commit to user 33
tempat tertentu atau daerah tertentu saja. Selain itu, tiwul dapat pula dikeringkan menjadi tiwul instan tradisional yang tahan disimpan lebih
dari satu tahun hanya masalahnya orang sekarang jarang orang kota mengenal tiwul apalagi anak-anak tak akan mengenal tiwul walaupun
tiwul instan karena lebih mengenal bubur instan yang banyak mengandung MSG.
Sedangkan Gatot adalah gaplek berkualitas rendah yang tidak ditepung maksudnya cassava yang berkualitas rendah diiris-iris
kemudian dijemur sampai kering kemudian disimpan sampai timbul noda hitam pada gaplek umumnya karena jamur E coli setelah itu dicuci
lalu dikukus seperti menanak nasi, biasanya dijadikan jajanan yang disebut gatot yang dicampur dengan parutan kelapa, untuk mencari
jajanan ini juga tidak gampang seperti halnya tiwul www.google.com, 21 Mei 2010.
D. Upacara-Upacara Tradisional
Pacitan memiliki ragam budaya yang menarik untuk para wisatawan. Salah satu ragam budaya tersebut adalah upacara-upacara tradisional.
Beberapa upacara tradisional yang terdapat di Pacitan antara lain :
1. Upacara Ceprotan
Upacara Ceprotan sangat terkenal di Kabupaten Pacitan dan tidak ada di daerah yang lain. Ceprotan juga menjadikan ciri khas upacara
tradisional di Kabupaten Pacitan, berikut adalah definisinya :
commit to user 34
Ceprotan merupakan upacara tradisional, atau lebih dikenal dengan bersih desa yang dilakukan masyarakat Kabupaten Pacitan adalah warisan
dari seorang primus interpares bernama Ki Godeg. Dahulu kala dilakukannya upacara ceprotan adalah ketika Ki Godeg membuka hutan
untuk didirikan padepokan, beliau merenung di bawah pohon kelapa. Selang beberapa waktu, sebuah kelapa muda cengkir jatuh tepat di atas
kepalanya, sehingga keluar cipratan dari kelapa yang tepat mengenai kepala Ki Godeg. Kata Ceprotan sendiri berasal dari Cipratan. Upacara ini
dilakukan setiap tahun di bulan Dulkaidah, hari Senin Kliwon atau Minggu Kliwon. Sebenarnya Ceprotan merupakan interpretasi Dewi
Sekartaji bagian lain dari cerita babad dalam wayang Beber Wayang sing kudu di Beber atau wayang yang harus dibeberkan kebenarannya serta
Reog Ponorogo. Dalam Ceprotan menceritakan tentang Dewi Sekartaji dan Ki Godeg yang merupakan pendiri desa Sekar. Rangkaian seremoni sakral
Ceprotan ini dimulai dari pengumpulan ayam dari beberapa warga. Upacara dipimpin oleh kepala desa dan melibatkan kepala dusun. Puncak
acara Ceprotan berlangsung pada sore hari, pada saat matahari mulai terbenam, diawali dengan tarian surup Terbenamnya Matahari kemudian
juru kunci membacakan doa, serta lurah desa merepresentasikan diri sebagai perwujudan Ki Godeg, sedangkan istrinya sebagai Dewi Sekartaji.
Kemudian dua orang warga berusaha membawa lari, secara bergantian panggang atau ingkung atau ayam yang sudah dimasak dari dalam
wilayah yang sudah diberikan sesajen sebelumya dan setelah keluar dari
commit to user 35
wilayah tersebut dilempari kelapa muda yang sudah dikupas kulitnya oleh pemuda setempat. Pelemparan dilakukan dari sisi kanan dan kiri. Sebelum
upacara Ceprotan juga ditampilkan seni Reog Ponorogo dan Tari Jatilan. Ceprotan sendiri masih memiliki nilai kesakralan yang tinggi, dan
disinyalir sebagai upacara untuk mendekatkan diri kepada yang kuasa dengan pengharapan didatangkannya hujan serta hasil pertanian yang
melimpah. 2.
Ruwatan Pada masa modern ini ternyata tradisi Ruwatan masih diyakini
masyarakat untuk membuang kesialan yang biasa menghambat langkah dalam hidup orang-orang yang tergolong dalam Sukerta orang yang
digolongkan rentan terkena sial. Orang-orang Sukerta ini menurut cerita adalah orang-orang yang akan dimangsa oleh Betara Kala Dewa Raksasa
yang menakutkan. Untuk keluar dari Sukerta, seseorang harus diruwat. Dalam upacara ini para Sukerta disirami oleh sang dalang dan dilakukan
pengguntingan rambut, yang kemudian dilarung ke laut. Dalang yang kemudian menggantikan kisah wayang kulit mengenai kisah asal mula
dijadikannya bocah Sukerta sebagai mangsa Betara Kala ini, bukan sembarang dalang dan harus menjalani tirakat sebelum memimpin upacara
ini. Upacara Ruwatan ini dilakukan tiap satu sura dan secara masal Sumber : Dinas Pariwisata Pacitan.
commit to user 36
E. Kesenian Tradisional