkaran dengan indikator
keterlibatan masyarakat sekitar dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
penangkaran, seperti menjadi tenaga kerja, dan mendirikan warung makan di areal
penangkaran maupun di sekitar penangkaran.
Indikator keberhasilan penangkaran dari aspek reproduksi dikategorikan
menjadi dua kriteria kualitatif, yaitu:
a. Berhasil apabila penangkaran dapat menghasilkan keturunan dari jenis buaya
yang ditangkarkan.
b. Tidak berhasil apabila penangkaran belum dapat menghasilkan keturunan dari
jenis buaya yang ditangkarkan.
Indikator keberhasilan penangkaran dari aspek sosial ekonomi masyarakat
sekitar penangkaran dikategorikan menjadi dua kriteria kualitatif, yaitu:
a. Berhasil apabila penangkaran dapat memberikan manfaat sosial ekonomi
secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat sekitar
penangkaran.
b. Tidak berhasil apabila penangkaran tidak dapat atau belum memberikan
manfaat sosial ekonomi secara langsung maupun tidak langsung kepada
masyarakat sekitar penangkaran.
Data mengenai indikator keberhasilan penangkaran juga dianalisis secara
kuantitatif dengan menghitung faktor reproduksi satwa yang meliputi daya tetas
telur buaya muara, angka kematian anakan buaya muara dan tingkat
perkembangbiakan buaya muara dengan mengacu pada Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran dan Tumbuhan
Satwaliar.
Rumus yang digunakan untuk menghitung reproduksi satwa yaitu:
a. Presentasi daya tetas telur
Keterangan:
DTT
= daya tetas telur
= ∑ telur yang berhasil menetas
= ∑ total telur yang dihasilkan

8

b. Presentasi angka kematian
Keterangan:
MR
= Mortalitas
M
= ∑ anak yang mati
Mt
= ∑ total anak
c. Presentasi tingkat perkembangbiakan
Keterangan:
PR
= Tingkat perkembangbiakan
I
= ∑ induk yang bertelur
It
= ∑ total induk
Kriteria :
0% -30% = Rendah
31%-60% = Sedang
≥ 61%
= Tinggi
Pemanfaatan penangkaran sebagai jasa wisata
Data wawancara kepada pengelola mengenai pengelolaan pemanfaatan
hasil penangkaran sebagai produk dan jasa wisata akan dianalisis secara
deskriptif.
Karakteristik, minat dan persepsi pengunjung
Data hasil wawancara karakteristik, minat dan persepsi pengunjung
mengenai pengelolaan buaya muara di Penangkaran TBIJ dapat disajikan dalam
bentuk presentasi dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Kesejahteraan Buaya Muara di Penangkaran TBIJ
Gambaran kondisi pengelolaan kesejahteraan
Aspek bebas dari rasa lapar dan haus
Pakan merupakan salah satu faktor pembatas yang mempengaruhi
kelangsungan hidup suatu organisme. Jenis pakan yang diberikan di penangkaran
TBIJ adalah daging ayam, kambing, sapi dan ikan. Pemberian pakan ini dilakukan
setiap 2 kali dalam seminggu pada pada pagi dan siang hari tergantung
ketersediaan pakan yang ada. Cara pemberian pakan yaitu disebarkan ke daratan
kandang buaya dengan tujuan agar tidak menghilangkan perilaku alaminya seperti
mencari dan menerkam mangsanya. Variasi dan kuantitas yang dimakan sangat
bergantung dari umur buaya muara. Sesuai dengan tubuhnya buaya muara
membutuhkan makanan dalam jumlah yang banyak. Perkiraan jumlah pemberian
pakan di penangkaran TBIJ dapat dilihat pada Tabel 4.

9

Tabel 4 Perkiraan jumlah pemberian pakan di penangkaran TBIJ
Kelas umur
Rata-rata
Kebutuhan
Jumlah pakan Keterangan
buaya
berat tubuh
pakan
yang diberikan
buaya (gram) (gram/minggu/ (gram/minggu/
ekor)
ekor)
Anakan
95-359
9,5-35,9
40-140
Cukup
buaya umur 2
minggu-3
bulan*
Anakan
610-1.960
61-196
160-200
Cukup
buaya umur
4-6 bulan**
Buaya muda
2.590-4.550
777-1.365
400-1000
Kurang
umur 7 bulan1 tahun**
Remaja umur
10.6893.206,7-4.931,4 2.000-4.000
Kurang
2-4 tahun**
16.438
Induk >8
> 9.400
> 28.200
> 4.000
Kurang
tahun***
Sumber: *Gumilar (2007), **Elmir (2008), ***Web dan Manolis (1989).

Jumlah pakan yang diberikan kepada buaya muara di TBIJ disesuaikan
dengan kelas umur buaya dan ketersediaan pakan dari sumber pakan. Pada saat
ketersediaan pakan dari sumber pakan melimpah maka pakan yang diberikan tiap
kandang juga banyak, pada saat ketersediaan pakan terbatas maka pakan yang
diberikan tiap kandang diperkirakan merata.Semakin besar ukuran tubuhnya
makin banyak pula kebutuhan makannya (Iskandar 2009).Cara penyajian dan
pemberian pakan berdasarkan kelas umur buaya muara di Penangkaran Taman
Buaya Indonesia Jaya (Tabel 5).
Tabel 5 Cara penyajian dan pemberian pakan berdasarkan kelas umur buaya
Kelas umur
Jenis pakan
Waktu
Cara penyajian
pemberian
Anakan buaya
Ikan, udang
Pukul 10.00 Ikan dan udang tanpa sisik
umur 2 minggu-6
WIB
dan duri dipotong kecilbulan
kecil
Anakan buaya
Ikan, udang,
Pukul 10.00 Ayam tanpa bulu dan
umur 7 bulan-1
ayam
WIB
tulang, ikan tanpa sisik
tahun
dan duri yang dipotong
kecil- kecil
Remaja umur 2-4 Daging ayam, Pukul 10.00 Ayam dan ikan utuh,
tahun
sapi, kambing dan 14.00 daging sapi, kambing
WIB
dipotong sesuai ukuran.
Induk > 8 tahun
Daging ayam, Pukul 10.00 Ayam dan ikan utuh,
sapi, kambing dan 14.00 daging sapi, kambing
WIB
dipotong sesuai ukuran.

10

Jenis pakan di penangkaran ini terdiri dari dua macam yaitu mangsa hidup
dan mangsa mati yang terdiri dari ikan, ayam, daging sapi dan daging kambing
(Gambar 1). Untuk mangsa hidup, biasanya ayam, sedangkan yang lain diberikan
dalam keadaan mati seperti daging sapi dan daging kambing.

(a)(b)

(c)(d)
Gambar 1 Pakan buaya muara (a) Ayam, (b) Ikan, (c) Daging sapi, (d) Kambing
Di penangkaran ini buaya muara anakan yang baru menetas sampai
berumur 1-2 minggu tidak diberi makan karena di dalam tubuhnya masih
mengandung persediaan makanan yakni kuning telur yang terdapat dalam
tubuhnya, setelah berumur di atas 2 minggu barulah buaya anakan diberi makan
(Gumilar 2007). Pengontrolan pakan dilakukan setiap pagi hari, apabila pakan
yang diberikan tidak dimakan oleh buaya maka akan dipindahkan ke kandang
buaya lainnya. Air yang digunakan untuk minum satwa merupakan air tanah yang
dipompa dengan bantuan diesel kemudian disalurkan ke kolam tiap kandang.
Kualitas air yang terdapat pada kolam setiap kandang memiliki pH 6,3 yang
berarti kualitas air cukup baik bagi kehidupan buaya muara yang terdapat di
penangkaran. Pada aspek ini yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan pakan
yang masih kurang karena keterbatasan sumber dana dalam usaha penangkaran.
Aspek bebas dari rasa ketidaknyamanan lingkungan
Kondisi suhu dan kelembaban kandang di penangkaran TBIJ adalah suhu
kandang pada pagi hari berkisar antara 25-29°C, siang hari berkisar 30-33°C dan
sore hari berkisar antara 29-31°C. Kelembaban kandang pada pagi hari berkisar
antara 84-92%, siang hari berkisar 73-85% dan sore hari berkisar 78-85%.

11

Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Frye (1991) bahwa suhu optimal untuk
reptil di daerah tropis berkisar 29.5-37°C dan kelembabannya berkisar antara 8090%. Di penangkaran ini terdapat 5 jenis kandang antara lain kandang
pertunjukkan, kandang anakan, kandang buaya muda, kandang pembesaran dan
kandang induk atau pembiakan (Tabel 6).
Tabel 6 Jenis, ukuran, fungsi kandang buaya muara di Penangkaran TBIJ
Jenis
Fungsi
Ukuran


Luas
KedalamaKandang Kandang
(pxlxt)
kandang buaya
lantai
n kolam
m
(unit)
(ekor) optimum optimum
(m²/ekor)
(cm)
Kandang Display
22x5x3
1
8
14
>55
pertunju- buaya
L = 330 m²
kkan
muara > 8
tahun(a)
Kandang Anakan
0,5x0,3x
3
15-30
0,25
5
anakan
umur 0-3
0,5
minggu(b) L = 0,15 m²
Anakan
3x0,5x0,4
6
2-15
0,25
5
umur 3
L = 1,5 m²
minggu-3
bulan(b)
Anakan
2x2x0,5
16
2-30
0,25
5
umur 4-6 L = 4 m²
bulan(a)
Kandang Anakan
4x3x1,2
14
7-25
0,5
5
buaya
umur 7
L = 12 m²
muda
bulan-1
tahun(b)
Kandang Buaya
8x8x1,5
5
41-60
1
25-50
pembesa muara > 1 L = 64 m²
-ran
tahun(c)

Kandang
induk

Sumber :

(a)

Buaya
6x5x1,8
muara > 2- L = 30 m²
3 tahun(a)
Buaya
108x32x2
muara 18 L=3.456 m²
tahun(c)
Buaya
42x32x2
muara
L=1.344 m²
umur 2025 tahun(a)

25

10-30

7,5

25-50

1

41-60

1

25-50

3

10-30

7,5

25-50

Ditjen PHPA dan PT Hexa Buana (1987) diacu dalam Suwandi (1991),
Kehutanan (1990), (c) Bolton (1981) diacu dalam Suwandi (1991).

(b)

Fakultas

12

Berdasarkan Tabel 5 bahwa ukuran kandang pertunjukkan buaya muara di
penangkaran TBIJ sudah sesuai dengan kebutuhan buaya muara sehingga sudah
ideal dalam memberi ruang gerak pada buaya muara (Gambar 2). Kandang anakan
buaya muara terletak di ruang terbuka berukuran 3,33 m x 1,40 m x 1 m untuk
anakan buaya muara yang berumur 3 minggu - 6 bulan (Gambar 2). Kondisi ini
tidak sesuai karena kandang anakan buaya terletak di ruangan terbuka seharusnya
kandang anakan buaya harus terletak di ruangan tertutup karena anakan buaya
mempunyai sensitifitas yang tinggi terhadap lingkungan dan kebisingan, serta
mempunyai resiko kematian yang tinggi. Menurut Bolton (1989), anakan buaya
bersifat penakut sehingga memerlukan tempat yang aman, dalam hal ini desain
kandangnya sebaiknya terletak di tempat yang tersembunyi sehingga mengurangi
tingkat stress oleh gangguan manusia dan kendaraan.

(P x l x t : 22 m x 5 m x 3 m)

(a)

P x l x t : 3,33 m x 1 m x 1,40 m)

(b)
Gambar 2 Jenis kandang buaya muara (a) Kandang pertunjukkan, (b) Kandang
anakan
Kandang pembesaran atau kandang remaja pada penangkaran ini
digunakan untuk membesarkan buaya muara berumur 2-4 tahun yang siap
dipotong karena telah memiliki kriteria tertentu dan kandang ini juga digunakan
untuk membesarkan calon indukan. Kandang ini berisi buaya muara berjumlah 70
ekor sehingga sangat melebihi kapasitas ukuran kandang (Gambar 3). Hal ini
menimbulkan terjadinya kompetisi makanan dan satwa tidak bebas bergerak. Pada
kandang ini dilengkapi dengan kolam, tempat berjemur, sarang dan tempat
berteduh sehingga sudah mencukupi kebutuhan hidup satwa. Kedalaman kolam
dan tinggi pada kandang ini sudah ideal karena buaya tidak bisa keluar dari
kolam kandang. Namun, pada kandang ini ditemukan buaya muara yang luka
akibat perkelahian karena luas lantai kandang terlalu sempit sehingga buaya tidak
bebas bergerak, berendam dan berjemur.

13

(P x l x t : 8 m x 8 m x 1,5 m)

Gambar 3 Kandang pembesaran
Kandang induk atau pembiakan adalah kandang yang digunakan oleh
induk buaya muara yang berumur > 8 tahun (Gambar 4). Kandang ini juga
memiliki luas lantai dengan ukuran yang sudah ideal sehingga memudahkan induk
buaya muara melakukan kegiatan kawin, bersarang, bertelur, berendam dan
berjemur. Dalam kandang ini perbandingan jantan dan betina 1:2, sehingga satu
ekor jantan dapat mengawini lebih dari satu ekor betina.

(P x l x t : 42 m x 32 m x 2m)

Gambar 4 Kandang induk
Selain itu, terdapat kandang khusus yang berfungsi untuk jenis buaya
muara putih dan buaya muara buntung. Di dalam kandang ini buaya putih dan
buaya buntung mendapatkan perlakuan khusus karena pada buaya ini terdapat
nilai spiritual. Kondisi shelter dan cover yang terdapat di dalam kandang buaya
sangat baik dan sudah mencukupi sehingga dapat digunakan oleh satwa sebagai
tempat bernaung dan berjemur. Penentuan bahan material kandang penting
dilakukan karena akan berdampak pada satwa yang ada dalam kandang. Kontruksi
kandang buaya muara di TBIJ terdiri dari tembok beton dan kawat ram. Pagar
kandang berupa tembok beton juga dilengkapi dengan kawat ram agar
memudahkan pengunjung untuk melihat buaya dan kawat ram tersebut berfungsi
untuk mengatur sirkulasi udara. Jenis lantai kolam buaya terbuat dari semen agar
air yang terdapat di dalam kolam tidak mudah meresap ke dalam tanah dan
memudahkan dalam membersihkan kolam kandang. Kegiatan pembersihan kolam
kandang dilakukan setiap 2 bulan sekali. Kolam yang kotor dan kurang bersihnya
saat pembersihan kandang sangat mempengaruhi kesehatan buaya muara.
Pembersihan di luar kandang dilakukan setiap hari. Perawatan kandang bertujuan
untuk menjaga kebersihan kandang agar buaya muara dapat hidup dengan sehat
dan terhindar dari berbagai macam penyakit.

14

Aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit
Sakit, luka, dan penyakit merupakan bagian yang tidak dapat dihindari
dalam pengelolaan satwa di penangkaran. Berdasarkan hasil pengamatan
kesejahteraan satwa di TBIJ terdapat beberapa buaya muara yang mengalami
sakit, luka, dan penyakit berupa jamur, luka-luka, cacat tubuh dan stress karena
pengelolaan perawatan kandang yang masih kurang baik. Terbukti dengan adanya
kematian buaya muara pada bulan Juli 2014 berjumlah 4 ekor. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 Gambaran kondisi pengelolaan buaya muara di TBIJ untuk aspek bebas
dari rasa sakit, luka, dan penyakit
Aspek

Deskripsi
Kondisi satwa
Terdapat buaya buntung, buaya cacat,
buaya yang luka pada saat perkelahian.
Frekuensi pemeriksaan kesehatan
Tidak ada pemeriksaan terhadap satwa
yang sakit.
Tindakan kontrol dan pencegahan Kalau ada buaya yang sakit segera
penyakit
dipindahkan ke daratan.
Jenis obat
Tidak ada obat untuk satwa yang sakit,
biasanya satwa yang sakit dibiarkan
saja nanti akan sembuh sendiri.
Kondisi fasilitas dan peralatan medis Tidak ada fasilitas dan peralatan medis
Ketersediaan ruang/kandang medis
Tidak ada ketersediaan ruang/kandang
medis
Jumlah tenaga medis
Tidak ada tenaga medis
Pemeriksaan kesehatan pada betina Tidak ada pemeriksaan kesehatan pada
yang lagi bunting
betina yang lagi bunting.
Catatan kesehatan satwa
Tidak ada pencatatan kesehatan satwa.
Pemeriksaan kesehatan dan pengendalian penyakit pada buaya muara
belum dapat dilakukan secara intensif karena kurangnya pengetahuan pengelola
terhadap jenis penyakit buaya dan cara pengobatannya, selain itu juga
keterbatasan dana yang merupakan hambatan untuk memeriksakan buaya yang
sakit pada dokter hewan. Biasanya apabila terdapat buaya yang sakit akan segera
dipindahkan ke daratan. Pemeriksaan rutin atau pemeriksaan yang dilakukan
setiap hari adalah dengan mengamati tingkah laku, nafsu makan, dan kenampakan
fisik luar buaya muara. Pengelolaan kesehatan buaya muara di TBIJ seperti
ketersediaan kandang karantina, obat-obatan yang disesuaikan dengan jenis
penyakit, vaksinasi yang belum ada serta pelatihan kepada perawat satwa di TBIJ
untuk meminimalkan stress pada satwa merupakan beberapa faktor yang perlu di
perhatikan untuk perbaikan aspek kesehatan satwa.
Aspek bebas untuk menampilkan perilaku alami
Aspek bebas berperilaku alami merupakan kebebasan satwa untuk
berperilaku seperti di habitat alaminya. Di penangkaran TBIJ pengkayaan
kandang seperti kolam, tempat berjemur dan pohon peneduh sebagai tempat
bernaung sudah memenuhi kebutuhan biologis satwa sehingga buaya muara dapat

15

mengekspresikan perilaku seperti di habitat alaminya. Keamanan kandang bagi
satwa adalah keamanan yang dilakukan pengelola agar satwa dan pengunjung
merasa aman. Pengamanan kandang yang dilakukan yaitu pagar kandang terbuat
dari beton dan dilapisi kawat, pintu kandang selalu tertutup, kemudian dibuat parit
dan pagar besi sebagai pembatas antara pengunjung dengan satwa (Gambar 5).

Gambar 5 Pagar pengaman
Aspek bebas dari rasa takut dan tertekan
Ketersediaan staf ahli di penangkaran TBIJ adalah 4 orang animal
keeperterdiri dari 1 orang animal keeper tetap dan 3 orang animal keepertidak
tetap, artinya 1 orang animal keeper tetap bertugas merawat satwa setiap hari
sedangkan 3 orang animal keepertidak tetap bertugas apabila ada pertunjukkan
atraksi buaya. Penanganan satwa yang lepas dari kandang dilakukan yaitu dengan
mengikat mulutnya, didiamkan biar tenang lalu digotong ke dalam kandang.
Sedangkan penanganan satwa yang baru dipindahkan ke kandang baru juga sama
halnya dengan penanganan satwa yang lepas. Berdasarkan hasil pengamatan dan
wawancara kepada animal keeper di TBIJ pernah terjadi buaya muara yang
lepas/kabur dari kandang karena pada saat membersihkan kandang animal keeper
lupa mengunci pintu kandang. Hal ini membuat para pengunjung merasa takut dan
tidak nyaman ketika berkunjung ke TBIJ.
Upaya pencegahan rasa takut dan tertekan dari gangguan yang
ditimbulkan pengunjung adalah pengelola menyediakan papan himbauan kepada
pengunjung agar tidak melempari buaya dengan batu, kaleng, botol dll serta
dilarang memberi makan buaya.Tanda-tanda perilaku satwa yang menunjukkan
stress antara lain suka menyendiri, tidak nafsu makan dan tidak aktif bergerak
(Gambar 6) .

Gambar 6 Buaya muara menyendiri dan tidak aktif bergerak

16

Buaya muara di TBIJ telah mampu menghasilkan beberapa keturunan
sehingga bisa dikatakan bahwa buaya muara di TBIJ telah mampu beradaptasi
dengan lingkungannya. Pada penangkaran ini sering dijumpai buaya yang
mengalami stress akibat perkelahian sesama buaya dalam memperebutkan
makanan. Ecclestone (2009), upaya untuk mengatasi buaya muara yang
mengalami rasa takut dan tertekan adalah memberikan kondisi dan perlakuan
satwa dengan baik agar menghindari satwa dari ancaman takut, stress, dan
kesusahan.
Menurut Ratnani (2007) stress diakibatkan oleh jumlah populasi buaya
dalam kandang yang sangat banyak, adanya keramaian, perebutan wilayah,
perebutan makanan, perebutan pasangan. Apabila buaya mengalami stress yang
tinggi dapat menyebabkan kematian. Buaya yang sedang mengalami stress
biasanya tidak aktif bergerak dan cenderung selalu menyendiri (Gambar 6). Cara
pencegahan yang dilakukan dengan tidak menempatkan buaya ke dalam kandang
yang penuh dengan buaya dan diberikan vitamin anti stress yaitu noptressa yang
dicampur dengan pakan dengan dosis 1 gram : 1 kg pakan (Ratnani 2007).
Hasil Penilaian Kesejahteraan Buaya Muara di Penangkaran TBIJ
Berdasarkan hasil pengamatan lapang dan wawancara yang dilakukan,
TBIJ telah mencapai beberapa tahapan dalam implementasi kesejahteraan buaya
muara dalam (Lampiran 1). Implementasi kesejahteraan buaya muara di TBIJ
dapat digambarkan melalui pembobotan tiap komponen yang mengacu pada lima
prinsip kesejahteraan satwa dan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Capaian implementasi kesejahteraan buaya muara di Penangkaran TBIJ
No
1
2

3
4

5

Komponen
Bebas dari rasa lapar dan
haus
Bebas dari rasa
ketidaknyamanan
lingkungan
Bebas dari rasa sakit,
luka dan penyakit
Bebas untuk
menampilkan perilaku
alami
Bebas dari rasa takut dan
tertekan
Rata-rata

Bobot
30

Skoring Nilai terbobot
3.4
102

Kategori
B

20

3.8

75

B

20

2.1

41

K

15

3.9

57.8

B

15

4

60

C

67.2

C

Ket: B= baik, C= cukup, K= kurang

Komponen kesejahteraan pada aspek bebas dari rasa ketidaknyamanan
lingkungan memiliki nilai skoring menurut peneliti dan pengelola 3.4 termasuk
kategori baik. Pada aspek ini hal yang perlu diperbaiki adalah pengaturan jumlah
satwa dalam kandang pembesaran masih kurang efisien. Komponen kesejahteraan
buaya muara pada aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit dengan nilai 2.1
menurut peneliti dan pengelola termasuk kategori kurang. Pengelolaan pada aspek

17

ini kurang dijalankan secara optimal, hal ini terjadi karena pencatatan kesehatan,
penanggulangan penyakit, investigasi wabah penyakit, penyediaan fasilitas
kesehatan, serta tenaga medis yang belum dikelola dengan baik. Selanjutnya pada
aspek bebas dari rasa takut dan tertekan memiliki kategori cukup dengan nilai 4
menurut peneliti dan pengelola. Praktik pengelolaan pada aspek ini perlu
mendapat perhatian juga karena pada saat pengamatan terdapat beberapa buaya
muara yang mengalami stress akibat perkelahian dalam memperebut makanan.
Eccleston (2009) menjelaskan bebas dari rasa takut dan tertekan adalah menjamin
kondisi dan perlakuan satwa dengan baik untuk menghindari stress dari ancaman
takut, stress dan kesusahan. Hal yang perlu diperbaiki dari aspek ini adalah
tindakan preventif dalam mengatasi satwa yang terlihat tertekan seharusnya
dilakukan oleh pengelola. Hasil rataan dari penilaian capaian implementasi
kesejahteraan buaya muara di Penangkaran TBIJ menurut peneliti dan pengelola
sebesar 67.2 termasuk kategori cukup.
Indikator Keberhasilan Penangkaran Buaya Muara di Penangkaran TBIJ
Berkaitan dengan analisis untuk menentukan keberhasilan pengelolaan
penangkaran, dilakukan dengan menggunakan kriteria utama, yakni aspek
reproduksi dan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar penangkaran dengan
indikator keterlibatan masyarakat sekitar dalam berbagai kegiatan yang berkaitan
dengan penangkaran.
Aspek reproduksi satwa
Aspek reproduksi satwa meliputi persentase dan kriteria tingkat
perkembangbiakan induk betina, daya tetas telur buaya muara dan angka kematian
anakan buaya muara yang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Persentasi indikator keberhasilan penangkaran buaya muara di TBIJ tahun
2014
Persentase
Aspek reproduksi
Jumlah
Kriteria
(%)
Daya tetas telur
150
∑ Total telur
34.67
Sedang
∑ Telur yang menetas
52
Angka kematian
52
∑ Total anak
88.46
Tinggi
46
∑ Anakan mati
Tingkat
∑ Total indukan
30
perkembangbiakan
46.67
Sedang
∑ Induk yang bertelur
14
Berdasarkan Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa persentase daya tetas telur
termasuk kategori sedang, angka kematian tinggi dan tingkat perkembangbiakan
sedang. Aspek reproduksi di penangkaran TBIJ telah memenuhi syarat untuk
keberhasilan penangkaran dalam segi standar kualifikasi penangkaran yang
ditetapkan oleh Permenhut Nomor P.19/Manhut-II/2005 tentang Penangkaran
Tumbuhan dan Satwa Liar. Kegagalan penetasan diakibatkan sebagian telur yang
tidak dibuahi, kurang teliti dalam peletakan telur yang tidak sama dengan posisi di
sarang, suhu dan kelembaban yang tidak tepat dan telur tidak dipegang sama

18

sekali sampai telur menetas. Angka kematian anakan buaya muara di penangkaran
ini cukup tinggi dikarenakan anakan buaya muara yang baru berumur 2 bulan
diberi makan ikan yang tidak dipotong kecil-kecil, letak kandang anakan buaya
muara di luar ruangan dan terbuka sehingga meningkatkan stress oleh gangguan
manusia dan kendaraan. Bolton (1989), anakan buaya muara yang masih kecil
mempunyai senitifitas yang tinggi terhadap lingkungan dan kebisingan, serta
mempunyai resiko kematian yang tinggi.
Aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar penangkaran
Berdasarkan hasil wawancara keberhasilan penangkaran dari aspek sosial
ekonomi masyarakat sekitar penangkaran cukup berhasil hal ini dapat dilihat
dengan adanya keikutsertaan masyarakat sekitar terhadap kegiatan yang
berhubungan dengan penangkaran. Masyarakat di sekitar penangkaran juga dapat
menerima dampak positif dan negatif dengan adanya kegiatan penangkaran buaya
Taman Buaya Indonesia Jaya. Di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya
terdapat 2 kios yang menjual makanan dan 1 kios pedagang souvenir di dalam
lokasi penangkaran, sedangkan di luar penangkaran terdapat 8 unit warung
makan, 4 kios penjual bensin dan 2 bengkel motor. Berdasarkan hasil wawancara
para pedagang yang berjualan di areal penangkaran merupakan warga asli daerah
setempat. Dengan kondisi seperti itu keberadaan penangkaran Taman Buaya
Indonesia Jaya secara tidak langsung memberikan manfaat positif, karena dengan
bekerja di penangkaran dan mendirikan berbagai usaha, masyarakat dapat
mensejahterakan keluarganya.
Pemanfaatan Penangkaran Buaya Muara Sebagai Jasa Wisata
Pengelolaan pemanfaatan penangkaran buaya muara sebagai jasa wisata
ini lebih diutamakan dalam hal pemanfaatan komersial berupa produk dan jasa
wisata berupa tempat rekreasi bagi para pengunjung. Bentuk pemanfaatan
penangkaran buaya di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya dibedakan
menjadi dua bagian berupa barang dan jasa wisata. Uraian singkat masing-masing
bentuk pemanfaatan sebagai berikut:
Pemanfaatan buaya muara sebagai produk atau barang
Buaya muara merupakan salah satu jenis reptil yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi karena hampir seluruh bagian tubuhnya dapat dimanfaatkan. Di
penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya terdapat beberapa produk yang
diperlihatkan kepada pengunjung dengan tujuan agar pengunjung dapat
mengetahui manfaat dari bagian tubuh buaya muara.
Produk-produk tersebut pada tahun 2013 tercatat masih diproduksi dan
dijual oleh pengelola TBIJ (Nuryanti 2013), namun hasil wawancara dalam
penelitian diketahui bahwa produk-produk penangkaran buaya ini sudah tidak lagi
diproduksi dan dijual. Alasannya karena keterbatasan permodalan dalam usaha
penangkaran. Produk yang dihasilkan dari bagian tubuh buaya muara yang pernah
dijual dapat dilihat pada Tabel 10.

19

Tabel 10 Produk yang dihasilkan dari tubuh buaya muara yang pernah dijual di
Penangkaran TBIJ
No Jenis Produk
Harga (Rp)
Keterangan
1
2
3
4
5
6

Kulit
Sari rendaman tangkur
Tangkur buaya
Tas
Dompet
Sate

500.000/inchi
75.000/botol (±150 ml)
227.000/1cm
3.725.000/buah
1.060.000/buah
70.000/porsi

Dipajang
Dipajang
Dipajang
Dipajang
Dipajang
-

Bagian organ tubuh buaya muara yang sering dimanfaatkan di
penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya adalah tangkur buaya yang berfungsi
dapat meningkatkan stamina pria dewasa. Hal ini disebabkan karena orang-orang
mempunyai kepercayaan bahwa buaya bertubuh kuat dan tangkur merupakan alat
kelamin jantan pada buaya sehingga dipercaya dapat memperkuat stamina. Produk
yang dihasilkan dari bagian organ tubuh buaya muara dapat dilihat pada Gambar
7.

(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 7 (a) Sari rendaman tangkur buaya; (b) Tangkur buaya muara; (c)
Dompet; (d) Tas (e) Kulit buaya muara
Pemanfaatan buaya muara sebagai produk jasa wisata
Kegiatan pemeliharaan buaya muara di penangkaran Taman Buaya
Indonesia Jaya dijadikan sebagai objek wisata dengan tujuan untuk pendidikan,
pengetahuan, sebagai tempat hiburan dan menambah pendapatan baik bagi pihak
pengelola penangkaran maupun masyarakat sekitar penangkaran. Programprogram wisata yang ditawarkan oleh penangkaran ini antara lain: atraksi Joko
Tingkir, atraksi debus dan ular. Hasil penelitian Nuryanti (2013) juga melaporkan
bahwa produk-produk jasa wisata yang ditawarkan di penangkaran ini antara lain
pertunjukkan atraksi joko tingkir, atraksi debus dan atraksi ular. Ketiga atraksi ini
masih dijadikan sebagai produk andalan wisata di penangkaran TBIJ. Jenis
produk wisata yang dikaji dalam penelitian ini hanya berupa atraksi joko tingkir.
Atraksi Joko Tingkir
Atraksi Joko Tingkir merupakan atraksi pawang buaya bersama animal
keeperyang sudah memiliki keahlian yang luar biasa dalam bercengkrama dengan
buaya muara. Buaya muara yang terdapat di kandang pertunjukkan dibuat patuh

20

secara langsung tanpa ada pelatihan khusus oleh pawang buaya (Nuryanti 2013).
Atraksi Joko Tingkir ini mengingatkan kita akan cerita Joko Tingkir yang bisa
menak