vi
3.2.2. Sampel
44 3.3.
Variabel dan Instrumen Penelitian 44
3.3.1. Variabel
44 3.3.2.
Instrumen Penelitian 45
3.4. Rancangan Penelitian
48 3.5.
Teknik Pengumpulan Data 51
3.6. Teknik Analisis Data
52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Hasil dan Pembahasan Data Instrumen Penelitian 56
4.1.1. Validitas Tes
56 4.1.2.
Tingkat Kesukaran Tes 56
4.1.3. Daya Beda Tes
56 4.1.5.
Reliabilitas Tes 57
4.2. Hasil dan Pembahasan Data Hasil Penelitian
57 4.2.1.
Hasil Belajar Siswa 57
4.2.2. Peningkatan Hasil Belajar
58 4.2.3.
Uji Normalitas 58
4.2.4. Uji Homogenitas
59 4.2.5.
Uji Hipotesis 60
4.3. Pembahasan
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan 63
5.2. Saran
63
DAFTAR PUSTAKA 64
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1.
Deret Homolog Alkana 25
Tabel 2.2. Kegunaan Minyak Bumi
37 Tabel 2.3.
Beberapa Aditif dalam Bensin 39
Tabel 2.4. Zat Pencemar Akibat Pembakaran Bensin
40 Tabel 3.1.
Rancangan Penelitian 48
Tabel 4.1. Rata-Rata Nilai Hasil Belajar Siswa
57 Tabel 4.2.
Peningkatan Hasil Belajar Gain dan Persen Gain 58
Tabel 4.3. Uji Normalitas Data Gain
59 Tabel 4.4.
Uji Homogenitas Data Gain 60
Tabel 4.5. Uji Hipotesis Data Gain
60
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Uji Gas CO
2
22 Gambar 2.2. Uji H
2
O 22
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian 50
Gambar 4.1. Grafik Hasil Belajar Siswa 58
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan saat ini telah menjadi tolak ukur yang paling mendasar dalam menciptakan sumber daya manusia SDM yang berkualitas. Sumber daya yang
berkualitas dapat diperoleh dengan meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan mengembangkan kemampuan berpikir
kritis siswa. Oleh karena itu, saat ini guru dituntut untuk dapat memilih model pembelajaran yang tepat untuk diaplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar.
Pendidikan tradisional hanya menekankan pada manipulasi isi. Para siswa menghafalkan fakta, angka, nama, tanggal, dan tempat kejadian dalam mempelajari
suatu pelajaran secara terpisah satu sama lain, dan berlatih dengan cara yang sama untuk memperoleh kemampuan dasar menulis dan berhitung. Penemuan ilmiah
terbaru saat ini justru menyatakan bahwa hubungan antara bagian-bagian tersebutlah
–yaitu konteksnya- yang memberikan makna. Lebih jauh lagi, makna yang berasal dari hubungan-hubungan itu membuat gabungan dari semua bagian itu
melampaui sekedar jumlah dari bagian-bagiannya. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual, sebagai sebuah sistem mengajar, didasarkan pada pikiran bahwa
makna muncul dari hubungan antara isi dengan konteksnya. Konteks memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam konteks
yang lebih luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Mampu mengerti makna dari pengetahuan dan keterampilan akan menuntun pada penguasaan pengetahuan
dan keterampilan Jhonson, 2007. Kimia merupakan salah satu cabang ilmu sains yang erat kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari.Penerapan konsepnya dapat ditemukan dalam setiap aspek kehidupan. Namun, kecenderungan siswa yang hanya menghafal teori tetapi tidak
mengaitkannya dengan penerapannya mengakibatkan siswa merasa sulit untuk mempelajari kimia.
Berdasarkan pengalaman peneliti saat menjalani Program Pengalaman Lapangan PPL, ternyata masih banyak siswa yang menganggap kimia sebagai
mata pelajaran yang sulit. Proses belajar mengajar yang masih cenderung teacher centered yang hanya berpusat pada informasi yang diberikan oleh guru, dan siswa
hanya mencatat dan menghafal informasi tersebut mengakibatkan kemampuan berpikir kritis siwa kurang berkembang. Selain itu beberapa siswa yang memiliki
kemampuan menghafal yang baik, kenyataannya mereka tidak dapat memahami informasi yang diterima. Siswa merasa telah memahami apa yang dipelajarinya,
tetapi setelah beberapa minggu kemudian mereka tidak mengingat apa yang telah mereka pelajari. Oleh karena itu, guru seharusnya tidak hanya memberikan
informasi, tetapi juga membantu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga siswa tidak hanya mendengar, menerima dan menghafal materi yang
disampaikan. Salah
satu model
pembelajaran yang
dapat digunakan
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran
Contextual Teaching And Learning CTL yang mengajak siswa untuk mampu mengaitkan materi yang telah diterima dengan konteks dalam kehidupan sehari-
hari. Menurut Kunandar 2007, CTL merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah,
artinya anak akan belajar lebih bermakna, jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar “mengetahuinya”. Pembelajaran
tidak hanya sekedar kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi bagaimana siswa mampu mamahami apa yang dipelajarinya.
Hidrokarbon merupakan salah satu materi pokok kimia yang memiliki kaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Pada umumnya materi ini hanya
diajarkan dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja. Jika materi ini diajarkan dengan model CTL, diharapkan dapat mengembangkan kemampuan