Bird Diversity on Several Type of Habitat in Lore Lindu National Park, Central Sulawesi Province
KEAN
TIP
KONS
NEKARA
PE HABIT
P
SERVASI
IN
AGAMAN
TAT DI T
ROVINS
ANDH
D
I SUMBE
FAKUL
NSTITUT
N JENIS B
TAMAN N
SI SULAW
HY PRIYO
DEPARTE
ERDAYA
LTAS KE
T PERTA
2009
BURUNG
NASIONA
WESI TEN
O SAYOG
EMEN
HUTAN
EHUTAN
ANIAN BO
9
G PADA B
AL LORE
NGAH
GO
DAN EK
NAN
OGOR
BEBERAP
E LINDU
KOWISAT
PA
U
(2)
KEAN
TIP
s
KONS
NEKARA
PE HABIT
P
sebagai sala di F
SERVASI
IN
AGAMAN
TAT DI T
ROVINS
ANDH
ah satu syar Fakultas Keh
D
I SUMBE
FAKUL
NSTITUT
N JENIS B
TAMAN N
SI SULAW
HY PRIYO
Skrips rat memper hutanan Ins
DEPARTE
ERDAYA
LTAS KE
T PERTA
2009
BURUNG
NASIONA
WESI TEN
O SAYOG
si
roleh gelar s stitut Pertan
EMEN
HUTAN
EHUTAN
ANIAN BO
9
G PADA B
AL LORE
NGAH
GO
sarjana keh nian Bogor
DAN EK
NAN
OGOR
BEBERAP
E LINDU
hutanan
KOWISAT
PA
U
(3)
SUMMARY
ANDHY PRIYO SAYOGO. Bird Diversity on Several Type of Habitat in Lore Lindu National Park, Central Sulawesi Province. Under Supervision: Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc.F and Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
Lore Lindu National Park (LLNP) is located in Central Sulawesi included to Wallacea. LLNP is a habitat for 80% Sulawesi endemic bird, those bird species are sulawesi dwarf hornbill, large sulawesi hanging parrot, and maleo. Preasure that happen surround the habitat in LLNP become bigger such as land withdrawal by people and using it as a road to their coffe and chocolate plantation, and rice fields. Land withdrawal causing a change of forest structure and composition, and make a change on animal diversity in bird particulary. The differentiation of habitat condition make a bird diversity difference. However, data and fact is not complete and have interest to study.
The research is done from Juny to August 2008 in Matauwe and Tomado resort, LLNP with the main focus on primary forest, ecotone between primary forest and coffe and chocolate plantation, also in coffe and chocolate plantation. Data was collected using IPA (Index Point of Abundence) methods.
Based on the result of field observation and clasification on map of land closing on LLNP, landscape element on the research loacation are forest matrix, farm patch, and edge as an ecotone which the meeting between two difference type of habitat, which mean the meeting of primary forest and plantation.
Bird species richness in research location are 76 spesies from 35 family. Ecotone habitat has the most bird richness, there found 51 species from 25 family. Ecotone habitat are used by bird whose like open area, semi open area, and unique bird in ecotone area. It causing bird richness in these habitat high. The highest similarity species level between ecotone and primary forest habitat are 44%. It is because the vegetation from those both habitat are likely, the bird is not too different such as frugivore and insectivore bird.
(4)
ANDHY PRIYO SAYOGO. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Taman Nasional Lore Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh: Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc.F dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
RINGKASAN
Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) berada didalam kawasan Wallaceae, tepatnya di Sulawesi tengah. TNLL merupakan habitat bagi 80 % burung endemik Sulawesi, jenis-jenis burung tersebut antara lain kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus), serindit sulawesi (Loriculus stigmatus) dan Maleo (Macrocephalon maleo). Tekanan disekitar habitat di TNLL semakin besar seperti penyerobotan lahan yang dilakukan oleh masyarakat untuk dijadikan jalan, perkebunan kopi dan coklat, dan areal persawahan. Penyerobotan lahan tersebut menyebabkan perubahan komposisi dan struktur hutan, sehingga keanekaragaman satwa khususnya burung juga mengalami perubahan. Perbedaan kondisi habitat menyebabkan keanekaragaman jenis burung yang berbeda, namun demikian data maupun fakta yang tersedia belum lengkap sehingga hal tersebut sangat menarik untuk dikaji.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2008 di resort Matauwe dan resort Tomado TNLL, dengan fokus utama pada hutan primer, daerah peralihan antara hutan primer dengan kebun kopi dan coklat, serta kebun kopi dan coklat. Pengambilan data dengan menggunakan metode IPA (Indeks Point of Abundance).
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan klasifikasi peta penutupan lahan TNLL, elemen lanskap di lokasi penelitian merupakan matriks hutan, patch kebun dan edge sebagai daerah peralihan yang merupakan pertemuan antara dua tipe habitat yang berbeda yaitu pertemuan antara hutan primer dengan kebun.
Kekayaan jenis burung dilokasi penelitian sebanyak 76 jenis burung dari 35 famili. Habitat daerah peralihan memiliki kekayaan jenis burung paling banyak yaitu 51 jenis burung dari 25 famili. Daerah peralihan digunakan oleh jenis-jenis burung yang menyukai daerah terbuka, semi terbuka, dan burung khas daerah peralihan, sehingga kekayaan jenis burung di habitat ini tergolong tinggi. Tingkat kesamaan jenis tertinggi yaitu antara habitat daerah peralihan dengan habitat hutan primer sebesar 44%. Salah satu penyebabnya yaitu vegetasi yang ditemukan pada kedua habitat tersebut hampir sama, sehingga jenis burungnya cenderung juga sama, seperti burung pemakan buah dan pemakan serangga.
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Taman Nasional Lore Lindu Provinsi Sulawesi Tengah” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Agustus 2009
Andhy Priyo Sayogo NRP. E34104014
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya. Alhamdulillah atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul “Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Taman Nasional Lore Lindu Provinsi Sulawesi Tengah”. Penelitian ini dilakukan dibawah bimbingan Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc F dan Dr.Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
Tipe-tipe habitat yang berbeda di Taman Nasional Lore Lindu dan keanekaragaman jenis burungnya merupakan sesuatu yang menarik untuk dipelajari. Karya ilmiah ini membahas tentang kondisi habitat dan keanekaragaman jenis burung yang ada di resort Matauwe dan resort Tomado, Taman Nasional Lore Lindu. Dengan selesainya penulisan karya ilmiah ini, diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Agustus 2009
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 22 Maret 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suparno dan Ibu Sarwi Asih. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1992 di SD Negeri 03 Kutho, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar. Pada tahun 1998 melanjutkan ke SMP Negeri 1 Karanganyar, Kabupaten Karanganyar dan lulus pada tahun 2001. Kemudian, penulis melanjutkan ke SMA Negeri 1 Karangpandan, Kabupaten Karanganyar dan pada tahun 2004, penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Uni Konservasi Fauna (UKF) pada tahun 2005 sampai sekarang, serta menjadi ketua divisi konservasi burung UKF pada periode kepengurusan 2006-2007. Penulis pernah melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di CA/TWA Kawah Kamojang, CA Leuweung Sancang, dan Perum Perhutani KPH Sumedang. Selain itu, penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi pada tahun 2008. Penulis juga pernah melakukan kegiatan magang di Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS), di Taman Nasional Way Kambas pada tahun 2005.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Taman Nasional Lore Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah” dibawah bimbingan Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc F dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
(8)
UCAPAN TERIMA KASIH
Penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua, mbah kudur, mbah gempol dan adikku tercinta atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang tak pernah terputus. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Jarwadi Budi Hernowo, Ms.c F selaku dosen pembimbing utama dan Dr. Lilik Budi Prasetyo, Ms.c selaku dosen pembimbing kedua atas nasehat dan bimbingannya
2. Bapak Ir. Trisna Priadi, M. Eng. Sc selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ibu Ir. T. M. Oemijati Rachmatsyah, Ms selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur atas semua saran, nasehat dan dukungan demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah ini.
3. Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu beserta seluruh staff yang sudah membantu dan memberikan ijin penelitian.
4. Kepala BKSDA Sulawesi tengah beserta seluruh staff atas bantuan perijinan
5. Kepala Badan Kesatuan Bangsa Provinsi Sulawesi tengah beserta seluruh staff atas bantuan perijinan
6. Kepala The Nature Conservancy (TNC) Palu beserta seluruh staff atas bantuan tempat dan peralatan serta saran yang diberikan kepada penulis 7. Bapak Meiki dan keluarga yang telah memberikan tumpangan tempat
tinggal dan menyediakan makanan. Bapak Obet dan Mas Nato atas bantuan yang diberikan selama pengambilan data di lapangan.
8. Keluarga besar Bapak Agus, mas Adit dan mas Arif atas bantuan dalam segala hal, dukungan, dan sarannya
9. Keluarga besar Bapak Daryo, Bapak Ginanto, mbok de Marni Kudur, mbok de Paini Mojosari atas doa dan kasih sayangnya
10.Jasmine S.A.I. yang selalu jadi penyemangat dan inspirasiku,,semoga kita selalu bersama…amin
11.Keluarga besar IC Balio 33B (tempat tinggal senyaman-nyamannya): Yosi “godeg”, Heru “padang”, Andi “ciamis”, Heri “balonk, Aaf “entol”,
(9)
Kuntoro “kun”, Faesal “ican”, Rama “anduk”, dan Marlan “bob” atas kekeluargaan yang kita tanam sejak pertemuan pertama.
12.Keluarga besar KSH 41 atas kebersamaan, kekompakan, kekeluargaan, dan pengalaman yang pernah kita jalani. “Empat Satu Emang Beda”
13.Keluarga besar Uni Konservasi Fauna (UKF) khususnya angkatan 2 (2004-2005) atas kekeluargaan dan perjuangan dalam menyelamatkan keanekaragaman hayati Indonesia “Selamatkan Fauna Indonesia”
14.Keluarga besar asrama silvasari khususnya “Jejaka Silvasari 2005” atas bantuan tempat dan sarannya
15.Boedak Baegeur Community (Fahutan 41) tempat tongkrongan yang seenak-enaknya
16.Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini…matur nuwun sangetttt....
Bogor, Agustus 2009
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
1.3. Manfaat ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Burung Wallacea dan Keendemikannya ... 3
2.2. Keanekaragaman Burung ... 3
2.3. Penyebaran Burung ... 4
2.4. Habitat Burung ... 4
2.5. Indeks Diversity/Keanekaragaman ... 5
2.6. Ekologi Lanskap ... 6
2.7. Efek Tepi ... 6
III. KONDISI UMUM ... 8
3.1 Sejarah Kawasan ... 8
3.2 Letak dan Luas ... 8
3.3 Topografi ... 9
3.4 Iklim ... 9
3.5 Flora ... 9
3.6 Fauna ... 10
IV. METODE PENELITIAN ... 12
4.1 Lokasi dan Waktu ... 12
4.2 Alat dan Bahan ... 12
4.3 Pengumpulan Data ... 13
4.3.1 Burung ... 13
(11)
4.4 Analisis Data ... 15
4.4.1 Burung ... 15
a. Kelimpahan burung ... 15
b. Keanakaragaman jenis dan penyebaran ... 15
4.4.2 Habitat ... 17
a. Analisis vegetasi ... 17
b. Tingkat penggunan habitat ... 18
c. Uji t-Student ... 19
d. Penggunaan tajuk sebagai habitat oleh burung ... 20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
A. Hasil ... 21
A.1 Habitat Burung ... 21
A.1.1 Kondisi Lanskap ... 21
A.1.2 Habitat Hutan Primer ... 21
A.1.2.1 Komposisi dan Struktur Vegetasi ... 21
A.1.3 Habitat Daerah Peralihan ... 25
A.1.3.1 Komposisi dan Struktur Vegetasi ... 25
A.1.4 Habitat Kebun Kopi dan Coklat ... 28
A.1.4.1 Komposisi dan Struktur Vegetasi ... 28
A.2 Burung ... 33
A.2.1 Kekayaan Jenis Burung ... 33
A.2.2 Komposisi dan Struktur Burung ... 36
A.2.2.1 Penyebaran Jenis Burung ... 36
A.2.2.2 Jenis Struktur Pakan ... 40
A.2.2.3 Status ... 43
A.2.3 Dominansi dan Kelimpahan Jenis Burung ... 45
A.2.4 Kemerataan Jenis Burung ... 47
A.2.5 Indeks Keanekaragaman Jenis Burung ... 48
A.2.6 Indeks Kesamaan Jenis Burung ... 48
A.2.7 T-hitung Komunitas Burung ... 50
A.3 Penggunaan Vegetasi oleh Burung ... 50
(12)
A.3.1.1 Habitat Hutan Primer ... 51
A.3.1.2 Habitat Daerah Peralihan ... 54
A.3.1.3 Habitat Kebun ... 57
A.3.2 Penggunaan Ruang Tajuk ... 60
A.3.3 Penggunaan Jenis Vegetasi ... 60
B. Pembahasan ... 61
B.1 Habitat Burung ... 61
B.1.1 Kondisi Lanskap ... 61
B.1.2 Habitat Hutan Primer ... 62
B.1.3 Habitat Daerah Peralihan ... 62
B.1.4 Habitat Kebun Kopi dan Coklat ... 63
B.2 Burung ... 65
B.2.1 Kekayaan Jenis Burung ... 65
B.2.2 Komposisi dan Struktur Burung ... 67
B.2.2.1 Penyebaran Jenis Burung ... 67
B.2.2.2 Jenis dan Struktur Pakan ... 68
B.2.2.3 Status ... 71
B.2.3 Dominansi dan Kelimpahan Jenis Burung ... 72
B.2.4 Indeks Kesamaan Jenis Burung ... 73
B.2.5 Nilai Keanekaragaman Jenis Burung ... 74
B.2.6 Kemerataan Jenis Burung ... 74
B.2.7 T-hitung Komunitas Burung ... 75
B.3 Penggunaan Vegetasi oleh Burung ... 76
B.3.1 Penggunaan Strata Vegetasi ... 76
B.3.2 Penggunaan Ruang Tajuk ... 77
B.3.3 Penggunaan Jenis Vegetasi ... 78
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
A. Kesimpulan ... 81
B. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
(13)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Lokasi pengamatan ... 14 Tabel 2. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada tiap tingkat
di habitat hutan primer ... 21 Tabel 3. Beberapa jenis vegetasi pada setiap strata di habitat hutan primer .... 23 Tabel 4. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada tiap tingkat
di habitat daerah peralihan ... 25 Tabel 5. Beberapa jenis vegetasi pada setiap strata di habitat
daerah peralihan ... 26 Tabel 6. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada tiap tingkat
di habitat kebun ... 28 Tabel 7. Beberapa jenis vegetasi pada setiap strata di habitat kebun ... 29 Tabel 8. Kaitan antara jenis burung dengan tipe habitatnya ... 33 Tabel 9. Jenis burung endemik Sulawesi yang ditemukan dilokasi penelitian 34 Tabel 10. Jenis-jenis burung yang sering dijumpai di tiap-tiap
tipe habitat ... 36 Tabel 11. Jenis-jenis burung yang hanya dijumpai di tiap-tiap
tipe habitat ... 37 Tabel 12. Jenis burung dan jenis pakan burung yang ditemukan dilokasi
penelitian ... 42 Tabel 13. Jenis-jenis burung yang dilindungi yang ditemukan di lokasi
penelitian ... 44 Tabel 14. Dominasi jenis burung di setiap tipe habitat ... 45
Tabel 15. Komposisi jenis burung dominan dan sub-dominan di tiap-tiap
tipe habitat ... 45 Tabel 16. Matriks indeks kesamaan jenis di setiap tipe habitat ... 49
(14)
Tabel 18. Stratifikasi jenis burung di tiap strata di habitat hutan primer ... 51 Tabel 19. Stratifikasi jenis burung di tiap strata di habitat
daerah peralihan ... 54 Tabel 20. Stratifikasi jenis burung di tiap strata di habitat kebun ... 57
Tabel 21. Tingkat penggunaan vegetasi oleh burung di berbagai
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta lokasi penelitian Taman Nasional Lore Lindu ... 12
Gambar 2. Bentuk jalur analisis vegetasi ... 14
Gambar 3. Bentuk tajuk pohon secara vertikal dan horizontal ... 20
Gambar 4. Peta tata guna lahan Taman Nasional Lore Lindu ... 22
Gambar 5. Vegetasi di habitat hutan primer ... 24
Gambar 6. Profil vegetasi pohon di habitat hutan primer ... 24
Gambar 7. Vegetasi di habitat daerah peralihan ... 27
Gambar 8. Profil vegetasi pohon di habitat daerah peralihan ... 27
Gambar 9. Vegetasi di habitat kebun ... 29
Gambar 10. Profil vegetasi pohon di habitat kebun ... 30
Gambar 11. Peta tata guna lahan resort Matauwe ... 31
Gambar 12. Peta tata guna lahan resort Tomado ... 32
Gambar 13. Perbandingan jumlah jenis burung di setiap tipe habitat... 33
Gambar 14. Perbandingan jenis burung berdasarkan keendemikan ... 35
Gambar 15. Jenis burung endemik Sulawesi (a) Zoothera erythronota, dan (b) Otus manadensis ... 35
Gambar 16. Jumlah keanekaragaman jenis burung pada setiap famili ... 36
Gambar 17. Peta penyebaran burung endemik di resort Matauwe ... 38
Gambar 18. Peta penyebaran burung endemik di resort Tomado ... 39
Gambar 19. Penggunaan jenis pakan oleh burung di hutan primer, daerah peralihan, dan kebun ... 40
Gambar 20. Penggunaan jenis pakan di habitat hutan primer ... 41
Gambar 21. Penggunaan jenis pakan di habitat daerah peralihan ... 41
Gambar 22. Penggunaan jenis pakan di habitat kebun ... 42
Gambar 23. Jenis burung yang dilindungi (a) Spilornis rufipectus, dan (b) Rhyticeros cassidix ... 44
Gambar 24. Perbandingan jenis burung yang dilindungi ... 45
Gambar 25. Jenis burung dominan, (a) Zosterops atrifrons, (b) Dicrurus hottentottus ... 46
(16)
Gambar 26. Perbandingan indeks kemerataan pada tiap-tiap tipe habitat ... 48
Gambar 27. Perbandingan indeks keanekaragaman pada tiap-tiap tipe habitat ... 48
Gambar 28. Dendogram tingkat kesamaan jenis burung di lokasi penelitian .. 49
Gambar 29. Stratifikasi vegetasi di habitat hutan primer ... 51
Gambar 30. Penggunaan strata vegetasi oleh burung di habitat hutan primer ... 53
Gambar 31. Stratifikasi vegetasi di habitat daerah peralihan ... 54
Gambar 32. Penggunaan strata vegetasi oleh burung di habitat daerah peralihan ... 56
Gambar 33. Stratifikasi vegetasi di habitat kebun ... 57
Gambar 34. Penggunaan strata vegetasi oleh burung di habitat kebun ... 59
Gambar 35. Vegetasi una-una (Piper aduncum) ... 63
Gambar 36. a. Vegetasi coklat (Thebroma cacao), dan b. Sungai kecil di habitat kebun ... 64
Gambar 37. Buah Ficus sp ... 78
Gambar 38. Sarang Dicaeum celebicum pada vegetasi Piper aduncum ... 80
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Rekapitulasi INP vegetasi di habitat hutan primer ... 88
Lampiran 2. Rekapitulasi INP vegetasi di habitat daerah peralihan ... 92
Lampiran 3. Rekapitulasi INP vegetasi di habitat kebun kopi dan coklat ... 96
Lampiran 4. Jenis-jenis burung di habitat hutan primer, habitat daerah peralihan, dan habitat kebun ... 98
Lampiran 5. Jenis burung tidak dominan di tiap-tiap tipe habitat... 101
Lampiran 6. Penggunaan tajuk pohon oleh burung ... 103
(18)
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sulawesi merupakan pulau yang khas dan bagian dari kawasan Wallacea. Kawasan ini terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia. Karena posisinya, kawasan ini memiliki tingkat endemisitas satwa yang tinggi khususnya burung. Sulawesi memiliki 380 jenis burung, 96 jenis diantaranya merupakan jenis endemik. Indonesia memiliki 115 jenis burung endemik, dan 90% burung endemik tersebut terdapat di Sulawesi (Sujatnika et al, 1995 dalam Pujaningsih, 2004).
Taman Nasional Lore Lindu berada di dalam kawasan wallacea, tepatnya di Sulawesi Tengah. Kawasan ini mempunyai beberapa tipe ekosistem yaitu hutan sub-pegunungan, hutan pegunungan, dan hutan dataran rendah. Taman Nasional Lore Lindu merupakan habitat bagi 80 % burung endemik Sulawesi. Terdapat 225 jenis burung yang hidup di Taman Nasional Lore Lindu, diantaranya kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus), serindit sulawesi (Loriculus stigmatus) dan maleo (Macrocephalon maleo). Taman Nasional Lore Lindu termasuk salah satu kawasan yang dijadikan sebagai daerah burung endemik (PHKA, 2004).
Faktor penting yang mempengaruhi keanekaragaman burung adalah habitat (Welty, 1982). Beberapa habitat burung yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu antara lain hutan primer, daerah peralihan antara hutan primer dengan kebun kopi dan coklat, serta kebun kopi dan coklat. Keanekaragaman habitat adalah faktor penting yang berperan sebagai penyedia sumber makanan, tempat berlindung, tempat beristirahat dan tempat bersarang bagi burung.
Tekanan disekitar habitat di Taman Nasional Lore Lindu semakin besar seperti penyerobotan lahan yang dilakukan oleh masyarakat untuk dijadikan jalan, perkebunan kopi dan coklat, dan areal persawahan. Penyerobotan lahan tersebut menyebabkan perubahan komposisi dan struktur hutan, sehingga keanekaragaman satwa khususnya burung juga mengalami perubahan. Lebih dari 30.000 hektar areal hutan Taman Nasional Lore Lindu sudah berubah fungsi menjadi kebun kopi
(19)
dan coklat. Sebagian dijadikan lokasi permukiman oleh para pendatang dari luar Sulawesi Tengah (Montesori, 2000).
Perbedaan kondisi habitat menyebabkan keanekaragaman jenis burung yang berbeda, namun demikian data maupun fakta yang tersedia belum lengkap sehingga hal tersebut sangat menarik untuk dikaji. Studi secara terperinci dan terarah perlu dilakukan untuk mengetahui potensi dan keanekaragaman jenis burung serta habitatnya dalam rangka pelestarian dan pengelolaan keanekaragaman jenis burung dan habitatnya di Taman Nasional Lore Lindu.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan keanekaragaman jenis burung pada beberapa tipe habitat (hutan primer, daerah peralihan antara hutan primer dengan kebun kopi dan coklat, serta kebun kopi dan coklat) di Taman Nasional Lore Lindu. 2. Mengetahui hubungan jenis burung dengan tipe habitat di Taman Nasional
Lore Lindu.
3. Mengetahui sebaran lokal pada tiap-tiap tipe habitat.
1.3 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh apabila terjadi degradasi habitat (perubahan tata guna lahan) terhadap jenis burung dan memberikan informasi mengenai potensi keanekaragaman jenis, distribusi, serta kelimpahan burung di Taman Nasional Lore Lindu sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengelolaan dan pelestarian Taman Nasional Lore Lindu.
(20)
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Burung Wallacea dan Keendemikannya
Kawasan Wallacea memiliki 650 spesies burung, 265 spesies diantaranya adalah endemik. Di antara 235 genus yang ada, 26 di antaranya merupakan endemik. Sejumlah 16 genus hanya terdapat di Sulawesi dan pulau-pulau lain disekitarnya, seperti macrocephalon, aramidopsis, meropogon, cryptophaps, cataponera, geomalia, malia, heinrichia, hylocitrea, coracornis, myza, cittura dan scissirostrum. Sebanyak 380 spesies, termasuk 96 spesies burung endemik hidup di pulau Sulawesi. Endemisitas burung di Sulawesi terutama berasal dari barat, dengan 67 % jenis-jenisnya berasal dari Asia. Beberapa jenis burung yang terdapat di Wallacea antara lain: gosong maluku (Eulipa wallacei), mandar gendang (Habroptila wallacii), walik wallacea (Ptilinopus wallacii), bidadari halmahera (Semioptera wallacei), dan burung kacamata (Zosterops wallacei) (Lorelindu, 2008).
Burung yang terdapat di Wallacea terbagi menjadi burung penetap dan burung migran. Ada 98 jenis migran palaeartik dan termasuk 37 jenis burung pantai (Coates dan Bishop, 1997). Sebagian besar, burung di Wallacea merupakan burung-burung cantik yang dijuluki burung-burung surgawi (birds of paradise).
2.2 Keanekaragaman Burung
Keanekaragaman jenis burung berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya. Distribusi vertikal vegetasi atau stratifikasi tajuk juga merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung. Keanekaragaman jenis menyangkut dua hal yaitu kekayaan dan sebaran keseragaman. kekayaan jenis adalah jumlah jenis yang ada, sedangkan keseragaman menunjukkan kelimpahan relatif dari masing-masing jenisnya (Winarni, 2005).
Taman Nasional Lore Lindu memiliki keanekaragaman burung yang cukup tinggi. Di Taman Nasional Lore Lindu terdapat 224 jenis burung, dan 97 jenis di antaranya merupakan burung endemik Sulawesi. Jenis-jenis burung
(21)
tersebut antara lain Anis punggung-merah (Zoothera erythronota), Serindit paruh-merah (Loriculus exilis), perkici dora (Trichoglossus ornatus), Cacatua sulphurea, kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus), Pecuk ular (Anhinga rufa), dan maleo (Macrocephalon maleo) (Pujaningsih, 2004).
2.3 Penyebaran Burung
Penyebaran burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetisi dan seleksi alam (Welty, 1982). Setiap jenis mempunyai pergerakan harian dengan pola dan jangkauan wilayah yang berbeda-beda, sehingga luas wilayah untuk pergerakan harian juga berbeda-beda tergantung dari jenis satwa liar dan/atau keadaan lingkungannya. (Alikodra, 2002) menyatakan bahwa penyebaran suatu jenis burung disesuaikan dengan kemampuan pergerakannya atau kondisi lingkungan seperti pengaruh luas kawasan, ketinggian tempat dan letak geografis. Burung merupakan kelompok satwaliar yang paling merata penyebarannya, yang disebabkan karena kemampuan terbang yang dimilikinya.
Beberapa daerah yang menjadi penyebaran burung di Wallacea khusunya di kawasan Sulawesi antara lain: Tangkoko dua saudara, Taman Nasional Dumoga-Bone, Lore lindu, Morowali, Rawa Aopa/Watumohae, Bantimurung dan Karaenta, Pegunungan lompobattang (Coates dan Bishop, 1997). Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu pusat penyebaran burung di kawasan Sulawesi, beberapa daerah yang menjadi penyebaran burung antara lain lembah besoa, danau lindu, dongi-dongi, lembah kulawi dan kamarora.
2.4 Habitat Burung
Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan maupun habitat bukan hutan. Pada prinsipnya burung memerlukan tempat untuk mencari makan, berlindung, berkembangbiak, dan bermain. Tempat yang menyediakan keadaan yang sesuai dengan kepentingan diatas disebut dengan habitat (Odum, 1993), karena habitat merupakan bagian penting bagi distribusi dan jumlah. Habitat juga berfungsi sebagai tempat untuk bersembunyi dari musuh-musuh yang akan menyerang dan mengganggunya (Endah, 2002).
(22)
Hutan merupakan salah satu habitat dari bermacam-macam jenis burung. Secara alamiah hutan dengan berbagai jenis tumbuhan akan menyediakan sumber makanan berupa biji-bijian dan buah bagi burung yang menjadi penghuninya, akan memberikan rasa aman bagi satwa tersebut untuk bersarang dan berkembang biak. Keanekaragaman struktur habitat berpengaruh pada keanekaragaman jenis burung. Struktur hutan memberikan pengaruh nyata terhadap burung yang tinggal didalam habitat tersebut.
Kawasan Wallacea memiliki beberapa tipe habitat burung diantaranya hutan rawa, pantai, mangrove, perkebunan kelapa, samudera, perairan dipedalaman, padang savana, hutan pamah monsoon, hutan sekunder dan pinggiran hutan, persawahan, hutan pegunungan, hutan tanaman (Coates dan Bishop, 1997). Di dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu terdapat beberapa tipe habitat burung, yaitu hutan dataran rendah, hutan sub-pegunungan, hutan pegunungan, dan hutan tanaman. Salah satu habitat burung air di Taman Nasional Lore Lindu adalah danau lindu, burung yang dapat ditemukan antara lain bangau sandang-lawe (Ciconia episcopus) dan cangak merah (Ardea purpurea). Untuk hutan primer, dapat ditemukan jenis-jenis burung cingcoang sulawesi, walik kuping merah dan anis geomalia. Hutan sekunder ditemukan jenis-jenis burung seperti mandar padi zebra, ceret gunung, dan burung madu hitam. Sedangkan tepi hutan dihuni burung-burung pergam putih, kapasan Sulawesi, dan gagak hutan (Coates dan Bishop, 1997).
2.5 Indeks Diversity/ keanekaragaman
Distribusi atau sebaran spesies menyangkut 3 hal yaitu diversity (keragaman), abundance (kelimpahan) dan spesies richness (kekayaan jenis). Ketiga komponen tersebut merupakan langkah awal dalam inventarisasi dan monitoring. Pengukuran spesies diversity atau sebaran spesies umumnya menggunakan indeks yaitu suatu nilai tunggal yang menggambarkan suatu keadaan secara sederhana. Indeks – indeks tersebut antara lain indeks margalef, indeks Shannon, dan indeks simpson. Indeks kekayaan spesies yaitu jumlah total spesies dalam satu komunitas, dapat menggunakan indeks margalef, dengan rumus D=(S-1)/ln N, dimana D adalah diversity; S adalah jumlah spesies; N
(23)
adalah jumlah total individu seluruh spesies dalam sampel. Kekayaan species dan kesamaannya dalam suatu nilai tunggal digambarkan dengan Indeks Diversitas/keanekaragaman. Indeks diversity merupakan hasil dari kombinasi kekayaan dan kesamaan spesies, dapat menggunakan indeks Shannon atau indeks simpson. Rumus indeks Shannon adalah H’ = -Σpi ln p, dimana H’ adalah nilai indeks Shannon dan p adalah proporsi dari tiap spesies i. Jadi, H’ adalah jumlah dari seluruh pi ln p untuk semua spesies dalam komunitas. Rumus indeks Simpson adalah D = Σ(ni(ni-1)) N(N-1). Indeks kesamaan, menggambarkan jika semua spesies dalam suatu sampel kelimpahannya sama, menunjukkan bahwa indeks kesamaan maksimum dan akan menurun munuju nol sebagai kelimpahan relatif suatu spesies yang tidak sama (Winarni, 2005).
2.6 Ekologi Lanskap
Ekologi lanskap dapat diartikan sebagai bentang lahan yang heterogen, yang dibentuk dari elemen/unit pembentuk lanskap yang disebut patch yang saling berinteraksi. Patch yaitu areal homogen yang dapat dibedakan dari daerah sekelilingnya. Matriks yaitu areal homogen yang mendominasi Lanskap. Koridor yaitu patch yang berbentuk memanjang. Edge yaitu daerah peralihan antara patch/antara patch dan matriks. Elemen lanskap memiliki bentuk dan ukuran yang beragam. Bentuk elemen lanskap dibagi menjadi dua yaitu membulat (isodiametric) dan memanjang (elongated) (Sayogo et al, 2008).
Matriks kawasan TNLL berupa hutan pegunungan (Upper montane forest dan lower montane forest) yang menutupi sebagian besar kawasan (90%), sisanya berupa patch-patch yang terpisah dengan habitat lainnya. Patch-patch tersebut antara lain cloud forest merupakan patch hutan yang terdapat dipuncak tinggi, patch savana, lower montane riverine forest berupa patch hutan yang berada di sepanjang sungai pegunungan bawah, patch ekosistem marsh dan swamp forest, dan patch berupa lake atau danau (Irawan et al, 2007).
(24)
2.7 Efek Tepi
Fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas dan utuh menjadi berkurang dan terbagi-bagi (Primack et al, 1998). Antara satu fragmen dengan lainnya seringkali terjadi isolasi oleh bentang alam yang terdegradasi atau telah berubah, hal ini mengakibatkan bertambahnya luasan daerah tepi. Menurut Edanil (2008), efek tepi masih dapat dideteksi sejauh minimal 250 m kedalam hutan, oleh karena spesies tumbuhan (khususnya) dan hewan biasanya teradaptasi oleh suhu, kelembaban, dan intensitas tertentu saja, perubahan tersebut dapat memusnahkan beberapa spesies.
Daerah tepi merupakan sebuah zona yang memungkinkan berbagai jenis satwa hidup pada batas toleransi kondisi lokal, sehingga sangat baik digunakan untuk melihat perubahan yang terjadi pada lingkungan (Novarino et al, 2005). Paton (1994) dalam Primack et al (1998) menyatakan bahwa daerah tepi hutan merupakan lingkungan yang terganggu sehingga spesies pengganggu dapat dengan mudah berkembang dan menyebar ke dalam fragmen hutan.
(25)
III.
KONDISI UMUM
3.1 Sejarah Kawasan
Kawasan Taman Nasional Lore Lindu berasal dari tiga fungsi kawasan konservasi, yaitu:
a. Suaka Margasatwa Lore Kalamanta yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian Tahun 1973.
b. Hutan Wisata/Hutan Lindung Danau Lindu yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian Tahun 1978.
c. Suaka Margasatwa Lore Lindu (perluasan Lore Kalamanta) yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian Tahun 1981
Pertama kali pemberian status bagi Taman Nasional Lore Lindu adalah pada tahun 1982 bertepatan dengan Konggres Ketiga Taman Nasional Dunia di Bali. Luas pada saat pengumuman ini adalah 231.000 Ha. Kemudian diperluas dengan penunjukan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1993 menjadi 229.000 Ha. Kawasan ini kemudian ditetapkan oleh Menteri pada tahun 1999 dengan luas 217.991,18 Ha sebagai Taman Nasional Lore Lindu.
3.2 Letak dan Luas
Taman Nasional Lore Lindu dibentuk atas dasar penunjukan Keputusan Menteri Kehutanan No. 593/Kpts-II/1993. Secara umum Taman Nasional Lore Lindu terletak di Provinsi Sulawesi tengah, kabupaten Poso dan kabupaten Donggala. Secara geografis terletak di koordinat 1°03’-1°58’ LS, 119°57’-120°22’ BT. Luas Taman Nasional Lore Lindu adalah ±217.991.18 ha.
Taman Nasional Lore Lindu, bagian utara dibatasi oleh dataran lembah palu dan dataran lembah palolo, sebelah timur oleh dataran lembah napu, sebelah selatan dataran lembah bada, dan sebelah barat oleh sungai lariang dan hulu sungai palu (lembah kulawi).
(26)
3.3 Topografi
Taman Nasional Lore Lindu berada pada ketinggian 300 sampai dengan lebih dari 2.000 m dpl, dengan puncak tertinggi Gunung Nokilalaki (2355 m dpl) dan Gunung Tokosa/Rorekatimbu (2.610 m dpl). Lembah atau dataran yang relatif luas terdapat di Lembah Palolo, Lindu, Napu, Bada, dan Kulawi.
Berdasarkan analisis peta topografi, berikut adalah kondisi kelerengan keseluruhan kawasan Taman Nasional Lore Lindu.
- datar (0-8%) seluas 7 % - landai (8-15%) seluas 6%
- agak curam (15-25%) seluas 15% - curam (25-45%) seluas 4% - sangat curam(> 45%) sekitar 68%.
3.4 Iklim
Taman Nasional Lore Lindu bagian utara mempunyai tipe iklim C/D, bagian timur mempunyai tipe iklim B (agak musiman), bagian barat memiliki tipe iklim A (lembab permanen). Curah hujan disekitar Taman Nasional Lore Lindu bervariasi dan tidak merata sepanjang tahun. Fontannel dan Chanterfort (1978, dalam RPTN Lore Lindu) melaporkan bahwa rata-rata curah hujan tahunan secara umum berada diatas 3.000 mm. Bahkan pada bulan-bulan kering, terutama di wilayah pada ketinggian 1000 m dpl atau lebih, curah hujan masih tinggi. Suhu maksimum pada kisaran 26°C hingga 35°C, sedangkan suhu minimumnya pada kisaran 12°C hingga 17°C. Kelembaban udara rata-rata 98% dan kecepatan angin rata-rata 3,6 km per jam.
3.5 Flora
Delapan tipe vegetasi utama yang dapat dijumpai di Taman Nasional Lore Lindu adalah:
1. Rawa; Tumbuhan yang dapat dijumpai antara lain: pandan, Dacrydium sp., sagu, Burmannia disticha, anggrek besar yang tumbuh di tanah (Phaiustankervilleae), Nepenthes sp., Rhododendron
(27)
2. Hutan monsoon; Tumbuhan yang mendominasi antara lain: Pterospermumf, Diversifolium. Belum ada survei mengenai hutan monsoon ini.
3. Dataran rendah; Tanaman yang dijumpai antara lain Artocarpus vriesianus, Elmerillia ovalis dan beberapa jenis dari Dipterocarpaceae. Jenis burungnya: burung madu sepah raja, burung madu sriganti, sikatan matari.
4. Pegunungan; Tipe hutan ini dicirikan adanya jenis Castanopsis accuminatissima yang membentuk hampir 60-70% dari tempat mereka hidup dan dapat dikenali secara mudah. Beberapa jenis lainnya adalah Tristania whiteana, Calophyllum sp. Jenis Myrtus ditemui pada tempat yang lebih tinggi dan terbatas pada wilayah yang lebih kering. Jenis burungnya perling kecil, dan sikatan belang.
5. Pegunungan Rendah; Kawasan ini didominasi famili sapotacese dan fagaceae, namun ditemukan pula jenis Acer niveum, Bruinsmia styracea, Santiria sp. yang merupakan karakteristik sub-tipe hutan ini. Pohon-pohon palem (Calamus sp.) dan tumbuhan kayu merambat juga umum ditemui. Pohon-pohon berdiameter lebih besar dari 60 cm banyak ditemui dan kanopinya tersusun secara baik, tertutup dan berlapis-lapis.
6. Pegunungan tinggi; Tumbuhan yang dapat ditemui antara lain: dawnosia, tumbuhan bambu kecil (Begonia spp., Elatostema spp, Cyrtandra spp., Agathis celebica, Ternstroemis, Lithocarpus spp., Phyllocladus hypophyllus). Jenis burung jalak alis api, kancilan perut kuning, kipasan sulawesi.
7. Hutan semak belukar; Tanaman yang banyak dijumpai adalah pohon-pohon ramping, serta memiliki daun kecil, seperti: Rhododendron sp. Phyllocladus hypophyllus, Burmania sp., Nepenthes.
8. Hutan awan; Tumbuhan yang dijumpai berupa lumut dan pohon kecil, jamur dan alga yang menutupi batang, ranting dan daun dari pohon-pohon yang ada. Selain itu dijumpai pula Eugenis spp., Weinmannia descombesiana, beberapa genus Theacea.
(28)
3.6 Fauna
Burung, sampai tahun 2002 tercatat 225 jenis burung dalam Taman Nasional Lore Lindu, termasuk 78 endemik Sulawesi serta 46 jenis termasuk jenis langka. Berdasarkan data yang ada, Taman Nasional Lore Lindu merupakan habitat bagi 80% jenis burung endemik dan 82% jenis langka di Sulawesi. Jenis burung yang sangat terkenal diantaranya burung maleo (Macrocephalon maleo) dan julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix).
Mamalia, 77 jenis mamalia besar maupun kecil tercatat di Taman Nasional Lore Lindu, termasuk diantaranya 47 endemik di Sulawesi. Taman Nasional Lore Lindu juga merupakan tempat tinggal bagi 89% jenis mamalia Sulawesi. Beberapa jenis mamalia antara lain: anoa (Bubalus sp), babirusa (Babyrousa babyrussa), monyet boti, krabuku (tarsius), musang (Macrogalidia musschenbroeckii) dan kuskus beruang (Ailurops ursinus).
Ikan, Reptil dan Amphibi, Informasi mengenai ikan di Taman Nasional Lore Lindu sangat sedikit. Sedangkan penelitian tentang reptil mencatat adanya 24 jenis dari 13 famili dan 21 jenis amphibi. Jenis-jenis reptil antara lain ular pyton (Phyton reticulatus), king kobra (Ophiophagus hannah), Calamaria nuchalis, dan Ptyas dipsas.
(29)
4.1 Lokas Pe Nasional coklat, da Penelitian Pengambi hutan prim coklat yai kebun kop Ga
4.2 Alat d
Pe panduan l digunakan
si dan Wak
nelitian di Lore Lindu an daerah pe n dilaksanak
lan data kea mer dilakuk itu 13–26 Ju pi dan cokla
ambar 1. Pe
dan Bahan
ralatan yan apang: buru n untuk men
IV.
ME
ktu
lakukan di u, dengan f eralihan ant kan pada bul anekaragam kan pada 25 uli 2008, pa at yaitu 30 J
ta lokasi pe
ng digunaka ung-burung ngidentifika
TODE PE
i resort M fokus utama
tara hutan p lan Juni 200 man jenis bu
5 Juni–8 Ju ada habitat Juli–12 Agu
enelitian Tam
an yaitu bi g di kawasan
asi jenis bu
ENELITI
Matauwe da a pada huta primer deng 08 sampai d urung dan an
uli 2008, pa peralihan a ustus 2008. man Nasion inokuler un n Wallacea urung yang
IAN
an resort T an primer, gan kebun dengan bula nalisis vege ada habitat antara hutan
nal Lore Lin
ntuk meliha (Coates da ditemukan;
Tomado, T kebun kop kopi dan co an Agustus 2 etasi pada h
kebun kop n primer de
ndu
at burung; an Bishop, 1 ; peta penut
Taman pi dan oklat. 2008. abitat pi dan engan buku 1997) tupan
(30)
lahan digunakan untuk menentukan lokasi penelitian; cronometer sebagai penunjuk waktu dalam pengamatan; kamera DSLR Nikon D40x dengan lensa tamron 70-300 mm untuk mendokumentasikan burung dan lokasi penelitian; binokuler bushneell 10x50 untuk membantu melihat burung; Global Positioning System (GPS) digunakan untuk memetakan burung yang ditemukan dilokasi penelitian; kompas digunakan sebagai penunjuk arah; pita diameter untuk mengukur diameter pohon; meteran untuk mengukur panjang jalur pengamatan; tali plastik 20 meter untuk mengukur jarak; dan alat tulis untuk mencatat.
4.3 Pengumpulan Data 4.3.1 Burung
Pengumpulan data keanekaragaman jenis burung dilakukan dengan metode Indeks Point of Abundance (IPA). Metode IPA adalah metode pengamatan burung dengan mengambil sampel dari komunitas burung untuk dihitung dalam waktu dan lokasi tertentu. Pengamatan dilakukan dengan berdiri pada titik tertentu pada habitat yang diteliti kemudian mencatat perjumpaan terhadap burung dalam rentang waktu tertentu (Helvoort, 1981). Metode ini baik digunakan pada habitat yang terpecah-pecah atau pada habitat yang memiliki kondisi topografi curam.
Dalam metode ini, pengamat berhenti pada suatu titik/stasiun pengamatan selama 15 menit untuk mengamati dan mencatat jenis burung yang dapat diidentifikasi di sekitar lokasi penelitian. Setelah 15 menit, pengamat kemudian berpindah ke stasiun pengamatan lain dan kemudian melakukan pengamatan lagi di stasiun pengamatan tersebut dengan waktu yang sama yaitu selama 15 menit. Jumlah jalur pada setiap tipe habitat adalah 3 jalur, jumlah titik pada setiap jalur adalah enam titik, dengan jarak masing-masing titik adalah 200 m, panjang jalur pengamatan 1 km. Peletakan jalur pada setiap tipe habitat dengan arah melawan garis kontur. Pengulangan pada jalur pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali. Pengamatan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi hari pada pukul 06.00-09.00 WITA dan sore hari pada pukul 15.00-18.00 WITA.
(31)
5 m
5 m
2 m
Tabel 1. Lokasi pengamatan
No Tipe habitat Jumlah jalur
Bentuk pengambilan
data Keterangan
1 Hutan primer 3 Indeks point count Arah jalur dengan
melawan kontur
2 Daerah peralihan 3 Indeks point count
3 Kebun kopi dan
coklat
3 Indeks point count
Pengamatan dilakukan melalui perjumpaan langsung dan suara. Selain mencatat jenis dan jumlah yang ditemukan, pengamatan juga dilakukan terhadap aktivitas burung yang dijumpai, posisi burung pada kanopi pohon, struktur dan jenis vegetasi yang digunakan oleh burung. Perjumpaan terhadap burung yang melintasi titik pengamatan tidak diperhitungkan.
4.3.2 Kondisi vegetasi
Vegetasi merupakan salah satu komponen penting penyusun habitat. Vegetasi dimanfaatkan oleh burung sebagai habitat untuk bersarang, beristirahat, mencari makan, berkembangbiak dan lainnya. Untuk melihat kondisi habitat burung dilakukan analisis vegetasi. Analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegara & Indrawan, 2002). Ukuran petak adalah 20m x 20m untuk tingkat pertumbuhan pohon. Dalam petak dibuat sub plot berukuran 2m x 2m untuk tingkat pertumbuhan semai, 5m x 5m untuk tingkat pertumbuhan pancang dan 10m x 10m untuk tingkat pertumbuhan tiang.
10 m
200m
10 m
(32)
Pengamatan vegetasi dengan membuat petak ukur di sepanjang jalur pengamatan dengan panjang jalur 200 m. Parameter yang di ukur untuk tingkat pertumbuhan pohon dan tiang adalah jenis pohon, diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, dan tinggi total. Untuk tingkat pertumbuhan pancang dan semai meliputi jenis tumbuhan dan jumlah individu setiap jenis.
Profil vegetasi
Pengamatan struktur vertikal penutupan tajuk dilakukan dengan membuat diagram profil pohon. Dalam pengukuran struktur vertikal, dibuat petak ukur pengamatan berukuran 50x20m. Pengukuran dilakukan terhadap kedudukan vegetasi, penutupan tajuk, arah tajuk, tinggi tajuk, tinggi bebas cabang dan diameter batang setinggi dada.
4.4 Analisis Data 4.4.1 Burung
a. Kelimpahan burung
Kelimpahan burung merupakan total jumlah individu burung yang ditemukan selama pengamatan. Perhitungan jumlah dari jenis-jenis burung yang ada dengan melihat nilai kelimpahan tiap-tiap spesies yaitu
Pi =
∑
∑
burung total
i -ke spesies burung
dimana Pi = nilai kelimpahan
b. Keanekaragaman jenis dan penyebaran
Keanekaragaman jenis burung dinyatakan dalam jumlah jenis dan dalam beberapa indeks sebagai berikut:
b.1 Indeks keanekaragaman
Keanekaragaman jenis burung pada tiap-tiap habitat dianalisis dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dengan rumus
(33)
b.2 Indeks kemerataan
Indeks kemerataan (Index of eveness) berfungsi untuk mengetahui kemerataan setiap jenis dalam setiap komunitas yang dijumpai. Kemerataan menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan individu antar spesies. Apabila setiap individu memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai kemerataan maksimal, dan jika nilai kemerataan kecil maka dalam komunitas tersebut terdapat jenis dominan, sub-dominan dan tidak dominan karena kelimpahan individu antar spesies dalam komunitas tersebut tidak merata.
E = H’/ln S Keterangan:
E = indeks kemerataan
H’ = keanekaragaman jenis burung ln = logaritma natural
S = jumlah jenis
b.3 Indeks kesamaan jenis burung
Kesamaan jenis burung di tiap lokasi dapat dilihat dengan indeks kesamaan jenis dengan melakukan analisis dendrogram. Indeks Kesamaan Jenis digunakan untuk mengetahui kesamaan jenis burung yang ditemukan pada habitat yang berbeda, karena habitat mempengaruhi komposisi jenis burung dalam suatu komunitas. Rumus yang digunakan sebagai berikut:
Indeks Kesamaan Jenis =
c b a
a
+ +
Keterangan:
a = jumlah jenis yang umum di komunitas A dan B b = jumlah jenis yang hanya ditemukan di komunitas A c = jumlah jenis yang hanya ditemukan di komunitas B
(34)
b.4 Analisis penyebaran jenis burung
Untuk melihat penyebaran jenis burung secara horizontal pada masing-masing habitat pengamatan, maka rumus yang digunakan dalam analisis penyebaran jenis burung adalah
Frekuensi Jenis (Fj) =
contoh plot seluruh Jumlah
burung jenis suatu ditemukan plot
Jumlah
Frekuensi Relatif (FR) = 100%
jenis seluruh Frekuensi
jenis suatu Frekuensi
×
Nilai ini menunjukkan tingkat keseringan atau kepentingan suatu jenis burung dalam menggunakan plot pengamatan secara relatif terhadap jenis-jenis lainnya.
b.5 Analisis dominansi jenis burung
Menentukan jenis burung yang dominan didalam kawasan penelitian, ditentukan dengan menggunakan rumus menurut (Helvoort, 1981)
Kerapatan jenis (Kj) =
contoh plot Luas
jenis suatu Jumlah
Kerapatan Relatif (KR) = 100%
jenis seluruh Kerapatan
jenis suatu Kerapatan
×
Kriteria : Di = 0 – 2 % jenis tidak dominan Di = 2 – 5 % jenis sub-dominan Di = > 5 % jenis dominan
4.4.2Habitat
a. Analisis vegetasi
Analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui komposisi dan dominansi suatu jenis pohon. Dominansi suatu jenis tumbuhan dapat dilihat dari besaran indeks nilai penting (INP). INP mengindikasikan tingkat kepentingan vegetasi bagi habitat burung. Nilai INP dihitung dari penjumlahan nilai-nilai kerapatan
(35)
relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR) untuk tingkat tumbuhan bawah, semai, dan pancang, dan ditambahkan nilai dominansi relatif (DR) untuk tingkat tiang dan pohon. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai-nilai tersebut adalah
Kerapatan jenis =
contoh Luas
individu
∑
Kerapatan Relatif (KR) = 100%
jenis seluruh Kerapatan
jenis suatu Kerapatan
x
Dominasi (D) =
contoh petak Luas
dasar bidang luas
Jumlah
∑
Dominasi Relatif (DR) = 100%
jenis seluruh Dominasi
jenis suatu Dominasi
x
Frekuensi (F) =
∑
∑
contoh plot total
jenis suatu ya ditemukann plot
Frekuensi Relatif (FR) = 100%
jenis seluruh Frekuensi
jenis suatu Frekuensi
x
Indeks Nilai Penting (INP) = KR + DR +FR
b. Tingkat Penggunaan Habitat
Nilai ini digunakan untuk mengetahui pemanfaatan habitat atau vegetasi oleh burung.
Ft = 100% Sp
St x
Keterangan:
Ft = fungsi habitat atau vegetasi bagi burung
St = jumlah jenis burung yang menggunakan habitat atau vegetasi Sp = jumlah keseluruhan jenis burung yang ada di lokasi penelitian
(36)
c. Uji t-Student
Uji t-student digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan keanekaragaman jenis burung antara hutan primer, daerah peralihan antara hutan primer dengan kebun kopi dan coklat, serta kebun kopi dan coklat, pada tingkat kepercayaan 95% dan 99% dengan menggunakan hipotesa:
H0 : tidak ada perbedaan kanekaragaman jenis burung pada tipe habitat 1 dan tipe habitat 2.
H1 : ada perbedaan kanekaragaman jenis burung pada tipe habitat 1 dan tipe habitat 2.
Jika thitung < ttabel, maka terima H0
Jika thitung ≥ ttabel, maka tolak H0, dan terima H1, dimana:
Persamaan menurut Magurann (1988) sebagai berikut : Var H’ =
( )
2 2 2 2 1 N pi) ln pi ( -pi) (ln pi∑
N S− −∑
thitung = 1/2
2 1 2 1 ) H' Var H' (Var H' + H' + Df = ] / ) H' Var [( ] /N ) H' [(Var ) H' Var H' (Var 2 2 2 1 2 1 2 2 1 N + +
Dimana: S = Jumlah jenis dari satu unit contoh N = Jumlah total individu
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Df = Derajat bebas
(37)
d. Penggunaan tajuk sebagai habitat oleh burung
Analisis terhadap penggunaan strata vegetasi oleh burung dilakukan secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan menghubungkan antara penggunaan strata vegetasi hutan dengan banyaknya jenis burung di habitat tersebut sehingga dapat diketahui jenis burung yang menggunakan strata tajuk pada masing-masing tipe habitat
Gambar 3. Bentuk tajuk pohon secara vertikal dan horizontal
Keterangan :
1 : Tajuk bagian atas 2 : Tajuk bagian tengah 3 : Tajuk bagian bawah 4 : Lantai hutan
h : Ketinggian burung dari atas tanah A dan C: Tepi tajuk
B : Tajuk tengah
(38)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
A.1 Habitat Burung A.1.1 Kondisi Lanskap
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan klasifikasi peta penutupan lahan (Gambar 4), elemen lanskap di lokasi penelitian merupakan matriks hutan, patch kebun dan edge sebagai daerah peralihan yang merupakan pertemuan antara dua tipe habitat yang berbeda yaitu pertemuan antara hutan primer dengan kebun. Patch hutan mempunyai bentuk membulat dan mendominasi kawasan TNLL. Sedangkan patch kebun berada terpencar didalam dan disekitar kawasan taman nasional. Patch kebun ini sebagian besar mempunyai bentuk memanjang.
A.1.2 Habitat Hutan Primer
Hutan primer di plot contoh terletak sekitar 5 km dari pemukiman masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan. Pada lokasi ini, jalur pengamatan berada pada ketinggian 700 sampai 1350 mdpl yang merupakan tipe hutan pegunungan bawah. Terdapat tiga jalur pengamatan yang mewakili tipe habitat ini. Hutan primer memiliki vegetasi rapat dan beragam yang didominasi oleh pohon-pohon besar. Kondisi daerah yang relatif utuh dari gangguan manusia, karena memiliki topografi yang berbukit-bukit.
A.1.2.1 Komposisi dan Struktur Vegetasi
Hasil pengamatan di habitat hutan primer ditemukan sebanyak 30 jenis pohon yang terdapat disepanjang jalur pengamatan. Tingkat vegetasi menunjukkan adanya variasi antara tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon. Dari hasil analisis komposisi vegetasi di plot pengamatan diperoleh data seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada tiap tingkat di habitat hutan primer
Tingkat Vegetasi Jumlah Jenis Indeks Keanekaragaman
Pohon 30 3.115
Tiang 19 2.853
Pancang 14 2.363
(39)
(40)
Tingkat keanekaragaman jenis vegetasi tertinggi ditemukan pada tingkat tiang, kemudian pohon, semai dan pancang. Sedangkan jumlah jenis vegetasi tertinggi ditemukan pada tingkat pohon, kemudian tiang, semai, dan pancang.
Stratifikasi vertikal vegetasi pada habitat hutan primer menunjukkan adanya empat strata vegetasi yaitu strata A (>25 m), strata B (10-25 m), strata C (4-10 m), dan strata D (0-4 m), seperti tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Beberapa jenis vegetasi pada setiap strata di habitat hutan primer
Strata Tinggi Jenis Vegetasi
A >25 m Beringin (Ficus sp)
Lamwangi (Ficus septica)
Rodo (Erythrina subumbrans)
B 10-25 m Kuhiyo (Evodia sp)
Palili (Lithocarpus sp)
Beringin (Ficus sp)
C 4-10 m Paliyo (Cinnamommum parthenoxyllon)
Palili (Lithocarpus sp)
Marangkapi (Villebrunea rubencens)
D 0-4 m Baka (Castanopsis argentea)
Kuhiyo (Evodia sp)
Wune (Glochidion rubrum)
Tingkat pohon pada habitat hutan primer didominasi oleh jenis Ficus sp (INP 45.53%), kemudian Lithocarpus sp (INP 28.20%), dan Lindera apoensis (INP 24.19%). INP tertinggi pada tingkat tiang terdapat pada jenis Erythrina subumbrans (INP 33.44%), berikutnya terdapat pada jenis Lithocarpus sp (INP 30.14%), dan Glochidion rubrum (INP 22.47%). Tingkat pancang, INP tertinggi pada jenis Ficus sp (INP 34.14%), Magnolia condali (INP 31.58%), Erythrina subumbrans dan Evodia celebica (INP 19.34%). Nilai tertinggi INP pada tingkat semai ditemukan pada jenis Magnolia condali, lebanu, dan Lindera apoensis (INP 22.82%).
Indeks nilai penting (INP) tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada Gambar 5 merupakan kondisi vegetasi habitat hutan primer dan peta profil tingkat pohon dapat dilihat pada Gambar 6.
(41)
Gamb
Gambar 5. V
bar 6. Profil v
Vegetasi di h
vegetasi poho
habitat hutan
on di habitat primer
(42)
Keterangan :
a. Eugenia sp f. Ficus sp k. konkone
b. Evodia sp g. Lindera apoensis l. Ficus sp c. Elmerilia ovallis h. Lithocarpus sp m. Schefflera sp d. Erythrina subumbrans i. Lithocarpus sp n. Ficus septica
e. Engelhartia rigida j. Glochidion rubrum o. Erythrina subumbrans
A.1.3 Habitat Daerah Peralihan
Daerah peralihan berada diantara hutan primer dengan kebun. Terletak sekitar 3 km dari pemukiman masyarakat yang berbatasan dengan kawasan. Jalur pengamatan berada pada ketinggian 400 sampai 700 mdpl, yang merupakan tipe hutan dataran rendah. Terdapat tiga jalur pengamatan yang mewakili tipe habitat ini. Daerah peralihan wilayahnya agak terbuka, memiliki pohon-pohon besar yang jumlahnya sedikit dan banyak terdapat tumbuhan bawah. Kegiatan manusia ada, masyarakat memanfaatkan daerah ini untuk mencari kayu bakar dan menanam kopi dibawah tegakan pohon.
A.1.3.1 Komposisi dan Struktur Vegetasi
Jenis pohon yang tercatat pada jalur pengamatan sebanyak 25 jenis. Jenis-jenis tersebut antara lain Erythrina subumbrans, Lithocarpus sp, dan Evodia sp. Dari hasil analisis komposisi vegetasi di plot pengamatan diperoleh data seperti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada tiap tingkat di habitat daerah peralihan
Tingkat Vegetasi Jumlah Jenis Indeks Keanekaragaman
Pohon 25 2.627
Tiang 14 1.973
Pancang 15 2.395
Semai 13 2.332
Tingkat keanekaragaman jenis vegetasi tertinggi terdapat pada pohon, kemudian pancang, semai, dan tiang. Sedangkan jumlah jenis vegetasi terbanyak ditemukan pada tingkat pohon, kemudian pancang, tiang, dan semai.
Stratifikasi vertikal vegetasi pada habitat daerah peralihan menunjukkan adanya empat strata vegetasi yaitu strata A (>25 m), strata B (10-25 m), strata C (4-10 m), dan strata D (0-4 m), seperti tersaji pada Tabel 5.
(43)
Tabel 5. Beberapa jenis vegetasi pada setiap strata di habitat daerah peralihan
Strata Tinggi Jenis Vegetasi
A >25m Kuhiyo (Evodia sp)
Rodo (Erythrina subumbrans)
Beringin (Ficus sp)
B 10-25m Palili (Lithocarpus sp)
Rodo (Erythrina subumbrans)
Lamwangi (Ficus septica)
C 4-10m Una-una (Piper aduncum)
Palili (Lithocarpus sp)
Mpomaria (Engelhartia rigida)
D 0-4m Kopi (Coffea robusta)
Una-una (Piper aduncum)
Miyapo (Macaranga hispida)
Jenis pohon yang ditemukan pada habitat daerah peralihan terdapat juga pada habitat hutan primer, tetapi secara umum pohon yang mendominasi adalah jenis Erythrina subumbrans (INP 55.54%), Lithocarpus sp (INP 44.01%), dan Evodia sp (INP 28.89%). Pada tingkat tiang, INP tertinggi pada jenis Piper aduncum (INP 101.1%), berikutnya Coffea robusta (INP 68.91%), dan Lithocarpus sp (INP 28.63%). Nilai INP tertinggi pada tingkat pancang ditemukan pada jenis Coffea robusta (INP 31.21%), kemudian Schefflera sp (INP 28.80%), dan Macaranga hispida (INP 22.76%). Tingkat semai didominasi oleh jenis Coffea robusta (INP 28.77%), Piper aduncum (INP 26.93%), Engelhartia rigida dan Schefflera sp (INP 21.80%).
Indeks nilai penting (INP) tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada Gambar 7 merupakan kondisi vegetasi habitat hutan primer dan peta profil tingkat pohon dapat dilihat pada Gambar 8.
(44)
G
Gambar
Gambar 7. Ve
r 8. Profil veg
egetasi di hab
getasi pohon
bitat daerah p
n di habitat da
peralihan
(45)
Keterangan :
a. Lithocarpus sp g. Lithocarpus sp m. Erythrina subumbrans
b. Ficus sp h. Lindera apoensis n. Cryptocarya sp c. Erythrina subumbrans i. Chataranthus roseus o. Ficus sp
d. Elmerilia ovallis j. Orio p. Glochidion rubrum
e. Dizoxylun sp k. Chataranthus roseus q. Lindera apoensis
f. Evodia sp l. Lithocarpus sp
A.1.4 Habitat Kebun Kopi dan Coklat
Kebun ini awalnya merupakan hutan, namun telah dikonversi oleh masyarakat menjadi lahan budidaya. Jenis tanaman yang ditanam oleh masyarakat adalah kopi dan coklat. Wilayah ini berada didalam dan diluar kawasan taman nasional, terletak berbatasan langsung dengan pemukiman masyarakat. Jalur pengamatan berada pada ketinggian 200 sampai 400 mdpl. Terdapat tiga jalur yang mewakili tipe habitat ini. Habitat kebun mempunyai tajuk pepohonan, tetapi hanya terdiri dari beberapa jenis pohon. Aktifitas masyarakat sangat sering terlihat.
A.1.4.1 Komposisi dan Struktur Vegetasi
Hasil pengamatan di habitat kebun kopi dan coklat didapatkan 7 jenis pohon. Jenis-jenis tersebut antara lain Arthocarpus elastica, Eugenia aromatica, dan Ficus sp. Dari hasil analisis komposisi vegetasi di plot pengamatan diperoleh data seperti disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada tiap tingkat di habitat kebun
Tingkat Vegetasi Jumlah Jenis Indeks Keanekaragaman
Pohon 7 1.864
Tiang 6 1.594
Pancang 4 1.084
Semai 6 1.593
Tingkat keanekaragaman jenis vegetasi tertinggi terdapat pada pohon, kemudian tiang, semai, dan pancang. Sedangkan jumlah jenis vegetasi terbanyak ditemukan pada tingkat pohon, jenis paling sedikit yaitu pancang. Tiang dan semai mempunyai jumlah jenis yang sama.
Stratifikasi vertikal vegetasi pada habitat kebun menunjukkan adanya tiga strata vegetasi yaitu strata B (10-25 m), strata C (4-10 m), dan strata D (0-4 m), seperti tersaji pada Tabel 7.
(46)
T IN 60.35%), 52.19%). 77.57%), Tingkat pa Coffea rob dijumpai j dan Coffea
Ind selengkap vegetasi h Gambar 1
Tabel 7. Beb Strata B C D NP tingkat berikutnya Pada tingk Ficus sp ancang, INP busta (INP jenis Thebr a robusta (I deks nilai nya dapat d habitat huta
0.
erapa jenis v Tinggi 10-25m
4-10m
0-4m
pohon pali a Arthocarp kat tiang d
(INP 54.2 P tertinggi 44.86%), d roma cacao INP 32.53% penting (IN dilihat pada an primer d
Gambar
vegetasi pada
Bendo (Art
Lamwangi
Beringin (F
Cengkeh (E
Jambu air
Una-una (P
Una-una (P
Kopi (Coffe
coklat (The
ing tinggi pus elastica ditemukan 0%), dan pada Thebr dan Piper a o (INP 69.0 %).
NP) tingka a Lampiran dan peta pr
9. Vegetasi d
a setiap strata Jenis Veg
thocarpus elas
(Ficus septica Ficus sp)
Eugenia arom
(Syzygium aq Piper aduncum Piper aduncum fea robusta)
ebroma cacao pada jenis a (INP 58. jenis-jenis Arthocarpu roma cacao aduncum (IN
04%), Pipe
at pohon, t 3. Pada Ga rofil tingkat
di habitat keb
a di habitat k getasi stica) a) matica) ueum) m) m) )
s Eugenia 30%), dan
Eugenia us elastica o (INP 120. NP 24.81% er aduncum
tiang, panc ambar 9 mer
t pohon da
bun kebun aromatica Ficus sp aromatica (INP 47.5 30%), kemu ). Tingkat s m (INP 43.6
cang, dan s rupakan ko apat dilihat (INP (INP (INP 52%). udian semai 65%), semai ondisi pada
(47)
Gambar 10. Profil vegetasi pohon di habitat kebun
Keterangan : a. Ficus sp b. Ficus sp
c. Syzygium aqueum
(48)
(49)
(50)
A.2 Burung
A.2.1 Kekayaan Jenis Burung
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada keseluruhan tipe habitat ditemukan sebanyak 76 jenis burung dari 35 famili. Habitat yang memiliki jumlah jenis burung paling banyak adalah habitat daerah peralihan, sebanyak 51 jenis burung dari 25 famili, habitat kebun memiliki jumlah jenis burung sebanyak 42 jenis dari 25 famili, sedangkan habitat yang memiliki jumlah jenis burung paling sedikit adalah habitat hutan primer, sebanyak 35 jenis burung dari 20 famili (Gambar 13).
Gambar 13. Perbandingan jumlah jenis burung di setiap tipe habitat
Sedangkan jumlah jenis burung dan jumlah jenis burung endemik pada tiap-tiap tipe habitatnya disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Kaitan antara jenis burung dengan tipe habitatnya
No Tipe Habitat Jumlah Jenis
Burung
Jumlah Jenis Burung Endemik
1 Hutan primer 35 22
2 Daerah peralihan 51 33
3 Kebun 42 14
4 Hutan primer dan daerah peralihan 10 5
5 Hutan primer dan kebun 1 0
6 Daerah peralihan dan kebun 7 2
7 Hutan primer, daerah peralihan, dan kebun 17 10
Pada lokasi penelitian, ditemukan 41 jenis burung (20 famili) yang merupakan burung endemik Sulawesi (Tabel 9).
35
51
42
0 10 20 30 40 50 60
Hutan primer Daerah peralihan Kebun
J
um
la
h jeni
s burung
(51)
Tabel 9. Jenis burung endemik Sulawesi yang ditemukan di lokasi penelitian
Famili Nama Indonesia Nama Ilmiah Tipe Habitat
P Pr K
Accipitridae Elang-ular sulawesi Spilornis rufipectus • • •
Elang sulawesi Spizaetus lanceolatus • •
Elang-alap kepala-kelabu Accipiter griseiceps •
Rallidae Kareo sulawesi Amaurornis isabellinus •
Columbidae Merpati-hitam sulawesi Turacoena manadensis •
Pergam tutu Ducula forsteni • • •
Pergam kepala-kelabu Ducula radiata • •
Merpati murung Cryptophaps poecilorrhoa •
Walik malomiti Ptilinopus subgularis • •
Psittacidae Perkici dora Trichoglossus ornatus •
Perkici kuning-hijau Trichoglossus flavoviridis •
Kring-kring dada-kuning Prioniturus flavicans • •
Kring-kring bukit Prioniturus platurus • •
Serindit sulawesi Loriculus stigmatus • • •
Cuculidae Kangkok sulawesi Cuculus crassirostris •
Tuwur sulawesi Eudynamys melanorhyncha •
Kadalan sulawesi Phaenicophaeus calyorhynchus • •
Centropodidae Bubut sulawesi Centropus celebensis •
Strigidae Celepuk sulawesi Otus manadensis •
Halcyonidae Cekakak-hutan dada-sisik Actenoides princeps •
Alcedinidae Udang-merah sulawesi Ceyx fallax •
Bucerotidae Kangkareng sulawesi Penelopides exarhatus • • •
Julang sulawesi Rhyticeros cassidix • • •
Picidae Caladi sulawesi Dendrocopos temminckii • • •
Pelatuk-kelabu sulawesi Mulleripicus fulvus • • •
Campephagidae Kepudang-sungu biru Coracina temminckii •
Kepudang-sungu sulawesi Coracina morio •
Kapasan sulawesi Lalage Leucopygialis •
Dicruridae Srigunting sulawesi Dicrurus montanus •
Timallidae Pelanduk sulawesi Trichastoma celebense •
Turdidae Anis punggung-merah Zoothera erythronota •
Rhipiduridae Kipasan sulawesi Rhipidura teysmanni • •
Arthamidae Kekep sulawesi Artamus monachus •
Sturnidae Blibong pendeta Streptocitta albicollis • • •
Jalak alis-api Enodes erythrophris • •
Jalak tunggir-merah Scissirostrum dubium •
Raja-perling sulawesi Basilornis celebensis •
Dicaeidae Cabai panggul-kuning Dicaeum aureolimbatum • •
Cabai sulawesi Dicaeum nehrkorni •
Cabai panggul-kelabu Dicaeum celebicum • •
Zosteropidae Opior sulawesi Lophozosterops squamiceps •
(52)
Jen sebanyak sebanyak Gamba Bu merpatian dan nectar burung ya Gambar 1 burung ya
nis burung 33 jenis, pa 14 jenis (Ga
Gambar 14
ar 15. Jenis
manad urung yang n) sejumlah riniidae (5 ang lain be 16 disajikan ang ditemuk 0 5 10 15 20 25 30 35 Jum lah jeni s burung endemik te ada habitat ambar 14). 4. Perbanding a burung ende densis paling ban 9 jenis. K jenis); cuc erkisar 1-3 n jumlah je kan pada tiap
22
Hutan prime
erbanyak dit hutan prime
gan jenis bur
emik Sulawe nyak ditemu Kemudian fa culidae dan jenis yang enis burung p-tiap habit 3
er Daerah
Tipe
temukan pa er sebanyak
rung berdasar
esi (a) Zoothe
ukan dari fa amili accipi
sturnidae ( g ditemukan g pada setia tat disajikan 33
peralihan
e habitat
ada habitat k 22 jenis, d
rkan keendem
b
era erythron famili colum
itridae (6 je (4 jenis). S n dilokasi ap famili. n pada Lamp
14
Kebun
daerah pera dan habitat k
mikan
nota, dan (b)
mbidae (me enis); psitta Sedangkan f penelitian. Sedangkan piran 4.
alihan kebun
) Otus erpati-acidae
famili Pada jenis
(53)
Gambar 16. Jumlah keanekaragaman jenis burung pada setiap famili
A.2.2 Komposisi dan Struktur Burung A.2.2.1 Penyebaran Jenis Burung
Berdasarkan hasil analisa penyebaran lokal jenis burung menurut gradient pada tiap-tiap tipe habitat, terdapat 13 jenis burung yang sering dijumpai pada habitat hutan primer, 19 jenis burung pada habitat daerah peralihan dan habitat kebun sebanyak 16 jenis burung, selengkapnya tersaji pada Tabel 10.
Tabel 10. Jenis-jenis burung yang sering dijumpai di tiap-tiap tipe habitat
Tipe Habitat Jenis Burung Jumlah
Hutan primer Spilornis rufipectus
Phaenicophaeus calyorhynchus Rhyticeros cassidix Dendrocopos temminckii Dicrurus hottentottus Oriolus chinensis Cyornis rufigastra Culicicapa helianthea Streptocitta albicollis Enodes erythrophris Dicaeum aureolimbatum Zosterops atrifrons 12
Daerah peralihan Macropygia amboinensis
Loriculus stigmatus Phaenicophaeus calyorhynchus Halcyon chloris Penelopides exarhatus Rhyticeros cassidix Mulleripicus fulvus Dicrurus hottentottus Oriolus chinensis Eumyias panayensis Cyornis rufigastra Culicicapa helianthea Streptocitta albicollis Enodes erythrophris Myzomela sanguinolenta Nectarinia Aspasia Dicaeum nehrkorni Dicaeum celebicum Zosterops atrifrons 19
Kebun Haliastur indus
Spilornis rufipectus Ducula forsteni Treron griseicauda Loriculus stigmatus Halcyon chloris Dicrurus hottentottus Oriolus chinensis Eumyias panayensis Anthreptes malacensis Nectarinia jugularis Dicaeum aureolimbatum Dicaeum celebicum Zosterops chloris Zosterops atrifrons Lonchura molucca 16 9 6 5 5 4 4
3 3 3 3 3
2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 2 4 6 8 10 Colum b idae
Accipitridae Psittacidae Nectariniidae Cuculidae
Stur nidae Cam p ephagi … Muscicapidae Dicaeidae Z o ster opidae Estrildidae Centr opodidae Halcy onidae Bucerotidae Picidae
Dicruridae Phasianidae Tu
rn
id
ae
Rallidae Strigidae
Capr im ulgidae Hem ipr ocni …
Alcedinidae Hirundinidae
Py
cnonotidae Oriolidae Corvidae Tim
allidae
Tu
rd
id
ae
Pardalotidae Rhipiduridae Petr
oicidae Artham idae M eliphagidae famili
(54)
Jenis burung yang hanya dijumpai di habitat hutan primer sebanyak 6 jenis, habitat daerah peralihan dan habitat kebun sebanyak 16 jenis burung, selengkapnya tersaji pada Tabel 11.
Tabel 11. Jenis-jenis burung yang hanya dijumpai di tiap-tiap tipe habitat
Tipe Habitat Jenis Burung Jumlah
Hutan primer Coracina temminckii
Coracina morio Dicrurus montanus Trichastoma celebense Ficedula hyperythra Lophozosterops squamiceps Actenoides princeps 7
Daerah peralihan Hieraaetus kienerii
Accipiter griseiceps Turacoena manadensis Cryptophaps poecilorrhoa Trichoglossus ornatus Trichoglossus flavoviridis Cuculus crassirostris Centropus celebensis Otus manadensis Eurostopodus macrotis Lalage leucopygialis Zoothera erythronota Artamus monachus Scissirostrum dubium Basilornis celebensis Dicaeum nehrkorni 16
Kebun Ictinaetus malayensis
Turnix suscitator Amaurornis isabellinus Streptopelia chinensis Treron griseicauda Centropus bengalensis Ceyx fallax Pycnonotus aurigaster Gerygone sulphurea Anthreptes malacensis Nectarinia jugularis Nectarinia sp Zosterops chloris Lonchura molucca Lonchura punctulata Lonchura malacca 16
Hutan primer dan daerah peralihan Spizaetus lanceolatus Ptilinopus subgularis Prioniturus flavicans Cuculus saturates Enodes erythrophris Phaenicophaeus calyorhynchus Cyornis rufigastra Rhipidura teysmanni Culicicapa helianthea Aethopyga siparaja 10
Hutan primer dan kebun Gallus gallus 1 Daerah peralihan dan kebun Haliastur Indus Ducula radiate Prioniturus platurus Nectarinia aspasia Halcyon chloris Corvus enca
Myzomela sanguinolenta 7
Hutan primer, daerah peralihan, dan kebun Spilornis rufipectus Macropygia amboinensis Ducula forsteni Ptilinopus superbus Loriculus stigmatus Hemiprocne longipennis Eumyias panayensis Dicaeum aureolimbatum Zosterops atrifrons Penelopides exarhatus Rhyticeros cassidix Dendrocopos temminckii Mulleripicus fulvus Dicrurus hottentottus Oriolus chinensis Streptocitta albicollis Dicaeum celebicum 17
(55)
(56)
(57)
A.2.2.2 Je Bu kebutuhan penelitian buah, dag bunga dan Se burung p (frugivora pemakan b pemakan i Ga Pa serangga ( jenis, pem pemakan n
enis dan Str
urung mem n hidupnya. dapat dikel ging, biji, ik n/atau batan cara umum pemakan se a) sebanyak biji (graniv ikan (pisciv
ambar 19. Pe
ada habitat (insektivora makan dagin nektar (nekt 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Jum lah jeni s burung ruktur Pak manfaatkan Berdasarka lompokkan kan, nektar, ng).
m jenis buru erangga (in k 20 jenis, ora) dan pe vora) sebany enggunaan je daer hutan pri a) sebanyak ng (karnivor tarivora) seb 34 2 kan jenis pakan an jenis pak menjadi tuj , dan pema
ung dilokasi nsektivora) pemakan emakan nek
yak 2 jenis (
enis pakan ol rah peralihan
imer, dido k 32 jenis, p
ra) sebanyak banyak 1 je 0
8
Jenis paka
n yang berb kan utamany juh kelomp akan bagian i penelitian sebanyak daging (ka ktar (nektari (Gambar 19
leh burung di n, dan kebun
ominasi ole pemakan bu k 2 jenis, pe enis (Gamba
6
an
beda-beda u ya, burung-ok yaitu pem n tumbuhan didominasi 34 jenis, arnivora) se vora) seban 9).
i habitat huta
eh jenis b uah (frugivo
emakan biji ar 20).
6
untuk mem -burung di l makan sera n (daun, ku
i oleh jenis pemakan ebanyak 8 j nyak 6 jenis
an primer, urung pem ora) sebanya i (granivora 2 enuhi lokasi angga, uncup, -jenis buah jenis, s, dan makan ak 10 a) dan
(58)
Gambar 20. Penggunaan jenis pakan di habitat hutan primer
Pada habitat daerah peralihan, didominasi oleh jenis burung pemakan serangga (insektivora) sebanyak 24 jenis, pemakan buah (frugivora) sebanyak 17 jenis, pemakan daging (karnivora) sebanyak 6 jenis, pemakan nektar (nektarivora) sebanyak 3 jenis dan pemakan ikan (piscivora) sebanyak 1 jenis (Gambar 21).
Gambar 21. Penggunaan jenis pakan di habitat daerah peralihan
Pada habitat kebun, didominasi oleh jenis burung pemakan serangga (insektivora) sebanyak 13 jenis, pemakan buah (frugivora) sebanyak 12 jenis, pemakan biji (granivora) sebanyak 7 jenis, pemakan nektar (nektarivora) sebanyak 5 jenis, pemakan daging (karnivora) sebanyak 4 jenis dan pemakan ikan (piscivora) sebanyak 1 jenis (Gambar 22).
21
10
2 1
1 0
5 10 15 20 25
Insektivora Frugivora Karnivora Nektarivora Granivora
Jumlah
jenis
burung
Jenis pakan
24
17
6
3
1 0
5 10 15 20 25 30
Insektivora Frugivora Karnivora Nektarivora Piscivora
Jumlah
jenis
burung
(59)
Gambar 22. Penggunaan jenis pakan pada habitat kebun
Jenis burung dan jenis pakan burung secara lengkap disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Jenis burung dan jenis pakan burung yang ditemukan di lokasi penelitian
Jenis Pakan Jenis Burung Jumlah
Insektivora Cuculus crassirostris
Cuculus saturatus Eudynamys melanorhyncha Phaenicophaeus calyorhynchus Centropus bengalensis Centropus celebensis Eurostopodus macrotis Hemiprocne longipennis Dendrocopos temminckii Mulleripicus fulvus Hirundo tahitica Coracina temminckii Coracina morio Lalage Leucopygialis Lophozosterops squamiceps Dicrurus hottentottus Trichastoma celebense Zoothera erythronota Gerygone sulphurea Ficedula hyperythra Eumyias panayensis Cyornis rufigastra Rhipidura teysmanni Culicicapa helianthea Artamus monachus Enodes erythrophris Scissirostrum dubium Basilornis celebensis Zosterops atrifrons Oriolus chinensis Dicrurus montanus Streptocitta albicollis 31
Karnivora Haliastur indus
Spilornis rufipectus Ictinaetus malayensis Hieraaetus kienerii Spizaetus lanceolatus Accipiter griseiceps 6
Frugivora Penelopides exarhatus
Rhyticeros cassidix 2
Granivora Lonchura molucca
Lonchura punctulata Lonchura malacca
3
Nektarivora Myzomela sanguinolenta
Nectarinia Aspasia Nectarinia jugularis 5 13 12 7 5 4 1 0 2 4 6 8 10 12 14
Insektivora Frugivora Granivora Nektarivora Karnivora Piscivora
Jumlah
jenis
burung
(60)
Aethopyga siparaja Nectarinia sp
Karnivora, insektivora
Otus manadensis
1 Insektivora,
piscivora
Actenoides princeps Halcyon chloris Ceyx fallax
3 Insektivora,
frugivora
Pycnonotus aurigaster Dicaeum aureolimbatum Dicaeum nehrkorni Dicaeum celebicum Zosterops chloris
5
Granivora, Frugivora
Amaurornis isabellinus Streptopelia chinensis Turacoena manadensis Macropygia amboinensis Ducula forsteni
Ducula radiata
Cryptophaps poecilorrhoa Trichoglossus flavoviridis Turnix suscitator
Ptilinopus melanospila Treron griseicauda Ptilinopus subgularis Trichoglossus ornatus Prioniturus flavicans Prioniturus platurus Loriculus stigmatus Gallus gallus
17
Karnivora, frugivora, insektivora
Corvus enca
1 Nectarivora,
insektivora, frugivora
Anthreptes malacensis
1
A.2.2.3 Status
Status jenis burung berhubungan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan kelestarian jenis, diantaranya berkaitan dengan keendemikan, perlindungan dan status kelangkaan. Perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia diantaranya dengan mengeluarkan undang-undang No. 5 th 1990, PP Nomor 7 Tahun 1999, SK Mentan No. 421/Kpts/Um/8/1970, SK Mentan No. 757/Kpts/Um/12/1979, dan Peraturan perlindungan binatang liar 1931. Perlindungan jenis burung juga dilakukan oleh Convention of International Trade in Endangered Spacies of Wild Fauna and Flora (CITES).
Pada lokasi penelitian, jenis burung yang tercatat dilindungi oleh pemerintah sebanyak 23 jenis dari 8 famili, diantaranya famili accipitridae, famili psittacidae, famili strigidae, famili halcyonidae, famili alcedinidae, famili bucerotidae, famili maliphagidae, dan famili nectariniidae (Tabel 13).
(1)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Taman Nasional Lore Lindu Provinsi Sulawesi Tengah” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Agustus 2009
Andhy Priyo Sayogo NRP. E34104014
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya. Alhamdulillah atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul “Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Taman Nasional Lore Lindu Provinsi Sulawesi Tengah”. Penelitian ini dilakukan dibawah bimbingan Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc F dan Dr.Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
Tipe-tipe habitat yang berbeda di Taman Nasional Lore Lindu dan keanekaragaman jenis burungnya merupakan sesuatu yang menarik untuk dipelajari. Karya ilmiah ini membahas tentang kondisi habitat dan keanekaragaman jenis burung yang ada di resort Matauwe dan resort Tomado, Taman Nasional Lore Lindu. Dengan selesainya penulisan karya ilmiah ini, diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Agustus 2009
(3)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 22 Maret 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suparno dan Ibu Sarwi Asih. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1992 di SD Negeri 03 Kutho, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar. Pada tahun 1998 melanjutkan ke SMP Negeri 1 Karanganyar, Kabupaten Karanganyar dan lulus pada tahun 2001. Kemudian, penulis melanjutkan ke SMA Negeri 1 Karangpandan, Kabupaten Karanganyar dan pada tahun 2004, penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Uni Konservasi Fauna (UKF) pada tahun 2005 sampai sekarang, serta menjadi ketua divisi konservasi burung UKF pada periode kepengurusan 2006-2007. Penulis pernah melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di CA/TWA Kawah Kamojang, CA Leuweung Sancang, dan Perum Perhutani KPH Sumedang. Selain itu, penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi pada tahun 2008. Penulis juga pernah melakukan kegiatan magang di Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS), di Taman Nasional Way Kambas pada tahun 2005.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Taman Nasional Lore Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah” dibawah bimbingan Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc F dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
(4)
UCAPAN TERIMA KASIH
Penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua, mbah kudur, mbah gempol dan adikku tercinta atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang tak pernah terputus. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Jarwadi Budi Hernowo, Ms.c F selaku dosen pembimbing utama dan Dr. Lilik Budi Prasetyo, Ms.c selaku dosen pembimbing kedua atas nasehat dan bimbingannya
2. Bapak Ir. Trisna Priadi, M. Eng. Sc selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ibu Ir. T. M. Oemijati Rachmatsyah, Ms selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur atas semua saran, nasehat dan dukungan demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah ini.
3. Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu beserta seluruh staff yang sudah membantu dan memberikan ijin penelitian.
4. Kepala BKSDA Sulawesi tengah beserta seluruh staff atas bantuan perijinan
5. Kepala Badan Kesatuan Bangsa Provinsi Sulawesi tengah beserta seluruh staff atas bantuan perijinan
6. Kepala The Nature Conservancy (TNC) Palu beserta seluruh staff atas bantuan tempat dan peralatan serta saran yang diberikan kepada penulis 7. Bapak Meiki dan keluarga yang telah memberikan tumpangan tempat
tinggal dan menyediakan makanan. Bapak Obet dan Mas Nato atas bantuan yang diberikan selama pengambilan data di lapangan.
8. Keluarga besar Bapak Agus, mas Adit dan mas Arif atas bantuan dalam segala hal, dukungan, dan sarannya
9. Keluarga besar Bapak Daryo, Bapak Ginanto, mbok de Marni Kudur, mbok de Paini Mojosari atas doa dan kasih sayangnya
10.Jasmine S.A.I. yang selalu jadi penyemangat dan inspirasiku,,semoga kita selalu bersama…amin
11.Keluarga besar IC Balio 33B (tempat tinggal senyaman-nyamannya): Yosi “godeg”, Heru “padang”, Andi “ciamis”, Heri “balonk, Aaf “entol”,
(5)
Kuntoro “kun”, Faesal “ican”, Rama “anduk”, dan Marlan “bob” atas kekeluargaan yang kita tanam sejak pertemuan pertama.
12.Keluarga besar KSH 41 atas kebersamaan, kekompakan, kekeluargaan, dan pengalaman yang pernah kita jalani. “Empat Satu Emang Beda”
13.Keluarga besar Uni Konservasi Fauna (UKF) khususnya angkatan 2 (2004-2005) atas kekeluargaan dan perjuangan dalam menyelamatkan keanekaragaman hayati Indonesia “Selamatkan Fauna Indonesia”
14.Keluarga besar asrama silvasari khususnya “Jejaka Silvasari 2005” atas bantuan tempat dan sarannya
15.Boedak Baegeur Community (Fahutan 41) tempat tongkrongan yang seenak-enaknya
16.Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini…matur nuwun sangetttt....
Bogor, Agustus 2009
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
1.3. Manfaat ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Burung Wallacea dan Keendemikannya ... 3
2.2. Keanekaragaman Burung ... 3
2.3. Penyebaran Burung ... 4
2.4. Habitat Burung ... 4
2.5. Indeks Diversity/Keanekaragaman ... 5
2.6. Ekologi Lanskap ... 6
2.7. Efek Tepi ... 6
III. KONDISI UMUM ... 8
3.1 Sejarah Kawasan ... 8
3.2 Letak dan Luas ... 8
3.3 Topografi ... 9
3.4 Iklim ... 9
3.5 Flora ... 9
3.6 Fauna ... 10
IV. METODE PENELITIAN ... 12
4.1 Lokasi dan Waktu ... 12
4.2 Alat dan Bahan ... 12
4.3 Pengumpulan Data ... 13
4.3.1 Burung ... 13