Kerjasama Indonesia-Norwegia melalui skema reducing emissions form defroestation and forestdegradation (REDD+) dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia

(1)

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis tugas akhir bersedia :

"Bahwa hasil penelitian dapat dionlinekan sesuai dengan peraturan yang berlaku, untuk kepentingan riset dan pendidikan".

Bandung, 13 September 2013

Penulis, Menyetujui,

Pembimbing

JFI^^

Nadhea Ladv NrM.4430600s


(2)

(3)

(4)

143

DATA PRIBADI

Nama : Nadhea Lady

Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 22 Desember 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Telpon : 087871050717 Berat Badan : 46 Kg

Tinggi Badan : 162 Cm

Status Marital : Belum Menikah

Nama Ayah : Guntur Teddy Sandjaya

Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Dewi Yana

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat Orang Tua : Jl. ZZ No 10 RT. 006 RW. 004 Kel. Cengkareng Barat Kec. Cengkareng Jakarta Barat 11730 Email : [email protected]


(5)

1. 2006-2013 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

Berijazah

2. 2003-2006 SMA Yuppenter 4, Tangerang Berijazah 3. 2000-2003 SMP Negeri 45, Cengkareng-Jakarta Berijazah 4. 1994-2000 SD Kertapawitan, Cengkareng-Jakarta Berijazah

PENGALAMAN BERORGANISASI

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2004-2005 Wakil Ketua PMR, SMA Yuppentek 4 -

PENGALAMAN KEGIATAN

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2005 Bendahara Kegiatan Donor Darah SMA Yuppentek 4

- 2. 2009 Panitia, Makrab Jurusan Ilmu Hubungan

Internasional UNIKOM

Bersertifikat

SEMINAR

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2008 Peserta, “Comparative Study of International

Relation Science Department of UNIKOM”

Bersertifikat 2. 2009 Peserta, Seminar Muslimah “Atas Nama

Cinta” UMMI UNIKOM Bersertifikat

3. 2009 Peserta, Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UNIKOM

Bersertifikat

4. 2009 Peserta, Guest Lecture “The Future of United

States of America – Indonesia Relationship

Bersertifikat 5. 2009 Peserta, Seminar Sekertariat Ditjen

Multilateral Departemen Luar Negeri RI – HI UNPAD Goes to International Organizations “Pemantapan Materi Politik Luar Negeri Indonesia” dan “Pameran dan Seminar Peluang Bekerja di Organisasi Internasional”

Bersertifikat

6. 2010 Peserta, Seminar Nasional Teknologi Informasi “Smart & Fun With Microsoft

Bersertifikat 7. 2012 Peserta, Seminar Kewarganegaraan “Proud

To Be Indonesian: Generasi Kebanggan Bangsa”


(6)

1. Operasionalisasi Microsoft Office 2. Bahasa Inggris Aktif & Pasif 3. Internet

Bandung, Agustus 2013


(7)

Partnership Between Indonesia Norway Through Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Scheme in the Saving Indonesian Forestry

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Sidang Sarjana Strata-1 (S1) Pada

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Oleh Nadhea Lady

44306005

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2013


(8)

v

Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kerjasama Indonesia – Norwegia Melalui Skema

Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+)

Dalam Upaya Penyelamatan Hutan Indonesia”. Adapun maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia.

Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan maupun pengalaman peneliti. Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan semangat berbagai pihak yang sangat besar artinya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, perkenankan peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

2. Ibu Hj. Prof. Aelina Surya, Dra., selaku Pembantu Rektor III Universitas Komputer Indonesia.


(9)

vi

perkuliahan maupun pada saat bimbingan revisi.

4. Bapak H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si., selaku Dosen Wali dan Pembimbing Utama. Saya ucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada Pak Budi yang telah berkenan membimbing saya dengan penuh kesabaran. Memberikan masukan, saran, arahan serta motivasi kepada saya selama proses perkuliahan dan terutama pada saat penulisan skripsi ini, sehingga membuat skripsi ini menjadi lebih baik. Juga untuk semua ilmu yang saya dapat dari Bapak semasa perkuliahan hingga sekarang.

5. Ibu Sylvia Octa Putri, S.IP., selaku Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional. Terima kasih untuk sesi curhat colongan ke Ibu tentang kendala dalam skripsi ini dan memberi masukan serta pengetahuan kepada saya. Juga untuk segala kesempatan dan motivasi selama perkuliahan. 6. Ibu Dewi Triwahyuni, S.IP., M.Si., selaku Dosen Prodi Ilmu Hubungan

Internasional. Terima kasih untuk segala ilmu dan pengetahuan yang telah Ibu ajarkan kepada saya semasa perkuliahan, juga untuk segala masukan serta kritik yang sangat membangun untuk penulisan skripsi ini.

7. Ibu Yesi Marince, S.IP., M.Si. Banyak rasa terima kasih yang ingin saya sampaikan kepada Ibu atas segala dorongan, motivasi dan saran yang telah diberikan selama ini. Terima kasih juga karena Ibu telah memberikan kepercayaan diri saya dalam menyusun skripsi ini sejak awal.


(10)

vii

9. Seluruh Dosen Luar Biasa Program Studi Ilmu Hubungan Internasional UNIKOM beserta seluruh staf dan karyawan Universitas Komputer Indonesia, terima kasih atas ilmu dan bantuannya baik yang langsung maupun tidak langsung.

10.Seluruh staf dan karyawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, atas respon dan bantuannya yang sangat membantu saya ketika melakukan penelitian disana.

11.Papi Guntur Teddy Sandjaya dan Mami Dewi Yana, selaku Orangtua. Dea haturkan terima kasih yang teramat sangat atas doa yang tidak pernah putus dipanjatkan, kasih sayang yang tak terhingga, didikan, nasehat, perhatian, kepercayaan, motivasi dan dukungan sampai dengan saat ini. Atas segala kesabaran yang selalu Papi dan Mami berikan untuk Dea. Terima kasih telah menjadi Orangtua yang sangat luar biasa. Maaf kalo Dea belum bisa membahagiakan kalian. I love you, Papi dan Mami. Serta untuk adik-adikku tersayang, Adhiguna Aldy, Eskirany Audy, Edithya Widy, Tiara Hedy dan Balny Maldino untuk semua semangatnya.

12.Terima kasih untuk keluarga besar di Cengkareng dan Tangerang, terutama untuk Oma, Bunda Emalia, Ibu Tati, Om Ais, Tante Woro dan Tante Enah yang juga tidak putus memberikan doa dan dukungan. Untuk Rica Windy, Alvitia RG Niar, Andre Azizi, Reza Rafsanjani, Reynald


(11)

viii berada atas support nya.

13.Intan Sarah Augusta, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik. Terima kasih untuk segala support nya, terima kasih untuk selalu ada untuk saya, juga terima kasih atas doa nya yang menjadikan semua ini terwujud. Derliana, terima kasih buat bantuan dan semangatnya, dari dulu sampai sekarang. Terima kasih segala nasehat ala ibu-ibu nya, perhatiannya dan kebawelannya. Amir Mubarak dan Edoardo Mote, yang selalu bisa jadi tempat bertanya. Makasih guys buat hari-hari kebersamaan yang selalu menyenangkan. 14.Teman-teman (tidak) senasib tapi seperjuangan lainnya di HI 2006.

Ciptani Sita Permana, makasih cicip sang dosen pembimbing part time untuk segala masukan dan bantuannya di waktu senang dan sedih. Hario, sahabat semasa Olympus hingga lulus kuliah. Anggie Chintamy, Triya W Sakti, Adi Rusdinsyah, Imannuel Keintjem, Tri Farida, Riesta Gema, Aditya N Saputra, Susi Pesta, Taufik Rizaka, Luiza Moniz, Helder Olivio, Nopi Jusarohwati, Maman Supriyadi, Yerichielli Mendrofa, Putri Cahaya, Ira Merdeka, M Irawan, Miranti Purnama, dan Bayu Saputra.

15.Rekan seperjuangan skripsi. Adhi Wardana, Hegar Julius, Adam Budi Santoso, Imannuel Hutahaean, Reza Fauzan Annas, Beatrice Dian Maya, Akbarizal Alireksa dan Alfhino Limbong. Selamat jadi Sarjana, kawan.


(12)

ix

Fahmi Sinaga, Kiki, Ira Karmina, Wenaldy Andarisma, Chrisnanta Amijaya, Andrew, Gurmiwa, Dadit, Erwin Saputra, Rona Mega, Mentari Salima, Fitri Budi, Ardhi, dan Isfitriyani.

17.Sahabat-sahabat tercinta di Tangerang, Cengkareng dan Bandung. Indra Prasetyo, Fauzan Putera, Lia Rianti, Putri Juliana, Ari Puji Ati, Yunita Amalia, Eki Permana, dan Rizki Firmana. Makasih semangat dan motivasinya selalu.

18.Duty, thank you for everything you do. Atas kesabaran yang luar biasa. 19.Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu

atas bantuannya untuk menyelesaikan skripsi ini. Kalian semua selalu ada dalam doa terima kasih terdalamku.

Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu peneliti terbuka untuk menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan di masa mendatang.

Bandung, Agustus 2013 Peneliti


(13)

x

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 13

1.2.1 Rumusan Masalah Mayor ... 13

1.2.2 Rumusan Masalah Minor ... 13

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 14

1.3.1 Maksud Penelitian ... 14

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Kegunaan Penelitian... 15

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 15

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 16

2.2 Kerangka Pemikiran ... 19

2.2.1 Hubungan Internasional ... 19

2.2.2 Politik Luar Negeri ... 25


(14)

xi

2.2.4.1 Tatap-tahap Membuat Perjanjian Internasional ... 37

2.2.4.2 Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional ... 39

2.2.4.3 Berakhirnya Suatu Perjanjian Internasional ... 39

2.2.5 Lingkungan Hidup ... 40

2.2.5.1 Pengertian Lingkungan Hidup ... 40

2.2.5.2 Perkembangan Isu Lingkungan Hidup Dalam Hubungan Internasional ... 42

2.2.5.3 Pengertian Deforestasi dan Degradasi Hutan ... 47

2.2.5.4 Pengertian Emisi ... 51

2.2.6 Bantuan Luar Negeri ... 53

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 56

3.1.1 Hutan ... 56

3.1.1.1 Fungsi Hutan ... 59

3.1.1.2 Manfaat Hutan ... 60

3.1.1.3 Dampak Kerusakan Hutan ... 61

3.1.2 Gambaran Umum Hutan Indonesia ... 62

3.1.2.1 Faktor Penyebab Kerusakan Hutan Indonesia ... 64

3.1.3 Kebijakan Lingkungan Hidup Indonesia ... 65

3.1.4 Kebijakan Lingkungan Hidup Norwegia ... 66

3.1.5 Hubungan Indonesia – Norwegia ... 69

3.1.6 Gambaran Umum Skema Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) ... 73

3.1.6.1 Pengertian Skema ... 73

3.1.6.2 Latar Belakang Terbentuknya Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) ... 74


(15)

xii

3.1.6.4 Visi, Misi dan Tujuan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) di

Indonesia ... 79

3.2 Metode Penelitian... 80

3.2.1 Desain Penelitian ... 80

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 81

3.2.2.1 Studi Pustaka ... 81

3.2.3 Teknik Analisa Data ... 83

3.2.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 84

3.2.4.1 Lokasi Penelitian ... 84

3.2.4.2 Waktu Penelitian ... 84

3.2.5 Sistematika Penulisan ... 85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Pemerintah Norwegia Menerima Proposal Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) dari pemerintah Indonesia ... 87

4.2 Program Yang Dilakukan Pemerintah Indonesia dan Norwegia Melalui Kerangka Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Dalam Upaya Penyelamatan Hutan Indonesia ... 91

4.2.1 Fase 1: Tahap Persiapan ... 93

4.2.1.1 Strategi Nasional REDD+ di Indonesia ... 93

4.2.1.2 Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) REDD+ ... 95

4.2.1.3 Instrumen Pengelolaan Dana Hibah ... 97

4.2.1.4 Provinsi Percontohan ... 98

4.2.2 Fase 2: Tahap Transformasi ... 100 4.2.2.1 Mekanisme Pengukur, Pelaporan, dan Verifikasi


(16)

xiii

4.3 Kendala Yang Dialami Program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Dalam Upaya Penyelamatan Hutan

Indonesia ... 105

4.3.1 Kendala Teknis ... 105

4.3.2 Kendala Kultural Masyarakat Adat Indonesia ... 106

4.3.3 Kendala Kebijakan Perlindungan Hutan Indonesia ... 109

4.4 Tingkat Keberhasilan dan Prospek Kerjasama Indonesia – Norwegia Melalui Kerangka Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Dalam Upaya Penyelamatan Hutan Indonesia .. 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 114

5.2 Saran ... 115

5.2.1 Saran Untuk Kelembagaan REDD dan Pemerintah Indonesia .... 115

5.2.2 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 116

LAMPIRAN... 122


(17)

117 BUKU

Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori Dan Praktik Indonesia. Bandung. PT. Refika Aditama

Baylis, John dan Steve Smith. 2011. The Globalization Of World Politics: An Introduction To International Relations fifth edition. UK: Oxford University Press

Colman, Andrew. 2001. A Dictionary Of Psychology. UK: Oxford University Press

Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi: Antara Teori Dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Holsti, K.J. 1987. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis (terjemahan). Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya

Hurrell, Andrew dan Benedict Kingsbury. 1992. The International Politics Of The Environment: Actors, Interests, And Institutions. USA: Oxford University Press

Ikbar, Yanuar. 2007. Ekonomi Politik Internasional 2: Implementasi Konsep dan Teori. Bandung : PT. Rafika Aditama

Kusumaadmaja, Mochtar. 2003. Pengantar Hubungan Internasional. Bandung: PT. Alumni

Mas’oed, Mohtar. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin Dan Metodologi. Jakarta: LP3ES

Mauna, Boer. 2001. Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. ALUMNI

McClelland, Charles. 1986. Ilmu Hubungan Internasional: Teori Dan Sistem. Jakarta: C.V. Rajawali

Murdiyaso, Daniel. 2007. Protokol Kyoto: Implikasinya Bagi Negara Berkembang. Jakarta: Kompas


(18)

Neuman, Lawrence W. 2000. Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches. Boston-London: Allyn and Bacon

Perwita, A.A. Banyu dan Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Oldeman, L.R. 1992. The Global Extent Of Soil Degradation

Rana, Kishan S. 2002. Bilateral Diplomacy. New Delhi: Manas Publications Rudy, T. May. 1993. Pengantar Ilmu Politik: Wawasan Pemikiran Dan

Kegunaannya. Bandung: PT. Refika Aditama

________. 2002. Hukum Internasional 1. Bandung: PT. Refika Aditama.

________. 2003. Hubungan Internasional Kontemporer Dan Masalah – Masalah Global. Bandung: PT. Refika Aditama

________ 2009. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: PT. Refika Aditama

Parthiana, I Wayan. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju

Penyusun, Tim. 2011. Pedoman Penulisan Skripsi Dan Pelaksanaan Sidang Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia. Bandung: Universitas Komputer Indonesia

Siahaan, N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga

Smith, Michael dan Brian Hocking. 1990. World Politics: An Introducing To International Relations. Harvester Wheatsirf

Soemarwoto, Oto. 2001. Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gajamada University Press

Soeprapto. 1997. Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi Dan Perilaku. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sugiono, Muhadi. 2006. Global Governance Sebagai Agenda Penelitian Dalam Studi Hubungan Internasional. Jakarta

Wartahimahi, Suwardi. 1967. Pengantar Hubungan Internasional. Surabaya: Pustaka Tinta Mas


(19)

PUBLIKASI

Angelsen, Arild. 2012. Menganalisis REDD+: Tantangan Dan Pilihan.

Kaimowitz, D. dan Angelsen, A. 1998. Economic models of tropical deforestation - A review. CIFOR, Bogor, Indonesia. 139.

KARYA ILMIAH/SKRIPSI/TESIS

Winarto, Sigit. 2007. Latar Belakang Diterimanya Proposal Reducing Emission From Deforestation And Forest Degradation (REDD) Indonesia Oleh Norwegia.

HARIAN UMUM/KORAN

HU Kompas, 2007. Kegelisahan Akan Dunia Yang Menghangat, 20 Juli 2007, hal. 6.

RUJUKAN ELEKTRONIK

REDD, Apakah Itu?. Melalui http://www.redd-indonesia.org/index.php?option= com_content&view=article&id=180&Itemid=6 [13/03/2012].

Pemanasan Global. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_Global [13/03/2012].

Perubahan Iklim. Melalui http://www.redd-indonesia.org/index.php?option=com_ content&view=article&id=223&Itemid=83 [13/04/2012].

Indonesia Forest Information and Data. Melalui http://rainforests.mongabay.com/ deforestation/2000/Indonesia.htm [13/04/2012].

UN-REDD. UN-REDD di Indonesia. Melalui http://storage.jakstik.ac.id/Produk Hukum/kehutanan/6.UNREDD_Factsheet_0. pdf [13/04/2012].

http://www.psil.undip.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=12 2&Itemid=27 [14/04/2012].

Departemen Lingkungan Hidup. Kerjasama Internasional. Melalui http://www.nor wegia.or.id/?About_Norway/=Politik-Luar-Negeri/iklim-dan-lingkung an-hidup-/cooperation/ [18/04/2012].


(20)

http://www.theglobejournal.com/kategori_/lingkungan/skema-redd-dan-masadepa nekonomi-hutan.php [19/04/2012].

Mulyadi. Pemanasan Global. Melalui http://www.iwf.or.id/assets/document/212 95.pdf [19/04/2012].

Makatita, Troy. 2011. KTT Bumi Rio De Janeiro. Melalui http://ipsalundana2011. blogspot.com/2011/11/ktt-bumi-rio-de-jeneiro.html [19/04/2012]. Proyek Percontohan. Melalui http://www.redd-indonesia.org/index.php?option=

com_content&view=article&id =205&Itemid=57 [01/05/2012]. UNFCCC. 2010. Gambaran Umum Issue Perubahan Lingkungan. Melalui http://w

ww.deptan.go.id/kln/pdf/unfccc.pdf [01/05/2012]. http://www.wahanalingkunganhidup.html/4.htm [01/05/2012].

http://aadrean.wordpress.com/2010/06/10united-nationframework-convention-on-climate-change-unfccc/ [01/05/2012].

http://www.norwegia.or.id/About_Norway/Politik-Luar-Negeri/Iklim-dan-lingkun gan-hidup/cooperation/ [01/05/2012].

Pertumbuhan Ekonomi. Melalui http://norwegia.or.id/About_Norway/business/ec onomy/growth/ [02/05/2012].

BPK RI. Melalui http://www.environmental-auditing.org/Portals/0/AuditFiles/Au dit%20of%20%20Commodity%20Plants%20Forest.pdf [04/05/2012]. http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg267

44 [05/05/2012].

http://ri-norwegia-sepakati-redd+-1-miliar-dolar-as.htm [12/05/2012].

http://forum.kompas.com/nasional/29986-terimakasih-banyak-kepada-kerajaan-no rwegia-dan-selamat-untuk-pemerintah-indonesia.html [12/05/2012]. http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/gpglulucf/gpglulucf_contents.htm

[30/05/2013].

Geografi Indonesia. Melalui http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geog rafi-indonesia [21/06/2013].


(21)

Degradasi Hutan 10 Tahun Terakhir Mencapai Dua Juta Hektar. Melalui http:// www.antaranews.com/print/31978/degradasi-hutan-10-tahun-terakhir-mencapai-dua-juta-hektar [21/06/2013].

Manfaat Hutan. Melalui http://pengertian-definisi.blogspot.com/2010/10/manfaat- hutan.html [19/07/2013].

http://www.d-forin.com [26/07/2013]

Apa Kabar LoI Norway?. Melalui http://rampenbosnia.blogspot.com/2013/01/apa-kabar-loi-norway.html [28/07/2013].

Sirajuddin, Azmi. Masa Depan Proyek REDD+ Di Sulawesi Tengah. Melalui http://www.ymp.or.id/content/view/287/1/ [28/07/2013].

http://politik.pelitaonline.com/news/2012/12/11/negara-nodai-komitmen-protokol kyoto#.UgyvtkwdYY [28/07/2013].

Artharini, Isyana. Lima Masalah Perlindungan Hutan. Melalui http://id. berita.yahoo.com/lima-masalah-utama-perlindungan-hutan-indonesia. html [28/07/2013].

http://www.satgasreddplus.org/download/180612.Strategi.Nasional.REDD+.pdf [28/07/2013].

Struktur Kerja Satuan Tugas REDD+. Melalui http://www.satgasreddplus.org/ satgas-redd/struktur-kelompok-kerja-satgas-redd [28/07/2013].

Fajar, Nur R. 2013. Memperpanjang Moratorium Hutan, Memperpanjang Kehidupan. Melalui http://www.antaranews.com/berita/374828/memp erpanjang-moratorium-hutan-memperpanjang-kehidupan

[28/07/2013].

http://www.greenpeace.org/seasia/id/PageFiles/474224/INA-NO%20LoI%20Ring kasan%20Eksekutif%20Kajian%20Greenpeace.pdf [28/07/2013].


(22)

1

1.1Latar Belakang Masalah

Setelah berakhirnya Perang Dingin sekitar awal 1990-an, kajian Ilmu Hubungan Internasional mengalami perkembangan isu yang mempengaruhi kehidupan sistem internasional. Isu high politics mengenai ideologi, politik dan keamanan yang sebelumnya mendominasi mulai tergeser dengan adanya permasalahan baru seputar Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, kesetaraan gender, ekonomi, dan juga isu mengenai lingkungan hidup. Isu-isu seperti ini disebut juga isu low politics.

Isu lingkungan hidup telah menjadi pembicaraan penting dalam beberapa dekade terakhir. Permasalahan mengenai lingkungan hidup menarik perhatian berbagai pihak baik di tingkat lokal, nasional bahkan global. Isu ini pertama kali diangkat sebagai agenda dalam hubungan internasional pada tahun 1970-an, dan kini kepedulian terhadap lingkungan hidup menjadi isu global karena proses yang menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan berhubungan dengan proses-proses politik dan sosial-ekonomi yang lebih luas, dimana proses-proses tersebut merupakan bagian dari ekonomi politik global (Baylis dan Smith, 2011: 315).

Fenomena dampak kerusakan lingkungan hidup ini mendorong komunitas internasional untuk mencari penyebabnya (mitigasi) dan untuk mengantisipasi


(23)

akibatnya (adaptasi). Isu ini menjadi permasalahan global dikarenakan jika terdapat kerusakan lingkungan di suatu wilayah, bukan hanya wilayah yang bersangkutan yang merasakan dampak negatif namun juga dapat dirasakan secara global.

Melihat kenyataan akan pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup, maka dunia internasional memulai langkah-langkah untuk menghadapi perubahan iklim tersebut. Baik negara maju hingga negara berkembang membentuk suatu kerjasama lintas negara (trans boundaries) untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup tersebut karena permasalahan ini tidak dapat diselesaikan secara individu oleh satu negara saja. Berbagai upaya pencegahan efek dari pemanasan global (global warming) dituang kedalam berbagai wadah perjanjian. Deforestasi menjadi topik utama di dalam berbagai forum diskusi yang membahas isu perubahan iklim terutama yang berkaitan dengan sektor kehutanan.

Konferensi lingkungan hidup yang pertama kali diselenggarakan adalah Konferensi Internasional Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nations Conference on the Human Environment) di Stockholm, Swedia pada tahun 16 Juni 1972 yang dihadiri oleh perwakilan dari 114 negara. Konferensi yang di prakarsai oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini merupakan titik awal upaya penyelamatan lingkungan hidup global. Melalui Konferensi Stockholm ini disepakati pentingnya kesadaran pemeliharaan lingkungan hidup melalui moto “The Only One Earth” (hanya ada satu bumi) serta menetapkan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup sedunia. Pertemuan ini menghasilkan deklarasi lingkungan hidup, rencana aksi lingkungan


(24)

hidup, dan rekomendasi tentang kelembagaan pendukung rencana aksi tersebut. Hal ini diwujudkan dengan membentuk suatu lembaga yang bernama United Nations Envvironment Programme (UNEP) yang berkedudukan di Nairobi, Kenya.

Dua puluh tahun setelah Konferensi Stockholm, diselenggarakan oleh PBB United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau yang lebih dikenal sebagai The Earth Summit (KTT Bumi) tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil yang merupakan bentuk penegasan dari Deklarasi Stockholm, terutama menyangkut isi deklarasi bahwa permasalahan lingkungan merupakan isu utama yang berpengaruh pada kesejahteraan manusia dan pembangunan ekonomi di seluruh dunia.

Dalam konferensi ini kemudian ditandatanganilah United Nations Convention on Climate Change (UNFCCC). Otoritas tertinggi UNFCCC dipegang oleh pertemuan anggota yang dilakukan setiap tahunnya yang dikenal dengan nama Conference of Parties (COP) semenjak tahun 1995. Pada pertemuan COP ke-3 yang diadakan di Kyoto, Jepang, suatu persetujuan internasional yang di sebut Protokol Kyoto diadopsi sebagai pendekatan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Protokol Kyoto mengatur pengurangan emisi gas rumah kaca dari semua negara-negara yang meratifikasinya (http://aadrean.wordpress.com/2010/ 06/10united-nationframework-convention-on-climate-change-unfccc/diakses pada tanggal 01-05-2012).

Mengingat bahwa Protokol Kyoto akan berakhir masa perjanjian pada tahun 2012, oleh sebab itu dunia internasional mempersiapkan suatu kesepakatan


(25)

pengganti yang diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih baik dengan mengikutsertakan skema untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Dalam konvensi perubahan iklim di Cancun, Meksiko tahun 2010, dunia bersepakat untuk memasukkan REDD dalam mekanisme upaya penurunan emisi gas karbon yang akan berlaku setelah Protokol Kyoto.

Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD) disepakati pada COP tentang perubahan iklim di Montreal, Kanada di tahun 2005. REDD merupakan sebuah mekanisme global yang memberikan insentif kepada negara berkembang pemilik hutan seperti Indonesia untuk melindungi hutannya. Skema ini mulai hangat diperbincangkan dalam putaran perundingan perubahan iklim.

REDD dirancang oleh Papua Nugini dan Kosta Rika, dua negara pemilik hutan tropis yang merasa tidak mendapat keuntungan dari skema di bawah rezim Protokol Kyoto. Dua skema Protokol Kyoto, Emission Trading (ET) dan Joint Implementation (JI) hanya berlaku untuk dan di antara negara maju atau negara Annex I. Skema lain dari Protokol Kyoto, Clean Development Mechanism (CDM), memang turut melibatkan negara berkembang tetapi dibatasi tidak lebih dari 1% total emisi tahunan negara maju yang menginvestasikan proyek CDM-nya di negara berkembang. Jumlah yang sangat kecil ini tidak lepas dari prinsip pengurangan emisi domestik sebagai tujuan utama Protokol Kyoto. Artinya, mekanisme ET, JI, maupun CDM hanya pelengkap (additional) atas tujuan utama Protokol Kyoto yakni mendesak negara Annex I agar mengurangi emisi domestiknya (Murdiyarso, 2007: 48-59).


(26)

REDD berkembang dengan menambahkan tanda “plus” di belakangnya dengan menambahkan areal peningkatan cadangan karbon hutan ke dalam cakupan awal strategi REDD berupa peranan konservasi dan pengelolaan hutan secara lestari, pemulihan hutan dan penghutanan kembali, serta peningkatan cadangan karbon hutan (http://redd-indonesia.org/index.php?option=com_content &view=article&id=180&Itemid=6 diakses pada tanggal 13-04-2012). Sebagai tuan rumah dalam pertemuan COP ke-13, Indonesia berupaya memperjuangkan REDD+ sehingga bisa diterima negara-negara lain terutama oleh negara Annex I. Indonesia memang sangat berkepentingan terhadap skema REDD+, karena Indonesia merupakan negara dengan luas hutan tropika terbesar ketiga didunia, dimana Indonesia memiliki kawasan hutan seluas 133.433.366,98 Ha (hektare). Sekitar 47.236.000 Ha diklasifikasikan sebagai hutan primer, dan hutan karbon, dan sekitar 3.549.000 Ha sebagai hutan tanaman (http://rainforests.mongabay.com /deforestation/2000/Indonesia.htm diakses pada tanggal 13-04-2012).

Akan tetapi, luas hutan tersebut diperkirakan mengalami deforestasi dan degradasi rata-rata sebesar 1,17 juta Ha per tahun dengan 14% dari luas hutan Indonesia dinyatakan dalam keadaan kritis yang disebabkan oleh maraknya penebangan hutan liar (illegal logging) pada periode 2003 sampai 2006 berdasarkan pantauan citra satelit yang dikeluaran oleh Pemerintah (http://stor age.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/6.UN-REDD_Factsheet_0.pdf diakses pada tanggal 13-04-2012).

Degradasi dan deforestasi dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2) sebagai salah satu penyebab terjadinya global


(27)

warming. CO2 merupakan gas yang dibutuhkan oleh tanaman untuk melakukan proses fotosintesis dan seperti gas rumah kaca lainnya, gas ini berguna untuk mempertahankan suhu bumi di malam hari dengan menahan sebagian pancaran balik cahaya matahari. Namun, konsentrasi CO2 dan gas rumah kaca lainnya meningkat drastis setelah adanya industrialisasi dan sejak manusia mulai menggunakan bahan bakar fosil, yang melepaskan banyak karbon ke atmosfer. Semakin banyak pancaran balik cahaya matahari yang terperangkap telah menyebabkan temperatur bumi naik dengan rata-rata sekitar 0,4 derajat Celcius sejak 1970-an. (http://www.redd-indonesia.org/index.php?option=com_content&v iew=article&id=223&Itemid=83 diakses pada tanggal 13-04-2012).

Hutan merupakan paru-paru bumi yang mempunyai fungsi mengabsorbsi gas CO2. Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak, batu bara, dll) akan menyebabkan kenaikan gas CO2 di atmosfer yang menyelubungi bumi. Selain global warming, kerusakan hutan juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada lapisan ozon (O3). Perubahan suhu bumi yang terjadi saat ini, diketahui mengalami peningkatan sekitar 2 derajat Celcius sampai 4,5 derajat Celcius. Kenaikan suhu udara tidak merata di bumi, serta kondisi cuaca dan iklim ekstrim dalam bentuk angin badai, hujan lebat dan kekeringan semakin kerap terjadi sebagai akibat dari global warming (Wartahimahi, 2007: 6).

Deforestasi dan degradasi hutan ini juga telah menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia yang berkontribusi secara nyata terhadap perubahan iklim. Di level global, sekitar 17% emisi gas rumah kaca


(28)

berasal dari kegiatan penebangan hutan. Kerusakan hutan Indonesia merupakan suatu permasalahan yang besar, bahkan sudah mencapai ambang mengkhawatirkan. Dalam laporan Greenpeace disebutkan bahwa kerusakan hutan di Indonesia merupakan kerusakan hutan tertinggi di dunia.

REDD+ menjadi faktor penting dalam berbagai negoisasi internasional. Modelnya menuruti prinsip “common but differentiated responsibility” (kewajiban sama dengan tanggung jawab berbeda), dimana semua negara bertanggung jawab atas permasalahan lingkungan hidup ini namun bentuk pertanggungjawaban nya berbeda-beda sesuai dengan kapasitas masing-masing negara. Sebagai contoh, negara maju yang menghasilkan emisi dalam proses industrialisasi dan untuk menopang gaya hidup, menyediakan dana dan teknologi untuk negara berkembang sebagai bentuk komitmen dampak emisi karbon mereka. Sementara negara berkembang akan diberikan insentif untuk menjaga dan melestarikan hutannya.

Disadari atau tidak, lingkungan hidup menjadi salah satu instrumen politik suatu negara dalam menjalin hubungan dengan negara lain dan merupakan tantangan terbesar bagi kebijakan politik luar negeri beberapa negara di dunia, karena secara tidak langsung kerusakan pada lingkungan hidup akan berdampak pada perubahan iklim yang secara akan pula dirasakan oleh semua masyarakat dunia tanpa terkecuali. Pasca UNFCCC Bali 2007, peta hubungan internasional sedikit banyak mulai berubah. Negara-negara berkembang pemilik hutan kini semakin memiliki nilai tawar politik-ekonomi yang lebih kuat. Dengan membalikkan prioritas perhatian dalam isu pemanasan global, dari deforestasi


(29)

yang terjadi disejumlah negara berkembang, berbalik pada industrialisasi di negara maju yang harus melakukan kompensasi utang karbon atas emisi yang mereka hasilkan (Sigit Winarto, 2007).

Politik luar negeri suatu negara merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dalam negerinya dari luar yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi di dalam negeri maupun internasional yang mempengaruhi sikap, cara pandang serta posisi di dalam pergaulan antar bangsa. Salah satu bentuk pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terkait dengan isu lingkungan adalah kebijakan Pemerintah Indonesia dalam mengadakan kerjasama dengan negara lain baik dalam lingkup kerjasama regional maupun kerjasama bilateral, seperti kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Norwegia dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia dalam kerangka REDD+.

Norwegia merupakan negara industri yang juga salah satu negara terkaya di dunia. Kekayaan materi disebabkan karena kekayaan sumber daya alam dan sebagian lain dikarenakan keikutsertaan Norwegia dalam industri Eropa Barat. Sejak tahun 1970, industri minyak lepas pantai telah memainkan peranan dominan dalam perekonomian Norwegia. Dengan laju industri yang pesat, Norwegia memiliki kebijakan lingkungan hidup untuk memastikan industrinya tidak bertentangan dengan lingkungan. Dalam hal ini, upaya untuk menerapkan penangkapan dan penyimpanan gas karbon (Capture and Storage of CO2 atau

CCS) menjadi langkah yang penting.

Keberhasilan Norwegia dalam mencapai target lingkungan nasional bergantung pada kerjasama lingkungan internasional. Kerjasama lingkungan


(30)

internasional penting dalam membangun kemampuan untuk merencanakan solusi yang baik dalam menghadapi tantangan lingkungan global yang di hadapi negara-negara di dunia dalam bentuk perubahan iklim, hilangnya keragaman biologi dan penyebaran zat kimia berbahaya ke lingkungan. Norwegia berperan penting dalam upaya menerapkan kerjasama internasional yang mengikat secara hukum dalam hal permasalahan lingkungan (Sigit Winarto, 2007).

Kebijakan manajemen lingkungan dan sumber daya merupakan komponen penting dari kebijakan kerjasama luar negeri pembangunan Norwegia. Kondisi lingkungan yang memuaskan membantu memajukan stabilitas dan keamanan. Lingkungan yang sehat dan beragam penting untuk mengentaskan kemiskinan dan mencapai pembangunan yang berkesinambungan yang bermanfaat bagi semua orang di seluruh dunia. Norwegia mendukung penuh upaya negara-negara dengan kawasan hutan hujan tropis besar, seperti Indonesia, Brasil, dan Republik Kongo, untuk menurunkan laju emisinya. Karena Norwegia berpendapat hutan memiliki peran yang sangat signifikan mencegah laju perubahan iklim. Di antara komitmen negara maju, komitmen Norwegia lah yang paling jelas dengan rencana penurunan emisi 30% dari level tahun 1990 sampai tahun 2020. Komitmen Norwegia pada isu lingkungan hidup ini dituangkan dengan meratifikasi Protokol Kyoto. Norwegia kemudian juga turut serta dalam skema REDD.

Dalam beberapa tahun terakhir hubungan bilateral Indonesia – Norwegia mengalami peningkatan yang signifikan, kedua negara mengembangkan kemitraan dalam isu-isu internasional penting. Indonesia – Norwegia telah membawa hubungan bilateral diantara keduanya ke tingkat yang lebih baik,


(31)

tercermin dari komitmen Norwegia di bidang kehutanan dengan menjanjikan akan memberi dana sebesar 1 miliar USD (Dollar Amerika Serikat) bagi upaya untuk mengurangi emisi gas dan penggundulan hutan untuk penyelamatan hutan Indonesia di dalam pertemuan United Nations Framework Convention On Climate Change (UNFCCC) di Bali bulan Desember 2007.

Indonesia dan Norwegia menyadari bahwa perubahan iklim merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Di bulan Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan komitmen untuk mengurangi emisi CO2 Indonesia sebesar 26% hingga 41% di tahun 2020 jika mendapat dukungan internasional. Ini merupakan komitmen terbesar yang pernah diutarakan oleh sebuah negara berkembang. Indonesia telah menetapkan target absolut dan Norwegia ingin membantu upaya pemerintah Indonesia mencapai komitmen tersebut.

Alasan mengapa Norwegia mengutarakan komitmennya untuk memberi hibah 1 miliar USD adalah sebagai negara industri yang termasuk dalam Annex 1 pada Protokol Kyoto, Norwegia memiliki kewajiban mengikat untuk menurunkan emisi karbon dalam negerinya, terutama karena tingkat penggunaan energi fosil, industrialisasi, dan transportasi yang sangat tinggi. Negara Annex 1 merupakan negara maju yang sektor industrinya berkembang sejak revolusi industri dan dianggap bertanggung jawab atas peningkatan emisi gas global.

Terkait dengan ketidakmampuan Norwegia untuk menurunkan emisi karbon, maka negara ini bersedia memberikan hibah kepada negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Di bulan Mei 2010 disahkan kesepakatan antara


(32)

Indonesia dengan Norwegia yang tertulis dalam LoI (Letter of Intent) yang ditandatangani di Oslo, Norwegia.

Sebagai salah satu anggota komunitas internsional, Indonesia turut pula memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam upaya mengatasi perubahan iklim, salah satunya melalui skema REDD+ untuk meminimalkan kerusakan hutan, ini juga merupakan kepentingan nasional, yang menjadi komponen bangsa. REDD+ dapat mendukung upaya reformasi baik yang telah atau sedang dilakukan di sektor kehutanan Indonesia, baik melalui aliran dana, peningkatan kapasitas maupun transfer teknologi.

Yang membedakan REDD+ dengan skema lingkungan hidup lain seperti Protokol Kyoto ialah Protokol Kyoto merupakan sebuah instrumen hukum (legal instrument) yang dirancang agar negara-negara industri maju mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990. Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca, yakni karbon dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC (http://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto diakses pada tanggal 13-05-2012).

Jika pada Protokol Kyoto, negara-negara industri maju terasa sulit dalam mengikuti kebijakan yang telah disepakati di dalamnya dikarenakan negara-negara industri maju tersebut tidak ingin mengurangi industrinya, sementara karbon yang dihasilkan tetap tidak berkurang dan mengakibatkan upaya perbaikan iklim berjalan lambat. Di REDD+, negara-negara industri maju tersebut tetap bisa menjalankan kegiatan industrinya, karena mereka dapat bekerjasama dengan


(33)

negara berkembang pemilik hutan seperti Indonesia dalam upaya pelestarian dan penyelamatan hutan sebagai bentuk “pembayaran hutang karbon (carbon debt)” mereka dikarenakan instrumen-instrumen dalam REDD akan lebih mampu mengakomodir kebutuhan maupun kesulitan yang ditemukan selama berlakunya Protokol Kyoto baik bagi negara maju maupun bagi negara berkembang

Maka berdasarkan penjelasan dan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“Kerjasama Indonesia – Norwegia Melalui Skema Reducing Emissions From Deforestation And Forest Degradation (REDD+) Dalam Upaya

Penyelamatan Hutan Indonesia"

Berdasarkan pemaparan diatas, ketertarikan peneliti terhadap penelitian ini didukung oleh sejumlah teori yang diambil dari beberapa mata kuliah yang dijadikan kurikulum dalam Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, antara lain:

1. Pengantar Hubungan Internasional, mata kuliah ini membantu dalam memberikan gambaran mengenai dinamika hubungan internasional serta berbagai bentuk kerjasama internasional;

2. Politik Luar Negeri, mempelajari berbagai tindakan yang dilakukan oleh negara dalam interaksinya terhadap negara lain serta kebijakan politik luar negeri suatu negara untuk menghadapi perubahan yang terjadi diluar wilayahnya demi pencapaian kepentingan nasional;

3. Isu-isu Global, mempelajari fenomena dunia internasional yang faktual dalam hubungan internasional seperti isu lingkungan hidup.


(34)

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Mayor

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, untuk memudahkan penulis dalam melakukan pembahasan, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana Kerjasama Indonesia – Norwegia Melalui Skema Reducing Emission From Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Dalam

Upaya Penyelamatan Hutan Indonesia”

1.2.2 Rumusan Masalah Minor

1. Faktor apa yang menjadi latar belakang kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan Norwegia melalui kerangka REDD+ dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia?

2. Program apa saja yang dilakukan Pemerintah Indonesia – Norwegia melalui kerangka REDD+ dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia? 3. Kendala apa saja yang dialami program REDD+ dalam upaya

penyelamatan hutan Indonesia?

4. Sejauh mana tingkat keberhasilan program REDD+ dan prospek kerjasama Indonesia – Norwegia melalui kerangka REDD+ dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia?


(35)

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dan Norwegia melalui skema REDD+ dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Suatu kegiatan penelitian yang dilakukan hendaknya memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah :

1. Penelitian dalam penulisan skripsi ini diharapkan dapat memperkaya pemanahaman tentang REDD+ yang menjadi salah satu instrument penyelesaian permasalahan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan faktor yang melatarbelakangi terbentuknya kerjasama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Norwegia dalam kerangka REDD+ dalam rangka penyelamatan hutan Indonesia;

2. Mengetahui, memahami, dan meneliti program apa saja yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dan pemerintah Norwegia melalui kerangka REDD dalam rangka penyelamatan hutan Indonesia;

3. Mengetahui, memahami, dan meneliti kendala-kendala dalam skema REDD+ dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia;

4. Mengetahui, memahami, dan meneliti sejauh mana tingkat keberhasilan program REDD+ dan prospek dari kerjasama yang tengah dijalankan


(36)

oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Norwegia dalam upaya menyelamatkan hutan Indonesia dari kerusakan meskipun terdapat kendala didalam pelaksanaan kerjasama tersebut.

1.4Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pada tujuan penelitian, maka kegunaan dari penelitian ini dibagi menjadi dua :

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya pengetahuan mengenai kerjasama bilateral dalam mengatasi suatu permasalahan. Khususnya kerjasama antara Indonesia – Norwegia di dalam kerangka Reducing Emission From Deforestation and Forest Degradation (REDD+) dalam upaya meminimalisir kerusakan hutan Indonesia.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan tambahan informasi dan studi empiris bagi para penstudi Ilmu Hubungan Internasional yang menaruh minat terhadap kerjasama untuk menanggulangi kerusakan hutan khususnya hutan Indonesia. Serta diharapkan dapat sebagai masukkan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk meneliti lebih lanjut agar program kehutanan yang dicanangkan pemerintah dapat lebih terarah, tepat sasaran dan sebagai bahan pertimbangan serta evaluasi program penelitian.


(37)

16

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian sebelumnya yang penulis jadikan acuan dalam tinjauan pustaka adalah skripsi Sigit Winarto tahun 2007, yang berjudul Latar Belakang Diterimanya Proposal Reducing Emission From Deforestation And Forest Degradation (REDD) Indonesia Oleh Norwegia. Karya ini penulis rujuk karena merupakan satu dari sedikit kajian yang membahas kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dan Norwegia dalam kerangka REDD. Winarto membahas bagaimana REDD diharapkan dapat menjadi salah satu instrumen penyelesaian permasalahan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.

Winarto memang hanya memfokuskan penelitiannya pada diterimanya proposal REDD dari Indonesia oleh Norwegia tanpa membahas dampaknya terhadap upaya penyelamatan hutan Indonesia, sebagaimana yang akan dilakukan penulis. Winarto menjelaskan secara detail, terperinci, sekaligus sistematis sebab-musabab diterimanya proposal REDD oleh pemerintah Norwegia. Winarto juga menyelipkan mengenai kerjasama serupa dengan Brasil yang dilakukan oleh Norwegia dalam payung REDD. Dan menjabarkan perbedaan-perbedaan diantara kedua bentuk kerjasama dengan kedua negara tersebut.

Winarto menggunakan teori Rational Choice yang disampaikan oleh James S. Coleman. Teori ini tentang bagaimana suatu negara dalam bertindak


(38)

mengambil suatu keputusan yang didasarkan pada pilihan-pilihan rasional dan terdapatna mekanisme serta pertimbangan untung rugi menjadikan teori ini dominan dalam aplikasinya dan sangat cocok untuk menjadi salah satu pilihan dalam pengambilan keputusan. Norwegia memiiki kewajiban mengikat untuk menurunkan emisi karbon di dalam negerinya. Namun dengan adanya ketidakmampuan Norwegia untuk menurunkan emisi karbon dari dalam negaranya, maka negara ini bersedia memberikan hibah kepada negara berkembang yang memiliki sumber daya hutan untuk mengurangi laju deforestasi dan kerusakan hutan, salah satunya Indonesia.

Pendekatan atau metode yang dipakai metode penelitian kualitatif, strategi penelitian yang digunakan adalah studi pustaka dan menekankan analisisnya pada proses deduktif yang menjelaskan hal-hal yang sifatnya umum dari teori baru mengarah kepada penjelasan yang sifatnya khusus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh Winarto mengambil data dari berbagai sumber sekunder, seperti buku teks, terbitan berkala, jurnal, majalah, surat kabar, dokumen, makalah, dan bahan-bahan lainnya yang berbentuk elektronik (yang bisa didapat melalui instrumen internet), sebagaimana yang juga dilakukan oleh penulis namun berbeda dengan Winarto yang hanya meneliti sampai kepada alasan diterimanya proposal REDD, penulis turut pula menggunakan sumber-sumber data tersebut untuk menganalisis mengenai kerusakan hutan Indonesia dan upaya dalam penyelamatan hutan melalui skema REDD yang ditawarkan Indonesia kepada Norwegia.


(39)

Winarto menggunakan hipotesa bahwa hal yang menjadi alasan Norwegia menerima proposal REDD Indonesia disebabkan karena Indonesia sebagai salah satu pemilik hutan terbesar didunia dengan skema dan mekanisme pembiayaannya dianggap sesuai dan memenuhi syarat untuk didanai oleh Norwegia. Sedangkan penulis tidak mengemukakan hipotesa dalam penelitian ini.

Sementara itu, Arild Angelsen yang merupakan peneliti Center For International Forestry Research (CIFOR) dalam publikasi yang berjudul Menganalisis REDD+: Tantangan dan Pilihan ditahun 2012, mengkaji bagaimana skema yang didukung oleh Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) ini menawarkan berbagai gagasan mengenai bagaimana meningkatkannya sebagai salah satu instrumen dalam pengurangan emisi karbon.

Ketika REDD+ telah bergerak dari sebuah gagasan kedunia nyata, tantangannya telah meningkat. Berbagai tantangan tersebut bersifat praktis atau politis, dari bagaimana cara mengukur dan memantau emisi karbon yang dihindarkan dengan membiarkan sebuah hutan tetap tegak, sampai memutuskan siapa yang mendapatkan uang yang dihasilkan oleh REDD+, sampai mencapai koordinasi diantara tingkatan tata kelola lokal, regional, nasional dan internasional.

Menganalisis REDD+ memperdebatkan bahwa untuk mewujudkan potensi sepenuhnya sebagai sarana untuk memitigasi terhadap perubahan iklim, REDD+ memerlukan sebuah perubahan transformasional dalam cara kita menganggap hutan.


(40)

2.2 Kerangka Pemikiran 2.2.1 Hubungan Internasional

Ilmu Hubungan Internasional merupakan pendatang baru dalam deretan ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu Hubungan Internasional merupakan ilmu yang berdiri sendiri, kira-kira baru pada tahun 1930-an, dimulai dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya berupa penelitian dan pengkajian akademis. Istilah Hubungan Internasional diciptakan pertama kali oleh Jeremy Bantham. Jeremy Bantham adalah salah seorang yang mempunyai minat yang besar terhadap hubungan antar negara yang tumbuh semakin popular pada saat itu. Sebagai suatu ilmu, Hubungan Internasional merupakan satu-kesatuan disiplin, dan memiliki ruang lingkup serta konsep-konsep dasar (Soeprapto, 1997:11-12).

Pengertian Hubungan Internasional menurut Charles Mc Clelland, yang dikutip oleh Perwita dan Yani adalah sebagai berikut:

“Hubungan Internasional merupakan studi tentang interaksi antara jenis -jenis kesatuan tertentu, termasuk studi tentang keadaan-keadaan yang relevan yang mengelilingi interaksi” (Perwita dan Yani, 2005:4).

Ilmu Hubungan Internasional merupakan ilmu dengan kajian interdisipliner dengan pengertian ilmu ini dapat menggunakan berbagai teori, konsep, dan pendekatan dari bidang-bidang ilmu lain dalam mengembangkan kajian-kajiannya. Dewasa ini, kajian dan ruang lingkup Hubungan Internasional mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hubungan Internasional yang pada awalnya hanya mempelajari tentang hubungan antar negara-negara yang berdaulat saja, telah mengalami pergeseran, dimana, muncul aktor-aktor lain dalam ilmu Hubungan Internasional juga mempunyai peranan yang penting. Seperti yang


(41)

dikemukakan oleh Trygive Mathisen terjemahan Suwardi Wiraatmadja dalam bukunya yang berjudul “Methodology in the Study of International Relations”, bahwa: Hubungan international mempunyai arti “Semua aspek Internasional dari kehidupan sosial manusia dalam arti semua negara dan mempengaruhi tingkah laku yang terjadi atau berasal disuatu negara dan dapat mempengaruhi tingkah laku manusia di negara lain”. Hubungan Internasional yang kini makin banyak diterapkan negara-negara di dunia demi mencapai nation interest adalah melalui kerjasama regional. Sedangkan aktor dari hubungan internasional itu sendiri bisa saja merupakan state actor atau juga aktor non state actor.

Pada dasarnya Hubungan Internasional merupakan interaksi antara aktor suatu negara dengan negara lainnya. Pada kenyataannya Hubungan Internasional tidak terbatas hanya hubungan antar negara saja, tetapi juga hubungan antar individu dengan kelompok kepentingan sehingga negara tidak selalu menjadi aktor utama tetapi merupakan aktor yang rasional yang dapat melakukan hubungan melewati batas negara.

DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yayan Mochamad Yani dalam buku “Pengantar Ilmun Hubungan Internasional” menyatakan:

“Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor dan anggota masyarakat lain. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar” (Perwita & Yani, 2005:3-4).

Secara terminologi, Hubungan Internasional digunakan untuk mengidentifikasi antar aktor yang sifat hubungannya melintasi batas negara. Tujuan utama studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku


(42)

internasional, yaitu perilaku aktor, negara maupun non-negara, di dalam arena transaksi internasional, dimana perilaku tersebut bisa berwujud perang, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi internasional dan sebagainya.

Dalam mempelajari ilmu Hubungan Internasional terdapat tujuan dasar mempelajari ilmu ini, seperti yang disampaikan oleh DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” yaitu:

“Tujuan dasar studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku antara aktor negara maupun non-negara, di dalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud kerjasama, pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi didalam organisasi internasional” (Perwita & Yani, 2005:4-5).

Terdapat dua isu tradisional utama dalam Hubungan Internasioanl yakni isu keamanan nasional dan ekonomi global, isu lingkungan hidup kemudian muncul sebagai isu ketiga yang memiliki tingkat urgensi yang sama dengan kedua isu yang disebutkan sebelumnya (Porter, 2000: 1). Hal ini lebih dikarenakan isu-isu low politics (ekonomi, lingkungan hidup, sosial, dan lain-lain) tidak mendapatkan perhatian yang relevan dari masyarakat dunia era Perang Dingin (Cold War), karena perhatian dunia dewasa ini hampir seluruhnya terfokus kepada isu-isu seputar politik, keamanan nasional, dan persaingan ideologi (isu-isu high politics) (Scheurs, 2003:5-6).

Robert Jackson dan Georg Sorensen juga mengatakan, bahwa Hubungan Internasional kontemporer selain mengkaji hubungan politik, juga mencakup sekelompok kajian lainnya seperti tentang interdependensi perekonomian, kesenjangan utara-selatan, keterbelakangan, perusahaan internasional, hak-hak


(43)

asasi manusia, organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional, lingkungan hidup, gender, dan lain sebagainya (Jackson & Sorensen, 2005:34).

DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam buku “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” menyatakan bahwa:

“Studi tentang Hubungan Internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar” (Perwita & Yani, 2005:3-4).

Beberapa konsep umum yang terdapat di dalam Hubungan Internasional, yaitu:

1. Peranan

Peranan merupakan aspek dinamis. Peranan dapat juga dikatakan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang atau struktur tertentu yang menduduki suatu posisi di dalam suatu sistem. Teori peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku dalam menjalankan peranan politik.

2. Konsep Pengaruh

Konsep pengaruh didefinisikan sebagai kemampuan pelaku politik untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain dalam cara yang dikehendaki peaku tersebut.


(44)

3. Kerjasama

Dalam Hubungan Internasional dikenal apa yang dinamakan kerjasama internasional. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi didalam negerinya sendiri.

4. Analisis Sistem

Analisis sistem dalam Hubungan Internasional berpandangan bahwa fenomena internasional yang beragam secara sederhana tidak dapat dibagi-bagi, sehingga suatu sistem harus dianggap ada dalam lingkungan dan bentuk interaksi melalui bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain (Perwita Dan Yani, 2005:29-34).

DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam buku “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”, menyatakan bahwa:

“Dengan berakhirnya Perang Dingin, dunia berada dalam masa transisi. Hal itu berdampak pada studi Hubungan Internasional yang mengalami perkembangan yang pesat. Hubungan Internasional kontemporer tidak hanya memperhatikan politik antar negara saja, tetapi juga subjek lain meliputi terorisme, ekonomi, lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Selain itu, Hubungan Internasional juga semakin kompleks. Interaksi tidak hanya dilakukan negara saja, melainkan juga aktor-aktor lain, yaitu, aktor non-negara juga memiliki peranan yang penting dalam Hubungan Internasional” (Perwita & Yani, 2005:7-8).

Fenomena Hubungan Internasional dapat dipandang dengan dua cara berbeda. Pertama, dipandang sebagai fenomena sosial dan yang kedua dipandang sebagai salah satu disiplin ilmu. Sebagai fenomena sosial, aspek cakupan Hubungan Internasional ini sangat luas, yakni segala aktivitas kehidupan manusia yang kompleks dan bersifat internasional.


(45)

Hubungan Internasional sebagai bidang studi atau disiplin ilmu, cakupannya menjadi sedikit terbatas, yakni meliputi beberapa hubungan dalam hal-hal berikut:

Politik internasional; Politik luar negeri;

Ekonomi dan politik internasional; Organisasi internasional;

Komunikasi internasional; Hukum internasional; Dan sebagainya.

Teori Hubungan Internasional dalam hal ini menjelaskan bagaimana pasca Perang Dingin telah mengakhiri semangat sistem internasional bipolar dan berubah menjadi multipolar atau secara khusus telah mengalihkan persaingan yang bernuansa militer kearah persaingan atau konflik kepentingan ekonomi di negara-negara di dunia ini. Isu-isu yang berkembang sebelum masa Perang Dingin terfokus pada isu-isu high politics (isu politik dan keamanan), pasca Perang Dingin isu tersebut meluas menjadi isu-isu low politics (isu HAM, ekonomi, dan lingkungan hidup). Teori ini mengkaji tentang interaksi antara kesatuan-kesatuan sosial, termasuk studi tentang keadaan-keadaan berkaitan yang mengelilingi interaksi. Penulis menggunakan teori ini untuk menjelaskan interaksi antara aktor-aktor yang terlibat didalamnya, dalam hal ini Indonesia dan Norwegia dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia. Interaksi yang dilakukan oleh Indonesia dan Norwegia menghasilkan suatu bentuk kerjasama, maka dari itu penulis juga menggunakan Teori Kerjasama Internasional untuk melakukan analisa.


(46)

2.2.2 Politik Luar Negeri

Politik luar negeri merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional di dalam percaturan dunia internasional (Perwita & Yani, 2005:7). Sedangkan politik luar negeri menurut Suffri Yusuf, S.H dalam buku

Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri merupakan iringan kebijakan

disertai rentetan tindakan yang rumit tetapi dinamis, yang ditempuh oleh negara itu dalam hubungannya dengan negara-negara lain atau sebagai kegiatannya dalam organisasi-organisasi regional dan internasional.

Politik luar negeri terdiri dari dua elemen, yaitu tujuan nasional yang akan dicapai dan alat-alat untuk mencapainya. Interaksi antara dua tujuan nasional dengan sumber-sumber untuk mencapainya merupakan subjek kenegaraan yang abadi (Couloumbis & Wolfe, 1999:126). Adapun keputusan-keputusan dalam politik luar negeri terdiri dari tiga kategori utama, yaitu:

1. Keputusan yang bersifat pragmatis (terencana) adalah keputusan besar yang mempunyai konsekuensi jangka panjang; membuat studi lanjutan, prtimbangan dan evaluasi yang mendalam mengenai seluruh opsi alternatif.

2. Keputusan yang bersifat krisis adalah keputusan yang dibuat selama masa-masa terancam berat; waktu untuk menanggapinya terbatas; dan terdapat elemen yang mengejutkan yang membutuhkan respon yang telah direncanakan sebelumnya.


(47)

3. Keputusan yang bersifat taktis adalah keputusan yang biasanya bersifat pragmatis; memerlukan re-evaluasi, revisi dan pembalikan (Coulumbis & Wolfe, 1999:129).

Keputusan-keputusan dalam politik luar negeri dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu penilaian masalah, perhitungan biaya atau risiko, aspek domestik: konsensus, informasi kurang lengkap, tekanan waktu, gaya nasional, komitmen dan hal yang mendahului.

1. Penilaian masalah

Suatu unsur yang amat penting dalam analisis masalah adalah pemilihan awal sasaran yang ingin dicapai. Ini merupakan inti dari strategi yang berupa suatu rencana penggunaan sumber-sumber untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Dalam tingkat politik luar negeri, rencana semacam itu disebut strategi nasional. 2. Perhitungan biaya atau resiko

Perhitungan biaya atau resiko merupakan faktor yang mempengaruhi suatu keputusan politik luar negeri, karena tidak ada negara yang dapat melakukan politik luar negeri bisa terbebas dari hal ini yaitu pembatasan jumah sasaran, dan terbatasnya jumlah pilihan alternatif yang tersedia.

3. Aspek domestik: konsensus

Semua negara tanpa memandang bentuk pemerintahan dan falsafah politiknya terikat oleh konsensus rakyat dan dibatasi oleh sikap masyarakat.


(48)

4. Informasi kurang lengkap

Dalam politik luar negeri, informasi yang kurang lengkap antara lain disebabkan oleh kelambanan pembuat keputusan dalam mengejar peristiwa yang cepat berubah sebelum fakta-fakta yang ada lengkap terkumpul. Karena itu informasi seadanya akan dijadikan dasar untuk mengurangi resiko seminimal mungkin. Informasi tidak lengkap mempunyai dua arti yaitu kekurangan data atau terlalu banyak data. Kurangnya data disebabkan lambatnya informasi dan bila tidak dapat menunggu, maka pembuat keputusan akan mengisinya dengan perkiraan. Bilamana terlalu banyak data, maka informasi yang diperlukan terkubur dalam tumpukan data dan memerlukan waktu untuk menemukannya sedangkan waktu mendesak untuk mengambil keputusan.

5. Tekanan waktu

Berbagai peristiwa terjadi dengan cepat dan hasil-hasilnya jauh lebih cepat diketahui, sehingga banyak para pembuat keputusan politikluar negeri menghadapi masalah waktu yang diperlukan untuk dapat berpikir tepat dan akan kehilangan mutu pemahaman dan keluwesan yang diperlukan dalam mengambil keputusan.

6. Gaya nasional

Gaya nasional merupakan tradisi dan citra masyarakat yang mengharap para pejabatnya melaksanakan dan mengambil keputusan secara khusus sesuai dengan kehendaknya. Gaya nasional adalah hal yang penting


(49)

dalam proses pembentukan pola analisis dari pembuat keputusan itu sendiri.

7. Komitmen dan hal yang mendahului

Faktor terakhir yang mempengaruhi keputusan adalah struktur dari komitmen dan peristiwa yang mendahului sebelum keputusan dibuat. Dengan cara yang berbeda, semua negara atau aparatur pembuat keputusan dan individu-individu pembuat keputusan pasti terikat oleh masa lampaunya yang lama ataupun yang baru berlalu (Nasution, 1991:21-24).

2.2.3 Kerjasama Internasional

Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia sejak dahulu kala selalu hidup bersama-sama dalam satu kelompok. Dalam kelompok manusia itulah mereka berjuang bersama-sama mempertahankan hidupnya. Pada awalnya kelompok manusia hidup dari hasil perburuan kelompoknya, setelah sumber buruan habis maka mereka pindah ke lokasi lain dengan cara hidup nomaden. Sejalan dengan perkembangan peradaban, mereka mulai hidup secara menetap pada satu tempat dan mulai mengenal bagaimana beternak dan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan. Kemudian terjadi pertentangan-pertentangan antarkelompok untuk memperebutkan satu wilayah tertentu, dan untuk mempertahankan hak hidup mereka pada lokasi yang mereka anggap baik bagi sumber penghidupan kelompoknya, mereka memilih seseorang atau sekelompok kecil orangnya yang ditugaskan untuk mengatur dan memimpin kelompoknya. Kemudian dengan


(50)

meluasnya kepentingan kelompok yang ada dan untuk dapat mengatasi kesulitan yang mereka hadapi, baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar, mereka merasakan perlu adanya suatu organisasi seperti dikenal sekarang yang mengatur tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam kelompok yang bergabung menjadi kelompok yang lebih besar (Rudy, 2009:65-66).

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelompok kecil yang kemudian bergabung menjadi kelompok yang lebih besar juga merupakan suatu bentuk organisasi pada zaman dahulu. Kemudian dari sinilah mulai berkembang menjadi kerajaan atau negara sebagai perwujudan dari kelompok manusia yang lebih tertib dan teratur sebagaimana persyaratan sebagai suatu organisasi. Kemudian kerajaan atau negara dengan kerajaan atau negara lain saling berhubungan yang pada mulanya adalah hubungan perdagangan yang lama kelamaan berkembang serta meluas ke bidang-bidang lain seperti kebudayaan, politik, militer, dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini, terdapat keadaan yang memudahkan pencapaian tujuan masing-masing dan dalam konteks hubungan inilah sering terjadi benturan kepentingan diantara negara yang berhubungan, bahkan dapat berkembang menjadi konflik bersenjata, yang dalam sejarah dunia telah terbukti beberapa kali bahkan beratus kali terjadi peperangan antar bangsa (Rudy, 2009:66-67).

Pola interaksi Hubungan Internasional tidak dapat dipisahkan dengan segala bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional, baik oleh pelaku negara (state actor) maupun oleh pelaku bukan negara (non-state actor). Pola hubungan atau interaksi ini dapat berupa kerjasama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan (conflict) (Rudy, 2003:2). Kerjasama


(51)

merupakan serangkaian hubungan yang tidak didasari kekerasan atau paksaan dan disahkan secara hukum.

Kerjasama bermula karena adanya keanekaragaman masalah nasional, regional maupun global yang muncul sehingga diperlukan adanya perhatian lebih dari satu negara, kemudian masing-masing pemerintah saling melakukan pendekatan dengan membawa usul penanggulangan masalah, melakukan tawar-menawar, atau mendiskusikan masalah, menyimpulkan bukti-bukti teknis untuk membenarkan satu usul yang lainnya, dan mengakhiri perundingan dengan suatu perjanjian atau saling pengertian yang dapat memuaskan semua pihak (Holsti, 1987:651).

Selanjutnya Holsti memberi definisi kerjasama sebagai berikut:

1. Pandangan bahwa terdapat dua atau lebih kepentingan, nilai, atau tujuan yang saling bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan atau dipenuhi oleh semua pihak;

2. Persetujuan atas masalah tertentu antara dua negara atau lebih dalam rangka memanfaatkan persamaan atau benturan kepentingan.

3. Pandangan atau harapan suatu negara bahwa kebijakan yang diputuskan oleh negara lainnya membantu negara itu untuk mencapai kepentingan dan nilai-nilainya;

4. Aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi di masa depan yang dilakukan untuk melaksanakan persetujuan;

5. Transaksi antar negara untuk memenuhi persetujuan mereka (Holsti, 1987:652-653).


(52)

Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri. Kerjasama internasional tidak dapat dihindari oleh negara atau aktor-aktor internasional lainnya. Keharusan tersebut diakibatkan adanya saling ketergantungan diantara aktor-aktor internasional dan kehidupan manusia yang semakin kompleks, ditambah lagi dengan tidak meratanya sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan oleh para aktor internasional. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional.

Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita & Yani, 2005:33-34).

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam kerjasama internasional, adalah:

1. Pertama, negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi politik, militer, ekonomi dan kultural bersama-sama dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil.


(53)

2. Kedua, kerjasama internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kepentingan masing-masing negara yang terlibat di dalamnya, melainkan juga oleh institusi internasional, karena institusi internasional seringkali bukan hanya bisa mengelola berbagai kepentingan yang berbeda dari negara-negara anggotanya, tetapi juga memiliki dan bisa memaksakan kepentingannya sendiri (Sugiono, 2006:6).

Terdapat tiga tingkatan kerjasama internasional, yaitu:

1. Konsensus, merupakan suatu tingkatan kerjasama yang ditandai oleh sejumlah ketidakhirauan kepentingan diantara negara-negara yang terlibat dan tanpa keterlibatan yang tinggi diantara negara-negara yang terlibat.

2. Kolaborasi, merupakan suatu tingkat kerjasama yang lebih tinggi dari konsensus dan ditandai oleh sejumlah besar kesamaan tujuan, saling kerjasama yang aktif diantara negara-negara yang menjalin hubungan kerjasama dalam memenuhi kepentingan masing-masing.

3. Integrasi, merupakan kerjasama yang ditandai dengan adanya kedekatan dan keharmonisan yang sangat tinggi diantara negara-negara yang terlibat. Dalam integrasi jarang sekali terjadinya benturan diantara negara-negara terlibat (Smith & Hocking, 1990: 22).


(54)

2.2.3.1 Kerjasama Bilateral

Bilateralisme mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara, contohnya:

1. Penandatanganan atau perjanjian; 2. Tukar menukar Duta Besar; 3. Kunjungan kenegaraan.

Pada berbagai bentuk hubungan bilateral terdapat situasi ketika keberadaan dan fungsi kedutaan besar tidak dapat dipertahankan. Keputusan formal untuk menutup kedutaan besar terjadi terjadi ketika timbul masalah dengan satu atau lebih negara (Djelantik, 2008:85-87).

Kerjasama bilateral adalah suatu kerjasama politik, budaya dan ekonomi di antara dua negara. Kebanyakan kerjasama internasional dilakukan secara bilateral. Misalnya perjanjian politik-ekonomi, pertukaran kedutaan besar, dan kunjungan antar negara. Alternatif dari hubungan hubungan bilateral adalah kerjasama multilateral; yang melibatkan banyak negara, dan unilateral; ketika satu negara berlaku semaunya sendiri (freewill).

“Dalam diplomasi bilateral, konsep utama yang digunakan adalah sebuah negara akan mengejar kepentingan nasionalnya demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dan cara satu-satunya adalah dengan membuat hubungan baik dan berkepanjangan antar negara” (Rana, 2002:15-16). Karena dalam penelitian ini meneliti mengenai dua negara yang berinteraksi, maka penulis akan membahas mengenai perjanjian bilateral. Kerjasama bilateral adalah kerjasama yang diadakan oleh dua buah negara untuk mengatur kepentingan kedua belah pihak (Rudy, 2002:127). Perjanjian Bilateral akan muncul bila dua negara saling sepakat akan adanya kepentingan yang sama.


(55)

Jika bentuk perjanjian berupa kerjasama dan lingkupnya hanya terbatas pada dua negara saja maka kerjasama itu memiliki kecenderungan untuk bertahan lama, perlu diketahui, kerjasama tidak akan dilakukan bila suatu negara bisa mencapai tujuannya sendiri. Sehingga dalam hal ini terlihat bahwa kerjasama hanya akan terjadi, karena adanya saling ketergantungan antar negara-negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya masing-masing.

2.2.4 Perjanjian Internasional

Produk dari kerjasama internasional adalah ditandatanganinya sebuah perjanjian. Perjanjian Internasional merupakan sumber-sumber hukum internasional sebagaimana yang tercantum pada pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh negara-negara beradab, dan keputusan pengadilan dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya menurut sumber hukum internasional (Mauna, 2001:84).

Sebelum lahirnya Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, semua dokumen sepanjang bersifat lintas negara, sepanjang yang menjadi pihak adalah Pemerintah Indonesia, diperlakukan sebagai perjanjian internasional dan disimpan dalam Ruang Perjanjian (treaty room) Kementerian Luar Negeri. Perjanjian yang dibuat Pemerintah dengan organisasi non pemerintah juga dianggap sebagai perjanjian internasional. Setelah lahirnya Undang-Undang tersebut, Indonesia telah menunjukkan konsistensi tentang perjanjian. (Agusman, 2010:24).


(56)

Dalam Konvensi Wina 1969 dan 1986 telah memuat definisi tentang perjanjian internasional, yaitu perjanjian internasional yang dibuat antara negara (dan organisasi internasional) dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, baik yang terkandung dalam instrumen tunggal atau dalam dua atau lebih instrumen yang terkait. Selanjutnya, definisi ini diadopsi oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional dengan sedikit modifikasi, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik, yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh Pemerintah dengan Negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain.

Dari pengertian ini, maka terdapat beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh suatu dokumen perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai suatu perjanjian internasional menurut Konversi Wina 1969 dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, yaitu:

1. Perjanjian tersebut harus berkarakter internasional (an international agreement), sehingga tidak mencakup perjanjian-perjanjian yang berskala nasional seperti perjanjian antarnegara bagian atau antara Pemerintah Daerah dari suatu negara nasional;

2. Perjanjian tersebut harus dibuat oleh negara dan/atau organisasi internasional (by subject of international law), sehingga tidak mencakup perjanjian yang sekalipun bersifat internasional namun dibuat oleh non subjek hukum internasional, seperti perjanjian antara negara dengan perusahaan multinasional;


(57)

3. Perjanjian tersebut tunduk pada rezim hukum internasional (governed by international law) yang oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional disebut dengan “diatur dalam hukum internasional serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik”. Perjanjian-perjanjian yang tunduk pada hukum perdata nasional tidak mencakup dalam kriteria ini (Agusman, 2010:20).

Dapat disimpulkan bahwa yang disebut Perjanjian Internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum. Sehubungan dengan itu ada dua unsur pokok dalam definisi perjanjian internasional tersebut, yaitu:

1. Adanya Subjek Hukum Internasional

Negara adalah subjek hukum internasional yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional.

2. Rezim Hukum Internasional

Suatu perjanjian merupakan perjanjian internasional apabila perjanjian tersebut diatur oleh rejim hukum internasional (Mauna, 2001:88). T. May Rudy menggolongkan perjanjian internasional menjadi dua bagian, Treaty Contract dan Law Making. Berikut penjelasannya:

“Penggolongan perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal adalah penggolongan perjanjian dalam Treaty Contract dan Law Making

Treaties. Treaty Contract dimaksudkan perjanjian seperti kontrak atau

perjanjian hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara pihak yang mengadakan perjanjian itu (Rudy, 2002:44).


(60)

2.2.4.2 Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional

Mulai berlakunya suatu perjanjian baik bilateral maupun multilateral, pada umumnya ditentukan oleh aturan penutup dari perjanjian itu sendiri. Para pihak dalam perjanjian internasional menentukan bila perjanjian tersebut mulai berlaku secara efektik. Adapun suatu perjanjian mulai berlaku dan aturan-aturan yang umumnya dipakai dalam perjanjian tersebut.

Pasal 3 Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 menyebutkan bahwa berlakunya perjanjian internasional dapat dilakukan melalui penandatanganan, pengesahan, dan pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, serta cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.

2.2.4.3 Berakhirnya Suatu Perjanjian Internasional

Setiap perjanjian internasional setelah mulai berlaku dan mengikat pihak-pihak yang bersangkutan, haruslah diterapkan atau dilaksanakan sesuai dengan isi dan jiwa dari perjanjian itu demi tercapainya apa yang menjadi maksud dan tujuannya.

Secara umum, faktor yang dapat mengakibatkan berakhirnya masa berlaku suatu perjanjian internasional, adalah:

1. Batas waktu berlakunya perjanjian sudah berakhir; 2. Tujuan perjanjian sudah berhasil dicapai;

3. Dibuat perjanjian baru yang menggantikan atau mengakhiri berlakunya perjanjian yang lama;


(1)

111

sangat rendah, sehingga memudahkan individu atau perusahaan untuk „memiliki’ ribuan hektar hutan dengan pajak murah.

4. Tabrakan administrasi.

Sekitar 70% dari lahan di Indonesia adalah hutan, dan dikuasai oleh negara. Dengan desentralisasi, hak pengelolaan hutan pun dikembalikan ke pemerintah lokal. Sayangnya, situasi ini malah memunculkan tubrukan antara ijin penggunaan lahan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tumpang tindih ijin pengelolaan hutan pun bisa menambah beban pada upaya pelestarian.

5. Keputusan-keputusan politik.

Proses pengambilan keputusan menjadi kelemahan terbesar. Salah satu yang menjadi sorotan adalah tidak transparannya proses pemberian ijin pengelolaan untuk industri-industri yang bersifat mengeruk kekayaan alam. Selain itu, proses pengambilan keputusan juga jarang melibatkan partisipasi masyarakat lokal.

4.4 Tingkat Keberhasilan dan Prospek Kerjasama Indonesia – Norwegia Melalui Kerangka Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Dalam Upaya Penyelamatan Hutan Indonesia

Politik luar negeri suatu negara merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dalam negerinya dari luar yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi di dalam negeri


(2)

maupun internasional yang mempengaruhi sikap, cara pandang serta posisi di dalam pergaulan antar bangsa.

Salah satu bentuk pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terkait dengan isu lingkungan adalah kebijakan Pemerintah Indonesia dalam mengadakan kerjasama dengan negara lain baik dalam lingkup kerjasama regional maupun kerjasama bilateral, seperti kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Norwegia dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia dalam kerangka REDD+.

Berdasarkan hasil penelitian dari bab pembahasan kegiatan penelitian REDD+ dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia, dari tiga fase yang disepakati dalam LoI, sampai dengan akhir tahun 2012, Indonesia telah memasuki fase kedua. Kerjasama Indonesia dan Norwegia melalui skema REDD+ ini meskipun lambat dan terkendala oleh beberapa hal seperti kendala masyarakat adat, kendala perlindungan hutan sampai kendala yang berasal dari dalam kelembagaan REDD itu sendiri, namun skema ini cenderung berkontribusi positif bagi upaya penyelamatan hutan Indonesia. Melalui fase pertama dengan kucuran dana yang telah diterima dari pemerintah Norwegia sebesar 30 juta USD dikelola dengan baik oleh Satgas REDD+ berdampingan dengan United Nations Development Programme (UNDP). Melalui moratorium, ditetapkan garis dasar awal untuk hutan dan tutupan lahan gambut serta hak kepemilikan, dan proses untuk memperbaiki garis dasar semasa periode moratorium, mengidentifikasi kebijakan implementasi untuk menjawab bagaimana tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai. Penerapan dasar hukum untuk moratorium guna mengikat komitmen hukum di propinsi-propinsi, termasuk arahan untuk mekanisme


(3)

113

penerapannya. Hasil dari moratorium ini pada akhir 2012 hutan dan lahan gambut telah menyumbang sekitar 16,57% untuk penyerapan Gas Rumah Kaca. Hal ini menunjukkan tren positif yang dicapai oleh program-program yang dilakukan dalam implementasi LoI Indonesia – Norwegia melalui skema REDD.

Jika melihat dari pencapaian yang telah dilakukan, peneliti optimis bahwa masa depan dari kerjasama yang dilakukan oleh kedua negara akan terjalin dengan lebih baik. Meskipun pada fase pertama, banyak dari poin-poin yang terlambat diselesaikan dari waktu yang telah ditenukan sebelumnya, namun baik Indonesia maupun Norwegia sama-sama menyatakan kepuasannya terhadap hasil dari pelaksanaan kerjasama dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia ini.


(4)

114 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta apa yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Maka peneliti dapat mengambil kesimpulan dari Kerjasama Indonesia – Norwegia Melalui Skema Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) Dalam Upaya Penyelamatan Hutan Indonesia.

1. Sejak isu Lingkungan Hidup mulai menjadi perhatian di tahun 1980-an terutama setelah diratifikasinya UNFCCC yang kemudian melahirkan Protokol Kyoto dan REDD sebagai mekanisme penting dalam rangka pencegahan pemanasan global dan penurunan emisi Gas Rumah Kaca, negara-negara pemilik hutan yang kebanyakan merupakan negara berkembang seperti mendapat angin segar dalam kancah perpolitikan internasional. Negara-negara tersebut yang semula kurang di’perhatikan’ sekarang memiliki daya tawar politik yang lebih kuat.

2. Norwegia sebagai negara Annex 1 dalam Protokol Kyoto memiliki kewajiban yang mengikat untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca nya, namun Norwegia memiliki keterbatasan dalam melakukan hal tersebut dari dalam negerinya, maka dari itu Norwegia membutuhkan negara lain untuk melakukan kerjasama untuk membayar hutang karbonnya tersebut.


(5)

115

3. Norwegia menerima proposal Indonesia melalui kerangka REDD yang dianggap paling sesuai bagi Norwegia. Kerjasama ini disepakati dalam bentuk Letter of Intent yang ditandatangani pada tanggal 26 Mei 2010 yang terdiri dari tiga fase dengan waktu pelaksanaan 7-8 tahun setelah ratifikasi. 4. Hingga kini kerjasama tersebut telah memasuki fase kedua. Sampai sejauh

ini, kerjasama yang dilakukan Indonesia – Norwegia terbilang cukup sukses, skema REDD cukup berperan dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia terbukti dari hasil moratorium pertama yang telah menyumbang 16,57% atau setara dengan terlestarikannya hutan Indonesia hingga 489.000 juta ton CO2 untuk penyerapan Gas Rumah Kaca, meskipun

implementasi dari semua program yang terdapat dalam fase-fase LoI belum semua terlaksana dikarenakan terdapatnya masalah-masalah yang belum terselesaikan.

5. Diantara kendala tersebut berasal dari kendala teknis, kendala kultural yang berasal dari masyarakat adat Indonesia dan kendala kebijakan dalam perlindungan hutan Indonesia.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Untuk Kelembagaan REDD dan Pemerintah Indonesia

Pertama, transparansi dalam pengelolaan dana hibah. Kedua, sebelum dilaksanakannya program ini, seharusnya pemerintah melalui badan yang ditunjuknya


(6)

melakukan pengenalan skema REDD kepada masyarakat khususnya yang tinggal disekitar hutan sehingga mereka dapat turut berpartisipasi dalam upaya menjaga kelestarian hutan. Ketiga, pemerintah dan kelembagaan REDD juga harus dapat mengatasi dan menyelesaikan permasalahan dengan masyarakat adat sehingga mampu bahu membahu bekerjasama untuk mengatasi permasalahan kehutanan Indonesia. Keempat, pemerintah harusnya lebih tegas dalam memberikan sanksi kepada para oknum pengusaha hutan.

5.2.2 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah khazanah keilmuwan, memperluas pemahaman, menambah wawasan, dan memberikan masukan bagi pengelolaan kehutanan. Hasil Pengetahuan ini juga dapat dijadikan referensi umumnya bagi mahasiswa yang melakukan penelitian berkaitan dengan penelitian ini khususnya bagi mahasiswa program studi Ilmu Hubungan Internasional dan dapat digunakan sebagai pedoman pustaka lebih lanjut.

Peneliti secara sadar sangat meyadari kekurangan penelitian yang telah disusun, dari awal penulisan skripsi hingga peneliti mendapatkan hasil dari apa yang telah diteliti. Peneliti menyarankan apabila dilakukan penelitian lanjutan sebaiknya diberikan tambahan informasi atau data yang lebih banyak, penelitian sebaiknya melengkapinya dengan metode wawancara yang lebih dalam, menggunakan jumlah sampel penelitian yang lebih banyak dan lokasi pekerjaan yang lebih luas sehingga responden yang didapat pun dapat lebih bervariasi.