6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1  Epidemiologi  Perdarahan Saluran Cerna
Lebih dari 95-97 kasus perdarahan saluran cerna bagian bawah berasal dari kolon,  sedangkan  3-5  sisanya  berasal  dari  usus  halus.  LGIB  terjadi  ±  20  dari
perdarahan  gastrointestinal  Barnert,  2009.  Insidensi  LGIB  meningkat  dengan bertambahannya  usia,  yang  berhubungan  dengan  lesi  yang  didapat  pada  kolon
sehingga  terjadi  perdarahan  yaitu  pada  divertikulosis  dan  angiodisplasia. Hemmoroid  merupakan  penyebab  tersering  LGIB  pada  pasien  dengan  usia    50
tahun,  tetapi  perdarahan  biasanya  ringan.  Penyebab  utama  LGIB  adalah divertikulosis  sebesar  33  kasus,  diikuti  dengan  kanker  dan  polip  yaitu  sebesar
19 Nguyen dan Frizelle, 2007.
2.2  Etiologi Perdarahan Saluran Cerna
Penyebab paling sering dari LGIB adalah penyakit diverticular sebesar 60, IBD 13, dan penyakit anorektal 11 Lavakoli, et al., 2004.
2.2.1 Divertikulosis
Divertikulosis  adalah  suatu  kelainan  dimana  terjadi  herniasi  mukosa  atau submukosa  dan  hanya  dilapisi  oleh  tunika  serosa  pada  lokasi  dinding  kolon  yang
lemah  yaitu  tempat  dimana  vasa  rekta  menembus  dinding  kolon  Nguyen  dan
Frizelle, 2007.
Gambar 2.1 Gambaran kolon dengan diverticular disease Anonim, 2013.
Divertikulosis kolon merupakan penyebab yang paling umum dari perdarahan saluran  cerna  bagian  bawah,  ±  40-50  dari  semua  kasus  perdarahan.  Prevalensi
menurut  umur  ditemukan  bahwa  semakin  tua  usia  semakin  tinggi  angka  kejadian dari  penyakit  ini.  Laki-laki  dengan  usia    50  tahun  lebih  banyak  dibandingkan
dengan  perempuan.  Pada  usia  50-70  tahun  insiden  pada  perempuan  lebih  banyak daripada  laki-laki.  Perdarahan  dari  divertikulum  umumnya  tidak  nyeri  dan  terjadi
pada  3  pasien  divertikulosis.  Tinja  biasanya  berwarna  merah  marun  kadang- kadang juga bisa juga menjadi merah segar. Divertikula paling sering terletak pada
kolon  sigmoid  dan  kolon  desendens.  Kemunkinannya  disebabkan  oleh  faktor traumatis  lumen,  termasuk  fecalit  yang  menyebabkan  abrasi  dari  pembuluh  darah
sehingga terjadi perdarahan Barnert dan Messmann, 2009. Perdarahan    divertikular  terjadi  secara  spontan  pada  80  pasien.  Meskipun
divertikula  kolon  sebelah  kiri  lebih  umum  terjadi,  namun  perdarahan  cenderung lebih  umum  terjadi  pada  divertikula  pada  kolon  kanan.  Perdarahan  dari  lesi  kolon
kanan  dapat  lebih  banyak  dan  menghasilkan  volume  yang  lebih  besar  daripada divertikula sisi sebelah kiri. Perdarahan ulang rebleeding mungkin terjadi kembali
pada  10  pasien  pada  tahun  pertama,  setelah  itu,  risiko  untuk  perdarahan  ulang meningkat menjadi 25 setelah 4 tahun Nguyen dan Frizelle, 2007.
2.2.2 Arteriovenous Malformation Angiodisplasia
Angiodisplasia menjadi penyebab 3-20 dari kasus perdarahan saluran cerna bagian bawah. Angiodisplasia, yang juga disebut sebagai malformasi arteriovenosa,
adalah  distensi  atau  dilatasi  dari  pembuluh  darah  kecil  pada  submukosa  saluran pencernaan.  Angiodisplasia  dapat  terjadi  sepanjang  saluran  pencernaan  dan
merupakan  penyebab  paling  umum  dari  perdarahan  dari  usus  kecil  pada  pasien
berusia diatas 50 tahun Barbara dan Douglas, 2004.
Angiodisplasia  tampak  jelas  pada  kolonoskopi  berwarna  merah,  lesi  rata dengan  diameter  sekitar  2-10  mm.  Lesi  tampak  seperti  bintang,  oval,  tajam,  atau
tidak  jelas.  Meskipun  angiografi  mampu  mengidentifikasikan  lesi,  namun kolonoskopi  adalah  metode  yang  paling  sensitif  untuk  mengidentifikasi
angiodisplasia Barbara dan Douglas, 2004. Angiodisplasia usus merupakan malformasi arteri yang terletak di sekum dan
kolon  asenden.  Angiodisplasia  usus  merupakan  lesi  yang  diperoleh  dan mempengaruhi  orang  tua  berusia    60  tahun.  Lesi  ini  terdiri  dari  kelompok-
kelompok  pembuluh  darah  yang  berdilatasi,  terutama  pembuluh  darah  vena,  pada mukosa dan submukosa kolon Barbara dan Douglas, 2004.
Tidak seperti perdarahan divertikular, angiodisplasia cenderung menyebabkan perdarahan dengan episode lambat tetapi berulang. Oleh karena itu, pasien dengan
angiodisplasia datang dengan anemia. Angiodisplasia yang menyebabkan hilangnya
darah dalam jumlah besar jarang didapat. Perdarahan lesi aktif dapat diobati dengan elektrokoagulasi koloskopi Barbara dan Douglas, 2004.
2.2.3 Inflammatory Bowel Disease IBD
IBD  adalah  penyakit  inflamasi  yang  melibatkan  saluran  cerna  dengan penyebab pastinya belum diketahui. Secara garis besar IBD dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu  kolitis  ulseratif,  penyakit  chorn  dan  bila  sulit  untuk  membedakan  keduanya maka dimasukkan dalam kategori Indeterminate Colitis Djojoningrat, 2007.
Gambar 2.2 Segmen usus pada penyakit IBD Anonim, 2012.
Macam-macam  kondisi  peradangan  dapat  menyebabkan  perdarahan  saluran cerna bagian bawah yang akut. Perdarahan jarang muncul menjadi tanda, melainkan
berkembang  dalam  perjalanan  penyakitnya  dan  penyebabnya  diduga  berdasarkan riwayat pasien. Sampai dengan 20 kasus perdarahan saluran cerna bagian bawah
akut  disebabkan  oleh  salah  satu  kondisi  peradangan.  Kebanyakan  perdarahan berhenti secara spontan atau dengan terapi spesifik pada penyebabnya Barbara dab
Douglas, 2004.
Perdarahan  masif  karena  IBD  jarang  terjadi.  Colitis  menyebabkan  diare berdarah pada beberapa kasus. Pada 50 pasien dengan colitis ulseratif, perdarahan
gastrointestinal bagian bawah ringan-sedang muncul, dan sekitar 4 pasien dengan kolitis ulseratif terjadi perdarahan yang masif Senagore, 2007.
Perdarahan  saluran  cerna  bagian  bawah  pada    pasien  dengan  penyakit Crohn’s  jarang  terjadi,  tidak  seperti  pada    pasien  kolitis  ulseratif,  hanya  1-2
pasien  dengan  Crohn’s  terjadi  perdarahan  yang  masif.  Pada  sumber  lain mengatakan hanya kurang dari 1 pasien saja Senagore, 2007.
2.2.4 Benign Anorectal Disease
Penyakit  anorektal  jinak  misalnya  hemorrhoid,  fisura  ani,  fistula  anorektal dapat  menyebabkan  perdarahan  rektum  intermiten.  11  dari  pasien  dengan
perdarahan saluran cerna bagian bawah terjadi dari penyakit anorektal. Pasien yang memiliki varises rektum dengan hipertensi portal dapat membuat perdarahan masif
saluran cerna bagian bawah tanpa rasa sakit, sehingga pemeriksaan awal anorektum menjadi  penting.  Jika  diketahui  terjadi  perdarahan  aktif,  mengobatinya  harus
agresif. Perhatikan
bahwa penemuan
penyakit anorektal
jinak tidak
mengesampingkan  kemungkinan  perdarahan  yang  lebih  proksimal  dari  saluran cerna bagian bawah. Pada kasus-kasus ini perdarahan yang timbul berwarna merah
segar dan tidak bercampur dengan feces Barbara dan Douglas, 2004; Debas, 2004. Hemoroid  merupakan  pelebaran  dan  inflamasi  pembuluh  darah  vena  di
daerah  anus  yang  berasal  dari  plexus  hemoroidalis.  Di  bawah  atau  di  luar  linea dentate  pelebaran  vena  yang  berada  dibawah  kulit  subkutan  disebut  hemoroid
eksterna. Sedangkan di atas atau di dalam linea dentate, pelebaran vena submukosa
disebut  hemoroid  interna.  Biasanya  struktur  anatomis  anal  canal  masih  normal Djojoningrat, 2007.
2.2.5 Neoplasma
Neoplasma kolorektal dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni polip kolon dan  kanker  kolon.  Polip  adalah  tonjolan  di  atas  permukaan  mukosa.  Polip  kolon
dapat  dibagi  dalam  3  tipe,  yakni  neoplasma  epithelium,  non  neoplasma,  dan submukosa.  Makna  klinis  yang  penting  dari  polip  ada  dua,  pertama  adalah
kemungkinan mengalami transformasi menjadi kanker kolorektal dan kedua dengan tindakan  pengangkatan  polip,  kanker  kolorektal  dapat  dicegah  Abdullah,  2007;
DeCosse dan Tsioulias, 2011. Kanker  kolorektal  adalah  penyebab  kematian  kedua  tebanyak  dari  seluruh
pasien  kanker  di  Amerika.  Lebih  dari  150.000  kasus  baru  terdiagnosis  setiap tahunnya di AS dengan angka kematian mendekati angka 60.000. Rata-rata pasien
kanker  kolorektal  berusia  67  tahun  dan  lebih  dari  50  kematian  terjadi  pada mereka  yang  berumur  diatas  55  tahun.  Sedangkan  polip  juvenile  merupakan
penyebab    perdarahan  kedua  paling  umum  pada  pasien  lebih  muda  dari  usia  20 tahun Debas, 2004.
Neoplasma  kolon  dapat  muncul  dalam  bentuk  dan  sifat  bermacam-macam. Biasanya  perdarahan  dari  lesi  ini  lambat,  ditandai  dengan  perdarahan  samar  dan
anemia  sekunder.  Neoplasma  ini  juga  dapat  berdarah  dengan  cepat,  namun  pada beberapa  bentuk  sampai  dengan  20  dari  kasus  perdarahan  akut  pada  akhirnya
ditemukan  muncul  karena  polip  kolon  atau  kanker  Barbara  dan  Douglas,  2004; Branner dan Ota, 2007.
Keluhan  yang  paling  sering  dirasakan  adalah  perubahan  buang  air  besar, perdarahan  per  anus  hematokesia  dan  konstipasi.  Jika  terjadi  obstruksi  maka
gejala yang timbul berupa nyeri abdomen, mual, muntah dan obstipasi. Pada tumor yang  telah  melakukan  invasi  lokal  maka  akan  timbul  gejala  tenesmus,  hematuria,
infeksi  saluran  kemih  berulang  dan  obstruksi  uretra  bahkan  perforasi  abdomen Barbara dan Douglas, 2004.
2.3  Manifestasi Klinik Perdarahan Saluran Cerna
Perdarahan  saluran  cerna  bagian  bawah  dapat  bermanifestasi  dalam  bentuk hematoskezia, maroon stool, melena, atau perdarahan tersamar.
2.3.1 Hematoskezia
Darah segar yang keluar lewat anusrektum. Hal ini merupakan manifestasi klinis  perdarahan  yang  paling  sering.  Sumber  perdarahan  pada  umumnya  berasal
dari  anus,  rektum,  atau  kolon  bagian  kiri  sigmoid  atau  kolon  descendens,  tetapi juga  dapat  berasal  dari  usus  kecil  atau  saluran  cerna  bagian  atas  bila  perdarahan
tersebut  berlangsung  masif  sehingga  sebagian  volume  darah  tidak  sempat  kontak dengan asam lambung dan masa transit usus yang cepat Davila dan Rajan, 2005.
2.3.2 Maroon stool
Darah  yang berwarna merah hati kadang bercampur dengan melena  yang biasanya  berasal  dari  perdarahan  di  kolon  bagian  kanan  ileo-caecal  atau  juga
dapat dari usus kecil bila waktu transit usus cepat Davila dan Rajan, 2005.
2.3.3 Melena
Feses  yang  berwarna  hitam  seperti  kopi  bubuk  kopi  atau  seperti  aspal, berbau  busuk  dan  hal  ini  disebabkan  perubahan  hemoglobin  menjadi
hematin. Perubahan  ini  dapat  terjadi  akibat  kontak  hemoglobin  dengan  asam lambung  atau  akibat degradasi  darah oleh bakteri usus.  Misalnya pada perdarahan
yang  bersumber  di  kolon  bagian  kanan  yang  disertai  waktu  transit  usus  yang lambat.  Perdarahan  saluran  cerna  bagian  bawah  akan  tersamar  bila  jumlah  darah
sedikit sehingga tidak mengubah warna feses yang keluar. Gambaran klinis lainnya akan  sesuai  dengan  penyebab  perdarahan  misalnya  pada  tumor  rektum,  teraba
massa  pada  pemeriksaan  colok  dubur  dan  dampak  hemodinamik  yang  terjadi akibat perdarahan tersebut misalnya anemia atau adanya renjatan. Sebagian besar
perdarahan berlangsung akut, berhenti spontan, dan jarang menimbulkan gangguan hemodinamik Davila dan Rajan, 2005.
2.4 Faktor Risiko
Identifikasi  faktor  risiko  kanker  kolorektal  penting  untuk  menetapkan program skrining pada populasi umum sedini mungkin Bullard dan Rothenberger,
2007.
1. Usia
Lebih  dari  90 kasus didiagnosis pada populasi  berusia  50  tahun.  Hal  ini adalah  alasan  memulai  uji  skrining  pada  populasi  asimptomatis    50  tahun.
Individu  segala  usia  berpotensi  mengidap  kanker  kolorektal,  sehingga  gejala seperti;  perubahan  signifikan  kebiasaan  buang  air  besar  change  in  bowel  habits,
perdarahan  rektum,  melena,  anemia  tanpa  sebab  yang  jelas,  atau  penurunan  berat badan memerlukan evaluasi menyeluruh Bullard dan Rothenberger, 2007.
Liang  dkk  2006  menyatakan  risiko  kanker  kolorektal  meningkat  seiring usia,  pada  pasien  muda  sering  timbul    40  tahun.  Tumor  kolorektal  herediter
[hereditary  nonpolyposis  colorectal  cancer  HNPCC,  adenomatosis  coli,  dan suspected  HNPCC]  terjadi  pada  38.4  pasien    40  tahun  dan  3.5  pada    55
tahun.  Karena  itu,  tumor  kolorektal  herediter  lebih  sering  pada  individu  muda dengan  faktor  herediter  daripada  faktor  diet  maupun  gaya  hidup.  Penelitian  di
Eropa menunjukkan, pasien usia ≤ 30 tahun, memiliki 25-30 5-year survival rate.
60-67  pasien  kanker  kolorektal  muda  tergolong  stadium  IIIIV,  dengan  poorly differentiated  atau  musinosum.  Pasien  muda  sering  datang  dalam  stadium  lanjut.
Hal ini menunjukkan kanker kolorektal usia muda memiliki prognosis buruk.
2. Faktor Risiko Herediter
Bullard 2007 menyatakan 80 kanker kolorektal terjadi sporadis, sementara 20 timbul pada pasien dengan riwayat kanker kolorektal pada keluarga.
Tabel 2.1
Risiko Herediter dan Kanker Kolon Robert, et al., 2007
FAMILIAL  SETTING COLON  CANCER LIFETIME RISK
General U.S. population 6
1 first-degree relatif
[]
with colon cancer 2- to 3-fold increased
2 first-degree relatifs
[]
with colon cancer 3- to 4-fold increased
First-degree relatif
[]
with colon ca diagnosed ≤50 yr 3- to 4-fold increased
1 second- or third-degree relatif
[†][‡]
with colon cancer 1.5-fold increased
2 second- or third-degree relatifs
[†][‡]
with colon cancer 2- to 3-fold increased
1 first-degree relatif
[]
with adenomatous polyp 2-fold increased
From Burt RW: Colon cancer screening. Gastroenterology 119:837-853, 2000, with permission. First-degree relatifs include parents, siblings, and children.
↑    Second-degree relatifs include grandparents, aunts, and uncles. ‡    Third-degree relatifs include great-grandparents and cousins
3. Faktor Lingkungan dan Diet
Penelitian  menunjukkan  bahwa  karsinoma  kolorektal  terjadi  pada  populasi yang  mengkonsumsi  diet  tinggi  lemak  hewani  dan  rendah  serat,  hal  ini
menghasilkan suatu hipotesis bahwa faktor-faktor diet berkontribusi besar terhadap karsinogenesis.  Diet  tinggi  lemak  tersaturasi  jenuh  atau  lemak  tak  jenuh  ganda
meningkatkan  risiko  kanker  kolorektal,  sedangkan  diet  tinggi asam  oleat  minyak zaitun, minyak kelapa, dan minyak ikan menurunkan risiko. Penelitian pada hewan
menunjukkan  bahwa  lemak  dapat  bersifat  racun  pada  mukosa  usus,  sehingga menyebabkan  perubahan  karsinogenesis  awal.  Sebaliknya,  diet  tinggi  serat
tampaknya  bersifat  protektif.  Konsumsi  kalsium,  selenium,  vitamin  A,  C,  dan  E, karotenoid,  dan  fenol  nabati  dapat  menurunkan  risiko  kanker  kolorektal.  Obesitas
dan  gaya  hidup  tidak  sehat  secara  dramatis  meningkatkan  mortalitas  kanker,
termasuk  KKR.  Hal  ini  merupakan  dasar  strategi  pencegahan  primer  untuk menurunkan angka KKR dengan mengubah diet dan gaya hidup tidak sehat.
4. Inflammatory Bowel Disease
Pasien dengan penyakit kolitis kronis Inflammatory Bowel Disease berisiko menderita  kanker  kolorektal.  Hal  ini  akibat  peradangan  kronis  mukosa  yang
menjadi  predisposisi  keganasan.  Durasi  dan  luasnya  kolitis  berkorelasi  dengan risiko.  Dalam  pankolitis  ulseratif  ulcerative  pankolitis,  risiko  karsinoma  sekitar
2  setelah  10  tahun,  8  setelah  20 tahun,  dan  18  setelah  30  tahun.  Pasien dengan  pankolitis  Crohn  Crohns  pankolitis  berisiko  yang  sama.  Kolitis  pada
kolon  kiri  berisiko  lebih  rendah.  Untuk  alasan  diatas,  skrining  kolonoskopi  dan biopsi  mukosa  dianjurkan  setiap  tahun  setelah  8  tahun  menderita  pankolitis
dan setelah 12 -15 tahun pada kolitis kiri.
5. Faktor Risiko Lain
Bullard  dan  Rothenberger  2007  mengaitkan  rokok  dengan  peningkatan risiko  adenoma  kolon,  terutama  setelah  usia  35  tahun.  Pasien  dengan
ureterosigmoidostomi meningkatkan risiko pembentukkan adenoma dan karsinoma. Akromegali, yang berhubungan dengan peningkatan sirkulasi hormon pertumbuhan
dan insulin-like growth factor-1, juga meningkatkan risiko. Radiasi daerah panggul dapat  meningkatkan  risiko  pengembangan  karsinoma  rektum  akibat  kerusakan
radiasi atau akibat kanker rektum dan keganasan panggul.
Tabel 2.2
Faktor Risiko Kanker Kolon Zinner dan Ashley, 2007
RISK FACTOR COMMENT
Geographic variation Highest risk in Western countries and lowest risk in developing
countries Age
Risk increase sharply after the fifth decade Diet
Increased with total and animal fat diets Physical inactivity
Increased with obesity and sedentary life style Adenoma
Risk dependent on type and size FAP penetrance in gene carriers
100 HNPCC penetrance in gene carriers
80 Hamartomatous syndromes
Risk increased with Peutz-Jeghers syndrome and juvenile polyposis but not isolated juvenile polyps
Previous history of colon cancer Increased risk for recurrent cancer
Ulcerative colitis 10
–20 after 20 years Radiation
Associated with mucinous histology and poor prognosis Ureterosigmoidostomy
100 –500 times increased risk at or adjacent to the uretero-
colonic anastomosis
Reproduced, with permission, from Wu JS, Fazio VW, 2000
2.4 Test Skrining