Estimasi Fluks Bahang Terasa

4.1.4. Penentuan Nilai NDVI

Nilai NDVI merupakan hubungan antara reflektansi gelombang inframerah dekat dengan reflektansi gelombang cahaya tampak merah persamaan 7. Pada sensor satelit MODIS, reflektansi gelombang inframerah dekat ditangkap oleh kanal 2 dan reflektansi gelombang cahaya tampak merah oleh kanal 1. Nilai NDVI di daerah pemukiman lebih kecil daripada nilai NDVI di daerah bervegetasi. NDVI merupakan input dalam penghitungan radiasi netto dan fluks bahang tanah. 4.2. Estimasi Komponen Neraca Energi 4.2.1. Estimasi Radiasi Netto Radiasi netto dihitung menggunakan persamaan 16 sebagai formula dalam pengolahan citra MODIS menggunakan ERMapper 6.4. Oleh karena itu, input yang diperlukan adalah albedo, suhu udara, radiasi surya, suhu permukaan dan emisivitas permukaan. Nilai emisivitas permukaan didapat dari nilai NDVI persamaan 8. Pada penelitian ini, nilai radiasi netto berkisar antara 17 sampai 32 M J m -2 hari -1 . Pada tanggal 25 Juni 2004, nilai radiasi netto di Propinsi Jawa Timur bagian utara relatif rendah. Hal ini menunjukan bahwa radiasi netto di daerah pemukiman relatif rendah karena sebagian besar wilayah di utara Jawa Timur merupakan daerah pemukiman. Sementara itu, nilai radiasi netto di daerah pegunungan relatif tinggi sehingga radiasi netto di daerah bervegetasi lebih tinggi daripada radiasi netto di daerah pemukiman Gambar 4. Sebaran nilai radiasi netto dilampirkan pada Lampiran 5. Gambar 4. Sebaran nilai radiasi netto MJ m -2 hari –1 di Propinsi Jawa Timur, tanggal 25 Juni 2004. Untuk mengetahui sebaran nilai radiasi netto di daerah vegetasi dan pemukiman maka diambil sepuluh titik pixel sebagai sampel. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap tanggal dengan letak geografis yang sama dengan mengasumsikan setiap pixel picture element merupakan dominasi penutupan lahan pemukiman atau vegetasi. Tabel 7. Penelitian ini menggunakan delapan citra satelit MODIS sehingga jumlah sampelnya adalah 80. Tabel 7. Letak geografis sampel sebaran nilai komponen neraca energi di daerah pemukiman dan vegetasi. Pemukiman Vegetasi Bujur o BT Lintang o LS Bujur o BT Lintang o LS 112.6 7.43 111.78 7.45 112.9 7.72 111.8 7.8 112.76 7.32 111.95 7.44 112.48 7.27 114.17 8.2 112.02 7.8 114.29 8.07 111.61 7.5 113.62 8.02 112.21 7.42 112.84 8.13 113.85 7.95 113.1 8.08 113.8 8.14 112.64 7.84 114.13 7.76 111.88 7.06 Daerah yang memiliki kelengasan rendah kering seperti daerah pemukiman memiliki nilai albedo permu kaan yang tinggi. Hal ini menyebabkan radiasi netto pada daerah pemukiman rendah Gambar 5. Sebaliknya, nilai radiasi netto tinggi pada daerah yang memiliki kelengasan tinggi basah seperti daerah bervegetasi. Dengan kata lain, radiasi netto berbanding terbalik dengan nilai albedo permukaan. 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 10 15 20 25 30 tanggal Juni 2004 Rn MJ m -2 hari -1 Rn pemukiman Rn vegetasi Gambar 5. Rata-rata nilai radiasi netto MJ m -2 hari –1 di daerah vegetasi dan pemukiman.

4.2.2. Estimasi Fluks Bahang Terasa

Input yang diperlukan untuk menghitung fluks bahang terasa adalah suhu udara dan suhu permukaan. Kecepatan angin pada ketinggian 2 m diasumsikan konstan 2 m s -1 . Formula yang digunakan dalam penghitungan fluks bahang terasa adalah persamaan 17. Semakin tinggi suhu permukaan maka nilai fluks bahang terasa akan semakin tinggi juga. Hal in i dikarenakan semakin besar perbedaan atau selisih antara suhu permukaan dan suhu udara yang mengakibatkan semakin besar transfer energi dari permukaan ke udara. Sebaliknya, semakin rendah suhu permukaan akan mengakibatkan semakin kecil perbedaan suhu antara suhu permukaan dan suhu udara sehingga nilai fluks bahang terasa akan semakin rendah juga. Pada tanggal 25 Juni 2004, daerah pemukiman memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi daripada daerah bervegetasi. Akibatnya, nilai fluks bahang terasa pada daerah pemukiman lebih tinggi dibandingkan dengan daerah bervegetasi Gambar 6. Gambar 6. Sebaran nilai fluks bahang terasa MJ m -2 hari – 1 di Propinsi Jawa Timur, tanggal 25 Juni 2004. Pada penelitian ini, perbedaan suhu antara suhu permukaan dengan suhu udara relatif kecil karena waktu pengambilan citra yang relatif pagi pukul 10.00 WIB. Akibatnya, suhu permukaan tidak pada keadaan maksimum atau relatif rendah sehingga nilai fluks bahang terasanya juga relatif rendah. Di beberapa tempat sebagian besar di daerah bervegetasi fluks bahang terasa bernilai negatif Gambar 7. Fluks bahang terasa yang bernilai negatif disebabkan oleh suhu udara yang lebih tinggi daripada suhu permukaan di daerah tersebut. Kisaran nilai fluks bahang terasa pada penelitian ini adalah –5 sampai 10 MJ m -2 hari -1 Lampiran 6. -4.00 -2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 10 15 20 25 30 tanggal Juni 2004 H MJ m -2 hari -1 H pemukiman H vegetasi Gambar 7. Rata-rata nilai fluks bahang terasa MJ m -2 hari –1 di daerah vegetasi dan pemukiman. 4.2.3. Fluks Bahang Tanah Persamaan 18 merupakan formula untuk menghitung fluks bahang tanah dengan albedo, suhu permukaan, radiasi netto dan NDVI sebagai inputnya. Lampiran 7 mendeskripsikan sebaran nilai fluks bahang tanah yang berkisar antara 0,5 sampai 5,5 MJ m -2 hari -1 . Sama halnya dengan fluks bahang terasa, semakin rendahnya suhu permukaan akan mengakibatkan semakin kecilnya perbedaan antara suhu permukaan dan suhu udara. Hal ini mengakibatkan transfer energi dari permukaan tanah ke tanah bagian dalam akan semakin kecil juga sehingga fluks bahang tanah akan semakin rendah. Begitupun sebaliknya, semakin tinggi suhu permukaan akan mengakibatkan semakin tinggi pula nilai fluks bahang tanah. Pada penelitian ini, daerah yang memiliki suhu permukaan yang relatif tinggi yaitu daerah pemukiman daripada daerah bervegetasi. Sehingga, daerah pemukiman memiliki nilai fluks bahang tanah yang lebih besar daripada daerah bervegetasi Gambar 8. 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 10 15 20 25 30 tanggal Juni 2004 G MJ m -2 hari -1 G pemukiman G vegetasi Gambar 8. Rata-rata nilai fluks bahang tanah MJ m -2 hari –1 di daerah vegetasi dan pemukiman. Pada tanggal 25 Juni 2004, nilai fluks bahang tanah di pesisir pantai utara Jawa Timur daerah pemukiman relatif tinggi. Sementara itu, pada lintang 8 o LS yang sebagian besar merupakan daerah pegunungan vegetasi nilai fluks bahang tanah relatif rendah Gambar 9. Gambar 9. Sebaran nilai fluks bahang tanah MJ m -2 hari – 1 di Propinsi Jawa Timur, tanggal 25 Juni 2004.

4.2.4. Estimasi Fluks Bahang Penguapan