Dalil Hadits sebagai sumber ajaran Islam Fungsi hadits terhadap Al- Qur’an

Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa mentaati Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti di taat kepada Allah, dan barangsiapa mendurhakai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah mendurhakai Allah ; dan Muhammad itu adalah pemisah diantara manusia.”HR Bukhori 2

II. Dalil Hadits sebagai sumber ajaran Islam

Jumhur Ulama sepakat bahwa Hadits adalah sumber ajaran Islam yang kedua. Penguatan bahwa hadits sebagai sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur’an dijelaskan dari berbagai landasan diantaranya dari Al-Qur’an, kemudian dari hadits-hadits Rasul dan juga pendapat para sahabat. Diantaranya ialah dalam surah ali imron berikut : “Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir. Q.S. Ali Imron : 32 Dalam surah An-Nisaa’ juga disebutkan: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu”. Q.S. al Nisaa {4} : 59 3 Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menerangkan : “Telah aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan tersesat, yakni kitabullah Al-Qur’an dan sunah Nabi-Nya.” HR. Al- Hakim.

III. Fungsi hadits terhadap Al- Qur’an

Untuk memahami arti dari fungsi al-Hadits dalam memahami Al-Quran, maka kita perlu merujuk kepada ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memang menerima wewenang khusus dari Allah Swt. untuk menjelaskan al- Quran, baik berupa ucapan, perbuatan, ataupun ketetapan. Allah berfirman; “... dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Q.S. al Nahl {16} : 44 Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman; Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab Al Quran ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Q.S. Al Nahl {16} : 64 Secara rinci fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai berikut: 1 Al-Hadits berfungsi sebagai Penguat Hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur’an. 2 Shahih Riwayat Bukhari No. 7281. Fathul Baari XIII249-250 3 Departemen agama RI, Al-qur’an dan terjemahnya media insani, Surakarta hal. 3 Fungsi ini sering disebut dengan bayan at-taqrir atau disebut juga dengan bayan at- takid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud ini ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Quran. Sehingga fungsi al-Hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Quran, seperti ayat al-Quran surah al-Maidah ayat 6 tentang wudlu atau surah al-Baqoroh ayat 185 tentang melihat bulan di-taqrir dengan Hadits-hadits diantaranya yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Untuk jelasknya dapat dilihat berikut ini. Contoh dari bayan taqriri ialah Allah berfirman dalam al-Quran surah Al-Maidah ayat 6 tentang keharusan berwudlu sebelum melakukan shalat, yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki....” Ayat di atas di-taqrir oleh Hadits riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah, yang berbunyi; : يراخبلا هاور ألضنلولتليل ىنلتحل ثلدلحمأل نممل ةهللصل لهبلقمته لل مللنلسلول هئيمللعل ههللا ىنللصل هئللا لهومسهرل للاقل “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak diterima shalat seorang hamba yang berhadats sebelum ia berwudlu”.HR. Bukhori. Contoh lain, ayat al-Quran surah al-Baqarah ayat 185 tentang melihat bulan, yang berbunyi … Karena itu, barangsiapa yang pada saat itu melihat bulan, hendaklah ia berpuasa… Ayat di atas di-taqrir oleh al-Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi sebagai berikut; اوممهومصه هتيؤرل اورتفأو هتي ؤرل berpuasalah karena terlihatnya hilal dan berbukalah karena terlihatnya hilal juga” 4 Dan masih terdapat banyak lagi contoh-contoh yang lainnya, yang menjelaskan fungsi al- Hadits dalam memperkuat apa yang terdapat dalam al-Quran. Dengan demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-dalil yang tersebut di dalam Al-Qur’an dan dalil penguat yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 2 Al-Hadits berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci apa-apa yang terdapat dalam al- Quran. Fungsi ini sering juga disebut dengan Bayan at-Tafsir, ialah penjelasan al-Hadits terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat yang mujmal, muthlaq, dan Am. Maka fungsi al-Hadits dalam hal ini, memberikan perincian 4 Muhammad nashiruddin al-albani, Terjemah tamamul minnah. 2006: Pekalongan hal. 439 4 tafshil dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Quran yang masih mujmal global, memberikan taqyid batasan terhadap ayat-ayat yang masihmuthlaq, dan memberikan takhshish pengkhususan terhadap ayat-ayat yang masih umum. Contoh al-Hadits yang merinci ayat-ayat al-Quran Dalam al-Quran banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang bersifat mujmal, sedangkan ayat mujmal artinya ayat yang ringkas dan mengandung banyak makna yang perlu dijelaskan. yang memerlukan perincian. Sebagai contoh adalah ayat-ayat tentang perintah shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya. Ayat-ayat itu masih bersifat global, atau meskipun diantaranya sudah ada perincian, akan tetapi masih memerlukan uraian lebih lanjut secara pasti. Hal ini karena, dalam ayat-ayat tersebut tidak dijelaskan misalnya, bagaimana cara mengerjakannya, apa sebabnya, apa syarat-syaratnya dan lain sebagainya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammenjelaskannya secara terperinci. Diantara contoh perincian itu adalah al-Hadits yang berbunyi; ىلنئصلأه ىئنوممهتهيمألرلاملكل اوملنهصل Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat. Al-Hadits tersebut menjelaskan firman Allah dalam al-Quran yang memerintahkan shalat, sebagaimana ayat 43 dari surah al-Baqarah, yang berbunyi; “ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku.” Dengan demikian, maka al-Hadits di atas menjelaskan bagaimana seharusnya shalat dilakukan, sebagai perincian dari perintah shalat dalam ayat tersebut 5 . Contoh al-Hadits yang men-taqyid ayat-ayat yang muthlaq Kata Muthlaq artinya Kata yang menunjuk pada hakikat kata itu sendiri apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Maka fungsi al-Hadits yang men- taqyid ayat-ayat yang muthlaq ini berarti membatasi ayat-ayat yang muthlaq dengan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Contoh dari bagian ini adalah firman Allah dalam al- Quran surah al-Maaidah ayat 38 yang berbunyi: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya...” Al- Maa’idah {5} : 38 Ayat ini tidak menjelaskan sampai di manakah batas pencurian yang dipotong tangannya ataupun batas tangan yang akan dipotong. Maka, dari al-Haditslah didapat penjelasannya, bahwa batas pencurian yang dipotong tangannya adalah pencurian yang senilai seperempat dinar atau lebih sebagaimana sabda Rasulullah yang berbunyi 5 Zainuddin, MZ. Dkk, studi hadits, Surabaya: IAIN sunan ampel press,2011 hal 58-66 5 ملسم هاور ادلعئاصلفل رلانليمدئ عئبمره يئف لنلإئ قهرئاسنللا دهيل عهطلقمته لل Tangan pencuri tidak dipotong, melainkan pada pencurian senilai seperempat atau lebih. H.R. Muttafaq alaih, Hadits ini menurut lafadz Muslim Ataupun Hadits lain yang menjelaskan tentang batasan potong tangan yaitu sampai pergelangan tangan. Dan banyak lagi ayat-ayat al-Quran yang bersifat muthlaq yang perlu di-taqyid oleh al-Hadits. Contoh al-Hadits yang men-takakhshis ayat-ayat yang am. Kata am ialah kata yang menunjuk atau memiliki makna dalam jumlah yang banyak. Sedang kata takhshish atau khash ialah kata yang menunjuk arti khusus, tertentu atau tunggal. Maka yang dimaksud dengan men-takhshish ayat yang am adalah membatasi keumuman ayat al- Quran, sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu. Contoh pada bagian ini adalah firmah Allah dalam al-Quran surah al-Nisaa ayat 11 yang berbunyi; “ Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan …”An-Nisaa {4} : 11 Ayat tersebut masih bersifat umum, mencakup seluruh anak laki-laki maupun anak perempuan tanpa melihat perbedaan agama orang tua dan anak ataupun hal-hal yang lainnya. Keumuman ayat ini kemudian di-takhshish oleh Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi: دمحأ هاور ائليمشل لئومتهقممللما نلمئ لهتئاقللما ثهرئيل لل Pembunuh tidak berhak menerima hari warisan dari orang yang dibunuh. H.R. Ahmad 3 Terkadang al-Hadits menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an. Fungsi ini sering juga disebut dengan Bayan Tasyri. Kata tasyri artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan atau hukum, atau disebut juga dengan bayan zaid ala al-Kitab al-Karim tambahan terhadap nash al-Quran. Disebut tambahan di sini, karena sebenarnya di dalam al-Quran sendiri ketentuan-ketentuan pokoknya sudah ada, sehingga datangnya Hadits tersebut merupakan tambahan terhadap ketentuan pokok itu. Maka yang dimaksud dengan bayan tasyridi sini adalah penjelasan al-Hadits yang berupa penetapan suatu hukum atau aturan-aturan syara yang tidak didapati nashnya dalam al- Quran. RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini berupaya menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap beberapa persoalan yang muncul pada saat itu, dengan sabdanya sendiri. 6 Contoh dari penetapan hukum yang baru ialah sebuah hadits yang melarang seseorang memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasul bersabda yang artinya: “seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan dimadu dengan bibinya atau bersamaan dimadu dengan putri saudara istrinya keponakan istri. 6 Contoh lainnya yaitu hukum merajam wanita yang masih perawan, hukum membasuh bagian atas sepatu dalam berwudlu, hukum tentang ukuran zakat fitrah, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak. Suatu contoh, dapat dikemukakan di sini Hadits tentang zakat fitrah, yang berbunyi sebagai berikut; لنئكه ىللعل رليمعئشل نممئ اعلاصل ومأل رلملتل نممئ اعلاصل سئاننللا ىللعل نلاضلملرلنممئ رئطمفئلما ةلاكلزل ضلرلفل مللنلسلول هئيمللعل ههللا ىنللصل هئللا للومسهرل ننلإئ ملسم هاور نليممئلئسممهلام نلمئ ىثلنمأه ومأل رلكلذل دلبمعل ومأل رنلحه “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadlan satu sukat sha kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”. Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang termasuk bayan tasyri ini wajib diamalkan, sebagaimana kewajiban mengamalkan Hadits-hadits lainnya. Ibnu Qoyyim berkata, bahwa Hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berupa tambahan terhadap al-Quran merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak boleh menolak apalagi mengingkarinya, dan bukanlah sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut mendahului al-Quran melainkan semata-mata melaksanakan perintah- Nya.

IV. Perbedaan antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi