2.1. Indikator Kekeringan
Voght et. al. 1998 mengklasifikasikan indikator kekeringan menjadi tiga, yaitu :
• Indikator meteorologis;
Kekeringan diidentifikasi berdasarkan nilai
Standardised Precipitation Index SPI. Nilai SPI
merupakan perhitungan statistik defisit dan surplus presipitasi bulanan pada
jangka panjang lebih dari 30 tahun. Selain dapat mengindikasikan terjadinya
kekeringan pada suatu wilayah, perhitungan SPI juga dapat digunakan
untuk memonitor indeks kebasahan pada suatu wilayah.
• Indikator berbasis satelit;
Identifikasi indikator kekeringan dilakukan berdasarkan parameter-
parameter permukaan yang merupakan turunan dari data satelit. Beberapa
parameter yang sering digunakan yaitu indeks vegetasi seperti,
Normalized
Difference Vegetation Index NDVI, Global Environmental Monitoring Index
GEMI, Vegetation Condition Index VCI dan Temperature Condition Index
TCI.
Indeks vegetasi merupakan indikator kekeringan yang efisien jika digunakan
pada wilayah kajian yang permukaannya relatif homogen. Identifikasi indikator
kekeringan berdasarkan indeks vegetasi berasumsi bahwa kondisi vegetasi pada
suatu wilayah berhubungan erat dengan ketersediaan air di wilayah tersebut. Jika
suatu wilayah kondisi vegetasinya baik maka wilayah tersebut cenderung
memiliki ketersediaan air yang cukup baik juga. Sebaliknya, jika kondisi
vegetasi pada suatu wilayah, buruk, maka ketersediaan air pada wilayah tersebut
juga buruk.
• Indikator berbasis proses fisik;
Identifikasi indikator kekeringan
berdasarkan proses secara fisik
merupakan analisis dan kajian terhadap transfer massa dan energi antara
permukaan dan atmosfer. Secara umum analisis ini merupakan analisis
komponen-komponen neraca energi.
Nilai Evaporative Fraction EF, Bowen Ratio ß dan dan Crop Water
Stress Index CWSI merupakan turunan dari komponen-komponen neraca energi.
Tinggi rendahnya nilai EF, ß dan CWSI pada suatu wilayah ditentukan oleh tinggi
rendahnya radiasi netto, fluks bahang terasa, fluks bahang tanah dan fluks
bahang penguapan di wilayah tersebut. Nilai EF, ß dan CWSI pada suatu wilayah
dapat mengindikasikan wilayah tersebut tidak berpotensi terjadi kekeringan no
water stress Gambar 2a atau dapat juga mengidentifikasi wilayah-wilayah yang
berpotensi terjadi kekeringan water stress Gambar 2b.
Gambar 2a. Ilustrasi tidak terjadi potensi kekeringan no water stress.
Gambar 2b. Ilustrasi terjadinya potensi kekeringan water stress.
Jika suatu wilayah memiliki kelengasan tanah yang tinggi basah maka albedo dan
suhu permukaan di wilayah tersebut relatif rendah. Albedo permukaan yang rendah akan
mengakibatkan tingginya radiasi netto karena radiasi matahari yang dipantulkan oleh
permukaan bumi rendah. Sementara itu, suhu permukaan yang rendah akan mengakibatkan
kecilnya perbedaan antara suhu permukaan dengan suhu udara sehingga transfer energi
untuk pemanasan tanah dan udara relatif kecil. Radiasi netto yang tinggi serta fluks bahang
Ts rendah Kelengasan tinggi basah
Rn tinggi a rendah
dT rendah H dan G rendah
?E tinggi
EF tinggi ß rendah
CWSI rendah
Ts tinggi Kelengasan rendah kering
Rn rendah a tinggi
dT tinggi H dan G tinggi
?E rendah
EF rendah ß tinggi
CWSI tinggi
tanah dan fluks bahang terasa yang rendah akan mengakibatkan fluks bahang penguapan
yang tinggi. Kondisi ini menggambarkan nilai Bowen Ratio dan Crop Water Stress Index
yang rendah serta nilai Evaporative Fraction yang tinggi yang mengindikasikan wilayah
tersebut tidak berpotensi terjadi kekeringan.
Sebaliknya, kelengasan tanah yang rendah kering pada suatu wilayah akan
mengakibatkan albedo dan suhu permukaan pada wilayah tersebut relatif tinggi. Albedo
yang tinggi akan menyebabkan rendahnya radiasi netto. Sementara itu, suhu permukaan
yang rendah akan mengakibatkan perbedaan yang besar antara suhu permukaan dengan
suhu udara sehingga fluks bahang tanah dan fluks bahang terasa relatif tinggi. Akibatnya,
fluks bahang penguapan pada wilayah itu akan rendah. Kondisi ini mengindikasikan
wilayah tersebut berpotensi terjadi kekeringan yang direpresentasikan oleh nilai Bowen Ratio
dan Crop Water Stress Index yang tinggi serta nilai Evaporative Fraction yang rendah.
2.3. Teknik Penginderaan Jauh 2.3.1. Definisi