Makalah Studi Hadits

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia yang berstatuskan seorang hamba yag diciptakan hanya untuk menyembah-Nya, ditutut untuk selalu berbuat baik kepada sesama manusia dan sesama mahluk Allah SWT. Dalam segala hal baik yang berupa ibadah, muamalah dan semua aspek kehdupan. semua hal yang harus senantiasa bersandarkan kepada aturan-aturan yang telah dibuat oleh-Nya Yang diwahyukan kepada nabi kemdian tertulis di dalam kitab alqur’an.

Pada kenyataannya aturan-aturan tesebut masih perlu untuk diperjelas (Bayan

at-Tafsir), dipertegas/ menetapkan hukum (Bayan Tasyri) dan diperinci lebih spesifik lagi

karena masih banyak ayat-ayat yang bersifa global dan umum (mujmal). Oleh karena hal tersebut, sangat diperlukan untuk mempelajari Ilmu hadits yang fungsinya sebagai dapat mencakup kedudukan hadits dalam islam, dalil-dalil yag mennjukkan bahw hadts sebagai sumber ajaran islam, fungsi hadits terhadap al-qur’an dan juga mencakup perbedaan antara al-qur’an, hadis nabawi dn hadits kudsi yang sering menuimbulkan peredaan pendapat dan perbedan pmaknan dikalangan masyrakat dngan tujuan agar dapat bertindak sesuai dengan apa yang telah ditulis dalam Al-qur’an atau sesuai dengan apa yang disyariatkan agama dengan tidak menyalahi arti dan maksud serta kandungan dalam Al-qur’an itu sendiri. B. Rumusan Masalah

1. Kedudukan Hadits dalam Islam

2. Dalil Hadits sebagai sumber ajaran Islam 3. Fungsi hadits terhadap Al- Qur’an

4. Perbedaan antara Al-Qur’an, Hadits Kudsi dan Hadits Nabawi

BAB II PEMBAHASAN I. Kedudukan Hadits dalam Islam

Terlepas dari kedudukan hadits dalam Islam, para ulama sepakat bahwa Hadits Nabi adalah sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an, dan umat Islam wajib untuk melaksanakan isinya. Hal tersebut dilandaskan kepada ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukkan bahwa hadits/sunnah Nabi merupakan salah satu sumber hukum Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hasyr : 7 yang artinya :


(2)

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya

bagimu maka tiggalkanlah”1

Adapun mengenai bukti-bukti dari hadits tentang kedudukan hadits dalam islam sebagai berikut :

1. Hadits Shahih

: اولاق ىبأ نم لإ ةنجلا نولخدي يتما لك لاق ملسو هيلع هللا ىلص هللا لوسر نأ هنع هللا يضر ةريره ىبا نع ,

ىبا دقف يناصع نمو ةنجلا لخد ينعاطأ نم لاق ؟ ىبأي نمو

“Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Setiap ummatku akan masuk syurga, kecuali yang enggan’. Mereka (para sahabat) bertanya : ‘Siapa yang enggan itu ?. Jawab Beliau : ‘Barangsiapa yang mentaatiku pasti masuk syurga, dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah enggan”.

للاقلول ممئئانل ههننلإئ ممههضهعمبل للاقلفل ممئئانل ولههول مللنلسلول هئيمللعل ههلنللا ىلنلصل ينئبئننللا ىللإئ ةمكلئئاللمل تمءلاجل لهوقهيل هئلنللا دئبمعل نلبم رلبئاجل نع

ممههضهعمبل للاقلول ممئئانل ههننلإئ ممههضهعمبل للاقلفل اللثلمل ههلل اوبهرئضمافل اللثلمل اذلهل ممكهبئحئاصللئ ننلإئ اولهاقلفل نهاظلقميل بللمقللماول ةمملئئانل نليمعللما ننلإئ ممههضهعمبل

يلعئادنللا بلاجلأل نمملفل ايلعئادل ثلعلبلول ةلبلدهأممل اهليفئ للعلجلولارلادل ىنلبل للجهرل لئثلملكل ههلهثلمل اولهاقلفل نهاظلقميل بللمقللماول ةمملئئانل نليمعللما ننلإئ

للاقلفل اهلهمقلفميل ههلل اهلولهونئأل اولهاقلفل ةئبلدهأممللما نممئ لمكهأميل ممللول رلادنللا لمخهدميل مملل يلعئادنللا بمجئيه مملل نمملول ةئبلدهأممللما نممئ للكلألول رلادنللا للخلدل

مللنلسلول هئيمللعل ههلنللا ىلنلصل دممنلحلمه يعئادنللاول ةهننلجللما رهادنللافل اولهاقلفل نهاظلقميل بللمقللماول ةمملئئانل نليمعللما ننلإئ ممههضهعمبل للاقلول ممئئانل ههننلإئ ممههضهعمبل

هللنللا ىصلعل دمقلفل مللنلسلول هئيمللعل ههلنللا ىلنلصل ادلمنلحلمه ىصلعل نمملول هللنللا علاطلأل دمقلفل مللنلسلول هئيمللعل ههلنللا ىلنلصل ادلمنلحلمه علاطلأل نمملفل سئاننللا نليمبل قمرمفل مللنلسلول هئيمللعل ههلنللا ىلنلصل دممنلحلمهول

“Artinya : Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : ‘Telah datang beberapa malaikat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau sedang tidur. Sebagian dari mereka berkata : Dia sedang tidur, dan yang lainnya berkata : Sesungguhnya matanya tidur tetapi hatinya sadar. Para malaikat berkata : Sesungghnya bagi orang ini ada

perumpamaan, maka adakanlah perumpamaan baginya. Sebagian lagi berkata : Sesungguhnya dia sedang tidur. Yang lain berkata : Matanya tidur tetapi hatinya sadar. Para malaikat berkata : Perumpamaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seperti seorang yang membangun rumah, lalu ia menyediakan hidangan dalam rumahnya itu, kemudian ia mengutus seorang pengundang, maka ada orang yang memenuhi

undangannya, tidak masuk ke rumah dan tidak makan hidangannya. Mereka berkata : Terangkan tafsir dari perumpamaan itu agar orang dapat faham. Sebagian mereka berkata lagi : Ia sedang tidur. Yang lainnya berkata : Matanya tidur, tetapi hatinya sadar. Para malaikat berkata : Rumah yang dimaksud adalah syurga, sedang pengundang adalah 1Moh. Matsna, Al-Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas X, (Semarang:PT Kaya Toha Saputra,


(3)

Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa mentaati Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti di taat kepada Allah, dan barangsiapa mendurhakai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah mendurhakai Allah ; dan Muhammad itu

adalah pemisah diantara manusia.”(HR Bukhori)2

II. Dalil Hadits sebagai sumber ajaran Islam

Jumhur Ulama sepakat bahwa Hadits adalah sumber ajaran Islam yang kedua. Penguatan bahwa hadits sebagai sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur’an dijelaskan dari berbagai landasan diantaranya dari Al-Qur’an, kemudian dari hadits-hadits Rasul dan juga pendapat para sahabat. Diantaranya ialah dalam surah ali imron berikut :

“Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Q.S. Ali Imron : 32)

Dalam surah An-Nisaa’ juga disebutkan:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di

antara kamu”. (Q.S. al Nisaa {4} : 59)3

Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menerangkan :

“Telah aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan tersesat, yakni kitabullah (Qur’an) dan sunah Nabi-Nya.” (HR. Al-Hakim).

III. Fungsi hadits terhadap Al- Qur’an

Untuk memahami arti dari fungsi al-Hadits dalam memahami Al-Qur'an, maka kita perlu merujuk kepada ayat-ayat al-Qur'an yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memang menerima wewenang khusus dari Allah Swt. untuk menjelaskan al-Qur'an, baik berupa ucapan, perbuatan, ataupun ketetapan.

Allah berfirman;

“... dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. al Nahl {16} : 44)

Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman;

Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Q.S. Al Nahl {16} : 64)

Secara rinci fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

1) Al-Hadits berfungsi sebagai Penguat Hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur’an.

2 Shahih Riwayat Bukhari (No. 7281). Fathul Baari (XIII/249-250)


(4)

Fungsi ini sering disebut dengan bayan taqrir atau disebut juga dengan bayan at-ta'kid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud ini ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur'an. Sehingga fungsi al-Hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur'an, seperti ayat al-Qur'an surah al-Maidah ayat 6 tentang wudlu atau surah al-Baqoroh ayat 185 tentang melihat bulan di-taqrir dengan Hadits-hadits diantaranya yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Untuk jelasknya dapat dilihat berikut ini.

Contoh dari bayan taqriri ialah Allah berfirman dalam al-Qur'an surah Al-Maidah ayat 6 tentang keharusan berwudlu sebelum melakukan shalat, yang berbunyi:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki....”

Ayat di atas di-taqrir oleh Hadits riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah, yang berbunyi; (يراخبلا هاور ألضنلولتليل ىنلتحل ثلدلحمأل نممل ةهللصل لهبلقمته لل مللنلسلول هئيمللعل ههللا ىنللصل هئللا لهومسهرل للاقل) :

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak diterima shalat seorang hamba yang berhadats sebelum ia berwudlu”.(HR. Bukhori).

Contoh lain, ayat al-Qur'an surah al-Baqarah ayat 185 tentang melihat bulan, yang berbunyi "… Karena itu, barangsiapa yang pada saat itu melihat bulan, hendaklah ia berpuasa…" Ayat di atas di-taqrir oleh al-Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi sebagai berikut;

اوممهومصه

هتيؤرل اورتفأو هتي ؤرل

" berpuasalah karena terlihatnya hilal dan berbukalah karena terlihatnya hilal (juga)”4 Dan masih terdapat banyak lagi contoh-contoh yang lainnya, yang menjelaskan fungsi al-Hadits dalam memperkuat apa yang terdapat dalam al-Qur'an. Dengan demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-dalil yang tersebut di dalam Al-Qur’an dan dalil penguat yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2) Al-Hadits berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci apa-apa yang terdapat dalam al-Qur'an.

Fungsi ini sering juga disebut dengan Bayan at-Tafsir, ialah penjelasan al-Hadits terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat yang mujmal, muthlaq, dan Am. Maka fungsi al-Hadits dalam hal ini, memberikan perincian 4Muhammad nashiruddin al-albani, (Terjemah tamamul minnah. 2006: Pekalongan) hal. 439


(5)

(tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang masih mujmal (global), memberikan taqyid (batasan) terhadap ayat-ayat yang masihmuthlaq, dan memberikan takhshish (pengkhususan) terhadap ayat-ayat yang masih umum.

Contoh al-Hadits yang merinci ayat-ayat al-Qur'an

Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat al-Qur'an yang bersifat mujmal, sedangkan ayat mujmal artinya ayat yang ringkas dan mengandung banyak makna yang perlu dijelaskan. yang memerlukan perincian. Sebagai contoh adalah ayat-ayat tentang perintah shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya. Ayat-ayat itu masih bersifat global, atau meskipun diantaranya sudah ada perincian, akan tetapi masih memerlukan uraian lebih lanjut secara pasti. Hal ini karena, dalam ayat-ayat tersebut tidak dijelaskan misalnya, bagaimana cara mengerjakannya, apa sebabnya, apa syarat-syaratnya dan lain sebagainya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammenjelaskannya secara terperinci. Diantara contoh perincian itu adalah al-Hadits yang berbunyi;

ىلنئصلأه ىئنوممهتهيمألرلاملكل اوملنهصل

"Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat."

Al-Hadits tersebut menjelaskan firman Allah dalam al-Qur'an yang memerintahkan shalat, sebagaimana ayat 43 dari surah al-Baqarah, yang berbunyi;

“ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” Dengan demikian, maka al-Hadits di atas menjelaskan bagaimana seharusnya shalat dilakukan, sebagai perincian dari perintah shalat dalam ayat tersebut5.

Contoh al-Hadits yang men-taqyid ayat-ayat yang muthlaq

Kata Muthlaq artinya Kata yang menunjuk pada hakikat kata itu sendiri apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Maka fungsi al-Hadits yang men-taqyid ayat-ayat yang muthlaq ini berarti membatasi ayat-ayat yang muthlaq dengan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Contoh dari bagian ini adalah firman Allah dalam al-Qur'an surah al-Maa'idah ayat 38 yang berbunyi:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya...” (Al-Maa’idah {5} : 38)

Ayat ini tidak menjelaskan sampai di manakah batas pencurian yang dipotong tangannya ataupun batas tangan yang akan dipotong. Maka, dari al-Haditslah didapat penjelasannya, bahwa batas pencurian yang dipotong tangannya adalah pencurian yang senilai seperempat dinar atau lebih sebagaimana sabda Rasulullah yang berbunyi


(6)

(ملسم هاور ادلعئاصلفل رلانليمدئ عئبمره يئف لنلإئ قهرئاسنللا دهيل عهطلقمته لل)

"Tangan pencuri tidak dipotong, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat atau lebih." (H.R. Muttafaq 'alaih, Hadits ini menurut lafadz Muslim)

Ataupun Hadits lain yang menjelaskan tentang batasan potong tangan yaitu sampai pergelangan tangan. Dan banyak lagi ayat-ayat al-Qur'an yang bersifat muthlaq yang perlu di-taqyid oleh al-Hadits.

Contoh al-Hadits yang men-takakhshis ayat-ayat yang am.

Kata am ialah kata yang menunjuk atau memiliki makna dalam jumlah yang banyak. Sedang kata takhshish atau khash ialah kata yang menunjuk arti khusus, tertentu atau tunggal. Maka yang dimaksud dengan men-takhshish ayat yang am adalah membatasi keumuman ayat al-Qur'an, sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu. Contoh pada bagian ini adalah firmah Allah dalam al-Qur'an surah al-Nisaa ayat 11 yang berbunyi;

“ Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan …”(An-Nisaa {4} : 11)

Ayat tersebut masih bersifat umum, mencakup seluruh anak laki-laki maupun anak perempuan tanpa melihat perbedaan agama orang tua dan anak ataupun hal-hal yang lainnya. Keumuman ayat ini kemudian di-takhshish oleh Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

(دمحأ هاور ائليمشل لئومتهقممللما نلمئ لهتئاقللما ثهرئيل لل)

"Pembunuh tidak berhak menerima hari warisan (dari orang yang dibunuh). (H.R. Ahmad) 3) Terkadang al-Hadits menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an.

Fungsi ini sering juga disebut dengan Bayan Tasyri. Kata tasyri artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan atau hukum, atau disebut juga dengan bayan za'id 'ala al-Kitab al-Karim (tambahan terhadap nash al-Qur'an). Disebut tambahan di sini, karena sebenarnya di dalam al-Qur'an sendiri ketentuan-ketentuan pokoknya sudah ada, sehingga datangnya Hadits tersebut merupakan tambahan terhadap ketentuan pokok itu. Maka yang dimaksud dengan bayan tasyridi sini adalah penjelasan al-Hadits yang berupa penetapan suatu hukum atau aturan-aturan syara' yang tidak didapati nashnya dalam al-Qur'an. RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini berupaya menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap beberapa persoalan yang muncul pada saat itu, dengan sabdanya sendiri.


(7)

Contoh dari penetapan hukum yang baru ialah sebuah hadits yang melarang seseorang memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasul bersabda yang artinya:

“seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan

(dimadu) dengan putri saudara istrinya (keponakan istri).6

Contoh lainnya yaitu hukum merajam wanita yang masih perawan, hukum membasuh bagian atas sepatu dalam berwudlu, hukum tentang ukuran zakat fitrah, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak. Suatu contoh, dapat dikemukakan di sini Hadits tentang zakat fitrah, yang berbunyi sebagai berikut;

لنئكه ىللعل رليمعئشل نممئ اعلاصل ومأل رلملتل نممئ اعلاصل سئاننللا ىللعل نلاضلملرلنممئ رئطمفئلما ةلاكلزل ضلرلفل مللنلسلول هئيمللعل ههللا ىنللصل هئللا للومسهرل ننلإئ

(ملسم هاور نليممئلئسممهلام نلمئ ىثلنمأه ومأل رلكلذل دلبمعل ومأل رنلحه) “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadlan satu sukat (sha') kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”.

Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang termasuk bayan tasyri ini wajib diamalkan, sebagaimana kewajiban mengamalkan Hadits-hadits lainnya. Ibnu Qoyyim berkata, bahwa Hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berupa tambahan terhadap al-Qur'an merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak boleh menolak apalagi mengingkarinya, dan bukanlah sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut mendahului al-Qur'an melainkan semata-mata melaksanakan perintah-Nya.

IV. Perbedaan antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi

Dalam perkembangannya mengenai tiga hal tersebut diatas terdapat banyak pendapat dari para Ulama diantaranya adalah mengenai Hadits Qudsi.

Ulama yang pertama yang berpendapat adalah Ath-Thibi berkata : “Hadits Qudsi ialah titah Tuhan yang disampaikankepada nabi melalui mimpi, atau dengan jalan ilham, lalu nabi menerangkan apa yang dimimpikannya itu dengan susunan perkataan beliau sendiri serta menyandarkannya kepada Allah. Dalam hadits lain, beliau tidak mengatakan :”Berfirman Allah...”

Sedangkan Abul Baqo’ Al-Ukhbari dalam kuliyatnya, padawaktu menerangkan perbedaan antara Al-Qur’an dengan Hadits Qudsi berkata : “Al-Qur’an ialah wahyu yang lafal dan maknanya dari Allah”. Sedang Hadits Qudsi ialah:”Wahyu yang lafalnya dari Rosul, sedang maknanya dari Allah, diturunkan kepadanya dengan jalan ilham atau jalan mimpi”. 6 Moh. Matsna,l-Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas X, (Semarang:PT. Karya Toha Saputra,


(8)

Sebagian Ulama berkata :”Al-Qur’an ialah lafal (ungkapan) yang yang seluruh ahli balagah tidak dapat membuat yang semisalnya, sedangkan Hadits Qudsi tidak demkian, ia tidak mu’jiz (melemahkan) dan tidakditurunkan dengan perantara Jibril. Hadts Qudsi dinamakan jugadengan Hadits Ilahy dan Hadits Rabbany.

Contoh Hadits Qudsi,

Rosulullah bersabda yang artinya :“Allah swt. Berfirman: “Aku menurut persangkaan hamba-Ku dan Aku besertanya dimana saja dia menyebut (mengingat) Aku.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah)

Segolongan ulama lain juga berpendapat : segala hadits yang berpautan dengan Zat Allah dan sifat-sifat-Nya, dinamai Hadits Qudsi, sedangkan yang lain dari itu tidak.7

Sedangkan Hadits Nabawi menurut ahli hadits dalam pengetian yang terbatas ialah :

“Ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir), dan yang sebagainya.”

Sementara menurut pengertian yang luas, hadits tidak hanya disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Tetapi juga mencakup perkataan, perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’i, sehingga dalam hadits terdapat istilah marfu’ (yang disandarkan kepada nabi), manqul (yang disandarkan kepada sahabat), dan maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’i).

Menurut para ahli ushul hadits ialah :” Segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan nabi yang bersangkut-paut dengan hukum.” Maka menurut mereka, tidak termasuk hadits sesuatuyang tidak bersangkut-paut dengan hukum, seperti kebiasaan sehari-hari atau adat istiadat8

Hadits Qudsi ialah hadits yang berisi perkataan Rasulullah mengenai firman Allah yang diwahyukan secara langsung. Makna hadits ini berasal dari Allah, akan tetapi—berbeda dengan Alquran--, kata-katanya adalah kata-kata Rasulullah. Hadits qudsi ini, sebagian, kemudian disampaikan kepada sahabat-sahabat Rasul yang tertentu. Karenanya, tingkat kesahihan hadits qudsi ini serupa dengan hadits yang lain-lain, dan diukur dengan cara yang serupa pula di atas9

Adapun secara rinci mengenai perbedaan ketiganya ialah sebagai berikut10 : Perbedaan dari segi bahasa

dan makna

Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa dan maknanya langsung dari Allah swt.

- Hadits Qudsi maknanya dari Allah swt. Sedang lafalnya dari 7 Moh. Matsna, Al-Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas X, (Semarang:PT Kaya Toha Saputra,

2008) hal. 8-9

8 Moh. Matsna, Al-Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas X, (Semarang:PT Kaya Toha Saputra,

2008) hal. 108-109

9 https://id.wikipedia.org/wiki/Hadits#Hadits_Qudsi. 19 Sep. 15:17.35,

10 http://www.khasanah-islam.com/2012/07/perbedaan-antara-al-qur-hadis-qudsi-dan.html#sthash.vkOfhPV9.dpuf, 19 Sep. 15:17.35,


(9)

Nabi sendiri

- Hadis Nabawi adalah bahasa dan maknanya dari Nabi saw. Perbedaan dari segi bahasa

dan makna

Hadis Qudsi adalah hadis yang maknanya dari Allah swt., sedangkan bahasanya dari Nabi saw.

Perbedaan dari segi periwayatan

Al-Qur’an tidak boleh diriwayatkan dengan maknanya saja sebab dapat mengurangi kemujizatannya

-Hadis qudsi dan hadis nabawi boleh diriwayatkan dengan maksudnya saja. Yang terpenting dalam hadis adalah penyampaian maksudnya. Perbedaan dari segi

kemukjizatan

Al-Qur’an, baik lafal maupun maknanya merupakan mukjizat. Hadis qudsi dan hadis nabawi bukan merupakan mukjizat Perbedaan dari segi nilai

membacanya

Al-Qur’an diperintahkan untuk dibaca, baik pada waktu shalat (surah al-fatihah) maupun di luar shalat sebagai ibadah, baik orang yang membacanya itu mengerti maksudnya maupun tidak

-Hadis qudsi dan hadis nabawi dilarang dibaca ketika shalat dan membacanya tidak bernilai ibadah. Yang terpenting dalam hadis adalah untuk dipahami, dihayati dan diamalkan.11

BAB III PENUTUP

I. Kesimpulan

o Hadits/Sunnah Nabi merupakan salah satu sumber hukum Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hasyr : 7 yang artinya :

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tiggalkanlah”

o Mengenai dalil-dalil yang menyebutkan bahwa hadits hukum islam, diantaranya Dalam surah An-Nisaa’ juga disebutkan:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil

amri di antara kamu”. (Q.S. al Nisaa {4} : 59)12

Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menerangkan :

“Telah aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan tersesat, yakni kitabullah (Al-Qur’an) dan sunah Nabi-Nya.” (HR. Al-Hakim).

11


(10)

o Al-Hadits berfungsi sebagai Penguat Hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur’an. Fungsi ini sering disebut dengan bayan taqrir atau disebut juga dengan bayan at-ta'kid dan bayan al-itsbat.

o Al-Hadits berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci apa-apa yang terdapat dalam al-Qur'an.

Fungsi ini sering juga disebut dengan Bayan at-Tafsir, ialah penjelasan al-Hadits terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat yang mujmal, muthlaq, dan Am. Maka fungsi al-Hadits dalam hal ini, memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang masih mujmal (global).

o Terkadang al-Hadits menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an.

Fungsi ini sering juga disebut dengan Bayan Tasyri. Kata tasyri artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan atau hukum, atau disebut juga dengan bayan za'id 'ala al-Kitab al-Karim (tambahan terhadap nash al-Qur'an).

o Al-Qur’an ialah kalam Allah yang berupa mikjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dengan perantara Jibril as.

o Ath-Thibi berkata : “Hadits Qudsi ialah titah Tuhan yang disampaikankepada nabi melalui mimpi, atau dengan jalan ilham, lalu nabi menerangkan apa yang dimimpikannya itu dengan susunan perkataan beliau sendiri serta menyandarkannya kepada Allah. Dalam hadits lain, beliau tidak mengatakan :”Berfirman Allah...” o Hadits nabi ialah hadits yang tidak hanya terbatas pada ucapan nabi tapi jugaperbuatan,

penetapannya. Yang isi kandungannya mencakup segalanya. II. Kata Penutup

Kami menyadari akan banyaknya kekurangan dan kekliruan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena hal tersebut kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini.

III. Daftar Pustaka

 Matsna, Moh, (2008), Al-Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas X. Semarang : PT Kaya Toha Saputra.

 MZ, Zainuddin, Dkk, 2011 studi hadits, Surabaya : IAIN sunan ampel press.

 _______Departemen agama RI, Al-qur’an dan terjemahnya Surakarta : media insani.

 al-albani, nashiruddin, Muhammad, 2006, Terjemah tamamul minnah : Pekalongan

 http://www.khasanah-islam.com/2012/07/perbedaan-antara-al-qur-hadis-qudsi-dan.html#sthash.vkOfhPV9.dpuf.


(11)

(1)

(ملسم هاور ادلعئاصلفل رلانليمدئ عئبمره يئف لنلإئ قهرئاسنللا دهيل عهطلقمته لل)

"Tangan pencuri tidak dipotong, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat atau lebih." (H.R. Muttafaq 'alaih, Hadits ini menurut lafadz Muslim)

Ataupun Hadits lain yang menjelaskan tentang batasan potong tangan yaitu sampai pergelangan tangan. Dan banyak lagi ayat-ayat al-Qur'an yang bersifat muthlaq yang perlu di-taqyid oleh al-Hadits.

Contoh al-Hadits yang men-takakhshis ayat-ayat yang am.

Kata am ialah kata yang menunjuk atau memiliki makna dalam jumlah yang banyak. Sedang kata takhshish atau khash ialah kata yang menunjuk arti khusus, tertentu atau tunggal. Maka yang dimaksud dengan men-takhshish ayat yang am adalah membatasi keumuman ayat al-Qur'an, sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu. Contoh pada bagian ini adalah firmah Allah dalam al-Qur'an surah al-Nisaa ayat 11 yang berbunyi;

“ Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan …”(An-Nisaa {4} : 11)

Ayat tersebut masih bersifat umum, mencakup seluruh anak laki-laki maupun anak perempuan tanpa melihat perbedaan agama orang tua dan anak ataupun hal-hal yang lainnya. Keumuman ayat ini kemudian di-takhshish oleh Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

(دمحأ هاور ائليمشل لئومتهقممللما نلمئ لهتئاقللما ثهرئيل لل)

"Pembunuh tidak berhak menerima hari warisan (dari orang yang dibunuh). (H.R. Ahmad) 3) Terkadang al-Hadits menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an.

Fungsi ini sering juga disebut dengan Bayan Tasyri. Kata tasyri artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan atau hukum, atau disebut juga dengan bayan za'id 'ala al-Kitab al-Karim (tambahan terhadap nash al-Qur'an). Disebut tambahan di sini, karena sebenarnya di dalam al-Qur'an sendiri ketentuan-ketentuan pokoknya sudah ada, sehingga datangnya Hadits tersebut merupakan tambahan terhadap ketentuan pokok itu. Maka yang dimaksud dengan bayan tasyridi sini adalah penjelasan al-Hadits yang berupa penetapan suatu hukum atau aturan-aturan syara' yang tidak didapati nashnya dalam al-Qur'an. RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini berupaya menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap beberapa persoalan yang muncul pada saat itu, dengan sabdanya sendiri.


(2)

Contoh dari penetapan hukum yang baru ialah sebuah hadits yang melarang seseorang memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasul bersabda yang artinya:

“seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan (dimadu) dengan putri saudara istrinya (keponakan istri).6

Contoh lainnya yaitu hukum merajam wanita yang masih perawan, hukum membasuh bagian atas sepatu dalam berwudlu, hukum tentang ukuran zakat fitrah, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak. Suatu contoh, dapat dikemukakan di sini Hadits tentang zakat fitrah, yang berbunyi sebagai berikut;

لنئكه ىللعل رليمعئشل نممئ اعلاصل ومأل رلملتل نممئ اعلاصل سئاننللا ىللعل نلاضلملرلنممئ رئطمفئلما ةلاكلزل ضلرلفل مللنلسلول هئيمللعل ههللا ىنللصل هئللا للومسهرل ننلإئ (ملسم هاور نليممئلئسممهلام نلمئ ىثلنمأه ومأل رلكلذل دلبمعل ومأل رنلحه)

“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadlan satu sukat (sha') kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”.

Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang termasuk bayan tasyri ini wajib diamalkan, sebagaimana kewajiban mengamalkan Hadits-hadits lainnya. Ibnu Qoyyim berkata, bahwa Hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berupa tambahan terhadap al-Qur'an merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak boleh menolak apalagi mengingkarinya, dan bukanlah sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut mendahului al-Qur'an melainkan semata-mata melaksanakan perintah-Nya.

IV. Perbedaan antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi

Dalam perkembangannya mengenai tiga hal tersebut diatas terdapat banyak pendapat dari para Ulama diantaranya adalah mengenai Hadits Qudsi.

Ulama yang pertama yang berpendapat adalah Ath-Thibi berkata : “Hadits Qudsi ialah titah Tuhan yang disampaikankepada nabi melalui mimpi, atau dengan jalan ilham, lalu nabi menerangkan apa yang dimimpikannya itu dengan susunan perkataan beliau sendiri serta menyandarkannya kepada Allah. Dalam hadits lain, beliau tidak mengatakan :”Berfirman Allah...”

Sedangkan Abul Baqo’ Al-Ukhbari dalam kuliyatnya, padawaktu menerangkan perbedaan antara Al-Qur’an dengan Hadits Qudsi berkata : “Al-Qur’an ialah wahyu yang lafal dan maknanya dari Allah”. Sedang Hadits Qudsi ialah:”Wahyu yang lafalnya dari Rosul, sedang maknanya dari Allah, diturunkan kepadanya dengan jalan ilham atau jalan mimpi”. 6 Moh. Matsna,l-Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas X, (Semarang:PT. Karya Toha Saputra, 2008) hal 129


(3)

Sebagian Ulama berkata :”Al-Qur’an ialah lafal (ungkapan) yang yang seluruh ahli balagah tidak dapat membuat yang semisalnya, sedangkan Hadits Qudsi tidak demkian, ia tidak mu’jiz (melemahkan) dan tidakditurunkan dengan perantara Jibril. Hadts Qudsi dinamakan jugadengan Hadits Ilahy dan Hadits Rabbany.

Contoh Hadits Qudsi,

Rosulullah bersabda yang artinya :“Allah swt. Berfirman: “Aku menurut persangkaan hamba-Ku dan Aku besertanya dimana saja dia menyebut (mengingat) Aku.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah)

Segolongan ulama lain juga berpendapat : segala hadits yang berpautan dengan Zat Allah dan sifat-sifat-Nya, dinamai Hadits Qudsi, sedangkan yang lain dari itu tidak.7

Sedangkan Hadits Nabawi menurut ahli hadits dalam pengetian yang terbatas ialah :

Ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir), dan yang sebagainya.”

Sementara menurut pengertian yang luas, hadits tidak hanya disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Tetapi juga mencakup perkataan, perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’i, sehingga dalam hadits terdapat istilah marfu’ (yang disandarkan kepada nabi), manqul (yang disandarkan kepada sahabat), dan maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’i).

Menurut para ahli ushul hadits ialah :” Segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan nabi yang bersangkut-paut dengan hukum.” Maka menurut mereka, tidak termasuk hadits sesuatuyang tidak bersangkut-paut dengan hukum, seperti kebiasaan sehari-hari atau adat istiadat8

Hadits Qudsi ialah hadits yang berisi perkataan Rasulullah mengenai firman Allah yang diwahyukan secara langsung. Makna hadits ini berasal dari Allah, akan tetapi—berbeda dengan Alquran--, kata-katanya adalah kata-kata Rasulullah. Hadits qudsi ini, sebagian, kemudian disampaikan kepada sahabat-sahabat Rasul yang tertentu. Karenanya, tingkat kesahihan hadits qudsi ini serupa dengan hadits yang lain-lain, dan diukur dengan cara yang serupa pula di atas9

Adapun secara rinci mengenai perbedaan ketiganya ialah sebagai berikut10 : Perbedaan dari segi bahasa

dan makna

Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa dan maknanya langsung dari Allah swt.

- Hadits Qudsi maknanya dari Allah swt. Sedang lafalnya dari 7 Moh. Matsna, Al-Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas X, (Semarang:PT Kaya Toha Saputra, 2008) hal. 8-9

8 Moh. Matsna, Al-Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas X, (Semarang:PT Kaya Toha Saputra, 2008) hal. 108-109

9 https://id.wikipedia.org/wiki/Hadits#Hadits_Qudsi. 19 Sep. 15:17.35,

10 http://www.khasanah-islam.com/2012/07/perbedaan-antara-al-qur-hadis-qudsi-dan.html#sthash.vkOfhPV9.dpuf, 19


(4)

Nabi sendiri

- Hadis Nabawi adalah bahasa dan maknanya dari Nabi saw. Perbedaan dari segi bahasa

dan makna

Hadis Qudsi adalah hadis yang maknanya dari Allah swt., sedangkan bahasanya dari Nabi saw.

Perbedaan dari segi periwayatan

Al-Qur’an tidak boleh diriwayatkan dengan maknanya saja sebab dapat mengurangi kemujizatannya

-Hadis qudsi dan hadis nabawi boleh diriwayatkan dengan maksudnya saja. Yang terpenting dalam hadis adalah penyampaian maksudnya. Perbedaan dari segi

kemukjizatan

Al-Qur’an, baik lafal maupun maknanya merupakan mukjizat. Hadis qudsi dan hadis nabawi bukan merupakan mukjizat Perbedaan dari segi nilai

membacanya

Al-Qur’an diperintahkan untuk dibaca, baik pada waktu shalat (surah al-fatihah) maupun di luar shalat sebagai ibadah, baik orang yang membacanya itu mengerti maksudnya maupun tidak

-Hadis qudsi dan hadis nabawi dilarang dibaca ketika shalat dan membacanya tidak bernilai ibadah. Yang terpenting dalam hadis adalah untuk dipahami, dihayati dan diamalkan.11

BAB III PENUTUP I. Kesimpulan

o Hadits/Sunnah Nabi merupakan salah satu sumber hukum Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hasyr : 7 yang artinya :

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tiggalkanlah”

o Mengenai dalil-dalil yang menyebutkan bahwa hadits hukum islam, diantaranya Dalam surah An-Nisaa’ juga disebutkan:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”. (Q.S. al Nisaa {4} : 59)12

Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menerangkan :

“Telah aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan tersesat, yakni kitabullah (Al-Qur’an) dan sunah Nabi-Nya.” (HR. Al-Hakim).

11


(5)

o Al-Hadits berfungsi sebagai Penguat Hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur’an. Fungsi ini sering disebut dengan bayan at-taqrir atau disebut juga dengan bayan at-ta'kid dan bayan al-itsbat.

o Al-Hadits berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci apa-apa yang terdapat dalam al-Qur'an.

Fungsi ini sering juga disebut dengan Bayan at-Tafsir, ialah penjelasan al-Hadits terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat yang mujmal, muthlaq, dan Am. Maka fungsi al-Hadits dalam hal ini, memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang masih mujmal (global).

o Terkadang al-Hadits menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an.

Fungsi ini sering juga disebut dengan Bayan Tasyri. Kata tasyri artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan atau hukum, atau disebut juga dengan bayan za'id 'ala al-Kitab al-Karim (tambahan terhadap nash al-Qur'an).

o Al-Qur’an ialah kalam Allah yang berupa mikjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dengan perantara Jibril as.

o Ath-Thibi berkata : “Hadits Qudsi ialah titah Tuhan yang disampaikankepada nabi melalui mimpi, atau dengan jalan ilham, lalu nabi menerangkan apa yang dimimpikannya itu dengan susunan perkataan beliau sendiri serta menyandarkannya kepada Allah. Dalam hadits lain, beliau tidak mengatakan :”Berfirman Allah...”

o Hadits nabi ialah hadits yang tidak hanya terbatas pada ucapan nabi tapi jugaperbuatan, penetapannya. Yang isi kandungannya mencakup segalanya.

II. Kata Penutup

Kami menyadari akan banyaknya kekurangan dan kekliruan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena hal tersebut kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini.

III. Daftar Pustaka

 Matsna, Moh, (2008), Al-Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas X. Semarang : PT Kaya Toha Saputra.

 MZ, Zainuddin, Dkk, 2011 studi hadits, Surabaya : IAIN sunan ampel press.

 _______Departemen agama RI, Al-qur’an dan terjemahnya Surakarta : media insani.

 al-albani, nashiruddin, Muhammad, 2006, Terjemah tamamul minnah : Pekalongan  http://www.khasanah-islam.com/2012/07/perbedaan-antara-al-qur-hadis-qudsi-dan.html#sthash.vkOfhPV9.dpuf.


(6)