113
Sejarah Indonesia
Patih Ktut Jelantik terus mempersiapkan prajurit Buleleng dan memperkuat pos-pos pertahanan.
Dalam pertempuran ini Raja Buleleng juga mendapat dukungan dari Kerajaan Karangasem
dan Klungkung. Sementara, pada tanggal 27 Juni 1846 telah datang pasukan Belanda
berkekuatan 1.700 orang pasukan darat yang langsung menyerbu kampung-kampung di
tepi pantai. Di samping itu, masih ada pasukan laut yang datang dengan kapal-kapal sewaan.
Pertempuran sengit terjadi antara para pejuang dari Buleleng, dibantu oleh para pejuang
Karangasem, dan Klungkung melawan Belanda. Selama dua hari para pemimpin, prajurit,
dan rakyat Buleleng bertempur mati-matian. Mengingat persenjataan Belanda lebih lengkap dan modern, maka para pejuang Buleleng semakin
terdesak. Benteng pertahanan Buleleng jebol dan ibu kota Singaraja dikuasai Belanda. Raja dan Patih Ktut Jelantik beserta pasukannya, terpaksa mundur
sampai ke Desa Jagaraga sekitar 7 km sebelah timur Singaraja. Pasukan Belanda terus mendesak para pejuang dan memaksa Raja Buleleng untuk
menandatangani perjanjian. Perjanjian ditandatangani pada tanggal 6 Juli 1846 yang isinya antara lain: 1 Dalam waktu tiga bulan, Raja Buleleng harus
menghancurkan semua benteng Buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh membangun benteng baru, 2 Raja Buleleng harus membayar ganti
rugi dari biaya perang yang telah dikeluarkan Belanda, sejumlah 75.000 gulden, dan raja harus menyerahkan I Gusti Ktut Jelantik kepada pemerintah
Belanda, 3 Belanda diizinkan menempatkan pasukannya di Buleleng.
Tekanan dan paksaan Belanda itu mencoba ditandingi dengan tipu daya. Raja dan para pejuang pura-pura menerima isi perjanjian itu. Tetapi di
balik itu Raja dan Patih Ktut Jelantik memperkuat pasukannya. Di Jagaraga dibangun benteng pertahanan yang kuat bagaikan gelar-supit urang. Rakyat
juga sengaja tetap mempertahankan Hukum Tawan Karang. Pada tahun 1847 saat ada kapal-kapal asing terdampar di Pantai Kusumba Klungkung,
tetap dirampas oleh kerajaan. Sudah tentu hal ini menimbulkan amarah dari Belanda. Belanda kemudian mengeluarkan ultimatum agar raja-raja
di Buleleng, Klungkung dan Karangasem mematuhi dan melaksanakan isi perjanjian yang telah ditandatangani.
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 Kolonisasi dan
Perlawanan, 2012.
Gambar 2.22 I Gusti Ktut Jelantik.
114
Kelas XI SMAMASMKMAK Semester 1
Raja-raja di Bali tidak menghiraukan ultimatum Belanda itu. Rakyat justru dipersiapkan untuk melawan kekejaman Belanda. Raja Buleleng kemudian
mengirim kurir untuk meminta bantuan pasukan dari kerajaan-kerajaan lain di Bali, sehingga datang pasukan tambahan dari Klungkung, Karangasem,
Mengwi. Belanda mengetahui bahwa Raja Buleleng membangkang dan Patih Ktut Jelantik terus memperkuat pasukannya.
Menghadapi hal tersebut Belanda terus meningkatkan kekuatannya. Pada tanggal 7 dan 8 Juni 1848, telah mendarat bala bantuan Belanda di Pantai
Sangsit. Tanggal 8 Juni serangan Belanda terhadap benteng Jagaraga dimulai. Sebagai pemimpin tentara Belanda antara lain: J. van Swieten,
Letkol Sutherland Benteng Jagaraga terus dihujani meriam. Namun pasukan Buleleng di bawah pimpinan Ktut Jelantik yang dibantu isterinya, Jero
Jempiring mampu mengembangkan pertahanan dengan gelar-supit urang sehingga dapat menjebak pasukan Belanda. Lima orang opsir dan 74 orang
serdadu dapat ditewaskan ditambah lagi tujuh opsir dan 98 serdadu Belanda luka-luka. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur.
Kekalahan Belanda itu cukup menyakitkan perasaan pimpinan Belanda di Batavia. Oleh karena itu, dipersiapkan pasukan yang lebih kuat untuk
melakukan pembalasan. Awal April 1849 telah datang kesatuan serdadu Belanda dalam jumlah besar menuju ke Jagaraga. Pada tanggal 15 April
1849 semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga. Dalam tempo dua hari, yakni tanggal 16 April sore hari semua kekuatan
di Jagaraga dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Runtuhlah Benteng Jagaraga sebagai pertanda lenyapnya kedaulatan rakyat Buleleng. Raja Buleleng diikuti
I Gusti Ktut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem. Tetapi mereka tertangkap dan terbunuh dalam upaya untuk mempertahankan diri.
Dengan terbunuhnya Raja Buleleng dan Patih Ktut Jelantik maka jatuhlah Kerajaan Buleleng ke tangan Belanda. Menyusul kemudian bulan Mei 1849
Karangasem berhasil ditaklukkan, berikutnya Kusumba Klungkung jatuh pula ke tangan Belanda. Tetapi nampaknya tidak mudah Belanda untuk
menguasai Pulau Bali. Pertempuran demi pertempuran masih terus terjadi. Tahun 1906 terjadi Perang Puputan di Badung, pada tahun 1908 terjadi
Perang Puputan di Klungkung.
»
Kamu tahu apa yang dimaksud dengan Perang Puputan? Coba lakukan telaah tentang itu. Nilai apa yang terkadung dalam
Perang Puputan itu
115
Sejarah Indonesia
»
Coba buatlah karya tulis sejarah tentang salah satu Perang Puputan di Bali
6. Perang Banjar
Kamu tentu sudah mengenal Provinsi Kalimantan Selatan. Ibukotanya ada di Banjarmasin. Berbicara soal Banjarmasin, apa yang kamu ingat, apa yang
kamu ketahui tentang Banjarmasin atau Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya. Kamu pernah mendengar tentang batu-batu mulia dan intan dari
Kalimantan Selatan? Atau kamu tahu tentang kain sasirangan. Itu semua merupakan produk-produk penting dari Kalimantan Selatan dewasa ini.
Bagaimana dengan latar belakang sejarahnya?
Di Kalimantan Selatan pernah berkembang Kerajaan Banjar atau Banjarmasin. Wilayah Kesultanan Banjarmasin ini pada abad ke-19 meliputi Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah sekarang. Pusatnya ada di Martapura. Kesultanan ini memiliki posisi yang strategis dalam kegiatan perdagangan
dunia. Hal ini terutama karena adanya hasil-hasil seperti emas dan intan, lada, rotan dan damar. Hasil-hasil ini termasuk produk yang diminati oleh orang-
orang Barat, sehingga orang-orang Barat juga berminat untuk menguasai Kesultanan Banjarmasin. Salah satu pihak yang berambisi untuk menguasai
Banjarmasin adalah Belanda.
Setelah melalui bujuk rayu disertai tekanan-tekanan, maka pada tahun 1817 terjadi perjanjian antara Sultan Banjar Sultan Sulaiman dengan pemerintah
Hindia Belanda. Dalam perjanjian ini Sultan Sulaiman harus menyerahkan sebagian wilayah Banjar kepada Belanda, seperti daerah Dayak, Sintang,
Bakumpai, Tanah Laut, Mundawai, Kotawaringin, Lawai, Jalai, Pigatan, Pasir Kutai, dan Beran. Dengan demikian wilayah kekuasaan Kesultanan
Banjarmasin semakin sempit, sementara daerah kekuasaan Belanda semakin bertambah. Bahkan menurut perjanjian yang diadakan tanggal 4 Mei 1826
antara Sultan Adam Alwasikh dengan Belanda, menetapkan bahwa daerah Kesultanan Banjar tinggal daerah Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin.
Wilayah yang semakin sempit itu telah membawa problem dalam kehidupan sosial ekonomi. Penghasilan para penguasa kerajaan menjadi semakin
kecil. Sementara dengan masuknya pola hidup Barat, kebutuhan hidup para penguasa meningkat. Dengan demikian beban hidup mereka semakin
sulit. Untuk mengatasi kesulitan ini maka mereka menaikkan pajak. Dengan
116
Kelas XI SMAMASMKMAK Semester 1
demikian rakyat menjadi sasaran eksploitasi baik dari pemerintah kolonial maupun para pejabat kerajaan. Rakyat juga diperintahkan untuk melakukan
kerja wajib.
Dalam suasana sosial ekonomi yang memprihatinkan itu, di dalam kerajaan sendiri terjadi konflik intern. Hal ini juga karena ulah intervensi Belanda.
Hal ini bermula saat putera mahkota Abdul Rakhman meninggal secara mendadak pada tahun 1852. Sementara Sultan Adam memiliki tiga putra
sebagai kandidat pengganti sultan, yakni : Pangeran Hidayatullah, Pangeran Tamjidillah, dan Prabu Anom. Ketiga kandidat itu masing-masing memiliki
pendukung. Pangeran Hidayatullah didukung pihak istana dan kebetulan sudah mengantongi surat wasiat dari Sultan Adam untuk menggantikan
sebagai sultan, Pangeran Anom dijagokan sebagai mangkubumi, sedang Tamjidillah didukung Belanda.
Tahun 1857 Sultan Adam meninggal. Dengan sigap Residen E.F. Graaf von Bentheim Teklenburg mewakili Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai sultan
dan Pangeran Hidayatullah diangkat sebagai mangkubumi. Pada hal menurut wasiat yang sah yang diangkat menjadi sultan adalah Pangeran Hidayatullah.
Oleh karena itu, wajar kalau pengangkatan Tamjidillah sebagai Sultan Banjarmasin
menimbulkan protes dan rasa kecewa dari berbagai pihak. Tamjidillah memiliki perangai
yang kurang baik, senang minum-minuman keras seperti orang Belanda. Tamjidillah juga
menghapus hak-hak istimewa pada saudara- saudaranya termasuk menganggap tidak
ada surat wasiat dari Sultan Adam kepada Pangeran Hidayatullah. Kemudian, setelah hak-
haknya dirampas, Pangeran Anom dibuang ke Bandung. Tindakan Tamjidillah yang sewenang-
wenang itu semakin menimbulkan rasa kecewa dari berbagai pihak. Salah satu gerakan protes
dan menolak pengangkatan Tamjidillah sebagai sultan adalah yang dipelopori oleh Penghulu
Abdulgani. Pangeran Hidayatullah yang diangkat sebagai mangkubumi ternyata selalu disisihkan dalam berbagai urusan. Akibatnya ketegangan
di istana semakin tajam sehingga membuat kondisi kerajaan menjadi tidak kondusif.
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 Kolonisasi dan
Perlawanan, 2009. Gambar 2.23 Pangeran Hidayatullah.
117
Sejarah Indonesia
»
Berdasarkan uraian yang sudah ada itu coba lakukan
identifikasi, sebab-sebab terjadinya perang di Kesultanan
Banjarmasin
Dalam suasana yang penuh ketegangan itu ditambah terjadi
gerakan di pedalaman yang dipelopori oleh Aling. Aling yang juga
dikenal sebagai Panembahan Muning mengatakan dalam semedinya ia
mendapatkan firasat agar Kesultanan Banjarmasin dikembalikan kepada
Pangeran Antasari, sepupu Pangeran Hidayatullah. Pangeran Antasari
adalah juga seorang pangeran yang diperkirakan juga keturunan raja
di Banjarmasin. Gerakan Aling ini
membuat suasana kerjaan semakin kacau. Pusat gerakan Aling dinamakan Tambai Mekah Serambi Mekah yang terletak di tepian Sungai Muning. Aling
juga memanggil Antasari agar datang di Tambai Mekah. Pengaruh Aling ini semakin besar dan banyak pengikutnya, karena Aling memang dipandang
orang yang sakti. Pangeran Antasari yang memang sudah kecewa dengan apa yang terjadi di lingkungan kerajaan, datang
dan bergabung dengan Gerakan Aling. Antasari berkeinginan untuk menurunkan Tamjidillah
dan melawan kekuasaan Belanda. Di samping kekuatan penuh dari pengikut Aling, Pangeran
Antasari juga mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Sultan Pasir dan Tumenggung
Surapati pimpinan orang-orang Dayak.
»
Bagaimana Perang Banjar berlangsung ?