Konsep Perang dan Damai

17

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN PERWAKILAN

DIPLOMATIK

2.1 Konsep Perang dan Damai

Eksistensi dan bahkan pengertian dari perang merupakan topik yang menjadi kontroversi hingga kini. Perang telah ada sebelum lahirnya hukum internasional, bahkan perang sudah ada sebelum munculnya negara-negara didunia ini. Perang pertama kali terjadi pada masa prasejarah yang dikenal dengan Prehistoric Warfare. Sejarah kemudian berlanjut pada Ancient Warfare seperti The Battle of Thermopylae pada 480 Sebelum Masehi yaitu perang yang terjadi antara prajurit Yunani kuno yang menurut Herodotus, seorang sejarawan yunani kuno sebanyak lima ribu dua ratus orang melawan pasukan Persia yang berjumlah dua setengah juta orang. 1 Perang Kalingga 265-264 SM di India dan masih banyak contoh-contoh lainnya. Berikutnya adalah peperangan di abad pertengahan yang pada era itu terjadi perang salib dan ekspansi Mongol. Setelah itu, perang masuk pada era Early Modern Warfare seperti perang saudara Inggris 1642-1646, 1648- 1649, 1649-1651, perang saat suksesi Spanyol 1701-1714, Napoleonic War 1803-1815, dan perang saudara Amerika Serikat 1861-1865. 1 http:www.perseus.tufts.eduhoppertext?doc=Hdt.+8.24 diakses pada tanggal 27 Oktober 2015 pukul 20.25 WITA Berlanjut ke Perang Dunia pertama dan kedua, dan hingga sekarang perang masih saja berlangsung di berbagai belahan dunia, terutama di wilayah Timur Tengah. Salah satu definisi klasik tentang perang dikemukakan oleh Karl von Clausewitz yang mendefinisikan perang sebagai perjuangan dalam skala besar yang dimaksudkan oleh salah satu pihak untuk menundukkan lawannya guna memenuhi kehendaknya. 2 Dalam definisi tersebut terdapat dua aspek penting mengenai perang yaitu, perang dilakukan dalam skala besar, dan pihak-pihak yang terlibat dalam perang memiliki tujuan untuk menundukkan dan memaksakan persyaratan- persyaratan tertentu. J.G. Starke juga berpendapat bahwa pembedaan perang dan konflik bersenjata bukan perang dapat dilihat dari dimensi konflik, maksud-maksud para kontestan, serta sikap dan reaksi pihak ketiga yang bukan kontestan. 3 Definisi lain dikemukakan oleh Oppenheim yang mengemukakan pendapat bahwa perang adalah, ‘… a contention between two or more States through their armed forces, for the purpose of overpowering each other and imposing such conditions of peace as the victor pleases’. 4 Berpijak pada definisi Oppenheim tadi, Dinstein berpendapat bahwa perang memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 5 2 J.G. Starke, 2004, Pengantar Hukum Internasional 2, Edisi Kesepuluh, cet. V, terjemahan Bambang Iriana Djajaatmaja, Sinar Grafika, Jakarta, h.699. 3 Ibid, h. 703 4 Yoram Dinstein, 2004, War, Agression and Self-Defense, edisi ketiga, Cambridge Universiti Press, Cambridge, h. 4. Melalui URL: https:books.google.co.idbooks?id=gn6gYjdBzyYCdq=Yoram+Dinstein,+2004,+War,+Aggres sion+and+Self-Defense,hl=idsource=gbs_navlinks_s diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 19.25 WITA a. ada permusuhan diantara setidaknya dua negara; b. ada penggunaan angkatan bersenjata oleh kontestan; c. ada tujuan untuk mengalahkan negara yang menjadi musuh; d. tujuan mengalahkan musuh secara simetris ada pada negara-negara yang terlibat; Berdasarkan beberapa pendapat diatas, secara umum perang lazimnya dianggap sebagai konflik bersenjata yang terjadi diantara negara-negara. 6 Jadi, dapat dikatakan bahwa perang adalah salah satu wujud dari konflik bersenjata armed conflict. Secara sistematik, konflik bersenjata dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni konflik bersenjata yang bersifat internasional dan yang non-internasional internal atau domestik. Konflik bersenjata dikatakan bersifat internasional kalau pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut adalah negara berhadapan dengan negara. Konflik bersenjata dikategorikan sebagai konflik non-internasional kalau yang berhadapan dalam koflik itu adalah setidaknya salah-satunya adalah kelompok bersenjata bukan negara. Konflik bersenjata internasional dibedakan lagi menjadi perang dan bukan perang. Konflik bersenjata internasional bukan perang terjadi saat dua atau lebih negara terlibat dalam penggunaan kekerasan senjata satu sama lain, namun skala penggunaan kekerasan senjata itu tidak bersifat luas, dan 5 Ibid, h. 4-5 6 Ibid, h. 5. tujuannya pun bukan untuk mengalahkan musuh secara total dan memaksakan syarat-syarat perdamaian. Berbicara tentang perang, tidak dapat dipisahkan dengan kaidah-kaidah yang mengatur hal tersebut. War, like most other field of human activity, today is regulated and contained by a body of laws, 7 demikian pernah ditulis oleh Morris Greenspan. Hukum yang mengatur perang itu disebut Hukum Perang laws of war, Kriegsrecht, Ologsrecht, dan sebagainya. Lauterpacht berpendapat bahwa laws of war are the rules of the law of nations respecting warfare. 8 Dengan lahirnya Hukum Perang yang kini berganti nama menjadi Hukum Humaniter maka pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan negara-negara dalam berperang harusnya dapat sedikit dikurangi. Sementara itu, damai memiliki banyak arti, namun dalam kaitannya dengan karya ilmiah ini, maka penulis memilih definisi damai sebagai ketiadaan perang, tercapainya persetujuan untuk mengakhiri perang, atau periode dimana para pihak tidak lagi menggunakan kekuatannya untuk memerangi musuh. 7 Morris Greenspan, 1959, The Modern Law of Land Warfare, University Of California Press, tanpa tempat tebit, h. 4. Melalui URL: https:books.google.co.idbooks?id=8muPAAAAMAAJq=Morris+Greenspan,+1959,+The+Mo dern+Law+of+Land+Warfaredq=Morris+Greenspan,+1959,+The+Modern+Law+of+Land+War farehl=idsa=Xved=0ahUKEwjC_8jbnNPJAhWEGZQKHZkPCvMQ6AEIGjAA diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 19.25 WITA 8 Sir Hersch Lauterpacht, 1955, International Law, vol.2, tanpa penerbit, tanpa tempat terbit, h. 226. Melalui URL: https:books.google.co.idbooks?id=N0s9AAAAIAAJdq=Sir+Hersch+Lauterpacht,+1955,+Inte rnational+Lawhl=idsource=gbs_navlinks_s diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 19.50 WITA

2.2 Sejarah Diplomasi